Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Politik hukum pemerintah dalam membentuk suatu peraturan Perundang –

Undangan merupakan kajian yang dapat menganalisis bagaimana arah kebijakan

pemerintah dalam membentuk peraturan perundang – undangan, baik yang sudah

ada maupun yang sedang direncanakan1. Politik hukum juga harus menyesuaikan

kebutuhan masyarakat, karena sifat hukum itu sendiri yang dinamis mengikuti

perkembangan masyarakat. Pada akhirnya politik hukum merupakan nilai di

dalam suatu tujuan negara yang dapat dijadikan arah kebijakan pemerintah yang

dapat diuji kebenarannya baik secara materill maupun formil seperti yang

tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD NRI).

UUD NRI dalam pasal 1 ayat (3) mengakui bahwa Indonesia sebagai

Negara Hukum. Negara hukum merupakan suatu konsep kenegaraan yang hadir

didalam perkembangan masyarakat yunani kuno. Konsep negara hukum secara

embrionik pertama kali dicetuskan oleh Plato dalam bukunya yaitu nomoi. Dalam

nomoi Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah yang

didasarkan pada pengaturan(hukum) yang baik.2 Pendapat tersebut kemudian

1
Moh. Mahfud MD, 2011, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers, hlm 1.
2
Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers , Jakarta, 2014, hlm 2

1
2

dikembangkan oleh muridnya, yaitu Aristoteles. Aristoteles berpendapat bahwa

suatu negara yang baik ialah negara yang diperintahkan dengan konstitusi dan

berkedaulatan hukum.3

Aristoteles mengungkapkan pula ada tiga unsur pemerintahan yang

berkonstitusi, yaitu pertama pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan

umum; kedua pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada

ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang

yang menyampingkan konvensi dan konstitusi; ketiga pemerintahan berkonstitusi

berarti pemerintahanan yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan berupa

paksaan-tekanan yang dilaksanakan pemerintahan despotik. Aristoteles

mengatakan bahwa konstitusi merupakan penyusunan jabatan dalam suatu negara

dan menentukan apa yang dimaksudkan dengan badan pemerintahan dan apa

akibat dari setiap masyarakat. Selain itu, konstitusi merupakan aturan-aturan dan

penguasa harus mengatur negara menurut aturan-aturan tersebut. 4

Konsep negara hukum tersebut jelas masih samar-samar dan tenggelam

dalam waktu yang sangat lama. Pada abad ke-19 secara ekplisit konsep negara

hukum muncul kembali. Konsep tersebut dikemukakan oleh Frederick Julius

Stahl. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum(rechstaat) adalah:

1. Perlindungan Hak Asasi Manusia;


2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak – hak itu;
3. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang – undangan;

3
Loc.Cit.
4
Ibid. hlm 3
3

4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.5

Indonesia sendiri mengakui secara konstitusional sebagai negara hukum.

Hal ini disebutkan dalam Pasal 1 ayat(3), yang artinya segala peraturan maupun

kebijakan yang dikeluarkan pemerintah haruslah berdasarkan peraturan

perundang-undangan. Dalam Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undang jo Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2019 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 menyebutkan bahwa

tata urutan peraturan perundang-undangan adalah :

1. Undang-Undang Dasar 1945


2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang-Undang atau Peraturan Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Tata urutan tersebut menjelaskan bahwa UUD NRI adalah sebagai Legal

Policy atau garis kebijakan resmi tentang hukum yang dianut oleh Pemerintah

Indonesia. Artinya Pemerintah dalam menetapkan suatu peraturan maupun

kebijakan harus sesuai dengan Undang-Undang Dasar. Berhubungan dengan

Perlindungan Hak Asasi Manusia sebagaimana Stahl mengungkapkan didalam

konsep negara hukum, dalam Undang-Undang Dasar sendiri mengatur mengenai

hak bekerja dan mendapatkan penghidupan yang layak, dimana hak tersebut

5
Loc.Cit
4

tercantum didalam pasal 27 ayat(2) UUD NRI, “ Tiap-tiap warga negara berhak

atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Hak tersebut kemudian dikenal sebagai Hak Konstitusional warga negara

