Anda di halaman 1dari 9

1 RIWAYAT HIDUP DAN KELUARGA

1.1 Lahir

Syekh Ahmad Khatib Sambas lahir pada bulan shafar 1217 atau tahun
1803 M, di daerah Kampung Dagang, Sambas, Propinsi Kalimantan Barat.
Beliau merupakan putra dari Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad
bin Jalaluddin.

Nama Sambas adalah nisbah atau diambil dari nama suatu tempat/kota
yang berada di pantai utara, Kalimantan Barat. Sehingga nama beliau yang
semula adalah Ahmad Khatib kemudian ditambah menjadi Ahmad Khatib
Sambas.

1.2 Riwayat Keluarga

Pada tahun 1820 M, Syekh Ahmad Khatib Sambas berangkat ke tanah suci
menlanjutkan pendidikannya dengan belajar kepada ulama-ulama di
Mekkah. Dari sini kemudian ia menikah dengan seorang wanita Arab
keturunan Melayu dan menetap di Makkah. Buah dari pernikahannya,
beliau dikaruniai 3 anak, antaranya:

1. Syekh Yahya
2. Siti Khadijah
3. Syekh Abdul Gaffar

1.3 Wafat

Syekh Ahmad Khatib Sambas wafat di Mekkah pada tahun 1289 H


bertepatan pada tahun 1875 M dalam usia 72 tahun.

Mengenai wafatnya, terdapat beberapa perbedaan mengenai tahun wafat


beliau, karena ada yang menyebutkan tahun 1872 M dan ada juga yang
mengatakan 1875M, namun tulisan di sini mengambil sumber dari buku
"Perkembangan Ilmu Tasawuf dan tokoh-tokohnya di Nusantara".
2 SANAD ILMU DAN PENDIDIKAN BELIAU
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu

Sejak kecil, Syekh Ahmad Khatib Sambas diasuh oleh pamannya yang
terkenal sangat alim dan wara. Beliau menghabiskan masa remajanya
untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, ia berguru dari satu guru-ke guru
lainnya di wilayah kesultanan Sambas. Salah satu gurunya yang terkenal
di wilayah tersebut adalah, H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’
Kesultanan Sambas.

Syekh Ahmad Khatib Sambas dalam usia belasan tahun berangkat ke


Mekkah dengan pamannya untuk menuntut ilmu agama di sana. Singkat
cerita, karena kecerdasannya pengkajian ilmu yang seharusnya ditempuh
dalam 30 tahun, namun oleh Syekh Ahmad Khatib Sambas dalam waktu 3
tahun telah terselesaikan.

Melihat kenyataan itu sang guru Syekh Syamsuddin sebelum wafatnya


telah melantik beliau menjadi "Syekh Mursyid Kamil Mukammil dalam
lingkungan Thariqat Qadiriyah Wan Naqsabandiyah", yaitu suatu
gabungan dari kedua tariqat yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiyah.

2.2 Guru-guru Beliau

Guru-guru beliau sewaktu belajar menuntut ilmu adalah:

1. H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas


2. Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
3. Syekh Daud Bin Abdullah Al Fatani (ulama asal Patani Thailand Selatan yang
bermukim di Mekkah)
4. Syekh Abdusshomad Al Palimbani (ulama asal Palembang yang bermukim di
Mekkah)
5. Syekh Abdul hafidzz al-Ajami
6. Syekh Ahmad al-Marzuqi
7. Syekh Syamsudin, mursyid tarekat Qadiriyah yang tinggal dan mengajar di Jabal
Qubays Mekkah.

3 PENERUS BELIAU
3.1 Anak-anak Beliau

Anak beliau yang menjadi penerus ulama adalah:

1. Syekh Yahya
2. Siti Khadijah
3. Syekh Abdul Gaffar

3.2 Murid-murid Beliau

Ulama-ulama indonesia yang pernah menjadi muridnya di antaranya:

Syekh Ahmad Khatib Sambas merupakan ulama yang sangat


berpengaruh, dan juga banyak melahirkan ulama-ulama terkemuka
dalam bidang fiqh dan tafsir, termasuk Syekh Nawawi al-Bantani adalah
salah seorang di antara murid-murid Beliau yang berhasil menjadi ulama
termasyhur.

