Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KARDIOVASKULAR, DIABETES MELLITUS,

DAN DISSEMINATE INTRAVASKULAR COAGULATION (DIC) PADA KEHAMILAN


Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatn Kesehatan
Reproduksi
Yang Di Ampu Oleh
Ibu Emi Lindayani, M.Kep., Ners

Disusun Oleh :
Kelompok 7

Annisa Nurul Azizah 2209836


Indah Widyaningsih 2207008
Nurul Wafa Aprilia Maulida 2207009
Shelomitha Fransiska 2209379
Suherman 2207024

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


KAMPUS DI SUMEDANG
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi besar Muhammad Saw, kepada segenap keluarganya, para
sahabatnya dan seluruh pengikutnya sampai akhir zaman. Makalah yang diberi judul “Asuhan
Keperawatan Gangguan Kardiovaskular, Diabetes Mellitus, Dan Disseminate Intravaskular
Coagulation (DIC) Pada Kehamilan” makalah ini membahas bagaimana gangguan
kardiovaskular, diabetes mellitus, dan disseminayte intravascular coagulation (DIC) pada
kehamilan dapat memberikan dampak yang berbahaya bagi ibu dan janin serta bagaimana
asuhan keperawatan yang diberikan pada ibu dengan gangguan kardiovaskular, diabetes
mellitus, dan disseminate intravascular coagulation (DIC) untuk mengatasi agar tidak terjadi
adanya komplikasi lainnya.
Dalam menyelesaikan makalah ini kami banyak mendapatkan bantuan, bimbingan
dan nasihat dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik, agar makalah ini
menjadi lebih baik. Semoga makalah ini memberikan manfaat maupun inspirasi khususnya
untuk kita sebagi mahasiswa dan umumnya terhadap pembaca.

Penyusun

Sumedang, September 20223

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................16

Daftar Isi....................................................................................................................................ii

Bab 1 Pendahuluan...................................................................................................................iii

A. Latar Belakang............................................................................................................iii

B. Rumusan Masalah.........................................................................................................v

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................................v

Bab II Pembahasan.....................................................................................................................1

A. Gangguan Kardiovaskuler Pada Ibu Hamil...................................................................1

B.Gangguan Diabetes Melitus Pada Ibu Hamil...............................................................15

C. Gangguan Dissaminate Intravascular Coagulation (DIC) Pada Ibu Hamil.................22

Bab III Kesimpulan..................................................................................................................30

A. Kesimpulan..................................................................................................................30

Daftar Pustaka..........................................................................................................................31

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis yang hampir selalu terjadi pada
setiap wanita. Kehamilan terjadi setelah bertemunya sperma dan ovum, tumbuh dan
berkembang di dalam uterus selama 259 hari atau 37 minggu atau sampai 42 minggu
(Nugroho & Utama, 2014). Kehamilan merupakan waktu transisi, yakni suatu masa
antara kehidupan sebelum memiliki anak yang sekarang berada dalam kandungan dan
kehidupan nanti setelah anak tersebut lahir (Sukarni, I dan Wahyu, 2013).
Gangguan kehamilan atau komplikasi pada kehamilan merupakan masalah yang
sering terjadi selama kehamilan. Gangguan ini tidak hanya beresiko pada ibu hamil,
namun dapat terjadi janin, maupun keduanya. Gangguan kehamilan bisa terjadi
selama kehamilan berlangsung atau sudah mempunyai riwayat penyakit tersebut
sebelumnya.
Penyakit hipertensi pada kehamilan adalah penyakit pada sistem kardiovaskular
yang dapat terjadi sebelum kehamilan, saat kehamilan berlangsung, ataupun pada
masa nifas. Hipertensi masih menjadi faktor penyebab kematian pada ibu hamil.
Indonesia menduduki peringkat ketiga di daerah Asia Tenggara dan Asia Selatan
dengan Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi. Presentase kematian ibu hamil yang
mederita hipertensi mencapai lebih dari 30%. Menurut data AKI dari Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 mencapai angka 359 dari 100.000
kelahiran hidup. Oleh karena itu, penyakit tidak menular ini perlu diwaspadai
terutama dalam kondisi hamil.
Selain hipertensi, kejadian diabetes mellitus juga menjadi salah satu gangguan
yang dapat terjadi saat kehamilan. World Health Organization menyebutkan bahwa
diabetes mellitus gestasional adalah penyakit intoleransi glukosa yang terjadi selama
kehamilan. Kasus diabetes mellitus gestasional berdasarkan prevalensi global
mengatakan perkiraan 135 juta orang sampai tahun 2025 kasusnya akan meningkat
menjadi 399 juta orang. Kasus diabetes mellitus gestsional setiap tahunnya ada sekitar
3-4% dari 135.000 wanita hamil. Konsentrasi glukosa darah tinggi pada wanita yang
di diagnosa dengan GDM tersedia bagi janin untuk pertumbuhan dan berat lahir yang
berlebihan, yang dapat menyebabkan persalinan yang sulit, akibat proprorsi tubuh
bayi yang berlebih seringkali mengakibatkan kelahiran sesar. Saat setelah bayi
dilahirkan dan tali pusar terpotong, suplai glukosa darah maternal tinggi terputus,

iii
sementara pancreas janin terus memberikan konsentrasi insulin tinggi ke sirkulasi
janin. Hal ini menyebabkan hipoglikemia saat lahir, membutuhkan suplai glukosa
intravena dan dapat menimbulkan masalah yang serius bila hipoglikemia
tidak terseteksi.
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan penyakit serius dimana
terjadi aktivasi koagulasi yang meningkat. Menurut International Society of
Thrombosis and Haemostasis (ISTH) Scientific and Standardization Committee,
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah sindrom yang ditandai dengan
aktivasi koagulasi intravaskular dengan hilangnya lokalisasi yang timbul dari
penyebab yang berbeda. Hal ini dapat berasal dari dan menyebabkan kerusakan pada
mikrovaskulatur.DIC selalu memiliki penyakit yang mendasarinya seperti infeksi
berat, keganasan hematologi, trauma atau gangguan obstetrik. Gejala umum DIC
adalah gejala perdarahan dan gejala organ. DIC merupakan kondisi serius dan
penanganan dini berdasarkan diagnosis yang tepat penting untuk meningkatkan
prognosis pasien. Kondisi yang cukup parah dapat menyebabkan disfungsi organ.
Darah yang membentuk thrombin dan fibrin intravaskular mengakibatkan
pembentukan thrombosis pembuluh darah kecil sampai sedang, disfungsi organ serta
perdarahan hebat. Kasus Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) berdasarkan
prevalensi DIC pada kehamilan rendah, berkisar antara 0,03-0,35%, namun
prevalensinya meningkat pada kehamilan dengan komplikasi penyakit penyerta
seperti solusio plasenta, perdarahan postpartum, preeklamsia, peningkatan enzim hati
hemolisis dan trombosit rendah (sindrom HELLP) dan kehamilan.
Berdasarkan pemaparan diatas, kami tertarik membuat makalah ini karena ketiga
jenis penyakit tesebut merupakan gangguan kehamilan yang sering terjadi pada ibu
hamil. Harapannya kami dapat mengetahui gangguan kardiovaskuler, diabetes
mellitus, dan disseminate intravascular coagulation (DIC) serta mampu memahami
lebih mendalam bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan kepada pasien
dengan gangguan kardiovaskuler, diabetes mellitus, dan disseminate intravaskuler
coagulation (DIC).

iv
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian dan etiologi terjadinya gangguan
kardiovaskular, diabetes mellitus, dan disseminate intravascular coagulation (DIC)
pada kehamilan?
2. Apa saja jenis gangguan kardiovaskular, diabetes mellitus, dan disseminate
intravascular coagulation (DIC) yang dapat terjadi pada kehamilan?
3. Bagaimana manifestasi klinis yang terjadi pada gangguan kardiovaskular, diabetes
mellitus, dan disseminate intravascular coagulation (DIC) pada kehamilan?
4. Bagaimana patofisiologi gangguan kardiovaskular, diabetes mellitus, dan
disseminate intravascular coagulation (DIC) pada kehamilan?
5. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada gangguan kardiovaskular, diabetes
mellitus, dan disseminate intravascular coagulation (DIC) pada kehamilan?
6. Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada ibu hamil dengan gangguan
kardiovaskular, diabetes mellitus, dan disseminate intravascular coagulation
(DIC)?

