Anda di halaman 1dari 3

KRONOLOGI

Berita ini membahas kasus korupsi yang melibatkan Menteri Pertanian Republik
Indonesia, Syahrul Yasin Limpo, bersama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi
Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana
Kementan Muhammad Hatta. Dugaan korupsi ini terungkap berkat laporan dari masyarakat, dan
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) telah memulai proses penyelidikan dengan
mengumpulkan keterangan dari sejumlah orang dan alat bukti.

Terdapat tiga klaster dugaan korupsi di Kementan yang sedang diselidiki. Pertama,
penyalahgunaan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) keuangan negara. Kedua, dugaan jual beli
jabatan, dan ketiga, dugaan penerimaan gratifikasi. Dugaan korupsi ini melibatkan
penyalahgunaan kebijakan terkait kewajiban pungutan dan setoran sejak 2020. Kewajiban
setoran tersebut ditujukan kepada aparatus sipil negara di internal Kementan, dan setoran
tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi Syahrul dan keluarganya.

Dalam kasus ini, Syahrul diduga memerintahkan Kasdi dan Hatta untuk menarik setoran
uang dari pejabat eselon I dan II di Kementan. Setoran tersebut berupa tunai, transfer rekening
bank, dan gratifikasi berupa barang atau jasa. Sumber aliran dana setoran ini berasal dari
pencairan anggaran Kementan yang sebelumnya sudah digelembungkan. Selain itu, para pejabat
yang dimintai setoran juga mendapatkan dana dari vendor yang berhasil mendapatkan proyek di
Kementan.

Total uang yang diterima Syahrul dari dugaan korupsi ini mencapai sekitar Rp 13,9 miliar
dalam kurun waktu 2020-2023. Uang tersebut digunakan untuk membayar cicilan kartu kredit
dan cicilan kredit mobil Toyota Alphard.

Setelah sempat dilaporkan hilang kontak, Syahrul pulang ke Indonesia pada 5 Oktober
2023. Ia kemudian mengundurkan diri dari posisi Menteri Pertanian dan menyampaikan surat
pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno,
dengan alasan ingin fokus menjalani proses hukum. Setelah pengunduran diri tersebut, Johanis
Tanak, Wakil Ketua KPK, mengumumkan status tersangka bagi Syahrul, Kasdi, dan Hatta.
Syahrul kemudian ditahan oleh KPK untuk keperluan penyidikan selama 20 hari pertama hingga
2 November 2023. KPK juga akan menyelidiki seluruh aliran dana dugaan korupsi ini, termasuk
kepada keluarganya dan Partai Nasdem.

Dalam 1,5 pekan ini, energi publik tersedot untuk menyaksikan perseteruan antara
pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam hal ini Firli Bahuri, dengan bekas Menteri
Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Bermula dari penggeledahan rumah dan kantor Syahrul pada 4
Oktober lalu, kasus dugaan penyalahgunaan kekuasaan oleh Syahrul untuk mengumpulkan uang
demi kepentingan pribadi tersebut diikuti dengan beredarnya surat pemeriksaan dugaan
pemerasan oleh pimpinan KPK.
Firli diduga menerima uang senilai 1 miliar dollar Singapura dari Syahrul melalui
keponakannya, Kepala Poltabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar. Irwan sendiri sudah
diperiksa Polda Metro Jaya pada Rabu (12/10/2023). Kepala Polda Metro Jaya Inspektur
Jenderal Karyoto menegaskan bakal menyelesaikan kasus yang saat ini sudah berjalan. Firli
sendiri sudah membantah penerimaan uang tersebut.

Sementara itu, KPK akhirnya merilis penetapan Syahrul sebagai tersangka kasus dugaan
penyalahgunaan kekuasaan dengan cara menarik uang dari pejabat eselon I dan II dari realisasi
anggaran di Kementan yang sebelumnya digelembungkan. Selain Syahrul, KPK juga
menetapkan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (langsung ditahan) dan Direktur
Alat dan Mesin Pertanian pada Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan
Muhammad Hatta.

