Anda di halaman 1dari 84

Critical Book Review

PANCASILA DAN UNDANG– UNDANG : Relasi Dan Transformasi


Keduanya Dalam Sistem Ketatanegaraan

TUGAS CBR
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
dalam Mata kuliah Pancasila
Dosen pengampu : Drs. Halking, M.Si

Disusun oleh :

Nama : Imel Simanungkalit


Nim : 4223111070
Prodi/kelas : PSPM 22 F
Fakultas : FMIPA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kasih karunia dan pertolongan yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Critical Book Review dengan dengan baik tanpa ada
halangan dan selesai dengan tepat waktu. Adapun tujuan dan maksud pembuatan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dengan dosen pengampu
Drs.Halking, M.Si.. Tugas ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi pembaca juga bagi
saya. Saya mengucapkan terimakasih kepada Dosen pengampu mata kuliah yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan saya sesuai dengan
bidang studi ini. Saya berharap tugas CBR ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membaca.
Saya menyadari, tugas saya ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang dapat membangun akan saya terima untuk menyempurnakan tugas ini.

Medan, Oktober 2023

Imel Simanungkalit

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1

1.1 Identitas Buku................................................................................................................ 1


1.2 Latar Belakang ............................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................................ 2

BAB II RINGKASAN BUKU....................................................................................................... 3

2.1 Ringkasan Buku Utama .................................................................................................3


2.2 Ringkasan Buku Pembanding I ................................................................................... 28
2.3 Ringkasan Buku Pembanding II.................................................................................. 31

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................................ 30

3.1 Kelebihan dan Kekurangan Buku Utama ....................................................................30


3.2 Kelebihan dan Kekurangan Buku Pembanding I ........................................................ 35
3.3 Kelebihan dan Kekurangan Buku Pembanding II....................................................... 39

BAB IV ANALISIS HASIL.........................................................................................................40

BAB V PENUTUP........................................................................................................................ 43

5.1Kesimpulan.................................................................................................................... 44
5.2Saran.............................................................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Identitas Buku

Buku Utama

 Judul buku : PANCASILA DAN UNDANG– UNDANG : Relasi Dan Transformasi


Keduanya Dalam Sistem Ketatanegaraan
 Penulis : Dr. Backy Krisnayuda, S.H., M.H.
 Penerbit : KENCANA
 Tahun terbit : 2017
 ISBN : 978–602–0895–95–6
 Jumlah Halaman : 282 Halaman
 Edisi/Cetakan : Pertama/Cetakan ke–1, Januari 2017
 Ukuran Buku : 15 x 23 cm
 Kota Terbit : Jakarta
 Percetakan : PT Fajar Interpratama Mandiri
 Lampiran Sampul Buku

Buku Pembanding I

 Judul buku : Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi

 Penulis Buku : Dr. Muhammad Idrus, M.Pd

 Penerbit : CV. UEREKA MEDIA AKSARA

 Tahun Terbit : 2022

 Tebal Buku : 246

 ISBN : 978-623-487-116-6

1
Buku pembanding 2

 Judul buku : pendidikan dan pelatihan peningkatan pembahasan hak dan konstitusional
 Penulis : Farida Indrati
 Penerbit : CV. Grafika mandiri
 Tahun Terbit : 2015
 Tebal buku : 42
 ISBN : 976-543-478-212-4

2
1.2 Latar Belakang

Untuk memahami sebuah materi mahasiswa dituntut untuk dapat menguasai lebih dari satu
buku. Critikal Book Review bertujuan untuk mahasiswa bisa mengkritik dan meringkas dua atau
lebih menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga dapat dipahami oleh mahasiswa yang melakukan
Critical book review ini, termasuk didalamnya mengerti akan kelemahan dan keunggulan dari
buku yang akan dikritisi dengan membandingkannya dengan buku yang sejenis.

1.3 Tujuan

Tujuan dari critical book review ini adalah memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Pancasila, dan menambah ilmu pengetahuan mengenai ilmu Pendidikan Pancasila.

1.4 Manfaat

1. Mengasah kemampuan mahasiswa dalam meringkas sebuah buku


2. Mahasiswa dapat berpikir kritis dalam memberikan sebuah review

3. Melatih dalam membandingkan 2 buku atau lebih

4. Menambah wawasan bagi mahasiswa dan pembaca.

3
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

2.1 BUKU UTAMA


BAB I. IDE DASAR TRANSFORMASI NIAI - NILAI PANCASILA
A. LATAR BELAKANG
Hukum sejatinya dapat mengubah suatu peradabaan menuju keteraturan,
kemakmuran, dan keadilan. Hal tersebut sesuai dengan konsep yang digulirkan
dalaam Visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) 2005 – 2025,
yaitu “Menuju Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur.”
Sebagai usaha merefleksikan tujuan negara, peran transformasi nilai- nilai
Pancasila sangat penting untuk menentukan arah Negara Republik Indonesia di
masa mendatang. Transformsi dikemas dalam pembentukan undang – undang yang
akan membatasi, mengatur legislator, dan sekaligus memperkuat hak warga
negara. Pada hakikatnya, perundang – undangan Indonesia di masa yang akan
datang tidak perlu disekat – sekat dengan pilihan, apakah dengan kodifikasi ataukah
nonkodifikasi. Akan tetapi, yang paling penting adalah menentukan arah, tujuan,
sasaran, dan fungsi politik hukumnya.Kemudian setiap peraturan perundang –
undangan dapat dikatakan baik (good legislation), sah menurut hukum (legal
valitdity) dan berlaku efektif karea dapat diterima di masyarakat secara wajar dan
berlaku dalam waktu yang panjang, sehingga haus didasarkan pada landasan
peraturan perundang –undangan.
M. Solly Lubis mengatakan bahwa, landasan atau acuan dalam rangka
pembentukan suatu peraturan lebih lazim disebut paradigma yang terdiri dari tiga
jenis, yaitu landasan/paradigma filosofis, yuridis, dan politis. Dalam sumber yang
berbeda, I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na‟a memperbarui pendapat M. Solly
Lubi, yakni menjelaskan suatu good legislation harus memiliki paling sedikit lima
landasan atau menambah dua landasan dari apa yang dikemukakannya, yaitu
landasan politis dan landasan ekonomis.

B. NILAI – NILAI PANCASILA


Bernard Arief Sidharta mengungkapkan bahwa pandangan hidup (way of life)
Pancaasila dirumuskan Pancasila dirumuskan dalam kesatuan lima sila yang
masing – masing mengungkapkan nilai fundaamental dan sekaligus menjadi lima
asas ooperasional dalam menjalani kehidupan, termasukdalam penyelenggaraan
kegiatan negara daan pengembangan hukum praktis.
Disamping itu, Jacques Maritain mengklasifikasikan tipe pertimbangan nilai
dalam tiga kategori, yaitu : pertama, penilaian berdasarkan dorongan (judgment
according to drive), penilaian berdasaarkan kecenderungan (judgment by
inclination), dan penilaian berdasarkan hal yang sama alamiahnya (co – natural
judgment). Pada dasarnya, semua manusia norml memiliki satu dorongan dasar
untuk berkumpul dengan orang laain demi mewujudkan nilai – nilai bersama.
Karena itulah, semu maanusiaa secara individu membentuuk pertimbangan nilainya
seendiri.

C. TRANSFORMASI DALAM UNDANG – UNDANG


Undang – undang adalah peraturan perundang –undangan bersama dibahas oeh
Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Dalam
pembentukannya, harus memenuhi tahap atau prose berdasarkan aturan
pembentukan peraturan perundang – undangan, yaitu Undang – Undang Nomor 12
Tahun 2011.
Kaitannya dengan kata transformasi ialah berasal dari dua kata dasar, trans dan
form. Trans berarti melintasi (across), atau melampaui (beyond). Kata form berarti
bentuk, karena itu Transformasi mengadung makna perpindahan, dari bentuk yang
satu kebentuk yang lain. Menurut Dahlan Harahap, transformasi merupakan dari
suatu kondosi ke kondisi lainnya.Perubahan secara teoretis dapat berupa perubahan
parsial – sedikit (inkremental) hingga parubahan yang menyeluruh
(holistic/fundamental/radikal). Perubahan dapat berlangsung lambat (evolusioner)
maupun cepat (revolusioner). Perubaahan inkremental umumnya jugaa bersifat
evolusioner , meskipun pada kasus tertentu tidak selalu demikian. Cepat atau
lambatnya transformasi, banyak faktor yang mempengaruhi hasil dari suatu proses
perubahan, terganttuung pada karakterisiknya.

BAB II. NEGARA HUKUM BERDASARKAN PANCASILA


A. HAKIKAT NEGARA
Hakikat suatu negara membuatnya berbeda dengan semua bentuk perkumulan
yang yang lain adalah keputusan anggota – anggotanya terhadap hukum. Menurut
Wirjono Prodjodikoro, negara adalah suatu organisasi antara sekelomok atau
beberapa kelompok manusia yang bersama – sama mendiami suatu wilayah
(territoir) tertentu dengan mengakui adanya pemerintahan yang mengurus tata
tertib dan keselamaa sekelompok atau beberapa kelompok manusia tadi.
M. Nasroen berpendapat bahwa negara merupakan suatu bentuk tertentu dari
pergaulan dari hidup manusia yaang memiliki tiga syarat mutlak, rakyat tertentu,
daerah tertentu, dan pemerintahan tertentu. Hal ini adalah soal pertumbuhan,
evolusi, dan sejarah.

B. NEGARA HUKUM
1. Pengertian Negara Hukum
Negara hukum merpakan refleksi dari keinginan massyarakat secara utuh
menundukkan dirinya terhadap suatu aturan yang akan mengikat dan berlaku
tanpa terkecuali kepada setiap anggotanya. Padmo Wahjono mengemukakan
mengenai terjadinya atau terbentuknya negara secara ilmiah dalam arti atau
dilihat dari segi logisnya tidak dari segi historisnya yan dimula dari masyarakat
yang sederhana sampai menjadi negara modern sekarang.
Di dalam khazanah ilmu hukum, ada dua istilah yang diterjemakan secara
bersama - sama kedalam bahasa Indoneia menjadi negara hukum, yakni
reshtsstaat dan the rule of law. Sebagaimana diidentifikasikan oleh Roscoe
Pound, reshtsstaat memiliki karakter admisnistratif seedankan the rule of lawi
berkarakter yudisial.

2. Prinsip Dasar Negara Hukum


Negara hukum sudah hadir dengan mapan pada Abad Pertengahan, sebelum
ada liberalisme, sehngga tidak begitu saja (inherent) terkait kepada liberalisme.
Karena prinsip supremasi hukum daan kedaulaatan hukum itu sendiri pada
pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat. Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan,
ditafsirkan, dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka
(machtsstaat). Oleh karena itu, perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada
ditangan rakyat yang dilakukan menurut Undang – Undang Dasar
(constitutonal democracy) yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis
(democratische rechtsstaat).

3. Dinamika Negara Hukum Indonesia


Secara konkret, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang
berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan (machtsstaat),
dan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (Undang –Undang Dasar),
bukan absolutism (kekuasaan tiada batas). Upaya mewujudkan tujuan negara
tertuang dalaam Alinea KeempatPembukaan Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945.
Oleh karena itu, negara hukum Indonesia tidak terlepas dari aspek
kesejahteraan, pendidikan, ketertiban, perdamaian, dan keadilan sosial yang
akan menjadi pemandu Negara Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi
dan peranya sebagai organisasi negara.

C. NEGARA HUKUM MODERN INDONESIA


1. Pengertian Hukum Modern
Menurut Prajdi Atmosudirjo bahwa hukum modern itu adalah hukum yang
bersifat fenomena sosiokultural universal duniawi, dan aspek – aspeknya begitu
banyak serta berkaitan dengan hampir semua segi kehidupan manusia dan
mayarakat atau bangsa, sehingga boleh dikatakan baahwa setiap ilmuwan
hukum mempunyai defenisi, pandangan, pendapat atau teori sendiri – sendiri
tentang hukum walaupun pada pokokonya banyak persamaan.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa negara hukum modern memberikan
kesempatan kepada kita untuk mengenal kehidupan hukum/tradisi hukum di
dunia, serta menjadikan hukum menjadi positif, yaitu disebut hukum memilliki
legistimasi publik yang mengurusi pembentukan peraturan perundang –
undangan.

2. Pembentukan Hukum Modern di Indonesia


Bagi Indonesia, hukum modern itu juga tidak diciptakan dari dalam
masyarakat Indonesia (developed from within) melainkan hukum yang
didatangkan dan dipaksakan dari luar (imposed form outside). Satjipto Rahardjo
beranggapan bahwa hukum modern seperti yang diterapkan di Indonesia
sekarang bukan merupakan produk sosial budaya Indonesia sendiri, melainkan
suatu institut yang dipaksakan dri luar (imposed form outside).
Dengan diberlakukannya negara hukum di Negara Republik Indonesia,
maka banyak hal lain yang harus dilakukan, seperti merencanakan perundang –
undangan untuk mengganti hukum kolonial yang sampai sekarang belum
kunjung selesai. Walau demikian, pembentukan negara modern di Indonesia
dijadikan sebagai pintu gerbang memperoleh kehidupan hukum nasional sesuai
dengann rechtside.

3. Pembangunan Hukum Nasional sebagai Identitas Negara Hukum Modern


Indonesia
Di Indonesia pembanguunan hukum menjadi agenda nasional dan dimulai
dengan pembentukan Lembaga Pembinaan Hukum Nasional yang kemudian
menjadi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) di bawah Departemen
Kehakiman, sampai sekarang. Ternyata setelah kita amati, Negara Republik
Indonesia juga melakukan transformasi dari hukum konvensional (hukum adat)
menjadi hukum modern. Disadari ataupun tidak, bangsa Indonesia adalah
bagian dari aktor transformasi hukum modern.

D. NEGARA HUKUM PANCASILA


1. Dasar Pembentukan Negara Hukum Pancasila
Pancasila dibentuk dan dipersiapkkan kelahirannya oleh bangsa Indonesia,
hingga akhirnya dengan Rahmat Tuhan Yangg Maha Esa, pada tanggal 1 Juni
1945 telah lahir di tangan Soekarno yang menjadi penggagas Pancasila sebagai
Dasar Negara Republi Indonesia dengan dasar rasa, karsa dan asa seluruh
lapisan bangsa Indonesia yang menginginkan kebebasan dari segala bentuk
ketidakadilan, keceraiberaian, ketidakmanusiaan, ketidakbertuhanan, dan
kemerdekaan.
2. Kerangka Pikir Negara Hukum Pancasila
Sebagai insan bangsa Indonesia, sudah selayaknya mengetahu aah dan
tujuan Pancasila untuk kemudian dapat diproyeksikan dalam setiap lini
kehidupan.

3. Kedudukan Negara Hukum Pancasilla


Pancasila berada pada tingkatan filosofis, Pancasila merangkul semua
tujuan hukum yang hendak dwujudkan ialah tujuan Negara Rpublik Indonesia
yang terganung dalam pembukaan Undang – Undang.

4. Refleksi Negara Hukum Pancasila


Pembahasan subbab “Negara Hukum Panasila” telah dikemukakan di atas,
maka sampailah kita kepada kesimpulan bahwa Pancasila memiliki porsi yang
sangatlah penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, terutama dalam sistem
hukum nasional.

E. NEGARA KESEJAHTERAAN
1. Pengertian Negara Kesejahteraan
Negara kesejahteraan merupakan suatu bentuk pemerintahan demokratis
yang menegaskan bahwa negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
rakyat yang minimal.

2. Tanggung Jawab Negara Kesejahteraan


Dapat dikatakan bahwa negara kesejahteraan mengandung unsur sosialisme
dimana pemerintah harus mengatur kesejahteraan rakyat dengan pembagian
kekayaan negara agar tidak ada rakyat yang kelaparan, tidak ada rakyat yang
menemui ajalnya karena tidak dapat membayar biaa rumah sakit.

3. Negara Kesejahteraan Yang Dicita – citakan


Ide negara hukum yang dicita – citakan bangsa Indonesia dapat dilacak dari
Pembukaan dan Pasal – Pasal UUD 1945.
BAB III PANCASILA DALAAM PEMBENTUKAN UNDANG – UNDANG
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
A. KEWENANGAN MEMBENTUK UNDANG – UNDANG NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Kewenangan merupakan kumpulan dari wewenang, misalnya wewenang
menandatangani suatu surat keputusan oleh seorang pejabat atas nama menteri,
sedangkan wewenang masih ditaangan menteri.

1. Kewenangan Presiden
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan daalam sistem pemerintahan
presidensial dengan wewenang menyetujui atau menolak rancangan undang
undang.

2. Kewanangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


DPR memiliki beberapa wewenang yang tercantum dalam Pasal 71 Undang
– Undang No. 17 Tahun 2014

3. Kewanangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)


DPD memiliki peran dalam pembentkan Undang – Undang akan tetapi
dibatasi hanya menyangkut tentang hal – hal yang besifat kedaerahan.

