Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Pemikiran Filsafat Pendidikan


(Socrates, Plato, Aristotoles)

Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan


Dosen pengampu : Rofiazka Fahmi Huda, S.Pd.I, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 1 :


Muhibuddin (A1B323032)
Muhammad Ariq Fakhri (A1B323034)
Muhammad Haikal Al-Faqih (A1B323024)
Raden Debatata Abdurahman Hafiz (A1B323020)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah kami yang berjudul “Pemikiran Filsafat Pendidikan (Socrates, Plato, Aristotoles)”
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 23 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ....................................................................................... iii
B. Rumusan Masalah ................................................................................. iii
C. Tujuan Pembahasan ............................................................................... iii

BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi dan Pemikiran Socrates Tentang Filsafat Pendidikan ........... 1
..................................................
B. Biografi dan Pemikiran Plato Tentang Filsafat Pendidikan ................. 3
C. Biografi dan Pemikiran Aristotoles Tentang Filsafat Pendidikan ........ 7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ........................................................................................... 11
B. Saran ..................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu pandangan dunia dan umumnya suatu pandangan teoritis tidak pernah
melayang-layang di udara. Setiap pemikiran teoritis mempunyai hubungan erat dengan
lingkungan dimana pemikiran itu dijalankan. Itu benar juga bagi permulaan pemikiran
teoritis, yaitu lahirnya filsafat di Yunani dalam abad ke-6 sebelum masehi. Supaya jangan
ada salah paham, dengan segera harus ditambah disini bahwa bagi seorang Yunani filsafat
tidak merupakan suatu ilmu disamping ilmu-ilmu lain, melainkan meliputi segala
pengetahuan ilmiah.
Tanah Yunani adalah tempat persemaian dimana pemikiran ilmiah mulai
bertumbuh. Kiranya sudah jelas bahwa filsafat dan ilmu pengetahuan di Yunani tidak
dapat dimengerti dengan hanya mengetahui sedikit kebudayaan Yunani, tapi lebih dari itu
kita dapat mengetahui filsafat Yunani dari pemikiran tokoh-tokohnya yang terkemuka
seperti Socrates, Plato serta Aristoteles.
Banyak pemikiran-pemikiran dari para filsuf Yunani yang dapat kita jadikan sebagai
pelajaran terutama dalam pendidikan. Terlebih kita yang insyaallah akan menjadi seorang
pendidik nantinya tentu harus memahami betul tentang nilai-nilai filosofis dari pendidikan
itu sendiri.
Di dalam makalah ini, pemakalah menyajikan materi tentang biografi dan pemikiran
tiga tokoh besar dan terkemuka di Yunani yang tentunya tidak asing lagi terdengar di
telinga kita yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Mudah-mudahan kita dapat mengambil
pelajaran yang berharga dari pemikiran-pemikiran mereka.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Bagaimana biografi Socrates, Plato dan Aristoteles?
2. Bagaimana pemikiran filsafat pendidikan menurut Socrates, Plato dan Aristoteles?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui biografi Socrates, Plato dan Aristoteles.
2. Untuk mengetahui pemikiran dari Socrates, Plato dan Aristoteles tentang filsafat
pendidikan.

iv
iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi dan Pemikiran Socrates Tentang Filsafat Pendidikan


