Anda di halaman 1dari 39

IMPLEMENTASI PEJABAT PENGELOLA

INFORMASI DAN DOKUMENTASI (PPID)


TERHADAP KETERBUKAAN INFORMASI
PUBLIK PADA MASA NEW NORMAL LIFE
(Studi Pada Dinas Komunikasi, Informasi, Statistika, Dan Persandian Kabupaten
Kotawaringin Barat)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana


Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Gabriel Novendy Clarido


NIM. 195030101111028

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keterbukaan informasi publik merupakan informasi yang disediakan oleh

pemerintah melalui badan-badan publik, dalam menyelenggarakan prinsip Open

Government. Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu dari Hak Asasi

Manusia (HAM) yang sangat penting, karena kebebasan tidak akan efektif apabila

masyarakat tidak memiliki akses dalam informasi (Hussain, 2012:108). Hak atas

keterbukaan informasi publik merupakan bentuk dari penyelenggaraan pelayanan

publik, yang merupakan bagian penting dan strategis bagi warga negara untuk

menuju akses terhadap hak-hak lainnya (Kristiyanto, 2016:2). Sehingga

bagaimana mungkin masyarakat akan mendapatkan hak dan pelayanan lainnya

dengan baik jika informasi yang diperoleh mengenai hak-hak tersebut tidaklah

didapatkan secara tepat dan benar.

Pelaksanaan keterbukaan informasi Publik di Indonesia dilaksanakan pada

tahun 2008 dengan terbit dan disahkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008

Tentang Keterbukaan Informasi Publik ( UU KIP). Indeks keterbukaan informasi

publik Indonesia (IKIP) setiap tahun menunjukan peningkatan dalam kualitas

informasi publik. Pada tahun 2022 Indeks IKIP mengalami peningkatan pada

tahun-tahun sebelumnya dengan angka 74,43. Apabila dibandingkan dengan tahun

2021 IKIP berada pada angka 71.37. Penurunan IKIP pada tahun 2021 disebabkan

oleh pandemi Covid-19 yang dengan beberapa faktor diantaranya pembatasan

1
sosial (Social Distancing), penurunan kualitas pelayanan informasi publik,

peralihan sistem kerja menjadi Work From Home (WFH), dan meningkatnya

angka kemiskinan.

Pada tahun 2020 Indonesia mengalami Pandemi Covid-19. Pandemi covid-

19 dapat dikategorikan sebagai informasi publik yang wajib diinformasikan

kepada masyarakat (Triyono, 2020). Menurut Nasucha & Moenawar (2020: 24)

mencermati kondisi Pandemi Covid-19 dibutuhkan keterbukaan informasi publik

yang terkoordinasi dan berkelanjutan yang menekankan pesan utama untuk

membentuk perilaku publik dalam mencegah penyebaran virus Covid-19. Pada

sisi lain penelitian oleh Gama & Karniawati (2021) ketika virus corona muncul di

awal bulan Maret tahun 2020, berbagai kesimpangsiuran informasi disampaikan

oleh pejabat negara mulai dari masuknya virus corona di Indonesia, hingga

anggapan masyarakat kebal akan wabah corona. Dapat disimpulkan dari

penelitian tersebut mengindikasikan sejumlah pejabat justru menunjukkan bahwa

pejabat publik tidak memahami pentingnya keterbukaan informasi publik yang

benar ke masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Department of International and Regional

Cooperation Accounts Chamber of the Russian Federation (DIRCACRF)

mengenai Openness In The Context of The COVID-19 Pandemic

mengungkapkan temuan yang menarik yaitu pada saat pandemi Covid-19 tidak

semua negara menerapkan salah satu prinsip inti pemerintah yaitu

transparansi, yang dianggap sebagai salah satu nilai fundamental dari

pemerintahan modern dengan tiga elemen kunci yaitu keterbukaan informasi,

2
keterbukaan fungsional (data terbuka), dialog terbuka. (DIRCACRF, 2020).

Padahal transparansi keterbukaan informasi publik merupakan informasi yang

sangat dibutuhkan pada masa krisis pada masa pandemi Covid-19

Pada sisi lain Penelitian oleh Council of Europe (COE) mengenai

Freedom of Expression and Information In Times of Crisis mengungkapkan

perhatian khusus harus diberikan pada komunikasi dan penyebaran informasi yang

berkaitan dengan virus dan peredarannya, risiko kontaminasi, jumlah

penyakit/kematian, serta langkah-langkah yang lebih jauh kaitannya dengan

kebijakan jarak/isolasi sosial. . Pembatasan terkait kebebasan berekspresi yang

diberlakukan di beberapa negara berpotensi mengkhawatirkan (COE, 2020).

Dapat disimpulkan bahwa keterbukaan informasi publik pada masa pandemi

merupakan kewajiban pemerintah dalam memberikan informasi publik pada masa

kritis. Terutama dalam penggunaan media elektronik dalam memberikan

informasi publik.

Penyebaran informasi publik terutama informasi terkait kesehatan

merupakan informasi terpenting saat pandemi Covid-19. Penelitian yang

dilakukan oleh ?

Pada tahun 2022 Pandemi Covid-19 mengalami penurunan yang

signifikan. Penurunan kasus Covid-19 menyebabkan kelonggaran pada aktivitas

masyarakat. Kembali normalnya aktivitas masyarakat membuat kebutuhan akan

informasi publik meningkat. Membaiknya situasi keterbukaan informasi publik

sepanjang tahun 2022 telah membantu masyarakat dalam menghadapi berbagai

tantangan akibat pandemi Covid-19 yang terjadi sepanjang tahun. Berdasarkan

3
laporan IKIP tahun 2022, indeks partisipasi publik terhadap keterbukaan publik

meningkat dari angka 65,95 pada tahun 2021 naik menjadi 72,21 pada tahun 2022.

