Anda di halaman 1dari 4

.

Kaum Awam dalam Gereja Katolik


Istilah “Awam” diterjemahkan dari kata Yunani “Laikos” yang berarti bukan ahli. Dalam kaitan
dengan kehidupan agama Yahudi, kelompok “Awam” adalah anggota umat yang bukan golongan
Imam atau Levit yang terkenal sebagai ahli Kitab Suci (Taurat). Kompendium Ajaran Sosial
Gereja menjelaskan bahwa “ciri khas hakiki Kaum Awam beriman yang bekerja
di kebun anggur Tuhan (bdk.Mat 20:1-16) adalah corak sekular dari kemuridan mereka
sebagai orang Kristen, yang justru dilaksanakan di dalam dunia”. Fakta dalam kehidupan Gereja,
bagian terbesar dalam Gereja adalah Kaum Awam. Menurut Lumen Gentium art.31, Kaum Awam
adalah semua orang beriman Kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan Imam atau
berstatus religius yang diakui dalam Gereja. Jadi, kaum beriman Kristiani, berkat baptis telah
menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah. Dengan cara mereka sendiri,
mereka ikut mengemban tugas Imamat, kenabian, dan rajawi Kristus. Dengan demikian, sesuai
dengan kemampuannya mereka melaksanakan perutusan segenap umat Kristiani dalam Gereja
dan dunia.Tugas khas Kaum Awam adalah melaksanakan dan mewujudkan kabar baik di tengah-
tengah dunia, di mana kaum klerus dan biarawan-biarawati tidak dapat masuk ke dalamnya
kecuali melalui Kaum Awam.

Dewasa ini keterlibatan Kaum Awam dalam tugas menggereja dan memasyarakat semakin aktif.
Harus diakui bahwa masih ada Awam yang masih bersifat pasif,
menunggu perintah dari hierarki. Namun demikian, hal itu tidak mengurangi meningkatnya
partisipasi Kaum Awam dalam kegiatan kerasulan gerejani. Melalui pelajaran ini, para peserta
didik dibimbing untuk memahami siapa yang dimaksud dengan Kaum Awam dan apa yang
menjadi tugas khasnya dalam Gereja dewasa ini. Peserta didik juga dibimbing untuk memahami
makna, bentuk-bentuk keRasulan Awam serta apa dan bagaimana hubungan antara Awam dan
hierarki sebagai partner kerja yang sederajat untuk membangun Kerajaan Allah.

Siapakah Kaum Awam itu? “Yang dimaksud dengan istilah Awam disini ialah semua orang
beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan Imam atau status religius yang diakui
dalam Gereja. Jadi kaum beriman kristiani, yang berkat babtis telah menjadi anggota
tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas
Imamat, kenabian dan rajawi Kristus, dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka
melaksanakan perutusan segenap Umat kristiani dalam Gereja dan di dunia. Ciri khas dan
istimewa Kaum Awam yakni sifat keduniaannya. Sebab mereka yang termasuk golongan Imam,
meskipun kadang-kadang memang dapat berkecimpung dalam urusan-urusan keduniaan, juga
dengan mengamalkan profesi keduniaan, berdasarkan panggilan khusus dan tugas mereka
terutama diperuntukkan bagi pelayanan suci. Sedangkan para religius dengan status hidup
mereka memberi kesaksian yang cemerlang dan luhur, bahwa dunia tidak dapat diubah
dan dipersembahkan kepada Allah, tanpa semangat Sabda bahagia. Berdasarkan panggilan
mereka yang khas, Kaum Awam wajib mencari kerajaan Allah, dengan mengurusi hal-hal yang
fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, artinya: menjalankan
segala macam tugas dan pekerjaan duniawi, dan berada ditengah kenyataan biasa hidup
berkeluarga dan sosial. Hidup mereka kurang lebih terjalin dengan itu semua. Di situlah mereka
dipanggil oleh Allah, untuk menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan
dengan demikian ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia bagaikan dari
dalam. Begitulah mereka memancarkan iman, harapan dan cinta kasih terutama dengan
kesaksian hidup mereka, serta menampakkan Kristus kepada sesama. Jadi tugas mereka yang
istimewa yakni: menyinari dan mengatur semua hal-hal fana, yang erat-erat melibatkan mereka,
sedemikian rupa, sehingga itu semua selalu terlaksana dan berkembang menurut kehendak
Kristus, demi kemuliaan Sang Pencipta dan Penebus”. (Lumen Gentium, Art. 31)

Hubungan Kaum Awam dengan Hierarki: “Dari harta-kekayaan rohani Gereja Kaum Awam,
seperti semua orang beriman kristiani, berhak menerima secara melimpah melalui pelayanan para
Gembala hierarkis, terutama bantuan sabda Allah dan sakramen-sakramen. Hendaklah para
Awam mengemukakan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka
kepada para Imam, dengan kebebasan dan kepercayaan, seperti layaknya bagi anak-
anak Allah dan saudara-saudara dalam Kristus. Sekadar ilmu-pengetahuan, kompetensi dan
kecakapan mereka para Awam mempunyai kesempatan, bahkan kadang-kadang juga kewajiban,
untuk menyatakan pandangan mereka tentang hal-hal yang menyangkut kesejahteraan Gereja.
Bila itu terjadi, hendaklah itu dijalankan melalui lembaga-lembaga yang didirikan gereja untuk itu,
dan selalu dengan jujur, tegas dan bijaksana, dengan hormat dan cinta kasih terhadap mereka,
yang karena tugas suci bertindak atas nama Kristus.