1. Biografi Socrates
Socrates (Yunani: Σωκράτης, Sǒcratēs) (470 SM - 399 SM) adalah filsuf dari
Athena, Yunani dan merupakan salah satu figur paling penting dalam tradisi filosofis
Barat. Socrates lahir di Athena, dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat
besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato,
dan Plato pada gilirannya juga mengajar Aristoteles. Semasa hidupnya, Socrates tidak
pernah meninggalkan karya tulisan apapun sehingga sumber utama mengenai
pemikiran Socrates berasal dari tulisan muridnya, Plato.
Socrates diperkirakan lahir dari ayah yang berprofesi sebagai seorang pemahat
patung dari batu (stone mason) bernama Sophroniskos. Ibunya bernama Phainarete
berprofesi sebagai seorang bidan, dari sinilah Socrates menamakan metodenya
berfilsafat dengan metode kebidanan nantinya. Socrates beristri seorang perempuan
bernama Xantippe dan dikaruniai tiga orang anak.
Secara historis, filsafat Socrates mengandung pertanyaan karena Socrates sediri
tidak pernah diketahui menuliskan buah pikirannya. Apa yang dikenal sebagai
pemikiran Socrates pada dasarnya adalah berasal dari catatan Plato, Xenophone (430-
357) SM, dan siswa-siswa lainnya. Yang paling terkenal diantaranya adalah
penggambaran Socrates dalam dialog-dialog yang ditulis oleh Plato.
Socrates dikenal sebagai seorang yang tidak tampan, berpakaian sederhana,
tanpa alas kaki dan berkelilingi mendatangi masyarakat Athena berdiskusi soal
filsafat. Dia melakukan ini pada awalnya didasari satu motif religius untuk
membenarkan suara gaib yang didengar seorang kawannya dari Oracle Delphi yang
mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih bijak dari Socrates. Merasa diri tidak
bijak dia berkeliling membuktikan kekeliruan suara tersebut, dia datangi satu demi
satu orang-orang yang dianggap bijak oleh masyarakat pada saat itu dan dia ajak
diskusi tentang berbagai masalah kebijaksanaan. Metode berfilsafatnya inilah yang dia
sebut sebagai metode kebidanan. Dia memakai analogi seorang bidan yang membantu
kelahiran seorang bayi dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya
pengetahuan melalui diskusi panjang dan mendalam.

1
Dia selalu mengejar definisi absolut tentang satu masalah kepada orang-orang
yang dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap kali orang yang diberi pertanyaan
gagal melahirkan definisi tersebut. Pada akhirnya Socrates membenarkan suara gaib
tersebut berdasar satu pengertian bahwa dirinya adalah yang paling bijak karena
dirinya tahu bahwa dia tidak bijaksana sedangkan mereka yang merasa bijak pada
dasarnya adalah tidak bijak karena mereka tidak tahu kalau mereka tidak bijaksana.
Cara berfilsatnya inilah yang memunculkan rasa sakit hati terhadap Socrates
karena setelah penyelidikan itu maka akan tampak bahwa mereka yang dianggap bijak
oleh masyarakat ternyata tidak mengetahui apa yang sesungguhnya mereka ketahui.
Rasa sakit hati inilah yang nantinya akan berujung pada kematian Socrates melalui
peradilan dengan tuduhan merusak generasi muda. Sebuah tuduhan yang sebenarnya
bisa dengan gampang dipatahkan melalui pembelaannya sebagaimana tertulis dalam
Apologi karya Plato. Socrates pada akhirnya wafat pada usia tujuh puluh tahun dengan
cara meminum racun sebagaimana keputusan yang diterimanya dari pengadilan
dengan hasil voting 280 mendukung hukuman mati dan 220 menolaknya.
Socrates sebenarnya dapat lari dari penjara, sebagaimana ditulis dalam Krito,
dengan bantuan para sahabatnya namun dia menolak atas dasar kepatuhannya pada
satu "kontrak" yang telah dia jalani dengan hukum di kota Athena. Keberaniannya
dalam menghadapi maut digambarkan dengan indah dalam Phaedo karya Plato.
Kematian Socrates dalam ketidakadilan peradilan menjadi salah satu peristiwa
peradilan paling bersejarah dalam masyarakat Barat di samping peradilan Yesus
Kristus.
2. Pemikiran Socrates Tentang Filsafat Pendidikan
Sacrotes merupakan pemikir besar kuno yang memiliki gagasan-gagasan
filosofisnya dan pengajarannya dalam dunia pendidikan. Prinsip-prinsip dasar
pendidikan menurut Sacrotes adalah metode dialektis, dasar teknis pendidikan yang
direncanakan dan mendorong seseorang belajar untuk berfikir cermat, untuk menguji
coba diri sendiri dan untuk memperoleh pengetahuannya.
Tujuan pendidikan merangsang penalaran yang cermat dan disiplinmental yang
akan menghasilkan perkembangan intelektual yang terus-menerus dan standar moral
yang tinggi.
Socrates menekankan pentingnya argumentasi dan pemikiran kritis dalam
berpikir. Plato menekankan perlunya untuk selalu mencari “kebenaran” dan
mempertahankan pemikiran kritis. Sedangkan Aristoteles, murid dari Plato dan guru