Pada UU KIP dalam penyelenggaraan keterbukaan informasi publik

pemerintah menyediakan badan publik sebagai pemberi informasi publik ke

masyarakat (Supriyanto, 2013:18). Dalam badan publik sendiri untuk

melaksanakan penyelenggaraan keterbukaan informasi publik menunjuk pejabat

publik dalam badan publik. Pejabat publik tersebut memiliki tanggung jawab

dalam melaksanakan tugas di bidang pengelolaan, penyimpanan,

pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik

sehingga disebut sebagai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

Penelitian Sahara (2022) menyatakan bahwa masih terdapat permasalahan

klasik PPID di setiap daerah yaitu minimnya partisipasi PPID Pembantu dalam

pemberian daftar data dan informasi masing-masing perangkat kepada PPID

Utama. Permasalahan tersebut mengakibatkan sulitnya PPID Utama dalam

memberikan informasi publik kepada masyarakat. Keterlambatan pemberian

informasi publik pun terjadi, hal ini sangat berpengaruh pada kinerja PPID yang

seharusnya menjadi lembaga penyedia informasi publik yang baik terutama pada

masa pasca pandemi Covid-19.

Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat meraih

penghargaan peringkat I dalam keterbukaan informasi publik oleh Komisi

Informasi Kalimantan Tengah. Sedangkan pada tahun 2020 dan 2021 Pemerintah

Kabupaten Kotawaringin Barat mengalami penurunan peringkat, yang pada tahun

2019 dapat meraih peringkat I pada tahun 2020 dan 2021 hanya dapat meraih

4
peringkat II kalah bersaing dengan Pemerintah Kota Palangkaraya. Penurunan ini

disebabkan oleh masih terdapatnya badan publik/SKPD yang belum memahami

pentingnya keterbukaan informasi publik dan pada tahun 2020 Indonesia yang

mengalami pandemi COVID-19 yang menyebabkan penurunan kualitas pelayanan

informasi publik.

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa keterbukaan

informasi publik merupakan hak yang dimiliki oleh setiap orang dalam

memperoleh informasi publik. Pada tahun 2022 terjadi peningkatan terhadap

kebutuhan informasi publik akibat turunnya Covid-19. Peningkatan permohonan

informasi publik tersebut membuat PPID memiliki tanggung jawab dalam

menyediakan informasi publik kepada masyarakat pasca pandemi Covid-19.

Tetapi masih banyak terdapat permasalah dalam PPID seperti koordinasi antar

badan publik.

Penelitian ini akan berfokus pada permasalahan penerapan PPID terhadap

keterbukaan informasi publik di Kabupaten Kotawaringin Barat pada masa

adaptasi pasca pandemi Covid-19 atau New Normal Life serta bagaimana faktor

pendukung, kendala, dan solusi PPID terhadap keterbukaan informasi publik di

Kabupaten Kotawaringin Barat. Dengan demikian peneliti akan melakukan

penelitian dengan judul “Implementasi Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID) Terhadap Keterbukaan Informasi Publik Pada Masa

Pasca Pandemi COVID-19 (Studi Pada Dinas Komunikasi, Informasi,

Statistika, dan Persandian Kabupaten Kotawaringin Barat)”.

5
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini yaitu:

Bagaimana implementasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi

(PPID) terhadap keterbukaan informasi publik pada masa New Normal Life di

Pemerintahan Kabupaten Kotawaringin Barat.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Mengetahui bagaimana gambaran implementasi PPID dan faktor

pendukung, kendala, serta terhadap keterbukaan informasi publik pada masa New

Normal Life Kabupaten Kotawaringin Barat

1.4 Kontribusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi, baik secara

akademis maupun praktis bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Adapun

hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Kontribusi Akademis

Meningkatkan pemahaman terkait analisis kebijakan dan

program pemerintah dalam menerapkan disiplin ilmu yang

diperoleh selama perkuliahan. Serta sebagai bahan referensi dalam

mengkaji ilmu administrasi publik khususnya kajian keterbukaan

informasi publik

2. Kontribusi Praktis

6
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

terkait penyelenggaraan Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi keterbukaan informasi publik pada di Kabupaten

Kotawaringin Barat.

1.5 Sistematika Penelitian

Dalam pembuatan penulisan penelitian ilmiah harus

terdapat pedoman sistematika penelitian. Dalam penelitian ini

menggunakan pedoman berdasarkan buku pedoman penyusunan

dan ujian skripsi. Dimana dalam penelitian ini terdapat lima bab

yang memiliki hubungan satu sama lain. Adapun sistematika

penulisan penelitian ini sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab pertama ini membahas mengenai latar belakang masalah

penelitian, yaitu mengenai Implementasi PPID (Pejabat Pengelola

Informasi dan Dokumentasi) Terhadap Keterbukaan Informasi Publik di

Kabupaten Kotawaringin Barat. Selanjutnya rumusan masalah terkait

penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika

penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

7
Pada bab kedua ini membahas mengenai temuan dan teori-teori

yang peneliti temukan dalam buku ilmiah, jurnal, hasil penelitian yang

memiliki keterkaitan dengan permasalahan penelitian yang diangkat.

Adapun teori yang peneliti temukan diantaranya: Keterbukaan Informasi

Publik, Administrasi Publik, Informasi Publik, Pelayanan Publik, Open

Government, dan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi).

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ketiga ini membahas mengenai metode penelitian yang

digunakan oleh peneliti. Adapun metode penelitian yang digunakan

meliputi: jenis penelitian, fokus penelitian, lokasi dan situs penelitian,

sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan metode

analisis penelitian.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Open Government

2.1.1 Pengertian Open Government

Keterbukaan informasi publik tidak lepas dari konsep transparansi, karena

transparansi merupakan ciri dari Open Government. Open Government dapat

diartikan sebagai pemerintahan yang terbuka atau transparan. Open Government

adalah penyelenggaraan pemerintah yang transparan, terbuka, dan partisipatif.

Semua hal tersebut dilaksanakan dalam seluruh proses pengelolaan sumber daya

publik dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan keputusan, dan evaluasi

keputusan (Febrianingsih 2012:54). Adapun negara Indonesia sendiri telah

menerapkan Open Government dalam mengimplementasikan konsep E-

Government. Penyelenggaraan Open Government di Indonesia bertujuan untuk

melaksanakan pelayan publik dengan mengupayakan transparansi, akuntabilitas,

dan partisipasi di berbagai sektor publik.