Indonesia, yang seharusnya tidak ada diskriminasi dalam menjalankannya. Hak

konstitusional ini selanjutnya diatur dalam peraturan perundang-undangan

turunan lainnya, seperti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun

2007 tentang Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan dan Penyusunan

Serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja dan peraturan organik yang bersifat

teknis lainnya.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 lahir dikarenakan dampak krisis

moneter yang dialami oleh Indonesia dimulai pada tahun 1997 hingga puncaknya

pada tahun 1998 telah menarik perhatian dunia, bahkan organisasi Internasional

semacam International Monetery Fund (IMF) menilai ini masalah serius bagi

Indonesia. Dampak yang dirasakan sangat luas, salah satunya adalah mengenai

ketenagakerjaan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah pengangguran

pada tahun 1998 karena banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan

sepihak oleh perusahaan yang mengalami kebangkrutan akibat adanya krisis

moneter.6

6
Zatermans Rajagukguk, Fleksibilitas Pasar Kerja Versus Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia,
Vol. V, No.2, 2010, Pada 09 Maret 2019 Pukul 05.20 WIB
5

Lembaga keuangan internasional atau lebih dikenal International

Monetery Fund (IMF) menilai bahwa Indonesia harus menerapkan konsep Pasar

Kerja Fleksibel sebagai solusi akibat terjadinya krisis moneter yang menyebabkan

banyaknya pengangguran yang mengakibatkan macetnya perputaran modal di

Indonesia. International Monetery Fund (IMF) juga menilai bahwa sistem pasar

kerja di Indonesia terlalu kaku dan kebanyakan Pekerja berada didalam Sektor

kerja informal atau sektor tradisional.

Pasar Kerja Fleksibel adalah sebuah konsep yang dibuat untuk

mengakomodir kebutuhan perpindahan surplus pasar kerja dari sektor Informal

kepada sektor Formal di tataran negara dunia ketiga. Terutama Indonesia yang

mempunyai tenaga kerja yang memiliki jumlah dengan skala besar.

Pasar Kerja Fleksibel merupakan suatu konsep turunan diadakannya pasar

bebas. Konsep tersebut juga bisa dikatakan lahir akibat adanya krisis moneter

yang diakibatkan oleh macetnya perputaran modal. Bank dunia menilai bahwa

pasar kerja fleksibel merupakan solusi dari kakunya sistem pasar kerja. Kakunya

pasar kerja menyebabkan beberapa negara mengalami krisis moneter yang

berkepanjangan, salah satunya Indonesia.

Krisis moneter tersebut memperlihatkan bahwa kondisi pasar kerja di

Indonesia yang tidak stabil. Kondisi tersebut ditandai dengan tidak adanya

penyesuaian pasar kerja pasca krisis moneter hingga terbentuknya Undang –

Undang tentang ketenagakerjaan. Kebutuhan Tenaga Kerja akan lapangan

pekerjaan dengan pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja harus di sesuaikan


6

dengan prinsip supply and demand, dimana pencari kerja/tenaga kerja dan

pemberi kerja/pengusaha berada dalam posisi sejajar, hal ini dapat dikatakan

kedua subjek tersebut dapat menjadi supply and demand. Hal tersebut jelas

merugikan para pencari kerja/tenaga kerja, karena angka serapan yang sangat

minim dikarekan kondisi pasar kerja yang belum stabil akibat terjadinya krisis

moneter.

Angka serapan tenaga kerja dalam negeri yang minim pada saat itu

mengakibatkan tenaga kerja mencari pekerjaan ke luar negeri karena keadaan

pasar kerja di Indonesia yang tidak seimbang antara supply and demand. Masalah

tersebut jelas menjadi hambatan yang timbul di tengah pembangunan nasional,

karena posisi tenaga kerja sebagai pelaku dan tujuan pembangunan dalam

pembangunan nasional, terkhususnya di bidang pengembangan ekonomi dan juga

sumber daya manusia.