2
dari Alexander Agung, mengembangkan pemikiran “kategoris” dimana segala sesuatu
harus dapat didefinisikan dan dikategorikan.
Socrates adalah seorang filosof dengan coraknya sendiri. Ajaran filosofinya tak
pemah dituliskannya, melainkan dilakukannya dengan perbuatan, dengan cara hidup.
Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya. Jika ditilik benar-benar, ia malah tidak
mengajarkan filosofi, melainkan hidup berfilosofi. Bagi dia filosofi bukan isi, bukan
hasil, bukan ajaran yang berdasarkan dogma, melainkan fungsi yang hidup.
Filosofinya mencari kebenaran.
Tujuan filosofi Socrates ialah mencari kebenaran yang berlaku untuk selama-
lamanya. Di sini berlainan pendapatnya dengan guru-guru sofis, yang mengajarkan,
bahwa semuanya relatif dan subyektif dan harus dihadapi dengan pendirian yang
skeptis.
Socrates juga berpendapat, bahwa dalam mencari kebenaran itu ia tidak memikir
sendiri, melainkan setiap kali berdua dengan orang lain, dengan jalan tanya jawab,
orang yang kedua itu tidak dipandangnya sebagai lawannya, melainkan sebagai kawan
yang diajak bersama-sama mencari kebenaran. Kebenaran harus lahir dari jiwa kawan
bercakap itu sendiri. Ia tidak mengajarkan, melainkan menolong mengeluarkan apa
yang tersimpan di dalam jiwa orang. Sebab itu metodenya disebut maieutik.
Socrates mencari kebenaran yang tetap dengan tanya-jawab sana dan sini, yang
kemudian dibulatkan dengan pengertian, maka jalan yang ditempuhnya ialah metode
induksi dan definisi. Kedua-duanya itu bersangkut-paut induksi yang menjadi metode
Socrates ialah memperbandingkan secara kritis. Ia tidak berusaha mencapai dengan
contoh dan persamaan, dan diuji pula dengan saksi dan lawan saksi.
B. Biografi dan Pemikiran Plato Tentang Filsafat Pendidikan
1. Biografi Plato
Plato dilahirkan sekitar tahun 428/427 SM di Athena. Dan meninggal di sana
pada tahun 347 SM. Dalam usia 80 tahun. dia berasal dari keluarga bangsawan. Salon
(abad ke-6 SM), sang pemberi hukum bagi Athena, adalah salah satu kakek dari sisi
ibunya. Sementara dari pihak ayahnya, ia masih keturunan raja terakhir Athena. Plato
memiliki dua saudara ( Adimantes dan Glaukon ) serta satu saudari (Potone). Saat
Plato lahir, Athena merupakan sebuah Kota yang paling berkuasa di Yunani dengan
sistem demokrasi. Kekuatan militer dan maritimnya nomor satu, kultur intelektual dan
artistiknya jauh mengatasi polis-polis lain di Yunani. Dia masih mudah ketika Athena
kalah perang, dan dia menunjuk sistem demokrasi lah penyebab kekalahan itu.

