Anda di halaman 1dari 32
MopbuL 4 Teori Pembelajaran Apresiasi Sastra Drs. Memen Durachman, M. Hum. = PENDAHULUAN S eperti yang telah dijanjikan pada modul sebelumnya (Modul 2), pada modul ini Anda akan mempelajari teori-teori pembelajaran apresiasi sastra. Oleh karena banyaknya teori pembelajaran tersebut dan terbatasnya ruang dalam modul ini, teori pembelajaran apresiasi sastra yang dikemukakan pada modul ini hanya meliputi tiga teori. Ketiga teori pembelajaran apresiasi sastra yang dimaksud adalah teori pembelajaran apresiasi sastra menurut Gordon, Moody, dan Schuman. Pada modul ini, ketiga teori tersebut dicoba dijelaskan serinci mungkin walaupun di sana-sini diupayakan pula agar layak pakai untuk suasana Indonesia. Pada modul ini, Anda tidak akan menemukan contoh model pembelajarannya karena hal itu menuntut tempat yang khusus pula. Penelusuran mengenai model ketiganya, Anda harus membaca modul-modul berikutnya (modul 6-8). Modul ini bertujuan memberikan gambaran atau deskripsi mengenai teori- teori pembelajaran apresi: stra. Teori yang disajikan di sini meliputi tiga teori pembelajaran apresiasi sastra, yaitu teori pembelajaran Apresiasi Sastra menurut Gordon, Moody, dan Schuman. Modul ini bagaimanapun merupakan dasar bagi Modul 6 sampai Modul 8. Pada ketiga modul itulah (6-8) Anda mendapatkan operasionalisasi modul ini berupa model-model pembelajaran apresiasi sastra, yaitu model pembelajaran apresiasi puisi, model pembelajaran apresiasi cerita rekaan, dan model pembelajaran apresiasi drama. Tidak ada tuntutan khusus untuk memahami langkah-langkah yang di kemukakan di dalamnya. Langkah-langkah yang dikemukakan sudah amat rinci. Penulis modul ini percaya selama Anda tidak terburu-buru mempelajari modul ini, pasti Anda akan mampu memahaminya. Selamat belajar! 4.2 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA @ KEGIATAN BELAJAR 1 Teori Pembelajaran Apresiasi Sastra Menurut Gordon ebelum menelusuri teori pembelajaran apresiasi sastra menurut Gordon, Anda ikuti terlebih dahulu ilustrasi berikut. 1. Disebuah kelas pembelajaran apresiasi sastra para siswa sedang menghafal satu. puisi tertentu. Mereka sibuk menghafal puisi tersebut tanpa pembicaraan/diskusi mengenai apa makna puisi itu. 2. Para siswa diminta membaca sinopsis novel, tanpa diminta membaca novel yang sesungguhnya secara utuh. 3. Para siswa diminta menghafal sejumlah fakta mengenai karya-karya yang ditulis oleh para pengarang tertentu. Bagaimana tanggapan Anda terhadap ketiga ilustrasi tersebut?Anda setuju dengan ilustrasi-ilustrasi tersebut?Anda setuju dengan langkah yang diambil guru untuk pembelajaran apresiasi sastra seperti itu? Penulis modul ini berharap Anda tidak setuju dengan ketiga ilustrasi dan langkah yang diambil guru seperti terdapat pada ketiga ilustrasi tersebut, Mengapa? Ketiga ilustrasi tersebut hanya akan menjauhkan para siswa dari karya sastra yang seharusnya kita akrabkan kepada mereka. Baiklah pada kegiatan belajar ini kita akan bersama-sama menelusuri teori pembelajaran apresiasi sastra menurut Gordon, Teori pembelajaran ini sangat mengutamakan upaya pembangkitan kreativitas siswa. Guru hanya berperan sebagai fasilitator. Teori ini paling tidak memiliki dua langkah dasar. Langkah dasar yang pertama tertuju pada pemerolehan pemahaman tentang informasi dan konsep baru. Pada langkah ini segala upaya yang dilakukan ditujukan kepada hal tersebut, Untuk itu, diperlukan langkah-langkah berikut. Pertama, adanya masukan informasi. Masukan informasi tersebut berkisar pada karya sastra yang akan dipelajari, misaInya mengenai latar, tokoh, dan bahasa dalam karya sastra, Pembahasan ini hanya bersifat sebagai pengantar belaka, Jangan terlalu mendalam. Justru, informasi singkat ini sedapat mungkin harus bisa merangsang keingintahuan para siswa. Kedua, penggunaan analogi yang diperlukan untuk keperluan agar para siswa mampu memahami, menghayati karya sastra yang sedang pelajari. © PBIN4219/MODUL 4 43 Analogi yang diperlukan meliputi analogi personal, analogi langsung, dan konflik kempaan. Analogi personal dimaksudkan agar para siswa menganalogikan dirinya dengan penyair atau pengarang yang karyanya sedang dibicarakan. Misalnya, kepada para siswa diberikan puisi "Karangan Bunga," Taufik Ismail. Pada langkah ini, mereka berandai-andai menjadi Taufik Ismail. Andaikan mereka menjadi Taufik Ismail dan berhadapan dengan situasi seperti yang Taufik Ismail hadapi pada saat itu bagaimana? Apakah mereka juga akan menulis puisi seperti itu atau tidak? Apakah mereka akan menulis puisi yang lain sama sekali. Serahkan analogi personal ini kepada tanggapan para siswa. Guru sama sekali tidak boleh mengarahkan analogi siswa. Berikan kebebasan kepada mereka untuk beranalogi. Analogi kedua yang diperlukan adalah analogi langsung. Analogi langsung ini ditujukan kepada masalah yang dikemukakan dalam karya sastra. Kembali ke contoh sajak Taufik Ismail tadi. Para siswa kita dorong bersimulasi menjadi anak kecil yang menyerahkan karangan bunga itu. Apakah yang akan mereka lakukan seandainya mereka dihadapkan pada situasi menyaksikan kakak-kakak mereka ditembaki dengan sewenang-wenang karena menuntut keadilan dan kebenaran? Apakah mereka juga akan mempersembahkan karangan bunga yang berpita hitam atau apa akan mereka lakukan? Mungkin juga mereka memiliki ekspresi khusus yang berbeda dengan tiga anak kecil dalam puisi itu untuk mengekspresikan duka cita mereka. Sebagai guru, kita harus memberikan dorongan seintensif mungkin agar siswa menghayati betul permasalahan yang dikemukakan dalam karya yang sedang mereka pelajari. Kita harus menciptakan suasana atau lebih tepat mendorong agar tercipta suasana yang kondusif sehingga mereka benar-benar menjadi "tiga anak kecil" seperti dalam puisi tadi. Kepada mereka kita berikan motivasi bahwa mereka mampu menjadi "tiga anak kecil" tersebut. Analogi ketiga yang diperlukan pada langkah pertama ini adalah konflik kempaan. Yang dimaksud dengan konflik kempaan adalah para siswa didorong untuk mempertentangkan dua sudut pandang. Kedua sudut pandang itu, yaitu sudut pandang para siswa sendiri dan sudut pandang penyair, pengarang yang karya sastranya sedang dibicarakan. Sebagai guru, kita tidak mesti takut kalau sudut pandang mereka akan berbeda bahkan mungkin bertentangan dengan penyair/pengarang yang karyanya kita bicarakan. Dorong mereka untuk memiliki pendapat, dalam hal ini sudut pandang yang benar-benar bebas milik mereka, sekalipun itu akan bertentangan dengan sudut pandang penyair/ pengarang. Baru kemudian, di antara mereka sendiri harus ada diskusi, sudut 44 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA @ pandang manakah yang paling bijaksana, yang paling bisa diterima banyak orang, bukan yang paling benar. Justru pembelajaran apresiasi harus mendorong mereka bukan hanya menjadi orang-orang yang benar, tetapi yang jauh lebih penting adalah mendorong mereka agar menjadi orang yang bijaksana, yang memiliki kearifan. Langkah yang ketiga dalam langkah dasar yang pertama ini adalah upaya pemfokusan kembali. Mungkin analogi personal, analogi langsung, dan konflik kempaan yang dilakukan para siswa melebar terlalu jauh sehingga perlu kita fokuskan lagi. Dengan demikian, pembicaraan tidak akan melebar jauh ke luar batas fokus pembicaraan. Hal ini tidak berarti mengurangi kemungkinan mereka bereksplorasi. Mereka harus bereksplorasi dengan berbagai kemungkinan, tapi tetap pada fokus pembicaraan. Memang, seringkali batas antara fokus pembicaraan dengan yang bukan fokus pembicaraan tidak jelas benar, tetapi hubungan antara berbagai pembicaraan yang terjadi itu akan tampak jelas. Dengan demikian, sebagai guru kita harus bijaksana betul menyatakan hal tertentu termasuk ke dalam fokus pembicaraan, sementara hal lain di luar fokus. pembicaraan. Jangan sampai terjadi siswa merasa diremehkan. Langkah dasar yang kedua, yaitu upaya penciptaan jarak untuk mengembangkan sesuatu konsep atau informasi yang baru. Pada langkah ini, sasaran yang harus Anda ingat adalah bagaimana kita menjaga jarak dengan masalah yang kita bicarakan. Jarak itu diperlukan untuk diperolehnya objektivitas. Mengapa objektivitas diperlukan? Seperti tadi dikemukakan, yang dibutuhkan oleh bangsa ini bukan hanya orang-orang yang benar, tetapi lebih jauh adalah orang-orang yang bijaksana. Langkah-langkah pada langkah dasar yang kedua ini adalah sebagai berikut. Pertama, memberikan masalab/tugas yang sasarannya adalah pengembangan konsep. Kedua, penggunaan analogi, khususnya konflik kempaan. Terakhir, memberikan pertanyaan/tugas analogi untuk beroleh umpan balik. Tugas atau masalah pada langkah dasar yang kedua ini ditujukan untuk mengembangkan konsep/informasi yang baru. Misalnya, kita berikan pertanyaan kepada siswa sehubungan dengan puisi "Karangan Bunga" Taufik Ismail tadi seperti : "Bagaimana kita menghadapi suasana duka menurut agama?" "Apakah kita harus berteriak-teriak, meraung-raung?" Mereka akan mencoba menghubungkan suasana duka dengan ajaran agama yang mereka anut. Pertanyaan lain misalnya: "Siapa kira-kira yang dimaksud dengan larik bagi kakak yang ditembak mati siang tadi’? Kalau mereka menjawab Arif Rahman Hakim, kita ajukan lagi pertanyaan: “Mengapa Arif Rahman Hakim ditembak?”, © PBIN4219/MODUL 4 45 “Siapa yang menembak Arif Rahman Hakim?”, “Mengapa Arif Rahman Hakim dan para pemuda lainnya berdemonstrasi?”, “Mengapa pemerintah Orde lama mereka (para mahasiswa) demonstrasi?”Makin banyak pertanyaan makin baik. Pertanyaan itu diupayakan selalu ada hubungannya dengan fokus pembicaraan, tetapi lebih merupakan pengembangan konsep. Usahakan pertanyaan itu tidak menuntut jawaban ya atau tidak, tetapi pertanyaan yang menuntut jawaban berupa uraian atau analisis. Dengan demikian, pertanyaan-pertanyaan ini juga menuntut mereka berbicara. Secara tidak langsung, pembelajaran apresiasi sastra membantu mempertinggi kemampuan para siswa dalam berbicara seperti telah kita bicarakan dalam modul sebelumnya. Secara konseptual lebih jauh kita telah mendapatkan kenyataan betapa terintegrasinya pembelajaran apresiasi sastra dengan pembelajaran keterampilan berbahasa. Langkah yang kedua pada langkah dasar yang kedua ini adalah penggunaan analogi, khususnya konflik kempaan. Yang dimaksud dengan konflik kempaan di sini sama dengan konflik kempaan pada langkah dasar pertama tadi. Hanya, perbedaannya terletak pada sasaran konflik kempaan. Kalau konflik kempaan pada langkah dasar pertama, mereka berusaha memiliki sudut pandang sendiri dan mempertentangkannya dengan sudut pandang penyair dengan sasaran untuk memperoleh pemahaman tentang informasi dan konsep baru, justru konflik kempaan pada langkah dasar yang kedua ditujukan pada upaya-upaya penciptaan jarak agar terjadi pengembangan konsep dan informasi_ baru. Jadi, perbedaannya terletak pada kadar intensitas konflik kempaan. Agar lebih jelas, telusurilah perbedaan kedua konflik kempaan tersebut pada contoh berikut. 4.6 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA © Konflik Kempaan Langkah Dasar | Langkah Dasar I Bila saya menulis puisi seperti "Karangan Bunga’, saya akan menyatakan seharusnya tentara ikut mendukung anak- anak bangsanya berdemonstrasi, tidak ‘akan menembakinya karena mereka tidak akan berdemonstrasi bila pemerintah yang berkuasa bertaku adil dan bijaksana 4. | Bila saya menulis puisi seperti "Karangan Bunga’, saya akan mengatakan tidak boleh tentara seenaknya menembaki anak-anak bangsanya sendiri sekalipun mereka sedang berdemonstrasi Bila saya menulis puisi seperti "Karangan Bunga’, saya akan Mengatakan seluruh bangsa ini bahkan seluruh umat manusia in ikut berduka, 2. | Bila saya menulis puisi seperti "Karangan Bunga’, saya tidak akan mengatakan tiga anak kecil berduka, tetapi semua anak kecil bangsa ini berduka. Bagaimana sekarang, cukup jelas bukan konflik kempaan pada langkah dasar kedua ini? Harus diingat perbedaan keduanya terletak pada kadar intensitasnya saja. Sekarang sampailah kita pada pembicaraan mengenai langkah ketiga pada langkah dasar kedua. Langkah ini berupa pengajuan pertanyaan dari guru mengenai tugas analogi. Seperti langkah kedua pada langkah dasar kedua tadi, analogi yang diutamakan adalah berupa konflik kempaan. Jadi, pertanyaan- pertanyaan yang harus Anda ajukan kepada para siswa adalah pertanyaan-pertanyaan yang berupa pengembangan konsep-konsep dan informasi baru seperti tampak pada beberapa contoh berikut. 1. Bagaimana menurut Kamu apakah cukup yang ikut berduka itu hanya diungkapkan dengan tiga anak kecil? Kalau tidak mengapa? Ungkapan yang paling baik menurutmu yang bagaimana? 