C. Tujuan penulisan

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa yang di maksud dengan pengertian dan
etiologi gangguan kardiovaskular, diabetes mellitus, dan disseminate intravascular
coagulation (DIC) pada kehamilan
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui jenis gangguan kardiovaskular, diabetes
mellitus, dan disseminate intravascular coagulation (DIC) yang terjadi pada
kehamilan
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui manisfestasi klinis gangguan kardiovaskular,
diabetes mellitus, dan disseminate intravascular coagulation (DIC) yang dapat
terjadi pada ibu hamil
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi gangguan kardiovaskular,
diabetes mellitus, dan disseminate intravascular coagulation (DIC) pada
kehamilan
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil
dengan gangguan kardiovaskular, diabetes mellitus, dan disseminate intravascular
coagulation (DIC)
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan yang harus diberikan
kepada ibu hamil dengan gangguan kardiovaskular, diabetes mellitus, dan
disseminate intravascular coagulation (DIC)

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gangguan kardiovaskuler pada Ibu Hamil


1. Pengertian Hipertensi pada Ibu Hamil
Kehamilan dapat menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis dari sistem
kardiovaskulernya yang akan dapat ditolelir yang baik oleh wanita yang sehat tetapi
dapat berbahaya bagi ibu hamil yang mempunyai kelainan jantung sebelumnya.
Wanita yang sebelumnya sudah memiliki penyakit jantung dapat mengalami
komplikasi, gejala, dan tanda-tanda yang lebih parah saat hamil, pembukaan rahim,
dan persalinan. Di antara beberapa penyakit kardiovaskular, hipertensi merupakan
penyakit kardiovaskular yang paling sering terjadi selama kehamilan, dan terjadi
pada 5-10% dari semua kehamilan. Penyakit kardiovaskular lainnya yang sering
terjadi pada kehamilan adalah penyakit jantung bawaan dan penyakit katup jantung
rematik. Kardiomiopati jarang ditemukan, tetapi merupakan penyebab komplikasi
kardiovaskular yang berat pada kehamilan.
Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia dengan jumlah
penderita lebih satu milyar orang. Data World Health Organization (WHO) tahun
2013 menunjukkan bahwa sekitar satu milyar orang penduduk dunia menderita
hipertensi dan angka tersebut akan semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya.
Prevalensi hipertensi meningkat di negara-negara Afrika sebesar 46% dan lebih
rendah di negara maju sebesar 35% (WHO, 2013). Di Amerika Serikat prevalensi
hipertensi 31%, laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan (39% dan 23%). Insidensi
hipertensi meningkat 10% pada umur 30 tahun dan meningkat 30% pada umur 60
tahun (Kaplan and Rose, 2010).
Hipertensi yang diinduksi kehamilan dianggap sebagai komplikasi obstetrik. Ada
efek maternal merugikan yang signifikan, beberapa menghasilkan morbiditas atau
kematian maternal yang serius. Namun, harus diingat bahwa kondisi ibu dengan
abrupsio plasenta, gagal ginjal akut, pendarahan intraserebral dan edema paru akan
memiliki efek buruk pada janin. Demi untuk keselamatan ibu perlu rencana untuk
melahirkan janin lebih awal. Kelahiran dini ini akan menyelamatkan ibu namun
meningkatkan risiko pada bayi. Kesulitan dokter kandungan adalah memutuskan
apakah melanjutkan kehamilan atau segera melahirkan (Coutts, 2007).

1
Konsekuensi hipertensi pada kehamilan terdapat dua macam yaitu jangka pendek
dan jangka panjang. Pada jangka pendek ibu hamil akan mengalami eklampsia,
hemoragik, isemik stroke, kerusakan hati (HELL sindrom, gagal hati, disfungsi ginjal,
persalinan cesar, persalinan dini, dan abruptio plasenta. Sedangkan pada janin akan
terjadi kelahiran preterm atau prematur, induksi kelahiran, gangguan pertumbuhan
janin, sindrom pernapasan, bahkan dapat menyebabkan kematian janin. Pada jangka
panjang wanita yang mengalami hipertensi saat hamil memiliki risiko kembali
mengalami hipertensi pada kehamilan berikutnya, juga dapat menimbulkan
komplikasi kardiovaskular, penyakit ginjal dan timbulnya kanker.

2. Etiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan belum diketahui secara jelas. Namun, ada
beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya hipertensi dan dikelompokkan
dalam faktor risiko. Beberapa faktor risiko sebagai berikut :
a. Primigravida (kehamilan untuk pertama kalinya)
b. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
mellitus, hydrops fetalis, bayi besar
c. Umur
d. Riwayat keluarga pernah pre-eklamsia/eklamsia
e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
f. Obesitas

3. Klasifikasi Hipertensi Pada Kehamilan


Hipertensi pada kehamilan apabila tekanan darahnya ≥140/90 mmHg.
Dibagi menjadi ringan-sedang (140-159/90-109 mmHg) dan berat (≥160/110 mmHg)
(Malha et al., 2018). Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan menjadi: 1) pre-
eklampsia/ eklampsia, 2) hipertensi kronis pada kehamilan, 3) hipertensi kronis
disertai pre- eklampsia, dan 4) hipertensi gestational (Roberts et al., 2013; Malha et
al., 2018).

2
Tabel 1. Perbedaan Hipertensi kronis, hipertensi gastasional dan
pre-eklampsia/eklampsia pada kehamilan (Karthikeyan, 2015)

1. Pre-eklampsia dan Eklampsia


Pre-eklampsia adalah sindrom pada kehamilan (>20 minggu), hipertensi
(≥140/90 mmHg) dan proteinuria (>0.3 g/hari). Terjadi pada 2-5% kehamilan dan
angka kematian ibu 12-15% (Malha et al., 2018). Pre-eklampsia juga dapat disertai
gejala sakit kepala, perubahan visual, nyeri epigastrium, dan dyspnoea. Beberapa
faktor telah diidentifikasi terkait dengan peningkatan risiko pre-eklampsia seperti
usia, paritas, pre-eklampsia sebelumnya, riwayat keluarga, kehamilan ganda 7 dari 36
yang sudah ada sebelumnya (diabetes mellitus tipe I), obesitas dan resistensi insulin,
hipertensi kronis, penyakit ginjal, penyakit autoimun, sindrom anti-fosfolipid,
penyakit rematik), merokok, peningkatan indeks massa tubuh (BMI), peningkatan
tekanan darah, dan proteinuria. Selain itu, beberapa faktor yang terkait termasuk
keterpaparan sperma yang terbatas, primipaternitas, kehamilan setelah inseminasi
donor / sumbangan oosit / embrio telah ditemukan memainkan peran penting pada
kejadian pre- eklampsia/eklampsia (Karthikeyan, 2015).
Faktor risiko pre-eklampsia/eklampsia adalah hipertensi kronis, obesitas, dan
anemia parah (Bilano et al., 2014). Faktor risiko utama pre-eklampsia adalah sindrom
antifosfolipid, relative risk, pre-eklampsia sebelumnya, diabetes tipe L kehamilan
ganda, belum pernah melahirkan (nulliparity), sejarah keluarga, obesitas, usia >40
tahun, hipertensi. Sindrom antibodi antifosfolipid, pre-eklampsia sebelumnya,

3
hipertensi kronik, diabetes tipe L teknologi pembantu reproduksi dan BMI (body mass
index) sangat berkaitan erat dengan terjadinya pre-eklampsia (Bartsch et al., 2016).
Patofisiologi pre-eklampsia (Leeman et al., 2016) meliputi Implantasi plasenta
abnormal (cacat pada trofoblas dan spiral arteriol), faktor angiogenik (faktor
rendahnya pertumbuhan plasental), predisposisi genetik (ibu, ayah, trombofilias),
fenomena immunologi, kerusakan endotelial vaskular dan stres oksidatif.
Fitur pre-eklampsia berat (Leeman et al., 2016) diantaranya peningkatan
tekanan darah (sistolik≥ 160 mmHg, diastolik≥ 110 mmHg), peningkatan kreatinin
(>1.1 mg/dL. [97 µmol/L] atau > 2x normal), disfungsi hati (transamilase ≥ 2x normal
atas) atau nyeri pada tubuh bagian atas + Sakit kepala atau penglihatan kabur,
trombosit < 100x10/µL (100x10°/L), dan edema paru

Tabel 4. Penanganan Pre-eklampsia pada kehamilan (NICE, 2011)

Eklampsia adalah terjadinya kejang pada wanita dengan pre-eklampsia


yang tidak dapat dikaitkan dengan penyebab lainnya (Karthikeyan, 2015).
Eklampsia keadaan darurat yang dapat mengancam jiwa, terjadi pada sebelum, saat,
dan setelah persalinan (antepartum, intrapartum, postpartum). Eklampsia didahului
dengan sakit kepala dan perubahan penglihatan, kemudian kejang selama 60-90 detik
(Leeman et al., 2016).