3
Pelajaran yang diperolehnya dimasa kecilnya. Selain dari pelajaran umum, ialah
menggambar dan melukis, belajar musik dan puisi. Ketika beranjak dewasa ia sudah
pandai membuat karangan yang bersajak.
Pada masa anak-anaknya plato mendapat pendidikan dari guru-guru filosofi.
pelajaran filosofi mula-mula diperolehnya dari Kratylos. Kratylos dahulunya adalah
murid Herakleitos. Sejak berumur 20 tahun Plato mengikuti pelajaran Socrates.
Pelajaran itulah yang memberi kepuasaan baginya. Pengaruh Socrates makin hari
makin mendalam padanya. Ia menjadi murid socrates yang setia. Sampai pada akhir
hidupnya socrates tetap menjadi pujaanya.
Plato mempunyai kedudukan yang istimewa sebagai seorang filosof. Ia pandai
menyatukan puisi dan ilmu, seni dan filosofi. Pandangan yang dalam dan abstrak
sekali pun dapat dilukiskannya dengan gaya bahasa yang indah. Tidak ada seorang
filosof sebelumnya yang dapat menandinginya dalam hal ini. Ketika socrates
meninggal, ia sangat sedih dan menamakan dirinya seorang anak yang kehilangan
bapak.
Tak lama sesudah socrates meninggal, Plato pergi dari Athena. Itulah permulaan
ia mengembara dua belas tahun lamanya, dari tahun 399 SM-387 SM. Mula-mula ia
pergi ke Megara, tempat Euklides mengajarkan filosofinya. Di ceritakan bahwa di
Megara ia mengarang beberapa dialog, yang mengenai berbagai macam pengertian
dalam masalah hidup, berdasarkan ajaran Socrates.
Di Megara ia pergi ke Kyrena, di mana ia memperdalam pengetahuannya
tentang matematik pada seorang guru yang bernama Theodoros. Di sana juga ia
mengajarkan filosofi dan mengarang buku-buku. Plato juga sempat di penjara dan
dijual sebagai budak. Tetapi nasib yang baik bagi Plato, di pasar budak ia dikenal oleh
seorang bekas muridnya, Annikeris dan ditebusnya. Kemudian peristiwa itu diketahui
oleh sahabat-sahabat dan pengikut-pengikut Plato di Athena. Mereka bersama-sama
mengumpulkan uang untuk mengganti harga penebus yang dibayar oleh Annikeris.
Tetapi dia menolak penggantian itu dengan berkata “Bukan tuan-tuan saja yang
mempunyai hak untuk memelihara Plato.” Akhirnya uang yang terkumpul itu
dipergunakan untuk membeli sebidang tanah yang kemudian diserahkan kepada Plato
untuk dijadikan lingkungan sekolah tempat ia mengajarkan filosofinya. Tempat itu
diberi nama “Akademia”. Di situlah Plato, sejak berumur 40 tahun, pada tahun 387
SM. Sampai meninggalnya dalam usia 80 tahun, mengajarkan filosofinya dan
mengarang tulisan-tulisan yang tersohor sepanjang masa.