2. Apakah boleh tentara menembak mahasiswa yang berdemonstrasi? Kalau tidak seharusnya tentara itu bagaimana? Apakah mereka hanya membiarkan mahasiswa itu berdemonstrasi?Haruskah mereka juga turut berdemonstrasi? Biarkan para siswa ramai berdiskusi. Beri mereka kesempatan untuk mengambil simpulan sendiri sebagai jawaban, Yang paling bijaksana, Anda sebagai guru tidak boleh ikut campur agar mereka menarik simpulan seperti apa yang kita inginkan, Kalaupun guru diperbolehkan turut serta hanya berupa © PBIN4219/MODUL 4 47 pengajuan beberapa pertanyaan kecil yang sifatnya mendorong agar terciptanya suasana berpikir yang mengarah kepada pengambilan simpulan yang paling bijaksana. Hal lain yang harus dicatat dalam teori pembelajaran apresiasi sastra menurut Gordon ini adalah adanya evaluasi yang berlangsung selama proses belajar berlangsung. Evaluasi terutama ditujukan pada teknik sinektik berupa analogi. Secara spesifik format pengamatannya bisa berupa seperti berikut. Nama Proses Metaforik No} siya | Analogi | Analogi | Konflk | Pokok Pikran Siswa Personal | Langsung | Kempaan Pengecekan jangan langsung oleh guru, Berikan tugas itu kepada sekelompok siswa tertentu, Caranya harus silang. Misalnya si A, diamati siB; si B diamati si C, si D diamati si E, dan seterusnya. Jadi, mereka yang mengamati teman-temannya yang lain, Dengan demikian, tidak ada satu pun yang luput dari pengamatan. Walaupun demikian, situasi proses belajar-mengajar_harus berlangsung secara wajar. Sebaiknya diusahakan tidak sampai bocor siapa mengamati siapa agar mereka bisa tetap objektif. Selesailah sudah Anda menelusuri teori pembelajaran apresiasi sastra menurut Gordon. Bagaimana, sudah paham? Pemahaman lebih lanjut akan terasa bila Anda sudah mempelajari modul-modul berikutnya, terutama modul 6-8 yang membahas modul-modul pembelajaran apresiasi sastra pada ketiga genre atau ragam sastra menurut tiga orang ali, yaitu Gordon, Moody, dan Schuman. 4.8 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA @ \o LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! Coba Anda diskusikan dengan teman-teman Anda, bagaimana kemungkinan penerapan teori tersebut untuk pernbelajaran apresiasi sastra (tidak mesti berupa model mengajar secara lengkap). Kemudian, coba Anda bandingkan kemungkinan-kemungkinan tadi dengan modul-modul mengajar yang mengikuti modul ini. RANGKUMAN Teori pembelajaran apresiasi sastra menurut Gordon terutama meliputi dua langkah dasar. Langkah dasar pertama memiliki langkah-langkah, yakni masukkan informasi mengenai karya sastra, penggunaan analogi (analogi personal, analogi langsung, dan konflik kempaan), dan upaya pemfokusan kembali. Langkah dasar yang kedua memiliki urutan pertama, ajukan masalah atau tugas untuk terciptanya jarak agar terjadi pengembangan konsep dan informasi baru. Kedua, gunakan analogi, khususnya konflik kempaan. Ketiga, ajukan kembali pertanyaan atau tugas analogi sebagai umpan batik. Harus diingat pada kedua langkah dasar tersebut teknik utamanya adalah teknik analogi atau proses metaforik. Hal Iain yang harus diingat adalah bahwa evaluasi dilakukan sepanjang proses belajar mengajar berlangsung. Teknik evaluasinya, yaitu teknik nontes berupa lembar pengamatan, Lembar pengamatan itu harus diisi bukan oleh guru, melainkan oleh sekelompok siswa dan harus diupayakan agar tetap terjaga objektivitasnya. a TES FORMATIF 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Teori pembelajaran apresiasi sastra Gordon ini mengutamakan .... swa dalam berpikir siswa dalam berpikir © PBIN4219/MODUL 4 49 2) 3) 4) 5) 6) 7) C. subjektivitas siswa dalam berpikir D._ kreativitas siswa dalam berpikir Teori pembelajaran apresiasi sastra Gordon ini memiliki dua langkah dasar, langkah dasar yang pertama ditujukan pada .... A. pemerolehan pemahaman tentang informasi dan konsep baru B. pemerolehan pemahaman tentang informasi dan konsep lama C. penciptaan jarak untuk pengembangan konsep dan informasi baru D._penciptaan jarak untuk pengembangan konsep dan informasi lama Teknik utama dalam pembelajaran apresiasi sastra Gordon adalah .... A. konflik kempaan B, proses metaforik/teknik analogik C. _teknik pemeranan D._ teknik berdiskusi Pemfokusan kembali bisa berupa usaha .... A. membiarkan mereka berekspolarasi dalam berpikir B, mengarahkan mereka berekspolarasi dalam berpikir C.memusatkan diskusi pada pembelajaran apresiasi sastra D._ memberikan kesempatan siswa berpikir ekspolaratif Siswa sedang berandai-andai ia jadi penyair/pengarang tertentu. Artinya iswa sedang melakukan teknik .... A. analogik personal B._konflik kempaan C. metaforik D. analogi langsung Berikut ini contoh para siswa sedang melakukan analogi langsung. Mereka mempelajari kehidupan pengarang/penyair tertentu Mereka bersimulasi seperti apa yang terungkap dalam karya sastra Mereka berperan sebagai penyair/pengarang Mereka bersimulasi sebagai pengarang yang sedang menulis karya sastra pow> Model pembelajaran apresiasi sastra Gordon ini disebut pula sebagai model .... A. kreatif B._ induktif Cc. 4.10 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA © 8) Contoh kegiatan teknik konflik kempaan adalah .... A. para siswa berdebat tentang mengapa penyair/pengarang menulis karya tertentu B. para siswa mempertentangkan sudut pandang dia sendiri dengan sudut pandang penyair C. para siswa berperan sebagai penyair/pengarang D. para siswa melihat sesuatu dari sudut pandang dirinya 9) Perbedaan teknik konflik kempaan pada langkah dasar pertama dengan teknik konflik kempaan pada langkah dasar kedua terletak pada .... A. bentuk teknik konflik kempaan B. model teknik konflik kempaan C. intensitas teknik konflik kempaan D. spesifikasi teknik konflik kempaan 10) Evaluasi menurut pembelajaran apresiasi sastra Gordon ini adalah .... menggunakan teknik nontes berupa angket menggunakan teknik non tes berupa wawancara menggunakan teknik nontes berupa partisipasi langsung menggunakan teknik non tes berupa lembar pengamatan gow> Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1. Jumlah Jawaban yang Benar Jumlah Soal Tingkat penguasaan = x 100% Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80- 89% = baik 70- 79% =cukup <70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai © PBINaZ19/MODUL 4 411 KEGIATAN BELAJAR 2 Teori Pembelajaran Apresiasi Sastra Menurut Moody S ebelum kita sampai pada pembicaraan mengenai teori_pembelajaran apresiasi sastra menurut Moody, ada baiknya Anda terlebih dahulu mengetahui prinsip ganda karya astra, Menurut Moody (1971) karya sastra memiliki prinsip ganda, yakni_pertama, sastra sebagai pengalaman dan kedua, sastra sebagai bahasa. Sastra sebagai pengalaman artinya sesuatu yang harus dihayati, dinikmati, dirasakan, dan dipikirkan. Dengan demikian, berdasarkan prinsip ini karya sastra. yang kita sajikan dalam pengajaran apresiasi sastra__hendaknya menyajikan pengalaman baru yang kaya bagi para siswa. Oleh karena itu, karya sastra