4
Prinsip manajemen kejang eklampsia (Leeman et al., 2016)
i) Menjaga kesadaran
ii) Menghindari polifarmasi
iii) Melindungi jalur nafas dan meminimalkan risiko aspirasi
iv) Mencegah cedera pada ibu hamil
v) Pemberian magnesium sulfat untuk mengontrol kejang
vi) Mengikuti proses kelahiran normal

Sindrom HELLP (Haemolysis Elevated Liver enzymes Low Platelet count)


HELPP terjadi pada < 1% dari seluruh kehamilan, tetapi terjadi pada 20%
komplikasi kehamilan dengan pre-eklampsia berat. HELPP dapat terjadi pada
sebelum, saat dan setelah kehamilan. Diagnosis cukup sulit karena gejalanya mirip
dengan penyakit lain. Evaluasi membutuhkan tes darah komplit dan tes transaminase
hati. Wanita dengan HELPP sebaiknya diberi magnesium sulfat saat masuk rumah
sakit hingga 24-48 jam setelah persalinan (Leeman et al., 2016).

Waktu persalinan untuk pre-eklampsia (NICE, 2011)


Direncanakan persalinan secara konservatif, dilakukan pengamatan intensif
dilakukan persalinan sebelum minggu ke-34 jika: terjadi hipertensi berat hingga sesak
nafas, ibu atau janin terancam. Merekomendasikan persalinan setelah minggu ke-34
jika tekanan darah terkontrol. Merekomendasikan persalinan dengan waktu 24-48 jam
setelah minggu ke-37 pada pre-eklampsia sedang/ringan

2. Hipertensi kronis pada kehamilan


Hipertensi kronis pada kehamilan apabila tekanan darahnya 2140/90 mmHg,
terjadi sebelum kehamilan atau ditemukan sebelum 20 minggu kehamilan. Seringkali
merupakan hipertensi esensial / primer, dan didapatkan pada 3,6-9% kehamilan
(Malha et al., 2018). Hipertensi kronis pada kehamilan adalah hipertensi (≥140/90
mmHg) yang telah ada sebelum kehamilan. Dapat juga didiagnosis sebelum minggu
ke-20 kehamilan. Ataupun yang terdiagnosis untuk pertama kalinya selama kehamilan
dan berlanjut ke periode post-partum (Karthikeyan, 2015). Peningkatan tekanan darah
pada hipertensi kronis terjadi sebelum minggu ke-20 kehamilan, dapat bertahan lama
sampai lebih dari 12 minggu pasca persalinan (Leeman et al., 2016).

5
Hipertensi, obesitas dan usia merupakan faktor risiko hipertensi kronis.
Hipertensi kronis pada kehamilan meningkatkan risiko pre-eklampsia, pertumbuhan
janin, persalinan dini, dan kelahiran dengan ceasar (Seely and Ecker,2014).
Wanita hipertensi yang hamil memiliki kecenderungan mengalami pre- eklampsia,
eklampsia, sindroma HELLP, detachment plasenta, gagal hati, gagal ginjal dan sesak
nafas karena cairan pada paru (Cluver et al., 2017). Hipertensi kronis pada kehamilan
umumnya berasal dari hipertensi essensial terlihat dari riwayat keluarganya. Tetapi
bisa juga berasal dari kelainan ginjal parenkim, hiperplasia fibromuskular atau
hiperaldosteronisme hanya saja kasusnya jarang (Tranquilli et al., 2014).

Tabel 5. Penyebab hipertensi kronis pada kehamilan (Sibai and Chames, 2008)

Hipertensi kronis berat (SBP ≥ 180 mmHg dan atau DBP ≥ 110 mmHg
akan disertai dengan penyakit ginjal, kardiomiopati, koarktasion aorta, retinopati,
diabetes (B sampai F), kolagen vaskular, sindrom antibodi antifosfolipid, pre-
eklampsia. Wanita hamil dengan hipertensi kronis berat memiliki risiko tinggi terkena
stroke, serbral hemorage, hipertesi encelopati, pre-eklampsia, serangan jantung, gagal
ginjal akut, abruptio plasenta, koagulopati intravaskular diseminata dan kematian
(Sibai and Chames, 2008).
Mayoritas wanita hipertensi kronis mengalami penurunan tekanan darah
menjelang akhir trimester pertama sekitar 5-10 mmHg mirip seperti siklus pada
wanita normal. Bahkan ada beberapa yang menjadi normal tekanan darahnya.
Kemudian tekanan darah naik kembali pada trimester ketiga sehingga mirip dengan
hipertensi gestasional. Tetapi hipertensi kronis dapat bertahan sampai lebih dari 12
minggu setelah persalinan (Seely and Ecker, 2014). Wanita hipertensi kronis setelah
persalinan memiliki kemungkinan terkena komplikasi edema pulmonari, hipertensi

6
enselopati dan gagal ginjal. Sehingga perlu dilakukan terapi anti hipertensi yang baik
untuk mengontrol tekanan darah (Sibai and Chames, 2008).

Penanganan hipertensi kronis pada kehamilan (NICE, 2011)


1.Pemberitahuan bila mengonsumsi ACE inhibitor:
 terdapat peningkatan risiko gangguan kongenital
 berdiskusi memilih obat hipertensi alternatif
2.Pemberitahuan bila mengonsumsi chlorothiazide:
 terdapat peningkatan risiko gangguan kongenital dan komplikasi neonatal
 berdiskusi memilih obat hipertensi alternatif
3.Menjaga tekanan darah kurang dari 150/100 mmHg saat kehamilan

Waktu persalinan untuk hipertensi kronik (NICE, 2011)


Tekanan darah < 160/110 mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi tidak
diperbolehkan melakukan persalinan sebelum 37 minggu kehamilan. Tekanan darah <
160/110 mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi setelah 37 minggu melakukan
konsultasi mengenai hari persalinan. Persalinan dapat dilakukan setelah
kartikosteroids selesai.

3. Hipertensi kronis yang disertai pre-eklampsia


Orang dengan hipertensi sebelum kehamilan (hipertensi kronis) memiliki
risiko 4-5 kali terjadi pre-eklampsia pada kehamilannya. Hipertensi yang disertai pre-
eklampsia biasanya muncul antara minggu 24-26 kehamilan berakibat kelahiran
preterm dan bayi lebih kecil dari normal (IUGR) (Khosravi et al., 2014).
Diagnosis hipertensi kronis yang disertai pre-eklampsia, pada wanita
hipertensi yang memiliki proteinuria kurang lebih 20 minggu kehamilan diikuti
dengan; peningkatan dosis obat hipertensi, timbul gejala lain (peningkatan enzim hati
secara tidak normal), penurunan trombosit > 100000/mL, nyeri bagian atas dan
kepala, adanya edema, adanya gangguan ginjal (kreatinin ≥1.1 mg/dL), dan
peningkatan ekskresi protein (Roberts et al., 2013). Hipertensi kronis disertai pre-
eklampsia ada 2 (Roberts et al., 2013):
1. Hipertensi kronis disertai pre-eklampsia berat ditandai dengan adanya peningkatan
tekanan darah, adanya proteinuria dengan adanya gangguan organ lain.

7
2. Hipertensi kronis disertai pre-eklampsia ringan ditandai dengan hanya adanya
peningkatan tekanan darah dan adanya proteinuria.

a. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang terjadi setelah 20 minggu
kehamilan tanpa proteinuria. Hipertensi gestasional berat adalah kondisi peningkatan
tekanan darah > 160/110 mmHg. Tekanan darah baru menjadi normal pada post
partum, biasanya dalam sepuluh hari. Pasien mungkin mengalami sakit kepala,
penglihatan kabur, dan sakit perut dan tes laboratorium abnormal, termasuk jumlah
trombosit rendah dan tes fungsi hati abnormal (Karthikeyan, 2015).
Hipertensi gestasional terjadi setelah 20 minggu kehamilan tanpa
adanya proteinuria. Kelahiran dapat berjalan normal walaupun tekanan darahnya
tinggi. Penyebabnya belum jelas, tetapi merupakan indikasi terbentuknya hipertensi
kronisdi masa depan sehingga perlu diawasi dan dilakukan tindakan pencegahan
(Roberts et al., 2013).

