Anda di halaman 1dari 39

PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM TATA KELOLA KEPEMERINTAHAN

DESA
(Studi di Desa Natar Bandar Lampung)

Oleh:

Friscilla Purba 0856041019


Intan Fania 0816041003
Aditya Ibnu Topan 0856041001
Santonius Manalu 0856041041
Stephanus Novrianto 08160410
M. Syurrahman Toha 0856041035

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2010
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintah adalah suatu organisasi yang diberi kekuasaan untuk mengatur kepentingan
bangsa dan negara. Semenjak adanya krisis ekonomi yang terjadi telah memberikan
dampak positif dan negatif bagi upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Di suatu sisi krisis tersebut telah membawa dampak yang luar biasa pada tingkat
kemiskinan, namun di sisi lain krisis tesebut juga membawa berkah tersembunyi bagi upaya
peningkatan taraf hidup seluruh rakyat Indonesia di masa yang akan datang. Pemerintahan
pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan tidak dimaksudkan
untuk melayani dirinya sendiri, kelompoknya, keluarganya, tetapi untuk melayani masyarakat
serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat
mengembangkan kemampuan dan kretivitasnya demi mencapai tujuan bersama ( Rasyid
1998 : 139).

Efek dari buruknya tata kelola kepemerintahan terlihat dari tingkat kemiskinan yang relatif
masih tinggi, pengangguran, gizi buruk, rendahnya kualitas pelayanan publik, serta
ketimpangan antar kalangan masyarakat yang semakin nyata. Salah satu ketimpangan itu
adalah kemewahan yang diberikan kepada wakil rakyat yang umumnya tak mewakili
rakyatnya yang notabene semakin susah didera kerasnya kehidupan. Government menjadi
baik atau buruk dikarenakan governancenya (tata kepemerintahannya). Karena itu muncullah
istilah good governance (tata kepemerintahan yang baik), dan sebaliknya muncul pula istilah
bad governance (tata kepemerintahan yang buruk). Pemerintah yang berfungsi baik adalah
pemerintah yang memiliki birokrasi berkualitas tinggi, sukses dalam menyediakan layanan
publik yang esensial, dapat mengelola anggaran negara yang efektif, tepat sasaran dan
betul-betul untuk mensejahterakan rakyat, serta demokratis.

Penyelenggaraan pemerintah daerah dari sentralisasi ke desentralisasi dan terpusatnya


kekuasaan pada pemerintah daerah (eksekutif) ke power sharing, antara eksekutif dan
legistatif daerah disikapi dengan mengubah manajemen pemerintah daerah. Era sentralisasi,
otoriterianisme negara (state-hegemony), dan mobilisasi rakyat bergeser menuju pola-pola
desentralisasi, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Kondisi ini, dalam perspektif
pemerintahan sejalan dengan konsepsi reinventing government (reformasi pemerintahan).

Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Berdasarkan UU No. 32
Tahun 2004 perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, kaur-kaur, dan kepala wilayah
(kadus). Dalam menjalankan otonomi daerahnya, pemerintah daerah di tuntut untuk
menjalankan roda pemerintahan secara efisien dan efektif, mampu mendorong peran serta
masyarakat dalam pembangunan serta peningkatan pemerataan dan keadilan dengan
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki masing-masing daerah. Ketentuan umum
Pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004 dan diperbaharui lagi UU
No.12 tahun 2008 yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah wewenang daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Peranan kelembagaan desa (pemerintah desa, badan permusyawaratan desa, dan lembaga
kemasyarakatan desa) di Indonesia dalam rangka penyusunan dan implementasi kebijakan
berkaitan erat dengan pembangunan, pemerintahan, pengembangan kemasyarakatan. Pada
era reformasi hal tersebut semakin menguat dibandingkan era orde baru. Perubahan ini
sejalan tuntutan dan kebutuhan perubahan paradigma pembangunan dan pemerintahan
abad 21, baik dalam lingkungan intra dan ekstra sosial.
Pemberian otonomi daerah tidak berarti permasalahan bangsa akan selesai dengan
sendirinya. Otonomi daerah tersebut harus di ikuti dengan serangkaian reformasi di sektor
publik. Dimensi sektor publik tersebut tidak saja sekedar perubahan format lembaga, akan
tetapi mencakup perubahan alat-alat yang di gunakan untuk mendukung berjalannya
lembaga-lembaga tersebut secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel
sehingga cita- cita reformasi yaitu menciptakan good governance benar-benar tercapai.

Pada pelaksanakan penelitian prinsip – prinsip good governance dalam kepemerintahan


desa di Desa Natar, Kecamatan Natar, Lampung Selatan menunjukan bahwa peranan
kelembagan desa dalam pelasanaan good governance sebagian sudah berjalan sesuai
harapan, namun masih banyak hambatan dan kendala di lapangan dalam pelasanaanya.
Pemerintahan yang good governance lebih dekat dengan rakyat berarti desentralisasi dan
otonomi daerah, karena mampu menggali apa yang menjadi kebutuhan, permasalahan,
keinginan dan kepentingan serta aspirasi masyarakat secara baik dan benar. Oleh karena itu
kebijakan yang di buat akan mencerminkan kepentingan dan aspirasi rakyat yang
dilayaninya (Widodo, 2001: 1).

Perananan pemerintah desa dalam melaksankan Good Governance adalah pelaksanaan


dari tugas, fungsi, kewenangan, hak, dan kewajiban yang dimiliki pemerintah desa dalam hal
pelaksanaan pembangunan di desa, khususnya yang berkaitan dengan tata kelola
kepemerintahan desa. Dalam rangka membangun good governance di daerah paling tidak
ada beberapa prinsip dasar yang harus di terapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan,
yaitu prinsip kepastian hukum, tranparansi, profesionalitas, akuntabilitas dan partisipasi
(Teguh Yuwono, 2001:74).

Dalam era reformasi sekarang ini mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance)
menjadi sesuatu hal yang tidak dapat ditawar lagi keberadaanya dan mutlak terpenuhi.
Prinsip-prinsip pemerintahan yang baik meliputi antara lain : (1) akuntabilitas (accountability)
yang di artikan sebagai kewajiban untuk mempertanggung jawabkan kinerjanya; (2)
keterbukaan dan transparansi (openness and transparency) dalam arti masyarakat tidak
hanya dapat mengakses suatu kebijakan tetepi juga ikut berperan dalam proses
perumusannya; (3) ketaatan pada hukum, dalam arti seluruh kegiatan di dasarkan pada
aturan hukum yang berlaku dan aturan hukum tersebut dilaksanakan secara adil dan
konsisten; (4) partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pemerintahan umum dan
pembangunan.

Reformasi sektor publik yang di sertai tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena
global. Tuntutan demokrasi tersebut menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas
menjadi hal penting di pengelolaan pemerintah termasuk dibidang pengelolaan Keuangan
Negara sehingga mempermudah proses pengembangan dan modernisasi lingkungan legal
dan regulasi untuk pembaharuan paradigma di berbagai bidang kehidupan. Bersama dengan
reformasi dari sistem kearah yang lebih demokratis, perkembangan dari ekonomi
pengarahan (plan) ke ekonomi pasar, berkembang pula pemikiran tentang good governance,
kepentingan (pengurusan pemerintahan) yang baik (Sofyan Effendi).
Pada umumnya good governance dengan pemerintahan yang bersih. Disini diajukan suatu
pemikiran awal, tentang good governance sebagai paradigma baru administrasi / manajemen
pembangunan. Good Governance adalah suatu bentuk manajemen pembangunan, yang
juga disebut administrasi pembangunan. Administrasi Pembangunan / Manajemen
Pembangunan menempatkan peran pemerintah sentral. Pemerintah menjadi agent of
change dari suatu masyarakat berkembang dalam negara berkembang. Dalam Good
Governance tidak lagi pemerintah, tetapi juga citizen, masyarakat dan terutama sektor
usaha/swasta yang berperan dalam governace. Jadi ada penyelenggara pemerintah,
penyelenggara swasta, bahkan oleh organisasi masyarakat (LSM misalnya). Ini juga karena
perubahan paradigma pembangunan dengan peninjauan ulang peran pemerintah dalam
pembangunan, yang semula bertindak sebagai regulator dan pelaku pasar. Menjadi
bagaimana menciptakan iklim yang konduktif dan melakukan investasi prasarana yang
mendukung dunia usaha.

Good Governance oleh karena itu dimaksud untuk mendukung proses pembangunan yang
empower sumber daya dan pengembangan institusi yang sehat menunjang sistem produksi
yang efisien oleh semua unsur governance. Good Governance atau tata pemerintahan yang
baik, merupakan bagian dari paradigma baru yang berkembang dan memberikan nuansa
yang cukup mewarnai terutama pasca krisis multi dimensi seiring dengan tuntutan era
reformasi.

Ada tiga komponen yang terlibat dalam governance, yaitu pemerintah, dunia usaha (swasta,
commercial society), dan rakyat pada umumnya (termasuk partai politik). Hubungan
ketiganya harus dalam posisi sejajar dan saling control. Bila salah satu komponen lebih tinggi
daripada yang lainnya, maka akan terjadi dominasi kekuasaan atas dua komponen lainnya.
Terselenggaranya Kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan prasyarat bagi
setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-
cita bangsa. Dalam rangka itu diperlukan pengembangan dan penerapan sistem
pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terukur dan legitimate sehingga penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasilguna,
bersih dan bertanggungjawab serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, sebagaimana
diamanatkan dalam Tap MPR RI Nomor XI / MPR / 1998 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan Undang-undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme, maka diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang tata cara penyusunannya diatur dalam
Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 589 / IX / 6 / Y / 99 tentang
Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Keputusan
Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 239 / IX / 6 / 8 / 2003 tentang Perbaikan
Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Karenanya good
governance menuntut keterlibatan seluruh elemen yang ada di masyarakat. Ini hanya bisa
jika pemerintahan itu dekat dengan rakyat. Maka sangat cocok dengan sistim desentralisasi
dan otonomi daerah sebagaimana yang diterapkan di Indonesia sekarang ini.
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Pemerintahan

1. Definisi Pemerintahan

Pemerintah (government) secara etimologis berasal dari kata Yunani, kubernan atau
nahkoda kapal, artinya menatap ke depan. Sedang memerintah berarti melihat ke depan,
menentukan berbagai kebijakan yang diselenggarakan untuk mencapai tujuan
masyarakat- negara, memperkirakan arah perkembangan masyarakat pada masa yang
akan datang , dan mempersiapkan langkah – langkah kebijakan untuk menyongsong
perkembangan masyarakat ke tujuan yang ditetapkan. Sementara, yang dimaksud
dengan pemerintahan adalah menyangkut tugas dan kewenanangan, sedangkan
pemerintah adalah aparat yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan negara.
(Surbakti, 1992:167-168).

