Anda di halaman 1dari 25

HUBUNGAN FANATISME DENGAN AGRESI VERBAL FANS

KPOP DI SOSIAL MEDIA

PROPOSAL

Disusun Sebagai Satu Persyaratan Mendapatkan


Derajat Sarjana Psikologi
Program Studi Ilmu Psikologi

OLEH:
ADITHIA ARYA AKBAR
168110222

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Era modern saat ini membawa pengaruh maupun dampak yang cukup

banyak didalam segala aktivitas-aktivitas seseorang. Pengaruh tersebut adalah

dengan datangnya berbagai macam culture luar yang masuk kedalam

Indonesia. Culture ini adalah budaya Korea Selatan dimana sering disebut

kebanyakan orang dengan istilah K-Pop. K-Pop ini digeneralisasikan dengan

sebutan bagi aliranaliran musik populer yang dibawakan oleh sekelompok

orang laki-laki maupun perempuan dan bahkan dibwakan oleh band maupun

solo artis. Dimana boy group dan girl group saat ini yang sangat melejit

seperti Bangtan Boys, RV, BP, WayV dan masih banyak lagi (Nugraini,

2016).

Oleh karena itu, industri K-Pop ini juga melahirkan penggemar K-Pop

atau yang disebut K-Pop’ers. Dimana fans K-Pop Indonesia ini mempunyai

aktivitas-aktivitas salah satunya dengan rajin atau gemar melihat sebuah

konser K-Pop yang diselenggarakan di Indonesia, membeli pernak-pernik

KPop, melihat comebackstage idol, mengkoleksi photocard idol, dll menurut

(Tartila, 2014)

Ada pula perilaku fans K-Pop yang berbeda dengan aktivitas yang

dilakukan fans K-Pop lainnya. Misalnya fans K-Pop saat menyaksikan sebuah

konser dapat terlihat bagaimana mereka yang memiliki dedikasi tinggi seperti
mereka ingin bertindak sesuai keinginannya agar cepat-cepat bertemu

idolanya. Penggemar K-Pop ini berperilaku diluar nalar dengan datang pagi

buta agar bisa memperoleh ticket concert. Buruknya adalah mereka egois,

tidak mau diatur dan mereka ingin agar bisa melihat idolanya dari

jangkauannya saat melihat sebuah event K-Pop concert. Mereka juga

berteriak-berteriak sambil berbicara kasar, memaki, menyela antrian, dan

melakukan aksi anarkis di sosial media mereka melalui komentar jahat yang

kini sudah menjadi hal biasa. Kasus agresi verbal dan perang antar fans di

sosial media ini bukanlah menjadi permasalahan yang baru lagi, melainkan

sebelum banyak media platform jejaring sosial saat ini beredar, dimasa lalu

juga banyak terjadi hal serupa.

Beberapa waktu belakangan ini dunia K-Pop di Indonesia dipenuhi

dengan maraknya fanwar. Contohnya fans K-Pop berperilaku secara agresi

verbal dengan berkomentar jahat di akun sosial media mereka. Fans K-Pop

suka bersaing argumen antar fans lain dan mereka menunjukkan suatu

kebencian dan tidak setuju akan suatu hal, menyebarkan sebuah fitnahan,

memaki serta bertingkahlaku anarkis sehingga hal ini dapat menjadi sebuah

masalah dan mengakibatkan para korban menjadi mental down, stres, depresi,

kehilangan rasa percaya diri, cemas dan selalu merasa tidak aman. Dengan

adanya ini, maka menjadikan fans K-Pop yang melakukan aksi tersebut

merasa menjadi-jadi dan akan melakukan hal serupa misalnya bullying

ataupun aksi agresi verbal lainnya. Oleh karena itu, aksi tersebut menunjukkan

citra buruk fans K-Pop dan sarat akan memicu sebuah perilaku agresi verbal.
Perilaku agresi verbal menurut pendapat Vissing dan Straus (1991)