Tabel 6. Penanganan hipertensi gestational pada kehamilan (NICE, 2011)

8
Waktu persalinan untuk hipertensi gestational (NICE, 2011)
Tekanan darah < 160/110 mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi
tidak diperbolehkan melakukan persalinan sebelum 37 minggu kehamilan. Tekanan
darah < 160/110 mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi setelah minggu ke-37
melakukan konsultasi mengenai hari persalinan. Persalinan dapat dilakukan setelah
kartikosteroids selesai.

4. Manifestasi Klinis
Menurut Jhonson (2014), menjelaskan beberapa manifestasi klinis dari hipertensi
dalam kehamilan yaitu:
a. Spasme pembuluh darah ibu serta sirkulasi dan nutrisi yang buruk dapat
mengakibatkan kelahiran dengan berat badan dan kelahiran premature
b. Mengalami hipertensi diberbagai level
c. Protein dalam urin berkisar dari +1 hingga +4
d. Gejala neurologi seperti pandangan kabur, sakit kepala dan hiper refleksia
mungkin akan terjadi
e. Berpotensi gagal hati
f. Kemungkinan akan mengalami nyeri kuadran kanan atas
g. Meningkatnya enzim hati
h. Jumlah trombosit menurun

5. Patologi Hipertensi Pada Kehamilan


Pre-eklampsia/eklampsia dapat terjadi karena faktor genetik. Bila seseorang memiliki
riwayat keluarga pre-eklampsia/eklampsia maka dia mempunyai risiko lebih besar
mengalami pre-eklampsia/eklampsia saat kehamilan (Ward and Lindheimer, 2009).
Pre-eklampsia disebabkan oleh adanya plasenta atau respons ibu terhadap plasenta.
Plasenta yang buruk adalah faktor predisposisi kuat yang mempengaruhi ibu, terkait
dengan sinyal inflamasi (tergantung pada gen janin) dan juga sifat respons ibu
(tergantung pada gen ibu) (Karthikeyan, 2015).

9
Gambar 1. Hipotesis Patologi Pre-eklampsia (Malha et al., 2018)

Pada kehamilan normal, arteri spiral uteri invasiv ke dalam trofoblas


menyebabkan peningkatan aliran darah dengan lancar untuk kebutuhan oksigen dan
nutrisi janin. Pada pre-eklampsia, terjadi gangguan sehingga aliran darah tidak lancar
dan terjadi gangguan pada plasenta. Peningkatan sFlt1 (lihat Gambar) menyebabkan
plasenta memproduksi free vascular endothelial growth factor (VEGF) dan penurunan
placental growth factor (PIGF). Selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel pada
pembuluh ibu mengakibatkan penyakit multiorgan : hypertension, glomerular
dysfunction, proteinuria, brain edema, liver edema, coagulation abnormalities (Malha
et al. 2018).
Terdapat dua teori pre-eklampsia, vaskular (iskemia-reperfusi yang
menghasilkan stres oksidatif dan penyakit vaskular) dan kekebalan tubuh (maladaptasi
kekebalan ibu-ayah, yaitu reaksi alloimun maternal yang dipicu oleh penolakan
terhadap allograft janin) yang dicurigai bertanggung jawab terhadap pre- eklampsia.
Etio-patofisiologi pre-eklampsia sangat kompleks dan melibatkan beragam faktor
seperti predisposisi genetik, gangguan pada renin-angiotensin- aldosteron, disfungsi
endotelium ibu, koagulopati maternal, sitokinin, faktor pertumbuhan, dan sebagainya
(Karthikeyan, 2015).

10
Gambar 2. Patologi Hipertensi Secara Umum (Nadar, 2015)

Gambar 3. Komplikasi Hipertensi Secara Umum (Ferdinand and Kountz, 2008)

Hipertensi sebagai penyebab utama gagal jantung selain itu dapat menyebabkan
penyakit ginjal, diabetes, peripheral vascular disease, retinopathy. dan stroke
(Ferdinand and Kountz, 2008).

6. Asuhan Keperawatan Hipertensi


1. Pengkajian
Data yang dikumpulkan untuk ibu hamil dengan hipertensi yaitu:
a) Identitas Klien
b) Genogram ( keluarga 3 generasi)

11
c) Riwayat Kesehatan seperti keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat kehamilan baik yang sekarang atau terdahulu, riwayat
keluarga, riwayat nutrisi, riwayat psikososial- spiritual, dan aktivitas sehari-hari
mulai dari pola tidur; olahraga; personal hygiene; aktivitas mobilitas fisik; dan
rekreasi.
d) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum: tampak lemas disertai sesak napas
2. Kesadaran : tergantung tingkat keparahan penyakit
3. Tanda-tanda vital
a) TD terjadi peningkatan tekanan darah> 140/90 mmHg
b) Nadi: Takikardi
c) RR terkadang napas cepat hingga sesak
d) Suhu biasanya normal
4. Inspeksi: terdapat oedema yang tidak hilang selama kurun waktu 24 jam
5. Palpasi: identifikasi tinggi fundus uteri, letak janin, lokasi oedema dengan
menekan bagian tubuh yang tampak bengkak
6. Perkusi : identifikasi refleks patela
7. Auskultasi Periksa DJJ bayi guna mendeteksi awal jika terjadi fetal distress.
Periksa juga apakah ada kelainan jantung dan paru pada ibu
e) Pemeriksaan Penujang
Pemeriksanan Laboratorium meliputi urinalisa, serum total protein/albumin,
peningkatan asam urat, peningkatan BUN dan kreatinin (tapi dalam kondisi
tertentu bisa juga normal), elektrolit normal, peningkatan aspartat aminofosfate,
peningkatan bilirubin, peningkatan platelet count

2.Pemeriksaan Diagnostik
a. Lakukan pemeriksaan USG dan/atau NST
b. Foto rontgen
c. EKG

2. Diagnosis Keperawatan
Terdapat beberapa diagnosa keperawatan yang akan muncul pada kasus ibu hamil
dengan hipertensi, berikut adalah beberapa diagnosa tersebut (penyusunan
diagnosa dibawah ini bukan berdasarkan prioritas diagnosa) :
12
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
ditandai dengan pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau tidak
teraba, akral teraba dingin
2. Risiko cedera pada janin ditandai dengan faktor resiko disfungsi uterus
3. Risiko cedera pada ibu ditandai dengan faktor resiko penyakit penyerta
(hipertensi)
4. Risiko perfusi miokard tidak efektif ditandai dengan faktor resiko hipertensi.

3. Intervensi Keperawatan

13
14
B. Gangguan Diabetes Mellitus Pada Ibu Hamil
1. Pengertian Diabetes Melitus Pada Ibu hamil
Diabetes melitus dengan kehamilan (Gestational Diabetes Melitus /GDM)
adalah kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu
hamil gagal mempertahankan euglycemia). Pada kejadian ini, kondisi diabetes
dialami sementara selama masa kehamilan, artinya kondisi diabetes atau
intoleransi glukosa pertama kali didapati selama masa kehamilan, biasanya pada
trimester kedua atau ketiga. (Rahayu & Rodiani, 2016).
Gestational Diabetes Melitus didefinisikan sebagai intoleransi karbohidrat
dengan keparahan bervariasi dan dikenali pertama kali selama kehamilan. Kata
Gestational mengisyaratkan bahwa diabetes dipicu oleh kehamilan, karena
perubahan-perubahan fisiologis yang mencolok dalam metabolisme glukosa.
Gestational Diabetes Melitus adalah diabetes tipe 2 yang terungkap atau
ditemukan selama kehamilan. Karena insiden tipe 2 meningkat seiring dengan
usia dan dipengaruhi oleh faktor diabetogen lain, yaitu obesitas, maka besar
kemungkinannya bahwa baik pengaruh kehamilan maupun insulinopenia
berperan. (Cunningham, 2012).