B. PERIODISASI PEMBENTUKAN UNDANG – UNDANG NEGARA


REPUBLIK INDONESIA
1. Periode Pasca – Kemerdekaan (18 Agustsus 1945 – 27 September 1949)
Mengingat pada masa ini Indonesia masih dalam suasana peperangan
dengan Belanda yang ingin kembali berkuasa di Indonesia dan adanya
pertentanga politik dalam negeri. Pada tahun 1949 berlangsung Konferensi
Meja Bundar antar Belanda dan Indonesia di Den Haag dengan hasil pada
tanggal 27 Desember 1949 Kerajaan Belanda harus memulihkan kedaulatan
atas wilayah Indonesia kepada Pemeintahan Indonesia Serikat. Pada masa ini,
Indonesia menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat dan
Undang – Undang Dasar Negara republik Indonesia berubah menjadi Konstitusi
Republik Indonesia Serikat.
2. Periode Pasca – Perang Dunia II (27 September 1949 – 17 Agustus 1950)
Selama kurun waktu September 1949 hingga 17 Agustus 1950, undang –
undang telah dihasilkan sebanyak 56 undang – undang, dan pada 9 Mei 1950
Pemerintah RIS dan Pemerintah Republik Indonesia Yokyakarta
menandatangani kesepakatan untuk melaksanakan Negara Kesatuan dengan
membentuk Undang – Undang Dasar Sementara.

3. Periode Penegakan Kembali NKRI (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)


UUDS memiliki kesalahn yaitu pemerintahan yang liberal, kemudian
sebagai bentuk suatu keputusan , tanggal 22 Juli 1959 dikeluarkan Penetapan
Presiden Nomor 1 Tahun 1959 yang mengatur tentang kedudukan perwakilan
rakyat.

4. Periode Pasca – Dekrit Presiden (5 Juli 1959 – 21 Juli 1966)


Pada masa ini undang – undang yang dihasilkan setelah diberlakukannya
kembali Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 berjumlah
137 undang – undang

5. Periode Orde Baru (21 Jul 1966 – 21 Mei 1998)


Hampir 32 Tahun berlalu, aturan yang megatur tentang tertib pembentukan
peraturan perundang – undangan hingga berakhirnya masa orde baru, belum
ada ketentuan baru begitu pula nilai – nilai Pancasila belum ditransformasikan
kedalam Undang – Undang.

6. Periode Pasca – Reformasi (21 Mei 1998 – 22 Juni 2004)


Pada masa ini, diterbitkan Keputusan Presiden Repubik Indonesia No. 44
Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peratuan Perundang – Undangan,
Rancangan Peraturan Pemerintahan dan Rancangan Keputusan Presiden.
7. Periode Undang – Undang No 10 Tahun 2004 (22 Juni 2004 – 22 Agustus
2011)
Di periode ini, tepatnya pada tanggal 22 Juni 2004 disahkan berikut
diundangkannya Undang – Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang – Undangan.

8. Periode Undang – Undang No 12 Tahun 2011 (22 Agustus 2011 –


sekarang)
Undang – Undang No 12 Tahun 2011 tentang tentang Pembentukan
Peraturan Perundang – Undangan yang disahkan pada tanggal 22 Agustus 2011
merupakan penyempurnaan dari Undang – Undang No. 10 Tahun 2004.

BAB IV PANCASILA SEBAGAI PANDUAN PEMBENTUKAN UNDANG-


UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
A. HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Sebagaimana telah diuraikan pada subbab sebelumnya, berkaitan dengan
hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur dalam:
1. Ketetapan MPR RI Nomor: XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPRGR
mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia
2. Ketetapan MPRS Nomor: III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi
pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (staatsverfassung) dari suatu
negara. Menurut Nawiasky, norma tertinggi yang disebut oleh Kelsen sebagai
norma dasar (basic norm) dalam suatu negara sebaiknya tidak disebut sebagai
staatsgrundnorm melainkan Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental
negara.
Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka
oembentukan hukum,penerapan, dan pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari
nilai-nilai Pancasila. Penempatan Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm berarti
menempatkannya di atas Undang-Undang Dasar. Jika demikian, Pancasila tidak
termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Validitas
konstitusi pertama adalah presuposisi terakhir, postulat yang final, dimana validitas
semua norma dalam tata aturan hukum bergantung.
Kelsen juga menyatakan bahwa suatu tata hukum kehilangan validitasnya
secara keseluruhan jika terjadi kudeta atau revolusi yang efektif. Kudeta atau
revolusi adalah perubahan oleh tata hukum itu sendiri. Tata hukum yang berlaku
adalah sebuah tata hukum baru meskipun dengan materi yang sama dengan tata
hukum lama. Berdasarkan uraian antara pandangan Kelsen dan Nawiasky dapat
disimpulkan bahwa Staatsfundamentalnorm yang dikemukakan Nawiasky adalah
presuposisi validitas konstitusi pertama yang dikemukakan oleh Kelsen sebagai
norma dasr. Adapun staatsgrundgesetz-nya Nawiasky adalah konstitusi dalam
pandangan Kelsen.

B. MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK


INDONESIA
Materi muatan perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam
peraturan perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki peraturan
perundang-undangan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dengan Persetujuan Presiden. Materi muatan undang-undang dapat ditentukan
batas-batasnya atau ruang lingkupnya. Untuk menemukan materi muatan undang-
undang, kita dapat menggunakan tiga pedoman, yaitu:
1. Berdasarkan dalam Batang Tubuh UUD 1945
2. Berdasarkan wawasan negara berdasar atas hukum
3. Berdasarkan wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi
(konstitusionalisme)
Apabila kita melihat pada Batang Tubuh UUD 1945, terdapat 44 ketentuan
yang harus diatur oleh undang-undang, yaitu: pertama, yang diperintahkan untuk
diatur dengan undanga-undang tersendiri; kedua, ada yang diperintahkan untuk
diatur dalam undang-undang, meskipun tidak tersendiri; ketiga, ada yang ditapkan
dengan undang-undang; keempat, ada yang disahkan dengan undang-undang;
kelima, ada pula hal-hal yang diberikan oleh undang-undang; keenam, ada yang
diatur berdasarkan undang-undang; ketujuh, ada pula yang dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan wawasan negara
berdasar atas hukum (rechtsstaat), materi muatan perundang-undangan ditentukan
oleh wawasan negara berdasar atas hukum ini dimulai dengan terbentuknya
polizeistact sampai pada perkembangan yang terakhir sebagai rechtsstaat
material/sosial. Perkembangan terakhir negara berdasar atas hukum adalah
rechtsstaat yang material/sosial yang sering juga disebut dengan welfare state atau
verzorgingsstaat atau negara berdasar atas hukum modern
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan bahawa materi muatan yang
harus diatur dengan undang-undang berisi:
1. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945
2. Perintah suatu undag-undang untuk diatur dengan undang-undang
3. Pengesahan perjanjian internasional tertentu
4. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi
5. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat

C. SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM


1. Habitat Pancasila
Habitat adalah tempat berdiamnya sesuatu, bisa juga diartikan sebagai
tempat lahirnya sesuatu. Kaitannya dengan Pancasila adalah habitat hukum
dengan habitat Pancasila berada di bumi Indonesia, karena sejatinya segala
sumber hukum di Negara Republik Indonesia adalah Pancasila. Pancasila lahir
pada tanggal 1 Juni 1945, namun habitatnya sudah dipersiapkan jauh sebelum
Indonesia merdeka. Jadi, habitat Pancasila adalah berada pada Pembukaan
UUD 1945. Di samping itu, Pancasila juga seluas wilayah Negara Republik
Indonesia, sebagaimana dikemukakan oleh Soekarno.

2. Tumbuh Kembangnya Pancasila


Secara yudiris, Pancasila tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 Alinea Keempat. Dalam lampiran Ketetapan
MPRS meletakkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yang
berarti sumber dari tertib hukum suatu negara atau yang besar sebagai sumber
dari segala sumber hukum adalah pandangan hidup kesadaran dan cita-cita
hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan dan wakil dari
rakyat negara yang bersangkutan.
Pada tahun 1978 Pancasila dijadikan sebagai pandangan hidup bangsa dan
dasar negara Republik Indonesia perlu dihayati dan diamalkan secara nyata
untuk menjaga kelestarian dan keampuhannya demi terwujudnya tujuan
nasional serta cita-cita bangsa.
Perjalanan Pancasila mulai lahir hingga dikembangkan dan bahkan menjadi
materi pendidikan nasional serta ditangani oleh suatu badan tersendiri yang
bernama BP-7 sampai 20 tahun (1978 - 1998).

3. Menghidupkan Kembali Pancasila


Panduan dasar yang dapat dijadikan pedoman pengamalan Pancasila ialah
sekurang-kurangnya memuat petunjuk nyata dan jelas wujud pengalaman
kelima sila dari Pancasila. Apabila kita ingin menghidupkan kembali Pancasila
sebagai motor penggerak kehidupan bangsa akar budaya bangsa dan sebagai
pandangan hidup bangsa maka kita hidupkan kembali semangat Pedoman
Penghayatan dan pengalaman Pancasila P4. Menurut penulis Bagaimana
menghidupkan kembali Pancasila ialah dengan menggunakan undang-undang
yang mengatur tentang penerapan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara sehingga Pancasila dapat hidup dan bangkit kembali dari tidur
panjangnya.

D. AKAR BUDAYA BANGSA


Pancasila dipadukan dengan akar budaya bangsa oleh karena Pancasila adalah
cita-cita luhur bangsa Indonesia yang digali dari akar budaya bangsa. Kultural
merupakan landasan yang digali dari nilai-nilai Luhur budaya bangsa yang sudah
ada semenjak berabad-abad lamanya di Indonesia. Pancasila sebagai kepribadian
dan jati diri bangsa Indonesia merupakan pencerminan nilai-nilai yang tumbuh
dalam kehidupan bangsa Indonesia. Budaya hukum merupakan nilai-nilai sikap
serta perilaku anggota masyarakat dalam kehidupan hukum. Dengan budaya hukum
masyarakat memberi tempat kepada hukum dalam kehidupannya.
Kerentanan sosial budaya dan hukum menuntut revitalisasi Pancasila sebagai
langkah yang tidak terelakkan sebagai sistem nilai tertinggi di dalam bangunan
piramida sistem hukum di Indonesia menjadi sangat mendesak dan penting
mengingat penguatan liberalisme dan kapitalisme. Jelas dan terang bahwa Mengapa
kita perlu Pancasila karena Pancasila sebagai motor penggerak kehidupan bangsa
dan sebagai akar budaya bangsa. Sebagai pelengkap dan sekaligus inti pembahasan
ini adalah pandangan hidup bangsa.

E. PANDANGAN HIDUP BANGSA


Pancasila sebagai pandangan hidup atau Filsafat Pancasila merupakan satu
kesatuan satu keutuhan ataupun kebulatan yang tidak boleh dipisah-pisahkan
karena keseluruhannya merupakan satu sistem filsafat sila satu menjiwai yang
lainnya, sehingga kita tidak bisa menggantikan sel yang satu terlepas dari sila-sila
yang lainnya. Dengan pandangan hidup yang jelas suatu bangsa akan memiliki
pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah politik ekonomi sosial
dan budaya yang timbul dalam gerakan masyarakat yang makin maju.
Pandangan hidup suatu bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya dan kesediaannya untuk mewujudkan di dalam tindakan Sikap
perilaku hidup dan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Dengan
pandangan Pancasila semuanya dapat terarah dengan baik sesuai dengan apa yang
kita cita-citakan.

F. PENGGERAK PEREKONOMIAN BANGSA


Globalisasi merupakan karakteristik hubungan antara penduduk bumi yang
melampaui batas-batas konvensional seperti bangsa dan negara. Dengan semangat
kekeluargaan dan kegotongroyongan sebagaimana tertuang dalam pasal 33 undang-
undang dasar negara republik indonesia 1945 yang menyatakan bahwa:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh Negara
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip bersama efisiensi kali keadilan berkelanjutan berwawasan
lingkungan kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
Sistem ekonomi yang tepat adalah sistem yang diilhami dan didasarkan pada
suatu konsep persen yang ideal. Ekonomi yang baik adalah sistem yang
menjunjung tinggi keadilan dalam arti fairness. Sistem ekonomi pancasila
merupakan refleksi dari kehendak bangsa indonesia.
Sistem ekonomi negara republik indonesia bersifat sosial idris karena
sebagaimana tertuang dalam pasal 33 undang-undang dasar negara republik
indonesia 1945. Peran pemerintah dengan kebijaksanaan ekonomi dan sosialnya
akan merupakan faktor yang menentukan. Dalam menciptakan iklim ekonomi
pancasila negara republik indonesia melalui presidennya dalam bentuk sistem
ekonomi berbasis koperasi yang berlandaskan asas kekeluargaan pada setiap
pelaku ekonomi di negara kita.

BAB V TRANSFORMASI NILAI-NILAI PANCASILA KE DALAM


PEMBENTUKAN UNDANG UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA
A. MENGHADIRKAN TRANSFORMASI
Transformasi dalam penulisan ini adalah menghadirkan kembali Pancasila
dalam pembentukan undang-undang. Sekalipun dalam pasal 2 undang-undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan telah
ditegaskan bahwa Pancasila adalah sumber segala sumber hukum negara. Menjadi
penting bahwa Pancasila yang sekarang ini kita yakini sebagai landasan ideologi
negara. Akan tetapi, hanya sebatas simbol dan sebelum sepenuhnya
ditransformasikan ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

B. TRANSFORMASI PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG


Transformasi mengandung makna perpindahan dari bentuk yang satu ke bentuk
yang lain atau proses perubahan secara teoritis dapat berubah perubahan parsial
sedikit hingga perubahan yang menyeluruh. Perubahan dapat berlangsung lambat
maupun cepat.
1. Dasar Hukum Pembentukan Undang-Undang
Sebelum Indonesia merdeka dasar hukum pembentukan undang-undang
mengacu pada Algemene van wetgeving voor Indonesia disingkat AB,
staatblad 1847-23 tentang peraturan umum mengenai perundang-undangan
untuk Indonesia. Pembentukan undang-undang negara Republik Indonesia
yang sekarang berlaku adalah undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan adalah penyempurnaan dari
undang-undang Nomor 10 Tahun 2004.

2. Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik


Secara substansi peraturan perundang-undangan merupakan kaidah hukum
yang mudah dikenali mudah diketemukan kembali dan mudah di telusuri.
Terdapat 6 asas umum pembuatan peraturan yang baik:
a. Asas tujuan yang jelas menghendaki adanya suatu tujuan peraturan yang
jelas yang harus nampak pula dalam penjelasannya
b. Asas kemendesakan bermaksud untuk menghindarkan kemungkinan
dikeluarkannya suatu peraturan yang sebenarnya tidak diperlukan.
c. Asas kemungkinan pelaksanaan berkaitan dengan kemungkinan untuk
mengerjakan suatu peraturan di dalam praktiknya jika peraturan itu telah
dikeluarkan.
d. Asas kesamaan hukum merupakan asas dasar yang dapat dilihat dari
berbagai sudut.
e. Asas kepastian hukum menghendaki agar harapan-harapan yang wajar
hendaknya dihormati.
f. Asas penerapan hukum yang khusus menisbikan pentingnya peraturan
hukum di dalam kasus individual yang mengandung keadaan khusus.
Dari pengertian mengenai peraturan perundang-undangan yang baik
memiliki suatu kesamaan yakni bahwa setiap peraturan perundang-
undangan harus memiliki tujuan yang jelas serta mencangkup jangkauan
pemberlakuannya.
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 5 undang-undang nomor 12 tahun 2011
bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan
berdasarkan pada asas peraturan perundang-undangan yang baik yang meliputi:
a) Kejelasan tujuan
b) Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
c) Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan
d) Dapat dilaksanakan
e) Kedayagunaan dan kehasilgunaan
f) Kejelasan rumusan
g) Keterbukaan.
Dapat disimpulkan bahwa dalam membentuk suatu undang-undang negara
Republik Indonesia tidak hanya ada asas dan metode sebagaimana diuraikan
namun landasan seperti seperti aspek filosofis yuridis sosiologis politis dan
ekonomis harus menjadi paduan dasar dalam membentuk undang-undang yang
baik.

3. Menanamkan Ruh Pancasila Dalam Undang-Undang


Dalam pembentukan undang-undang negara Republik Indonesia yang
menjadi roh adalah Pancasila dan yang menjadi dasar adalah rancangan
undang-undang. Materi muatan transformasi merujuk pada pembahasan
sebelumnya yaitu peraturan perundang-undangan yang baik karena
transformasi dalam mengubah butir-butir Pancasila dalam setiap tahapan
pembentukan undang-undang.
Apabila suatu undang-undang dalam pembentukannya tidak melalui
saringan Pancasila maka undang-undang tersebut diduga tidak mencerminkan
Pancasila begitu pula Sebaliknya apabila suatu undang-undang dalam
pembentukannya menggunakan saringan Pancasila dapat dipastikan bahwa
undang-undang tersebut dapat diterima dengan tangan terbuka oleh
masyarakat.

C. TRANSFORMASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PEMBENTUKAN


UNDANG-UNDANG
1. Transformasi Program Legislasi Nasional
Program legislasi nasional merupakan instrumen perencanaan proses
pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana terpadu dan
sistematis. Program legislasi nasional merupakan tahapan paling awal dari
proses dan pembentukan peraturan perundang-undangan yakni pada tahapan
perencanaan. Apabila kita ingin mentransformasikan pancasila secara utuh
maka diantara hal tahapan awal dalam pemetaan kebutuhan undang-undang
melalui penulisan ada survei terhadap substansi yang hendak diatur.
Secara konkrit transformasi nilai-nilai pancasila dapat dilakukan melalui
cara menyusun setiap butuh pasang rancangan undang-undang kemudian
dicocokkan dengan postulat transformasi nilai-nilai pancasila. Apabila kita
mengamati pengelompokan bidang tugas direktorat harmonisasi akan terasa
sukar melekatkan fungsi transformasi nilai-nilai pancasila. Menurut penulis
harus dibentuk unit khusus di bawah koordinasi direktur jenderal peraturan
perundang-undangan yang membidangi fungsi transformasi nilai-nilai
pancasila atau dengan kata lain dibentuk direktorat transformasi didalamnya
dapat dilakukan pengelompokan berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

2. Transformasi Naskah Akademik


Naskah akademik merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian
hukum dan hasil penulisan lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut
dalam suatu rancangan undang-undang. Dalam menyusun naskah akademik
sebagai persyaratan pembentukan undang-undang sebagaimana diatur dalam
pasal 43 ayat 3 undang-undang dasar nomor 12 tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan. Apabila naskah akademik
mentransformasikan pancasila dalam pembentukannya penulis berkeyakinan
bahwa nantinya ruu tidak akan jauh menyimpang dari semangat jiwa bangsa
dan secara konkrit dalam merefleksikan pancasila dalam pembentukannya.

3. Transformasi Kerangka Undang-Undang


Kerangka undang-undang diatur dalam lampiran 2 undang-undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pembahasan mengenai transformasi kerangka undang-undang Terdapat dua hal
yang harus diperhatikan konsiderans menimbang dan konsiderans mengingat.
Dalam setiap konsiderans harus memuat Pancasila sebagaimana telah diubah
dalam bentuk postulat sehingga kemudian dapat tercermin dalam materi
muatan undang-undang berlandaskan Pancasila.

4. Transformasi Pembahasan Rancangan Undang-Undang


Pembahasan rancangan undang-undang adalah bentuk persetujuan bersama
antara Dewan Perwakilan Rakyat dan presiden sebagaimana diamanatkan
dalam pasal 1 poin 3 undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan. Pembentukan fraksi bertujuan
untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi wewenang tugas DPR serta hak dan
kewajiban anggota DPR. Saksi hanya mengkoordinasi pelaksanaan tugas
anggota nya bukan mencampuri dan bahkan memiliki peran yang strategis
dalam pembentukan undang-undang.
Alur transformasi pembahasan rancangan undang-undang dapat dilihat
dilihat fungsi kontrol dari Pancasila sebagai landasan falsafah bangsa. Menurut
penulis transformasi tersebut tidak mengenai ada dan dapat direalisasikan
dengan persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dan presiden.
Apabila transformasi dapat dilakukan maka rakyat Indonesia dengan sendirinya
tergerak untuk melaksanakan Setiap aturan tanpa harus ada paksaan.

5. Transformasi Pengesahan Undang-Undang


Sebagaimana kita ketahui bahwa kewenangan mengesahkan dan
menetapkan undang-undang adalah presiden. Dalam pengesahan rancangan
undang-undang presiden melakukan scanning terakhir terhadap postulat
pancasila. Apabila presiden dalam pembahasan rancangan undang-undang
mendapat tekanan dari pihak penguasa dan setelah diskon yang tidak lulus
maka sebagai bentuk pertanggungjawaban moral terhadap bangsa dan negara
indonesia presiden tidak perlu menandatangani rancangan undang-undang
tersebut.

6. Transformasi Pengundangan Dan Penyebarluasan Undang-Undang


Khusus berkaitan dengan pengundangan undang-undang adalah
ditempatkannya pada lembaran negara untuk undang-undang dan tambahan
lembaran negara untuk penjelasan dari undang-undang tersebut. Undang-
undang yang telah disahkan oleh presiden diberi nomor dan tahun oleh
sekretaris negara. Secara formal menyebarluaskan sesuai dengan amanat
undang-undang akan tetapi secara materiil masyarakat belum mengetahui
sebagaimana memahami suatu undang-undang yang berlaku.

7. Evaluasi Penerapan Undang-Undang


Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan mengingat pentingnya uji publik
bagi setiap undang-undang yang hendak diterapkan di masyarakat. Evaluasi
penerapan undang-undang yang sejatinya harus dilakukan secara periodik.
Evolusi dapat berupa mengukur tingkat kepatuhan masyarakat dalam
menjalankan undang-undang dan mengujinya terhadap postulat transformasi
pancasila. Dari sanalah terlihat efektivitas penerapan undang-undang.
Disamping itu evaluasi penerapan undang-undang juga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan perencanaan pembentukan undang-undang.

BAB VI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG


A. KEWENANGAN MENGUJI UNDANG-UNDANG
Dalam rangka pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-
undang alat pengukur untuk menilai data dalam menjalankan kegiatan pemujaan itu
adalah undang-undang bukan undang-undang dasar seperti di Mahkamah
Konstitusi. Undang-undang dasar negara Republik Indonesia 1945 memberikan
kewenangan konstitusional kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengawal
konstitusi sehingga mahkamah konstitusi berperan juga sebagai penafsir akhir
terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalam konstitusi.
Pada dasarnya Mahkamah Konstitusi melakukan serangkaian aktivitas
pengujian undang-undang guna memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi
para pemohon pengujian undang-undang. Adapun pengujian material adalah suatu
wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai apakah suatu peraturan
perundang-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi derajatnya serta apakah suatu kekuasaan tertentu berhak mengeluarkan suatu
peraturan tertentu.
B. INTERPRETASI UNDANG-UNDANG
Dalam menginterpretasikan hukum menurut Sudikno Mertokusumo
berpendapat bahwa terdapat 8 interpretasi yaitu:
1. Interpretasi Gramatikal
2. Interpretasi Sistematis atau Logis
3. Interpretasi Historis
4. Interpretasi Teologis atau Sosiologis
5. Interpretasi Komparatif
6. Interpretasi Antisipatif atau Futuristis
7. Interpretasi Restriktif
8. Interpretasi Ekstensif

C. NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG


Pengujian undang-undang merupakan proses mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat yaitu menguji undang-
undang terhadap undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945.
1. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan yang maha esa dalam putusan pengujian undang-undang
Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air terletak pada alasan dan pokok
permohonan yang menyebutkan bahwa ajaran Islam menegaskan mengenai
pentingnya air sebagai sumber kehidupan.

2. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab terletak pada alasan dan pokok
permohonan pengujian undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumber
daya air para pemohon beranggapan bahwa undang-undang a quo merupakan
undang-undang yang diskriminatif. Kebutuhan masyarakat terhadap air yang
semakin meningkat dan barang lebih menguatnya nilai ekonomi air
dibandingkan nilai dan fungsi sosialnya.

3. Nilai Persatuan
Sumber daya air sebagai sumber kesejahteraan memiliki makna yang terkait
erat dengan upaya Ibu Pertiwi yang merupakan julukan personifikasi bagi
negara Indonesia sebagai ibu yang menyusui dan nilainya oleh sebagai anak-
anaknya.

4. Nilai Permusyawaratan Dan Perwakilan


Nilai permusyawaratan dan perwakilan para pemohon beranggapan bahwa
undang-undang a quo mengandung muatan penguasaan dan Monopoli sumber
sumber daya air yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dikuasai negara dan
digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Undang-undang a quo
sudah memberikan ruang seluas-luasnya bagi swasta untuk menguasai sumber
daya air. Dengan memberikan penguasaan dan Monopoli sumber-sumber daya
air berarti secara tidak langsung bahwa undang-undang a quo tidak memberikan
ruang kepada masyarakat untuk berperan dalam pembentukan dan penetapan
undang-undang a quo.

5. Nilai Keadilan Sosial


Memberikan keadilan berupa menikmati sumber daya air yang dinikmati
seluruh rakyat Indonesia tanpa pandang status sosialnya.

BAB VII KERANGKA KONSEP PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG


BERDASARKAN PANCASILA
A. KONSEP NEGARA HUKUM PANCASILA
Berkaitan dengan negara hukum dalam bahasa Inggris disebut The rule of Law
atau dalam bahasa jelanda dan Jerman disebut rechtstaat adalah adanya ciri
pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Dalam dunia
akademisi konsep negara hukum telah menjadi isu utama yang mengetengahkan
Pancasila sebagai Sentral penelitian. Tata hukum Indonesia didasarkan pada
landasan kerohanian Pancasila maka tata hukum seyogyanya disebut sebagai sistem
hukum Pancasila. Pancasila adalah jawaban bangsa Indonesia terhadap pertanyaan
dasar yang dinyatakan secara sadar dan eksplisit kedudukan Pancasila yang
merupakan dasar dan sumber yang mengalirkan nilai ide tentang Bagaimana
masyarakat Indonesia hendaknya diorganisasikan.
B. KONSEP SISTEM HUKUM NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA
Sistem hukum mengacu kepada sistem hukum nasional sebagaimana tercermin
dalam kerangka landasan pembangunan hukum yang digagas oleh komisi Ad-Hoc
perhimpunan sarjana hukum Indonesia tahun 1989. Landasan pembangunan hukum
adalah landasan yang memungkinkan pembangunan hukum tumbuh dan
berkembang atas kekuatan hukum sendiri sebagai suatu sistem hukum nasional
yang bersumber pada Pancasila dan mengabdi kepada satu kepentingan nasional.
Sistematisasi sistem hukum nasional dapat dijabarkan melalui beberapa tahapan:
1. Perencanaan hukum
2. Pembentukan hukum
3. Penerapan dan pelayanan hukum
4. Penegakan hukum
5. Pengembangan hukum
6. Penelitian hokum
Pembangunan hukum dan sistem hukum berdasarkan Pancasila pada dasarnya
bertujuan mengarahkan untuk melindungi:
1. Segenap bangsa Indonesia seluruh tumpah darah Indonesia
2. Cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
3. Masyarakat Indonesia dan individu- individu
4. Jiwa kebebasan individu kehormatan dan harta benda
5. Pelaksanaan pembangunan

C. KONSEP LEGISLASI INDONESIA


Legislasi merupakan salah satu teori yang sangat penting dalam kerangka
menganalisis pembentukan undang-undang. Fokus teori legislasi adalah pada acara
pembentukan undang-undang yang mencangkup tahapan perencanaan tahapan
penyusunan tahapan pembahasan dan tahapan pengerjaan atau penetapan dan
tahapan pengundangan. Legislasi pancasila sekurang-kurangnya telah
mentransformasikan nilai-nilai pancasila dalam pembentukannya.
Kedudukan pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara dapat
ditransformasikan manakala diberikan ruang bagi nilai-nilai pancasila dalam
pembentukan undang-undang. Cara mentransformasikan nya dengan menyisir
setiap butir pasar rancangan undang-undang kemudian dicocokkan dengan postulat
transformasi nilai-nilai pancasila. Dibutuhkan berbagai dukungan dari legislator
dan masyarakat dalam membentuk aturan sesuai dengan falsafah bangsa dan negara
republik indonesia diantaranya: Pertama, pembentukan undang-undang lebih
optimal;Kedua, untuk mentransformasikan nilai-nilai pancasila dalam pembentukan
undang-undang.

BAB I. IDE DASAR TRANSFORMASI NIAI - NILAI PANCASILA


D. LATAR BELAKANG
Hukum sejatinya dapat mengubah suatu peradabaan menuju keteraturan,
kemakmuran, dan keadilan. Hal tersebut sesuai dengan konsep yang digulirkan
dalaam Visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) 2005 – 2025,
yaitu “Menuju Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur.”
Sebagai usaha merefleksikan tujuan negara, peran transformasi nilai- nilai
Pancasila sangat penting untuk menentukan arah Negara Republik Indonesia di
masa mendatang. Transformsi dikemas dalam pembentukan undang – undang yang
akan membatasi, mengatur legislator, dan sekaligus memperkuat hak warga
negara. Pada hakikatnya, perundang – undangan Indonesia di masa yang akan
datang tidak perlu disekat – sekat dengan pilihan, apakah dengan kodifikasi ataukah
nonkodifikasi. Akan tetapi, yang paling penting adalah menentukan arah, tujuan,
sasaran, dan fungsi politik hukumnya.Kemudian setiap peraturan perundang –
undangan dapat dikatakan baik (good legislation), sah menurut hukum (legal
valitdity) dan berlaku efektif karea dapat diterima di masyarakat secara wajar dan
berlaku dalam waktu yang panjang, sehingga haus didasarkan pada landasan
peraturan perundang –undangan.
M. Solly Lubis mengatakan bahwa, landasan atau acuan dalam rangka
pembentukan suatu peraturan lebih lazim disebut paradigma yang terdiri dari tiga
jenis, yaitu landasan/paradigma filosofis, yuridis, dan politis. Dalam sumber yang
berbeda, I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na‟a memperbarui pendapat M. Solly
Lubi, yakni menjelaskan suatu good legislation harus memiliki paling sedikit lima
landasan atau menambah dua landasan dari apa yang dikemukakannya, yaitu
landasan politis dan landasan ekonomis.

E. NILAI – NILAI PANCASILA


Bernard Arief Sidharta mengungkapkan bahwa pandangan hidup (way of life)
Pancaasila dirumuskan Pancasila dirumuskan dalam kesatuan lima sila yang
masing – masing mengungkapkan nilai fundaamental dan sekaligus menjadi lima
asas ooperasional dalam menjalani kehidupan, termasukdalam penyelenggaraan kegiatan
negara daan pengembangan hukum praktis.
Disamping itu, Jacques Maritain mengklasifikasikan tipe pertimbangan nilai
dalam tiga kategori, yaitu : pertama, penilaian berdasarkan dorongan (judgment
according to drive), penilaian berdasaarkan kecenderungan (judgment by
inclination), dan penilaian berdasarkan hal yang sama alamiahnya (co – natural
judgment). Pada dasarnya, semua manusia norml memiliki satu dorongan dasar
untuk berkumpul dengan orang laain demi mewujudkan nilai – nilai bersama.
Karena itulah, semu maanusiaa secara individu membentuuk pertimbangan nilainya
seendiri.

F. TRANSFORMASI DALAM UNDANG – UNDANG


Undang – undang adalah peraturan perundang –undangan bersama dibahas oeh
Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Dalam
pembentukannya, harus memenuhi tahap atau prose berdasarkan aturan
pembentukan peraturan perundang – undangan, yaitu Undang – Undang Nomor 12
Tahun 2011.
Kaitannya dengan kata transformasi ialah berasal dari dua kata dasar, trans dan
form. Trans berarti melintasi (across), atau melampaui (beyond). Kata form berarti
bentuk, karena itu Transformasi mengadung makna perpindahan, dari bentuk yang
satu kebentuk yang lain. Menurut Dahlan Harahap, transformasi merupakan dari
suatu kondosi ke kondisi lainnya.Perubahan secara teoretis dapat berupa perubahan
parsial – sedikit (inkremental) hingga parubahan yang menyeluruh
(holistic/fundamental/radikal). Perubahan dapat berlangsung lambat (evolusioner)
maupun cepat (revolusioner). Perubaahan inkremental umumnya jugaa bersifat
evolusioner , meskipun pada kasus tertentu tidak selalu demikian. Cepat atau
lambatnya transformasi, banyak faktor yang mempengaruhi hasil dari suatu proses
perubahan, terganttuung pada karakterisiknya.

BAB II. NEGARA HUKUM BERDASARKAN PANCASILA


F. HAKIKAT NEGARA
Hakikat suatu negara membuatnya berbeda dengan semua bentuk perkumulan
yang yang lain adalah keputusan anggota – anggotanya terhadap hukum. Menurut
Wirjono Prodjodikoro, negara adalah suatu organisasi antara sekelomok atau
beberapa kelompok manusia yang bersama – sama mendiami suatu wilayah
(territoir) tertentu dengan mengakui adanya pemerintahan yang mengurus tata
tertib dan keselamaa sekelompok atau beberapa kelompok manusia tadi.
M. Nasroen berpendapat bahwa negara merupakan suatu bentuk tertentu dari
pergaulan dari hidup manusia yaang memiliki tiga syarat mutlak, rakyat tertentu,
daerah tertentu, dan pemerintahan tertentu. Hal ini adalah soal pertumbuhan,
evolusi, dan sejarah.

G. NEGARA HUKUM
1. Pengertian Negara Hukum
Negara hukum merpakan refleksi dari keinginan massyarakat secara utuh
menundukkan dirinya terhadap suatu aturan yang akan mengikat dan berlaku
tanpa terkecuali kepada setiap anggotanya. Padmo Wahjono mengemukakan
mengenai terjadinya atau terbentuknya negara secara ilmiah dalam arti atau
dilihat dari segi logisnya tidak dari segi historisnya yan dimula dari masyarakat
yang sederhana sampai menjadi negara modern sekarang.
Di dalam khazanah ilmu hukum, ada dua istilah yang diterjemakan secara
bersama - sama kedalam bahasa Indoneia menjadi negara hukum, yakni
reshtsstaat dan the rule of law. Sebagaimana diidentifikasikan oleh Roscoe
Pound, reshtsstaat memiliki karakter admisnistratif seedankan the rule of lawi
berkarakter yudisial.