Pertanyaannya, benarkah ada upaya pemerasan dari pimpinan KPK kepada Syahrul
ataukah hal tersebut merupakan upaya untuk mengaburkan pengungkapan kasus dugaan korupsi
yang melibatkan Syahrul? Apakah pelaporan dugaan pemerasan tersebut merupakan sebuah
serangan balik terhadap KPK? Hal tersebut dibahas dalam Satu Meja The Forum dengan tema
”Kasak-kusuk Dugaan Korupsi Mantan Mentan” yang dipandu oleh Wakil Pemimpin Umum
Harian Kompas Budiman Tanuredjo, yang disiarkan di Kompas TV, Rabu (11/10/2023).

KRONOLOGI KASUS JONY G PLATE

Dalam salah satu kasus korupsi paling mencolok di Indonesia, Mantan Menteri
Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate bersama dengan delapan orang
lainnya didakwa merugikan negara sebesar Rp8 triliun. Kasus ini melibatkan dugaan
penyelewengan dana dalam pengadaan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G dan
infrastruktur pendukung paket 1-5 oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi
(BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) selama tahun 2020-2022.

Dalam dakwaannya yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada tanggal 27 Juni 2023, Johnny G Plate dan
para terdakwa lainnya diantaranya Yohan Suryanto (Direktur Utama PT Waskita Karya
Infrastruktur Digital), Anang Achmad Latif (Direktur Utama PT Palapa Timur Telematika),
Muhammad Yusriski (Direktur Utama PT Basis Utama Prima), Heriyanto Cahyono (Direktur
Utama PT Sinergi Lintas Artha), Irfan Taufique Rahman (Kepala Divisi Perencanaan dan
Pengadaan BAKTI Kominfo), Asep Pulungan (Kepala Pusat Data dan Informasi BAKTI
Kominfo), Muhammad Fajar Alamsyah (Pejabat Pembuat Komitmen BAKTI Kominfo), serta
Hendra Budi Cahyono (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan BAKTI Kominfo), didakwa
melakukan tindak pidana korupsi secara sistematis dan terencana.

Menurut dakwaan JPU, para terdakwa dituduh melakukan manipulasi dokumen


perencanaan dan pengadaan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya. Mereka juga
diduga memberikan suap kepada pihak-pihak terkait guna memastikan bahwa proyek tersebut
akan diberikan kepada mereka. Selain itu, para terdakwa diduga melakukan penggelapan dana
hasil korupsi, yang akhirnya menyebabkan kerugian negara mencapai jumlah yang sangat besar,
yaitu Rp8 triliun.

Namun, dalam eksepsinya yang dibacakan pada 4 Juli 2023, Johnny G Plate membantah
seluruh tuduhan yang diarahkan kepadanya oleh JPU. Dia dengan tegas menyatakan bahwa tidak
ada unsur kesengajaan dalam perbuatannya, menggambarkan bahwa dia merasa tidak bersalah
dalam kasus ini. Johnny juga memohon kepada majelis hakim agar membebaskannya dari
tahanan, berharap bahwa kebenaran akan terungkap dan dia akan dibebaskan dari segala tuduhan
yang dituduhkan kepadanya.

Saat ini, sidang perkara ini masih terus berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Masyarakat Indonesia menantikan hasil dari persidangan ini dengan harapan bahwa keadilan
akan ditegakkan dan pelaku korupsi akan dihukum sesuai dengan perbuatan mereka yang
merugikan negara dan rakyat. Kasus ini menjadi sorotan tajam di tengah-tengah masyarakat,
menunjukkan pentingnya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi untuk memastikan
transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pemerintahan. Semua mata kini tertuju pada
sistem peradilan, berharap bahwa kebenaran akan terungkap dan keadilan akan ditegakkan tanpa
pandang bulu bagi mereka yang terbukti bersalah dalam perbuatan korupsi ini.

OPINI ANDA TERKAIT HUKUMAN MATI ATAU DI MISKINKAN TERUNTUK


ORANG ORANG YANG TERJERAT KASUS KORUPSI?

Menanggapi hal tersebut saya beropini bahwasanya hukuman agar di miskinkan orang-
orang yang terjerat kasus korupsi lebih relevan ketimbang di hukum mati. Karena “hukuman
badan seberat apa pun, termasuk hukuman mati, tidak pernah akan menyurutkan keberanian
orang untuk korupsi, terutama para pemangku kekuasaan. Karena itulah pendekatan pemiskinan
koruptor menjadi relevan,”

Anda mungkin juga menyukai