2. Etiologi
Menurut (Zainuddin, 2017), pada saat seorang wanita hamil, perubahan
hormon hormon dalam tubuhnya membuat kerja insulin menjadi tidak efektif.
Karena kerja insulin membantu penyerapan glukosa oleh sel-sel tubuh tidak
efektif, akibatnya jumlah glukosa dalam darah meningkat dan penyebab lainnya
adalah :
Pola Makan, Apabila tidak diimbangi oleh sekresi insulin dalam jumlah yang
cukup akan mengonsumsi makanan yang berlebihan yang berarti jumlah kalori
yang dibutuhkan tubuh jumlahnya berlebih. Konsumsi makanan yang berlebihan
menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat.
Faktor keturunan/Genetik, Diabetes melitus dapat diwariskan dari orang tua
kepada anak. Gen penyebab diabetes melitus akan dibawa oleh anak jika orang
tuanya menderita diabetes melitus. Pewaris gen ini dapat sampai ke cucunya
bahkan cicit walaupun risikonya kecil. Stress dan merokok, Ketika dalam keadaan
stres, hormon-hormon stres ditubuh akan meningkat hal ini juga akan memicu
naiknya kadar gula di dalam darah. Sedangkan merokok dapat memperberat
15
gangguan sirkulasi darah di daerah ujung-ujung tubuh misalnya jari kaki,
sehingga dengan merokok dapat mempercepat proses pembentukan gangren.
Kegemukan/obesitas biasanya terjadi pada usia 40 tahun, Sebenarnya DM bisa
menjadi penyebab dan akibat. Sebagai penyebab, obesitas menyebabkan sel beta
(yang mengsekresi insulin dalam darah) pankreas penghasil insulin hipertrofi yang
pada gilirannya akan kelelahan dan jebol sehingga insulin menjadi berkurang
produksinya. Sebagai akibat pengguna insulin sebagai terapi diabetes melitus
berlebihan menyebabkan penimbunan lemak subkutan yang berlebihan pula.
Bahan kimia dan obat-obatan, Bahan kimia tertentu dapat mengiritasi pankreas
sehingga menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada pankreas menyebabkan
pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam menyekresikan hormon yang
diperlukan untuk metabolisme tubuh, termasuk hormon insulin. Mengonsumsi
karbohidrat berlebihan, tingginya konsumsi karbohidrat menyebabkan konsentrasi
glukosa dalam darah meningkat. Jika jumlah insulin yang diproduksi tidak
disekresikan oleh sel-sel beta (yang mengsekresi insulin dalam darah) pankreas
akibat beberapa gangguan dalam tubuh, glukosa darah tidak diubah menjadi
energi dan tidak dapat diubah dalam bentuk glikogen. Hal ini menyebabkan kadar
glukosa dalam darah tinggi, (melewati batas kesanggupan ginjal untuk menyaring
glukosa karena konsentrasinya terlalu tinggi), glukosa akan dikeluarkan melalui
urine sehingga terjadi glukosaria (glukosa dalam urine = kencing manis).
Kerusakan pada sel pankreas, Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas
juga dapat menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan
fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon hormon untuk proses
metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan
displidemia dapat meningkatkan risiko terkena diabetes melitus.

3. Klasifikasi
a. Klasifikasi Diabetes Gestasional
1) Kelas A1
Pasien dengan dua atau lebih nilai abnormal pada tes toleransi glukosa dengan
gula darah puasa yang normal. Kadar glukosa darah harus dikontrol dengan diet.

2) Kelas A2

16
Pasien tidak diketahui mengalami diabetes sebelum hamil tapi memerlukan obat
untuk mengontrol glukosa darah.

b. Klasifikasi Diabetes Pregestasional


1) Kelas B
Awalnya terjadi setelah usia 20 tahun dan durasi penyakit kurang dari 10 tahun.
2) Kelas C
Awalnya terjadi di usia 10-19 tahun atau durasi penyakit 10-19 tahun atau
keduanya.
3) Kelas D
Awalnya terjadi pada usia kurang dari 10 tahun atau durasi penyakit sudah lebih
dari 20 tahun tahun keduanya.
4) Kelas F
Pasien mengalami nefropati diabetes Kelas R Pasien mengalami retinitis
proliferans Kelas T Pasien pernah menjalani transplantasi ginjal.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Gestational Diabetes Melitus adalah bentuk sementara
(dalam banyak kasus) diabetes dimana tubuh tidak memproduksi insulin dalam
jumlah yang cukup untuk menangani gula selama kehamilan. Hal ini juga bisa
disebut intoleransi glukosa atau intoleransi karbohidrat. Tanda dan gejala dari
diabetes melitus Gestational sangat mirip dengan penderita diabetes melitus pada
umumnya, yaitu : Poliuria (banyak kencing), Polidipsia (haus dan banyak minum)
polifagia (banyak makan), pusing, mual, muntah, obesitas, lemah badan,
kesemutan, gatal, pandangan kabur, ketonemia (kadar keton berlebihan dalam
darah), glikosuria (ekskresi glukosa ke dalam urine), gula darah 2 jam >
200mg/dl, gula darah sewaktu > 200 mg/dl, gula darah puasa > 126 mg/dl

5. Patofisiologi
Pada kehamilan, terjadi resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-
hormon kehamilan (human placental lactogen (HPL), progesteron, kortisol, dan
prolaktin) yang mencapai puncaknya pada trimester ketiga kehamilan. Diabetes
kehamilan sama dengan diabetes Tipe II yang mana perubahan hormon selama
kehamilan akan mengubah kemampuan toleransi tubuh terhadap insulin. Pada
17
kehamilan dini (sebelum usia 20 minggu), sel-sel sangat responsif terhadap insulin
dan kadar glukosa di dalam darah kemungkinan akan lebih rendah dibanding
biasanya. Hal ini juga yang menjadi alasan beberapa wanita hamil mengalami
mual dan muntah jika tidak ada asupan makanan selama kurun waktu yang lama,
misalnya sepanjang malam.
Pada diabetes melitus yang terjadi selama kehamilan disebabkan karena
kurangnya jumlah insulin yang dihasilkan oleh tubuh yang dibutuhkan untuk
membawa glukosa untuk melewati membran sel. Tingginya kadar glukosa darah
menyebabkan ginjal harus mengsekresikannya melalui urine dan bekerja keras
sehingga ginjal tidak dapat menanggulanginya sebab peningkatan laju filtrasi
glomerulus dan penurunan kemampuan tubulus renalis proksimal/renalis untuk
mereabsorbsi glukosa.
Hiperglikemia menimbulkan banyak efek merugikan pada kehamilan. Glukosa
darah ibu yang meningkat akan disalurkan ke janin melalui plasenta. Janin
memang tidak menderita diabetes, tetapi harus meningkatkan produksi insulinnya
guna metabolisme glukosa yang ada. Akibat peningkatan kadar insulin dan
glukosa, terjadilah pertumbuhan fisik yang drastis, yang menghasilkan bayi besar
(makrosomia). Makrosomia disebabkan oleh hiperplasia, peningkatan jumlah sel,
hipertrofi, dan pembesaran sel bayi. Kondisi ini menyebabkan perubahan yang
berlangsung seumur hidup bagi janin dan terbukti meningkatkan kemungkinan
obesitas pada masa kanak- kanak dan dewasa sekaligus meningkatkan risiko
diabetes dikemudian hari.

6. Komplikasi
Masalah yang ditemukan pada bayi yang ibunya menderita diabetes dalam
kehamilan adalah kelainan bawaan seperti makrosomia (bayi besar > 4 kg),
hipoglikemia (kadar gula darah rendah), hipokalsemia (kadar kalsium dalam tubuh
rendah), hiperbilirubinemia (bilirubin berlebihan dalam tubuh), sindrom gawat
napas, dan kematian janin.
Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan peningkatan angka kejadian
makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan multiparitas (jumlah
kehamilan > 4). Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat dilahirkan
karena ketika melahirkan, bahu janin dapat tersangkut serta peningkatan rasio
untuk melakukan operasi caesar. Hipoglikemia pada bayi dapat terjadi beberapa
18
jam setelah bayi dilahirkan. Hal ini terjadi karena ibu mengalami hiperglikemia
(kadar gula darah berlebihan) yang menyebabkan bayi menjadi hiperinsulinemia
(kadar hormon insulin dalam tubuh janin berlebihan).
Komplikasi yang didapatkan pada ibu dengan diabetes gestasional berkaitan
dengan hipertensi, pre-eklampsia, dan peningkatan risiko operasi caesar. Pengaruh
diabetes melitus terhadap kehamilan :
a. Pengaruh kehamilan, persalinan dan nifas terhadap DM diantaranya kehamilan
dapat menyebabkan status prediabetik menjadi manifes (diabetic) dan DM
akan menjadi lebih berat karena kehamilan.
b. Pengaruh penyakit gula terhadap kehamilan meliputi bortus dan partus
prematur, hidronion, pre-eklamsi, kesalahan letak jantung dan insufisiensi
plasenta.
c. Pengaruh penyakit terhadap persalinan diantaranya gangguan kontraksi otot
rahim partus lama/terlantar, janin besar sehingga harus dilakukan tindakan
operasi, gangguan pembuluh darah plasenta sehingga terjadi asfiksia sampai
dengan lahir mati, perdarahan post partum karena gangguan kontraksi otot
rahim, post partum mudah terjadi infeksi dan bayi mengalami hypoglikemi
post partum sehingga dapat menimbulkan kematian.
d. Pengaruh DM terhadap kala nifas diantaranya mudah terjadi infeksi post
partum dan kesembuhan luka terlambat dan cenderung infeksi mudah
menyebar.
e. DM terhadap bayi antara lain abortus, premature < usia kandungan 36 minggu,
janin besar (makrosomia), dapat terjadi cacat bawaan, potensial penyakit saraf
dan jiwa