2. Prinsip Dasar Negara Hukum


Negara hukum sudah hadir dengan mapan pada Abad Pertengahan, sebelum
ada liberalisme, sehngga tidak begitu saja (inherent) terkait kepada liberalisme.
Karena prinsip supremasi hukum daan kedaulaatan hukum itu sendiri pada
pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat. Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan,
ditafsirkan, dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka
(machtsstaat). Oleh karena itu, perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada
ditangan rakyat yang dilakukan menurut Undang – Undang Dasar
(constitutonal democracy) yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis
(democratische rechtsstaat).

3. Dinamika Negara Hukum Indonesia


Secara konkret, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang
berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan (machtsstaat),
dan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (Undang –Undang Dasar),
bukan absolutism (kekuasaan tiada batas). Upaya mewujudkan tujuan negara
tertuang dalaam Alinea KeempatPembukaan Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945.
Oleh karena itu, negara hukum Indonesia tidak terlepas dari aspek
kesejahteraan, pendidikan, ketertiban, perdamaian, dan keadilan sosial yang
akan menjadi pemandu Negara Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi
dan peranya sebagai organisasi negara.

H. NEGARA HUKUM MODERN INDONESIA


1. Pengertian Hukum Modern
Menurut Prajdi Atmosudirjo bahwa hukum modern itu adalah hukum yang
bersifat fenomena sosiokultural universal duniawi, dan aspek – aspeknya begitu
banyak serta berkaitan dengan hampir semua segi kehidupan manusia dan
mayarakat atau bangsa, sehingga boleh dikatakan baahwa setiap ilmuwan
hukum mempunyai defenisi, pandangan, pendapat atau teori sendiri – sendiri
tentang hukum walaupun pada pokokonya banyak persamaan.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa negara hukum modern memberikan
kesempatan kepada kita untuk mengenal kehidupan hukum/tradisi hukum di
dunia, serta menjadikan hukum menjadi positif, yaitu disebut hukum memilliki
legistimasi publik yang mengurusi pembentukan peraturan perundang –
undangan.

2. Pembentukan Hukum Modern di Indonesia


Bagi Indonesia, hukum modern itu juga tidak diciptakan dari dalam
masyarakat Indonesia (developed from within) melainkan hukum yang
didatangkan dan dipaksakan dari luar (imposed form outside). Satjipto Rahardjo
beranggapan bahwa hukum modern seperti yang diterapkan di Indonesia
sekarang bukan merupakan produk sosial budaya Indonesia sendiri, melainkan
suatu institut yang dipaksakan dri luar (imposed form outside).
Dengan diberlakukannya negara hukum di Negara Republik Indonesia,
maka banyak hal lain yang harus dilakukan, seperti merencanakan perundang –
undangan untuk mengganti hukum kolonial yang sampai sekarang belum
kunjung selesai. Walau demikian, pembentukan negara modern di Indonesia
dijadikan sebagai pintu gerbang memperoleh kehidupan hukum nasional sesuai
dengann rechtside.

3. Pembangunan Hukum Nasional sebagai Identitas Negara Hukum Modern


Indonesia
Di Indonesia pembanguunan hukum menjadi agenda nasional dan dimulai
dengan pembentukan Lembaga Pembinaan Hukum Nasional yang kemudian
menjadi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) di bawah Departemen
Kehakiman, sampai sekarang. Ternyata setelah kita amati, Negara Republik
Indonesia juga melakukan transformasi dari hukum konvensional (hukum adat)
menjadi hukum modern. Disadari ataupun tidak, bangsa Indonesia adalah
bagian dari aktor transformasi hukum modern.

I. NEGARA HUKUM PANCASILA


1. Dasar Pembentukan Negara Hukum Pancasila
Pancasila dibentuk dan dipersiapkkan kelahirannya oleh bangsa Indonesia,
hingga akhirnya dengan Rahmat Tuhan Yangg Maha Esa, pada tanggal 1 Juni
1945 telah lahir di tangan Soekarno yang menjadi penggagas Pancasila sebagai
Dasar Negara Republi Indonesia dengan dasar rasa, karsa dan asa seluruh
lapisan bangsa Indonesia yang menginginkan kebebasan dari segala bentuk
ketidakadilan, keceraiberaian, ketidakmanusiaan, ketidakbertuhanan, dan
kemerdekaan.
2. Kerangka Pikir Negara Hukum Pancasila
Sebagai insan bangsa Indonesia, sudah selayaknya mengetahu aah dan
tujuan Pancasila untuk kemudian dapat diproyeksikan dalam setiap lini
kehidupan.

3. Kedudukan Negara Hukum Pancasilla


Pancasila berada pada tingkatan filosofis, Pancasila merangkul semua
tujuan hukum yang hendak dwujudkan ialah tujuan Negara Rpublik Indonesia
yang terganung dalam pembukaan Undang – Undang.

4. Refleksi Negara Hukum Pancasila


Pembahasan subbab “Negara Hukum Panasila” telah dikemukakan di atas,
maka sampailah kita kepada kesimpulan bahwa Pancasila memiliki porsi yang
sangatlah penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, terutama dalam sistem
hukum nasional.

J. NEGARA KESEJAHTERAAN
1. Pengertian Negara Kesejahteraan
Negara kesejahteraan merupakan suatu bentuk pemerintahan demokratis
yang menegaskan bahwa negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
rakyat yang minimal.

2. Tanggung Jawab Negara Kesejahteraan


Dapat dikatakan bahwa negara kesejahteraan mengandung unsur sosialisme
dimana pemerintah harus mengatur kesejahteraan rakyat dengan pembagian
kekayaan negara agar tidak ada rakyat yang kelaparan, tidak ada rakyat yang
menemui ajalnya karena tidak dapat membayar biaa rumah sakit.

3. Negara Kesejahteraan Yang Dicita – citakan


Ide negara hukum yang dicita – citakan bangsa Indonesia dapat dilacak dari
Pembukaan dan Pasal – Pasal UUD 1945.
BAB III PANCASILA DALAAM PEMBENTUKAN UNDANG – UNDANG
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
C. KEWENANGAN MEMBENTUK UNDANG – UNDANG NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Kewenangan merupakan kumpulan dari wewenang, misalnya wewenang
menandatangani suatu surat keputusan oleh seorang pejabat atas nama menteri,
sedangkan wewenang masih ditaangan menteri.

1. Kewenangan Presiden
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan daalam sistem pemerintahan
presidensial dengan wewenang menyetujui atau menolak rancangan undang
undang.

2. Kewanangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


DPR memiliki beberapa wewenang yang tercantum dalam Pasal 71 Undang
– Undang No. 17 Tahun 2014

3. Kewanangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)


DPD memiliki peran dalam pembentkan Undang – Undang akan tetapi
dibatasi hanya menyangkut tentang hal – hal yang besifat kedaerahan.

D. PERIODISASI PEMBENTUKAN UNDANG – UNDANG NEGARA


REPUBLIK INDONESIA
1. Periode Pasca – Kemerdekaan (18 Agustsus 1945 – 27 September 1949)
Mengingat pada masa ini Indonesia masih dalam suasana peperangan
dengan Belanda yang ingin kembali berkuasa di Indonesia dan adanya
pertentanga politik dalam negeri. Pada tahun 1949 berlangsung Konferensi
Meja Bundar antar Belanda dan Indonesia di Den Haag dengan hasil pada
tanggal 27 Desember 1949 Kerajaan Belanda harus memulihkan kedaulatan
atas wilayah Indonesia kepada Pemeintahan Indonesia Serikat. Pada masa ini,
Indonesia menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat dan
Undang – Undang Dasar Negara republik Indonesia berubah menjadi Konstitusi
Republik Indonesia Serikat.
2. Periode Pasca – Perang Dunia II (27 September 1949 – 17 Agustus 1950)
Selama kurun waktu September 1949 hingga 17 Agustus 1950, undang –
undang telah dihasilkan sebanyak 56 undang – undang, dan pada 9 Mei 1950
Pemerintah RIS dan Pemerintah Republik Indonesia Yokyakarta
menandatangani kesepakatan untuk melaksanakan Negara Kesatuan dengan
membentuk Undang – Undang Dasar Sementara.

3. Periode Penegakan Kembali NKRI (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)


UUDS memiliki kesalahn yaitu pemerintahan yang liberal, kemudian
sebagai bentuk suatu keputusan , tanggal 22 Juli 1959 dikeluarkan Penetapan
Presiden Nomor 1 Tahun 1959 yang mengatur tentang kedudukan perwakilan
rakyat.

4. Periode Pasca – Dekrit Presiden (5 Juli 1959 – 21 Juli 1966)


Pada masa ini undang – undang yang dihasilkan setelah diberlakukannya
kembali Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 berjumlah
137 undang – undang

5. Periode Orde Baru (21 Jul 1966 – 21 Mei 1998)


Hampir 32 Tahun berlalu, aturan yang megatur tentang tertib pembentukan
peraturan perundang – undangan hingga berakhirnya masa orde baru, belum
ada ketentuan baru begitu pula nilai – nilai Pancasila belum ditransformasikan
kedalam Undang – Undang.

6. Periode Pasca – Reformasi (21 Mei 1998 – 22 Juni 2004)


Pada masa ini, diterbitkan Keputusan Presiden Repubik Indonesia No. 44
Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peratuan Perundang – Undangan,
Rancangan Peraturan Pemerintahan dan Rancangan Keputusan Presiden.
7. Periode Undang – Undang No 10 Tahun 2004 (22 Juni 2004 – 22 Agustus
2011)
Di periode ini, tepatnya pada tanggal 22 Juni 2004 disahkan berikut
diundangkannya Undang – Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang – Undangan.

8. Periode Undang – Undang No 12 Tahun 2011 (22 Agustus 2011 –


sekarang)
Undang – Undang No 12 Tahun 2011 tentang tentang Pembentukan
Peraturan Perundang – Undangan yang disahkan pada tanggal 22 Agustus 2011
merupakan penyempurnaan dari Undang – Undang No. 10 Tahun 2004.

BAB IV PANCASILA SEBAGAI PANDUAN PEMBENTUKAN UNDANG-


UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
G. HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Sebagaimana telah diuraikan pada subbab sebelumnya, berkaitan dengan
hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur dalam:
1. Ketetapan MPR RI Nomor: XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPRGR
mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia
2. Ketetapan MPRS Nomor: III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi
pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (staatsverfassung) dari suatu
negara. Menurut Nawiasky, norma tertinggi yang disebut oleh Kelsen sebagai
norma dasar (basic norm) dalam suatu negara sebaiknya tidak disebut sebagai
staatsgrundnorm melainkan Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental
negara.
Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka
oembentukan hukum,penerapan, dan pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari
nilai-nilai Pancasila. Penempatan Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm berarti
menempatkannya di atas Undang-Undang Dasar. Jika demikian, Pancasila tidak
termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Validitas
konstitusi pertama adalah presuposisi terakhir, postulat yang final, dimana validitas
semua norma dalam tata aturan hukum bergantung.
Kelsen juga menyatakan bahwa suatu tata hukum kehilangan validitasnya
secara keseluruhan jika terjadi kudeta atau revolusi yang efektif. Kudeta atau
revolusi adalah perubahan oleh tata hukum itu sendiri. Tata hukum yang berlaku
adalah sebuah tata hukum baru meskipun dengan materi yang sama dengan tata
hukum lama. Berdasarkan uraian antara pandangan Kelsen dan Nawiasky dapat
disimpulkan bahwa Staatsfundamentalnorm yang dikemukakan Nawiasky adalah
presuposisi validitas konstitusi pertama yang dikemukakan oleh Kelsen sebagai
norma dasr. Adapun staatsgrundgesetz-nya Nawiasky adalah konstitusi dalam
pandangan Kelsen.

H. MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK


INDONESIA
Materi muatan perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam
peraturan perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki peraturan
perundang-undangan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dengan Persetujuan Presiden. Materi muatan undang-undang dapat ditentukan
batas-batasnya atau ruang lingkupnya. Untuk menemukan materi muatan undang-
undang, kita dapat menggunakan tiga pedoman, yaitu:
1. Berdasarkan dalam Batang Tubuh UUD 1945
2. Berdasarkan wawasan negara berdasar atas hukum
3. Berdasarkan wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi
(konstitusionalisme)
Apabila kita melihat pada Batang Tubuh UUD 1945, terdapat 44 ketentuan
yang harus diatur oleh undang-undang, yaitu: pertama, yang diperintahkan untuk
diatur dengan undanga-undang tersendiri; kedua, ada yang diperintahkan untuk
diatur dalam undang-undang, meskipun tidak tersendiri; ketiga, ada yang ditapkan
dengan undang-undang; keempat, ada yang disahkan dengan undang-undang;
kelima, ada pula hal-hal yang diberikan oleh undang-undang; keenam, ada yang
diatur berdasarkan undang-undang; ketujuh, ada pula yang dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan wawasan negara
berdasar atas hukum (rechtsstaat), materi muatan perundang-undangan ditentukan
oleh wawasan negara berdasar atas hukum ini dimulai dengan terbentuknya
polizeistact sampai pada perkembangan yang terakhir sebagai rechtsstaat
material/sosial. Perkembangan terakhir negara berdasar atas hukum adalah
rechtsstaat yang material/sosial yang sering juga disebut dengan welfare state atau
verzorgingsstaat atau negara berdasar atas hukum modern
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan bahawa materi muatan yang
harus diatur dengan undang-undang berisi:
6. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945
7. Perintah suatu undag-undang untuk diatur dengan undang-undang
8. Pengesahan perjanjian internasional tertentu
9. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi
10. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat

I. SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM


1. Habitat Pancasila
Habitat adalah tempat berdiamnya sesuatu, bisa juga diartikan sebagai
tempat lahirnya sesuatu. Kaitannya dengan Pancasila adalah habitat hukum
dengan habitat Pancasila berada di bumi Indonesia, karena sejatinya segala
sumber hukum di Negara Republik Indonesia adalah Pancasila. Pancasila lahir
pada tanggal 1 Juni 1945, namun habitatnya sudah dipersiapkan jauh sebelum
Indonesia merdeka. Jadi, habitat Pancasila adalah berada pada Pembukaan
UUD 1945. Di samping itu, Pancasila juga seluas wilayah Negara Republik
Indonesia, sebagaimana dikemukakan oleh Soekarno.

2. Tumbuh Kembangnya Pancasila


Secara yudiris, Pancasila tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 Alinea Keempat. Dalam lampiran Ketetapan
MPRS meletakkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yang
berarti sumber dari tertib hukum suatu negara atau yang besar sebagai sumber
dari segala sumber hukum adalah pandangan hidup kesadaran dan cita-cita
hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan dan wakil dari
rakyat negara yang bersangkutan.
Pada tahun 1978 Pancasila dijadikan sebagai pandangan hidup bangsa dan
dasar negara Republik Indonesia perlu dihayati dan diamalkan secara nyata
untuk menjaga kelestarian dan keampuhannya demi terwujudnya tujuan
nasional serta cita-cita bangsa.
Perjalanan Pancasila mulai lahir hingga dikembangkan dan bahkan menjadi
materi pendidikan nasional serta ditangani oleh suatu badan tersendiri yang
bernama BP-7 sampai 20 tahun (1978 - 1998).

3. Menghidupkan Kembali Pancasila


Panduan dasar yang dapat dijadikan pedoman pengamalan Pancasila ialah
sekurang-kurangnya memuat petunjuk nyata dan jelas wujud pengalaman
kelima sila dari Pancasila. Apabila kita ingin menghidupkan kembali Pancasila
sebagai motor penggerak kehidupan bangsa akar budaya bangsa dan sebagai
pandangan hidup bangsa maka kita hidupkan kembali semangat Pedoman
Penghayatan dan pengalaman Pancasila P4. Menurut penulis Bagaimana
menghidupkan kembali Pancasila ialah dengan menggunakan undang-undang
yang mengatur tentang penerapan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara sehingga Pancasila dapat hidup dan bangkit kembali dari tidur
panjangnya.

J. AKAR BUDAYA BANGSA


Pancasila dipadukan dengan akar budaya bangsa oleh karena Pancasila adalah
cita-cita luhur bangsa Indonesia yang digali dari akar budaya bangsa. Kultural
merupakan landasan yang digali dari nilai-nilai Luhur budaya bangsa yang sudah
ada semenjak berabad-abad lamanya di Indonesia. Pancasila sebagai kepribadian
dan jati diri bangsa Indonesia merupakan pencerminan nilai-nilai yang tumbuh
dalam kehidupan bangsa Indonesia. Budaya hukum merupakan nilai-nilai sikap
serta perilaku anggota masyarakat dalam kehidupan hukum. Dengan budaya hukum
masyarakat memberi tempat kepada hukum dalam kehidupannya.
Kerentanan sosial budaya dan hukum menuntut revitalisasi Pancasila sebagai
langkah yang tidak terelakkan sebagai sistem nilai tertinggi di dalam bangunan
piramida sistem hukum di Indonesia menjadi sangat mendesak dan penting
mengingat penguatan liberalisme dan kapitalisme. Jelas dan terang bahwa Mengapa
kita perlu Pancasila karena Pancasila sebagai motor penggerak kehidupan bangsa
dan sebagai akar budaya bangsa. Sebagai pelengkap dan sekaligus inti pembahasan
ini adalah pandangan hidup bangsa.