Angka serapan tenaga kerja dalam negeri akan semakin timpang jika tidak

adanya penyesuaian lapangan pekerjaan terhadap tenaga kerja yang terus

bertambah. Bertambahnya tenaga kerja ditandai dengan adanya data dari Badan

Pusat Statistik(BPS) mengenai perkiraan bonus demografi yang akan terjadi pada

tahun 2030 – 2040 yakni jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun)

lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15

tahun dan di atas 64 tahun). Pada periode tersebut, penduduk usia produktif

diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan

sebesar 297 juta jiwa. Agar Indonesia dapat memetik manfaat maksimal dari
7

bonus demografi, ketersediaan sumber daya manusia usia produktif yang

melimpah harus diimbangi dengan peningkatan kualitas dari sisi pendidikan dan

keterampilan, termasuk kaitannya dalam menghadapi keterbukaan pasar tenaga

kerja.7

Kondisi tersebut akan berdampak buruk jika pemerintah sebagai Policy

makers tidak membuat aturan yang mempercepat terbentuknya lapangan

pekerjaan yang mengedepankan prinsip pasar kerja fleksibel yang dimana

memposisikan para pencari kerja atau tenaga kerja serta pemberi berada dalam

posisi yang sama pada pasar kerja.

Badan pusat statistik mengakatan angka penggangguran pada 2019 akan

mengalami penurunan jumlah dari 5.81% pada tahun 2018 menjadi 4.67% pada

2019 hal ini dapat dikatakan kemajuan yang cukup signifikan, karena dalam 5

tahun terakhir angka pengangguran semakin berkurang.8 Data tersebut adalah

dampak dari pelaksanaan program Perjanjian Kerja Waktu Tertentu(PKWT) dan

juga tumbuhnya pekerja yang bekerja di sektor Informal. Namun disatu sisi

PKWT memiliki rentan waktu maksimal 2 tahun tergantung ada atau tidaknya

produksi baru, kegiatan baru atau produk tambahan dari perusahaan. Data tersebut

tidak serta merta melindungi para pekerja dalam posisi yang sejajar dengan

pengusaha yang ada Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang Undang

7
https://www.bappenas.go.id/files/9215/0397/6050/Siaran-Pers-Peer-Learning-and-Knowledge-
Sharing-Workshop.pdf Pada tanggal 22 Mei 2017
8
Data Bps : Masih Ada 7 Juta Orang Nganggur di Indonesia diakses dari
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4288074/data--bps-masih-ada-7-juta-orang-
nganggur-di-indonesia, Pada tanggal 05 November 2018 pukul 13.30 WIB
8

Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2013. Pada kenyataan Hubungan Kerja

tidak bisa dikatakan sebagai posisi yang sejajar, karena pada dasarnya hubungan

antara pekerja dan pengusaha memiliki unsur Perintah, sehingga hubungan kerja

dapat dikatakan sebagai hubungan yang sub–ordinatif. Masalah tersebut

mempertegas pandangan bahwa tidak seimbangnya kedudukan antara

Pekerja/Buruh dan Pengusaha/Perusahaan.

Kondisi pasar kerja di Indonesia yang mengalami surplus di sektor

informal di perkotaan juga sangat mempunyai peran yang signifikan. Namun

perlindungan hukum bagi pekerja di sektor informal ini sangat minim. Pada

dasarnya pasar kerja di sektor informal yang ada di perkotaan ini diisi oleh para

migran yang bukan berdomisili berasal dari perkotaan. Mereka bekerja di industri

kecil yang harus bersaing dengan industri besar yang pada umumnya berada

dalam sektor formal. Industri Kecil yang dimaksud biasanya terjadi di dalam

Perusahaan – Perusahaan yang belum bisa memberikan upah sesuai dengan upah

minimun di perkotaan. Hal tersebut berdampak pada arah kebijakan pengaturan

mengenai Pasar kerja yang menghambat produktivas Industri dalam menopang

kebutuhan pembangungan.