7. Pemeriksaan Penunjang
Gestational Diabetes Melitus bisa menimbulkan risiko pada ibu dan bayi. Ada
beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi kelainan ini diantaranya
Glucose Challenge Screening, yakni pemeriksaan pendahuluan saat usia hamil 26-
28 minggu. Jika hasil pemeriksaan ini positif, pemeriksaan kedua yang bisa
dilakukan disebut Glucose Toleransi Test. Pemeriksaan ini akan
menentukan/mendiagnosis apakah ibu hamil ada diabetes atau tidak berdasarkan
efektivitas pemakaian gula oleh tubuh. Karena tidak semua wanita yang tes
Glucose Challenge Screeningnya positif akan menjadi DMG dengan pemeriksaan
19
selanjutnya. Kemudian akan diukur kadar gula darah puasa, selanjutnya ibu hamil
disuruh mengonsumsi glukosa. Kemudian kadar gula akan diukur setiap jam
selama 3 jam berturut-turut.

Berikut ini merupakan hasil GTT yang tidak normal berdasarkan American
Diabetes Association :

Jika hanya satu hasil yang tidak normal, maka ibu hamil dianjurkan merubah pola
diet serta dilakukan ulangan pemeriksaan selanjutnya. Jika 2 atau 3 tidak normal,
maka ibu hamil akan didiagnosis dengan Gestasional Diabetes Melitus dan akan
dilakukan tindakan pengobatan. Mengobati diabetes dalam kehamilan sangat
penting untuk melindungi kesehatan ibu dan bayi yang dikandungnya.

8. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas Klien, Identitas penanggung jawab
b) Riwayat Kesehatan seperti keluhan umum, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat alergi, dan riwayat keluarga
c) Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis seperti berat badan dan tinggi badan
2. Tanda-tanda vital seperti keadaan umum, mengukur kesadaran, tekanan darah,
nadi, respirasi, dan suhu.
3. Pemeriksaan fisik meliputi breathing, blood, brain, blader, bowel, bone dan
sistem endokrin.
4. Pemeriksaan Penunjang meliputi hemoglobin, hematocrit, trombosit, leukosit,
eritrosit, dan gula darah puasa

20
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
ketidakmampuan mencerna dan menggunakan nutrisi kurang tepat. Kriteria
evaluasi : Mempertahankan kadar gula darah puasa antara 60-100 mg/dl dan 2
jam sesudah makan tidak lebih dari 140 mg/dl.

3. Interverensi
1) Mandiri Timbang berat badan setiap kunjungan prenatal. Rasional :
Penambahan berat badan adalah kunci petunjuk untuk memutuskan
penyesuaian kebutuhan kalori.
2) Kaji masukan kalori dan pola makan dalam 24 jam. Rasional : Membantu
dalam mengevaluasi pemahaman pasien tentang aturan diet.
3) Tinjau ulang dan berikan informasi mengenai perubahan yang diperlukan
pada penatalaksanaan diabetic. Rasional : Kebutuhan metabolisme dari janin
dan ibu membutuhkan perubahan besar selama gestasi memerlukan
pemantauan ketat dan adaptasi
4) Tinjau ulang tentang pentingnya makanan yang teratur bila memakai
insulin. Rasional : Makan sedikit dan sering menghindari hiperglikemia,
sesudah makan dan kelaparan.
5) Perhatikan adanya mual dan muntah khususnya pada trimester pertama.
Rasional : Mual dan muntah dapat mengakibatkan defisiensi karbohidrat yang
dapat mengakibatkan metabolisme lemak dan terjadinya ketosis.
6) Tinjau ulang dan diskusikan tanda gejala serta kepentingan hipo atau
hiperglikemia. Rasional : Hipoglikemia dapat terjadi secara cepat dan berat
pada trimester pertama karena peningkatan penggunaan glukosa dan glikogen
oleh ibu dan perkembangan janin. Hiperglikemia berefek terjadinya
hidramnion.
7) Instruksikan untuk mengatasi hipoglikemia asimtomatik. Rasional :
Pengguanaan jumlah besar karbohidrat sederhana untuk mengatasi
hipoglikemi menyebabkan nilai glukosa darah meningkat.
8) Kolaborasi Diskusikan tentang dosis , jadwal dan tipe insulin. Rasional :
Pembagian dosis insulin mempertimbangkan kebutuhan basal maternal dan
rasio waktu makan.

21
9) Kolaborasi dengan ahli gizi. Rasional : Diet secara spesifik pada individu
perlu untuk mempertahankan normoglikemi.
10) Observasi kadar Glukosa darah. Rasional : Insiden abnormalitas janin dan
bayi baru lahir menurun bila kadar glukosa darah antara 60 – 100 mg/dl,
sebelum makan antara 60-105 mg/dl, 1 jam sesudah makan dibawah 140
mg/dl dan 2 jam sesudah makan kurang dari 200 mg/dl.

C. Gangguan Disseminated intravascular coagulation (DIC) Pada Ibu Hamil


1. Pengertian Disseminated intravascular coagulation (DIC) Pada Ibu Hamil
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana
bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan
yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. Pada kondisi DIC, pembekuan
darah terjadi secara berlebihan sehingga darah beku tersebut menyumbat
pembuluh darah. Akibatnya, sirkulasi darah yang seharusnya dapat menyalurkan
oksigen dan nutrisi tidak dapat berjalan dengan lancar.

2. Etiologi
DIC merupakan mekanisme perantara berbagai penyakit dengan gejala klinis
tertentu.Berbagai penyakit dapat mencetuskan DIC fulminan atau derajat rendah
seperti di bawah ini:
Penyakit yang disertai DIC fulminan
a. Bidang obstetric: emboli cairan amnion, abrupsi plasenta, eklamsia, abortus
b. Bidang hematologi: reaksi transfusi darah, hemolisis berat, transfuse massif,
leukemia
c. Infeksi
1. Septicemia, gram negative (endotoksin), gram negative (mikro polisakarida)
2. Virus : HIV, hepatitis, varisela, virus sitomegalo, demam dengue
3. Parasit : Malaria
4. Trauma
5. Penyakit hati akut : gagal hati akut, ikterus obstruktif
6. Luka bakar
7. Penyakit ginjal menahun
8. Peradangan
22
9. Penyakit hati menahun