9
Berdasarkan Organization for Economic Co-operation and Development

(OECD) Open Government adalah budaya yang dilakukan oleh pemerintah

berdasarkan kebijakan dan inovasi berkelanjutan yang diinisiasi melalui prinsip-

prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi yang mendorong pertumbuhan

demokrasi secara inklusif (OECD, 2015). Berdasarkan penjelasan tersebut Open

Government menjadi cara untuk meningkatkan kualitas demokrasi pada suatu

negara. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yaitu pelayanan

publik.

2.1.2 Open Government Di Indonesia

Indonesia telah mengupayakan penerapan Open Government salah satunya

dengan menerbitkan undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayan publik dan

Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.

Pada tahun 2011 pemerintah Indonesia memiliki komitmen dalam menjalankan

program-program keterbukaan pemerintah dengan memperkuat tiga pilar

keterbukaan pemerintahan yaitu transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas melalui

gerakan Open Government Indonesia (OGI). OGI terbentuk dari ikutnya

Indonesia dalam gerakan Open Government Partnership (OGP) pada tahun 2011.

Gerakan ini digagas oleh delapan negara yang menjadi anggotanya yaitu

Indonesia, Amerika Serikat, Afrika selatan, Brazil, Filipina, Meksiko, Inggris, dan

Norwegia. Adapun tujuan dari gerakan ini yaitu untuk menetapkan komitmen

kontrak dalam mempromosikan transparansi pemberdayaan warga negara,

pemanfaatan teknologi, memberantas korupsi, dan memperkuat pemerintah dalam

kolaborasi berbagai pihak.

10
Dalam sisi kelembagaan, Open Government menjadi cikal bakal

terbentuknya Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Pembentukan

PPID tentunya membuat keterbukaan informasi publik dapat lebih optimal serta

dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.

Penyelenggara pemerintah terbuka tentunya juga dapat menjadi solusi dalam

mengurangi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Hal tersebut dapat

dilakukan dengan pemerintahan yang terbuka, sehingga masyarakat dapat

berpartisipasi dalam perumusan kebijakan publik.

2.1.3 Prinsip-Prinsip Open Government

2.1.3.1 Transparansi

Perwujudan tata pemerintahan yang baik mensyaratkan adanya

keterbukaan, keterlibatan, dan kemudahan akses bagi masyarakat terhadap proses

penyelenggaraan pemerintah. Sabarno (dalam Prakarsa, 2017:15) menyatakan

bahwa transparansi merupakan salah satu aspek mendasar bagi terwujudnya

penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Keterbukaan dan kemudahan informasi

penyelenggaraan pemerintahan memberikan pengaruh untuk mewujudkan

berbagai indikator lainnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Krisna (dalam

Prakarsa 2017:15), transparansi sebagai prinsip yang menjamin akses atau

kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang

penyelenggaraan pemerintahan, yaitu informasi tentang kebijakan proses

pembuatan, pelaksanaan, serta hasil yang dicapai. Prinsip transparansi

pemerintahan dapat diukur melalui sejumlah indikator berikut ini (Prakarsa,

2017:16):

11
1. Adanya sistem keterbukaan dan standarisasi yang jelas dan mudah

dipahami dari semua proses-proses penyelenggaraan pemerintahan.

2. Adanya mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik

tentang proses-proses dalam penyelenggaraan pemerintahan.

3. Adanya mekanisme pelaporan maupun penyebaran informasi

penyimpangan tindakan aparat publik di dalam kegiatan penyelenggaraan

pemerintahan.

2.1.3.2 Partisipasi Publik

Salah satu hal yang memegang peranan penting dalam mendukung upaya

pemerintah dalam menerapkan Open Government adalah partisipasi publik.

Partisipasi publik didasarkan adanya keterlibatan masyarakat dengan pemerintah,

di mana masyarakat terlibat dalam proses dan isi kebijakan yang nantinya akan

menimbulkan interaksi mutualisme. Partisipasi dalam siklus kebijakan berfungsi

untuk meningkatkan integritas dalam sektor publik secara keseluruhan yang dapat

dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya:

1. Masyarakat terlibat dalam pengawasan, evaluasi anti korupsi dalam

siklus kebijakan.

2. Masyarakat terlibat dalam good governance implementasi kebijakan

publik (kesehatan, pendidikan, administrasi publik, termasuk pelaporan

dan mekanisme feedback).

3. Saluran umpan balik untuk menutup celah dan mengatasi kesalahan

pengelolaan.

12
4. Lobbying rutin sebagai kesempatan untuk memberikan masukan

terhadap pengambil kebijakan.

2.1.3.3 Akuntabilitas

Akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan misi

organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui suatu

media pertanggungjawaban yang dilaksanakan. Akuntabilitas dideskripsikan

sebagai prinsip yang menjamin setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan

dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak yang

terkena dampak penerapan kebijakan (Prakarsa, 2017:16).

Secara internal, pertanggungjawaban dapat berupa hasil kerja atas

pelaksanaan tugas dan fungsi kepada instansi atau pihak yang memberikan

kewenangan. Hasil kerja diberikan dalam bentuk laporan untuk diukur sejauh

mana pencapaian yang telah dilaksanakan sesuai dengan standar-standar yang

telah ditetapkan. Kemudian, untuk pertanggungjawaban eksternal bisa dengan

menyediakan akses informasi berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan.

Melalui akses ini, masyarakat dapat memberikan penilaian dan masukan serta

laporan jika ada penyelenggaraan pemerintahan tersebut tidak sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan.

