Anda di halaman 1dari 5

Cara Menulis Dialog dalam Sebuah Cerita

Dialog atau petikan adalah kalimat yang mewakili ucapan langsung dari seorang tokoh atau tiruan
bunyi dari hewan atau benda. Tanpa dialog, sebuah cerita rasanya sangat membosankan, maka dari
itu, berikut saya uraikan cara-cara menuliskan dialog.
1. Dialog yang berdiri sendiri
Sebuah dialog biasanya ditulis dengan tanda kutip (“…”). Semua tanda baca yang mengakhiri
dialog, diapit oleh tanda tersebut. Misalkan:
(a) “Aku hanya manusia biasa.”
(b) “Siapa nama belakangmu?”
(c) “Camkan kata-kataku!”
Dialog seperti ini (tanpa tag) biasanya kita jumpai di percakapan pertengahan dalam sebuah
cerita.
2. Dialog dengan tag
Tag dialog adalah sebuah frase yang mengidentifikasikan siapa yang mengucap dialog tersebut.
Misalkan:
(d) “Kemarin aku di rumah saja,” ucap Sekar tiba-tiba.
(e) “Bagaimana kau tahu nomor teleponku?” tanya Amel pada cowok di depannya.
(f) “Pergi!” teriakmu dengan menunjuk pada pintu keluar.
Yang bergaris bawah dinamakan tag dialog yang mengidentifikasi tokoh yang berbicara.
Biasanya ditandai dengan kata kerja yang merujuk pada ucapan, misalkan ucap, gerutu, kata, teriak,
pekik, maki, tutur, sela, dll. Jangan lupa untuk selalu mengawali tag dialog dengan huruf kecil karena
itu merupakan satu kesatuan kalimat bersama dialog sebelumnya.
Pada contoh (d), perhatikan tanda koma yang mengakhiri dialog.
Pada contoh (e) dan (f) tetap gunakan huruf kecil untuk mengawali tag dialog walaupun sebelumnya
ada tanda tanya (?) ataupun tanda seru (!).
Bagaimana jika tag berada sebelum dialog dituliskan, misalkan:
(g) Tiba-tiba Sekar berucap, “Kemarin aku di rumah saja.”
(h) Amel bertanya pada cowok di depannya, “Bagaimana kau tahu nomor teleponku?”
(i) Kamu berteriak sambil menunjuk pintu keluar, “Pergi!”
Jika dialog tag berada sebelum dialog, pisahkan dengan tanda koma!
Contoh lain dialog dengan tag:
(j) “Bukan aku yang mencuri,” Anna menggerutu.
(k) “Cepat bangun, Ira!” suara Ibu benar-benar mengagetkanku.
(l) “Bisakah kamu datang besok?”
pertanyaan Yuka barusan
membuat hati Haikal gundah.
Perhatikan frase yang bergaris bawah. Frase itu mengidentifikasi tokoh yang mengucap dialog
sebelumnya. Sebuah tag dialog dapat ditandai jika dialog sebelumya dihapus, maka frase tersebut
kurang sempurna. Misalkan:
(j) Anna menggerutu. (Apa yang digerutukan Anna?)
(k) suara ibu benar-benar mengagetkanku. (Suara yang mana?)
(l) pertanyaan Yuka barusan membuat hati Haikal gundah. (Pertanyaan yang mana?)
Jadi, sebuah tag dialog adalah satu kesatuan kalimat dengan dialog sebelumnya. Jika dialognya
dihapus, maka tag tidak dapat berdiri sendiri. Dengan kata lain frase yang tidak sempurna.
3. Dialog yang diikuti kalimat lain
Terkadang sebuah dialog akan diikuti oleh sebuah frase yang seakan-akan dialog tag tapi sebenarnya
kalimat lain yang berdiri sendiri. Misalkan:
(m) “Dunia ini hanya sementara.” Dian memandangku dengan wajah tenang.
(n) “Bagaimana bisa?” Guru itu berdiri dengan kedua tangan menumpu pinggang.