yaitu komunikasi yang secara khusus bertujuan untuk melukai seseorang

secara psikologis. Straus dan Sweet (1992) menambahkan bahwa agresi verbal

adalah sebuah tingkahlaku komunikasi yang dibuat seseorang dengan tujuan

orang lain menjadi sakit secara psikis. Agresi verbal ini merupakan sebuah

komponen motorik contohnya dengan melukai serta menyakiti individu

dengan ucapan kata-kata, contohnya bertengkar dan memeperlihatkan

ketidaksetujuan, menyebarkan fitnah, serta terkadang berbuat aksi anarkis

menurut (Buss & Perry, 1992). Oleh karena itu, dapat diklasifikasian haters

atau non fans yang memiliki perilaku agresi verbal tersebut dicirikan dengan:

seseorang yang tinggi agresi verbalnya akan cenderung akan mempunyai

tindakan seperti menyerang kompetensi seseorang, menyerang kepribadian,

serta mengintimidasi menurut (Littlejohn & Karen, 2009:47).

Perilaku agresi verbal yang dilakukan oleh fans K-Pop dipengaruhi

oleh fanatisme. Oleh karena itu bisa saja membuat menjadi sebuah bentrokan

antar fans serta pertengkaran. Fanatisme 3 juga diindikasikan sebagai pencetus

terjadinya seseorang melakukan tindakan agresi verbal menurut (Ancok &

Suroso, 2011). Menurut (Goddard, 2001) fanatisme merupakan satu ketentuan

dan menimbulkan individu tidak bisa berpikir rasional dan bertindak sesuatu

agar bisa menegakkan kepercayaan yang dipercayai. Penggemar yang

fanatismenya tinggi cenderung berpikiran bahwa apa yang dirasakan oleh sang

artis, maka akan dirasakan pula oleh seseorang fans tersebut menurut (Forsyth,

2010). Dengan terdapat proses indikasi tersebut, maka seorang fans K-Pop
yang fanatik hendak meluap serta akan balas dendam ketika sang idolanya

dihina dan diperlakukan buruk sehingga aksi ini membuat atau memicu

sebuah aktivitas perang di media sosial. Fanatisme disini diartikan dan

dicirikan sebagai antusiasme serta kesetiaan yang sangat berlebihan atau

extreme menurut (Nugraini, 2016).

Hal tersebut selaras dengan sebuah pengkajian yang dibuat oleh Jenni

Eliani, Dkk, (2018) yang berjudul “Fanatisme dan Perilaku Agresif Verbal di

Media Sosial pada Penggemar Idola KPop” Subyek dalam penelitian tersebut

merupakan 915 fans K-Pop dengan diperoleh hubungan positif fanatisme

beserta perilaku agresif verbal di media sosial pada fans K-pop, artinya

semakin tinggi rasa fanatisme fans idol K-pop bahwa semakin tinggi

tingkahlaku agresif verbal di media sosial fans idol K-Pop, kebalikannya jika

bahkan rendah fanatisme fans idol K-Pop bahwa semakin rendah perilaku

agresif verbal fans K-Pop.

Kajian ilmiah ini adalah mempunyai peran demi mengetahui hubungan

antara fanatisme dengan kecenderungan agresi verbal fans K-Pop Indonesia.

Adapun hipotesis yang dirumuskan di penelitian ini adakah hubungan antara

fanatisme dengan kecenderungan agresi verbal fans K-Pop di indonesia.

Penetitian ini juga mempunyai manfaat secara teoritis maupun secara praktis.

Manfaat secara teoritis yakni dapat menambah pengetahuan dan wawasan

bidang psikologi sosial tentang fanatisme dan kecenderungan agresi verbal.

Sedangkan, manfaat secara praktis yaitu memberi informasi pada fans K-Pop

tentang fanatisme dan kecenderungan agresi verbal di sosial media. Bagi fans
K-Pop diharapkan untuk menghindari aksi-aksi fanwar di sosial media.

Berdasarkan semua kesimpulan pendapat di atas, jadi rumusan masalah di

kajian ilmiah ini ialah peneliti tertarik untuk mengungkap lebih jauh tentang

bagaimana hubungan antara fanatisme dengan kecenderungan agresi verbal

fans K-Pop Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk

mengangkat masalah yaitu sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan antara fanatisme dengan agresi verbal pada

kpopers indonesia ?

2. Apakah ada pengaruh antara fanatisme dengan agresi verbal kpopers

indonesia ?