4
2. Pemikiran Plato Tentang Filsafat Pendidikan
Inti pemikiran filsafat Plato adalah menyelesaikan perbedaan pendapat tentang
mana yang benar antara yang berubah-ubah (Heracleitos) atau yang tetap
(Parmenides), mana yang benar antara pengetahuan inderawi (pengetahuan
pengalaman bersifat tidak tetap berubah) atau pengetahuan yang lewat akal (
pengetahuan akal bersifat tetap tidak berubah), Plato mengemukakan bahwa ajaran
dan pemikiran Heracleitos itu benar tetapi hanya berlaku pada dunia pengalaman,
sebaliknya pendapat Parmenides juga benar tetapi hanya pada dunia ide yang hanya
dapat dipikirkan oleh akal.
Sebagai puncak pemikiran filsafat Plato adalah pemikirannya tentang negara,
yang tertera dalam Polites dan Nomoi. Pemikirannya tentang negara ini Sebagai upaya
Plato untuk memperbaiki keadaan negara yang dirasakan buruk.
Menurut Plato, pendidikan anak-anak dari umur 10 tahun keatas menjadi urusan
negara, supaya mereka terlepas dari pengaruh orang tuanya. Dasar yang terutama bagi
pendidikan anak-anak adalah gymnastic (senam) dan musik, sehingga menghasilkan
manusia yang berani yang diperlukan bagi calon penjaga, setelah itu diberikan
pelajaran membaca, menulis dan berhitung seperlunya saja. Dari usia 14-16 tahun
anak-anak diajarkan musik dan puisi serta mengarang bersajak, tujuannya untuk
menanamkan dalam jiwa manusia perasaan yang halus dan budi yang halus. Usia 16-
18 tahun anak diberi pelajaran matematika untuk mendidik jalan pikirannya, dan
diajarkannya pula dasar-dasar agama dan adab sopan supaya dikalangan mereka
tertanam rasa persatuan. Plato mengatakan bahwa suatu bangsa tidak akan kuat, kalau
ia tidak percaya pada Tuhan. Usia 18-20 tahun pemuda mendapat didikan militer.
Beberapa pemikiran Plato yang penting dalam dunia pendidikan, antara lain:
a. Pendidikan sebagai proses maupun hasil. Sebagai proses, pendidikan memiliki
tugas dan fungsi menyiapkan warga untuk kemampuannya hidup di masyarakat.
Fungsi ini didelegasikan pada sekolah karena diasumsikan bahwa manusia dibagi
kedalam tiga kelas yang yang berbeda. Jadi kebutuhan dibedakan oleh masing-
masing individu bertanggungjawab dan fungsi sekolah diletakkan pada tempat yang
proporsional. Selanjutnya sebagai hasil, sekolah memiliki fungsi “turning out”
yakni menghasilkan individu yang mampu berkontemplasi dengan alam ide yang
abstrak, raja philosof, yang menjadikan sesuatu itu sesuai dengan seluruh
keuntungan pengetahuan yang benar dari kebaikan yang absolute. Pandangan ini
terkesan klasik. Plato justru terkenal dan meletakkan pandangan baru bagi para ahli

5
bahwa filsafat diperuntukkan juga untuk memberi perlakuan pada masalah
pendidikan.
b. Belajar adalah proses menemukan dimana pelajar dirangsang untuk
mengemukakan kembali kebenaran yang telah dipresentasikan melalui pikirannya.
Hal ini didasari pada kenyataan bahwa full day school tak sekedar memaksa siswa
belajar dari pagi sampai sore, tapi tentu materinya lebih banyak, lebih variatif, dan
kemungkinan lebih mendalam.
c. Tak hanya itu, yang pasti full day school tentu lebih mahal biayanya daripada
sekolah biasa. Hal yang dikuatirkan adalah siswa menjadi jenuh belajar seharian.
Tak hanya dibatasi dalam lingkup sekolah yang sering kali menjauhkan dari realita
kehidupan, tetapi ketika materi yang diberikan terlalu banyak, apalagi dengan
konsep yang tak menarik hati, maka sisiwa akan kian jenuh. Padahal kejenuhan
dalam belajar adalah awal resistensi pada materi yang diberikan. Perlu disadari
kiranya bahwa siswa-siswa tak semuanya tahan dalam “penjara” sekolah, karena
ada yang berkarakter pemberontak, tak semua siswa mampu menyerap banyak
materi, karena berbedanya kecerdasan, tak semua siswa mau mempelajari semua,
karena bervariasinya potensi dan bakat sebagaimana dikemukakan oleh Howard
Gardner dalam konsep multiple intelligence-nya.
d. Ini adalah sebentuk eksploitasi siswa oleh lembaga pendidikan bersangkutan.
Padahal siswa mempunyai hak untuk mengaktualisasi-kan diri, berekspresi,
termasuk bermain-main terutama pada usia anak-anak. Dengan konsep sekolah
sehari penuh, anak juga menjadi korban idealism visi pendidikan dan juga arogansi
orang tua yang “memaksa” anaknya jadi yang terbaik. Bukankah ketika ingin
memberi yang terbaik tak perlu dengan memaksa, tapi dengan menyesuaikan
potensi, bakat, dan kemampuan? Begitu pula dengan sekolah. Tak perlu
“memaksa” siswa belajar seharian, yang perlu dilakukan adalah bagaimana caranya
agar siswa menjadi senang belajar, hingga saat yang paling dibencinya justru ketika
waktu belajar usaidan liburan tiba.
e. Tujuan pendidikan. Pendidikan yang menitikberatkan pada idealisme akan
merumuskan tujuan pendidikan sebagai pencapaian manusia yang berkepribadian
mulia dan memiliki taraf hidup kerohanian yang tinggi dan ideal.
f. Guru hendaknya menjadi contoh moral dan budaya terhadap nilai-nilai yang
mewakili ekspresi individu yang tertinggi dan terbaik serta pengembangan
kemanusiaan.