Mariun dalam Surbakti, 1992:168) pemerintahan dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu dari
segi kegiatan (dinamika), struktur fungsional, dan dari segi tugas dan kewenangan.
Ditinjau ndari segi dinamika, pemerintahan berarti segala kegiatan atau usaha yang
terorganisasikan, bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan pada dasar Negara,
mengenai rakyat dan wilayah Negara itu demi tercapainya tujuan negara. Ditinjau dari segi
structural fungsional, pemerintahan berarti seperangkat fungsi negara, yang satu sama
lain berhubungan fungsional, dan melaksanakan fungsinya atas dasar tertentu demi
tercapainya tujuan negara. Lalu, ditinjau dari aspek tugas dan kewenangan Negara maka
pemerintahan berarti seluruh tugas dan kewenangan negara.

Sementara dalam pendapat Affandi (1997:113-114) membagi pemerintahan dalam


kategori pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti sempit. Pemerintahan
dalam arti luas mencakup kedalam kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan
kekuasaan yudisial atau kekuasaan yudikatif. Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan
perundang – udangan dalam arti kekuasaan untuk membuat dan menetapkan ketentuan
hukum yang berlaku didalam Negara. Kekuasaan yudisial adalah kekuasaan yang
menjaga supaya undang – undang, peraturan – peraturan dan dan ketentuan hukum
lainnya betul – betul ditaati debgan jalan menjatuhkan pidana terhadap setiap pelanggar
hukum.

Disamping itu, kekuasaan yudisial juga bertugas untuk memutus didalam suatu sengketa
sipil yang oleh pihak – pihak yang diserahkan kepada pengadilan untuk diputus.
Sedangkan kekuasaan eksekutif meliputi pelaksanaan dari ketentuan – ketentuan hukum
yang berlaku di dalam Negara. Pelaksana kekuasaan eksekutif itulah yang dimaksud
dengan “pemerintahan dalam arti sempit”.

2. Fungsi – Fungsi Pemerintahan

Fungsi pmerintah yang dirumuskan dalam klasifikasi Irving Swerdlow adalah sebagai
berikut:

a. Operasi langsung (operations) yang pada pokoknya pemerintah menjalankan


sendiri kegiatan – kegiatan tertentu;
b. Pengawasan langsung (direct control) yaitu penggunaan perizinan, lisensi
(untuk kredit, kegiatan ekonomi, dll), penjatahan dan lain – lain. Ini
dilaksanakan oleh badan – badan pemerintahan yang “action laden” (yang
berwenanng dalam berbagai perizinan, alokasi, tarif dan lain – lain) atau kalau
tidak berusaha untuk menjadi action laden.

c. Pengawasan tidak langsung (indirect control) yakni dengan memberikan


pengaturan dan syarat – syarat, misalnya pengaturan penggunaan dana
devisa tertentu diperbolehkan asal untuk barang – barang tertentu.

d. Pengaruh langsung (direct influence) maksudnya dengan persuasi dan


nasehat, misalnya saja supaya golongan masyarakat tertentu dapat turut
menggabungkan diri dalam koperasi tertentu atau ikut jadi akseptor program
keluarga berencana.

e. Pengaruh tidak (indirect influence) yang merupakan bentuk keterlibatan


kebijaksanaan ringan. Hal ini misalnya berbentuk pemberian informasi,
penjelasan kebijaksanaan, pemberian tauladan, serta penyuluhan dan
pembinaan agar masyarakat bersedia menerima hak – hak baru (promoting a
receptive attitude toward innovation). Bintoro Tjokroamidjojo, 1974:19).

Mochtar Masoed (2003:72-75), menggambarkan tentang fenomena peran dan fungsi


pemerintah di negara dunia ketiga, yaitu dengan mengidentifikasikan fungsi – fungsi yang
bisa dijadikan sebgai instrument intervensi kedalam masyarakatnya dan tujuan yang hendak
dicapai dengan intervensi itu. Ada lima fungsi dengan derajat tingkat keafktifan yang
berbeda, yaitu sebagai berikut.

Pertama, fungsi yang pailing sederhana dengan tingkat keaktifan yang paling rendahll yaitu
melakukan fungsi administraasi. Fungsi pemerintah cenderung pasif hanya melaksanakan
pekerjaan administrasif, mencatat statistic dan menyimpang asrsip. Kedua, fungsi arbitrasi
dan regulasi. Disini pemerintah mulai aktif. Pemerintah menerapkan kekuasaan sebagai
polisi dan menyelesaikan persengketaan antar berbagai kelompok dalam masyarakat dan
mencoba mengendalikan kegiatan kelompok – kelompok masyarakat sehingga tidak
menimbulkan konflik terbuka. Ketiga, peran pemerintah mulai aktif dalam kehidupan
ekonomi dengan menerapkan pengendalian moneter dan fiskal. Pemerintah aktif
memperngaruhi pasar konsumen, volume uang yang beredar dalam masyarakat dan
pasokan capital. Misalnya, member subsidi suku bunga uang rendah agar investor tertarik
melakukan investasi, menetapkan anggaran belanja negara, mendapatkan pajak progresif
demi pemerataan. Keempat, fungsi pemerintah yang paling aktif adalah melakukan tindakan
langsung. Negara menggunakan sumber dayanya untuk langsung menangani kegiatan
ekonomi maupun militer. Kalu suatu komoditi dinilai sangat strategis begi kepentingan
nasional, pemerintah turun tangan langsung dalam bisnis komoditi itu. Fungsi – fungsi
pemerintah tersebut berkembang menjaid instrumen kekuasaan untuk mengintervensi
kegiatan masyarakat (Mochtar Mas’ed, 2003;72-75).

Anthony Giddens (200:54, dalam Samugio Inurejo,2003:3) menyebutkan tentang


keberadaan pemerintah yaitu untuk:

a. Menyediakan saran untuk perwakilan kepentingan – kepentingan yang beragam;

b. Menawarkan sebuah forum untuk rekonsiliasi kepentingan – kepentingan yang saling


bersaing;
c. Menciptakan dan melindungi ruang public yang terbuka dimana debat bebas mengenai
isu – isu kebijakan dapat dilakukan

d. Menyediakan beragam hal untuk memenuhi kebutuhan warga negara termasuk bentuk
– bentuk keamanan dan kesejahteraan kolektif;

e. Ketika monopoli mengancam

f. Menjaga keamanan social melalui control sarana kekerasan dan melalui penetapan
kebijakan;

g. Mendukung perkembangan sumberdaya manusia melalui peran utamanya dalam sistem


pendidikan;

h. Menopang sistem hukum yang efektif;

i. Memainkan peran ekonomi secara langsung sebagai pemberi kerja dalam intervensi
makro dan mikro serta menyediakan infrastuktur;

j. Membudayakan masyarakat dan pemerintah serta merefleksikan nilai dan norma yang
berlaku secara luas, tetapi juga bisa membantu membentuk nilai dan norma tersebut
dalam sistem pendidikan dan sistem – sistem lainnya;

k. Mendorong aliansi regional dan transnasional serta meraih sasaran secara global.

Menurut Van Braam (dalam Soewargono, 1995:27-28) fungsi utama pemerintahan adalah
“regeren” yaitu menetapkan kebijaksanaan – kebijaksanaan dalam rangka menggalang
kekuatan – kekuatan kemasyarakatan untuk mencapai tujuan negara. Dalam fungsi ini
mengandung tiga aspek yang berkaitan dengan kegiatan memerintah yaitu:

a. Aspek Material
Yaitu memerintah berarti menetapkan kebijaksanaan atau keputusan – keputusan yang
sifatnya mengikat, disebut dengan keputusan – keputusan publik.
b. Aspek Formal
Yaitu memerintah berarti membuat keputusan – keputusan politik yang disebut dengan
keputusan administrative. Keputusan administrative ini dijabarkan dari keputusan –
keputusan politis, namun telah dilepaskan dari agenda politik atau keputusan yang telah
mengalami “depolitisasi” dan selanjutnya mengalami teknisasi.
c. Aspek Politik
Yaitu memerintah berarti melaksanakan kekuasaan yakni kekuasaan yang diberikan
oleh negara. Di dalam negara demokrasi, kekuasaan negara berasal dari rakyat,
sehinga aparat penyelenggara negara berarti melaksanakan kekuasaan yang diberikan
oleh rakyat.
B. Tinjauan Good Governance

1. Definisi Good Governance

Governance yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan adalah penggunaan


wewenag ekonomi, politik, dan administrasi guna mengelola urusan – urusan negara pada
semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga –
lembaga dimana warga dan kelompok – kelompok masyarakat mengutarakan
kepentingan mereka, menggunakan hukum, memenuhi kewajiban dan menjabatani
perbedaan diantara mereka (Krina, 2003:4)

Governance merupakan seluruh rangkaian proses pembuatan keputusan atau kebijakan


dan seluruh rangkaian proses dimana keputusan itu di implementasikan atau tidak di
implimentasikan (pusdiklatdepdiknas,8). Kemudian UN Commision on Human Settlements
(1996) dalam (pusdiklatdepdiknas,8) menjelaskan bahwa governance adalah kumpulan
dari berbagai cara yang diterapkan oleh individu warga negara dan para lembaga
pemerintah maupun swasta dalam menangani kepentingan umum mereka.

Pierre Landell-Mills & Ismael Seregeldin mendefinisikan good governance sebagai


penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi
pembangunan social ekonomi (Santosa, 2008;130)

Sedangkan Robert Charlick mengartikan good governance sebagai pengelolaan segala


macam urusan public secara efektif melalui pembuatan peraturan dan / atau kebijakan
yang abash demi untuk mempromosikan nilai – nilai kemasyarakatan.

Governance merupakan paradigma baru dalam tatanan pengelolaan kepemerintahan.


Ada tiga pilar governance, yaitu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Sementara
itu paradigma pengelolaan pemerintahan yang sebelumnya berkembang adalah
government sebagai satu – satunya penyelenggara pemerintahan.

Dengan bergesernya paradigma dari government kearah governance, yang menekankan


pada kolaborasi dalam kesetaraan dan keseimbangan antara pemerintah, sektor swasta,
dan masyarakat madani (civil society), maka dikembangkan pandangan atau paradigma
baru administrasi publik yang disebut dengan keperintahan yang baik (good governance).

Good governance mengandung arti hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara
negara, sektor swasta, dan masyarakat (society). Dalam hal ini adalah kepemerintahan
yang mengembangkan dan menerapkan prinsip – prinsip profesionalitas, akuntabilitas,
transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efesiensi, efektivitas, supremasi hukum, dan
dapat diterima oleh seluruh masyarakat.

2. Prinsip – Prinsip Good Governance

Menurut Bob Sugeng Handiwinata, asumsi dasar good governance haruslah menciptakan
sinergi antara sektor pemerintah (menyediakan perangkat aturan dan kebijakan), sektor
bisnis (menggerakkan roda perekonomian) dan sektor civil society (aktivitas swadaya guna
mengembangkan produktivitas ekonomi, efektivitas, dan efesiensi. (Bob Sugeng
Handiwinata:2007).