3. Bagaimana tingkatan fanatisme pada kpoper indonesia di sosial media ?

4. Bagaimana tingkatan agresi verbal pada kpopers indonesia di sosial

media?

1.3 Tujuan Masalah

Tujuan masalah dari penelitian ini antara lain:

1. untuk mengetahui apakah ada hubungan antara fanatisme dengan agresi

verbal kpoper indonesia di sosial media

2. untuk mengetahui apakah ada Pengaruh yang signifikan antara fanatisme

dengan agresi verbal kpopers indonesia di sosial media


3. untuk mengetahui tingkatan fanatisme kpopers indonesia di sosial media

4. untuk mengetahui tingkatan agresi verbal kpopers indonesia di sosial media

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

dalam ilmu Psikologi, Serta memberikan pemahaman terkait dengan

pengaruh Fanatisme terhadap Agresi Verbal.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang pengaruh

fanatisme terhadap perilaku agresi verbal serta dapat berguna untuk pihak

peneliti selanjutnya untuk menjadi bahan pertimbangan dalam rangka

menyusun penelitian terkait fanatisme dan Agresi Verbal


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fanatisme

1. Pengertian Fanatisme.

Fanatisme adalah sebuah perilaku ketertarikan yang dilakukan

seseorang terhadap sebuah objek yang hidup atau mati secara

berlebihan sehingga bisa menimbulkan kemarahan apabila yang

objeknya dihina.

Fanatisme dalam kamus besar bahasa indonesia dijelaskan

sebagai keyakinan atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap ajaran

seperti politik, agama, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Chaplin

(2009) fanatik yaitu satu sikap yang penuh semangat yang berlebihan

terhadap satu segi pandangan atau satu sebab. Menurut EYD, kata

fanatisme sendiri berakhiran isme yang bereti faham. Fanatik berbeda

dengan fanatisme, fanatik merupakan sifat yang timbul saat seseorang

menganut fanatime (faham fanatik), sehingga fanatisme itu adalah sebab

dan fanatik merupakan akibat.

Istilah fanatisme dan fanatik berasal dari kata latin fanatice

(frenziedly, mengamuk) dan kata sifat fanaticus (antusias, gembira;

mengamuk, fanatik, geram). Kata sifat didasarkan pada kata benda Fanum

(tempat yang didedikasikan ke dewa, tempat suci, kuil). (Marimaa, 2011).

Hasanudin ( dalam Muslich, 2017:2) mengatakan bahwa fanatik adalah

istilah yang digunakan untuk menyebut suatu keyakinan atau pandangan


tentang sesuatu yang positif dan negatif, pandangan tersebut tidak

memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan dianut secara mendalam

sehingga sulit diluruskan atau diubah.

Fanatisme biasanya tidak rasional atau keyakinan seseorang yang

terlalu kuat dan kurang menggunakan akal budi sehingga tidak menerima

faham yang lain dan bertujuan untuk mengejar sesuatu. Adanya fanatisme

dapat menimbulkan perilaku agresi dan sekaligus memperkuat keadaan

individu yang mengalami deindividuasi untuk lebih tidak terkontrol

perilakunya. (muslich dan Ni wayan Sukmawati, 2017:2).

Menurut Imam Khomeinî yang menjangkaunya dalam segi bahasa,

fanatisme berasal dari kata bahasa arab yaitu ‫العصبية‬/Ashabiyyah, Imam

Khomeinî menyimpulkan bahwa yang disebut dengan

fanatisme/ashabiyyah adalah perilaku bathin yang membela keyakinan

yang terikat atas pilihan dirinya, atau jelasnya ketika seseorang melindungi

dan membela keluarganya serta membela orang-orang yang memiliki

pertalian atau hubungan tertentu dengannya, seperti keyakinan agama,

ideologi ataupun tanah air, maka seperti itulah fanatisme.

Fanatisme menurut Orever adalah antusiasme yang berlebihan dan

tidak rasional atau pengabdian kepada suatu teori, keyakinan atau garis

tindakan yang menentukan sikap yang sangat emosional dan misinya

praktis tidak mengenal batas – batas. Sedangkan melihat fanatisme sebagai

suatu antusiasme pada suatu pandangan tertentu yang diwujudkan dalam

intensitas emosi dan sifatnya extrim (Patriot, 2001).