Selain itu, ada juga Syekh Abdul Karim Banten yang terkenal sebagai
Sulthanus Syekh. Ulama ini terkenal keras dalam imperialisme Belanda
pada tahun 1888 dan mengobarkan pemberontakan yang terkenal
sebagai pemberontakan Petani Banten. Namun sayang, perjuangan
fisiknya ini gagal, kemudian meninggalkan Banten menuju Makkah untuk
menggantikan Syekh Ahmad Khatib Sambas.

Syekh Ahmad Khatib Sambas dalam mengajarkan disiplin ilmu Islam


bekerja sama dengan para Syekh besar lainnya yang bukan pengikut
thariqat seperti Syekh Tolhah dari Cirebon, dan Syekh Ahmad Hasbullah
bin Muhammad dari Madura, keduanya pernah menetap di Makkah.

Salah satu murid beliau yang masyhur juga dan melahirkan tokoh-tokoh
besar adalah KH. Kholil Bangkalan, Madura. Sepeninggal Syekh Ahmad
Khatib Sambas, Imam Syekh Nawawi al-Bantani ditunjuk meneruskan
mengajar di Madrasah beliau di Mekkah. Sedangkan Syekh KH. Kholil
Bangkalan, Syekh Abdul Karim dan Syekh Tolhah diperintahkan pulang
ke tanah Jawa dan ditunjuk sebagai Khalifah yang berhak menyebarkan
dan membaiat murid dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

Di antara murid-murid beliau yang lain yaitu:

1. Syekh Nuruddin, beliau berasal dari Filipina, makamnya terletak di Kampung


Tekarang Kecamatan Tebas
2. Syekh Muhammad Saad, ia merupakan orang Sambas asli, makamnya terletak di
Kecamatan Selakau, Kabupaten Sambas
3. Syekh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad, dari Tasikmalaya yang
mendirikan Pesanteran Tasikmalaya Suryalaya, beliau adalah abah dari Syekh
Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom)
4. Syekh Abdul Latif bin Abdul Qadir Sarawak, dan lain-lain

4 KARIER DAN KARYA


4.2 Karier Beliau

Beliau adalah pengajar di madrasah Mekkah

4.3 Karya-karya beliau

Walaupun Syekh Ahmad Khatib Sambas termasyhur sebagai seorang


tokoh sufi, namun beliau juga menghasilkan karya dalam bidang ilmu fikih
yang berupa manuskrip risalah Jum’at. Naskah tulisan tangan ini dijumpai
tahun 1986, bekas koleksi Haji Manshur yang berasal dari Pulau Subi,
Kepulauan Riau. Demikian menurut Wan Mohd. Shaghir Abdullah,
seorang ulama penulis asal tanah Melayu. Kandungan manuskrip ini,
membicarakan masalah seputar Jum’at, juga membahas mengenai hukum
penyembelihan secara Islam.

Pada bagian akhir naskah manuskrip, terdapat pula suatu nasihat


panjang, manuskrip ini ditutup dengan beberapa amalan wirid beliau
selain amalan Tariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah.

Karya lain (juga berupa manuskrip) membicarakan tentang fikih, mulai


thaharah, sholat dan penyelenggaraan jenazah ditemukan di Kampung
Mendalok, Sungai Kunyit, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat, pada
6 Syawal 1422 H/20 Disember 2001 M. karya ini berupa manuskrip tanpa
tahun, hanya terdapat tahun penyalinan dinyatakan yang menyatakan
disalin pada hari kamis, 11 Muharam 1281 H oleh Haji Ahmad bin
Penggawa Nashir.

