Anda di halaman 1dari 7

EFEK SUPLEMENTASI ZINC DAN BESI PADA PERTUMBUHAN ANAK ERNAWATI NASUTION, SKM, M.

KES Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Dewasa ini telah banyak masalah kekurangan gizi yang dapat kita atasi. Namun demikian masih acta beberapa yang masih merupakan masalah nasional dan memerlukan perhatian yang lebih besar, yaitu masalah kekurangan zat gizi mikro, seperti iodium, besi dan vitamin A. Sampai saat ini, kekurangan iodium, besi dan vitamin A merupakan masalah gizi utama di Indonesia, disamping kurang energiprotein (KEP). Kekurangan gizi pacta usia dini mempunyai dampak yang buruk pada masa dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat produktifitas yang lebih rendah. Dampak kekurangan gizi pada usia dini makin menjadi penting bila memperhatikan analisis berbagai data yang ada. Hasil-hasil analisis tersebut memperkuat hipotesis mengenai besarnya peranan kekurangan gizi pada usia dini terhadap terjadinya penyakit degeneratif pada masa dewasa yang justru merupakan usia produktif (Kodyat,et al., 1998). Kekurangan gizi pacta masa anak-anak selalu dihubungkan dengan kekurangan vitamin dan mineral yang spesifik, yang berhubungan dengan mikronutrien tertentu. Beberapa tahun terakhir ini terjadi peningkatan perhatian terhadap konsekuensi dart defisiensi mikronutrien, dimulai dari meningkatnya resiko terhadap penyakit infeksi dan kematian yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan mental. Konsekuensi defisiensi mikronutrien selama masa anak-anak sangat berbahaya. Defisiensi besi dapat mengganggu perkembangan mental dan motorik anak (Lojoff, et al., 1991 dan Idjradinata, et al., 1993 cit Thu, et al., 1999) dan juga menyebabkan anemia. Defisiensi zinc juga dapat mengganggu pertumbuhan (Brown, et al., 1998) dan meningkatkan resiko diare dan infeksi saluran nafas (Ninh, et al., 1996). Mengingat tingginya prevalensi defisiensi zat gizi tertentu serta efek negatifnya, maka suplementasi zat gizi seperti besi dan zinc pada anak-anak akan sangat bermanfaat, khususnya karena secara praktis sulit untuk meningkatkan zat gizi yang adekuat dari pola makan bayi yang ada selama ini. Beberapa makanan yang diberikan pada bayi dan anak cenderung menghambat penyerapan besi dan zinc seperti asam fitat yang terkandung di dalam padi-padian dan susu sapi yang dapat rnenurunkan absorpsi besi dan zinc (Lonnerdal, 1990). Pola makan bayi dan anak di negara berkembang terutama di Indonesia yang khususnya di daerah pedesaan belum dapat memenuhi zat gizi yang dibutuhkan, terutama pada usia 6-24 bulan yang pada usia ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikologis yang sangat cepat. Oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dari asupan makanan sehari-hari dapat dilakukan dengan pemberian suplementasi zat gizi tertentu yang dibutuhkan. Pemberian suplementasi mikronutrien tertentu, seperti yang telah dilakukan selama ini selalu mempunyai kendala dan hambatan. Kebutuhan zat gizi anak usia 6-24 bulan meningkat seiring dengan terjadinya pertumbuhan pesat anak. Sementara air susu ibu dan pola makan anak yang kurang baik tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Maka diperlukan suatu alternatif