6
g. Peserta didik. Peserta didik dipandang sebagai suatu diri mikrokosmik (jagad kecil)
yang berada dalam proses menjadi (becoming) yang lebih mirip dengan diri absolut.
Oleh karenanya peserta didik akan berjuang serius demi mencapai kesempurnaan
karena person ideal adalah sesuatu yang sempurna.
C. Biografi dan Pemikiran Aristotoles Tentang Filsafat Pendidikan
1. Biografi Aristotoles
Aristoteles adalah salah seorang murid Plato, dia dilahirkan di Stageira Yunani
utara pada tahun ( 384 322 SM); Bapaknya seorang dokter pribadi Amyntas II Raja
Makedonia. Pada usia sekitar kurang lebih 18 tahun ia dikirim ke Athena untuk belajar
pada sekolah Akademia Plato selama kurang lebih 20 tahun. Dan sebagai murid yang
taat dipercayakan oleh Plato untuk mengajar di sekolah Assos dan disinilah dia dapat
memperisterikan Pythias. Di Assos dan Mytilene Aristoteles mengadakan riset dalam
bidang biologi dan zoologi dan dapat menerbitkan satu buku yang bernama “Historia
Animalium “.
Pada tahun 342 Aristoteles mendapat kepercayaan dari Raja Phylippos
makedonia untuk menanggung pendidikan anaknya Alexander. Setelah Alexander
menggantikan ayahnya sebagai Raja, maka Aristoteles sempat menulis karya bagi
Alexander dengan dua judul : (a). Perihal Monarki. (b). Tentang pendirian perantauan.
Setelah kembali ke Athena dengan bantuan dari Makedonia, Aristoteles
mendirikan sekolah yang dinamai Lykeion dan sekaligus membentuk perpustakaan
yang mengumpulkan macam macam manuskrip dan peta bumi, menurut keterangan
Strabo (sejarahwan Yunani-Romawi) bahwa Perpustakaan itu merupakan
perpustakaan pertama dalam sejarah manusia.
Selanjutnya Aristoteles juga membuka satu museum yang dapat mengumpulkan
benda-benda yang cukup menarik perhatian khalayak terutama dalam bidang biologi
dan zoologi , salah satu hal pengayaan ilmiyah yang diusahakan dalam bidang tersebut
adalah adanya Alexander memberi bantuan besar dengan memerintahkan semua
pemburu, penangkap unggas, nelayan dalam kerajaannya agar membuat koleksi dan
melaporkan kepada Aristoteles semua hasil yang diperoleh untuk menarik dari sudut
ilmiyah.
Dalam perjalanan sejarah kehidupan Aristoteles dia dapat melakukan
perkawinan dua kali setelah isterinya meninggal , maka dia menikahi Herpyllis dan
diperoleh seorang anak laki-laki bernama Nikomakhos, namun setelah Alexander
meninggal, Aristoteles kena tuduhan sebagai “asebeia” (pendurhaka) dan disuruh