Kondisi pasar kerja di Indonesia yang mengalami surplus di sektor

informal di perkotaan juga sangat mempunyai peran yang signifikan. Namun

perlindungan hukum bagi pekerja di sektor informal ini sangat minim. Pada

dasarnya pasar kerja di sektor informal yang ada di perkotaan ini diisi oleh para

migran yang bukan berdomisili berasal dari perkotaan. Mereka bekerja di


9

Industri kecil yang harus bersaing dengan industri besar yang pada umumnya

berada dalam sektor formal. Industri kecil yang dimaksud biasanya terjadi di

dalam Perusahaan–perusahaan yang belum bisa memberikan upah sesuai dengan

Upah Minimun di perkotaan. Hal tersebut berdampak pada arah kebijakan

pengaturan mengenai Pasar kerja yang menghambat produktivas Industri dalam

menopang kebutuhan pembangungan.

Tujuan negara selain tercantum didalam pembukaan UUD NRI, juga dapat

tercantum didalam politik hukum nasional yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Salah satunya mengenai konfigurasi politik hukum yang saling mempengaruhi

antara lembaga eksekutif dan legislatif sebagai reperensentatif dari masyarakat.

Dalam hukum ketenagakerjaan politik hukum pasca dibuatnya Undang-Undang

ketenagakerjaan, ada didalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 yang

mempunyai program perencanaan selama 20 tahun dimulai pada tahun 2005

sampai 2025. Kemudian RPJPN dikhususkan kembali menjadi Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN) yang hingga kini mempunyai

4(empat) tahapan.

Politik hukum ketenagakerjaan apabila diamati lebih lanjut berada di

dalam pengaturan mengenai perencaan tenaga kerja serta hubungan industrial.

Perencanaan tenaga kerja adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan

secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan,

strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang


10

berkesinambungan, sedangkan hubungan industrial dalam Pasal 1 angka 16

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 adalah suatu sistem hubungan yang

terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang

terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada

nilai-nilai Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Penjelasan diatas menunjukan perlu adanya hukum yang mengatur

mengenai ketenagakerjaan dalam pembuatannya berdasarkan dengan Pancasila

dan UUD NRI yang mana hal ini terwujud dengan adanya Undang-Undang yang

mengatur ketenagakerjaan (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003) yang

mengatur hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan dalam

prosesnya menjalankan peran dalam hubungan industrial serta sebagai pelaku

dalam proses pembangunan nasional yang sesuai dengan tujuan Negara yang

tercantum dalam pembukaan UUD NRI.

Negara sebagai policy maker haruslah mengambil titik tengah antara

permasalahan diatas. Karena pada prinsipnya hukum dalam suatu negara harus

memiliki arah kebijakan atau legal policy yang telah disepakati baik secara

internasional maupun nasional. Secara Internasional arah kebijakan dalam

ketenagakerjaan tentu saja melihat program yang di buat oleh International

Labour Organitation, dan International Monetery Fund mengenai Pasar Kerja

Fleksibel . Secara Nasional arah kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia yang di

dalam konstitusi adalah Negara Hukum harus sesuai dengan peraturan perundang
11

– undangan yang ada, baik di dalam Undang – Undang, Peraturan Pemerintah,

maupun Rencana Pembangunan yang di buat oleh Pemerintah mengenai

ketenagakerjaan, dimana negara dapat menciptakan pasar kerja yang fleksibel.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka

penulis tertarik meneliti “ POLITIK HUKUM PEMERINTAH TERHADAP

KEBIJAKAN PASAR KERJA FLEKSIBEL DALAM UNDANG –

UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN ”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah dijabarkan diatas, maka

rumusan masalah yang hendak diteliti adalah :

a. Bagaimana kebijakan pasar kerja fleksibel dalam Peraturan Perundang-

undangan Ketenakerjaan di Indonesia?

b. Bagaimana arah kebijakan pasar kerja fleksibel dalam peraturan

perundang-undangan tentang Ketenagakerjaan?