Hendaklah para Awam, seperti semua orang beriman kristiani, mengikuti teladan Kristus, yang
dengan ketaatan-Nya sampai mati, membuka jalan yang membahagiakan bagi semua orang, jalan
kebebasan anak-anak Allah. Hendaklah mereka dengan ketaatan kristiani bersedia menerima
apa yang ditetapkan oleh para Gembala hierarkis sejauh menghadirkan Kristus, sebagai guru dan
pemimpin dalam Gereja. Dan janganlah mereka lupa mendoakan di hadirat Allah para pemimpin
mereka, sebab para pemimpin itu berjaga karena akan memberi pertanggungjawaban atas jiwa-
jiwa kita, supaya itu mereka jalankan dengan gembira tanpa keluh-kesah (lih. Ibr 13:1).

Sebaliknya hendaklah para Gembala hierarkis mengakui dan memajukan martabat serta tanggung
jawab Kaum Awam dalam gereja. Dan hendaklah mereka diberi kebebasan dan keleluasaan
untuk bertindak; bahkan mereka pantas diberi hati, supaya secara spontan memulai kegiatan-
kegiatan juga. Hendaklah para Gembala dengan kasih kebapaan, penuh perhatian dalam Kristus,
mempertimbangkan prakarsa-prakarsa , usul-usul serta keinginan-keinginan yang diajukan oleh
Kaum Awam. Hendaklah para Gembala dengan saksama mengakui kebebasan sewajarnya, yang
ada pada semua warga masyarakat duniawi.

Dari pergaulan persaudaraan antara Kaum Awam dan para Gembala itu boleh
diharapkan banyak manfaat bagi Gereja. Sebab dengan demikian para Awam diteguhkan
kesadaran bertanggungjawab dan ditingkatkan semangat. Lagi pula tenaga Kaum Awam lebih
mudah digabungkan dengan karya para Gembala. Sebaliknya, dibantu oleh pengalaman para
Awam, para Gembala dapat mengadakan penegasan yang lebih jelas dan tepat dalam perkara-
perkara rohani maupun jasmani. Dengan demikian seluruh Gereja, dikukuhkan oleh semua
anggotanya akan menunaikan secara lebih tepat perutusannya demi kehidupan dunia.(Lumen
Gentium artikel 37)

Pengertian Awam: Yang dimaksud dengan kaum Awam adalah semua orang beriman Kristiani
yang tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui
dalam Gereja (lih. LG 31). Definisi Awam dalam praktek dan dalam dokumen- dokumen Gereja
ternyata mempunyai dua macam:

▪ Definisi teologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi, Awam meliputi
Biarawan/Biarawati seperti Suster dan Bruder yang tidak menerima tahbisan suci.
▪ Definisi tipologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan
Biarawan/Biarawati. Maka dari itu Awam tidak mencakup para Suster dan Bruder.

Definisi ini dikutip dari Lumen Gentium yang rupanya menggunakan definisi tipologis. Dan untuk
selanjutnya istilah “Awam” yang digunakan adalah sesuai dengan pengertian tipologis di atas.

Hubungan Awam dan Hierarki sebagai Patner Kerja: Sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II,
rohaniwan (hierarki) dan Awam memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi. Semua
fungsi sama luhurnya, asal dilaksanakan dengan motivasi yang baik, demi Kerajaan Allah.

Peranan Awam: Peranan Awam sering diistilahkan sebagai KeRasulan Awam yang tugasnya
dibedakan sebagai KeRasulan internal dan eksternal. KeRasulan internal atau kerasulan “di
dalam Gereja” adalah keRasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran
hierarkis, walaupun Awam dituntut juga untuk mengambil bagian di dalamnya. KeRasulan
eksternal atau keRasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para Awam. Namun harus disadari
bahwa keRasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk
dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini.

Kerasulan dalam tata Dunia (eksternal): Berdasarkan panggilan khasnya, Awam bertugas
mencari Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan
kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan
dunia. Mereka dipanggil Allah menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil.
Mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (lih. LG 31). Kaum Awam dapat
menjalankan keRasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan manusia serta
meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam “tata dunia” sedemikian rupa sehingga
kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang karya Kristus dan melayani
keselamatan manusia. Dengan kata lain “tata dunia” adalah medan bakti khas kaum Awam. Hidup
keluarga dan masyarakat yang bergumul dalam bidang-bidang ipoleksosbudhamkamnas
hendaknya menjadi medan bakti mereka.