2004 Digitized by USU digital library

untuk memenuhi kekurangan tersebut, yaitu dengan cara pemberian suplementasi zat tertentu yang dapat membantu pertumbuhan anak. Di beberapa negara berkembang telah dilakukan beberapa penelitian tentang suplementasi Zn dan Fe. Beberapa penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa suplementasi zinc dapat menurunkan penyakit infeksi (diare dan batuk) dan meningkatkan pertumbuhan anak. Suatu penelitian yang telah dilakukan pada bayi yang berat badan lahirnya rendah di Brazil menunjukkan bahwa suplementasi zinc 5 mg pada 11 bayi menurunkan prevalensi diare sebesar 28% dan menurunkan prevalensi batuk sebesar 33% (Lira, et al., 1998). Suplementasi Zn 17 mg + Fe 20 mg dan multivitamin yang diberikan satu kali seminggu dan pemberian Zn 5 mg + Fe 8 mg dan multivitamin setiap hari meningkatkan height for age z- score (HAZ) pada anak yang stunted di Vietnam masing-masing sebesar 0,37 dan 0,48 (Thu, et al., 1999). Di Indonesia pertumbuhan anak usia 6-24 bulan masih di bawah garis yang diharapkan terutama di daerah pedesaan. Di beberapa daerah di Indonesia masih ditemukan anak yang kekurangan energi dan kalori (KEP) serta mikronutrien tertentu. Berdasarkan hal ini perlu diketahui bagaimana efek suplementasi Zn dan Fe terhadap pertumbuhan anak. Zinc Dan Pertumbuhan Anak Zinc (Zn) yang biasanya juga disebut dengan Seng merupakan zat gizi yang esensial dan telah mendapat perhatian yang cukup besar akhir-akhir ini. Zinc berperan di dalam bekerjanya lebih dari 10 macam enzim. Berperan di dalam sintesa Dinukleosida Adenosin (DNA) dan Ribonukleosida Adenosin (RNA), dan protein. Maka bila terjadi defisiensi zinc dapat menghambat pembelahan sel, pertumbuhan dan perbaikan jaringan (Shanker dan Prasad, 1998). Zinc umumnya ada di dalam otak, dimana zinc mengikat protein. Kekurangan zinc akan berakibat fatal terutama pada pembentukan struktur otak, fungsi otak dan mengganggu respon tingkah laku dan emosi (Black, 1998). Menurut Eschlemen (1996), zinc adalah suatu komponen dari beberapa sistem enzim, yang berfungsi di dalam sintesa protein, transport karbon dioksida dan di dalam proses penggunaan vitamin A. Prasad dan Halsted mengatakan bahwa defisiensi zinc menyebabkan stunting dan hypogonadism pada anak laki-laki petani Iranian. Mereka kemudian menegaskan dalam hipotesis mereka pada remaja di Egyptian dan Iranian melalui penelitian tentang metabolisme zinc dan percobaan terapeutik. Defisiensi zinc juga diketahui terjadi pada anak-anak dan orang dewasa di beberapa negara, dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting (Reeport of Meeting Baltimore, 1996). Suatu meta analisis dari 25 penelitian tentang pengaruh suplementasi zinc pada pertumbuhan anak yang dilakukan oleh Brown (1998), menunjukkan bahwa pemberian suplementasi zinc secara statistik bermakna memberikan efek yang lebih baik terhadap pertumbuhan secara linier dan pertambahan berat badan anak. Umur juga merupakan faktor yang penting dalam hubungan antara defisiensi zinc dengan perkembangan kognitif anak. Karena selama masa pertumbuhan dan perkembangan cepat, seperti pada masa remaja jika konsumsi makan tidak cukup dan seimbang, maka anak akan kekurangan zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut seperti protein, vitamin dan mikronutrien tertentu. Anak-anak yang berasal dari pedesaan dan dari keluarga dengan .penghasilan rendah ditemukan mempunyai konsentrasi zinc dalam plasma yang rendah selama masa pertumbuhan dan masa remaja (Butrimovitz dan Purdy, 1978 cit Black, 1998) dan keadaan gizi anak yang berasal dari keluarga yang