Fanatisme adalah keyakinan seseorang yang terlalu kuat dan

kurang menggunakan akal budi sehingga tidak menerima faham yang lain

dan bertujuan untuk mengejar sesuatu. Fanatisme dapat diukur dengan

antusiasme dukungan dan ungkapan, seperti ekspresi wajah, keragaman

atribut (kaos, syal dan celana).

Thorne dan Bruner (2006) medefinisikan fanatisme adalah

seseorang dengan keinginan besar atau minat tertentu, terhadap orang,

kelompok, tren, karya seni atau ide yang menujukkan perilaku ekstrim

dilihat oleh orang lain sebagai konvensi sosial, disfunsional, dan

melanggar. Mubarak menjelaskan fanatk adalah suatu istilah yang

digunakan untuk menyebut suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang

sesuatu yang positif atau yang negatif, pandangan mana tidak memiliki

sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam

sehingga susah diluruskan atau diubah. (dalam muslich dan Ni Wayan

Sukmawati, 2017:2).

Fanatisme menurut Goddard (2001) adalah suatu keyakinan yang

membuat seseorang buta sehingga sehingga mau melakukan segala hal

apapun demi mempertahankan keyakinan yang dianutnya. Fanatisme

biasanya menjadi hal yang positif dan bisa juga menjadi sesuatu hal yang

negatif.

2. Aspek-aspek Fanatisme

Menurut Goddard (2001) aspek-aspek fanatisme diantaranya

a. Besarnya suatu minat dan kecintaan pada satu jenis kegiataan.


Dengan besarnya sikap fanatisme seseorang akan memotivasi

dirinya sendiri untuk lebih meningkatkan usahanya dalam

mendukung sesuatu yang dicintainya.

b. Sikap pribadi maupun kelompok terhadap kegiatan tersebut.

Hal ini merupakan esensi yang sangat penting mengingat ini

adalah merupakan jiwa atau sikap sesorang untuk memulai

sesuatu yang dilakukan.

c. Lamanya individu menekuni satu jenis kegiatan tertentu.

Dalam melakukan sesuatu haruslah ada perasaan yang senang dan

bangga terhadap apa yang dikerjakan dan sesuatu hal tersebut

lebih bermakna jika mempunyai rasa kecintaan terhadap apa yang

dilakukan.

d. Motivasi yang datang dari keluarga.

Hal ini juga dapat mempengaruhi seseorang pada kegiatannya.

Fanatisme juga dapat muncul dari dukungan keluarga. Dalam

keluarga akan mendukung seseorang itu untuk tetap bersikap

fanatic.
3. Faktor yang menyebabkan fanatisme

Ada beberapa faktor yang menyebabkan sikap fanatisme itu

muncul,

Antara lain sebagai berikut:

a. Kebodohan

Kebodohan yang membabi buta dengan tanpa pengetahuan yang

cukup sudah mengikuti pilihan dan hanya akan mengandalkan

keyakinan yang dipercayainya saja

b. Figur atau sosok yang diidolakan

Seorang individu biasanya mempunyai salah satu figure yang

dijadikan idola. Mempunyai figure idola merupakan suatu hal

yang positif tetapi yang menjadi masalah adalah ketika kita

menjadi fanatic terhadap figure tersebut. Hal ini akan

memunculkan sikap menganggap figurnya lebih unggul

dibandingkan yang lain.

2.2 Agresi Verbal

1. pengertian Agresi verbal

Perilaku agresif dalam kamus besar bahasa indonesia di artikan

sebagai sifat atau nafsu untuk menyerang orang lain. Perilaku agresif

cenderung ingin menyerang sesuatu yang dipandang sebagai hal atau

situasi yang mengecewakan, menghalangi, atau menghambat.