2.1.3.4 Inovasi Teknologi

Era modern yang didukung oleh teknologi digitalisasi membuat perubahan

yang relatif lebih cepat. Birokrasi harus memiliki daya kreativitas dan inovasi

yang tinggi untuk dapat berperan di lini kehidupan masyarakat. Bahkan di sisi lain

13
ada yang menyatakan bahwa inovasi harus menjadi aktivitas inti pada sektor

publik. Hal ini disampaikan oleh Mulgan dan Albury (dalam Noor 2013:15),

“Inovasi harus menjadi kegiatan inti pada sektor publik: inovasi membantu

pelayanan publik untuk meningkatkan kinerja dan menambah nilai publik, respon

terhadap ekspektasi masyarakat dan menyesuaikan kebutuhan pengguna,

meningkatkan efisiensi pelayanan dan meminimalisasi biaya. Keberhasilan

pemerintah pada inovasi berguna untuk membangun cara yang lebih baik dalam

memenuhi kebutuhan, penyelesaian masalah, dan penggunaan sumber daya serta

teknologi.”

Teknologi menawarkan kesempatan untuk berbagi informasi, partisipasi

publik, dan kolaborasi. Dapat juga dimanfaatkan untuk memberi informasi lebih

banyak kepada publik dengan cara yang memungkinkan orang memahami apa

yang pemerintah lakukan untuk mempengaruhi keputusan. Pemerintah daerah

dapat mengembangkan ruang online yang mudah diakses dana man sebagai

platform untuk memberikan layanan, melibatkan masyarakat, dan berbagi

informasi serta gagasan. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

juga dapat berdampak besar pada kemampuan sektor publik untuk membuat

keputusan berdasarkan bukti. Sehingga, meningkatkan transparansi dan

akuntabilitas keputusan dan mengarah pada peningkatan kinerja sektor publik

dalam bentuk kebijakan, layanan dan komunikasi yang lebih baik dengan warga

dan dunia bisnis. Namun, hal yang tidak boleh dilupakan yaitu, teknologi adalah

pelengkap, bukan pengganti, untuk informasi yang jelas dan berguna (Prakarsa,

2017:22).

14
2.2 Hubungan Keterbukaan Informasi Publik dengan Pelayanan Publik

Keterbukaan informasi publik merupakan hal yang sangat penting karena

merupakan bentuk penerapan dari pelayanan publik. Pelayanan publik di

Indonesia berlandaskan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka

pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan

administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Menurut

Santosa (2012:57) Pelayanan Publik merupakan pemberian jasa, baik oleh

pemerintah, pihak swasta yang ditunjuk oleh pemerintah, atau pihak swasta tanpa

ditunjuk pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dengan atau tanpa

pembayaran. Pelayan Publik sendiri memiliki tujuan dalam memberikan kepuasan

dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Demi mencapai kepuasan

masyarakat, tentunya pelayanan publik harus sesuai dengan keinginan masyarakat

harus menjadi prioritas pemerintah.

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pelayan publik

merupakan bentuk pelayanan kepada masyarakat yang diberikan oleh pemerintah

dalam bentuk jasa atau barang dengan tujuan memenuhi kebutuhan masyarakat

dengan tujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan dengan

berpedmoman terhadap asas-asas pelayanan publik.

Alasan mengapa keterbukaan informasi publik dalam pelayanan publik

merupakan sesuatu yang penting, yakni dikarenakan keterbukaan informasi publik

15
adalah salah satu karakteristik dalam penyelenggaraan good governance. Menurut

Haris (2005:58) salah satu karakteristik good governance adalah keterbukaan.

Karakteristik ini sesuai dengan semangat zaman serba terbuka akibat adanya

revolusi informasi. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang

menganut sistem pemerintahan yang demokratis. Tentunya dengan menganut

sistem pemerintah demokrasi, rakyat Indonesia mempunyai hak untuk

menyatakan bebas berpendapat dan mendapatkan informasi publik. sesuai yang

telah diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28F yang berbunyi,

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi


untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”

Walaupun Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28F menjadi dasar dalam

hak setiap orang untuk dapat berkomunikasi dan mendapatkan informasi, namun

secara teknik bagi pemohon untuk dapat mempertahankan informasi dalam

pelaksanaanya. Tentu perlu undang-undang dalam pelaksanaan keterbukaan

informasi publik. Oleh sebab itu dirumuskannya Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam memperkuat esensi

Undang-undang KIP, lahirnya undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang

pelayanan publik dan undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang kearsipan.

Undang-Undang nomor 14 tahun 2009 tentang keterbukaan informasi publik

disahkan pada 3 April 2008 dan mulai berlaku pada tahun 2010, secara umum

mengatur mengenai kewajiban badan dan pejabat publik dalam memberikan

informasi publik, dokumen, dan data-data terkait yang menjadi bagian dari

integrasi birokrasi pemerintah.

16
Adapun tujuan dari UU KIP ini yaitu :

1. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan

kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan

keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;

2. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan

publik;

3. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik

dan pengelolaan Badan Publik yang baik;

4. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan,

efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;

5. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup

Orang banyak;

6. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa;

dan/atau

7. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan

Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keterbukaan informasi publik

merupakan bagian penting dari penyelenggaraan pelayanan publik yang

merupakan hak yang sangat penting dan strategis bagi warga negara untuk menuju

akses terhadap hak-hak lainnya, karena bagaimana mungkin akan mendapatkan

hak dan pelayanan lainnya dengan baik jika informasi yang diperoleh mengenai

hak-hak tersebut tidaklah didapatkan secara tepat dan benar.Buruknya kinerja

17
pelayanan publik selama ini antara lain dikarenakan belum dilaksanakannya

transparansi dan partisipasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

2.3 Keterbukaan Informasi Publik Pada Masa Pandemi COVID-19

Informasi publik merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan

kehidupan suatu bangsa. Seperti halnya informasi publik dalam menangani

pandemi Covid-19 memerlukan pendekatan yang khas dikenal dengan

information, education and communication approach atau disebut IEC (Sarvaes,

2008). Maka memastikan hak atas informasi dan respons terhadap pandemi

Covid-19 adalah merupakan keniscayaan. Kini pemerintah di seluruh dunia

menghadapi pilihan keputusan yang sulit, bagaimana menghadapi wabah Covid-

19 dan strategi penanganannya secara tepat. Pada saat yang sama keterbukaan

informasi membantu memastikan kepercayaan dan akuntabilitas publik terhadap

tindakan pemerintah. Hal ini diharapkan publik lebih sadar akan situasi dan

bertindak sesuai ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu,

memungkinkan publik secara umum untuk memahami keputusan pemerintah

dalam perspektif informasi, dengan harapan berbagai kalangan mengikuti

kebijakan dan tindakan yang diambil pemerintah sebagai sumber informasi resmi

yang layak untuk diandalkan.