2004 Digitized by USU digital library

berpenghasilan menengah menderita defisiensi zinc yang sedang selama masa pertumbuhan (Skinner, et al., 1997 cit Black, 1998). Pacta anak yang masih menyusui, air susu ibu tidak dapat mensuplai zinc dalam jumlah yang lebih. Dan jugaadalah sulit untuk memenuhi kebutuhan zinc bayi dan anak selama masa transisi dari air susu ke makanan padat. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Brown (1998) menunjukkan bahwa zinc yang dibutuhkan dari makanan tambahan berbeda dengan zinc yang yang harus dipenuhi setiap hari (diperkirakan 2,8 mg/hari untuk usia 6 -24 bulan) dan asupan zinc dari air susu ibu. Makanan tambahan harus menyediakan 84 -89% zinc yang dibutuhkan bayi pada usia 6 -24 bulan. Berdasarkan rata-rata asupan AS! di negara berkembang, bayi yang berusia 6 -9 bulan membutuhkan 50 -70 gr hati atau daging yang tidak berlemak setiap hari atau kira-kira 40 gr ikan segar, untuk memenuhi tambahan zinc yang dianjurkan dari makanan padat. Dari analisa ini mereka menyarankan untuk memberikan suplementasi zinc atau .fortifikasi zinc selama masa pertumbuhan karena bayi dan anak di negara berkembang tidak mungkin memenuhi kebutuhan zinc mereka dari makanan. Besi Dan Pertumbuhan Anak Besi (Fe) merupakan mikronutrien yang esensial dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi dalam mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, mengangkut elektron dalam sel, dan dalam mensintesisenzim yang mengandung besi yang dibutuhkan untuk menggunakan oksigen selama memproduksi energi selluler (Bothwell, et al., 1979 dan Commission of European Communities (CEC), 1993 cit Gillespie, 1998). Keseimbangan besi ditentukan oleh simpanan besi di dalam tubuh, absorpsi besi, dan besi yang hilang. Sedikitnya 2/3 besi dalam tubuh merupakan besi yang bersifat fungsional, kebanyakan dalam bentuk hemoglobin. Selama masa sirkulasi sel darah merah, beberapa sebagai mioglobin di dalam sel otot dan sebagian ada di dalam enzim yang mengandung besi. Paling banyak sisa besi dalam tubuh disimpan dalam bentuk cadangan besi (bentuk ferritin dan hemosiderin) yang berfungsi sebagai simpanan yang dapat digunakan bila dibutuhkan. Anak-anak mempunyai simpanan besi yang rendah yang disebabkan karena besi digunakan untuk pertumbuhan dan pertambahan volume darah (Dallman et al., 1980 cit Gillespie, 1998). Defisiensi besi merupakan kekurangan zat gizi yang biasa terjadi di negara berkembang dan industri. Apabila tubuh mengalami kekurangan besi, dapat menyebabkan anemi kurang besi. Anemia defisiensi besi adalah keadaan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah sampai kadar di bawah 11 g/dl. Cut off point hemoglobin anak usia 6 bulan-6 tahun adalah 11 gr% (WHO, 1968 cit Hadisaputro, 1977). Konsekuensi anemia defisiensi besi diakui memberi pengaruh terhadap metabolisme energi dan fungsi kekebalan yang akan berpengaruh pada fungsi kognitif dan perkembangan motorik (Walter, 1993, Dallman et al, 1980 cit Lonnerdal, 1998). Defisiensi besi juga berhubungan dengan menurunnya fungsi kekebalan yang diukur dengan perubahan dalam beberapa komponen sistem kekebalan yang terjadi selama defisiensi besi. Konsekuensi dari perubahan fungsi kekebalan adalah resistensi terhadap penyakit infeksi. Pada anak-anak defisiensi besi berhubungan dengan kelesuan, daya tangkap rendah, lekas marah dan menurunnya kemampuan belajar (Lozoff dan Brittenham, 1986 cit Recommended Dietary Allowences (RDA), 1989).