C. Kerangka Teori

1. Politik Hukum

Politik Hukum menurut Mahfud MD adalah legal policy atau garis

(kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan

pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam

rangka mencapai tujuan negara9.

9
Moh. Mahfud MD, Loc,Cit
12

Menurut Satjipto Rahardjo mendefinisikan politik hukum sebagai

aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan

sosial dengan hukum tertentu di dalam masyarakat yang cakupannya meliputi

jawaban atas beberapa pertanyaan mendasar yaitu :

a. Tujuan apa yang hendak dicapai melalui sistem yang ada;


b. Cara – cara apa dan yang mana yang dirasa paling baik untuk
dipakai dalam mencapai tujuan tersebut;
c. Kapan waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu
diubah
d. Dapatkah suatu pola yang baku dan mapan dirumuskan untuk
membantu dalam memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara
– cara untuk mencapai tujuan tersebut dengan baik.10
Politik Hukum itu ada yang bersifat permanen yang di atur dalam

konstitusi seperti pemberlakuan prinsip pengujian yudisial, ekonomi

kerakyatan, keseimbangan antara peninggalan hukum kolonial dengan hukum

nasional, penguasaan sumber daya alam oleh negara, kemerdekaan kekuasaan

kehakiman, dan sebagainya atau jangka panjang dan yang bersifat Periodik

yang di sesuaikan dengan perkembangan periode tertentu sebagaimana yang

di cantumkan dalam Program Legislasi Nasional (Proglegnas).11

2. Teori Hukum Ketenagakerjaan

Hukum Ketenagakerjaan atau Labour Law merupakan perkembangan

dari Hukum Perburuhan atau dalam bahasa Belanda disebut arbeidrecht.

Hukum perburuhan atau ketenagakerjaan (Labour Law) adalah bagian dari

hukum yang berkenaan dengan pengaturan hubungan perburuhan baik bersifat

10
Ibid.
11
Ibid, hlm 3.
13

perseorangan maupun kolektif. Secara tradisional, hukum perburuhan terfokus

pada mereka (buruh) yang melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan

subordinatif (dengan pengusaha/majikan).

Disiplin hukum ini mencakup persoalan-persoalan seperti pengaturan

hukum atau kesepakatan kerja, hak dan kewajiban bertimbal-balik dari

buruh/pekerja dan majikan, penetapan upah, jaminan kerja, kesehatan dan

keamanan kerja dalam lingkungan kerja, non-diskriminasi, kesepakatan kerja

bersama/kolektif, peran-serta pekerja, hak mogok, jaminan

pendapatan/penghasilan dan penyelenggaraan jaminan kesejahteraan bagi

pekerja dan keluarga mereka.12 Hal tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya

Hukum Ketenagakerjaan bukan hanya masuk dalam lingkup hukum perdata

saja, namun Hukum Ketenagakerjaan juga masuk dalam lingkup Hukum

Administrasi Negara.

Hukum ketenagakerjaan menurut Abdul Khakim adalah peraturan

hukum yang mengatur mengenai hubungan kerja antara pekerja/buruh dan

pengusaha/majikan dengan segala konsekuensinya.13Sedangkan menurut

Soepomo yang dikutip oleh Abdul KhakimHukum Perburuhan adalah

himpunan peraturan – peraturan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis,

yang berkeenan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain

12
Budi Santoso, Pengaturan Mogok Kerja dalam Perspektif Hukum Indonesia dan Malaysia, jurnal
pandectaVolume 6. Nomor 1. Januari 2011
13
Abdul Khakim , Dasar – dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra aditya Bakti, cetakan
ke-4 edisi revisi, 2014. hlm 5
14

dengan menerima upah14. Berdasarkan uraian tersebut jika dicermati, hukum

ketenagakerjaan memiliki unsusr – unsur :

a. Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis.


b. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan
pengusaha/majikan.
c. Adanya orang bekerja pada dan di bawaha orang lain, dengan
mendapat upah sebagai balas jasa.
d. Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi masalah keadaan
sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/buruh,
dan sebagainya.15

Unsur-unsur diatas apabila disimpulkan akan mengarah kepada hukum

ketenagakerjaan merupakan salah satu komponen hukum yang dirancang

dalam upaya untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara buruh

dengan majikan/pengusaha yang pengaturannya harus mengikuti aturan yang

dibuat oleh Pemerintah salah satunya adalah Undang – Undang No 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan lebih lanjut

berbicara mengenai hubungan industrial.

Hubungan Industrial (industrial Relasions) merupakan perkembangan dari

istilah hubungan perburuhan (labor relations). Istilah hubungan perburuhan

memberikan kesan yang sempit seolah –olah. hanya mencangkup hubungan

antara pengusaha dan pekerja. Pada kenyataanya hubungan industrial

mencangkup aspek yang sangat luas yaitu aspek sosial budaya, pisikologi,

ekonomi, politik, hukum dan hankamnas sehingga hubungan industrial tidak

14
Ibid, hlm 6
15
Ibid
15

hanya meliputi pengusaha dan pekerja saja, namun melibatkan pemerintah

dan masyarakat dalam arti luas.16

Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara

para pelaku dalam proses produksi barang dan/jasa yang terdiri dari unsur

pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai

Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD

N RI 1945). Dari definisi hubungan industrial tampaknya ada tiga pihak,

yakni pekerja/buruh, pengusaha, pemerintah, ini menunjukkan adanya

pemerintah campur tangan dalam hubungan pekerja dan pengusaha. Negara

dalam hal ini diwakili oleh pemerintah yang mempunyai kekuasaan untuk

mengatur hubungan antar masyarakat . Menurut pandangan Soeharto, bahwa

negara berwenang untuk menjaga keselarasan dan keseimbangan antar hak

asasi dan kewajiban asasi. Landasan konstitusi Pasal 28-D ayat (1) yang

menyatakan

“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian


hukum yang adil serta pengakuan yang sama di hadapan hukum” dan dalam
Pasal 28-D ayat (2) menyatakan : “setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja.”17
3. Teori Pasar Kerja Fleksibel

16
D.Koeshartono dan M.F. Shellyana Junaedi, Hubungan Industrial Kajian Konsep dan
Permasalahan,penerbitan universitas atma jaya yogyakarta, Cetakan pertama, Yogyakarta, 2005,
hlm.2
17
Dewa Ayu Febryana Putra Nuryanti dan Putu Gede Arya Sumertayasa, Peran dan Fungsi
Pemerintah dalam Hubungan Imdustrial, Jurnal Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas
Udayana, hlm. 3
16

Kondisi Pasar kerja di Indonesia terdiri dari 2 sektor yaitu sektor

Formal (Modern) dan Sektor Informal (Tradisional) dan Pasar Kerja Pedesaan

, dalam kondisi pasar kerja tersebut pasar kerja dibedakan atas dasar kondisi

Perjanjian kerja, upah, dan perlindungan pekerja.

Pasar Kerja Fleksibel adalah sebuah institusi dimana pengguna tenaga

kerja (employer) dan pekerja serta pencari kerja bertemu pada suatu tingkat

upah tertentu dimana kedua belah pihak memiliki keleluasaan masing

terhadap perubahan perubahan yang terjadi di dalam lingkungannya. Di

dalam pasar tenaga kerja, interaksi yang bebas di antara pengguna tenaga

kerja (employer) dengan tenaga kerja (pekerja atau pencari kerja) dipandang

sebagai kondisi yang perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.