Syarat bagi terciptanya good governance yang merupakan prinsip dasar, meliputi:
1. Partisipatoris
Yakni setiap pembuatan peraturan dan/ atau kebijakan selalu melibatkan unsur
masyarakat (melalui wakil – wakilnya)

2. Rule of law (penegak hukum)


Yakni harus ada seperangkat hukum yang menindak pelanggar, menjamin
perlindungan HAM, tidak memihak, berlaku pada semua warga.

3. Transparansi
Yakni adanya ruang kebebasan untuk memperoleh informasi public bagi warga yang
membutuhkan (diatur oleh undang – undang). Ada ketegasan antara rahasia negara
dengan informasi yang terbuka untuk publik.

4. Responsiveness (daya tanggap)


Yakni lembaga public harus mampu merespon kebutuhan masyarakat terutama yang
berkaitan dengan “basic needs” (kebutuhan dasar) dan HAM (hak sipil , hak politik,
hak ekonomi, hak social dan hak budaya).

5. Konsensus
Yakni jika ada perbedaan kepentingan yang mendasar di dalam masyarakat,
penyelesaian harus mengutamakan cara dialog / musyawarah menjadi konsensus.

6. Persamaan hak
Yakni pemerintah harus menjamin bahwa semua pihak tanpa terkecuali, dilibatkan di
dalam proses politik, tanpa ada satu pihak pun yang di kesampingkan.

7. Efektivitas dan efesiensi


Yakni pemerintah harus efektif dan efesien dalam memproduksi output berupa aturan,
kebijakan, pengelolaan keuangan negara.

8. Akuntabilitas
Yakni suatu perwujudan kewajiban dari suatu instansi pemerintahan untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misinya,
implimentasi akuntabilitas dilakukan melalui pendekatan strategis yang akan
mengakomodasi perubahan – perubahan cepat yang terjadi pada organisasi dan
secepatnya menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, sebagi antisipasi
terhadap tuntutan pihak – pihak yang berkepntingan.

Implementasi kesemuanya, sangat dibutuhkan sebagai syarat bagi terciptanya pemerintahan


yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government).

Menurut Institute on Governance (1996), sebagaimana dikutip Nisjar (1997) untuk


menciptakan good governance perlu diciptakan hal – hal sebagai berikut:

1. Kerangka kerja tim (team work) antarorganisasi, departemen, dan wilayah.


2. Hubungan kemitraan antara pemerintah dengan setiap unsur dalam masyarakat
negara yang bersabgkutan.
3. Pemahaman dan komitmen terhadap manfaat dan arti pentingnya tanggung jawab
bersama dan kerjasama dalam suatu keterpaduan serta senergisme dalam
pencapaian tujuan.
4. Adanya dukungan dan sistem imbalan yang memadai untuk mendorong terciptanya
kemampuan dan keberanian menanggung resiko (risk taking) dan berinisiatif,
sepanjang hal ini secara realistic dapat dikembangkan.
5. Adanya pelayanan administrasi public yang berorientasi pada masyarakat, mudah
dijangkau masyarakat dan bersahabat, berdasarkan pada asas pemerataan dan
keadilan dalam setiap tindakan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat,
berfokus pada kepentingan masyarakat, bersikap professional dan tidak memihak
(non-partisan).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan pendekatan penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pengertian
penelitian deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan atau meluruskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Metode deskriptif memusatkan perhatiannya pada penemuan fakta-fakta (fact finding)


sebagaimana keadaan sebenarnya (Namawi dan Martini, 1996:73). Menurut koenjaraningrat
(1993:30) penelitian yang bersifat deskriptif, memberi gambaran yang secermat mungkin
mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Sedangkan pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Sebab data-data yang akan
dikumpulkan di lapangan nantinya adalah data-data yang bersifat kualitatif yang berbentuk
kata dan perilaku, kalimat, skema, dan gambar (Meleong, 2000:6).

B. Fokus Penelitian

Kontardiksi yang sangat menonjol antara konsep dan kenyataan yang ada, membawa
penelitian untuk memfokuskan masalah penelitian kepada Penerapan Prinsip – Prinsip Good
Governance Dalam Tata Kelola Pemerintahan di Desa Natar, Bandar Lampung. Apa yang
sudah dilakukan oleh perangkat desa Natar, untuk mendukung penerapan good governance
dan apa saja kendala yang dihadapai dalam pelaksanaannya.

C. Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian akan dilaksanakan pada desa Natar, Bandar Lampung. Peneliti memilih
desa Natar didasarkan oleh lokasi yang menurut peneliti dekat dengan pusat pemerintahan.

D. Jenis dan Sumber data

1. Jenis Data

Jenis data yang akan dikumpulkan melalui penelitian ini meliputi :


a. Data primer yaitu berupa keterangan atau informasi dari informan tentang peristiwa
tertentu yang mereka alami terkait dengan masalah penelitian, opini, persepsi
maupun tanggapan informan tentang peran kepala desa, kepala dusun dan warga
desa Natar yang dikumpulkan dengan cara interview dan data primer ini merupakan
unit analisis utama dalam kegiatan analisis data.

b. Data sekunder yaitu data yang digunakan sebagai informasi pendukung dalam
analisis data primer. Data sekunder dapat berupa dokumen-dokumen tertulis dan
bahan sebagai analisis utama dari kenyataan analisis data.

2. Sumber Data

a. Informan

Adalah sumber data primer yang dipilih berdasarkan keterlibatannya dalam Penerapan
prinsip – prinsip good governance dalam tata kelola pemerintahan di Desa Natar,
Bandar Lampung. Informan yang dipilih terdiri atas :

i. Informan yang dipilih secara purposif oleh peneliti sebagai informan utama (key
informan).

ii. Teknik snowball sampling yaitu teknik pengambilan sample dengan bantuan key
informan dan dari informan ini akan berkembang sesuai petunjuknya (Subagya,
1997:31).

b. Dokumen

Adalah berbagai dokumen dari Balai desa yang bertanggung jawab dalam hal
penerapan good governance mengenai program kerja dan data-data apa saja yang
sudah dilakukan sebagai bahan penunjang atau pendukung.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan yang memegang peranan penting dalam suatu
kegiatan penelitian. Pengumpulan data harus disusun secara sistematis agar data yang
diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

f. Wawancara
Adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan
secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama wawancara adalah kontak
langsung dengan tatap muka (face to face finding) antara pencari info (interview)
dengan sumber alat pengumpul data dengan menggunakan Tanya jawab antara pencari
info dengan sumber informasi ( Nawawi, 2001:111).

g. Observasi

Observasi merupakan teknik pengamatan dan pencatatan data yang sistematis


terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik pengmpulan
(Husaini Usman, 2004:57). Menurut Dedi Mulyana (2003:168) pengamatan dianggap
cocok untuk meneliti bagaimana manusia berperilaku dan memandang realitas
kehidupan mereka dalam lingkungan mereka yang biasa, rutin dan alamiah.

F. Teknik Analisis Data

Menurut Moleong (2007:280) analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan


mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja. Pada penelitian tindakan analisis
datanya lebih banyak menggunakan pendekatan kualitatif. Analisis data terdiri dari 3 langkah
meliputi : reduksi data, penyajian data, pengumpulan data dan verifikasi (Miles dan
Huberman, 1992:16-20).

h. Reduksi Data

Adalah proses pemilihan pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data


mentah yang muncul dari transkip hasil wawancara maupun catatan tertulis dilapangan.
Reduksi data diterapkan terhadap jenis data primer.

G. Keabsahan Data

Keabsahan data meliputi kriteria-kriteria sebagai berikut : kredibilitas, keteralihan,


kebergantungan dan kepastian. Setiap kriteria ini diperiksa teknik yang berbeda-beda antara
satu dengan lainnya(Moleong, 2000:175-187). Secara lebih rinci mengenai langlah-langkah
tersebut adalah sebagai berikut :

i. Teknik memeriksa Kredibilitas Data

Beberapa teknik yang digunakan untuk memeriksa kredibilitas data hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut :

a. Perpanjangan keikutsertaan. Konsep perpanjangan keikutsertaan di dalam


penelitisn ini bukanlah berarti peneliti bermukim di lokasi penelitian dan ikut
serta pada semua aktivitas peran yang dijalankan. Peneliti cukup melakukan
kunjungan dan wawancara secara mendalam dengan informan yang telah dipilih
sesuai dengan teknik pengumpulan data.

b. Ketekunan pengamatan. Teknik ini bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsure-


unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari
dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Namun yang
perlu dipahami bahwa yang dimaksud pengamatan di dalam penelitian ini adalah
pengamatan terhadap sumber-sumber data primer (hasil interview) dan data
sekunder (dokumen).

j. Teknik Memeriksa Keteralihan Data

Pemerikasaan keteralihan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini dilakukan
dengan teknik uraian rinci (thick description), yaitu dengan melaporkan hasil penelitian
seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian
diselenggarakan.

I. Teknik Memeriksa Kebergantungan Data dan Kepastian Data.

Untuk menjamin kebergantungan dan kepastian data hasil penelitian maka perlu
dipadukan kriteria ketergantungan dan kepastian. Cara yang akan dipakai adalah audit
trail. Yakni catatan pelaksanaan seluruh proses dan hasil studi diklasifikasikan terlebih
dahulu, yang meliputi : data mentah (seperti catatan lapangan, foto, dokumen tertulis),
data yang direduksi dan hasil (ikhtisar catatan, teori, konsep), rekonstruksi data dan
hasil sintesis(tema, definisi, dan hubungannya), catatan tentang proses
penyelenggaraan (catatan metode), bahan yang berkaitan dengan maksud dan
keinginan (usulan penelitian, catatan pribadi), dan informasi tentang pengembangan
instrument (formulir, jadwal).
BAB IV

Hasil dan Pembahasan

A. Gambaran Umum Daerah penelitian

1. Sejarah Desa Natar

Desa Natar yang masih merupakan hutan belantara dibuka pada tahun 1803
dipimpin oleh dua orang bersaudara yaitu: Tuan Raja Lama dan Tuan Dulu Kuning,
keduanya termasuk salah satu keturunan Ratu Balau. Pada masa Ratu Balau
sedang jaya, wilayahnya berada dibukit Singgalang yaitu suatu bukit dekat Way
Lunik antara Teluk Betung Panjang. Pada mulanya kurang lebih tahun 1801
masuklah pemerintah penjajah Belanda kedaerah Lampung, tujuan Belanda antara
lain ingin menguasai atau merebut Keratuan Balau. Tetapi semau keturunan dan ahli
waris Ratu Balau tidak mau dijajah oleh Belanda pada masa itu kemudian Ratu
Balau sempat melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda, namun karena
merasa tidak mungkin mampu melawan penjajah Belanda, maka keturunan dan ahli
waris ketururnan Balau terpaksa mengungsi ketempat lain, sebagian pindah dan
menetap di Desa Kediaman sekarang, dan yang sebagian lagi pindah dan menetap
di Natar sekarang. Jadi pada waktu itu ada dua tempat yang dijadikan untuk
mengungsi dari gangguan para penjajah Belanda.