Merujuk dari pelaksanaan Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP)

2022 terlihat bahwa situasi pandemi akibat virus Covid-19 yang terjadi sepanjang

2021 turut mempengaruhi situasi keterbukaan informasi publik di seluruh wilayah

di Indonesia. Selama pandemi, banyak terjadi anomali, kesenjangan dalam

18
pengetahuan publik (gap of public knowledge) yang disinyalir disebabkan

ketidakcukupan informasi publik. Panic buying dan kelangkaan masker bisa

dijadikan contoh bagaimana kesenjangan pengetahuan publik ini terjadi. Di satu

sisi penanganan pandemi sebagai tanggung jawab pemerintah merupakan

kebutuhan publik yang tak terbantahkan. Sementara sebagai kebutuhan publik

tersebut belum secara akurat berperan memberi tahu masyarakat tentang situasi

secara komprehensif. Sebagaimana masih banyak terjadi misinformasi bahkan

disinformasi tentang penanganan wabah covid-19. Serta masih banyak

pemandangan yang dihiasi pelanggaran protokol kesehatan.

Pada sisi lain, Pandemi Covid-19 membawa perubahan besar terhadap

kehidupan manusia. Tatanan kehidupan baru atau new normal life digalakan oleh

pemerintah sebagai upaya ‘berdamai’ dengan kondisi krisis. Kebijakan bekerja

dari rumah, pembelajaran jarak jauh, dan segala macam pelayanan yang bisa

didapatkan tanpa harus bertatap muka. Tentu, kemajuan teknologi informasi

menjadi sebuah keuntungan dalam menghadapi kondisi pandemi ini. Pemanfaatan

perkembangan teknologi informasi menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak dapat

dihindarkan dalam inovasi keterbukaan informasi oleh Badan Publik.

Pemanfaatan internet menjadi cara yang digunakan untuk memecah

kebuntuan komunikasi selama pandemi sehingga melahirkan inovasi yang

membuat informasi publik menjangkau lebih banyak masyarakat seperti tercermin

dari survei Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII). Pada 2021 dari

survei terhadap 7.568 responden di seluruh Indonesia, sebanyak 92,21%

menyatakan menggunakan internet untuk mengakses informasi dan berita di

19
samping alasan lain seperti mengakses media sosial, belanja online, dan

mengakses layanan publik.

Inovasi juga membantu PPID dalam melakukan evaluasi, ini akan terjadi

jika interaksi berlangsung tanpa hambatan. Respon masyarakat dapat termonitor

oleh Badan Publik seketika. Di lain sisi inovasi juga memungkinkan bagi Badan

Publik untuk menciptakan budaya kerja yang egaliter. Relasi pimpinan dan

bawahan bisa tercipta setara karena inovasi teknologi mendasarkan pada basis

yang sama, hubungan yang setara akan merangsang tumbuhnya berbagai inisiatif-

inisiatif baru di internal Badan Publik.

2.4 Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi

Aktor utama perwujudan keterbukaan informasi publik adalah Badan

Publik, Pengguna Informasi Publik, dan Pemohon Informasi Publik. Lembaga lain

seperti Komisi Informasi, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan

Negeri (PN), dan Mahkamah Agung (MA) hanyalah pihak yang ikut mewujudkan

keterbukaan informasi publik dengan cara mendorong mengimplementasikannya.

Mereka hanya mengadili sesuai kewenangan dan tingkatannya masing-masing

jika terjadi sengketa antar Pemohon informasi publik dengan Badan Publik. Pada

umumnya sengketa muncul akibat tidak disediakan dan tidak diberikannya

informasi publik oleh Badan Publik. Badan Publik sendirilah yang menentukan

dan menetapkan suatu informasi itu dibuka untuk diakses secara bebas atau tidak

kepada publik dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang

berlaku

20
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) adalah adalah

pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian,

penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di Badan Publik penjelasan ini

berdasarkan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Pasal 1 ayat 9. Pejabat

Pengelola Informasi dan Dokumentasi memiliki tugas dan tanggung jawab yang

sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 Pasal 14 tentang

pelaksanaan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik yang meliputi.

a. penyediaan, penyimpanan, pendokumentasian, dan pengamanan

informasi;

b. pelayanan informasi sesuai dengan aturan yang berlaku;

c. pelayanan Informasi Publik yang cepat, tepat, dan sederhana;

d. penetapan prosedur operasional penyebarluasan Informasi Publik;

e. Pengujian Konsekuensi;

f. Pengklasifikasian Informasi dan/atau pengubahannya;

g. penetapan Informasi yang Dikecualikan yang telah habis Jangka Waktu

Pengecualiannya sebagai Informasi Publik yang dapat diakses; dan

h. penetapan pertimbangan tertulis atas setiap kebijakan yang diambil

untuk memenuhi hak setiap orang atas Informasi Publik.

2.5 Kerangka Teoritis

21
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Tulisan paragraf induktif

Menjelaskan masalahnya apa ? kemudian itu membutuhkan data apa,

sehingga metode yang digunakan apa ?

Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan

jenis penelitian studi kasus tunggal. Menurut Sugiyono (2014:8) Metodologi

kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya

dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga sebagai

metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan

untuk penelitian bidang antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif,

karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif. Pada sisi lain

menurut Moleong (2017:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud

untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan

22
dengan cara deskripsi. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus tunggal

terfokus pada isu dan persoalan, kemudian mengambil satu kasus terbatas untuk

menjabarkan permasalahan dalam penelitian (Creswell 2015:319). Dalam

penelitian ini, kasus yang diangkat oleh peneliti yaitu penurunan peringkat

keterbukaan informasi publik Kabupaten Kotawaringin Barat pada tahun 2020-

2021 pada masa pandemi COVID-19.