Menurut Buss dan Perry Agresivitas adalah keinginan seseorang

untuk menyakiti individu atau orang lain, dengan cara


mengekspresikan perasaan negatifnya seperti permusuhan untuk

mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Buss dan Perry ada

beberapa komponen Agresivitas yaitu agresif fisik, agresi verbal,

kemarahan dan permusuhan (sentana & intan, 2017)

Agresivitas verbal adalah tindakan niat yang dilakukan untuk

menyakiti orang lain melalui ucapannya atau kata-kata kasar,

mengintimidasi, dan makian yang dapat menyakiti perasaan orang

lain. Menurut Berkowitz agresivitas verbal merupakan suatu bentuk

perilaku atau sikap agresif yang diungkapkan untuk menyakiti orang

lain, agresivitas dapat berbentuk umpatan, celaan, makian, ejekan,

fitnah, dan ancaman melalui kata-kata. (dalam Anggraini & Dinie

Ratri, 2018)

Konrad Lorenz adalah nama yang sering muncul bila orang

berbicara tentang agresi dan kekerasan. Ia berpendapat bahwa agrsi

adalah naluri untuk memperthankan hidup. Karena bersifat naluriah,

maka setiap saat sifat itu bisa muncul lebih lebih dalam situasi hidup

yang mengancam eksistensi hidup seseorang (Fuad, 2008:92).

Sedangkan menurut Baron dan Richardson agresi didefenisikan

sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti

orang lain atau melukai makhluk hidup lain yang terdorong untuk

menghindari perlakuan tersebut (Krahe, 2005:16).

Karena itu, kami mendefinisikan agresi sebagai tindakan yang

dimaksudkan untuk melukai orang lain. Konsep ini lebih sulit


diterapkan karena tidak semata-mata tergantung perilaku yang

tampak. Sering kali sulit untuk mengetahui maksud seseorang. Tetapi

kita akan menerima batasan ini karena kita hanya akan dapat

mendefinisikan agresi dengan penuh arti bila kita memperhatikan

maksudnya.

2. Aspek-aspek agresivitas verbal

Aspek-aspek dari agresivitas verbal menurut Buss (1961) yang

mana rincian indikator dipaparkan oleh Baron (1977) antara lain

a. agresi verbal aktif langsung yang dilakukan secara langsung dengan

kontak verbal dan berhadapan dengan pihak sasaran,

b. agresi verbal pasif langsung yang dilakukan tanpa adanya kontak

verbal secara langsung,

c. agresi verbal aktif tidak langsung yang dilakukan dengan tidak

berhadapan dengan sasaran agresi secara langsung melalui fitnah

dan adu domba, dan

d. agresi verbal pasif tidak langsung yakni saat individu atau

kelompok dengan tidak melakukan kontak verbal secara langsung

namun diluapkan dengan cara tidak memberikan dukungan atau

tidak menggunakan hak suara.


3. Faktor-faktor Agresi verbal

Beberapa hal yang mempengaruhi perilaku agresi secara verbal


menurut Baron dan Byrne (2005) antara lain

a. faktor sosial yang yang meliputi frustasi, provokasi, agresi yang


dipindahkan, pemaparan terhadap kekerasan di media,
keterangsangan yang meningkat, dan keterangsangan seksual.

b. faktor pribadi antara lain pola perilaku, persepsi maksud jahat


dalam diri orang lain, narsisme dan ancaman ego, serta perbedaan
gender.

c. Faktor situasional antara lain suhu udara tinggi, obat-obatan, dan


keramaian juga turut memicu terjadi perilaku agresi verbal

3.3 Hipotesis

berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti merumuskan hipotesis yaitu


adamya hubungan antara fanatisme dengan agresi verbal. Artinya semakin
tinggi fanatisme seseorang semakin tinggi agresi verbal yang
dilakukannya.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel ialah berbagai hal yang ditentukan peneliti untuk di teliti dan

dipelajari supaya diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulan (Sugiono, 2016). Mengikuti jenis penelitian ini, tentang

hubungan Fanatisme dengan agresi verbal kpopers di sosial media.

Variabel bebas : Fanatisme (X)

Variabel terikat : Agresi verbal (Y)

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Fanatisme

Fanatisme adalah sebuah perilaku ketertarikan yang dilakukan

seseorang terhadap sebuah objek yang hidup atau mati secara

berlebihan sehingga bisa menimbulkan kemarahan apabila yang

objeknya dihina.