tersebut harus memberikan pengaruh kepada kehidupan para siswa. Hal yang terutama harus dilakukan guru sastra adalah memberikan bimbingan agar para siswa menemukan makna karya sastra menurut mereka sendi paling tepat yang harus ditunjukkan guru sastra dalam kaitan ‘pasif-bijaksana’. Artinya, guru lebih banyak memberikan kebebasan kepada para siswa untuk memberikan tafsiran. Ia hanya ‘berbicara’ pada saat yang benar-benar dibutuhkan. Prinsip ganda berikutnya adalah sastra sebagai bahasa. Sebagai sebuah komunikasi yang menggunakan bahasa, karya sastra menggunakan teknik- teknik pemakaian unsur kebahasaan, misalnya pernyataan, keterangan, pembandingan, ungkapan, nada, dan tekanan kalimat. Dengan demikian, karya sastra harus dipelajari melalui analisis verbal. Guru sastra hendaknya memahami seluk-beluk kebahasaan yang dipakai dalam karya sastra yang disajikan kepada para siswa. Setelah memahami prinsip ganda yang terdapat dalam karya sastra, marilah kita menelusuri tata cara penyajiannya. Menurut Moody (1971) pembelajaran apresiasi sastra mengikuti penahapan berikut. 1. Pelacakan pendahuluan. 2. Penentuan sikap praktis. 3. Introduksi. 4. Penyajian. 4.12 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA © 5. Diskusi. 6. Pengukuhan. Keenam tahap tersebut rinciannya sebagai berikut. Masing-masing disajikan secara rinci pada bagian berikut ini. Pertama, pelacakan pendahuluan. Pada tahap ini guru mempelajari karya sastra. Pemahaman terhadap karya sastra penting agar guru dapat menentukan strategi yang tepat, dapat menentukan aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian yang khus a, Misalnya, pengulangan yang kuat seperti yang ditunjukkan dalam puisi "Perempuan-perempuan Perkasa" pada larik yang berbunyi Perempuan-perempuan yang membawa bakul ... harus mendapat perhatian para siswa. Mengapa pengulangan ini demikian kuat. Apakah artinya? Apakah tidak memiliki efek bagi puisi ini secara keseluruhan? Kalau ada efeknya, bagaimanakah efek dari pengulangan ini? Hal lain yang harus diperhatikan dalam pelacakan pendahuluan ini ialah meneliti fakta-fakta yang masih perlu dijelaskan. Misalny, fakta yang terdapat dalam sajak "Karangan Bunga" bagi kakak yang ditembak mati siang tadi harus dicari penjelasannya. Syukur kalau mereka masih ingat peristiwa terbunuhnya Pahlawan Ampera itu dalam perspektif sejarah. Pelacakan pendahuluan juga penting untuk menemukan cara penyajian pembelajaran apresiasi sastra yang tepat dengan mempertimbangkan hal-hal berikut; siapakah yang jadi sasaran penyair/pengarang itu apakah pribadi tertentu atau manusia pada umumnya. Misalnya, siapa yang dituju oleh sajak "Perempuan-perempuan Perkasa” Hartoyo Andangjaya tadi, berbeda dengan sasaran sajak "Teratai" Sanusi Pane. Pertimbangan lainnya antara lain dari segi bagaimana pengarang menyajikan karyanya. Apakah pengarang dalam hal ini penyair menggunakan gaya monolog pada sajak "Doa" Chairil Anwar. Tuhan dalam sajak itu berfungsi sebagai apa? Hal lain yang harus diperhatikan, yaitu apakah karya sastra itu bermakna tersirat atau tersurat. Walaupun karya sastra umumnya memiliki makna tersirat, tetapi ada pula karya-karya tertentu yang memiliki makna tersurat, misalnya sajak "Menyesal" karya Ali Hasjim. Berbecla dengan sajak "Menuju ke Laut" karya Sutan Takdir Alisjahbana yang memiliki arti tersirat. Tahap kedua dalam pembelajaran apresiasi sastra menurut Moody adalah penentuan sikap praktis. Yang dimaksud dengan penentuan sikap praktis di sini adalah bagaimana guru menentukan hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan penyajian pembelajaran apresiasi sastra. Pada tahap ini, guru harus menentukan s dari s © PBIN4219/MODUL 4 4.13 karya sastra mana yang akan disajikan. Karya sastra yang akan disajikan hendaknya tidak terlalu panjang. Usahakan karya sastra yang bisa disajikan dalam satu pertemuan. Hal lain yang harus ditentukan pada tahap ini adalah informasi apa yang perlu diberikan kepada siswa agar mempermudah siswa memahami karya sastra. Informasi/keterangan awal itu hendaknya jelas dan seperlunya. Pada tahap ini, guru juga harus menentukan kapan karya sastra dibagikan. Tahap ketiga adalah introduksi atau pengantar. Pada tahap ini, guru memberikan informasi awal berupa uraian singkat mengenai karya yang disajikan, termasuk juga informasi mengenai pengarangnya dan karya pengarangnya yang lain, Harap jangan Anda lupakan situasi dan kondisi saat suatu karya sastra diciptakan. Misalnya, ketika kita akan menyajikan cerita pendek "Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis, kita berbicara tentang masyarakat Minangkabau secara singkat, begitu pula tentang A.A. Navis dan karya-karyanya yang lain. Tahap keempat adalah tahap penyajian. Pada tahap ini, kita sebagai guru harus meyakini terlebih dahulu hakikat sastra yang bersifat lisan, khususnya puisi. Pada tahap ini, khususnya puisi lebih baik dibacakan dulu secara nyaring. Pembaca puisi tidak mesti selalu guru, tetapi bisa saja para siswa sendiri. Walaupun demikian, suara guru sebenarnya lebih mereka sukai. Hanya, kelemahannya mereka cenderung meniru apa yang dilakukan gurunya. Lagi pula, tidak setiap guru sastra mampu membacakan puisi dengan baik. Jadi, yang jadi model pembacaan puisi tidak mesti selalu guru. Pada kesempatan ada siswa yang sangat bagus, siswalah yang membacakan puisi. Justru_ yang harus didorong adalah agar seluas mungkin para siswa meyakini mereka bisa membaca puisi. Akan lebih baik bila misalnya ada model pembacaan puisi dari para penyair yang direkam, Model ini diperlukan hanya semacam pola, bukan yang harus diikuti secara persis dengan cara menirunya, ‘Alangkah baiknya bila suara yang membacakan puisi itu direkam pada media audio. Suara yang direkam bisa suara guru, siswa sendiri, atau penyair. Dengan demikian, model pembacaan itu dapat diulang-ulang bila sewaktu- waktu diperlukan, Bila suara guru sendiri yang diulang para siswa akan meyakini bahwa gurunya sebagai model profesional sekaligus akan membuat guru makin berwibawa di mata siswa. Akan tetapi, bila hal ini tidak mampu guru lakukan, guru bisa minta tolong kepada par: ndiri atau kepada siapa saja yang pembacaannya layak dijadikan model. swa 4.14 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA @ Bagaimana dengan cerita pendek (juga novel)? Cerita pendek atau novel tidak mesti selalu dibacakan seperti puisi. Untuk cerita pendek, mungkin saja satu cerita pendek itu dibacakan secara bergiliran di depan kelas setelah mereka membaca dalam hati masing-masing. Ini