3.2 Lokasi dan Situs Penelitian

Mengapa lokasi ini ?

Lokasi penelitian yang dilakukan berada di Dinas Komunikasi, Informasi,

Statistik, dan Persandian Kabupaten Kotawaringin Barat yang terletak di Jalan

Sutan Syahrir No.62, Mendawai, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten

Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah. Adapun alasan mengapa lokasi

peneliti berada di Dinas Komunikasi, Informasi, Statistik, dan Persandian

dikarenakan peneliti ingin melaksanakan penelitian terkait bagaimana penerapan

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Dinas Komunikasi, Informasi,

Statistik, dan Persandian

Alasan selanjutnya, karena PPID di Dinas Komunikasi, Informasi,

Statistik, dan Persandian Kabupaten Kotawaringin Barat merupakan penanggung

jawab PPID utama serta pernah meraih Penganugerahan peringkat I kategori

keterbukaan informasi publik pada tahun 2019 oleh Komisi Informasi Provinsi

Kalimantan Tengah. Namun pada tahun 2020-2021 peringkat keterbukaan

23
informasi publik turun menjadi peringkat II. Serta masih terdapat beberapa badan

publik yang belum memahami pentingnya pengelolaan keterbukaan informasi

publik. Oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui bagaimana penerapan PPID serta

faktor pendukung, kendala, dan solusi dari Dinas Komunikasi, Informasi,

Statistik, dan Persandian dalam menyelenggarakan keterbukaan informasi publik.

Peneliti berharap dalam melaksanakan penelitian dapat memperoleh informasi dan

data yang dibutuhkan dalam meneliti Implementasi PPID terhadap keterbukaan

informasi publik di Kabupaten Kotawaringin Barat.

3.3 Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2014:12) fokus penelitian dalam penelitian kualitatif

merupakan penetapan pembatasan pada penelitian terhadap fokus yang timbul

sebagai masalah dalam melaksanakan penelitian. Adapun menurut Sugiyono

(2014:222) menentukan fokus penelitian lebih didasarkan pada tingkat

pembaharuan informasi yang akan didapat dari situasi sosial (lapangan).

Mengapa ini jadi focus ?

Berdasarkan penjelasan tersebut, adapun fokus penelitian ini yaitu sebagai

berikut.

1) Implementasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di

Kabupaten Kotawaringin Barat terhadap keterbukaan informasi Publik

pada masa New Normal Life dengan rincian sebagai berikut.

a) Pengelolaan Informasi Publik pada Dinas Komunikasi, Informasi,

Statistik, dan Persandian Kabupaten Kotawaringin Barat

24
b) Pelayanan Informasi Publik pada Dinas Komunikasi, Informasi,

Statistik, dan Persandian Kabupaten Kotawaringin Barat

c) Sosialisasi Keterbukaan Informasi Publik yang dilakukan Dinas

Komunikasi, Informasi, Statistik, dan Persandian Kabupaten

Kotawaringin Barat

2) Faktor pendukung, kendala, dan solusi dalam penyelenggaraan Pejabat

Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) terhadap Keterbukaan

Informasi Publik.

3.4 Sumber Data

Sumber data yang dimaksud dalam penelitian adalah subjek dari mana

data dapat diperoleh (Arikunto (2013:172).Dalam penelitian ini, adapun sumber

data yang digunakan oleh penulis yaitu.

a. Data Primer

Mengapa membutuhkan data primer ini ?

Menurut Creswell (2015: 217) metode purposive sampling merupakan

metode yang digunakan oleh peneliti dalam memilih individu dan tempat dalam

penelitian, karena secara spesifik individu dan tempat tersebut memberikan

pemahaman tentang fenomena dan problem riset dalam penelitian yang dilakukan.

Adapun data primer yang digunakan peneliti yaitu:

25
- Wawancara

1) Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan

Persandian Kabupaten Kotawaringin Barat

2) Kepala Bidang Informasi Publik Dinas Komunikasi,

Informatika, Statistik, dan Persandian Kabupaten

Kotawaringin Barat

3) Kepala Seksi pengelolaan Informasi Publik Dinas

Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian

Kabupaten Kotawaringin Barat

4) Kepala Seksi Layanan Informasi publik Dinas Komunikasi,

Informatika, Statistik, dan Persandian Kabupaten

Kotawaringin Barat

5) Bidang itu berapa orang ?

6) Wawancara semua

7) Pemohon Informasi Publik

- Observasi

1) Pengamatan langsung lapangan di Dinas Komunikasi,

Informatika, Statistik, dan Persandian Kabupaten

Kotawaringin Barat.

2) Pengamatan pengelolaan, pelayanan, dan sosialisasi

informasi dan dokumentasi publik di Dinas Komunikasi,

Informatika, Statistik, dan Persandian Kabupaten

Kotawaringin Barat.

26
b. Data Sekunder

Data Sekunder, yaitu data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan

dilaporkan oleh orang di luar peneliti sendiri, walaupun yang dikumpulkan itu

sesungguhnya adalah data yang asli. Dengan kata lain, data sekunder adalah

sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,

misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono, 2018:456). Dalam

penelitian ini data sekunder yang digunakan yaitu dokumen, jurnal, laporan,

dokumentasi, dan lain-lain.