3.2.2 Agresi Verbal

Agresivitas verbal adalah tindakan niat yang dilakukan untuk

menyakiti orang lain melalui ucapannya atau kata-kata kasar,

mengintimidasi, dan makian yang dapat menyakiti perasaan orang

lain.
3.3 Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi ialah generalisasi wilayah yang mencakup: objek maupun

subjek yang memiliki karakteristik dan kualitas khusus yang

ditetapkan dari peneliti untuk diteliti dan dipelajari serta diambil

kesimpulan darinya. Oleh karena itu, populasi tidak hanya orang,

tetapi juga objek maupun subjek yang dipelajari, tetapi meliputi

seluruh karakteristik serta sifat yang dimiliki subjek ataupun objek

tersebut (Sugiyono, 2016) peneliti menggunakan Remaja di sosial

media yang ada di instagram dan tiktok.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sample ialah sebagian daripada jumlah maupun karakteristik yang

dimiliki oleh populasi itu. Apapun yang didapatkan dari sample

tersebut, kesimpulannya bisa diberlakukan kedalam populasi. Oleh

karenanya sample yang diminta dari populasi harus benar-benar

mewakili (representatif).

3.4 Metode pengumpulan data

Merupakan suatu prosedur mendapatkan data yang akan diperlukan secara

sistematis dan standar (Nazir, 2005). Pengumpulan data penelitian ini

berfungsi untuk mendapatkan data primer penelitian. Sugiyono (2016)

mengungkapkan bahwa skala pengukuran ialah kesepakatan yang dipakai

untuk tolak ukur dalam menentukan panjang serta pendeknya interval dalam

alat ukur itu, jadi ketika alat ukur dipakai untuk pengukuran akan
menghasilkan atau menunjukkan data kuantitatif. Instrumen yang dipakai

peneliti ialah Skala likert dimana terdapat pernyataan yang harus dijawab

oleh subjek penelitian dengan menunjuk salah satu pilihan, yaitu : Sangat

Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Skala

ini terdiri dari dua bentuk pernyataan yaitu, favourable dan unfavourable.
3.4.1 skala fanatisme

skala fanatisme yang dipakai dalam penelitian ini adalah skala

adaptasi fanatisme oleh Kurniawan (2020). Skala ini memiliki

nilai reliabilitas sebesar 0,713. Skala mengikuti aspek Yng

diungkapkan oleh Goddard yaitu, besarnya minat dan kecintaan,

sikap pribadi maupun kelompok, lamanya individu menekuni

sesuatu, motivasi dan keluarga.

Aspek Indikator Nomor Aitem Jumlah


Mengikuti segala 10 11

kegiatan secara

keseluruhan

Berlebihan 12,13 14

Lama individu Loyalitas 15 , 16 , 17 18 , 19 , 20 6

menekuni satu

jenis kegiatan

tertentu

Motivasi datang Dukungan 21 , 25 , 26 22 , 23 , 24 6

dari keluarga keluarga

Jumlah 26
3.4.2 skala agresi verbal

perilaku agresi verbal memakai teori dari Buss dan Perry. Skala

mengikuti aspek nya yaitu agresi verbal pasif langsung, agresi

verbal pasif tak langsung, agresi verbal aktif langsung, dan agresi

verbal aktif tak langsung.

aspek Indikator Nomor aitem Jumlah

Aitem

Favorable Unforable

Agresi verbal aktif Menghina lawan 4,3 1,2 8

langsung
Mengumpat / 8,6 5,7

Memaki

Agresi verbal pasif Menolak berbicara 10 , 11 9 , 12 4

lansung terhadap lawan

Agresi verbal aktif tak Menyebarkan fitnah 15 13 6

langsung Menggosip 16 14

Mengadu domba 17 18

Agresi verbal pasif tak Tidak memberi 19,20 21,22 4

langsung dukungan dan

bungkam terhadap

orang lain

22
3.5 Validitas dan reliabilitas alat ukur

3.5.1 Reliabilitas

penelitian ini menggunakan uji validitas isi yang

digunakan untuk mengukur sah (valid) atau tidaknya suatu

kuesioner. Sebuah aitem dikatakan valid jika nilai validitas tiap

butir pertanyaan lebih besar dari 0,3 maka butir-butir pertanyaan

dari instrumen dianggap valid (Priyanto, 2016). Untuk menguji

validitas instrumen dalam penelitian ini digunakan bantuan SPSS

(Statistical Product and Service Solution) 21.0 for Windows.