Sedangkan mengenai masa hidupnya, sekurang-kurangnya terdapat dua


buah kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh orang Arab, menceritakan
kisah ulama-ulama Mekkah, termasuk di dalamnya adalah nama Syekh
Ahmad Khatib Sambas. Kitab yang pertama, Siyar wa Tarajim, karya Umar
Abdul Jabbar. Kitab kedua, Al-Mukhtashar min Kitab Nasyrin Naur waz
Zahar, karya Abdullah Mirdad Abul Khair yang diringkaskan oleh
Muhammad Sa'id al-'Amudi dan Ahmad Ali.

Ajarah Syekh Ahmad Khatib Sambas hingga saat ini dapat dikenali dari
karyanya berupa kitab Fathul Arifin nang merupakah notulensi dari
ceramah-ceramahnya yang ditulis oleh salah seorang muridnya,
Muhammad Ismail bin Abdurrahim. Notulensi ini dibukukan di Makkah
pada tanggal tahun 1295 H. kitab ini memuat tentang tata cara, baiat,
talqin, dzikir, muqarobah dan silsilah Thariqah Qadiriyyah wan
Naqsyabandiyah.

Buku inilah yang hingga saat ini masih dijadikan pegangan oleh para
mursyid dan pengikut Thariqah Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah untuk
melaksanakan prosesi-prosesi peribadahan khusus mereka. Dengan
demikian maka tentu saja nama Syeikh Ahmad Khatib Sambas selalu
dikenang dan di panjatkan dalam setiap doa dan munajah para pengikut
Thariqah ini.

5 PENDIRI THARIQAH QADIRIYAH NAQSYABANDIYAH


Syekh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang ulama sufi yang mendirikan
perkumpulan Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah. Perkumpulan
thariqah ini merupakan penyatuan dan pengembangan terhadap metode
dua thariqat sufi besar yakni Qadiriyah dan Naqsyabandiyah.
Ajaran Syeikh Ahmad Khatib Sambas adalah Thariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah memiliki ajaran yang diyakini kebenarannya, terutama
dalam hal-hal kesufian. Beberapa ajaran yang merupakan pandangan
para pengikut tarekat ini bertalian dengan masalah tarekat atau metode
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Metode tersebut diyakini
paling efektif dan efisien. Karena ajaran dalam tarekat ini semuanya
didasarkan pada al-Qur'an, al-Hadits, dan perkataan para ulama arifin
dari kalangan Salafus shalihin.

Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah mempunyai peranan penting


dalam kehidupan muslim Indonesia. Dan yang sangat penting adalah
membantu dalam membentuk karakter masyarakat Indonesia. Bukan
karena Syekh Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri adalah orang lokal
(Indonesia) tetapi para pengikut kedua Thariqat ini ikut berjuang dengan
gigih terhadap imperialisme Belanda dan terus berjuang melalui gerakan
sosial-keagamaan dan institusi pendidikan setelah kemerdekaan.

Survey tentang sejarah Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah


mempunyai hubungan yang erat dengan pembangunan masyarakat
Indonesia. Thariqat ini merupakan salah satu keunikan masyarakat
muslim Indonesia, bukan karena alasan yang dijelaskan di atas, tetapi
praktek-praktek Thariqat ini menghiasi kepercayaan dan budaya
masyarakat Indonesia.

Tarekat Qadiriyyah Naqsabandiyyah secara substansial merupakan


aktualisasi seluruh ajaran Islam (Islam Kaffah) dalam segala aspek
kehidupan. Tujuan Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah adalah
tujuan Islam itu sendiri. Menurut sumber utamanya, Alquran, Islam
sebagai agama diturunkan untuk membawa umat manusia ke jalan yang
lurus, jalan keselamatan yang bermuara pada kesejahteraan di dunia dan
kebahagiaan di akhirat (hasanah fi al-dunya dan hasanah fil al-akhirat).

Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah membawa manusia kepada


Tuhan, dan secara horizontal memberikan rambu-rambu dan prinsip-
prinsip bagaimana seharusnya hidup secara bersama dalam masyarakat.
Tanbih mengandung ajaran moral, menyangkut perbagai kehidupan.
Pandangan Tarekat Qadiriyyah Naqsabandiyyah menyangkut dengan
Negara, misalnya, dapat dilihat dalam huraian Tanbih sebagai berikut:

“Pun kami tempat orang bertanya tentang Tariqah Qadiriyyah wa


Naqsabandiyyah, menghaturkan dengan tulus ikhlas, wasiat kepada
segenap murid-murid; berhati-hatilah dalam segala hal, jangan sampai
berbuat yang bertentangan dengan peraturan Agama maupun Negara.
Insapilah , wahai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan
nafsu, terpengaruh oleh godaan syaitan, waspadailah akan jalan
penyelewengan terhadap perintah Agama maupun Negara, agar dapat
meneliti diri kalau tertarik oleh bisikan Iblis yang selalu menyelinap
dalam hati sanubari kita”.

Pandangan filosofis Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah mengenai


hubungan kemasyarakatan, baik dengan sesama muslim mahupun
dengan yang bukan muslim, dapat dilihat dalam bagian uraian Tanbih
berikut:

1. Terhadap orang-orang yang lebih tinggi dari kita, baik zahir maupun batin, harus
kita hormati, begitulah seharusnya hidup rukun saling menghargai.

2. Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya jangan sampai
terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati bergotong- royong
dalam melaksanakan perintah Agama maupun Negara, jangan sampai terjadi
perselisihan dan persengketaaan, kalau-kalau kita terkena firmanNya “Adzabun
Alim” yang artinya duka nestapa untuk selama-lamanya dari dunia hingga akhirat.

3. Terhadap orang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah menghinanya


atau berbuat tidak senonoh bersika angkuh, sebaliknya harus bersikap belas
kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya harus
dituntun dan dibimbing dengan nasihat yang lemah lembut yang akan memberi
keinsafan dalam menginjak jalan kebajikan.

4. Terhadap fakir mikin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi,
bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa kita sadar. Coba rasakan diri kita
pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan.
Demikianlah sesungguhnya sikap manusia yang penuh kesadaran
meskipun terhadap orang asing karena mereka itu masih keturunan Nabi
Adam as. Mengingat ayat 70 surat Isra yang artinya:

“Sangat Kami muliakan keturunan Nabi Adam dan Kami sebarkan segala
yang berada di darat dan di lautan, juga Kami mengutamakan mereka lebih
utama dari makhluk lainnya”.

Kesimpulan dari ayat ini bahwa kita sekalian seharusnya saling


menghargai, jangan timbul kekecewaan, mengingat surat Al-Maidah yang
artinya “Hendaklah kalian saling tolong menolong dalam melaksanakan
kebajikan dan ketakwaan sungguh-sungguh terhadap Agama maupun
Negara, sebaliknya jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
bermusuhan terhadap perintah Agama maupun Negara”.

Intisari tanbih di atas menjelaskan kepada kita bagaimana model ideal


interaksi antara kita dengan orang yang lebih tinggi dari kita, dengan
sesama, dalam erti yang sedarjat dalam segalanya, dengan orang yang ada
di bawah kita dan dengan fakir miskin. Tanbih menjelaskan bahwa
kedamaian zahir batin akan terwujud di tengah-tengah masyarakat
manakala masing-masing individu berpegang teguh terhadap etika sosial:
“Bukanlah dari golonganku orang yang tidak kasih sayang kepada yang
ada dibawahnya, dan tidak menaruh hormat kepada orang yang ada di
atasnya”.

Lebih dari itu, Tanbih juga memuat ajaran bagaimana seharusnya sikap
kita dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dengan orang asing, baik
yang seagama dengan kita maupun yang tidak seagama.

6 REFERENSI
https://www.bacaanmadani.com/2018/02/biografi-singkat-ahmad-
khatib-al.html

7. CHART SILSILAH SANAD


Berikut ini chart silsilah sanad guru Syeikh Ahmad Khatib Sambas dapat
dilihat DI SINI, dan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat DI SINI.

Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 23 September 2020, dan


terakhir diedit tanggal 01 September 2022.

Anda mungkin juga menyukai