Adapun nama Natar, diberi atas kesepakatan dan persetujuan dari dua orang
bersaudara tersebut diatas, karena pada waktu itu setelah dicari kesana kesini lokasi
yang tepat dan cocok untuk tempat tinggal akhirnya ditemukanlah daerah yang rata,
yaitu stasiun PJKA sampai Way Rumbay sekarang. Maka dalam bahasa daerah
Ratu sama dengan datar atau natar. Setelah hutan belantara itu dibuka oleh para
keturunan Keratuan Balau, semakin lama penduduk semakin bertambah
dikarenakan semakin banyaknya para pendatang dari daerah lain yang ingin
menetap atau tinggal di Natar untuk melakukan roda kehidupan. Dengan adanya hal
tersebut maka diundanglah para penyimbang-penyimbang adat Pepadun, yaitu
Pubian Telu Suku guna menghadiri peresmian kampung Natar pada tahun 1811.
sebagai tanda peresmian dan sekaligus penghormatan kepada penyimbang-
penyimbang adapt Pubian Telu Suku, maka Tuan Raja Lama dan Tuan Dulu Kuning
beserta semua ahli warisnya memotong kerbau sebanyak 41 ekor.

Selain itu untuk lebih jelas diketahui bahwa yang turut serta membuka Desa Natar
atau kampung Natar itu adalah terdiri dari suku-suku sebagai berikut:

1. Buay Kuning Balau


2. Buay Kuning Gedong
3. Rulung Tanoh Bin
4. Rulung Bujung
5. Buay Pemuka Pati

Kelimanya membuat suatu kesepakatan sekaligus menyimpulkan Pantun Tiuh Adat


yaitu “ Dalam Basa Kemala Lain Sai Tali Naggai Lom Sikam Bintang Lima Sepakai
Jekni Pesai”. Pada tahun 1917 Pemerintah Belanda membuat jalan kereta api dan
jalur wilayahnya membelah Desa Natar (waktu itu masih memakai kampung Natar),
maka pada tahun itu pula bergeserlah ketempat Desa Natar yang sekarang.

Dalam ketentuan administratif pemerintah waktu itu Desa Natar adalah merupakan
Bandar Natar, pada tahun 1925 berubah menjadi Distrik IV Natar, dan pada tahun
1945 berubah lagi menjadi Asisten Wedana Natar, kemudian tahun 1960 berubah
menjadi Kecamatan Natar. Namun untuk lokasi pembangun kantor camat yaitu di
Merak Batin, karena ditempat itu ada tanah bekas asing yaitu Cina.

Wilayah Desa Natar ini dibatasi oleh 4 Desa lainnya, yaitu sebelah utara berbatasan
dengan Desa Merak Batin, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pemanggilan,
kemudian disebelah timur berbatasan dengan Desa Merak Batin dan Sidosari, dan
sebelah barat berbatasan dengan Desa Negeri Sakti dan Negeri Ratu. Adapun
mengenai luas wilayah Desa Natar mempunyai luas kurang lebih 1615 hektar.
Masyarakat desa Natar rata-rata bekerja pada sektor perkebunan, peternakan dan
menjadi pedagang atau buruh bangunan. Dimana lahan perkebunan sangatlah luas.

Dalam sejarah kepemimpinan di Desa Natar, sudah beberapa kali terjadi pergantian
Kepala Desa, yaitu:

1. Tahun 1901-1903 dijabat oleh Pangeran Dulu Kuning


2. Tahun 1903-1905 dijabat oleh Dalom Mak isah
3. Tahun 1905-1910 dijabat oleh Kepala Hukum
4. Tahun 1910-1915 dijabat oleh Tuan Rejo
5. Tahun 1915-1917 dijabat oleh Sutan Lanang
6. Tahun 1917-1926 dijabat oleh Kepala Sangun Ratu
7. Tahun 1926-1928 dijabat oleh Tuan Raja (untuk kedua kali )
8. Tahun 1928-1935 dijabat oleh Kepala Sanggun Ratu (untuk kedua kali)
9. Tahun 1935-1944 dijabat oleh Pangeran Bandar
10. Tahun 1944-1948 dijabat oleh Suatan Ratu Sebujung
11. Tahun 1948-1961 dijabat oleh Ilyas Sutan Ratu Hukum
12. Tahun 1961-1964 dijabat oleh Wagimun
13. Tahun 1964-1977 dijabat oleh Sukur Sutan Ngemum
14. Tahun 1977-1979 dijabat oleh A. Razak Sutan Niti Hukum
15. Tahun 1979-1984 dijabat oleh Radiman
16. Tahun 1984-1992 dijabat oleh Yakub Ad Gelar Pangeran Adiksutan
17. Tahun 1992-2001 dijabat oleh Yakub Ad Gelar Pangeran Adiksutan (untuk
yang kedua kali dilantik tanggal 28 Juli 1993)
18. Tahun 2002- 2007 dijabat oleh Suparyono
19. Tahun 2007 sampai sekarang dijabat oleh M.Arif,S.Pdi.St.Perwira

Kepemimpinan Desa Natar sudah berganti-ganti sebanyak 19 kali kepemimpinan,


namun diantara Kepala Desa lain yang mempunyai masa jabatan yang paling lama
yaitu oleh bapak Yakub Ad Gelar Pangeran Adik Sutan, kepemimpinan bapak Yakub
tersebut dikenal sangat tegas dan disiplin dalam melakukan atau menjalankan roda
pemerintahan desa, sehingga pada masa kepemimpinan bapak Yakub Desa Natar
adalah Desa yang patut dicontoh oleh Desa lain karena sistem administrasinya
berjalan dengan sempurna dan pelayanan birokrasinya pun sangat memuaskan
masyarakat.
2. Letak Geografis Desa

Wilayah Desa Natar ini dibatasi oleh 4 Desa lainnya, yaitu sebelah utara berbatasan
dengan Desa Merak Batin, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pemanggilan,
kemudian disebelah timur berbatasan dengan Desa Merak Batin dan Sidosari, dan
sebelah barat berbatasan dengan Desa Negeri Sakti dan Negeri Ratu. Adapun
mengenai luas wilayah Desa Natar mempunyai luas kurang lebih 1615 hektar.

3. Gambaran Umum Masyarakat Desa Natar

Penelitian ini difokuskan pada Dusun 1 Desa Natar yang kepala dusunnya adalah
bapak Zakaria. Masyarakat desa Natar khususnya Dusun 1 sebagian besar
penduduknya adalah suku Lampung. Pada umumnya masyarakat desa Natar untuk
memenuhi kebutuhannya mereka bekerja sebagai buruh. Dilihat dari pekerjaanya
dan hasil wawancara penulis dengan masyarakat dapat disimpulkan bahwa
masyarakat desa Natar dusun 1, tingkat kesadaran mereka terhadap pendidikan
masih kurang. Hal itu mungkin disebabkan tingkat ekonomi yang rendah dan
rendahnya tingkat kesadaran terhadap pentingnnya pendidikan. Tetapi jika dilihat
dari struktur bangunan rumah masyarakat setempat dapat dikatakan tingkat ekonomi
mereka sudah cukup baik dibuktikan dengan bentuk bangunan yang sebagian besar
sudah permanen.

Menurut data yang kami dapat, Desa Natar berpenduduk dengan jumlah total 14.368
jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki 7189 jiwa dan jumlah penduduk perempuan
7178 jiwa. Dengan kepadatan penduduk 872 per km. Desa Natar rata-rata bekerja
pada sektor perkebunan, peternakan dan menjadi pedagang atau buruh bangunan.

4. Bentuk Struktur Pemerintahan Desa

Desa Natar dipimpin oleh seorang kepala desa yaitu bapak M. Arif. S. Pd.I. Dalam
pelaksanaan roda pemerintahan kepala desa dibantu oleh para perangkat desa
yang terdiri atas: sekdes, beberapa kepala urusan (KAUR) dan beberapa kepala
dusun. Berikut bentuk struktur pemerintahan desa Natar.

Struktur organisasi Pemerintahan Desa Natar berdasarkan Peraturan Daerah


Kabupaten Lampung Selatan No.29 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi
Pemerintahan Desa dala Kabupaten Lampung Selatan.

Adapun susunan Pemerintah Desa Natar (2007—2012) adalah :

- Kepala Desa : M. Arif ,S.Pd. I.

- Sekretaris Desa : Wiryo Sudarmo

- Kaur Pemerintahan : Nasir Hasanudin

- Kaur Pembangunan : Nurmilawati

- Kaur Umum : Salimah

- Kaur Kesra : Hertati


- Kaur Keuangan : Suharyati

- Bendahara : Suharyati

Ketua BPD Desa Natar : A.Rakhim,

Wakil ketua BPD : M. Sugiono

Sekretaris BPD : Edy Rahmat.

Anggota BPD 10 orang : Syi Armi Tambuh, Syamsul Hadi, Musnawi BBA,
Ali Gatmir, Syahrini L, S. Poniman, Marsudi,
Harto, Baheran dan Suratno

Kepala-kapala Dusun Desa Natar adalah sebagai berikut:

- Kadus I Bapak Zakaria Natar II


- Kadus II Bapak Priyanto Sindang Sari
- Kadus III Bapak Timan Takwa Sari
- Kadus IV Bapak Puryono Sari Rejo
- Kadus V Bapak Poniran Marga Takwa
- Kadus VI Bapak Ngadiono Sukarame
- Kadus VII Bapak Sutrisno Sukamaju
- Kadus VIII Bapak Ponirin Tanjung Rejo I
- Kadus IX Bapak Saimin W Tanjung Rejo II
- Kadus X Bapak Zainal Arifin Natar I
- Kadus XI Bapak Achpandi Sukarame Pasar
Sumber: Monografi Desa Natar 2010

B. Sistem pemerintahan desa natar

1. Sejarah Pemerintahan Daerah

Sebagai pelaksanaan pasal 18 UUD 1945 dibidang ketatanegaraan pemerintahan


Republik Indonesia melaksanakan pembagian daerah-daerah dengan bentuk
sususnan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang Pemerintah Daerah.

Oleh karena itulah sejak proklamasi kemerdekaan, kita lihat pemerintah beberapa
kali membentuk undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan-
perubahan terlihat karena masing-masing undang-undang menyesuaikan diri
dengan situasi dan kondisi waktu terjadinya sehingga akhir terbentuk Undang-
undang No. 5 Tahun 1974.

Beberapa Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang dimaksud adalah sebagai


berikut:
Undang-undang No. 1 Tahun 1945 tentang kedudukan Komite Nasional Daerah,
yang merupakan langkah pertama menerapkan demokrasi di daerah. Saying
undang-undang ini terlalu singkat bunyinya karena hanya mengatur kedudukan
komite nasioanal daerah (KND) sebagai penjabaran komite nasional Indonesia
(KNI)yang merupakan badan legislative darurat . kemudian selanjutnya di daerah
KND berganti nama menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD).