Pengguna tenaga kerja bebas mencari tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan

rasional pengguna, sedangkan tenaga kerja bebas memilih pengguna tenaga

kerja yang sesuai dengan kebutuhan rasional tenaga kerja. Kebutuhan

rasional pengguna ditentukan oleh jenis dan kapasitas produksi yang

dibutuhkan sesuai dengan persaingan yang dihadapinya dalam pasar

komoditas. Kebutuhan rasional tenaga kerja ditentukan oleh seberapa jauh

pendapatan yang diberikan oleh pengguna tenaga

kerja dapat memenuhi kebutuhan hidupnya18.

18
Hari Nugroho dan Indrasari Tjandraningsih, Kertas Posisi Fleksibilitas Pasar Kerja dan Tanggung
Jawab Negara, https://media.neliti.com/media/publications/448-ID-fleksibilitas-pasar-kerja-dan-
tanggung-jawab-negara.pdf, di Unduh pada 09 Maret 2019
17

Menurut Atkitson Tenaga Kerja Fleksibel (Labour Market Flexibility)

mempunyai 5 jenis yaitu :

a. Fleksibel eksternal, yang merujuk kepada penyesuaian penggunaan


pekerja, atau jumlah pekerja dari pasar ekstemal. Hal ini dapat dicapai
dengan mempekerjakan pekerja pada pekerjaan temporer atau kontrak
kerja waktu tertentu, atau melalui peraturan rekrutmen dan PHK yang
longgar. Dengan kata lain, melonggarkan peraturan perlindungan
pekerja, dimana pengusaha dapat merekrut dan melakukan PHK agar
tetap sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
b. Fleksibilitas internal, kadang-kadang disebut juga sebagai jam kerja
fteksibel atau temporal flexibility. Fleksibilitas ini dicapai dengan
menyesuaikan jam kerja atau jadqal pekerja di perusahaan.
Fleksibilitas ini dapat dicapai dengan memperbolehkan pengusaha
menerapkan sistem kerja penggal waktu, shift, dan lembur.
c. Fleksibilitas fungsional, disebut juga fleksibilitas organisasional, di
mana pekerja dapat dipindahkan ke pekerjaan lain di dalam
perusahaan. Termasuk dalam hal ini adalah menggunakan pekerja
outsourcing.
d. Fleksibilitas finansial atau upah, di mana tingkat upah tidak ditentukan
secara kolektif, dan harus ada perbedaan upah antarpekerja. Hal ini
perlu agar segala pengeluaran untuk pekerja merefleksikan kondisi
supply-demand yang sesungguhnya di pasar kerja. Hal ini dapat
dilakukan dengan rate-for-the-job systems, atau assessment based pay
system, atau individual performance wages.
e. Fleksibiltas Lokasi Kerja dimana dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan perusahaan beradaptasi dengan pasar.19

D. Tujuan Penelitian

Rumusan masalah yang sudah dirumuskan sebelumnya menjadi dasar

dalam penentuan tujuan penelitian ini, maka penelitian ini mempunyai tujuan;

a. Untuk menjelaskan kebijakan dalam penerapan kebijakan pasar kerja

fleksibel dalam Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan di

Indonesia
19
Zatermans Rajagukguk, Fleksibilitas Pasar Kerja Versus Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia,
Vol. V, No.2, 2010 di unduh Pada 09 Maret 2019 Pukul 05.20 WIB
18

b. Untuk menganalisis tentang arah kebijakan pemerintah dalam penerapan

kebijakan pasar kerja fleksibel dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan.

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat teoritis dan praktis

sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritik

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperluas sudut peneliti

serta pembaca pada umumnya, dan penelitian ini diharapkan akan

menambah khazanah di dalam disiplin ilmu hukum ketenagakerjaan serta

pengetahuan terkait dengan Politik Hukum Ketenagakerjaan dalam era

Pasar Kerja Fleksibel .

b. Manfaat Praktis

Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur pemerintah dalam
melakukan evaluasi terkait dengan politik hukum peraturan perundang – undangan
ketenagakerjaan di era Pasar Kerja Fleksibel .

Anda mungkin juga menyukai