1) Gambaran Umum Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan

Persandian Kabupaten Kotawaringin Barat

2) Struktur Organisasi Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan

Persandian Kabupaten Kotawaringin Barat

3) Website PPID Kabupaten Kotawaringin Barat

(http://ppid.kotawaringinbaratkab.go.id)

4) Website Multimedia Center Kabupaten Kotawaringin Barat

(https://mmc.kotawaringinbaratkab.go.id)

5) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik

6) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang pelaksanaan

Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik

7) Laporan Evaluasi PPID Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik,

dan Persandian Kabupaten Kotawaringin Barat 2021

27
8) Laporan Evaluasi Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan

Persandian Kabupaten Kotawaringin Barat 2020

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data

yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2015:224). Dalam segi

cara, teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan Pengamatan (Observasi),

Wawancara (Interview), dan dokumentasi. Adapun teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam melaksanakan penelitian ini yaitu.

a. Observasi Partisipan

Pada teknik pertama ini peneliti melakukan metode

observasi pada objek penelitian. metode observasi merupakan

teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri yang spesifik bila

dibandingkan dengan teknik yang lain. Observasi juga tidak

terbatas pada orang, tetapi juga objek-objek alam yang lain

(Sugiyono, 2018:229). Penelitian ini menggunakan jenis Observasi

partisipan. Observasi partisipan adalah observasi dimana orang

yang melakukan pengamatan berperan serta ikut ambil bagian

dalam kehidupan orang yang diobservasi (Riyanto,

2010:100).Dalam penelitian yang dilakukan di Dinas Komunikasi,

Informatika, Statistik, dan Persandian Kabupaten Kotawaringin

Barat, peneliti akan terlibat secara langsung. Peneliti akan

28
melakukan pengamatan dan mencatat segala kegiatan dalam

penyelenggaraan keterbukaan informasi publik.

Dengan mempertimbangkan permasalahan yang diangkat,

penelitian ini akan mulai melakukan observasi yang dilaksanakan

pada Oktober 2022 - Desember 2022. Dengan rentang waktu

tersebut, peneliti akan melakukan lima kali observasi serta

wawancara di Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan

Persandian Kabupaten Kotawaringin Barat.

b. Wawancara Semi Terstruktur

Menurut Samsu (2017:96) wawancara adalah sebuah dialog yang

dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi

dari terwawancara.Metode ini dipergunakan untuk memperoleh data

melalui wawancara langsung secara terpimpin antara penulis dengan orang

yang memberi informasi dengan menggunakan daftar wawancara. Adapun

wawancara ini dilakukan dalam penelitian untuk mengubah data menjadi

informasi secara langsung dengan subjek di lapangan.

Penelitian ini menggunakan Wawancara Semi Terstruktur . Jenis

wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview, dimana

dalam pelaksanaannya lebih bebas dalam melakukan wawancara. Tujuan

dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara

lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat,

dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu

29
mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh

informan.

c. Analisis Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2014:240) analisis dokumen merupakan

pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam

penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini dokumentasi yang digunakan

oleh peneliti yaitu:

1) Foto Kegiatan (Observasi, Wawancara, Dokumen

Pendukung)

2) Laporan PPID Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik,

dan Persandian Kabupaten Kotawaringin Barat

3) Hasil wawancara dengan pejabat Dinas Komunikasi,

Informatika, Statistik, dan Persandian Kabupaten

Kotawaringin Barat

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan bahan atau alat yang digunakan peneliti

dalam membantu pelaksanaan penelitian dalam mengumpulkan data untuk

memecahkan masalah penelitian. Adapun instrumen yang digunakan oleh peneliti

dalam melakukan penelitian yaitu.

a. Peneliti

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus

"divalidasi" seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang

30
selanjutnya terjun ke lapangan (Sugiyono 2014:222). Dalam penelitian ini peneliti

akan menjadi instrumen penting, karena peneliti akan melakukan interaksi-

interaksi secara langsung dalam melakukan penelitian di Dinas Komunikasi,

Informasi, Statistik, dan Persandian Kabupaten Kotawaringin Barat.

b. Catatan Peneliti

Catatan peneliti merupakan catatan instrumen yang dicatat oleh peneliti

selama melakukan penelitian. Dalam catatan peneliti akan berisi tentang hasil

observasi, wawancara, dan analisis dokumen.

c. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara dibuat oleh peneliti dengan tujuan agar dapat

melaksanakan wawancara dengan baik dan benar agar mendapatkan data yang

diinginkan. Adapun pedoman wawancara peneliti menurut Sugiyono (2018: 223)

yaitu:

1) menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan

2) menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan

pembicaraan

3) mengawali atau membuka alur wawancara

4) melangsungkan alur wawancara

5) mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya

6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan

7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh

d. Perangkat Pendukung

31
Pada penelitian ini peneliti juga membutuhkan perangkat pendukung

dalam memperoleh data penelitian. Adapun perangkat pendukung peneliti yaitu

handphone, komputer, kamera, dan alat tulis.

3.7 Metode Analisis Data

Analisis data merupakan tahap dimana peneliti akan melakukan

interpretasi data dari hasil pengumpulan data penelitian di lapangan. Menurut

Samsu (2017:103) Analisis data merupakan upaya atau langkah untuk

menggambarkan secara naratif, deskriptif atau tabulasi terhadap data yang

diperoleh. Penyimpulan atau penjelasan dari analisis data yang dilakukan

melahirkan kesimpulan penelitian.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode analisis data di

lapangan Model Miles & Huberman. Miles, Huberman and Saldana (2014).

Alasan mengapa peneliti menggunakan metode ini, karena metode tersebut

mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara

interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya

sudah jenuh. Adapun komponen dalam analisis data Miles, Huberman and

Saldana (2014), yaitu

32
Gambar 3.1 Komponen dalam analisis data Miles, Huberman and

Saldana (2014)

1. Data Collection

Pada tahap pertama harus mengumpulkan data terlebih dahulu.

Untuk mengumpulkan data digunakan instrumen penelitian. Data yang

telah terkumpul selanjutnya dianalisis secara deskriptif dengan

menggunakan pendekatan kualitatif. Ini ini bertujuan agar data yang

diperoleh dapat dianalisis untuk tujuan memecahkan permasalahan

penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilaksanakan di

Dinas Komunikasi, Informasi, Statistik, dan Persandian Kabupaten

Kotawaringin Barat dengan melakukan observasi partisipan di lapangan

dan alur pelaksanaan PPID, wawancara semi terstruktur dengan informan

yang telah ditentukan peneliti, dan hasil analisis dokumen.