3.5.2 Validitas

Menurut Pramesti (2014) reliabilitas berasal dari kata

reliability yang mempunyai makna sejauh mana suatu hasil

pengukuran dapat dipercaya. Pengukuran yang tidak

reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya

karena perbedaan skor yang terjadi diantara individu lebih

ditentukan oleh faktor error (kesalahan), bukan dari pada

faktor perbedaan yang sebenarnya.

Koefisien dikatakan reliabel jika cronbachis alpha

diatas 0,6 semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati

angka 1,00 berarti semakin baik reliabelnya. Sebaliknya

jika cronbachis alpha semakin rendah angkanya kurang dari

0,6 berarti reliabilitasnya semakin rendah (Pramesti, 2014).


Perhitungan reliabilitas menggunakan program computer

(Statistical Product and Service Solution) 21.0 for

Windows.

3.4 Metode analisis data

3.5.1 uji normaloitas

priyanto, (2016) data dinyatakan berdistribusi normal jika

signifikansi lebih besar dari 0,05. Pengujian normalitas dilakukan

dalam penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS versi

21.0 for windows. Taraf signifikansi yang ditetapkan dalam

pengujian ini α = 0,05. Pembuktian suatu data memiliki distribusi

normal dapat dilihat pada bentuk distribusi datanya pada

histogram maupun normal probability plot.

3.5.3 uji linearitas

priyanto, (2016) uji linearitas dilakukan untuk melihat arah,

bentuk dan kekuatan hubungan antara variabel x dan y. Data

dikatakan linear apabila besarnya signifikansi lebih besar dari 0,05

(>0,05). Perhitungan uji linearitas menggunakan program

komputer statistical product and service solution (SPSS) 21.0 for

Windows.

3.6 uji hipotesis

setelah melakukan uji persyaratan analisis, kemudian pengujian

hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi product

moment. Korelasi product moment atau sering disebut korelasi person


merupakan alat uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis (uji

hubungan) dua variable datanya berskala interval atau rasio (Priyanto,

2016).
Daftar pustaka

Ancok, D., & Suroso, F. N. (2011). Psikologi Islam: Solusi Islam Atas Problem-
Problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Buss, A. H., & Perry, M. . (1992). The Aggression Questionnaire. Journal of


Personality And Social Psychology, 23(3), 452–459.

Agnensia, N. P. (2019). Fan War Fans K-Pop dan Keterlibatan Penggemar dalam
Media Sosial Instagram (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).

Agriawan, D. (2016). Hubungan fanatisme dengan perilaku agresi suporter sepak


bola (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

Ameliany, C., Mirza, R., & Marpaung, W. (2019). Perilaku Agresi ditinjau dari
Fanatisme pada Satuan Mahasiswa dan Mahasiswa Ikatan Pemuda Karya.
ANALITIKA, 11(1), 31-37.

Eliani, J., Yuniardi, M. S., & Masturah, A. N. (2018). Fanatisme dan perilaku
agresif verbal di media sosial pada penggemar idola K-Pop. Psikohumaniora:
Jurnal Penelitian Psikologi, 3(1), 59-72.

Prakoso, S. A. (2013). Fanatisme Supporter Sepak Bola Ditinjau Dari Tingkat


Pendidikan (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Prasetyaningrum, J., & Nurliana, R. (2013). Deprivasi Sebagai Alternatif Metode


Pengasuhan Untuk Mengurangi Agresivitas Pada Anak Usia Dini.

Purnamasari, I. (2015). Faktor Pendorong Fanatisme Pada Suporter Klub Sepak


Bola Arsenal Di Balikpapan. Psikoborneo, 3(4).

Nugraini, E. D. (2016). Fanatisme Remaja Terhadap Musik Populer Korea Dalam


Perspektif Psikologi Sufistik (Studi Kasus Terhadap EXO-L). Skripsi. Fakultas
Ushuluddin UIN Walisongo.

Afiah, N. (2015). Kepribadian dan agresivitas dalam berbagai budaya. Buletin


Psikologi, 23(1), 13-21.

Anda mungkin juga menyukai