diperlukan untuk memberikan efek lebih pada penikmatan, seperti juga pada puisi, sekaligus ini merupakan bagian dari pelajaran membaca ekspresif dan pembelajaran apresiasi sastra. Dengan demikian, pembacaan karya sastra sekaligus meraih dua pulau, pulau pembelajaran apresiasi sastra dan pulau pelajaran membaca ekspresif. Hanya, guru juga sesckali boleh turut membacakan satu bagian dari cerita pendek. Jangan terlalu panjang. Biarkan bagian mereka yang lebih panjang. Untuk novel, bacalah satu atau dua fragmen dari suatu novel yang dianggap akan menarik minat siswa. Misalnya, jika mereka sedang membaca novel Jalan Tak Ada Ujung, Muchtar Lubis, bacakan beberapa bagian mengenai keragu- raguan guru Isa sehingga menyebabkannya mengalami impotensi. Bacakan pula bagian yang menggambarkan bagaimana keragu-raguan bahkan ketakutan yang selama ini mencekam guru Isa lenyap seketika. Sebagai contoh kepada mereka diberikan sajak yang berjudul "Sajak Orang Gila”, karya Sapardi Djoko Damono (Suryadi, 1987: 413-415). Pertama-tama sajak ini bisa saja dibacakan oleh salah seorang murid atau guru atau model pembaca (berupa rekaman). Sajak ini pada kedua kalinya bisa - atau bahkan ketiga atau keempat kalinya - dibaca secara bersama-sama oleh dua atau tiga orang Siswa dengan cara sebagai berikut. Siswa I : aku bukan orang gila, saudara Siswa Il dan TIT : tapi anak-anak kecil mengejek orang-orang tertawa Siswa I : ketika kukatakan kepada mereka: aku temanmu Siswa I dan TIT: beberapa anak berlari ketakutan yang lain tiba melempari batu SiswaT : aku menangis di bawah trembesi di atas dahan kudengar seekor burung bernyanyi anak-anak berkata: lucu benar orang gila itu schari muput menangis tersedu-sedu. Siswa Il dan III : orang-orang yang lewat di jalan berkata pelan: orang itu sudah jadi gila sebab terlalu berat menafsir makna dunia sekarang kususuri saja sepanjang jalan raga sambil bernyanyi: aku bukan orang gila Siswa I © PBIN4219/MODUL 4 4.15 Siswa II dan TIT: lewat pintu serta lewat jendela nampak orang-orang menggelengkan kepada mereka: kasihan orang yang dulu terlampau sabar itu roda berputar, dan ia jadi begitu SiswaI : kupukul tong sampah dan tiang listrik kunyanyikan lagu-lagu tentang lapar yang menarik kalau hari ini aku tak makan lagi ji genap sudah berpuasa dalam tga hari ‘ ang sckali tak ada ia yang memberikan nasi ke mana aku mesti pergi, ke mana lagi Siswa I dan III : orang itu sudah lama gila, kata mereka tapi hari ini begitu pucat nampaknya apa kiranya yang telah terjadi padanya Siswa I : akan kukatakan pada mereka: aku tidak gila! aku orang lapar, saudara Siswa I : kudengar berkata seorang ibu: SiswaITdan II: jangan kalian ganggu orang gila itu, anakku nanti kalian semua diburu SiswaI + orang kota semua telah mengada-ada, aduhai menuduhku seorang yang sudah gila aku toh cuma menangis tanpa alasan tertawa-tawa sepanjang jalan dan lewat jendela, tergeleng kepala mereka: Siswa Idan IIT: kurus benar sejak ia jadi gila Formasi pembacaannya bisa Anda variasikan sesuai dengan kondisi yang Anda hadapi. Yang terpenting dari kegiatan ini siswa beroleh efek yang lain yang membuat mereka lebih menikmati puisi bila dibandingkan dengan mereka membaca secara perseorangan. Sampailah kita sekarang kepada tahap yang kelima, yaitu tahap diskusi. Pada tahap ini berikan kesempatan seluas-luasnya kepada mereka untuk memberikan tafsiran, walaupun pada bagian tertentu guru - sedikit demi sedikit memberikan kondisi agar mereka mampu menangkap makna karya sastra yang sedang dipelajari. Pada bagian ini beri mereka kesempatan untuk menyampaikan tanggapan tanpa campur tangan guru. Guru tetap diharap memiliki sikap "pasif- bijaksana". Artinya, kalau tidak perlu benar guru harus bisa menahan diri agar 4.16 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA © tidak ‘berbicara’. Dorong mereka untuk menarik kesan umum, kesan Khusus, dan kesan umum lagi untuk menarik simpulan. Dorong pula mereka agar menangkap ide global. Bagaimana ide itu ditunjukkan dalam kalimat-kalimat? Bagaimana penyusunannya? Apa arti kias karya sastra itu? Rincian-rincian tadi coba dipadukan untuk beroleh simpulan. Hindari pembahasan yang tidak ada relevansinya dengan pembelajaran apresiasi sastra atau terlalu jauh, misalnya membahas aspek tata bahasa karya sastra itu tanpa mengaitkannya dengan makna karya sastra tersebut. Dengan demikian, pembelajaran apresiasi sastra tidak akan terperosok kepada pembelajaran tata bahasa belaka. Baik, misalnya kita membahas "Sajak Orang Gila", karya Sapardi Djoko Damono tadi. Berikan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya memancing diskusi mereka seperti pertanyaan-pertanyaan berikut. Kesan umum puisi tersebut bagaimana? Secara khusus kesan puisi tersebut bagaimana? Ide umum puisi tersebut berbicara tentang apa? Bagaimana ide itu diwujudkan dalam puisi? Sarana kebahasaan apa saja untuk mewujudkan hal itu? Apakah makna sajak ini secara keseluruhan? ave NS Pertanyaan-pertanyaan tersebut (bisa diidentifikasi sejumlah pertanyaan lagi) bersifat mengarahkan. Biarkan mereka menarik simpulan sendiri, tanpa campur tangan guru. Di sinilah guru harus bersikap ‘pasif bijaksana’. Bila mereka menemui jalan buntu, bantuan yang harus guru berikan bukan memberikan ikannya, tetapi berilah mereka pancingnya. Beri kebebasan mereka memancing ikan secara langsung. Bila diskusi mereka melebar kepada hal-hal yang jauh sekali dari pembahasan karya sastra, arahkan kembali misalnya dengan mengutip bagian yang relevan dari karya sastra yang sedang dipelajari. Tahap terakhir dari langkah-langkah pembelajaran apresiasi sastra menurut Moody ini ialah pengukuhan. Pengukuhan di sini maksudnya langkah ini akan lebih mengukuhkan pemahaman siswa terhadap karya sastra yang dipelajari. Pengukuhan ini bisa dilakukan secara lisan, bisa pula secara tertulis. Pengukuhan yang bersifat lisan, misalnya dengan cara mengusahakan agar tiap siswa membacakan puisi di depan kelas, tidak perlu secara perseorangan, Bisa saja secara berkelompok dengan cara membaca rampak, seperti sudah ditunjukkan pada bagian/tahap penyajian tadi. Formulasinya berikan kepada mereka kebebasan berkreasi. Untuk apresiasi cerpen atau novel tidak mungkin © PBIN4219/MODUL 4 4.17 hal ini dilakukan. Mungkin bisa dilakukan dengan cara pengukuhan tertulis, misalnya berupa tugas menulis esei tentang salah satu aspek yang menurut mereka menarik dari karya sastra tersebut. Contoh pengukuhan tertulis lainnya bisa dengan cara meminta mereka mengubah genre karya sastra, misalnya dari puisi menjadi cerpen atau sebaliknya. Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan prinsip ganda sastra! 2) Tahap-tahap apa saja yang harus dilalui dalam pembelajaran apresiasi sastra menurut Moody? Jelaskan! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Sastra sebagai pengalaman dan sastra sebagai bahasa. 2) Tahap-tahap pembelajaran apresiasi sastra menurut Moody adalah: a. pelacakan pendahuluan; penentuan sikap praktis; introduksi; penyaj diskusi; pengukuhan. zS RANGKUMAN Menurut Moody pada hakikatnya sastra memiliki prinsip ganda: pertama, sastra sebagai pengalaman dan kedua, sastra sebagai bahasa. Tahap-tahap pembelajaran apresiasi sastra menurut Moody adalah pelacakan pendahuluan, penentuan sikap praktis, introduksi, penyajian, diskusi, dan pengukuhan, mesos 4.18 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA @ ZB ves rormatir 2 2) 3) 4) 5) Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! Bila kita memberikan pengalaman kepada siswa bahwa bagaimanapun sastra merupakan perwujudan ekspresi manusia dengan menggunakan bahasa, itu artinya sastra sebagai .... A. pengalaman B, bahasa C. ekspresi D. salah satu cabang kesenian Tahap pengukuhan bisa berupa upaya siswa mengubah satu genre karya sastra kepada genre lainnya. Pengukuhan itu berarti pengukuhan secara .... A. tertulis B._ lisan dan tertulis C. lisan D. terstruktur Berikut ini contoh sastra sebagai pengalaman .... A. karya sastra disajikan sebagai sesuatu yang baru bagi siswa B, karya sastra disajikan sebagai sarana intelektual siswa C. karya sastra disajikan sebagai sarana latihan berbahasa D. karya sastra disajikan sebagai upaya melatih siswa menulis Tahap pelacakan pendahuluan dilakukan dengan cara A. guru membacakan karya sastra B. guru memberi contoh cara membacakan puisi C. guru menentukan kapan teks karya sastra dibacakan D. guru berusaha memahami spesifikasi karya sastra yang akan diajarkan Manfaat adanya rekaman pembacaan puisi antara lain ... A. contoh itu perlu untuk dokumentasi B. pembacaan itu bisa dijadikan model C. pembacaan itu perlu untuk latihan guru D. contoh itu sewaktu-waktu bisa diganti © PBINaZ19/MODUL 4 4.19 6) 7) 8) 9) 10) Bila kita menentukan karya sastra mana yang akan disajikan lebih awal dan karya sastra yang akan disajikan kemudian, kita sedang melaksanakan tahap .... A. pelacakan pendahuluan B. introduksi C. penentuan sikap praktis D. penyajian Introduksi bisa dilakukan dengan cara .... A. membacakan bagian awal karya sastra yang akan disajikan B, menentukan kapan siswa membaca karya sastra C._ memperkenalkan karya sastra yang akan diajarkan kepada siswa D. memperkenalkan penyair yang karyanya akan diajarkan Dalam tahap diskusi siswa diberikan .... A. kebebasan menafsirkan karya sastra berdasarkan teks B, pola-pola penafsiran karya sastra yang dipelajari C. rambu-rambu diskusi agar diskusi tidak terlalu melebar D. rumusan simpulan yang harus mereka diskusikan Prinsip yang harus dipegang manakala para siswa melakukan kreasi membacakan puisi di depan kelas adalah .... A. siswa harus melakukannya dengan senang hati B. _siswa melakukannya secara individual C._ siswa melakukannya secara berkelompok D._ siswa melakukannya untuk mempertinggi pemahaman Sekali waktu pembahasan karya sastra sampai pada pembahasan kebahasaan. Pembahasan itu ... A. harus menunjang pelajaran tatabahasa B._berdasarkan teori linguistik tertentu C._ harus selalu dikaitkan dengan makna karya sastra D._harus didasarkan pada pandangan para ahli 4.20 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA @ Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2. Jumlah Jawaban yang Benar Jumlah Soal Tingkat penguasaan = x 100% Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80- 89% 70 - 79% < 10% Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai. @ PBIN4219/MODUL 4 4.21 KEGIATAN BELAJAR 3 Teori Pembelajaran Apresiasi Menurut Schuman T cori pembelajaran apresiasi sastra menurut Schuman dalam pengajaran sastra Indonesia pertama sekali dikemukakan Rizanur Gani. Menurut Rizanur Gani (1981: 43-49) pada dasamya model inkuiri Schuman menggunakan pendekatan induktif. Lebih jauh Gani (1981: 43) menjelaskan bahwa model Schuman memiliki lima langkah, yaitu (1) identifikasi masalah, (2) hipotesis kemungkinan pemecahan masalah, (3) pengumpulan data untuk menguji hipotesis, (4) revisi hipotesis, (5) pengulangan langkah (3) dan (4) sampai sebuah hipotesis untuk semua data ditemukan. Selanjutnya, Rizanur Gani (1981: 43) merangkum kelima langkah itu menjadi 3 fase berikut. 1. Penyajian masalah. 2. Hipotesis dan pengumpulan data. 3. Pengakhiran. Ketiga fase tersebut penjelasan rincinya sebagai berikut. Agar penjelasan ini lebih empirik kita baca dahulu bersama-sama sajak Rendra (Rosidi, 1979: 335) berikut. Baru kemudian kita telusuri ketiga fase tersebut secara rinci. SEONGGOK JAGUNG DI KAMAR W.S. Rendra Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda yang kurang sekolahan. Memandang jagung itu, sang pemuda lihat ladang, ia melihat petani; ia melihat panen; dan suatu hari subuh para wanita dengan gendongan pergi ke pasar. Dan ia juga melihat suatu pagi hari di dekat sumur. 4.22 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA @ gadis-gadis bercanda sambil menumbuk jagung menjadi maizena. Sedang di dalam dapur tungku-tungku menyala. Di dalam udara yang murni tercium bau kue jagung Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda. la siap menggarap jagung. la melihat kemungkinan otak dan tangan siap bekerja. Tetapi ini: Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda tamat SMA. Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa, hanya ada seonggok jagung di kamarnya. la memandang jagung itu. Dan ia melihat dirinya terlunta-lunta. la melihat dirinya ditendang dari discotique. la melihat sepasang sepatu kenes di balik etalage. la melihat saingannya naik sepeda motor la melihat nomor-nomor lotre. la melihat dirinya sendiri miskin dan gagal. Seonggok jagung di kamar tidak menyangkut pada akal. Tidak akan menolongnya Seonggok jagung di kamar tak akan menolong seorang pemuda yang pandangan hidupnya berasal dari buku, dan tidak dari kehidupan. Yang tidak terlatih dalam metode, dan hanya penuh dengan hafalan kesimpulan. @ PBIN4219/MODUL 4 4.23 Yang hanya terlatih sebagai pemakai, tetapi kurang punya latihan untuk bebas bekerja. Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan. ‘Aku bertanya: ‘Apakah gunanya pendidikan bila hanya akan membuat seseorang menjadi orang asing di tengah kenyataan persoalan keadaannya? ‘Apakah gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang menjadi layang-layang di ibu kota kikuk pulang ke daerahnya? ‘Apakah gunanya seseorang belajar filsafat, sastra, teknologi, kedokteran, atau apa saja, bila pada akhirnya, ketika ia pulang ke daerahnya lalu berkata: "Di sini aku merasa asing dan sepi!” TIM, Jkt, 12 juli 1975 Bagaimana? Sebuah puisi yang bagus bukan? Nah, pertama kali kita minta para siswa membaca puisi ini masing-masing di dalam hati, Setelah mereka selesai membaca dalam hati, minta satu atau dua orang membacakan puisi tersebut di depan kelas. Baiklah kita mulai fase demi fase. Fase pertama, guru menyajikan masalah. Tujuan fase ini agar par memahami masalah yang akan diinkuirikan. Penyajian masalah ini berupa informasi awal mengenai karya sastra, bisa berupa setting (landasan tumpul) atau yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra. Pada prinsipnya, fase ini harus mampu mendorong para siswa melahirkan sejumlah pertanyaan/masalah mengenai karya sastra yang sedang dipelajari. Pada fase ini guru bisa memberikan penjelasan antara lain sebagai berikut. swa 4.24 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA © "Anak-anak, sajak ini lahir karena keprihatinan penyairnya melihat betapa banyak para lulusan SMA - ketika itu, 1975, belum begitu banyak yang lulus perguruan tinggi - menganggu. Mereka tidak bisa apa-apa. Tidak banyak yang bisa mereka kerjakan. Karena apa? Mereka ingin bekerja di kantoran, di tempat- tempat yang bersih, tetapi mereka juga tidak punya kemampuan. Kerja kasar, mereka tidak mau, gengsi, tidak sesuai untuk ulusan SMA seperti mereka". Informasi awal ini jangan sampai pada pembicaraan mengenai tema dan imana penyair mewujudkan tema itu ke dalam puisi yang sebenarnya. Pembicaraan jangan dulu sampai pada bahasa puisi. Pada pembelajaran cerita rekaan perwujudan tema ini mungkin tidak hanya tampak pada bahasa karya sastra itu, tetapi juga tampak pada pemilihan latar, penentuan perwatakan, alur dan pengaluran, konflik, dan penyelesaian dan segala hal yang ada kaitannya dengan karya sastra itu. Fase kedua: perumusan hipotesis dan pengumpulan data. Fase ini dimulai dengan pertanyaan guru mengenai kesan umum para siswa terhadap karya sastra yang sedang dibicarakan dalam contoh ini mengenai sajak Rendra tadi. Kita - guru - bisa bertanya: "Kesan umum apa yang Kalian peroleh dari puisi "Seonggok Jagung di Kamar" karya Rendra tadi’?" Nah, pertanyaan mengenai kesan umum tadi sebenarnya dijawab dengan jawaban yang berupa hipotesis. Hipotesis ini jangan diartikan seperti hipotesis dalam penelitian-penelitian besar, tetapi berupa simpulan sementara mengenai suatu karya sastra, dalam hal ini contoh sajak "Seonggok Jagung di Kamar", karya Rendra. Para siswa diminta menuliskan hipotesis-hipotesis mereka di papan tulis. Tidak mesti seluruh siswa menuliskannya di papan tulis. Cukup misalnya 15-20 orang. Kemudian hipotesis-hipotesis tersebut dikelompokkan menjadi 2-3 hipotesis yang merangkum hipotesis-hipotesis tadi. Misalnya, setelah mereka menuliskan hipotesis-hipotesisnya diperoleh 2 hipotesis berikut sebagai hasil pengelompokan hipotesis-hipotesis tadi. 1. Pengangguran diakibatkan oleh karena mereka selama belajar hanya berusaha menghafalkan teori-teori. 2. Para lulusan SMA itu tidak mungkin menganggur bila mereka benar-benar belajar dalam arti sebenarnya. Bertolak dari hipotesis tadi, para siswa kita ajak menghimpun data mengenai karya sastra dengan cara mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang hanya dapat guru jawab dengan ya atau tidak. Jika mereka mengajukan pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan ya atau tidak, guru meminta kepada @ PBIN4219/MODUL 4 4.25 mereka agar merumuskan pertanyaan yang dapat dijawab dengan ya atau tidak saja. Guru pada fase ini hanya sebagai sumber informasi agar mereka mampu merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan menjawab pertanyaan. Misalnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sebagai berikut. 1. "Apakah para pemuda yang kurang sekolahan itu lebih siap bekerja apa adanya?" dijawab, "y 2. "Bukankah kalau anak tamatan SMA itu belajar benar-benar ia akan lebih siap bekerja?" dijawab, "ya" 3. "Apakah. gadis-gadis itu mer: gengsi bekerja?" dijawab "tidak" Semakin banyak pertanyaan yang bisa dirumuskan, semakin banyak data yang diperoleh para siswa. Dengan demikian, kemungkinannya semakin mudah mereka menarik simpulan. Kegiatan merumuskan pertanyaan sebagai upaya mengumpulkan data ini sebenarnya merupakan inti inkuiri model Schuman. Dari pertanyaan-pertanyaan yang mereka rumuskan secara tidak langsung mereka akan sampai pada pembicaraan mengenai tema puisi/karya sastra dan juga bahasa puisi atau unsur-unsur puisi lainnya. Setelah data terkumpul lengkap para siswa dengan bimbingan guru-bila benar-benar perlu saja- berusaha menarik simpulan mengenai karya sastra, dalam hal ini puisi yang sedang kita bicarakan. Dengan demikian, mereka melakukan fase ketiga, yaitu fase pengakhiran. Fase ini sebenarnya bisa dipercepat dan dilakukan secara bersamaan dengan fase kedua dengan cara menolak hipotesis-hipotesis yang tidak disepakati karena terlalu menyimpang dari karya sastra yang dibicarakan. Secara spontan mereka juga sebenarnya bisa menarik simpulan sementara ketika mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Selanjutnya guru bisa melakukan pengukuhan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa ketiga fase tersebut sebenarnya berinti pada kegiatan perumusan dan pengujian hipotesis. Perumusan hipotesis bertolak dari informasi awal dan pertanyaan mengenai kesan umum karya sastra dari guru, sedangkan pengujian hipotesis berawal dari perumusan pertanyaan siswa mengenai karya sastra - yang dijawab guru dengan ya atau tidak - dan penarikan simpulan berdasarkan data mengenai karya sastra. Dari uraian terdahulu dapat ditarik simpulan bahwa model inkuiri Schuman ini lebih berorientasi kepada proses daripada kepada isi. Demikianlah secara ringkas Anda telah mengikuti uraian mengenai teori- teori pembelajaran apresiasi sastra dalam modul ini. Agar Anda paham benar 4.26 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA @ penerapan teori-teori pembelajaran apresiasi sastra tersebut, Anda dipersilakan mempelajari modul-modul selanjutnya, terutama modul 6-8. wT LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan secara singkat fase-fase pembelajaran apresiasi sastra menurut Schuman! 