3. Perubahan Sistem Hemostasis Selama Kehamilan


Selama kehamilan, kondisi prothrombotik menjadi lebih aktif dibandingkan
fibrinolisis, perubahan ini berperan sebagai proteksi alami tubuh terhadap
perdarahan yang terjadi pada saat persalinan dan sesudah persalinan.
a. Koagulasi dan fibrinolisis
Kehamilan normal dihubungkan dengan peningkatan kadar fibrinogen, faktor
VII, VIII, X, dan Von Willebrand factor (VWF). Konsentrasi fibrinogen plasma
meningkat sekitar 50%. Rata-rata konsentrasi fibrinogen plasma normal sekitar
300mg/dL dan mengalami peningkatan 500mg/dL pada akhir kehamilan.
Peningkatan konsentrasi fibrinogen ini menyebabkan peningkatan laju endap
darah pada ibu hamil. Kenaikan faktor VII dideteksi mencapai >200%
dibandingkan kadar normal selama kehamilan. Peningkatan faktor - faktor
protrhombotik karena adanya aktivitas sel trofoblas plasenta dan pelepasan
fosfolipid plasenta (Thachil & Toh, 2009).
Perubahan konsentrasi faktor koagulasi selama kehamilan juga dapat
ditemukan pada wanita tidak hamil yang menggunakan pil kontrasepsi esterogen
dan progesteron. Penanda lain yang menunjukkan terjadinya kondisi
hiperkoagulasi adalah peningkatan konsentrasi kompleks thrombin-antithrombin
(TAT) dan fragmen prothrombin (Hossain & Paidas, 2013). Konsentrasi
plasminogen ditemukan meningkat selama kehamilan, hal ini juga disertai dengan
peningkatan konsentrasi plasminogen activator inhibitor(PAI) 1 dan 2 (PAI-1 dan
PAI-2). Peningkatan PAI-1 dan PAI-2 ini akan menurunkan aktivitas plasmin
selama kehamilan dan akan kembali normal sesudah kehamilan (Levi, 2013).
Produksi thrombin juga ditemukan meningkat selama kehamilan dan akan
kembali ke konsentrasi normal 1 tahun sesudah kehamilan. Pada wanita hamil
normal, terjadi peningkatan ekspresi faktor pembekuan darah, tapi tidak terjadi
peningkatan waktu pembekuan darah yang signifikan. Diduga kondisi
prothrombotik selama kehamilan juga disertai dengan peningkatan konsentrasi
plasminogen dan menurunnya konsentrasi plasmin inhibitor, 𝛼2 antiplasmin yang
berperan sebagai mekanisme kontrol untuk mempertahankan fungsi hemostasis
yang normal (Levi, 2009).
b. Perubahan Trombosit
23
Kehamilan normal menyebabkan perubahan pada trombosit. Jumlah trombosit
menurun sekitar 10% selama kehamilan, trombosit rata-rata pada wanita hamil
sekitar 213.000/µL dan 250.000/µL pada wanita yang tidak hamil. Penurunan
jumlah trombosit pada ibu hamil terjadi karena efek hemodilusi akibat
peningkatan volume plasma darah pada ibu hamil. Selain karena efek hemodilusi,
terjadi peningkatan aktivasi trombosit, sehingga proporsi trombosit muda lebih
besar. Pada penelitian ditemukan bahwa produksi thromboxane A2 dapat memicu
agregasi trombosit meningkat pada kehamilan trimester kedua. Penurunan jumlah
trombosit terlihat paling jelas saat memasuki trimester ketiga dan biasanya
kembali ke nilai normal 6 minggu setelah persalinan (Cunningham, 2014).
c. Protein Regulator
Beberapa protein yang berperan sebagai inhibitor koagulasi alami dalam tubuh,
seperti protein C, protein S, dan antithrombin. Activated protein C,
bersamaan dengan protein S (kofaktor) dan faktor V berperan sebagai
antikoagulan dengan menetralisir faktor Va dan faktor VIIIa yang merupakan
faktor prokoagulan. Selama kehamilan, resistensi terhadap activated protein C
meningkat secara progresif yang diikuti dengan penurunan konsentrasi protein C
teraktivasi, penurunan jumlah protein S, konsentrasi faktor VIII juga ditemukan
meningkat pada ibu hamil. Konsentrasi antithrombin relatif konstan sepanjang
kehamilan. Konsentrasi protein S menurun pada trimester pertama dan kedua dan
kemudian tetap stabil selama trimester ketiga.Resistensi terhadap activated protein
C diduga terjadi karena peningkatan aktivitas faktor VIII atau menurunnya
aktivitas protein S (Cunningham, 2014).

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis bergantung pada penyakit dasar, akut atau kronik, dan proses
patologisyang mana lebih utama,apakah akibat thrombosis mikrovaskular atau
diathesis hemoragik.Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang
berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu yang bersamaan. Perdarahan dapat
terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie, ekimosis, perdarahan
gusi,hemoptisis,dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat perdarahan
otak. Gejala akibat thrombosis mikrovaskular dapat berupa kesadaran menurun
sampai koma,gagal ginjal akut,gagal napas akut dan iskemia fokal,dan gangrene
pada kulit.
24
Mengatasi perdarahan pada Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
sering lebi mudah daripada mengobati akibat thrombosis pada mikrovaskular yang
menyababkangangguan aliran darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ
yang menyebabkan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) sering
berhubungan langsung dengan kondisi penyebabnya, adanya riwayat perdarahan
dan hipovolume seperti perdarahan gastro intestinal dan gejala dan tanda
trombosis pada pembuluh darah yang besar seperti DVT dan trombosis
mikrovaskuler seperti gagal ginjal, perdarahan dari setidaknya 3 daerah yang tidak
berhubungan langsung dengan DIC seperti epistaksis, seperti Perdarahan Gusi,
Perdarahan Mukosal, Batuk, Dyspnea, Bingung, disorientasi, dan Demam.
Kondisi yang dapat terjadi DIC antara lain:
1) Sepsis atau infeksi yang berat,
2) Trauma seperti Polytrauma, neurotrauma, emboli lemak,
3) Kerusakan organ contohnya Pankreatitis berat,
4) Malignancy contohnya Tumor padat dan Myeloproliferative/ lymphoproliferatif
malignan,
5) Kehamilan yang sulit, seperti Emboli caitran amniotik
dan Plasenta abrupsio,
6) Kelainan Vaskuler contohnya Kasaback-mereritt syndrom dan Aneurisma
vaskuler yang besar,
7) Kerusakan hepar berat,
8) Reaksi toxic atau imunologi yang berat contohnya digigit ular, penggunaan
obat-obatan terlarang, reaksi transfusi, dan kegagalan tranplantasi.

5. Patofisiologi
Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) sebenarnya bukanlah nama
diagnosa suatu penyakit dan Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC )
terjadi selalu mengindikasikan adanya penyakit yang menjadi penyebabnya. Ada
banyak sekali penyebab terjadinya Disseminated Intravaskular Coagulation DIC).
Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) ditandai dengan aktivasi sistemik
dari system pembekuan darah, yangmenyebabkan reaksi generasi dan deposisi
(pengendapan ) dari fibrin, menimbulkan thrombus microvaskuler di organ-organ
tubuh sehingga menyebabkan terjadinya multi organ failure. ( Levi, 1999 ).
25
Pada kehamilan dengan eklamsia ditemukan DIC derajat rendah dan sering
pada organ khusus seperti ginjal dan mikrosirkulasi plasenta. Namun perlu
diingat bahwa 10-15% DIC derajat rendah dapat berkembang menjadi DIC
fulminan. Abortus yang diinduksi dengan garam hipertonik juga sering disertai
DIC derajat rendah, sampai abortus komplet, namun kadang dapat menjadi
fulminan.

6. Komplikasi
Komplikasi DIC diantaranya dapat menyebabkan Acute respiratory distress
syndrome (ARDS), enurunan fungsi ginjal, gangguan susunan saraf pusat,
gangguan hati, ulserasi mukosa gastrointestinal seperti perdarahan, peningkatan
enzyme jantung seperti ischemia dan aritmia, purpura fulminan, Insufisiensi
adrenal, dan lebih dari 50% mengalami kematian.

7. Penatalaksaan
1. Atasi penyakit primer yang menimbulkan DIC
2. Pemberian heparin. Heparin dapat diberikan 200 U/KgBB iv tiap 4-6 jam.
Kenaikan kadar fibrinogen plasma nyata dalam 6-8 jam, setelah 24-48 jam
sesudah mencapai harga normal.
3. Terapi pengganti. Darah atau PRC diberikan untuk mengganti darah yang
keluar. Bila dalam pengobatan yang baik, jumlah trombosit tetap rendah dalam
waktu sampai seminggu, berarti tetap mungkin terjadi perdarahan terus atau
ulangan, sehingga dalam keadaan ini perlu diberikan platelet concentrate.
4. Obat penghambat fibrinolitik. Pemakaian Epsilon Amino Caproic Acid
(EACA) atau asam traneksamat untuk menghambat fibrinolisis sama sekali tidak
boleh dilakukan, karena akan menyebabkan trombosis. Bila perlu sekali, baru
boleh diberikan sesudah heparin disuntikkan. Lama pengobatan tergantung dari
perjalanan penyakit primernya. Bila penyakit primernya dapat diatasi cepat,
misalnya komplikasi kehamilan dan sepsis, pengobatan DIC hanya perlu untuk 1-
2 hari. Pada keganasan leukemia dan penyakit-penyakit lain dimana pengobatan
tidak efektif, heparin perlu lebih lama diberikan. Pada keadaan ini sebaiknya
diberikan heparin subkutan secara berkala. Antikoagulan lain jarang diberikan.
Sodium warfarin kadang-kadang memberikan hasil baik.