2004 Digitized by USU digital library

Di United State defisiensi besi diobservasi selama periode kehidupan, yaitu: (1) Pada usia 6 bulan-4 tahun, karena kandungan besi dalam susu rendah, adanya pertumbuhan tubuh yang cepat, dan cadangan besi dalam tubuh sering tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan di atas usia 6 bu1an. (2) Selama pertumbuhan cepat pada usia remaja karena kebutuhan perkembangan massa gel darah merah dan kebutuhan simpanan besi dalam mioglobin. (3) Selama masa reproduksi pada wanita karena kehilangan besi pada saat menstruas. (4) Selama hamil, karena perkembangan volume darah ibu, kebutuhan dari janin dan plasenta, dan kehilangan darah pada saat melahirkan (RDA, 1989). Pada 3 bulan pertama kehidupan kebutuhan bayi terhadap besi dapat dipenuhi dari air susu ibu (ASI). Pada bayi yang dari lahir sampai usia 3 tahun tidak diberi ASI membutuhkan besi kira-kira 1 mg/kg per hari. Kebutuhan sehari-hari yang dianjurkan untuk usia 6 bulan-3 tahun adalah 10 mg/hari yang rnerupakan suatu kadar yang telah dipertimbangkan dapat memenuhi kebutuhan anak pada saat itu (RDA, 1989). Defisiensi besi umumnya terjadi pada usia 612 .bulan atau 1-2 tahun, yaitu 70% kebutuhan besi pada usia 6-12 bu1an dan 50% kebutuhan besi pada usia 1-2 tahun terjadi saat pertumbuhan jaringan yang cepat. Pada tahun pertama kehidupan, kebutuhan seorang bayi untuk mengabsorpsi besi sama besarnya dengan kebutuhan seorang laki-laki dewasa, yang mana hal ini sangat sulit untuk dipenuhi. Prevalensi tertinggi defisiensi besi terjadi bersamaan dengan saat terakhir pertumbuhan otak anak (6-24 bulan), yaitu pada saat terbentuknya kemampuan kognitif dan motorik (Martorell, 1977 cit Gillespie, 1998). Kandungan besi dalam otak pada saat lahir hanya 10% dan 50% pada usia 10 tahun (CEC, 1993 cit Gillespie, 1998). Banyak penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang menderita defisiensi besi hasil tes psikomotornya kurang baik dibandingkan anak-anak yang tidak anemia (Pollit and Metallinos-Katsaras, 1990 cit Gillespie, 1998). Judisch et al. 1986 cit Gillespie, 1998 juga menegaskan bahwa jika terjadi defisiensi besi pada usia 6-24 bulan yaitu, pada saat terjadi pertumbuhan yang pesat, dengan konsekuensi dapat mengganggu penggunaan energi dan pertumbuhan fisik. Makanan Yang Membantu dan Menghambat Penyerapan Zinc dan Besi Pemberian suplementasi Zn dan Fe juga dipengaruhi oleh asupan makanan. Zinc banyak terdapat dalam daging, tiram, ikan kering, hati dan susu juga merupakan sumber makanan yang kaya akan zinc. Selain itu makanan yang mengandung fitat dan makanan berserat menghalangi absorbsi Zinc (Eschleman, 1996). Beberapa bahan makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zinc dan besi adalah asam askorbat dan sitrat (pepaya, jambu biji, pisang, mangga, semangka, pir, jeruk, lemon, apel, jus nenas, kembang kol, dan limau), asam malak dan tartrat (wortel, kentang, tomat, labu, kol, dan lobak cina), asam amino sistein (daging, kambing, daging babi, hati, ayam, dan ikan), dan produk-produk fermentasi (kecap kacang kedele, acar/asinan kubis). Beberapa makanan yang dapat menghambat penyerapan zinc dan besi adalah fitat (beras, terigu, gandum, kacang kedele, susu coklat, kacang dan tumbuhan polong), polifenol (teh, kopi, bayam, kacang, tumbuhan polong, rempah-rempah), kalsium dan fosfat (susu dan keju) (Gillespie, 1998). Seperti rendahnya bioavailibilitas dari zat gizi besi Bering disebabkan oleh tingginya asupan fitat yang banyak terkandung di dalam padi-padian dan kacangkacangan yang dapat menghambat absorpsi besi. Dan juga disebabkan sedikitnya