(o) “Jauhi anakku!” Ayah Dewi menunjuk pada pintu keluar.
Jika sebuah dialog tidak diikuti oleh tag, maka akhiri dengan tanda titik, tanya, atau seru sesuai jenis
kalimat. Dan awali frase berikutnya dengan huruf kapital.
Perhatikan frase yang bergaris bawah. Melihat susunannya, seakan itu adalah dialog tag. Tapi
sebenarnya itu kalimat yang berdiri sendiri yang menjelaskan tindakan yang dilakukan tokoh dalam
waktu yang bersamaan atau setelah dialog diucapkan.
Intinya, jika sebuah frase merupakan suatu kegiatan lain yang tidak ada hubungan dengan dialog
sebelum atau sesudahnya, maka itu kalimat yang berdiri sendiri dan bukan tag dialog.
Cara membedakannya dengan menghapus dialog sebelumnya. Jika frase dapat bediri sendiri dengan
sempurna, maka itu bukan tag dialog. Jika frase masih mengambang (seperti contoh sebelumnya)
maka itu bisa jadi tag dialog (karena bisa saja sebuah tag diikuti dialog tidak langsung). Coba kita
hapus dialog pada contoh di atas:
(m) Dian memandangku dengan wajah tenang.
(n) Guru itu berdiri dengan kedua tangan menumpu pinggang.
(o) Ayahmu hanya menunjuk pada pintu keluar.
Pada tiga contoh di atas, kalimat tetap dapat berdiri sendiri walaupun dialog sebelumnya telah
dihapus.
4. Dialog yang terputus
Jika ingin mendramatisir sebuah cerita, biasanya pengarang akan menyisipkan kalimat yang terputus.
Misalkan:
(p) “Bagaimana jika …,” jelas Fitri, namun terhenti saat melihat Bu Dwi nampak berjalan memasuki
kelas.
(q) “Aku ingin …,” bisik Anna tepat di telinga Rean, “kamu jadi pacarku!”
(r) “Bisakah kamu ….” Mata Sekar nampak berkaca-kaca.
Jika ingin memutus sebuah dialog atau menghilangkan/menunda kata-kata berikutnya, gunakan tanda
elipsis (…)
Pada contoh (p) dan (q) dialog diikuti dengan tag, jadi akhiri dengan tanda koma. Jika ada kelanjutan
dialog di akhir kalimat, pisahkan dialog tag dengan tanda koma dan awali dialog dengan huruf kecil.
Karena frase itu kelanjutan dari frase sebelumnya.
Pada contoh (r), dialog tidak diikuti oleh tag. Jadi tambahkan satu titik di belakang dialog yang
berfungsi sebagai penutup kalimat. (Atau jika menggunakan tanda baca lain, misalkan tanda
tanya/seru, cukup gunakan tiga titik diikuti tanda baca berikutnya.)
Tanda elipsis yang berfungsi sebagai kata ganti kata yang hilang atau terputus, gunakan spasi untuk
memisah dengan kata sebelumnya. Jadi anggap saja tanda elipsis adalah sebuah kata juga namun
dihilangkan/ditunda.
Namun tetap berhati-hati dalam menuliskan sebuah dialog yang terputus-putus. Karena kurang enak
dibaca jika terlalu sering digunakan. Kecuali tokoh memang gagap.
5.Ungkapan seruan
Ungkapan seruan seperti aduh, ah, ya, wah, wow, em, hmmm, dll, pisahkan dengan tanda koma.
Misalkan:
(s) “Aduh, sampai lupa bayar arisan!” teriak Ibu Kos.
(t) “Hati-hati, ya, Dek!”
(u) “Hmmm, mungkin begitu juga bisa,” gumamku sambil mengusap dagu.
6. Dialog di dalam dialog
Bagaimana jika ada sebuah dialog di dalam dialog? Misalkan:

“Aku sudah minta ijin ke ayahmu, katanya, ‘Jangan coba-coba ngajak keluar putriku malam-
malam!’, sambil membawa sebilah parang yang diarahkan tepat di depan wajahku,” jelasku lewat
sambungan telepon.
Gunakan tanda petik tunggal (‘…’) untuk mengapit dialog dalam sebuah dialog. Kamudian pisahkan
dengan tanda koma untuk memisahkan dengan kalimat selanjutnya.
8. Dialog yang terlalu panjang
Pada saat tertentu, kita terkadang diharuskan untuk memisah dialog menjadi beberapa paragraf jika
dirasa terlalu panjang. Misalkan:
(x) Lauren bercerita banyak, “Saat aku masuk ke hutan itu, aku tak sengaja menginjak sebuah jebakan
babi hutan yang dipasang oleh penduduk pribumi. Badanku terseret tali hingga menggelantung
dengan kepala di bawah. Sekejab itu aku langsung pingsan karena rasa kaget dan takut yang
bercampur aduk.
Setelah beberapa saat, aku pun sadarkan diri. Kulihat sekelilingku, banyak penduduk pribumi
mengelilingiku dengan tombak yang siap menancap ke tubuhku. Buluku semakin berkidik saat
kucium aroma darah yang menelisik masuk ke hidung. Aku benar-benar pasrah saat itu.”
Dialog yang terlalu panjang bisa saja dipisahkan menjadi dua paragraf atau lebih. Perhatikan
tanda kutipnya, cukup taruh di awal paragraf pertama, dan di akhir di paragraf terakhir.
Cara yang sama juga bisa dilakukan untuk dialog yang berisikan puisi. Misalkan:
(y) Reno membacakan puisi itu dengan suara merdu,
“Pergilah sayang, pergi!
Jangan hiraukan aku yang gila ini
Jika hidupku dan hidupmu hanyalah racun yang saling bunuh
Gelas yang retak tak kan bisa disatukan lagi“
Contoh (y) adalah dialog yang berisi bacaan tentang puisi. Cukup taruh tanda petik di awal baris
pertama dan di akhir baris terakhir.
9. Sapaan dalam sebuah dialog
Untuk menuliskan sebuah sapaan atau kata ganti kepada seorang tokoh dalam dialog, gunakan huruf
kapital untuk mengawalinya. Misalkan:
(z) “Apa kamu akan menyia-nyiakan masakan ibu, Nak?”
(aa) “Apa besok Ayah ada acara?”
(ab) “Mungkin Ibu akan segera mendapat kabar dari Pak Darman.”
(ac) “Di rumahku dingin banget lho, Yank!”
Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak,
ibu, kakak, dan adik serta kata atau ungkapan lain (termasuk unsur bentuk ulang utuh) yang
digunakan sebagai sapaan.
Aturan pertama, sapaan merujuk hubungan kekerabatan seperti contoh kalimat berikut ini.
Hilman bertanya, "Siapa teman Bapak itu?"
"Kapan, Ibu datang?" tanya Widya.
"Silakan masuk, Dik!" kata Husin.
Aturan kedua, sapaan merujuk kata atau ungkapan lain yang digunakan sebagai sapaan
(termasuk bentuk ulang utuh). Contoh kalimat ada di bawah ini.
Paket yang Saudara kirimkan sudah kami terima kemarin.
"Hai, Kutu Buku, sedang membaca apa?"
"Selamat pagi, Anak-Anak!"
"Sampai berjumpa kembali, Teman-Teman."
Kata Anda ditulis dengan huruf awal kapital. Contoh:
Sudahkah Anda mandi?
Berapa jumlah adik Anda?
Kata atau ungkapan yang digunakan dalam pengacuan ditulis dengan huruf awal kapital.
Contoh:
"Pak, saya sudah menyampaikan hal itu kepada Ibu."
Pekan depan Paman akan berangkat bersama adikmu."
Istilah kekerabatan yang diikuti oleh kata yang menunjukkan kepemilikan ditulis dengan huruf
nonkapital. Contoh:
Kalian harus menghormati bapak dan ibu kita.
Dua orang kakak dan satu adik saya sudah menikah.
Dalam kalimat soal, semua kata yang menunjukkan hubungan kekerabatan, huruf awalnya
ditulis dengan nonkapital).

ibu dan bapak sudah sarapan satu jam yang lalu.


Kemarin paman dan bibi datang dari Samarinda.
Apakah kakak sudah menjawab telepon dari kami?
Silakan adik bertanya kepada ibu tentang kasus itu.
10. Dialog yang berisi angka
Penulisan angka dalam sebuah dialog harus dituliskan dengan huruf atau dieja kata. Misalkan:
(ad) “Sekarang baru pukul empat lebih dua puluh tiga menit.”
(ae) “Sisa kembaliannya tujuh juta tiga ratus dua puluh lima ribu lima ratus tiga puluh dua rupiah lima
puluh sen ya, Bu!”

Anda mungkin juga menyukai