7
meletakkan kepemimpinannya pada sekolah Lykeion dan terus melarikan diri
ketempat ibunya, dan tahun berikutnya ia jatuh sakit dan meninggal sekitar usia 63
tahun.
2. Pemikiran Aristotoles Tentang Filsafat Pendidikan
Aristoteles adalah murid Plato. Pendidikan harus didapatkan oleh setiap orang
agar ia hidup baik. Pendidikan bukanlah semata-mata soal akal tetapi member
bimbingan kepada perasaan-perasan yanglebih tinggi supaya mengarah diri kepada
akal, sehingga dapat dipakai akal guna mengatur nafsu-nafsu. Pendidikan yang baik
adalah yang mempunyai tujuan untuk kebahagiaan, kebahagiaan tertinggi adalah
kebahagiaan spekulatif.
Prinsip pokok pendidikan adalah pengumpulan serta penelitian fakta-fakta suatu
belajar induktif, suatu pencarian objektif akan kebenaran sebagai dasar dari semua
ilmu pengetahuan Aristoteles adalah murid Plato. Filsafat Aristoteles berkembang
pada waktu ia memimpin Lyceum. yang mencakup enam karya tulisnya yang
membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling
penting, selain kontribusinya di bidang metafisika, fisika, etika, politik, kedokteran
dan ilmu alam.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan
mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini
menggambarkan kecenderungannya akan analisa kritis, dan pencarian terhadap hukum
alam dan keseimbangan pada alam. Plato menyatakan teori tentang bentuk-bentuk
ideal benda, sedangkan Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa
bentuk karena ia ada (eksis). Selanjutnya ia menyatakan bahwa bentuk materi yang
sempuma, murni atau bentuk akhir, adalah apa yang dinyatakannya sebagai theos,
yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan.
Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning),
yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang
logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula
pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Meskipun sebagian besar ilmu pengetahuan yang dikembangkannya terasa lebih
merupakan penjelasan dari hal-hal yang masuk akal (common-sense explanation),
banyak teori-teorinya yang bertahan bahkan hampir selama dua ribu tahun lamanya.
Hal ini terjadi karena teori-teori tersebut karena dianggap masuk akal dan sesuai

8
dengan pemikiran masyarakat pada umumnya, meskipun kemudian ternyata bahwa
teori-teori tersebut salah total karena didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru.
Dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada
pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan
pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas
pada abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135- 1204), dan dengan
teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (1126-1198) Bagi manusia abad pertengahan,
Aristoteles tidak saja dianggap sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan
metafisika, melainkan juga dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan,
atau “the master of those who know”, sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh
Dante Alighieri.
Pemikiran kefilsafatan memiliki ciri-ciri khas (karateristik) tertentu, sebagian
besar filosof berbeda pendapat mengenai karateristik pemikiran kefilsafatan. Apabila
perbedaan pendapat tersebut dipahami secara teliti dan mendalam, maka karateristik
pemikiran kefilsafatan tersebut terdiri dari:
Menurut Aristoteles tujuan tertinggi yang dicapai ialah kebahagiaan (eudaimonia),
Kebahagiaan ini bakan kebahagiaan yang subjektif, tetapi suatu keadaan yang
sedemikian rupa, sehingga segala sesuatu yang termasuk keadaan bahagia itu terdapat
pada manusia. Tujuan yang dikejar adalah demi kepentingan diri sendiri, bukan demi
kepentingan orang lain. Isi kebahagiaan tiap makhluk yang berbuat ialah, bahwa
perbuatan sendiri bersifatnya khusus itu disempurnakan. Jadi kebahagiaan manusia
terletak disini, bahwa aktifitas yang khas miliknya sebagai manusia itu
disempurnakan. Padahal ciri khas manusia ialah bahwa ia adalah makhluk rasional.
Jadi puncak perbuatan kesusilaan manusia terletak dalam perkiraan murni
Kebahagiaan manusia yang tertinggi, yang dikejar oleh tiap manusia ialah berpikir
murni. Tetapi puncak itu hanya dicapai oleh para dewa, manusia hanya dapat mencoba
mendekatinya dengan mengatur keinginannya.
Aristoteles menegaskan bahwa ada dua cara untuk mendapatkan kesimpulan demi
memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru, yaitu metode rasional-deduktif dan
metode empiris-induktif. Dalam metode rasional-deduktif dari premis dua pernyataan
yang benar, dibuat konklusi yang berupa pernyataan ketiga yang mengandung unsur-
unsur dalam kedua premis itu. Inilah silogisme, yang merupakan fondasi penting
dalam logika, yaitu cabang filsafat yang secara khusus menguji keabsahan cara
berfikir. Dalam metode empiris-induktif pengamatan-pengamatan indrawi yang