K. PANDANGAN HIDUP BANGSA


Pancasila sebagai pandangan hidup atau Filsafat Pancasila merupakan satu
kesatuan satu keutuhan ataupun kebulatan yang tidak boleh dipisah-pisahkan
karena keseluruhannya merupakan satu sistem filsafat sila satu menjiwai yang
lainnya, sehingga kita tidak bisa menggantikan sel yang satu terlepas dari sila-sila
yang lainnya. Dengan pandangan hidup yang jelas suatu bangsa akan memiliki
pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah politik ekonomi sosial
dan budaya yang timbul dalam gerakan masyarakat yang makin maju.
Pandangan hidup suatu bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya dan kesediaannya untuk mewujudkan di dalam tindakan Sikap
perilaku hidup dan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Dengan
pandangan Pancasila semuanya dapat terarah dengan baik sesuai dengan apa yang
kita cita-citakan.

L. PENGGERAK PEREKONOMIAN BANGSA


Globalisasi merupakan karakteristik hubungan antara penduduk bumi yang
melampaui batas-batas konvensional seperti bangsa dan negara. Dengan semangat
kekeluargaan dan kegotongroyongan sebagaimana tertuang dalam pasal 33 undang-
undang dasar negara republik indonesia 1945 yang menyatakan bahwa:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh Negara
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip bersama efisiensi kali keadilan berkelanjutan berwawasan
lingkungan kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
Sistem ekonomi yang tepat adalah sistem yang diilhami dan didasarkan pada
suatu konsep persen yang ideal. Ekonomi yang baik adalah sistem yang
menjunjung tinggi keadilan dalam arti fairness. Sistem ekonomi pancasila
merupakan refleksi dari kehendak bangsa indonesia.
Sistem ekonomi negara republik indonesia bersifat sosial idris karena
sebagaimana tertuang dalam pasal 33 undang-undang dasar negara republik
indonesia 1945. Peran pemerintah dengan kebijaksanaan ekonomi dan sosialnya
akan merupakan faktor yang menentukan. Dalam menciptakan iklim ekonomi
pancasila negara republik indonesia melalui presidennya dalam bentuk sistem
ekonomi berbasis koperasi yang berlandaskan asas kekeluargaan pada setiap
pelaku ekonomi di negara kita.

BAB V TRANSFORMASI NILAI-NILAI PANCASILA KE DALAM


PEMBENTUKAN UNDANG UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA
D. MENGHADIRKAN TRANSFORMASI
Transformasi dalam penulisan ini adalah menghadirkan kembali Pancasila
dalam pembentukan undang-undang. Sekalipun dalam pasal 2 undang-undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan telah
ditegaskan bahwa Pancasila adalah sumber segala sumber hukum negara. Menjadi
penting bahwa Pancasila yang sekarang ini kita yakini sebagai landasan ideologi
negara. Akan tetapi, hanya sebatas simbol dan sebelum sepenuhnya
ditransformasikan ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

E. TRANSFORMASI PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG


Transformasi mengandung makna perpindahan dari bentuk yang satu ke bentuk
yang lain atau proses perubahan secara teoritis dapat berubah perubahan parsial
sedikit hingga perubahan yang menyeluruh. Perubahan dapat berlangsung lambat
maupun cepat.
1. Dasar Hukum Pembentukan Undang-Undang
Sebelum Indonesia merdeka dasar hukum pembentukan undang-undang
mengacu pada Algemene van wetgeving voor Indonesia disingkat AB,
staatblad 1847-23 tentang peraturan umum mengenai perundang-undangan
untuk Indonesia. Pembentukan undang-undang negara Republik Indonesia
yang sekarang berlaku adalah undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan adalah penyempurnaan dari
undang-undang Nomor 10 Tahun 2004.

2. Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik


Secara substansi peraturan perundang-undangan merupakan kaidah hukum
yang mudah dikenali mudah diketemukan kembali dan mudah di telusuri.
Terdapat 6 asas umum pembuatan peraturan yang baik:
a. Asas tujuan yang jelas menghendaki adanya suatu tujuan peraturan yang
jelas yang harus nampak pula dalam penjelasannya
b. Asas kemendesakan bermaksud untuk menghindarkan kemungkinan
dikeluarkannya suatu peraturan yang sebenarnya tidak diperlukan.
c. Asas kemungkinan pelaksanaan berkaitan dengan kemungkinan untuk
mengerjakan suatu peraturan di dalam praktiknya jika peraturan itu telah
dikeluarkan.
d. Asas kesamaan hukum merupakan asas dasar yang dapat dilihat dari
berbagai sudut.
e. Asas kepastian hukum menghendaki agar harapan-harapan yang wajar
hendaknya dihormati.
f. Asas penerapan hukum yang khusus menisbikan pentingnya peraturan
hukum di dalam kasus individual yang mengandung keadaan khusus.
Dari pengertian mengenai peraturan perundang-undangan yang baik
memiliki suatu kesamaan yakni bahwa setiap peraturan perundang-
undangan harus memiliki tujuan yang jelas serta mencangkup jangkauan
pemberlakuannya.
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 5 undang-undang nomor 12 tahun 2011
bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan
berdasarkan pada asas peraturan perundang-undangan yang baik yang meliputi:
h) Kejelasan tujuan
i) Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
j) Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan
k) Dapat dilaksanakan
l) Kedayagunaan dan kehasilgunaan
m) Kejelasan rumusan
n) Keterbukaan.
Dapat disimpulkan bahwa dalam membentuk suatu undang-undang negara
Republik Indonesia tidak hanya ada asas dan metode sebagaimana diuraikan
namun landasan seperti seperti aspek filosofis yuridis sosiologis politis dan
ekonomis harus menjadi paduan dasar dalam membentuk undang-undang yang
baik.

3. Menanamkan Ruh Pancasila Dalam Undang-Undang


Dalam pembentukan undang-undang negara Republik Indonesia yang
menjadi roh adalah Pancasila dan yang menjadi dasar adalah rancangan
undang-undang. Materi muatan transformasi merujuk pada pembahasan
sebelumnya yaitu peraturan perundang-undangan yang baik karena
transformasi dalam mengubah butir-butir Pancasila dalam setiap tahapan
pembentukan undang-undang.
Apabila suatu undang-undang dalam pembentukannya tidak melalui
saringan Pancasila maka undang-undang tersebut diduga tidak mencerminkan
Pancasila begitu pula Sebaliknya apabila suatu undang-undang dalam
pembentukannya menggunakan saringan Pancasila dapat dipastikan bahwa
undang-undang tersebut dapat diterima dengan tangan terbuka oleh
masyarakat.

F. TRANSFORMASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PEMBENTUKAN


UNDANG-UNDANG
1. Transformasi Program Legislasi Nasional
Program legislasi nasional merupakan instrumen perencanaan proses
pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana terpadu dan
sistematis. Program legislasi nasional merupakan tahapan paling awal dari
proses dan pembentukan peraturan perundang-undangan yakni pada tahapan
perencanaan.
Secara konkrit transformasi nilai-nilai pancasila dapat dilakukan melalui
cara menyusun setiap butuh pasang rancangan undang-undang kemudian
dicocokkan dengan postulat transformasi nilai-nilai pancasila. Menurut penulis
harus dibentuk unit khusus di bawah koordinasi direktur jenderal peraturan
perundang-undangan yang membidangi fungsi transformasi nilai-nilai
pancasila atau dengan kata lain dibentuk direktorat transformasi didalamnya
dapat dilakukan pengelompokan berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

2. Transformasi Naskah Akademik


Naskah akademik merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian
hukum dan hasil penulisan lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut
dalam suatu rancangan undang-undang. Transformasi Kerangka Undang-
Undang

Kerangka undang-undang diatur dalam lampiran 2 undang-undang Nomor


12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pembahasan mengenai transformasi kerangka undang-undang Terdapat dua hal
yang harus diperhatikan konsiderans menimbang dan konsiderans mengingat.
Dalam setiap konsiderans harus memuat Pancasila sebagaimana telah diubah
dalam bentuk postulat sehingga kemudian dapat tercermin dalam materi
muatan undang-undang berlandaskan Pancasila.

3. Transformasi Pembahasan Rancangan Undang-Undang


Pembahasan rancangan undang-undang adalah bentuk persetujuan bersama
antara Dewan Perwakilan Rakyat dan presiden sebagaimana diamanatkan
dalam pasal 1 poin 3 undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan. Pembentukan fraksi bertujuan
untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi wewenang tugas DPR serta hak dan
kewajiban anggota DPR. Saksi hanya mengkoordinasi pelaksanaan tugas
anggota nya bukan mencampuri dan bahkan memiliki peran yang strategis
dalam pembentukan undang-undang.
Alur transformasi pembahasan rancangan undang-undang dapat dilihat
dilihat fungsi kontrol dari Pancasila sebagai landasan falsafah bangsa.

4. Transformasi Pengesahan Undang-Undang


Sebagaimana kita ketahui bahwa kewenangan mengesahkan dan
menetapkan undang-undang adalah presiden. Dalam pengesahan rancangan
undang-undang presiden melakukan scanning terakhir terhadap postulat
pancasila.

5. Transformasi Pengundangan Dan Penyebarluasan Undang-Undang


Khusus berkaitan dengan pengundangan undang-undang adalah
ditempatkannya pada lembaran negara untuk undang-undang dan tambahan
lembaran negara untuk penjelasan dari undang-undang tersebut. Undang-
undang yang telah disahkan oleh presiden diberi nomor dan tahun oleh
sekretaris negara. Secara formal menyebarluaskan sesuai dengan amanat
undang-undang akan tetapi secara materiil masyarakat belum mengetahui
sebagaimana memahami suatu undang-undang yang berlaku.

6. Evaluasi Penerapan Undang-Undang


Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan mengingat pentingnya uji publik
bagi setiap undang-undang yang hendak diterapkan di masyarakat. Evaluasi
penerapan undang-undang yang sejatinya harus dilakukan secara periodik.
BAB VI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG
D. KEWENANGAN MENGUJI UNDANG-UNDANG
Dalam rangka pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-
undang alat pengukur untuk menilai data dalam menjalankan kegiatan pemujaan itu
adalah undang-undang bukan undang-undang dasar seperti di Mahkamah
Konstitusi. Undang-undang dasar negara Republik Indonesia 1945 memberikan
kewenangan konstitusional kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengawal
konstitusi sehingga mahkamah konstitusi berperan juga sebagai penafsir akhir
terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalam konstitusi.
Pada dasarnya Mahkamah Konstitusi melakukan serangkaian aktivitas
pengujian undang-undang guna memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi
para pemohon pengujian undang-undang. Adapun pengujian material adalah suatu
wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai apakah suatu peraturan
perundang-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi derajatnya serta apakah suatu kekuasaan tertentu berhak mengeluarkan suatu
peraturan tertentu.
E. INTERPRETASI UNDANG-UNDANG
Dalam menginterpretasikan hukum menurut Sudikno Mertokusumo
berpendapat bahwa terdapat 8 interpretasi yaitu:
1. Interpretasi Gramatikal
2. Interpretasi Sistematis atau Logis
3. Interpretasi Historis
4. Interpretasi Teologis atau Sosiologis
5. Interpretasi Komparatif
6. Interpretasi Antisipatif atau Futuristis
7. Interpretasi Restriktif
8. Interpretasi Ekstensif

F. NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG


Pengujian undang-undang merupakan proses mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat yaitu menguji undang-
undang terhadap undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945.
1. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan yang maha esa dalam putusan pengujian undang-undang
Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air terletak pada alasan dan pokok
permohonan yang menyebutkan bahwa ajaran Islam menegaskan mengenai
pentingnya air sebagai sumber kehidupan.

2. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab terletak pada alasan dan pokok
permohonan pengujian undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumber
daya air para pemohon beranggapan bahwa undang-undang a quo merupakan
undang-undang yang diskriminatif. Kebutuhan masyarakat terhadap air yang
semakin meningkat dan barang lebih menguatnya nilai ekonomi air
dibandingkan nilai dan fungsi sosialnya.

3. Nilai Persatuan
Sumber daya air sebagai sumber kesejahteraan memiliki makna yang terkait
erat dengan upaya Ibu Pertiwi yang merupakan julukan personifikasi bagi
negara Indonesia sebagai ibu yang menyusui dan nilainya oleh sebagai anak-
anaknya.

4. Nilai Permusyawaratan Dan Perwakilan


Nilai permusyawaratan dan perwakilan para pemohon beranggapan bahwa
undang-undang a quo mengandung muatan penguasaan dan Monopoli sumber
sumber daya air yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dikuasai negara dan
digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Undang-undang a quo
sudah memberikan ruang seluas-luasnya bagi swasta untuk menguasai sumber
daya air. Dengan memberikan penguasaan dan Monopoli sumber-sumber daya
air berarti secara tidak langsung bahwa undang-undang a quo tidak memberikan
ruang kepada masyarakat untuk berperan dalam pembentukan dan penetapan
undang-undang a quo.

5. Nilai Keadilan Sosial


Memberikan keadilan berupa menikmati sumber daya air yang dinikmati
seluruh rakyat Indonesia tanpa pandang status sosialnya.

BAB VII KERANGKA KONSEP PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG


BERDASARKAN PANCASILA
D. KONSEP NEGARA HUKUM PANCASILA
Berkaitan dengan negara hukum dalam bahasa Inggris disebut The rule of Law
atau dalam bahasa jelanda dan Jerman disebut rechtstaat adalah adanya ciri
pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Dalam dunia
akademisi konsep negara hukum telah menjadi isu utama yang mengetengahkan
Pancasila sebagai Sentral penelitian. Tata hukum Indonesia didasarkan pada
landasan kerohanian Pancasila maka tata hukum seyogyanya disebut sebagai sistem
hukum Pancasila. Pancasila adalah jawaban bangsa Indonesia terhadap pertanyaan
dasar yang dinyatakan secara sadar dan eksplisit kedudukan Pancasila yang
merupakan dasar dan sumber yang mengalirkan nilai ide tentang Bagaimana
masyarakat Indonesia hendaknya diorganisasikan.
E. KONSEP SISTEM HUKUM NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA
Sistem hukum mengacu kepada sistem hukum nasional sebagaimana tercermin
dalam kerangka landasan pembangunan hukum yang digagas oleh komisi Ad-Hoc
perhimpunan sarjana hukum Indonesia tahun 1989. Landasan pembangunan hukum
adalah landasan yang memungkinkan pembangunan hukum tumbuh dan
berkembang atas kekuatan hukum sendiri sebagai suatu sistem hukum nasional
yang bersumber pada Pancasila dan mengabdi kepada satu kepentingan nasional.
Sistematisasi sistem hukum nasional dapat dijabarkan melalui beberapa tahapan:
1. Perencanaan hukum
2. Pembentukan hukum
3. Penerapan dan pelayanan hukum
4. Penegakan hukum
5. Pengembangan hukum
6. Penelitian hokum
Pembangunan hukum dan sistem hukum berdasarkan Pancasila pada dasarnya
bertujuan mengarahkan untuk melindungi:
6. Segenap bangsa Indonesia seluruh tumpah darah Indonesia
7. Cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
8. Masyarakat Indonesia dan individu- individu
9. Jiwa kebebasan individu kehormatan dan harta benda
10. Pelaksanaan pembangunan

F. KONSEP LEGISLASI INDONESIA


Legislasi merupakan salah satu teori yang sangat penting dalam kerangka
menganalisis pembentukan undang-undang. Fokus teori legislasi adalah pada acara
pembentukan undang-undang yang mencangkup tahapan perencanaan tahapan
penyusunan tahapan pembahasan dan tahapan pengerjaan atau penetapan dan
tahapan pengundangan. Legislasi pancasila sekurang-kurangnya telah
mentransformasikan nilai-nilai pancasila dalam pembentukannya.
Kedudukan pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara dapat
ditransformasikan manakala diberikan ruang bagi nilai-nilai pancasila dalam
pembentukan undang-undang. Cara mentransformasikan nya dengan menyisir
setiap butir pasar rancangan undang-undang kemudian dicocokkan dengan postulat
transformasi nilai-nilai pancasila. Dibutuhkan berbagai dukungan dari legislator dan
masyarakat dalam membentuk aturan sesuai dengan falsafah bangsa dan negara republik
indonesia diantaranya: Pertama, pembentukan undang-undang lebih optimal;Kedua,
untuk mentransformasikan nilai-nilai pancasila dalam pembentukan undang-undang.
2.2 Buku Pembanding I

 BAB I
Pengantar Pendidikan Pancasia

Mata kuliah pendidikan Pancasila memiliki kedudukan sebagai mata kuliah wajib kurikulum
pendidikan tinggi (MKWK-PT) yang berdiri sendiri dan harus ditempuh oleh setiap mahasiswa,
baik pada jenjang diploma maupun jenjang sarjana. Mata kuliah pendidikan Pancasila
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar mahasiswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
pengetahuan, kepribadian, dan keahlian, sesuai dengan program studinya masing-masing. Selain
itu, mahasiswa diharapkan mampu memberikan kontribusi yang konstruktif dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dengan mengacu kepada nilai-nilai Pancasila. Jadi,
mata kuliah pendidikan Pancasila merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan student centered learning, untuk mengembangkan knowledge, attitude, dan skill
mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa dalam membangun jiwa profesionalitasnya sesuai
dengan program studinya masing-masing dengan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai kaidah
penuntun (guiding principle) sehingga menjadi warga negara yang baik (good citizenship).
Apabila pendidikan Pancasila dapat berjalan dengan baik, maka diharapkan permasalahan-
permasalahan yang muncul sebagai akibat dari tidak dilaksanakannya Pancasila secara konsisten,
baik oleh warga negara, oknum aparatur maupun pemimpin bangsa, dikemudian hari dapat
diminimalkan.