26
8. Asuhan Keperawatan DIC
1. Pengkajian
Kaji Adanya faktor-faktor predisposisi:
a. Septicemia (penyebab paling umum)
b. Komplikasi obstetric
c. SPSD (sindrom distress pernafasan dewasa)
d. Luka bakar berat dan luas
e. Neoplasia
f. Gigitan ular
g. Penyakit hepar
h. Beda kardiopulmonal
i. Trauma

2. Pemeriksaan fisik:
1. Perdarahan abnormal pada semua system dan pada sisi prosedur invatif
a. Kulit dan mukosa membrane
1. Perembesan difusi darah atau plasma
2. Purpura yang teraba pada awalnya di dada dan abdomen
3. Bula hemoragi
4. Hemoragi subkutan
5. Hematoma
6. Luka bakar karena plester sianosis akral ( estrimitas berwarna agak
kebiruan, abu –abu, atau ungu gelap )

b. Sistem GI
1. Mual dan muntah
2. Uji guayak positif pada emesis atau aspirasi
3. Nasogastrik dan feses
4. Nyeri hebat pada abdomen
5. Peningkatan lingkar abdomen

c. Sistem ginjal
1. Hematuria
2. Oliguria
27
d. Sistem pernafasan
1. Dispnea
2. Takipnea
3. Sputum mengandung darah

e. Sistem kardiovaskuler
1. Hipotensi meningkat dan postural
2. Frekuensi jantung meningkat
3. Nadi perifer tidak teraba

f. Sistem saraf perifer


1. Perubahan tingkat kesadaran
2. Gelisah
3. Ketidaksadaran vasomotor
4. Sistem muskuloskeletal
5. Nyeri : otot,sendi,punggung

h. Perdarahan sampai hemoragi


1. Insisi operasi
2. Uterus post partum
3. Fundus mata perubahan visual
4. Pada sisi prosedur invasif : suntikan, IV, kateter arteral dan selang nasogastrik
atau dada, dll.
5. Kerusakan perfusi jaringan
a. Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, sakit
kepala
b. Ginjal : penurunan pengeluaran urin
c. Paru : dispnea dan orthopnea
d. Kulit : akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercaksianosis pada
lengan perifer dan kaki )

3. Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi
28
sekunder.
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tingkat ansietas
dan adanya pembekuan darah.
b. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
c. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi perebesan
darah dan tepat fungsi kongesti jaringan dan perlambatan volume darah
bersirkulasi.
d. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
keadaan syok, hemoragi, kongesti jaringan dan penurunan perfusi jaringan.
e. Ansietas berhubungan dengan rasa takut mati karena perdarahan, kehilangan
beberapa aspek kemandirian karena penyakit kronis yang diderita
f. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi
g. Gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan yang nyata akan yang
dirasakan.
4. Intervensi Keperawatan

29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipertensi pada ibu hamil dapat mengarah pada komplikasi berpotensi fatal
seperti preeklamsia dan eklamsia, sedangkan diabetes melitus pada ibu hamil,
terutama diabetes gestasional, memerlukan manajemen glikemik yang ketat untuk
mencegah komplikasi pada janin. Meskipun DIC jarang terjadi pada ibu hamil,
kondisi ini dapat menjadi ancaman nyata jika tidak dideteksi dan diobati secara tepat.
Oleh karena itu, perawatan prenatal yang baik, pemantauan rutin, dan manajemen
yang tepat sangat penting. Selain itu, kesadaran akan faktor risiko dan promosi gaya
hidup sehat adalah langkah penting dalam pencegahan gangguan kardiovaskular pada
ibu hamil. Kolaborasi antara pasien, tenaga medis, dan tenaga kesehatan lainnya
adalah kunci untuk menjaga kesehatan ibu hamil dan janin, dengan harapan dapat
mengurangi dampak negatif dan meningkatkan keselamatan serta kualitas hidup
mereka. Dengan pendekatan holistik ini, kita dapat mengurangi risiko dan
meningkatkan kualitas hidup ibu hamil dan janin yang dikandung.

30
DAFTAR PUSTAKA

Bartsch, E., Medcalf, K.E., Park, A.L., et al., 2016. Clinical risk factors for pre-eclamsia
determined in early pregnancy: systemic review and meta-analysis of large cohort studies.
BMJ. Vol 353: i1753.
Bilano, V.L., Ota, E., Ganchimeg, T., et al., 2014. Risk factors of pre-eclampsia/eclampsia
and its adverse outcomes in low- and middle-income countries: a who secondary analysis.
PLOS ONE. Vol 9 (3): e91198
Coutts, J., 2007. Pregnancy-induced hypertension-the effects on the newborn; in Lyall, F. and
Belfort, M., Pre-eclampsia: Etiology and Clinical Practice Ch.33. Cambridge University
Press. Cambridge.
Cunningham. Obstetri Williams Ed.23,vol.2. Jakarta: EGC, 2012
Djamaluddin, N., Mursalin, V. M. O. (2020). Gambaran Diabetes Melitus Gestasional Pada
Ibu Hamil di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Jambura Nursing Journal 2
(1), 124-130. http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jnj. Di akses tanggal 18 September 2023.
Ferdinand, K., and Kountz, D.S., 2008. New Approaches to Managing Dyslipidemia: Risk
Reduction Beyond LDL-C. Medscape. https://www.medscape.org/viewarticle/577753.
Karthikeyan, V.J., 2015. Hypertension in pregnancy; in Nadar, S. and Lip, G.Y.H.,
Hypertension, Ch. 22, 2nd Ed. Oxford Cardiology Library. Oxford.
Leeman, L., Dresang, L.T., and Fontaine, P., 2016. Hypertensive disorder of pregnancy.
American Family Physicians. Vol 93 (2): 121-7.
Lowe, S.A., Bowyer, L., Lust, K., et al., 2014. The SOMANZ guideline for the management
of hypertensive disorders of pregnancy. SOMANZ.
Malha et al., 2018. Hypertension in Pregnancy in Hypertension: A Companion to
Braunwald's Heart Disease (Third Edition) Ch 39. Elsevier.
Noer Sjaifoellah, M.H. Dr. Prof, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Edisi
ketiga,1996,Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Pamolango, M. A., Wantouw, B. Sambeka, J. (2013). Hubungan Riwayat Diabetes Mellitus
pada Keluarga dengan Kejadian Diabetes Mellitus Gestasional pada Ibu Hamil di PKM Bahu
31
Kec. Malalayang Kota Manado. Jurnal Keperawatan 1 (1), 1-6.
https://doi.org/10.35790/jkp.v1i1.2203.
Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume
I, EGC, Jakarta.

Rahayu, Anita, and Rodiani. "Efek Diabetes Melitus Gestasional terhadap Kelahiran Bayi
Makrosomia." Medical Journal of Lampung University, 2016: 18.
Roberts, J.M., August, P.A., Bakris, G., et al., 2013. Hypertension in Pregnancy. American
College of Obstetricians and Gynecologist. Washington DC
Sari, N. K., Hakimi, M., Rahayujati, T. B. (2016). Determinan gangguan hipertensi
kehamilan di Indonesia. Berita Kedokteran Masyarakat. 32 (9), 295-302.
Seely, E.W., and Ecker, J., 2014. Chronic hypertension in pregnancy. Circulation. Vol 129:
1254-61.
Sibai, B.M., and Chames, M.C., 2008. Chronic hypertension in pregnancy. Glob. Libr.
Women's Med.
http://www.glowm.com/index.html?p=glowm.cml/section_view&articleid=156
Smeltzer Bare, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Studdarth, edisi
8 ,EGC, Jakarta.
Umar, I., Sujud, R. W. (2020). Hemostasis dan Disseminated Intravascular Coagulation
(DIC). Journal of Anaesthesia and Pain. 1, (2), 19-32. doi:
http://dx.doi.org/10.21776/ub.jap.2020.001.02.04.
Ward, K. and Lindheimer, M.D., 2009. Genetic factors in the etiology of
pre-eklampsia/eklampsia in: Taylor, R.N., Robert, J.M., Cunningham, F.G., et al., Chesley’s
Hypertensive Disorder in Pregnancy Ch. 4, 4th ed. Elsevier Inc. Cambridge.
Zainuddin, Ali Imran. KARAKTERISTIK PASIEN DIABETES MELITUS GESTASIONAL
DI. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin , 2017.

32

Anda mungkin juga menyukai