2. Data Reduction

Pada tahap kedua data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya

cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti

telah dikemukakan, semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data

akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera

dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal

yang penting, dicari tema dan polanya. Demikian data yang telah direduksi

akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti

untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila

33
diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti

komputer , dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu

3. Data Display

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

mendisplaykan data. Kalau dalam penelitian kuantitatif penyajian data ini

dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram dan

sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan,

tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami.

Data yang disajikan merupakan hasil dari observasi, wawancara, dan

analisis dokumen yang dilakukan peneliti di Dinas Komunikasi, Informasi,

Statistik, dan Persandian Kabupaten Kotawaringin Barat

4. Conclusion Drawing/Verification.

Langkah keempat dan terakhir dalam analisis data kualitatif

menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, apabila didukung oleh

bukti-bukti yang valid dan konsisten yang ditemukan oleh peneliti di

lapangan saat mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan

merupakan kesimpulan yang kredibel. Tentu dengan kesimpulan yang

terverifikasi, ini membuktikan teori dan metode yang digunakan oleh

peneliti dalam melakukan penelitian. Serta peneliti dapat mengetahui

bagaimana pelaksanaan PPID serta faktor pendukung, kendala, dan solusi

dalam menyelenggarakan keterbukaan informasi publik di Kabupaten

Kotawaringin Barat.

34
3.8 Keabsahan Data

Untuk memperoleh keterpercayaan (trustworthiness) data, tentunya

diperlukan teknik pemeriksaan keabsahan data didasarkan atas sejumlah kriteria

tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua teknik berdasarkan

Samsu (2017:100) yaitu:

a. Ketekunan Observasi

Ketekunan observasi ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi

karakteristik dan elemen dalam suatu situasi yang sangat relevan dengan

permasalahan atau isu yang sedang diteliti dan memfokuskannya secara

detail. Dalam hal ini, peneliti berupaya mengadakan observasi secara teliti

dan rinci secara terus menerus terhadap faktor-faktor yang menonjol, dan

kemudian ia menelaahnya secara rinci sampai pada suatu titik, sehingga

pada pemeriksaan tahap awal akan kelihatan salah satu atau keseluruhan

faktor yang telah dipahami.

b. Triangulasi

Pemeriksaan keabsahan data selanjutnya dilakukan melalui

triangulasi. Untuk menghilangkan bias pemahaman peneliti dengan

pemahaman subjek penelitian, maka biasanya dilakukan pengecekan

berupa “trianggulasi”. Triangulasi merupakan teknik yang digunakan

untuk menguji keterpercayaan data (memeriksa keabsahan data) dengan

memanfaatkan hal-hal lain yang ada di luar data tersebut untuk keperluan

mengadakan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.

35
Teknik triangulasi yang dilakukan oleh peneliti ini mengacu kepada

sumber, teknik, dan waktu.

1) Triangulasi Sumber

Pengecekkan data yang telah diperoleh melalui berbagai sumber.

2) Triangulasi Teknik

Pengecekkan data yang dilakukan kepada data yang sama dengan

teknik yang berbeda. Misalnya data yang diperoleh dari wawancara

dicek dengan observasi, dokumentasi atau kuisioner.

3) Triangulasi Waktu

Pengecekkan data dengan wawancara, observasi atau teknik lain

dalam waktu atau situasi yang berbeda.

PEDOMAN WAWANCARA

Dalam melakukan penelitian, peneliti menemukan rencana

wawancara secara garis besar yang akan digunakan terhadap informan

sehingga dapat menghasilkan data yang akurat. Adapun pertanyaan yang

diajukan peneliti sebagai berikut:

NO. Pertanyaan Wawancara Topik Informan


Pertanyaan

1. Bagaimana pelaksanaan Pelaksanaan Kepala Dinas


keterbukaan informasi Keterbukaan DISKOMINFO
publik di Kabupaten Informasi
Kotawaringin Barat? Publik

2. Bagaimana implementasi Implementasi Kepala Dinas


UU No.14 Tahun 2008 di UU DISKOMINFO

36
Kabupaten Kotawaringin
Barat?

3. Bagaimana prosedur Pelaksanaan Kepala Bidang


pelayanan informasi di Keterbukaan Informasi
Kabupaten Kotawaringin Informasi Publik
Barat? Publik Diskominfo

4. Bagaimana Kebijakan Pelaksanaan Kepala Dinas


Keterbukaan Informasi di Keterbukaan DISKOMINFO
Kabupaten Kotawaringin Informasi
Barat? Publik

5. Bagaimana pelaksanaan Pelaksanaan Seksi PPID


PPID di Kabupaten PPID Diskominfo
Kotawaringin Barat?

6. Bagimana kinerja PPID di Pelaksanaan Seksi PPID


Kabupaten Kotawaringin PPID Diskominfo
Barat?

7. Apa Faktor pendukung Pelaksanaan Kepala Bidang


keterbukaan informasi Keterbukaan Informasi
publik di Kabupaten Informasi Publik
Kotawaringin Barat? Publik Diskominfo

8. Apa Kendala keterbukaan Pelaksanaan Kepala Bidang


informasi publik di Keterbukaan Informasi
Kabupaten Kotawaringin Informasi Publik
Barat? Publik Diskominfo

9. Apa Solusi dari Pelaksanaan Kepala Bidang


DISKOMINFO? Keterbukaan Informasi
Informasi Publik
Publik Diskominfo

10. Bagaimana peran PPID Pelaksanaan Kepala Bidang


Utama dalam meningkatkan PPID Informasi
kinerja PPID Pembantu di Publik
Kabupaten Kotawaringin Diskominfo
Barat?

11. Apakah terdapat Pelaksanaan Kepala Bidang


peningkatan atau penurunan Keterbukaan Informasi
dalam keterbukaan Informasi Publik
informasi publik di Publik Diskominfo
Kabupaten Kotawaringin

37
Barat?

12. Pada tahun 2020 dan 2021 Studi Kasus Kepala Dinas
Kabupaten Kotawaringin DISKOMINFO
Barat mengalami penurunan
peringkat dalam
keterbukaan informasi
publik di Provinsi
Kalimantan Tengah,
bagaimana hal tersebut
dapat terjadi?

38

Anda mungkin juga menyukai