 BAB II
Pancasila Dalam Kajian Sejarah Indonesia

Dalam materi ini Anda akan mempelajari sejarah, dinamika, dan perkembangan Pancasila pada
lintasan kesejarahan bangsa Indonesia. Anda akan melihat bahwa Pancasila merupakan buah
karya para pendiri bangsa untuk mewujudkan dasar dan pandangan hidup masyarakat Indonesia
merdeka. Selain itu, akan terlihat pula bagaimana Pancasila dikonstruksi di dalam sejarah
perkembangan bangsa, mulai dari proses merumuskan Pancasila, penggalian, hingga dikristalkan
dan kemudian diinterpretasikan kembali guna mewadahi kebutuhan dan kepentingan setiap
elemen bangsa Indonesia untuk menentukan identitas dirinya secara terus-menerus. Tujuan akhir
materi ini adalah memberi pengetahuan kepada mahasiswa ketika mempelajari sejarah lahirnya
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa beserta kompleksitisitas dan tantangan yang
mengiringinya, sehingga diharapkan mampu memberikan pemahaman mendalam dan terbuka
atas ideologi dan identitas bangsa Indonesia, dan dapat menghasilkan pemikiran serta sumbangan
kritiskonstruktif bagi kemajuan bangsa yang terus-menerus dalam proses menjadi manusia yang
berahklak mulia, menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai kebangsaan.
 BAB III
Pancasila Sebagai Dasar Negara

Bentuk negara, sistem pemerintahan, dan tujuan negara seperti apa yang ingin diwujudkan, serta
bagaimana jalan/cara mewujudkan tujuan negara tersebut, akan ditentukan oleh dasar negara
yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, dasar negara akan menentukan
bentuk negara, bentuk dan sistem pemerintahan, dan tujuan negara yang ingin dicapai, serta jalan
apa yang ditempuh untuk mewujudkan tujuan suatu negara. Pancasila sebagai dasar negara yang
autentik termaktub dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Inti esensi nilai-nilai Pancasila
tersebut, yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan sosial. Pancasila
sebagai dasar negara, perlu dipahami dengan latar belakang konstitusi proklamasi atau hukum
dasar kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, yaitu Pembukaan, Batang Tubuh
serta Penjelasan UUD 1945 sebelum diamandemen.

 BAB IV
Pancasila Sebagai Ideologi Nasional

Ideologi adalah sebuah istilah yang lahir pada akhir abad ke-18 atau tahun 1796 yang
dikemukakan oleh filsuf Perancis bernama Destutt de Tracy dan kemudian dipakai Napoleon.
Istilah ideologi berasal dari kata "idea" dari bahasa Yunani "eidos", yang berarti gagasan,
konsep, pengertian. dasar, cita-cita dan "logos" yang berarti ilmu. Kata "eidos" berasal dari
bahasa Yunani yang artinya bentuk. Ada lagi kata "idein" yang artinya melihat. Secara harfiah,
ideologi dapat diartikan ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the science of ideas) atau ajaran
tentang pengertian-pengertian dasar. (Ma'mur, 2005). Pengertian lain secara harfiah, ideologi
berarti "a system of idea" suatu rangkaian ide yang terpadu menjadi satu. Dalam penggunaannya,
istilah ini dipakai secara khas dalam bidang politik untuk menunjukkan seperangkat nilai yang
terpadu, berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (Moerdiono, 1991).
Ideologi menurut Munir, dkk., (2014), dapat juga diartikan sebagai seperangkat sistem yang
diyakini setiap warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Setiap
sistem keyakinan itu terbentuk melalui suatu proses yang panjang karena ideologi melibatkan
berbagai sumber seperti kebudayaan, agama, dan pemikiran para tokoh.

 BAB V
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Secara historis, istilah filsafat mula-mula dipergunakan oleh Pythagoras (582-496 SM), seorang
ahli matematika dan filsuf Yunani. Pada masa itu istilah filsafat masih dipergunakan secara
umum dalam arti yang sangat luas, yakni untuk menyebut semua disiplin ilmu yang ada pada
waktu itu. Pada masa itu semua ilmu pengetahuan atau semua disiplin ilmu semuanya disebut
filsafat. Dari filsafatlah ilmu-ilmu modern dan kontemporer berkembang, sehingga manusia
dapat menikmati ilmu dan sekaligus buahnya, yaitu teknologi. Dalam perkembangan selanjutnya
dari filsafat itu kemudian muncul berbagai cabang ilmu yang mandiri, sehingga filsafat
merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan. Secara etimologis, filsafat berasal dari bahasa
Yunani philosophia yang tersusun dari dua kata yaitu philos dan Sophia. Philos artinya mencari
atau mencintai, sedangkan sophia artinya kebijaksanaan, kebenaran, pengetahuan, keterampilan,
dan pengalaman praktis. Jadi philosophia secara harfiah berarti mencari kebenaran atau
mencintai kebijaksanaan. Kebijaksanaan juga dikenal dalam bahasa Inggris, wisdom.
Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia
untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep yang bermanfaat bagi
peradaban manusia.

 BAB VI
Pancasila Sebagai Sistem Etika

Istilah etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang artinya tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Secara etimologis,
etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik
pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan
dari satu generasi ke generasi yang lain. Dalam artian ini, etika sama maknanya dengan moral.
Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk. (Bertens,
2002). Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu
yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku manusia dengan
norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap kali disebut moralitas atau etika.
(Sastrapratedja, 2001).

 BAB VII
Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini, membuat semua orang tidak akan lepas dari
perkembangan teknologi. Akan tetapi apakah perkembangan teknologi saat ini sudah sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila? Dan apakah sikap kita sudah menerapkan nilai-nilai Pancasila
dalam menggunakan teknologi? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul karena banyak orang
meyalahgunakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan
teknologi sesungguhnya tidak dapat bebas nilai, tapi justru pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi harus dilandasi dengan nilai-nilai. Hal ini sangat penting karena arah dan tujuan dari
ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk mencapai kesejahteraan dan peningkatan harkat
dan martabat manusia. Di dalam nilai-nilai Pancasila telah memberikan dasar pengembangan
iptek, yaitu didasarkan moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Terkait
pengertian tentang Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dapat mengacu pada beberapa jenis pemahaman, yaitu:

1. Bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di Indonesia


tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2. Setiap ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia dalam pengembangannya harus menyertakan nilai-
nilai Pancasila yang merupakan faktor internal dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu
sendiri.

2.3 Buku pembanding 2

A. PANCASILA DALAM PERSPEKTIF HISTORIS


1. Sejarah Pembentukan Pancasila
a. Pembahasan dalam Sidang BPUPK.
1) Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan (BPUPK) atau Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai dibentuk pada 28 Mei 1945 yang terdiri dari seorang Ketua (Kaico),
dua orang Ketua Muda (Fuku Kaico) dan dengan 59 orang anggota biasa (Iin)
ditambah 7 (tujuh) orang Jepang sebagai anggota istimewa (Tokubetu Iin).1
2) Persidangan BPUPK dilaksanakan dalam dua masa persidangan. Masa Sidang
Pertama pada 28 Mei – 1 Juni 1945 dan Masa Sidang Kedua pada 10 – 17 Juli
1945.
3) Ketua BPUPK, Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, mengawali Rapat Besar
BPUPK pada 29 Mei 1945 dengan meminta para anggota BPUPK untuk
terlebih dahulu berbicara tentang “dasar negara” yang akan menjadi dasarnya
Indonesia merdeka.
4) Pokok-pokok gagasan tentang dasar negara antara lain sebagai berikut:2
a) Mr. Moh. Yamin: dalam notulen rapat tentang pidatonya pada 29 Mei 1945
yang disampaikan secara lisan dicatat bahwa meskipun tidak secara khusus
menyampaikan hal dasar negara, namun dikemukakan dasar yang tiga,
yaitu :
1) Permusyawaratan – mufakat Perwakilan
2) Kebijaksanaan (rationalism)
3) Selain itu Mr. Moh. Yamin juga mengemukakan bahwa peradaban
Indonesia mempunyai Ketuhanan Yang Maha Esa.
b) R.A.A. Wiranatakoesoema dalam pidatonya pada 29 Mei 1945 antara lain
menegaskan pentingnya keselarasan dengan kehendak Tuhan Yang Maha
Kuasa dan syarat utama yaitu „rasa persatuan‟.
c) K.R.M.T.H. Woerjaningrat dalam pidatonya pada 29 Mei 1945 antara lain
menyatakan bahwa „kemerdekaan harus bersendi kekeluargaan bangsa
Indonesia‟.
d) Mr. Soesanto Tirtoprodjo dalam pidatonya pada 29 Mei 1945 antara lain
menyatakan bahwa dasar fundamennya ialah :
i. Semangat kebangsaan
ii. Hasrat persatuan
iii. Rasa kekeluargaan
e) A.M. Dasaad dalam pidatonya pada 29 Mei 1945 antara lain menyatakan
bahwa Indonesia Merdeka haruslah berdasar kepada “iman dan tawakal
kepada Tuhan Allah Yang Mengendalikan langit dan Bumi”.
f) Drs. Moh. Hatta dalam pidatonya pada 30 Mei 1945 antara lain
menyatakan bahwa dasar Ketuhanan harus diwujudkan dengan memi-
sahkan urusan agama dari urusan negara.3
g) R. Abdoelrahim Pratalykrama dalam pidatonya pada 30 Mei 1945 antara
lain menyatakan bahwa dasar negara adalah :
i. Persatuan rakyat.
ii. Agama Islam dengan kemerdekaan seluas-luasnya bagi pemeluk
agama yang bukan Islam.

h) Mr. Soepomo dalam pidatonya pada 31 Mei 1945 menyatakan antara lain
bahwa dasar persatuan, semangat kekeluargaan dan semangat gotong-
royong sangat sesuai dengan corak masyarakat Indonesia. Lain dari itu juga
dinyatakan pentingnya dasar moral yang luhur agar negara memelihara
budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur.
i) Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam pidatonya pada 31 Mei 1945 antara lain
menyatakan agar Islam dijadikan asas dan sendi negara.
j) Ir. Soekarno dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 mengemukakan 5 prinsip
yang merupakan philosofische grondslag (pandangan hidup) dan dasar
negara, yaitu :
i. Kebangsaan Indonesia
ii. Internasionalisme, atau peri-kemanusiaan
iii. Mufakat, atau demokrasi
iv. Kesejahteraan sosial
v. Ketuhanan yang berkebudayaan
Ir. Soekarno juga menawarkan bahwa bila dikehendaki hanya tiga maka
menjadi socio-nationalism, socio-democratie, dan Ketuhanan. Apabila dikehendaki
hanya satu saja maka menjadi gotong-royong. Dengan demikian Ir. Soekarno menjadi
satu-satunya pembicara yang secara utuh, jelas dan tegas menyatakan tentang dasar
negara sebagai philosofische grondslag.
a) Sidang BPUPK mengalami reses pada 2 Juni hingga 9 Juli 1945. Sebelum
masa reses Dr. Radjiman membentuk Panitia Kecil yang beranggotakan 8
(delapan) orang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Panitia Kecil bertugas
menghimpun masukan atau usul dari segenap anggota BPUPK tentang
Indonesia Merdeka. Setelah Panitia Kecil melaksanakan tugasnya, di luar
tugas yang dibebankan pada Panitia Kecil, Ir. Soekarno mengundang para
anggota BPUPK untuk rapat di Kantor Besar Djawa Hookookai. Rapat
tersebut dihadiri oleh 38 orang anggota BPUPK. Dalam rapat tersebut
dibentuk Panitia Kecil yang beranggotakan 9 (sembilan) orang, yaitu Ir.
Soekarno selaku Ketua, dan anggota-anggota, Drs. Moh. Hatta, Mr. A.A.
Maramis, Abikoesno Tjokrosoeyoso, Abdoel Kahar Moezakir, H. Agoes
Salim, Mr. Achmad Soebardjo, K.H. Wachid Hasjim, dan Mr. Muh.
Yamin. Panitia ini kemudian disebut sebagai Panitia Sembilan.
b) Pada 22 Juni 1945 Panitia Sembilan tersebut berhasil menyepakati suatu
Naskah Preambule atau Mukaddimah Undang-Undang Dasar yang
kemudian oleh Mr. Muh. Yamin disebut sebagai Piagam Jakarta. Hasil
Panitia Sembilan tersebut dilaporkan dalam Rapat Besar BPUPK pada 10
Juli 1945. Dalam rapat tersebut hasil Panitia Sembilan diterima sebagai
bahan rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar.
c) Rumusan Pancasila dalam naskah Piagam Jakarta ialah “Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan – perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Penetapan dalam Sidang PPKI.
1) Panitia Persiapan Kemerdekaan atau Dokuritsu Zyunbi Iinkai dibentuk oleh
Jepang dengan Ketua ialah Ir. Soekarno dan Wakil Ketua ialah Drs. Moh.
Hatta. Panitia Persiapan Kemerdekaan tersebut, menjelang Rapat Besar pada
18 Agustus 1945, diubah menjadi badan nasional dengan menambahkan 6
(enam) anggota yang berasal dari daerah-daerah, sehingga secara keseluruhan
berjumlah 27 orang, dan disebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI).
2) Mengawali Rapat Besar PPKI pada 18 Agustus 1945, Drs. Moh. Hatta selaku
Wakil Ketua PPKI, mengusulkan penyempurnaan rumusan Pancasila yang
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dan beberapa pasal lainnya.
3) Dengan demikian rumusan Pancasila secara resmi dan sah ditetapkan pada 18
Agustus 1945 sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai
berikut:
i. Ketuhanan Yang Maha Esa
ii. Kemanusiaan yang adil dan beradab
iii. Persatuan Indonesia
iv. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan5
v. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Atas dasar uraian di atas dapat ditegaskan bahwa Pancasila adalah seperangkat nilai
yang terangkai secara holistik menjadi gagasan dasar tentang konsep dan prinsip
yang menjadi pandangan hidup masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.

2. Pancasila Dalam Berbagai Konstitusi


a. Rumusan Pancasila dalam UUD 1945 tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
sebagai berikut :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawa-
ratan/perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia6
b. Rumusan Pancasila dalam Konstitusi RIS : dimuat dalam Mukaddimah sebagai
berikut: “…….Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu
Piagam negara yang berbentuk republik-federasi, berdasarkan pengakuan…
1) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
2) Peri-Kemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Kerakyatan
5) Keadilan Sosial7
c. Rumusan Pancasila dalam UUD Sementara Tahun 1950 : dimuat dalam
Mukaddimah sebagai berikut: “…….Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan
kami itu dalam suatu Piagam negara yang berbentuk republik-kesatuan,
berdasarkan pengakuan…
1) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
2) Peri-Kemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Kerakyatan
5) Keadilan Sosial8
d. Rumusan Pancasila pasca Dekrit Presiden tercantum dalam Pembukaan
(Preambule) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tetap
sama sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawa-
ratan/perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
e. Rumusan Pancasila pasca Perubahan UUD 1945 tercantum dalam Pembukaan
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 pasca Dekrit Presiden 5 Juli
1959 sebagai berikut :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawa-
ratan/perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
f. Selain itu rumusan Pancasila untuk pertama kali terdapat dalam naskah Piagam
Jakarta yang dihasilkan oleh Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945 sebagai berikut:
Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari‟at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia9 .