Undang-undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, undang-


undang ini merupakan penghapusan perbedaan antara cara pemerintahan di Jawa
dan Madura (uniformitas). UU ini diumumkan 1 tahun sesudah Aksi Militer I (1947)
dan 6 bulan sesudah UU ini diumumkan , tentara Belanda melanjutkan Aksi Militer II
(1948), sehingga UU ini tidak sempat dijalankan secara sempurna.

Undang-undang No. 44 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Negara


Indonesia Timur (NIT) ini hanya bersifat separatis, hal ini adalah akibat berlakunya
Konstituate RIS di mana Negara Republik Indonesia berbentuk serikat. Untunglah
kemudian UU ini tidak sempat diterapkan karena disusul dengan pembentukan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengakibatkan sendirinya membubarkan
NIT.

Undang-undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.


UU ini sebagai usaha untuk uniformitas dalam menyatukan UU tentang pokok-pokok
otonomi daerah bagi seluruh Indonesia, yang akan menggatikan seluruh perundang-
undangan tentang pokok-pokok otonomi daerah yang beraneka warna. Dalam UU ini
pula kita temui istilah Swatantra.

Undang-undang No 18 Tahun 1965 tentang pokok-poko pemerintahan daerah. UU


ini dibuat sewaktu PKI beberapa waktu menjelang meletusnya, sehingga dalam UU
ini sempat dimasukkan ketentuan bahwa untuk terciptanya demokrasi (terpimpin)
maka didalam pimpinan DPRD, pembentukan Wakil-wakil ketua harus menjamin
terciptabya poros Nasakom. Selain itu UU ini terkenal dengan pemberian Otonomi
yang seluas-luasnya.

Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.


UU ini terkenla dengan pemberian Otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggung
jawab. Nyata dalam arti bahwa pemberian Otonomi kepada daerah haruslah
didasarkan pada factor-faktor, perhitungan-perhitungan dan tindakan-tindakan atau
kebijakan-kebijakan yang benar-benar dapat menjamin Daerah yang bersangkutan
secara nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Bertanggung jawab dalam
arti bahwa pemberian Otonom itu benar-benar sejalan dengan tujuannya, yaitu
melancarkan pembangunan yang tersebar diseluruh pelosok Negara dan serasi atau
tidak bertentangan dengan pengarahan-pengarahan yang telah diberikan, serasi
dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa, menjamin hubungan yang serasi
dengan pemerintah pusat dan daerah serta dapat menjamin perkembangan dan
pembangunan daerah. UU No. 5 Tahun 1974 ini mempunyai judul dengan
penekanan kata petunjuk tempat “di”, maksudnya adalah karena UU ini selain
mengatur tentang pokok-pokok pemerintahan daerah otonom juga mengatur tentang
pokok-pokok penyelenggaraan yang menjadi tugas pemerintahan pusat dan daerah.
Ada 3 alasan pokok dibentuknya UU No. 5 Tahun 1974 yaitu:

 Alasan politis, yaitu karena perubahan sturktur politis waktu itu

 Alasan sosioligis, yaitu karena situasi dan kondisi masyarakat yang semakin
berkembang

 Alasan konstitusional, yaitu pertimbangan keadaan serta memperhatikan


pendapat yang timbul dari siding-sidang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Berlainan denganpengaturan Pemerintahan Daerah menurut UU No. 1 Tahun 1954


yang berdasarkan kepada UUD sementara 1050, maka UU No. 5 Tahun 1974
berdasarkan UUD 1945 Pasal 18. Secara lengkap bunyi pasal tersebut adalah:
Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan
mengingati dasar permusyawaratan dalam system pemerintahan Negara, dan hak-hak
asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa.

Dari pernyataan “… mengingat dasar permusyawaratan… “ dibentuk daerah otonom


berdasarkan asas desentralisasi. Sedangkan pernyataan “… dalam system
pemerintahan Negara ..” dimana Negara Repulik Indonesia berbentuk kesatuan
(Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945) maka desentralisasi dilaksanakan bersama-sama
dengan dekonsentrasi, serta kemungkinan pelaksanaan berbagai urusan
pemerintahan di daerah menurut asas Tugas Pembangunan.

Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintahan Pusat


atau Daerah Tingkat Atas kepada Pemerintahan Daerah untuk mengurus urusan
rumah tangganya. Desentralisasi kewenangan itu dapat dilakukan oleh
Pemerintahan Pusat dalm beberapbentuk yaitu, Desentralisasi Teritorial,
Desentralisasi Fungsional (menurut dinas dan kepentingan) dan Desentralisasi
Administratif (disebut Dekonsentrasi).

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala


Wilayahatau Kepala Instrasi Vertikal tingkat atas kepada pejabat-pejabatnya
didaerah. Menelik sifat dari masing-masing kewenangan Pemerintah Pusat, memang
ada hal-hal yang tidak dapat dilimpahkan sehingga diurus secara dekonsentrasi
yaitu urusan pertahanan, peradilan, kepolisian dan hubungan luar negeri.

Konsekuensi prinsif tersebut diadakan:

Daerah Otonom yaitu kesatuan masyarakat hokum yang memepunyai batas


wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah
Otonom ini merupakan penyelenggaraan asas desentralisasi sehingga untuk itu
dibentuk dan disusun:

 Daerah Tingkat I atau Daerah Khusus Ibukota Negara

 Daerah Tingkat II

Dalam menjalankan Pemerintahan di Daerah, selain Kepala Daerah dan Dewan


Perwakilan Rakyat Daerah yang masing-masingsebagai unsure pengurus dan
pengatur di daerah, dibentuk pula secretariat daerah dan dinas-dinas otonom

Wilayah Administratif yaitu lingkungan kerja perangkat pemerintah yang


menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di daerah. Wilayah
administratif ini merupakan penyelenggaraan asas dekonsentrasi, sehngga wilayah
Negara Indonesia dibagi menjadi:

 Wilayah Propinsi atau Ibukata Negara

 Wilayah Kabupaten atau Kotamadya

 Wilayah kecamatan

Yang apabila dipandang perlu dapat pula dibentuk kota administratif diatas wilayah
kecamatan.

2. Desentralisasi Pemerintahan

Bagaimanapun kecilnya suatu Negara, Negara tersebut tetap akan membagi-bagi


menjadi system yang lebih kecil (Pemerintahan Daerah) untuk memudahkan
pelimpahan tugas dan wewenang, namun demikian pemerintah pusat juga tudaj
urung merasa curiga terhadap timbulnya separatism dari hasil pemberiaan otonomi
daerah ini.

Desentralisasi adalah lawan kata dari sentralisasi, karena pemakaina kata “de”
dimaksudkan untuk menolok kata sebelumnya, jadi desentralisasi adalah
penyerahan segala urusan, baik pengaturan dalam arti pembuatan perundang-
undangan, maupunpenyelenggarahan pemerintahan itu sendiri, dari pemerintahan
pusat kepada pemerintahan daerah, untuk selanjutnya menjadi urusan rumah
tangga pemerintah daerah tersebut.

Di Indonesia yang dimaksud pemerintahan daerah adalah Daerah Tingkat I dan


Daerah Tingkat II, yang untuk mencengah pemberian otonomi yang seluas-luasnya
sebagaimana yang dilakukan Negara liberal, maka Kepala Daerah Tingkat I
dirangkap oleh Pejabat Pemerintah Pusat sehingga dikenal Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I, sedangkan untuk Daerah Tingkat II sesuai kebutuhan dapat
berbentuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II atau Walikota Kepala Daerah Tingkat II.

Desentralisasi pemerintahan ini dimaksudkan untuk adanya pendemokrasian di


daerah, oleh karena itu di daerah-daerah diadakan pula dewan perwakilan rakyat
baik di Tk I maupun di Tk II. Jadi bila ada laporan pertanggung jawaban Bupati atau
Gubernur kepada DPRD masing-masing, hal tersebut adalah keliru karena yang
benar adalah laporan pertanggungjawaban kepala daerah Tk I da kepala daerah Tk
II.

Menurut UU No. 5 Tahun 1974 yang dimaksud pemerintah derah adalah kepala
daerah beserta seluruh aparatnya seperti sekretaris daerah yang membawahi
sebuah secretariat daerah, ditambah dengan dinas-dinas daerah yang ada di daerah
tersebut sebagai aparat eksekutif. Sedangkan sebagai aparat legislatifnya adalah
dewan perwakilan daerah, baik Tk I maupun Tk II sesuai tingkatan masing-masing.

Sebagai aparat legislatif DPRD berhak membuat peraturan perundang-undangan


yang dkenal dengan dengan sebutan Peraturan Daerah yang siap dijalankan pihak
eksekutif.

Desentralisasi pemerintahan yang pelaksanaannya diwujudkan dengan pemberian


otonomi kepad daearah-daerah ini bertujuan untuk memungkinkan daerah-daerah
tersebut meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan
dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.
Dengan demikian daerah perlu diberikan wewenang untuk melaksanakan berbagai
urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya, serta sekaligus memiliki
pendapatan daerah seperti pajak-pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain
pemberian.

Ada beberapa kebaikan diadakannya desentralisasi pemerintahan yaitu:

1. Meringankan beban, karena aparat Pemerintahan Pusat tidak perlu lagi jauh-
jauh ke daerah dimana aparat daerah sudah difungsikan dengan baik.

2. Generalistis berkembang, karena seluruh lapisan masyarakat dengan segala


macam kemampuanya dikembangkan.

3. Gairah kerja timbul, karenasetiap person (individu) terpakai dan diakui


keberadaannya.

4. Siap pakai, karena tenaga-tenaga yang dipakai sudah berada di daerahnya


masing-masing, jadi dalam system kepegawaian tidak diperlukan lagi
pemindahan status kepegawaian.

5. Efesiensi, karena dalam penghematan waktu pemerintah tidak terlalu lama


dalam mengisi formasi yang kosong.

6. Manfaat yang diperoleh besar, karena batin masyarakat terpenuhi melalui


pendemokrasian di daerah ini.

7. Resiko tinggi, karena masalah-masalah yang muncul di daerah, bukan hanya


dipikirkan dan dipecahkan oleh aparat pusat, tetapi juga dipikirkan
penanggulangannya oleh masyarakat daerah.

8. Tepat untuk penduduk yang beraneka ragam, karena pemerintah tidak perlu
lagi memaksakan uniformitas (di samping itu kebhinekaan adalah
kedigjayaan).

9. Menghilangkan kinerja yang menumpuk, karena pekerjaan dapat dibagi-bagi


anatara pusat dan daerah, dan antar daerah dengandaerah lain.

10. Unsur individu menonjol pengaruhnya, karena setiap person (individu) yang
memililki keahlian didaerahnya, akan segera terlihat.

11. Masyarakat berpartisipasi pada daerahnya, karena setiap karya yang


dihasilkan oleh setiap karyawan, dilihatnya sendiri dimanfaatkan untuk tanah
kelahirannya.

12. Keinginan bersaing dengan daerah lain, karena masyarakat termotivasi untuk
mengejar ketinggalan dibandingkan daerah lain yang lebih maju, dan
keinginan ini keluar dari kesadarannya sendiri.
13. Kepengurusan yang berbelit-belit terhindarkan, karena setiap urusan dapat
diselesaikan di daerah masing-masing(hasil dari pendelegasian wewenang
kepengurusan secara menyeluruh).