2004 Digitized by USU digital library

konsumsi daging yang dapat menyediakan besi yang bisa diserap dalam bentuk heme iron (zat besi yang berasal dari hewani) (Hallberg, 1981 cit Lonnerdal, 1998). Besi yang berasal dari makanan hewani (heme iron) mempunyai tingkat absorbsi yang tinggi, yaitu 20-30%. Sebaliknya besi yang tergolong non heme iron yang berasal dari tumbuh-tumbuhan absorbsinya hanya 1-5%. Absorbsi besi sangat tergantung pada rnakanan yang dapat menghambat dan rneningkatkan absorbsi. Sehingga absorbsi besi dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari dapat bervariasi antara 5-10% (Muhilal, et al., 1998). Untuk anak usia 16-30 bulan, The Nutrition Collaborative Research Support Program (CRSP) memperkirakan prevalensi asupan besi yang inadekuat yang dapat diabsorpsi adalah lebih tinggi daripada zinc kecuali di Kenya dimana banyak mengkonsumsi asam askorbat (Murphy SP. et al, 1992 cit Allen, 1998). Makanan yang mengandung zinc dalam jumlah yang cukup juga mengandung besi dalam jumlah yang cukup pula, seperti daging dan ikan merupakan sumber terbaik dari kedua nutrien tersebut. Parasit seperti cacing tambang akan menyebabkan berkurangnya kedua zat nutrien ini di dalam darah. Kecuali pada penderita diare, kehilangan zinc lebih tinggi daripada besi. Inilah sebabnya anakanak sering diasumsikan menderita defisiensi (Allen, 1998). Interaksi Zinc dan Besi Whittaker (1998), melaporkan besi dan zinc bila diberi bersama-sama dapat diserap dengan baik apabila dosis besi yang diberikan tidak lebih besar dari dosis zinc. Dosis besi yang diberikan lebih besar dari 25 mg per hari dapat menurunkan absorpsi zinc. Solomon dan Jacob (1981) menunjukkan bahwa tingginya kadar besi dapat mempengaruhi penyerapan zinc yang diukur dengan perubahan zinc serum sesudah pemberian. Pada keadaan post prandial zinc serum meningkat sesudah pemberian secara oral dengan dosis 25 mg dalam larutan cair yang diberikan pada subyek yang puasa. Penyerapan zinc akan lebih rendah hila zinc diberi sendiri daripada bila besi 25 mg diberikan bersama-sama dengan zinc (besi : zinc; 1 : 1). .Meningkatkan dosis besi menjadi 50 mg (rasio 2 : 1) dan 75 mg (rasio 3 : 1) menurunkan penyerapan zinc. Oleh sebab itu Lonnerdal (1998) menyarankan bila suplementasi besi dan zinc diberikan untuk mengatasi defisiensi, dosis yang digunakan adalah tidak sangat berbeda dari yang digunakan oleh Solomons dan Jacob (1981). Selain hal di atas perlu juga diketahui bioavailibilitas dari Zn dan Fe. Bioavailibilitas Zinc Dan Besi Pertimbangan yang mempengaruhi keputusan tentang metode pengadaan suplementasi zinc adalah termasuk di dalamnya daya larut, bioavailibilitas, rasa, efek samping dan frekuensi dosis yang dibutuhkan (Brown, et al, 1998). Pada 25 percobaan, banyak peneliti menggunakan Zinc Sulfat. Bentuk lainnya yaitu Zinc Asetat, Zinc Glutamat, sitrat dimasukkan ke dalam Zinc Metionin dan Zinc Karbonat. Hasil percobaan menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis suplementasi dengan pertumbuhan tetapi ini mungkin disebabkan oleh kecilnya jumlah percobaan dengan masing-masing bentuk zinc. Pacta 18 percobaan mengenai pengaruh suplementasi zinc terhadap morbiditas, banyak peneliti menggunakan Zinc Sulfat atau Zinc Asetat (Allen, 1998). Suatu survei informal mengadakan percobaan suplementasi zinc, menyatakan bahwa acta beberapa dasar untuk memilih salah satu bentuk suplementasi zinc, yaitu salah satunya adalah rasanya. Rasa Zinc Sitrat yang diberikan dengan dosis 3 mg tidak dapat diterima walaupun diberi dalam jus jeruk. Zinc Sulfat dan Zinc 2004 Digitized by USU digital library 5