B. FUNGSI PANCASILA DAN PERWUJUDANNYA


1. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup.
a. Pandangan hidup Sebagai Basic Belief System.
1) Basic belief system atau sistem kepercayaan dasar ialah sekumpulan nilai yang
terangkai secara sistematis dan difungsikan sebagai acuan dasar dalam
berpikir, bersikap, dan bertingkah laku.
2) Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan basic belief system karena
memuat gagasan dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan dan wujud
kehidupan yang dianggap baik. Secara filosofis Pancasila memuat nilai-nilai
yang dianggap baik yang menjadi tuntunan cara berpikir, bersikap, dan
bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b. Kekeluargaan Sebagai Pandangan Hidup.
Paham kekeluargaan sebagai gagasan dasar berakar dalam kenyataan hidup
masyarakat Indonesia. Tata hubungan dalam masyarakat Indonesia tersusun dan
terangkai dalam saling hubungan yang didasarkan silih asih, silih asah, dan silih
asuh. Salah seorang dari founding fathers menyatakan bahwa hubungan
antaranggota masyarakat dan antara rakyat dengan pemimpinnya didasarkan pada
prinsip emong kinemong10 , saling memelihara dan saling mengayomi. Dengan
demikian paham kekeluargaan harus menjiwai dan mengarahkan pola pikir, pola
sikap dan pola tingkah laku rakyat Indonesia.
c. Pancasila sebagai sumber etika, moral dan budaya.
1) Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang dalam
bentuk tunggal mempunyai banyak arti, seperti padang rumput, kandang,
kebiasaan, adat, akhlak, watak dan lain-lain. Dalam bentuk jamak ta etha
berarti adat kebiasaan. Dalam KBBI etika dijelaskan sebagai 1) ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. 2)
kumpulan asa atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. 3) nilai mengenai
benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
2) Moral berasal dari bahasa Latin mos (jamak: mores) yang berarti kebiasaan
atau adat11 . Jadi secara etimologis kata „etika‟ sama dengan kata „moral‟.
Dengan demikian etika adalah kumpulan nilai dan norma moral yang diyakini
dan dijadikan pegangan oleh suatu golongan atau masyarakat, sebaliknya
moral adalah kumpulan nilai dan norma etis yang berlaku dalam masyarakat.
Sesuatu perilaku yang secara moral dikatakan buruk atau „tidak bermoral‟
disebut juga „tidak etis‟.
3) Bagi penganut agama, Tuhan YME adalah dasar dan jaminan bagi berlaku-nya
tatanan moral. Tuhan Yang Maha Adil akan menghukum yang berperilaku
buruk dan memberi ganjaran pada mereka yang berperilaku baik. Dostoyevski,
seorang pengarang Rusia, menyatakan : “Seandainya Allah tidak ada, semua
diperbolehkan”. Pendapat tersebut dibantah oleh filsuf Perancis, Jean-Paul
Sartre dengan mengatakan bahwa tidak benar bila Tuhan tidak ada lalu
semuanya diperbolehkan.
4) Secara filosofis Pancasila memuat nilai-nilai yang dianggap baik yang menjadi
tuntunan cara berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Pancasila Sebagai Dasar Negara
a. Dasar negara sebagai staatsfundamentalnorm.
1) Dasar negara adalah serangkaian nilai yang digali dari dan tumbuh
berkembang dalam masyarakat Indonesia sendiri sejak berabad yang lalu, yang
memuat gagasan tentang cita negara (staatsidee) dan cita hukum (rechtsidee)
sehingga dijadikan sebagai sumber bagi penyusunan hukum dasar atau pasal-
pasal Konstitusi.
2) Hans Nawiasky dalam bukunya Allgemeine Rechtslehre13 memaparkan tentang
Stuffenbau Theorie yang mengelompokkan norma hukum dalam suatu negara
menjadi empat tataran yang terdiri atas, staatsfundamentalnorm,
staatsgrundgesetze, formelle gesetze serta verordnungen dan autonome
satzungen. Staatsfundamentalnorm atau Pokok Kaidah Funda-mental Negara
(Notonagoro) hanya dapat diubah oleh para pembentuknya dan mengubah
Pokok Kaidah Fundamental Negara berarti membubarkan negara yang
dibangun atas dasar itu.
3) Dalam sistem hukum Indonesia staatsfundamentalnorm meliputi Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945 yang seluruh alineanya merupakan pengejawantahan
sila Pancasila; staatsgrundgesetze meliputi segenap pasal- pasal UUD 1945;
formelle gesetze meliputi segenap undang-undang serta verordnungen dan
autonome satzungen meliputi segenap peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang.

b. Hakikat Pancasila Sebagai Dasar Negara.


1) Pembukaan UUD 1945 antara lain menegaskan bahwa: “..................., maka
disusunlah Kemerdekaan Kwbangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan .....”. Ketentuan tersebut
menegaskan bahwa Pancasila yang sila-silanya dimuat dalam Pembukaan
UUD 1945 tersebut adalah dasar negara.
2) Selanjutnya rangkaian nilai-nilai, cita negara dan cita hukum yang termak-tub
dalam Pancasila diejawantahkan dalam pasal-pasal dan ayat UUD 1945 yang
selanjutnya dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan.
3. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
a. Pemikiran Tentang Ideologi.
1) Kata ideologi berasal dari kata Yunani ‘idein’ yang berarti melihat dan ‘logia’
yang berarti ajaran atau ilmu. Prof. Dr. Soerjanto Poespowardojo memberi
pengertian ideologi sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita dan keyakinan
yang ingin diwujudkan dalam kenyataan hidup yang konkrit. Prof. Dr. H.
Kaelan, M.S. memberikan pengertian ideologi secara umum yaitu kumpulan
gagasan, ide, keyakinan atau kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis,
yang menyangkut dan mengatur tingkah laku sekelompok manusia tertentu
dalam pelbagai bidang kehidupan.14
2) Batasan ideologi dapat diurai sebagai berikut:
a) Gagasan, cita-cita, dan nilai dasar yang membentuk sistem nilai yang utuh,
bulat dan mendasar.
b) Merupakan pencerminan dari pandangan hidup dan falsafah hidup suatu
bangsa.
c) Berbentuk kepercayaan politik yang kokoh sebagai hasil kemauan
bersama.15
b. Hakikat Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka.
1) Dr. Alfian menyatakan bahwa ideologi terbuka memiliki tiga dimensi,
yaitu:
2) Dimensi realitas, yakni bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam
ideologi tersebut secara riil berakar dan hidup dalam masyarakat.
3) Dimensi idealitas, yakni bahwa ideologi tersebut memberikan harapan
tentang masa depan yang lebih baik.
4) Dimensi fleksibilitas, yakni bahwa ideologi tersebut memiliki keluwesan
yang memungkinkan pengembangan pemikiran16 .
b.1 Pancasila pada hakikatnya merupakan ideologi terbuka, karena:
1.1 Nilai-nilai Pancasila berakar dalam kehidupan nyata masyarakat dan
terpelihara dalam perkembangan masyarakat, sehingga membuktikan
bahwa Pancasila berdimensi realitas.
1.2 Nilai-nilai Pancasila mencerminkan cita-cita moral rakyat yang luhur
dan terwujud dalam cita-cita kemerdekaan negara Indonesia, sehingga
membuktikan bahwa Pancasila berdimensi idealitas.
1.3 Nilai-nilai Pancasila meliputi nilai dasar yang bersifat hakiki, nilai
instrumental yang merupakan penjabaran dari nilai dasar, serta nilai
praksis yang dijabarkan dari nilai instrumental dan berkembang sesuai
dengan perkembangan masyarakat yang dinamis.

A. KONSEP YANG TERKANDUNG DALAM PANCASILA


Konsep adalah gagasan dasar yg bersifat abstrak, umum dan universal yang
merupakan hasil olah pikir manusia secara analitik, kritis, logis, reflektif, radikal dan
integral; Berupa dalil untuk memberikan makna dan acuan kritik terhadap fenoma yg
dihadapinya.
1. Konsep Religiositas.
a. Awal Mula Tumbuhnya Keimanan dan Ketakwaan Dalam Masyarakat Indonesia.
1) Sejak berabad yang lampau masyarakat bangsa Indonesia telah mengenal
dan mengakui adanya sesuatu yang menguasai manusia dan alam sekitar-
nya yang berujud „batu besar‟, atau benda-benda alam lainnya. Dalam
perkembangannya kepercayaan pada kekuatan gaib mewujud dalam
bentuk roh yang tidak terlihat dan memiliki sebutan sesuai kelompok
masyarakat penganut kepercayaan tersebut.
2) Makna Konsep Religiositas.
1) Konsep Religiositas menegaskan pengakuan bangsa Indonesia akan
adanya kekuatan gaib yg menjadikan alam semesta, termasuk manusia.
Bangsa Indonesia menyebutnya sebagai Tuhan Yang Maha Esa.
2) Oleh karena itu manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME
3) Dalam realita kehidupan masyarakat Indonesia
2. Konsep Humanitas
a. Paham Humanitas.
1) Sejak jaman renaissance muncul paham humanisme yang merupakan paham
yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai pribadi yang
unik dengan ciri dan wataknya masing-masing.
2) Paham humanisme tersebut pada gilirannya melahirkan suatu pernyataan
bersama bangsa-bangsa di dunia yang disebut the Universal Declaration of
Human Rights, yang ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-
Bangsa pada 10 Desember 1948.
b. Hakikat Manusia Menurut Pancasila.
1) Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius meyakini bahwa manusia
diciptakan oleh Tuhan YME sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk
sosial yang dianugerahi akal budi dan kehendak yang bebas.
2) Sebagai makhluk pribadi, manusia memiliki individualitas yang cenderung
menjadikannya egoistik, mementingkan dirinya sendiri dan mengabaikan
manusia lainnya.
3) Manusia sesuai dengan kodratnya memiliki kesetaraan satu sama lainnya,
bahkan merupakan satu keluarga yang dibangun atas dasar saling mengasihi
(Bung Karno juga menggunakan istilah internasionalisme).
4) Oleh karena itu bangsa dan negara Indonesia mendukung dan turut serta
memajukan hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam the Universal
Declaration of Human Rights, yang diatur dan diterapkan sesuai hakikat dan
jatidiri bangsa Indonesia, sebagaimana dimuat dalam UUD 1945.
3. Konsep Nasionalitas
a. Makna Suatu Bangsa.
1) Ernest Renan menyatakan bahwa bangsa terbentuk karena persamaan asal
usul (le desir d’etre ensemble). Otto v. Bauer berpendapat bahwa suatu
bangsa terbentuk karena persamaan nasib (aus Schiksalsgemeinschaft
erwachsene Charaktersgemeinschaft). Ir. Soekarno berpendapat bahwa
bangsa terbentuk karena kehendak untuk bersatu. Kehendak tersebut tumbuh
atas dasar keyakinan pada geopolitiknya.
b. Hakikat Kebangsaan Indonesia Menurut Pancasila.
1) Konsep Nasionalitas menegaskan bahwa internasionalisme yang dianut bangsa
Indonesia (sebagaimana juga disebutkan oleh Bung Karno) bukan dalam arti
kosmopolitisme yang mengabaikan eksistensi kebangsaan. Kebangsaan
Indonesia dibangun atas dasar kondisi geopolitik Indonesia dan bukan atas
dasar, misalnya, teori Ernest Renan (le desir d’etre ensemble) atau teori Otto
v. Bauer (aus Schiksalsgemeinschaft erwachsene Charakters-gemeinschaft).
Oleh karena itu kebangsaan Indonesia ditujukan untuk memelihara cita-cita
rakyat yang luhur dan budi pekerti rakyat yang luhur serta mengatasi segala
paham golongan maupun paham perorangan.
2) Kebangsaan Indonesia meliputi manusia dengan tempatnya, tanah airnya, dari
Sabang hingga Merauke; persatuan dan kesatuan seluruh rakyat dan seluruh
wilayah negara Indonesia.
3) Dengan kata lain dapat ditegaskan bahwa konsep Kebangsaan Indonesia
meliputi gagasan dasar tentang Wawasan Nusantara yang menegaskan
keyakinan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan
ekonomi, satu kesatuan sosial dan budaya, serta satu kesatuan pertahanan dan
keamanan.
4. Konsep Soverinitas
a. Paham Kedaulatan Rakyat.
1) Secara teoritis kedaulatan rakyat atau demokrasi dapat diartikan sebagai
kekuasaan (pemerintahan) dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Radar
Panca Dahana dalam suatu diskusi publik menyatakan bahwa secara
tradisional, kekuasaan diperoleh dari pengakuan rakyat kepada seseorang yang
telah melakukan kerja publik yang luar biasa. Seseorang yang berbuat demi
kemaslahatan masyarakat, mengayomi dan mensejah-terakan rakyat pada
gilirannya akan mendapat pengakuan sebagai pemimpin rakyat, mendapat
kekuasaan dari rakyat. Jadi secara tradisional kekuasaan adalah sebuah
keniscayaan, sebuah implikasi dari kerja publik dan bukan sesuatu yang
diperjuangkan secara politis.
2) Melalui peta sejarah perkembangan manusia Indonesia sebagaimana
diungkapkan oleh para peneliti terkemuka, ternyata bahkan sejak lebih dari
500 tahun sebelum Masehi, pelaut-pelaut dari kepulauan Nusantara telah
melanglang buana sampai ke Tahiti. Hal tersebut membuktikan bahwa
kedaulatan rakyat atau demokrasi telah berkembang sejak lama.
Perkembangan dan kemajuan kehidupan manusia mendorong tumbuhnya
kekuasaan sebagai hasil kerja politis, yang ternyata kemudian seringkali justru
mengabaikan atau bahkan mengkhianati kepentingan masyarakat.
Kecenderungan semacam itu dikemukakan oleh Lord Acton bahwa power
tends to corrupt and absolut power corrupts absolutely.
3) Penerapan kedaulatan rakyat atau demokrasi di berbagai negara sangat
beragam. Masing-masing negara memiliki ciri khas dan spesifikasi sendiri-
sendiri sesuai perkembangan budaya politik masing- masing.
b. Hakikat Kerakyatan Menurut Pancasila.
1) Ir. Soekarno dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 di hadapan Rapat Besar
BPUPK menegaskan bahwa kerakyatan atau demokrasi tidak dimaksudkan
sekedar mewujudkan politieke rechtsvaardigheid tetapi juga sociale rechts-
vaardigheid. Dengan kata lain demokrasi adalah sarana bukan tujuan, tapi
harus memiliki arah dan tujuan, yaitu keadilan sosial, kesejahteraan sosial.
Karena itu kerakyatan mensyaratkan adanya tanggung jawab sosial.
2) Dalam Pancasila ditegaskan bahwa yang hendak diwujudkan adalah keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti bahwa kemakmuran
seluruh rakyatlah yang diutamakan dan bukan kemakmuran orang seorang
semata. Ukurannya ialah bahwa setiap orang warga negara harus hidup layak
sesuai kemanusiaan dan sesuai dengan darma baktinya dan diberikannya
kepada bangsa dan negara. Dengan kata lain setiap warga negara harus hidup
setaraf kemajuan kemanusiaan dan peradaban dan selain itu bagi yang
memiliki kemampuan harus menerima lebih dari kelayakan manusia tersebut
namun harus sesuai dengan darma baktinya yang diberikannya kepada bangsa
dan negaranya.
3) Untuk itu kerakyatan atau demokrasi harus diselenggarakan atas dasar
musyawarah untuk mencapai mufakat. Melalui musyawarah setiap pikiran
atau gagasan wajib didengarkan tanpa membedakan asal usul maupun ukuran
kuantitas. Dengan kata lain praktek kerakyatan atau demokrasi tidak boleh
didasarkan pada dominasi mayoritas maupun tirani minoritas. Dominasi
mayoritas maupun tirani minoritas jelas bertentangan dengan cita-cita rakyat
yang luhur dan budi pekerti rakyat yang luhur karena akan melahirkan natural
selection dan survival of the fittest.

5. Konsep Keadilan Sosial


a. Paham Keadilan.
1) Thomas Aquinas adalah pemikir pertama yang meletakkan gagasan keadilan
dalam rangka kontekstual tertentu. Dia menyatakan bahwa manusia terikat
pada hukum alam (lex naturalis).
2) Thomas Aquinas menguraikan lex legalis, sebagai keadilan umum yang terikat
pada hukum, menjadi :
a) Iustitia vindicativa, yaitu prinsip keadilan yang merupakan norma yang
mengatur sanksi bagi suatu perbuatan yang bersifat pidana. Sering pula
diartikan sebagai keadilan balas dendam.
b) Iustitia commutativa, yaitu prinsip keadilan yang merupakan norma yang
mengatur hubungan timbal-balik antarindividu, individu dengan
kelompok, atau dengan lembaga, yang bersifat perdata.
c) Iustitia distributiva, yaitu prinsip keadilan yang merupakan norma yang
mengatur kewajiban masyarakat dan negara untuk menyejahterakan
individu.
d) Iustitia socialis, yaitu prinsip keadilan yang merupakan norma yang
mengatur keadilan sosial yang bersifat menyeluruh karena itu juga
dijadikan dasar bagi perumusan politik hukum19 .
Oleh karena itu keadilan dalam kehidupan bersama menegara diwujudkan melalui bentuk
negara hukum dan bukan negara yang atas kekuasaan belaka. Dalam kerangka menegakkan
keadilan, prinsip negara hukum antara lain menjamin perlindungan dan pemajuan hak-hak
asasi manusia serta perlindungan warga negara dari kemungkinan perlakuan buruk negara
terhadap warga negaranya (Peradilan Tata Usaha Negara).
b. Hakikat Keadilan Sosial Menurut Pancasila.
1) Konsep keadilan sosial menegaskan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia
diabdikan bagi terwujudnya cita-cita rakyat yang luhur yaitu terwujudnya
negara bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur; makmur
dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran.
B. PRINSIP PANCASILA DAN MAKNANYA
1) Prinsip adalah suatu hal ihwal yang merupakan perwujudan dari suatu konsep yang
berupa dalil atau axioma atau proposisi awal yang dijadikan doktrin, asumsi atau
landasan dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku (cipta, rasa, karsa, dan karya).
2) Pancasila meliputi lima prinsip atau sila yang merupakan satu kesatuan yang bersifat
holistik; setiap prinsip dijiwai dan menjiwai prinsip yang lain. Oleh karena itu setiap
prinsip tidak dapat dimengerti terpisah dari prinsip lainnya.20
1. Makna Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa
a) Dalam keutuhan pengertian dengan prinsip lainnya, prinsip Ketuhanan Yang
Maha Esa menegaskan bahwa negara kebangsaan Indonesia senantiasa
memelihara budi pekerti rakyat yang luhur dan cita-cita rakyat yang luhur. Oleh
karena itu agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa diyakini
sebagai pilihan keyakinan masing-masing warga negara. Negara atau siapapun
tidak dapat memaksakan agama atau suatu keyakinan pada orang lain. Dengan
kata lain, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