14. Timbul jiwa korzak kedaerahan, karena setiap daerah yang berhasil dalam
pembangunan, akan memperdalam kecintaannya kepada groupnya
(daerahnya).

15. Kesewenangan berkurang, karena Pemerintah Pusat telah memberikan


daerah otonomi kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri,
maka ketergantungan daerah ke pusat berkurang sebaliknya kewewenangan
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.

16. Mengurangi pengawasan oleh pusat, karena telah memberikan otonomi


kepada pemerintah daerah atau Negara bagian, maka pengawasan tidak lagi
terlalu ketat dari pemerintah pusat.

17. Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan aparat pemerintahan daerah,


karena diberikan kesempatan untuk berkembang dan berkarya.

18. Memperbanyak jumlah parlemen-parlemen daerah karena desentralisasi


merupakan pendemokrasian di daerah.

19. Mengurangi keungkinan tantangan dari elit local terhadap pemerintah pusat,
karena kebutuhan mereka untuk ikut berpartisipasi selama ini terpenuhi

20. Menciptakan administrasi yang relatif lebih fleksibel, innovatif dan kreatif,
karena dalam rangka kerjasama untuk mencapai tujuan tersebut muncul
kreasi, keinginan untuk maju berkembang serta luwes dalam menyelesaikan
permasalahan kedaerahan.

3. Sentralisasi Pemerintahan

Sentralisasi pemerintahan adalah pemusatan wewenang pada pemerintah pusat


dalam hubungan Pusat dan Daerah. Dengan demikian masing- masing provinsi dibuat
sedemikian rupa seragam, keputusan hanya boleh dibuat oleh Pemerintah Pusat
bahkan karyawan dan buruh sekalipun didatangkan dari Pusat.

Di Indonesia, oleh karena tidak semua urusan pemerintahan dapat diserahkan


kepada Pemerintah Daerah, maka penyelenggaraan berbagai urusan pemerintah,
dilaksanakan oleh perangkat Pemerintah Pusat yang ada di Daerah berdasarkan asas
dekonsentrasi.

Tetapi perlu diingat bahwa dekonsentrasi tidak terlalu tepat diidentikkan dengan
sentralisasi, karena konsentrasi itu sendiri identik dengan sentralisasi, jadi
dekonsentrasi bahkan berlawan dengan sentralisasi, karena memang dekonsentrasi
itu adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada pejabatnya di
Daerah. Tetapi karena pelimpahan tersebut dari Pemerintah Pusat kepada pejabatnya
di Daerah sebagian untuk mengontrol dan menjaga timbulnya unsur kedaerahan,
maka dianggap sebagai imbangan desentralisasi.

Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1975 Kepala Wilayah yang merupakan


aparat Pemerintah Pusat yang berada di Daerah terdiri dari Gubemur, Bupati,
Walikotamadya, Walikota Administratif dan Camat. Namun masih bisa dimasukkan
sebenarnya Lurah, keberadaan Pembantu Bupati yang setingkat dengan Wedana dan
keberadaan Pembantu Gubemur yang setingkat dengan Residen.

Berikut ini akan penulis suguhkan kebaikan-kebaikan apabila dilaksanakan


sentralisasi pemerintahan, dalam rangka persatuan dan kesatuan bangsa ini.

Kebaikan-kebaikan sentralisasi adalah sebagai berikut di bawah ini :

1. Timbulnya rasa persatuan dan kesatuan yang kuat dan kokoh, karena
faham kebangsaan dan nasionalisme senantiasa digembar-gemborkan.

2. Keseragaman terjadi di seluruh wilayah negara, karena memang dibuat


sedemikian rupa, jadi selain kebersamaan dalam ideologi dan falsafah
hidup bangsa juga kebersamaan dalam segi termasuk uniform.

3. Kesatuan melengkapi Pemerintah Pusat, karena Pemerintah Pusat


diperkuat oleh peraturan perundang-undangan untuk tidak diganggu gugat.

4. Terpadu, karena kemungkinan untuk timbulnya separatisme sangat


kecil bahkan tidak ada sama sekali.

5. Penggunaan tenaga ahli yang berkualitas, karena para ahli dari semua
Daerah berkumpul di Pusat dan diseleksi kemampuannya.

6. Terkumpulnya para ahli yang berkualitas, karena selain seleksi


kemampuan tersebut di atas, juga diadakan seleksi kecintaan mereka
kepada negara kesatuan.

7. Fungsi rangkap dapat ditekan, karena tenaga para ahli ter kumpul
dari Daerah pads Pemerintah Pusat, sehingga cukup banyak kemungkinan,
untuk menghindari jabatan rangkap.

8. Faham separatisme dapat ditekan, karena dengan berpijak kepada


persatuan dan kesatuan bangsa, segala isme-isme kedaerahan dapat
dihilangkan dan jauh-jauh sebelumnya dikikis.

9. Kontrol dapat diteliti, karena aparat Pemerintah Pusat sampai ke


Daerah-daerah dalam menjalankan kontrol serta sistem pemerintahan
terpadu ini.

10. Terkordinir , karena pendelegasian wewenang pads unit-unit,


departemen-departemen ataupun instansi-instansi sangat kecil. Dan
kalaupun ada departemen-departemen dan sebagainya itu, semuanya
tunduk kepada peraturan perundang-undangan sentral.

11. Pengawasan mudah, karena didukung oleh undang-undang dan


peraturan, bahkan konstitusi sendiri mengenai sentralisasi

12. Cocok untuk mempertahankan kekuasaan, karena bila puncak


pemerintahan di pusat adalah rezim yang otoriter maka cars ini tepat
dipakai sebagai sistem pemerintahan yang berlaku.
13. Cocok untuk negara kontinental, karena bila negara yang
melaksanakan sentralisasi ini ada negara yang terletak di daratan dan
mudah dijangkau seperti Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina, sentralisasi
yang terpusat sangat tepat.

14. Cocok untuk negara yang penduduknya homogen, karena jenis


penduduk yang sama maka sentralisasi sangat tepat, apalagi masyarakat
tidak membutuhkan keanekaragaman.

15. Cocok untuk negara yang Bering berperang baik dengan negara
tetangga maupun peperangan di dalam Daerah sendiri, karena diperlukan
persatuan angkatan bersenjata dalam penghimpunan kekuatan militer.

16. Cocok bagi negara yang ingin mengutamakan pembangunan ekonomi,


karena keterpaduan seperti pembiayaan terpadu, pengawasan terpadu,
rencana juga terpadu akan mempercepat pembangunan itu sendiri.

17. Cocok untuk faktor efektifitas (pencapaian hasil yang berhasilguna),


karena dengan kontrol yang ketat dan. rencana seperti apa yang dikehendaki
Pemerintah Pusat, tanpa komentar terhadap mohon kebijaksanaan yang
bertele-tele, secara nyata hasil mudah dicapai.

18. Potensi nasional dapat diarahkan pads tujuan tertentu, karena segala
kebijaksanaan pemerintah dalam pembangunan ditentukan dan
direncanakan oleh Pemerintah Pusat sendiri.

19. Kesamaan peraturan perundang-undangan serta, keputusan bagi


seluruh wilayah negara, karena memang hanya Pemerintah Pusat yang
menentukan dan membuat. Di samping itu akan mewujudkan kesatuan
dalam tindakan dan kepastian hukum.

20. Sentralisasi juga membangkitkan kesadaran nasional, rasa


kebangsaan dan solidaritas (baik terpaksa ataupun timbul dari lubuk
hati), serta diharapkan dengan sentralisasi terpadu ini akan ada
pembagian modal dan kekayaan nasional. Akhimya diharapkan negara
senantiasa dalam keadaan tertib dan aman.

Selanjutnya keburukan sentralisasi ada' pads kebaikan-kebaikan kalau


melaksanakan desentralisasi, kemudian sebaliknya keburukan desentralisasi ada
pads kebaikan bila melaksanakan sentralisasi

4. Asas-asas penyelenggara pemerintahan

a.Umum

Di muka telah di jelaskan bahwa sebagai kosekuensi dari pasal 18 undang undang
dasar 1945 yang kemudian diperjelas dalm garis garis besar haluan negara,
pemerintahan diwajibkan melaksanakan asas desentralisasi dalam menyelenggarakan
pemerintahan di daerah. Tetapi di samping asas desentralisasi dan asas dekosentrasi
undand undang ini juga memberikan dasar dasar bagi penyelenggara berbagai urusan
pemerintahan di daerah menurut asa tugas pembantuan.
b.Desentralisasi

Urusan urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah dalam rangka
pelaksanaan asa desentralisasi pada dasarnya menjadi wewenang dan tanggung jawab
daerah sepenuhnya dalam rangka hal ini prakarsa sepenunnya diserahkan kepada
daerah baik yang menyangkut segi segi pembiayaan. Demikian pula perangkap
pelaksanaan adalah perangkat daerah itu sendiri yaitu terutama dinas dinas daerah.

c.Dekosentrasi

Oleh karena itu semua urusan pemerintahaan dapat di serahkan kepada daerah
menurut asas desentrasi , maka penyelenggaran berbagai urusan pemerintahaan di
daerah di laksanaan oleh perangkat pemerintah di daerah berdasarkan asas
desentralisasi. Urusan utrusan yang di limpahkan pemerintah kepada pejabat pejabat di
daerah menurut asas dekosentrasi ini tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat
baik mengenai perencanaan ,pelaksanaan maupun pembinaan. Unsur pelaksanaan
adalah terutama instansi instansi vertikal yang di koordinasikan oleh kepala daerah
dalam kedudukannya selaku perangkat pemerintah pusat, tetapi kebijaksanaan urusan
dekosentrasi tersebut sepenuhnya di tentukan oleh pemerintah pusat.

d.Tugas Pembantuan

Di muka telah disebutkan bahwa tidak semua urusan Pemerintah dapat diserahkan
kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya. Jadi beberapa urusan pemerintahan
masih tetap merupakan urusan pemerintah pusat. Akan tetapi adalah berat sekali bagi
Pemerintahan pusat untuk menyelenggarakan seluruh urusan pemerintah di daerah
yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya itu atas dasar dekonsentrasi,
mengingat terbatasnya kemampuan perangkat pemerintah pusat di daerah. Dan juga
ditinjau dari segi dayaguna dan hasilguna adalah kurang dapat dipertanggung jawabkan
apabila semua urusan pemerintah pusat di daerah harus dilaksanakan sendiri oleh
perangkatnya di daerah karena hal itu akan memerlukan tenaga dan biaya yang sangat
besar jumlahnya. Lagipula mengingat sifatnya sebagai urusan sulit untuk dapat
dilaksanakan dengan baik tanpa ikut sertanya pemerintah daerah yang bersangkutan.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut maka undang-undang ini memberikan
kemungkinan untuk dilaksanakan berbagai urusan pemerintah di daerah menurut asas
tugas pembantunya.