2) Jelaskan langkah-langkah inkuiri Schuman! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Fase-fase pembelajaran apresiasi sastra menurut Schuman adalah: a. pengujian masalah; b. perumusan hipotesis dan pengumpulan data; c. pengakhiran, 2) Langkah-langkah inkuiri Schuman adalah: a. _identifikasi masalah; hipotesis kemungkinan pemecahan masalah; pengumpulan data untuk menguji hipotesis; revisi hipotesis; pengulangan langkah (c) dan (d) sampai sebuah hipotesis untuk semua data ditemukan. b, & d. e. RANGKUMAN Lima langkah model Inkuiri Schuman adalah (1) identifikasi masalah; (2) hipotesis kemungkinan pemecahan masalah; (3) pengumpulan data untuk menguji hipotesis; (4) revisi hipotesis; (5) pengulangan langkah (3) dan (4) sampai sebuah hipotesis untuk semua data ditemukan. Kelima langkah tersebut bisa dirangkum ke dalam tiga fase berikut, yaitu (1) penyajian masalah; (2) perumusan hipotesis dan pengumpulan data; (3) pengakhiran. @ PBIN4219/MODUL 4 4.27 4 TES FORMATIF 3 2) 4) 5) 6) Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! Pada dasarnya model Inkuiri Schuman adalah .... A. induktif B, deduktif C. deduktif dan induktif D, kadang-kadang deduktif, kadang-kadang induktif Langkah pertama model inkuiri Schuman adalah .. A. hipotesis B._pengolahan data C. pengumpulan data D. identifikasi masalah Model inkuiri Schuman berorientasi pada .... A. proses B. hasil Cc. isi D. metode Kelima langkah Schuman tadi dirangkum, oleh Rizanur Gani menjadi 3 fase berikut .... A. pendahuluan, pengolahan data, pengakhiran B. penyajian masalah, pengolahan, pengakhiran C. penyajian masalah, perumusan hipotesis dan pengumpulan data, pengakhiran D._ penyajian masalah, pembahasan, pengakhiran Pengakhiran bisa dilakukan dengan cara . A. mengolah data B. penyelesaian hipotesis CC. perumusan simpulan D. perumusan pertanyaan Pada fase kedua pertanyaan yang harus dirumuskan ialah .... A. pertanyaan yang bisa dijawab dengan ya B, pertanyaan yang bisa dijawab dengan tidak C. pertanyaan yang bisa dijawab dengan uraian D. pertanyaan yang bisa dijawab dengan ya atau tidak 4.28 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA @ 7) Pada tahap pengakhiran hal terakhir yang harus dilakukan guru adalah .... A. pengukuhan B.penambahan C. penyuntingan D. pengulangan 8) Simpulan yang dirumuskan harus dilakukan oleh .. A. guru B. murid C. murid atas petunjuk guru D. murid dengan bantuan guru 9) Pertanyaan mengenai kesan umum suatu karya akhirmya membuat siswa melakukan .... A. perumusan hipotesis B. penyajian masalah C. penarikan simpulan D. pengolahan data 10) Pengumpulan data dilakukan dengan cara ... A. pencatatan gejala bahasa yang menarik pada karya sastra B, pengajuan pertanyaan mengenai keseluruhan karya sastra C. pencatatan gaya bahasa yang terdapat dalam karya sastra D. pencatatan tentang gejala kebahasaan pada karya sastra Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3. Jumlah Jawaban yang Benar | Tingkat penguasaan = 100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% =baik 70 - 79% =cukup <70% =kurang © PBIN4219/MODUL 4 4.29 Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang belum dikuasai. © PBINaZ19/MODUL 4 Kompleksitas isi Kompleksitas pengungkapan Paradigma Pengarah/director Ragam teks sastra Teks berlapis Teks dialog Teks monolog: 4.35 Glosarium keanekaragaman, kerumitan masalah yang diungkap dalam karya sastra keanekaragaman, kerumitan cara pengungkapan sesuatu yang membentuk kerangka berpikir orang yang mengarahkan berlangsungnya suatu kegiatan/peristiwa jenis-jenis teks karya sastra berupa puisi, prosa atau cerita rekaan, dan drama teks yang di dalamnya terdapat seorang penutur/pembicara yang menampilkan penutur/pembicara yang lain teks yang di dalamnya terdapat sekurang- kurangnya ada dua pembicara yang silih berganti/ saling merespon teks yang merupakan monolog si aku lirik tentang sesuatu 4.36 PENGAJARAN APRESIASI SASTRA @ Daftar Pustaka Aftarudin, Pesu. (1984). Pengantar Apresiasi Puisi. Bandung: Angkasa. Ahmadi, Muchsin, (1990). Strategi Belajar Mengajar Keterampilan Berbahasa dan Apresiasi Sastra. Malang: YA3. Alisjahbana, S. Takdir. (Peny.). (1984). Puisi Baru Hingga Perang Dunia I1Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat. Asmara, Adhy. (1981). Bimbingan Apresiasi: Bagaimana Baca Puisi. Yogyakarta: Nur Cahya. Asmara, Adhy. (1982). Apresiasi Puisi untuk Pemula. Yogyakarta: Nur Cahya. Dahlan, M.D. (Peny.). (1984). Model-model Mengajar: Beberapa Alternatif Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Diponegoro. Depdikbud, Tanpa Tahun. Cara Belajar Siswa Aktif: Konsep Dasar. Jakarta: Depdikbud Gani, Rizanur. Tanpa Tahun, Pengajaran Sastra Indonenesia: Respondan Analisis. Padang: Dian Dinamika Press. Gani, Rizanur. (1980). "Pengajaran Puisi”, dalam Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra. Th V nomor 3. Hoerip, Satyagraha. (Peny.). (1979). Cerita Pendek Indonesia Jilid IV. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Joyce, Bruce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun. (2000). Models of Teaching. Boston: A Person Education Company. Lubin, Mochtar. (1984). Bromocorah. Jakarta: Sinar Harapan. Moody, H.L.B. (1971). The Teaching of Literature. London: Longman Group. © PeINazi9/aDUL 4 4.37 Nadeak, Wilson. (1985). Pengajaran Apresiasi untuk Sekolah Lanjutan Atas. Bandung: Sinar Baru. Nasution, S. 1984, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bina Akasara. Oemaryati, Boen S. (1979). "Pengajaran Apresiasi Sastra di Sekolah Lanjutan Atas", dalam Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra. Tahun V Nomor 3. Rahmanto, B. (1988). Merode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Rosidi, Ajip. (Peny.). (1979). Laut Biru Langit Biru. Jakarta: Pustaka Jaya. Rusyana. (1984). Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: Diponegoro. Sujiman, Panuti. (1992). Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Suharianto, S. (1981). Pengantar Apresiasi Puisi. Surakarta: Widya Duta. Sumardi, dkk. (1985). Pedoman Pengajaran Apresiasi Puisi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Sumardjo, Jakob. (1979). "Sebuah Saran Tentang Model Buku Apresiasi Sastra di Sekolah Lanjutan Atas", dalam Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra. Tahun V. Nomor 2. Suryadi A.G. Linus (Peny.). (1987). Tonggak: Antologi Puisi Indonesia Modern jilid IT, Jakarta: Gramedia. Sujtjno. (1985). Teknik Pengajaran Apresiasi Sastra dan Kemampuan Bahasa. Jakarta: Hanindita.

Anda mungkin juga menyukai