20
Ibid. Hlm. 27 – 33.
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya masing- masing.
b) Negara kebangsaan Indonesia bukan negara agama ataupun negara sekuler akan
tetapi negara yang menempatkan agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa sebagai bagian dari sumber motivasi dalam mewujudkan cita-cita
rakyat yang luhur yaitu cita-cita kemerdekaannya.
c) Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dijalankan menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, dalam kerangka memperkokoh
persatuan Indonesia, sesuai dengan prinsip kerakyatan serta ditujukan untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Makna Prinsip Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


a. Atas dasar prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa manusia diyakini merupakan
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang termulia, yaitu sebagai makhluk
pribadi dan makhluk sosial yang dianugerahi akal budi dan kehendak yang bebas.
b. Dengan Prinsip Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab manusia diakui dan
diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya.
c. Keadaban manusia diukur atas dasar kemampuannya untuk saling mencintai,
saling menenggang rasa, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan berani
menegakkan kebenaran dan keadilan.
d. Prinsip Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab menjadi dasar dalam pengeja-
wantahan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, diwujudkan untuk memperko-koh
persatuan Indonesia.
3. Makna Prinsip Persatuan Indonesia
a. Prinsip Persatuan Indonesia merupakan penegasan sikap dan keyakinan bangsa
Indonesia untuk bersatu dalam satu negara bangsa (nation state) yang
menempatkan kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri pribadi maupun golongan. Hal ini berarti bahwa manusia
Indonesia mencintai bangsa dan tanah air Indonesia dan karena itu
rela berkorban bagi masyarakat, bangsa dan negaranya.
b. Prinsip Persatuan Indonesia menegaskan bahwa kebahagiaan
hidup hanya akan dicapai melalui persatuan dalam negara
Indonesia. Tanpa persatuan rakyat Indonesia akan terpecah belah
sehingga terjadi apa yang dikenal sebagai homo homini lupus,
manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya. Bila demikian
maka itu berarti mengingkari kodrat, harkat dan martanat manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME. Dengan Prinsip Persatuan
Indonesia juga ditegaskan keyakinan bangsa Indonesia akan
pluralitasnya dan dituangkan dalam sesanti Bhinneka Tunggal
Ika. Bhinne (berbeda) ika (itu) Tunggal (satu) Ika (itu), jadi
ditegaskan bahwa meskipun bangsa Indonesia meliputi berbagai
suku bangsa yang memiliki bahasa yang beraragam, memeluk
agama masing-masing yang beragam, hidup dengan status sosial
yang berbeda dan kebhinnekaan lainnya, akan tetapi tetap satu
bangsa Indonesia yang menempati satu kesatuan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta berbicara dengan satu bahasa
persatuan, bahasa Indonesia. Dengan demikian Prinsip Persatuan
Indonesia tidak menempatkan seluruh penyelenggaraan negara
hanya di tangan pemerintah atau lain-lain penyelenggara negara.
Menurut alasan yang ‘doelmatig’ penyelenggaraan negara
dilaksanakan secara demokratis dan dengan otonomi daerah yang
bertanggung jawab.
c. Prinsip Persatuan Indonesia ditegakkan juga dalam pengamalan
prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan diwujudkan atas dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, sesuai prinsip Kerakyatan
serta dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

4. Makna Prinsip Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat


Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
a. Prinsip Kerakyatan menegaskan bahwa kedaulatan rakyat atau
demokrasi yang dianut bangsa Indonesia bukanlah demokrasi
yang bertumpu pada prinsip one man one vote, karena prinsip
tersebut cenderung melahirkan natural selection dan survival of
the fittest.
b. udan tersebut di atas, Prinsip Kerakyatan tersebut dilaksanakan
atas dasar prinsip negara hukum. Dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia ciri-ciri negara hukum meliputi pemajuan hak asasi
manusia, pembagian kekuasaan, pemerintahan berdasarkan
peraturan perundang- undangan, dan adanya peradilan tata usaha
negara.
c. Prinsip Kerakyatan harus diwujudkan dalam pengamalan Prinsip
Ketuhanan dan menurut Prinsip Kemanusiaan yang adil dan
beradab, serta dalam memperkokoh persatuan Indonesia guna
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.

5. Makna Prinsip Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


a. Prinsip Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
menegaskan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang
diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Selanjutnya
Prinsip Keadilan Sosial tersebut dituangkan dalam UUD 1945,
antara lain sebagai berikut :
i. Bahwa negara menjamin dan memajukan hak asasi manusia
sebagaimana dituangkan dalam Pasal 28A hingga Pasal 28J
UUD 1945.
ii. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
iii. Bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
iv. Bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan serta
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.

C. NILAI YANG TERKANDUNG DALAM PANCASILA


1. Nilai adalah suatu hal ihwal yang menggambarkan berharganya
sesuatu yang diperlukan bagi kehidupan manusia.
2. Pancasila pada hakikatnya merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur
budaya bangsa yang berfungsi sebagai pandangan hidup, dasar
negara dan ideologi nasional.
3. Sebagai contoh dikemukakan beberapa nilai Pancasila sebagai berikut :
Nilai keimanan, nilai ketakwaan dan nilai kemanusiaan
4. Nilai keberadaban : menggambarkan sikap dan perilaku yang
menjunjung tinggi budi pekerti yang luhur serta kecerdasan
intektual dan emosional yang tinggi.
5. Nilai kesetaraan : menggambarkan sikap yang menjunjung tinggi
kesamaan harkat dan martabat manusia sebagai sesama makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan memperlakukan sesamanya
sesuai dengan keunikannya.
6. Nilai kebijaksanaan : menggambarkan pola pikir dan sikap yang
cerdas dan mengutamakan kemaslahatan bersama.
7. Nilai patriotik : menggambarkan sikap kejuangan yang dilandasi
kerelaan berkurban demi bangsa dan negara.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kelebihan dan Kekurangan Buku Utama

A.Keterkaitan Antar Bab


Buku utama membahas tentang relasi dan transformasi Pancasila dan Undang – Undang
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dimana di dalam buku tersebutsetiap bab saling berkaitan
menguraikan tentang nilai – nilai Pancasila yang ditransformasikan kedalam bentuk undang–
undang dan hukum negara. Pada bab 1(satu) dipaparkan dengan jelas ide dasar transformasi nilai–
nilai Pancasila dimana diharapkan dengan memahami bab ini penyusun dalam penyusunan
undang– undang memiliki kesadaran akan kodratnya sebagai bangsa Indonesia yangmemiliki jiwa
bangsa Pancasila dan di bagian akhir atau bab 7 (tujuh) memaparkan pembahasan tentang kerangka
konsep pembentukan undang-undang berdasarkan Pancasila dimana didalamnya menjelaskan
tentang konsep pembentukan undang –undang yang ideal dengan mentransformasikan nilai– nilai
Pancasila ke dalam undang – undang tersebut .Bab 3 (tiga) buku pembanding pertama dengan judul
“Pancasila dan UUD NRI 1945” membahas tentang Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
dimana didalam buku ini menjelaskan konsep Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dengan
harapan bahwa pengakuan Pancasila sebagai pandangan hidup tidak hanya terjadi di masa lalu
namun juga terjadi sampai saat ini walaupun secara eksplisit saat ini hanya menyebutkan Pancasila
sebagai dasar negara dan ideologi negarasaja. Hal ini relevan dengan buku utama bab 4 (empat)
tepatnya sub bab Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang menjelaskan bahwa pandangan
hidup suatu bangsa adalah suatu kristalisasi dari nilai– nilai yang dimiliki oleh bangsa itusendiri,
yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya. Jika
pandangan hidup merupakan filsafat, maka buku pembanding kedua adalah buku RISTEKDIKTI
Republik Indonesia dengan judul “ Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi” yang bab 5
(lima)–nya membahas tentang Mengapa Pancasila Merupakan Sistem Filsafat ?, buku ini cukup
relevan dengan pembahasan subbab bab 4 (empat) buku utama dan bab 3 (tiga) buku
pembanding pertama yang membahas tentang Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.
Dalam buku ini dikatakan urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat ialah agar dapat
diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai sila–sila dalam Pancasila sebagai
prinsip– prinsip politik; agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam
penyelenggaraan negara; agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara; dan agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala
kegiatan yang bersangkut–paut dengan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat.

B. Kemutakhiran Isi Buku


Isi buku pada buku Pancasila dan Undang–Undang sangat jelas dan
lengkap pembahasannya beserta beberapa pendapat ahli yang banyak dicantumkan dalam buku
ini untuk memperkuat argumen dan pernyataan dalam buku ini. Penjabaran yang jelas dipaparkan
dengan begitu lengkap.Terdapat catatan kaki yang dicantumkan pada buku dan juga cukup lengkap
sehingga mempermudah pembaca dalam memahami isi buku. Dan banyaknya kutipan undang –
undang (konstitusi) di dalam buku ini membuat buku semakin lengkap. Buku ini cocok dijadikan
referensi akademik bagi mahasiswa, dosen dan bagi para penyusun undang– undang.

C.Keterkaitan Antara Isi Buku Dengan Bidang Ilmu


Keterkaitan antara isi buku ini dengan bidang ilmu Pendidikan Pancasila sangaterat karena
dalam buku ini memuat tentang Pancasila sebagai sumber pembuatan/pembentukan undang–
undang. Hal ini menunjukkan bahwa buku ini memiliki keterkaitan dengan bidang ilmu Pancasila.
Misalnya transformasi nilai –nilai Pancasila ke dalam undang– undang dan menjadikan Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa serta mengimplementasikan nilai–nilai Pancasila tersebut di
dalam kehidupan sehari–hari.

BAB IV KELEMAHAN BUKU

A.Keterkaitan Antar Bab


Pembahasan buku utama sudah saling berkaitan setiap bab yang disampaikan yaitu antara
bab 1 (satu) sampai bab 7 (tujuh) dimana pembahasannya tentang transformasi nilai–
nilai Pancasila dan pembentukan undang –undang. Hanya sajadi dalam buku tersebut terlalu
banyak menggunakan istilah –istilah khusus dan istilah – istilah asing sehingga penulis buku harus
menguraikan istilah – istilah terebut dalam catatan kaki dimana catatan kaki tersebut terlalu banyak
dan mengganggu teks utama atau pembahasan utama yang ingin disampaikan bahkan terkesan
merusak tampilan buku hal ini bisa mengurangi minat pembaca untuk membacanya.
B.Kemutakhiran Isi Buku
Dalam buku utama pada beberapa pembahasan, terdapat pengulangan kata dan kalimat
sehingga membuat pembaca terlalu sering mengulang kata dan kalimat yang sama berkali –kali
mengakibatkan pembaca cenderung menjadi bosanmembaca dan sedikit kebingungan dalam
memahami isi pembahasan buku ini. Catatan kaki yang dicantumkan pada buku pun sedikit
mengganggu pembaca dalam membaca buku karena materi pembahasan tersisipkan dengan adanya
catatan kaki tersebut.

Kelebihan dan Kekurangan Buku Pembanding I

 Kelebihan
Adapun yang menjadi kelebihan buku ini adalah penulis menyajikan materi dengan rapi
dan terstruktur dimulai dari pengertian tentang topic yang dibahas sampai dengan tujuan
dari topic utama. Pembahasan materi pada buku utama sangat baik apalagi didukung oleh
banyak pendapat ahli. Dari aspek tata letak, buku ini sudah rapi peletakan kalimat-
kalimatnya. Huruf perbab dibuat besar dan jelas hingga mudah untuk dibaca. Untuk tata
bahasa, buku ini memiliki bahasa yang ringan dan mudah dimengerti.
 Kekurangan
Kekurangan dalam buku ini adalah penulis tidak memberikan rangkuman disetiap akhir
bab, isi buku kurang menarik karena tidak disertai dengan gambar ataupun warna.

Kelebihan dan Kekurangan Buku Pembanding II

Kelebihan mungkin termasuk:

1. Membandingkan berbagai perspektif atau sudut pandang tentang topik Pancasila.

3.Memperluas pemahaman pembaca tentang nilai-nilai Pancasila melalui perbandingan dengan


konsep lain.

4. Memfasilitasi pemahaman yang lebih baik melalui ilustrasi atau contoh yang relevan.

Kekurangan mungkin melibatkan:


1. Keterbatasan dalam cakupan topik atau kurangnya pengkajian mendalam.

2. Bias dalam pemilihan sumber atau perspektif yang dibandingkan.

3. Kesalahan informasi atau kurangnya pembaruan terkait dengan perkembangan terbaru.

4. Bahasa yang sulit dimengerti atau penyajian yang membingungkan.

BAB V

HASIL ANALISIS

Dengan adanya buku utama ini (Pancasila dan Undang – Undang : Relasi dan Transformasi
Keduanya Dalam Sistem Ketatanegaraan) mahasiswa dapat mengetahui bahwa penerapan nilai –
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari– hari merupakan hal yang sangatlah penting dikarenakan
nilai – nilai Pancasila merupakan landasan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
serta merupakan akar dari budaya bangsa. Bukuini membahas tentang Pancasila dan Undang–
Undang : Relasi dan Transformasi Keduanya Dalam Sistem Ketatanegaraan merupakan upaya
menghidupkan kembali Pancasila ditengah – tengah masyarakat dalam berkehidupan, berbangsa
dan bernegara. Buku ini memberikan kita panduan sehingga tidak kehilangan arah dalam
menyusun undang– undang dan sadar akan kodrat sebagai bangsa Indonesia yang memiliki
jiwa bangsa Pancasila. Sudah saatnya kita juga harus mengetahui dan memahami mengenai
habitat Pancasila, bagaimana tumbuh– kembangnya Pancasila dan cara menghidupkannya kembali.
Dalam buku ini dijelaskan mengenai susunan dan kekuataan hukum peraturan perundang–
undangan disesuaikan dengan hierarkinya, menerangkan bahwa Pancasila merupakan penggerak
perekonomian bangsa, akar budaya bangsa, dan pandangan hidup bangsa. Nilai-nilai Pancasila
adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari proses pembuatan dan pengujian undang– undang,
karena nilai –nilai Pancasila termuat pada Alinea Keempat Pembukaan Undang–Undang Dasar
Negara Republik Indonesia.. Apabila kita beranggapan bahwaPancasila adalah segala sumber
hukum, maka setiap pembentukan undang – undang harus mencerminkan Pancasila pada setiap
tahapannya. Akhirnya, dengan adannya buku ini kita bisa memahami tentang nilai – nilai Pancasila
dan keberadaannya dalam Undang– Undang Dasar, serta mengetahui kiat untuk menghidupkan
kembali nilaj –nilai Pancasila yang telah mulai luntur di makan zaman khususnya dalam
penerapannya pada pembuatan undang– undang juga menjadikan Pancasila sebagai pandangan
hidup dengan dengan mengaplikasikan nilai – nilainya di kehidupan sehari – hari.
Begitu pula dengan buku pembanding kedua pembahasannya dibatasi hanya satu bab yang
relevan yaitu Pancasila sebagai sistem filsafat yang membahas tentang pentingnya Pancasila
sebagai sistem filsafat dengan beberapa maksud dan tujuan, yaitu :
 Agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai sila – sila dalam
Pancasila sebagai prinsip– prinsip politik.
 Agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam penyelenggaraan
negara.
 Agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
 Agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang bersangkut pautdengan
kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat.
 Agar dapat menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila sebagai jiwa dan
kepribadian bangsa serta menjadikan Pancasila sebagai jati diri bangsa.
 Dan akhirnya mengimplementasikan nilai – nilai Pancasila tersebut didalam kehidupan sehari-
hari.
BAB V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setelah melakukan review dan pembandingan terhadap kedua buku dapat saya simpulkan
bahwa buku utama dan buku pembanding sama-sama baik dijadikan sebagai modul perkuliahan
karena kelengkapan materi dan topic bahasan yang mirip satu sama lain. Walaupun kedua buku
sama-sama memiliki kekurangan masing-masing seperti buku utama yang tidak/belum memiliki
ISBN serta tidak dimuat ranngkuman pada akhir bab, sehingga membuat pembaca sedikit
kesulitan menandai tiap inti bahasan yang ada di bab tersebut.

4.2 Saran

Secara keseluruhan kedua buku diatas sudah sangat baik tanpa banyak perbaikan lagi
,dan dapat dijadikan sebagai buku pedoman dalam perkuliahan Pendidikan Pancasila. Namun
akan lebih baik lagi jika penulis dapat memperhatikan keefektifan tiap kalimat seperti
penggunaan tanda baca yang tepat dan pemilihan kata yang baik agar tidak terjadi pemborosan
kata supaya buku ini bisa lebih baik lagi. Terlebih untuk buku utama supaya penulis dapat
membuat ISBN buku tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Indrati, Farida. 2015. Pusat Pendidikan pancasila dan konstitusi.Malang, Grafika Mandiri

Idrus, Muhammad. 2022. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Kendari. CV Eureka
Media Aksara

Krisnayuda, Backy. 2017. Pancasila dan Undang–Undang : Relasi dan Tansformasi Keduanya
Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Jakarta : Kencana
Buku pembanding I Buku pembanding II

Anda mungkin juga menyukai