5. Tata Kelola Pemerintahan Desa Natar

Tugas pemerintah desa adalah menyelenggarakan rumah tangga sendiri, di samping itu
ia dapat dibebani tugas-tugas pembantuan yang diberikan pleh instansi vertikal (garis
menegak) atau daerah otonom atasan. Desa adalah daerah otonom asli berdasarkan
hukum adat berkembang dari rakyat sendiri menurut perkembangan sejarah yang
dibebani oleh instansi atasan tugas-tugas pembantuan.

Pemerintah Kelurahan merupakan suatu wilayah administratif berada langsung dibawah


Pemerintah Kecamatan dalam kota. Tugas Pemerintah Kelurahan jadinya berlandaskan
atas deskonsentrasi, yang tentu saja tidak menghalanginya melaksanakan tugas-tugas
dibidang desentralisasi melalui saluran Camat, Bupati, Walikota dan Gubernur Kepala
Daerah.

Dalam penjelasan umum undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan


Desa, undang-undang ini mengarah kepada penyeragaman bentuk dan susunan
pemerintahan desa dengan corak nasional yang menjamin terwujudnya Demokrasi
Pancasila secara nyata dengan menyalurkan pendapat masyarakat dalam wadah yang
disebut Lemabaga Masyarakat Daerah (LMD).

Secara tegas dinyatakan bahwa hak menyelenggarakan rumah tangga sendiri bagi
Pemerintahan Desa bukanlah hak otonomi sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah tetapi
mengatur Desa dari segi pemerintahannya yag berdasarkan Demokrasi Pancasila.

Undang-undang ini menurut penjelasannya tetap mengakui kesatuan masyarakat


hukum, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang masih hidup sepanjang menunjang
kelangsungan pembangunan dan ketahanan nasional. Dengan demikian dari penjelasan
itu dapat kita lihat bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tetap mendambakan
kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasiladengan cara musyawarah untuk mufakat.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tidak menghendaki kehidupan yang demokratis


berdasarkan asas liberalisme dngan cara membuka peluang bagi terbentuknya arena
tempat wakil-wakil golongan yang memerintah dan golongan oposisi mengadakan
diskusi yang menjurus pada perdebatan-perdebatan yang lebih mengarah kepada
demokrasi liberal dan lebih banyak membawa kecenderungan pada ketegangan dan
perpecahan perasaan, sehingga usaha untuk mencapai tujuan memperkuat kesatuan
dari masyarakat desa dan memperlancar Pemerintahan Desa akan berjalan dengan
tersendat-sendat. Di tingkat kesatuan masyarakat terdepan bukanlah cara demokrasi
formal yang penting tetapi yang lebih penting adalah demokrasi material isi daripada
masyarakat yang perlu ditingkatkan ke arah pencapaian tujuan, kesejahteraan dan
keadilan dengan melalui cara-cara musyawarah untuk mufakat.

Tata kelola yang baik menuntut lebih dari sekedar kapasitas pemerintah yang memadai,
akan tetapi juga mencakup kaidah aturan yang menciptakan suatu legitimasi, kerangka
kerja yang efektif dan efisien dalam melaksanakan kebijakan publik. Tata kelola yang
baik berimplikasi pada pengelolaan urusan masyarakat dengan cara yang transparan,
akuntabel, partisipatif dan berkesetaraan.

Dari perspektif ini, kualitas tata-kelola direfleksikan dalam kapasitas pemerintah untuk
merancang, memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan yang tepat. Namun
demikian, merumuskan kebijakan yang baik adalah jauh lebih mudah dibandingkan
dengan mewujudkan kebijakan tersebut dalam praktiknya mengatasi permasalahan
dalam pembangunan. Hal ini bergantung tidak hanya kepada tujuan khusus
pembangunan apakah itu pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan dan
mengurangi ketimpangan ekonomi, akan tetapi juga bergantung kepada konteks politik,
budaya dan sejarah serta kapasitas para penyelenggara negara.

Jika kita merujuk pada UU No. 5 Tahun 1974, dab juga defenisi tata kelola, dalam hal ini
desa Natar sudah dapat dikatakan sebagai salah satu desa yang sudah menerapkan
ketentuan yang tertuang dalam undang-undang tersebut. Setiap kebijakan yang dibuat
oleh pemerintahan desa dalam hal ini kepala desa beserta jajarannya, terlebih dahulu
melakukan musyawarah bersama-sama dibalai desa. Hal itu dimaksudkan agar setiap
kebijakan yang akan dibuat hendaknya mengakomodir semua kepentingan.

Fungsi pemerintah menurut Irving Swerdlow yaitu:

 Operasi langsung (operations), yang pada pokoknya pemerintah menjalankan


sendiri kegiatan-kegiatan tertentu.

 Pengawasan langsung (direct control), yaitu penggunaan perizinan, lisensi


(untuk kredit, kegiatan ekonomi dll), penjatahan dan lain-lain. Ini dilaksanakan oleh badan-
badan pemerintah yang “action laden” (yang berwenang dalam berbagai perizinan, alokasi,
tarif dan lain-lain) atau kalau tidak, berusaha untuk menjadi action laden.

 Pengawasan tidak langsung (indirect control), yakni dengan memberikan


pengaturan dan syarat-syarat, misalnya pengaturan penggunaan dana devisa tertentu
diperbolehkan asal untuk barang-barang tertentu.

 Pengaruh langsung (direct influence), maksudnya dengan persuasi dan nasehat,


misalnya saja supaya golongan masyarakat tertentu dapat turut menggabungkan diri dalam
koperasi tertentu, atau ikut jadi akseptor program keluarga berencana.

 Pengaruh tidak langsung (indirect influence), yang merupakan bentuk


keterlibatan kebijaksaan ringan. Hal ini misalnya berbentuk pemberian informasi, penjelasan
kebijaksanaan, pemberian tauladan, serta penyuluhan dan pembinaan agar masyarakat
bersedia menerima hak-hak baru (promoting a receptive attitude toward innovation).

Penerapan prisif-prinsif good governace pada tata kelola pemerintahan desa Natar bisa
dikatakan sudah cukup baik. Jika kita kembali melihat tentang defenisi good governace
yaitu: Good governance mengandung arti hubungan yang sinergis dan konstruktif di
antara negara, sektor swasta, dan masyarakat (society). Dalam hal ini adalah
kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip – prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efesiensi,
efektivitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.

Pemerintah yang berfungsi baik adalah pemerintah yang memiliki birokrasi berkualitas
tinggi, sukses dalam menyediakan layanan publik yang esensial, dapat mengelola
anggaran negara yang efektif, tepat sasaran dan betul-betul untuk kemaslahatan rakyat
kebanyakan, serta demokratis. Oleh karenanya, pemerintah sudah seyogyanya harus
berpacu dengan waktu dan berupaya untuk memperbaiki kualitas tata kelolanya
sehingga ancaman terwujudnya Indonesia sebagai negara yang gagal ( failed state )
tidak terjadi.

Menurut para warga desa Natar, semenjak desa tersebut dipimpin oleh M. Arif ,S.Pd. I.
Sebagai kepala desa, terdapat hal positif yang masyarakat rasakan. Sosialisasi M.
Arif ,S.Pd. I sebagai kepala desa sangat baik terhadap masyarakatnya, akibatnya terjalin
hubungan komunikasi antara kepala desa dengan para wagara. Komunikasi yang baik
menjadi salah satu factor penyebab ketidak seganan para warga desa Natar dalam
menyampakan saran dan kritik mereka kepada para aparat desa khususnya kepala
desa. Ketidak seganan warga dalam menyampaikan aspirasi mereka terhadap
pemrintahan desa menimbulkan suatu tindakan responsif para aparat desa dalam
menangulangi seluruh keluhan-keluhan masyarakat.

Selain hubungan komunikasi yang baik antara kepala desa dengan masyarakat, masih
ada beberapa factor lain yang mendukung terwujudnya penerapan good governace di
desa Natar. Transparansi para aparatur desa dalam pengadaan dan pengelolahan
APBDes, sehingga mimbulkan rasa kepercayaan masyarakat yang cujub baik terhadap
aparat desa setempat. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan setempat
sangat diperlukan, karena baik-buruknya tingkat partisipasi masyarakat terhadap
jalannya roda pemerintahan didukung oleh kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintahan setempat.

Kemudian factor lain yang menyebabkan baiknya roda pemerintahan desa Natar,
karena seluruh aparatur desa baik dari kepala desa, sekretaris desa dan para perangkat
lainnya adalah asli penduduk desa setempat atau pribumi setempat. Hal itu
menyebabkan, para aparatur sudah sangat dikenal dengan baik oleh para warga
setempat dan para aparatur desa benar-benar memiliki keinginan yang kuat dalam
membangunan desa mereka, karena ego kewiliyahan yang dimiliki oleh para aparatur.

Dari beberapa factor pendukung yang kami tulisakan tadi, ternyata masih belum bisa
mewujudkan penerapan good governace dalam tata kelola pemerintahan desa Natar
secara maksimal. Masih ada beberap faltor penghambat yang kami temui dilapangan.

Beberapa factor penghambat itu antara lain:

Kemiskinan

Factor penghambat terbesar menurut kami adalah kemiskinan. Melihat dari pekerjaan
warga yang manyoritas bekerja sebagai buruh, baik buruh tani, buruh bangunan hingga
buruh pabrik. Menyebabkan warga sedikit malas untuk berpartisipasi dalam jalannya
roda pemerintahan setempat. Masyarakat lebih focus untuk bekerja ketimbang ikut aktif
dalam kegiatan pemerintahan

Tingkat pendidikan

Masyarakat desa natar mayoritas hanya mengenyam pendidikan pada tingkat sekolah
menengah pratama (SMP), sehingga dapat dikatakan tikatakan bahwa tingkat
pendidikan masyarakat desa natar masih rendah. Tingkat pendidikan yang rendah
mungkin disebabkan oleh factor ekonomi yang kurang memadai dan kurangnya
kesadaran akan pentingnya pendidikan. Tingkat pendidikan yang redah menyebabkan
pengetahuan warga akan penerapan good governace sangat minim sehingga
masyarakat tidak mengetahui pentingnya akan penerapan prinsif-prinsif good governace
dalam tata kelola pemerintahan desa natar.

Rendahnya partisipasi masyarakat

Partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk mewujudkan good governance.


Partisipasi yakni setiap pembuatan peraturan dan/ atau kebijakan selalu melibatkan
unsur masyarakat (melalui wakil – wakilnya). Ketika kami melakukan obserpasi melalui
wawancara dengan kepala desa dan beebarpa warga setempat, tingkat partisipasi
masyarakat masih sangat rendah, hal itu mungkin dikarenakan oleh 2 faktor yang telah
disebutkan terlebih dahulu. Ekonomi yang rendah dan tingkat pendidikan yang rendah
menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat menjadi rendah pula.
BAB V

Kesimpulan dan saran

A. Kesimpulan

Seiring dengan arus deras reformasi yang melanda negara ini pasca jatuhnya rezim Orde
Baru, berkembang pula satu terminologi dalam manajemen pemerintahan, yang mewarnai
agenda politik bangsa ini. Terminologi itu tak lain adalah good governance. Kita pun sebagai
masyarakat, mau tak mau, menjadi akrab dengan istilah ini. Betapa tidak, good governance
pada gilirannya tampil sebagai salah satu wacana politik yang sering didengungkan oleh
pemerintah, termasuk pimpinan daerah, guna meraih hati rakyat.