9
sifatnya partikular dipakai sebagai basis untuk berabstraksi menyusun pernyataan
yang berlaku universal.
Aristoteles mengandalkan pengamatan inderawi sebagai basis untuk mencapai
pengetahuan yang sempuma. Itu berbeda dari Plato. Berbeda dari Plato pula,
Aristoteles menolak dualisme tentang manusia dan memilih “hylemorfisme”: apa saja
yang dijumpai di dunia secara terpadu merupakan pengejawantahan material “hyle”
sana-sini dari bentuk “morphe” yang sama. Bentuk memberi aktualitas atas materi
(atau substansi) dalam individu yang bersangkutan. Materi (substansi) memberi
kemungkinan “dynamis”, Latin: “potentia”) untuk pengejawantahan (aktualitas)
bentuk dalam setiap individu dengan cara berbeda-beda. Maka ada banyak individu
yang berbeda-beda dalam jenis yang sama. Pertentangan Herakleitos dan Parmendides
diatasi dengan menekankan kesatuan dasar antara kedua gejala yang “tetap” dan yang
“berubah”.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Socrates (470 SM – 399 SM) adalah filsuf dari Athena, Yunani. Cara berfilsafat
beliau di kenal dengan filsafat metode kebidanan. Salah satu stateman beliau adalah orang
yang merasa dirinya tidak bijak maka dia adalah orang yang bijak karena dia mengetahui
kebijakan begitu juga sebaliknya. Filsafat tersebutlah yang membuat para orang yang
dianggap bijak di daerah tersebut sakit hati dan kemudian menangkap Socrates yang
akhirnya Sokrates di hukum mati dengan cara meminum racun.
Plato (plateau) dapat berarti dataran tinggi (lahir sekitar 427 SM – meninggal sekitar
347 SM). Pemikiran Plato yang terpenting tentu saja adalah ilmunya mengenai ide. Dunia
fana.
Aristoteles (Bahasa Yunani: Aristotélēs), (384 SM – 322 SM) adalah seorang filsuf
Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander yang Agung. Pemikiran beliau terjadi
dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih belajar di Akademi Plato ketika
gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan
terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas
masalah logika.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan yang kami miliki. Oleh karena itu, mohon diberikan kritik dan sarannya
agar kami bisa membuat makalah lebih baik lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi Asmoro. 2003. Filsafat Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Choiri, Miftahul. 2008. Telaah Pemikiran Plato dan Kontribusinya dalam Pendidikan.
Ponorogo: Al-Tahrir
Hadiwijono Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius.
Hendrik jan Papar. 1996. Pengantar Filsafat. Yoyakarta: Kanisius.
K. Bertens. 1999. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
Melling, David. 2002. Jejak Langkah Pemikiran Plato. Jogjakarta: Bentang Budaya.
Muhammad Tang, dkk. 2021. Landasan Filosofis Pendidikan: Telaah pemikiran Socrates,
Plato, dan Aristotoles. Journal of Islamic Studies Review, 01(01), 50-51.
Mustansyir, Rizal. 1995. Filsafat Analitik: Sejarah Perkembangan dan Peranan Para
Tokohnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Nawawi. 2017. Tokoh Filsuf dan Era Keemasan Filsafat. Makassar: Pusaka Almaida.
Russell Bertrand. 2002. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

12

Anda mungkin juga menyukai