Sampai sekarang ini, masih banyak di antara kita yang melihat keRasulan dalam tata dunia bukan
sebagai kegiatan keRasulan. Mereka menyangka bahwa keRasulan hanya berurusan dengan hal-
hal rohani yang sakral, kudus, serba keagamaan, dan yang menyangkut kegiatan-kegiatan dalam
lingkup Gereja.

Dengan paham gereja sebagai “Tanda dan Sarana Keselamatan Dunia” yang dimunculkan oleh
gaudium et Spes, di mana otonomi dunia dan sifatnya yang sekuler diakui, maka dunia dan
lingkungannya mulai diterima sebagai patner dialog dapat saling memperkaya diri. Orang mulai
menyadari bahwa menjalankan tugas-tugas duniawi tidak hanya berdasarkan alasan kewargaan
dalam masyarakat atau negara saja, tetapi juga karena dorongan iman dan tugas keRasulan kita,
asalkan dengan motivasi yang baik. Iman tidak hanya menghubungkan kita dengan Tuhan, tetapi
sekaligus juga menghubungkan dengan sesama kita di dunia ini

Kerasulan dalam Gereja (internal): Karena Gereja itu Umat Allah, maka Gereja harus sungguh-
sungguh menjadi Umat Allah. Ia hendaknya mengkonsolidasi diri untuk benar-benar menjadi Umat
Allah. Ini adalah tugas membangun gereja. Tugas ini dapat disebut keRasulan internal. Tugas ini
pada dasarnya dipercayakan kepada golongan hierarkis (keRasulan hierarkis), tetapi Awam
dituntut pula untuk ambil bagian di dalamnya. Keterlibatan Awam dalam tugas membangun gereja
ini bukanlah karena menjadi perpanjangan tangan dari hierarki atau ditugaskan hierarki, tetapi
karena pembabtisan ia mendapat tugas itu dari Kristus. Awam hendaknya berpartisipasi dalam tri
tugas gereja. 1) Dalam tugas nabiah (pewarta sabda), seorang Awam dapat mengajar agama,
sebagai katekis,memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman, dsb

Dalam tugas Imamiah (menguduskan), seorang Awam dapat

▪ Memimpin doa dalam pertemuan umat,


▪ Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah,
▪ Membagi komuni sebagi proDiakon,
▪ Menjadi pelayan putra Altar, dsb

Dalam tugas nabiah (pewarta sabda), seorang Awam dapat:

▪ Menjadi anggota dewan paroki,


▪ Menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dan sebagainya.

Hubungan antara Awam dan hierarki, perlu memerhatikan hal-hal berikut ini:

▪ Gereja sebagai Umat Allah: Keyakinan bahwa semua anggota warga Gereja memiliki
martabat yang sama, hanya berbeda fungsi dapat menjamin hubungan yang wajar antara
semua komponen Gereja. Tidak boleh ada klaim bahwa komponen-
komponen tertentu lebih bermartabat dalam Gereja Kristus dan menyepelekan
komponen yang lainnya. Keyakinan ini harus diimplementasikan secara konsekuen dalam
hidup dan karya semua anggota Gereja.
▪ Setiap Komponen Gereja memiliki Fungsi yang khas: Setiap komponen Gereja memiliki
fungsi yang khas. Hierarki yang bertugas memimpin (melayani) dan mempersatukan Umat
Allah. Biarawan/biarawati dengan kaul-kaulnya mengarahkan Umat Allah pada dunia yang
akan datang (eskatologis). Para Awam bertugas meRasul dalam tata dunia. Mereka
menjadi Rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat di bidang
ipoleksosobudhamkamnas. Jika setiap komponen gereja menjalankan fungsinya masing-
masing dengan baik, maka adanya kerja sama yang baik pasti terjamin.
▪ Kerja sama: Walaupun tiap komponen memiliki fungsinya masing-
masing, namun untuk bidang-bidang tertentu, terlebih dalam keRasulan internal yaitu
membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan partisipasi dan kerja sama dari semua
komponen. Dalam hal ini hendaknya hierarki tampil sebagai pelayan yang
memimpin dan mempersatukan. Pimpinan tertahbis, yaitu dewan Diakon, dewan
Presbyter, dan dewan Uskup tidak berfungsi untuk mengumpulkan kekuasaan ke dalam
tangan mereka, melainkan untuk menyatukan rupa-rupa tipe, jenis, dan fungsi pelayanan
(kharisma) yang ada.

Hierarki berperan untuk memelihara keseimbangan dan persaudaraan di antara sekian


banyak tugas pelayanan. Para pemimpin tertahbis memperhatikan
serta memelihara keseluruhan visi, misi, dan reksa pastoral. Karena itu, tidak mengherankan
bahwa di antara mereka termasuk dalam dewan hierarki ini ada yang bertanggungjawab untuk
memelihara ajaran yang benar dan memimpin perayaan sakramen-sakramen

Anda mungkin juga menyukai