Namun, satu pertanyaan yang layak kita ajukan, apakah kita sejatinya telah cukup
memahami makna terminologi tersebut? Apakah kita sudah mengetahui akar serta latar
belakang kemunculannya? Ataukah wacana itu mewujud hanya dalam batas istilah, sebagai
pemanis retorika pemerintah yang kering akan makna? Pertanyaan ini terutama ditujukan
bagi para birokrat sebagai pihak yang paling sering mempromosikan wacana good
governance.

Jika ditarik lebih jauh, lahirnya wacana good governance berakar dari penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi pada praktik pemerintahan, seperti Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN). Penyelenggaraan urusan publik yang bersifat sentralistis, non-partisipatif
serta tidak akomodatif terhadap kepentingan publik, telah menumbuhkan rasa tidak percaya
dan bahkan antipati kepada rezim pemerintahan yang ada. Masyarakat tidak puas dengan
kinerja pemerintah yng selama ini dipercaya sebagai penyelenggara urusan publik.
Beragam kekecewaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan tersebut pada akhirnya
melahirkan tuntutan untuk mengembalikan fungsi-fungsi pemerintahan yang ideal. Good
governance tampil sebagai upaya untuk memuaskan dahaga publik atas kinerja birokrasi
yang sesungguhnya.
Berhasil tidaknya penciptaan good governance, banyak tergantung kepada para
pelaksananya ( pejabat publik maupun pejabat politik) yang telah diamanahkan oleh
masyarakat dan negara ini .Disamping setiap instansi punya rencana strategis, punya sistim
pelaksana dan control yang baik,transparan dll, yang tidak kalah pentingnya adalah para
abdi negara itu harus punya iman yang kuat dan siap memulai dari diri sendiri, dari yang
kecil-kecil dan sekarang juga ( A.A.Gym.)

Jika kita merujuk pada pemerintahan desa Natar, penerapan good governace yang
dilakukan dalam pelaksanaan roda pemerintah sampai saat ini sudah cukup baik. Para
aparatur desa berusaha menjalankan tugasnya sebaik mungkin. Masyarakat yang
menerima pelayananpun dapat menerima pelayanan itu dengan baik dan tidak ada unsur
kekecewaan oleh masyarakat terhadap kegiatan pemerintahan desa dalam melaksanakan
tugasnya yaitu sebagai abdi masyarakat.

Hal yang menyebabkan terhambatnya penerapan good governace di desa natar adalah
karena kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan oleh warga dan rendahnya
tingkat ekonomi masyarakat. Kedua hal tersebut menyebabkan kepasifan masyarakat untuk
berpasrtisipasi dalam pelaksanaan roda pemerintahan, karena masyarakat umumnya lebih
fokus untuk bekerja dan memenuhi kebutuhannya. Waktu masyarakat sebagian besar
digunakan untuk bekerja sehingga fungsi kontrol masyarakat terhadap aparatur
pemerintahan desa tidak berjalan sebagaimestinya.

B. Saran

Good Governance (tata pemerintahan yang baik) merupakan praktek penyelenggaraan


pemerintahan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Good governance
telah menjadi isu sentral, dimana dengan adanya era globalisasi tuntutan akan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah suatu keniscayaan seiring dengan
meningkatnya pengetahuan masyarakat.
Good governance menuntut keterlibatan seluruh elemen yang ada di masyarakat. Ini hanya bisa jika
pemerintahan itu dekat dengan rakyat. Maka sangat cocok dengan sistim desentralisasi dan otonomi daerah
yang saaat in telah diterapkan oleh Negara Indonesia. Good governance dapat berlangsung dengan baik jika
kondisi masyarakat saat ini adalah mereka semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan
kewajibannya sebagai warga negara. Mereka semakin berani untuk mengajukan tuntutan,
keinginan dan aspirasinya. Mereka semakin kritis untuk melakukan control terhadap apa
yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga legislatip maupun judikatip. Maka pemerintah
harus dapat memberikan pelayanan publik yang lebih professional, efektif, efisien,
sederhana, transparan, terbuka, tepatwaktu, responsif dan adaptif dan sekaligus dapat
membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat
untuk secara aktip menentukan masa depannya sendiri ( Effendi 1986: 213)

Tetapi hal itu sangat sulit diterapakan di desa natar mengingat tinkat pendidikan dan tingkat
ekonomi masyarakat yang masih cukup rendah, maka dalam hal ini kami menyarankan agar
pemerintahan setempat berfokus pada dua jail, yaitu:

Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan

Sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat yaitu wajib belajar 9 tahun, dan juga salah satu
tujuan yang tertuang dalam UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan salah satu item yang
sangat penting untuk diperhatikan. Jika tingkat pendidikan masyarakat desa Natar cukup
baik kemungkinan penerapan good governace dalam tata kelola pemerintahan desa Natar
akan dapat diwujudkan karena masyarakat sudah mengerti dang mengetahui akan
pentingnya penerapan good governace. Masyarakat di pastikan akan lebih aktif untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan roda pemerintahan di desa Natar.

Oleh sebab itu kami menyarankan kepada perintahan desa Natar agar melakukan
kerjasama dengan Pemerintahan Daerah Tingkat II dalam pengadaan sarana dan
prasarana pendidikan terhadap masyarakat desa Natar. Hal itu di anjurkan mengingat
pendidkan adalah tanggung jawab bersama dan sangat tidak munkin pemerintah desa natar
melaksanakan pengadaan sara dan prasaran pendidian secara sendiri tanpa bantuan dari
Pemerintah Daerah Desa Tingkat II.

Pemberian modal pinjaman kepada masyarakat

Masyarakat desa Natar pada umumnya bekerja sebagai buruh,yang tidak jarang pekerjaan
sebagai buruh mereka lakukan di tempat yang sangat jauh dari tempat tinggal mereka,
kemudian aktifitas sebagai buruh sangat menyita waktu dan tenaga. Alhasil masyarakat
menjadi sangat pasif untuk berpastisipasi dalam pelaksanaan pemerintahan desa Natar.
Sebagaian besar masyarakat desa Natar bekerja sebagi buruh, karena masyarakat tidak
memiliki modal untuk membuat usaha sendiri yang harapannya bisa menberikan
penghasilan yang cukup dan waktu masyarakat tidak terlalu tersita untuk bekerja.

Oleh karena itu kami juga meminta kepada pemerintahan desa Natar untuk membuat
sebuah program perkreditan usaha rakyat yang nantinya di jadikan sebagi modal untuk
usaha. Harapannya dengan pemberian pinjaman modal tersebut masyarakat dapat bekerja
lebih baik dan tingkat ekonomi mereka dapat ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Sehingga waktu masyarakat tidak terkuras habis hanya untuk bekerja, masyarakat juga
masih dapat melakukan kegiatan lain yaitu mengontrol segala tindakan aparatur desa dalam
pelaksanaan roda pemerintahan.

Demikian lah tugas ini kami buat, kami sadar bahwa kami masih harus belajar lebih lagi
mengingat kemampuan kami yang masih sangat kurang dalam melakukan penelitian.
Harapannya tugas ini dapat menjadi suatu batu loncatan bagi kami untuk melakukan
penelitian yang lebih baik lagi.
Daftar Pustaka

Santosa, Pandji.2008.Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance.Bandung:Refika


Aditama

Makhya, Syarief. 2006. Ilmu Pemerintahan (Telaah Awal). Bandarlampung: Unila.

Kencana, Inu Syafiie. 1994. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ndaraha, Taliziduhu. 1983. Metodologi Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.

Kencana, Inu Syafiie. 2003. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Admnistrasi (Dilengkapi dengan metode R&D). Bandung:
Alfabeta.

www.wikipediaindonesia.com
LAMPIRAN
Profile Informan Kepala Desa

k. Nama : M. Arif. S.Pdi.


l. Tempat, Tanggal Lahir : Natar, 07 Maret 1959
m. Jenis Kelamin : Laki - laki
n. Status Perkawinan : Menikah
o. Agama : Islam
p. Pekerjaan : Kepala Desa
q. Golongan Darah : AB
r. Jumlah anak : 6 (Enam)
s. Riwayat Pendidikan
SD : SD N 2 Natar tahun 1972
SMP : PGA Bandar Lampung 4 Tahun
SMA : PGA Bandar Lampung 6 Tahun
Universitas : YN Raden Intan
Profile Informan Kepala Dusun 1

c. Nama :Zakaria A.D


d. Tempat, Tanggal Lahir : Natar, 17 Agustus 1950
e. Jenis Kelamin : Laki - laki
f. Status Perkawinan : Menikah
g. Agama : Islam
h. Pekerjaan : Kepala Dusun
i. Golongan Darah :A
j. Jumlah anak : 2 (Dua)
k. Riwayat Pendidikan
SD : SR (Sekolah Rakyat)
Profile Informan Warga Desa Dusun 1 RT 5 RW 2

II. Nama : P. Manalu


III. Tempat, Tanggal Lahir : Pangkat Sumut, 25 Desember 1953
IV. Jenis Kelamin : Laki - laki
V. Status Perkawinan : Menikah
VI. Agama : Kristen
VII. Pekerjaan : Wiraswasta
VIII. Golongan Darah :O
IX. Jumlah anak : 3 (Tiga)
X. Riwayat Pendidikan
SD : SD Hutapinang, Tapanuli
SMP : SMP Teluk Betung
SMA : SMEA Tanjung Karang
Universitas :Universitas Bandar Lampung
Daftar Pertanyaan untuk Kepala Desa

6. Apakah yang anda ketahui tentang GG?

7. Apakah GG tersebut sudah dijalankan di desa ini?

8. Sudah berapa lama program GG terlaksana? Sampai sejauh mana perkembangannya?

9. Apakah tujuan GG sudah dapat tercapai dengan baik?sampai sejauh mana?

10. Bagaimana cara penerapan GG di desa ini?

11. Apakah hambatan – hambatan yang terjadi pada proses pelaksanaan GG di desa ini?

12. Apakah selama program GG berlangsung terdapat penyimpangan – penyimpangan


yang terjadi? Jika iya, seberapa jauh masalah yang ada / penyimpangan itu terjadi?

13. Apakah langkah – langkah konkrit yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah atau
penyimpangan tersebut?

14. Menurut anda apakah GG yang berjalan saat ini memberikan manfaat yang efektif dan
efesien bagi masyarakat? Jika ya/ tidak berikan alasannya.

15. Bagaimana tata kelola kepemerintahan yang ada di desa ini?

16. Apakah alasan GG ini di terapkan di desa ini?

Anda mungkin juga menyukai