Glutamat dengan dosis 10-20 mg mempunyai rasa yang dapat diterima. Nausea dan kejang akan terjadi bila 50 mg zinc diberikan untuk orang dewasa sebagai dosistunggal dari Zinc sulfat (Henderson, et al, 1996 ; Freeland Graves, et al, 1980 : Henderson, et al, 1995 cit Allen, 1998). Daya larut relatif garam zinc dalam larutan encer sangat bervariasi, Zinc Sulfat dan Klorida sangat larut, Zinc Asetat larut secara bebas, dan Zinc Karbonat dan Oksida secara praktis tidak larut (Budavari s.ed cit Allen, 1998). Kelarutan dalam larutan encer sangat erat hubungannya dengan kemampuan diabsorpsi. Sedikit informasi yang ada tentang bioavailibilitas dari suplementasi zinc bila dikonsumsi bersama-sama dengan makanan yang banyak mengandung fitat, yang menghambat absorpsi zinc. Untuk besi, beberapa penelitian mengatakan bahwa bioavailibilitas dari suplementasi besi dapat larut bila dikonsumsi bersama dengan makanan yang juga mengandung zat besi. Misalnya makanan pokok seperti padipadian yang banyak mengandung fitat, bila dikonsumsi secara bersama-sama dapat mempengaruhi absorpsi zinc dan besi (Allen, 1998). Mengukur bioavailibilitas zinc lebih sulit. Satu pendekatan digunakan pada manusia, setelah pemberian pada dosis tertentu terjadi peningkatan zinc plasma(Henderson, et al, 1996; Solomons dan Jacob, 1981; Argiratos dan Samman, 1994 cit Allen, 1998). Tetapi kadar zinc plasma postprandial menurun dan absorpsi zinc terhambat karena adanya zat yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi yang dapat menghambat penyerapan, jadi pendekatan ini tidak dapat membandingkan suplemen yang dikonsumsi dengan kadar zinc yang terkandung dalam suatu makanan. Selain itu zinc plasma post prondial yang menurun berkaitan dengan status zinc. penurunan yang terbesar terjadi sesudah periode restriksi zinc (Henderson, et al, 1996 cit Allen, 1998). Zinc dosis tinggi (> 25 mg) dibutuhkan untuk mendapatkan perubahan dalam pengukuran zinc di dalam urine (Henderson, et al, 1996 cit Allen, 1998), dan ekskresi zinc dipengaruhi oleh konsumsi sukrosa (Holl dan Allen, 1987 cit Allen, 1998) dan beberapa asam amino yang mengikat zinc (Faure, et al, 1993 cit Allen, 1998). Dosis zinc antara 5-20 mg per hari banyak diberikan pada penelitian tentang efek zinc terhadap pertumbuhan. Pada percobaan meta analisis suplementasi yang diberikan berkisar antara 1,5-50 mg per hari. Dengan pertimbangan bahwa efficacy absorpsi zinc adalah60% untuk 5 mg, 50% untuk 10 mg, dan 40% untuk 15 mg (Sandstrom et al, 1992 cit Allen, 1998). Beberapa Penelitian Suplementasi Zinc dan Basi Penelitian-penelitian tentang suplementasi Zn dan Fe banyak dilakukan, antara lain: 1. Efek suplementasi Zn (11 mg) dan Fe (20 mg) dan multivitamin yang diberi setiap hari clan satu kali seminggu selama 3 bulan terhadap pertumbuhan anak usia 6-24 bulan. penelitian ini dapat meningkatkan nilai z- score panjang badan menurut umur (Height for Age Z-Score) anak-anak yang menderita defisiensi mikronutrien di Vietnam sebesar 0,48 untuk pemberian setaip hari dan 0,37 untuk pemberian satu kali seminggu (Thu, et al., 1999). 2. Efek suplementasi Zn (20 mg) dan mikronutrein lain terhadap penampilan neuropsikologis dan pertumbuhan anak usia 6-9 tahun di Cina. Sesudah pemberian suplementasi terjadi peningkatan penampilan neuropsikologis dan pertumbuhan (Sandstead, et al., 1994). 3. Suplementasi Zn 10 mg setiap hari pada anak usia 4-36 bulan di Vietnam yang mengalami gagal tumbuh. Penelitian ini dapat meningkatkan pertumbuhan dan circulating insuline -like growth factor I (LGF-I) (Ninh, et al. 1996). 4. Suplementasi Zn (20 mg) dan Fe (20 mg) satu kali seminggu pada anak stunted usia 6-24 bulan. Penelitian ini dapat meningkatkan panjang badan anak (Height

2004 Digitized by USU digital library

for Age Z- Score) sebesar 0,14, pada anak stunted yang diberi Fe (20 mg) saja, 0,57 pacta anak stunted yang diberi Zn (20 mg) + Fe (20 mg), dan 0,30 untuk anak stunted yang diberi Zn (20 mg) saja (Nasution, 2000). PENUTUP Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian suplementasi Zn dan Fe memberikan efek yang positif terhadap pertumbuhan anak. Namun demikian pemberian suplementasi ini juga harus memperhatikan keadaan gizi anak pada awal penelitian dan konsumsi makan anak. Karena status gizi anak selain dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan kekurangan gizi juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti genetik (Satoto, 1996). DAFTAR PUSTAKA Allen, L.H. 1998. Zinc and Micronutrient Supplements for Children. Am J Clin Nutr. ; 68 (Suppl) : 495S-8S. Black, M.M. 1998. Zinc Deficiency and Child Development. Am J Clin Nutr. ; 68 (Suppl) : 464S -9S. Brown, K.H. 1998. Effect of Infection on Plasma Zinc Concentration and Implications for Zinc Status Assesment in Low Income countries. Am J Clin Nutr. ; 68 (Suppl) : 425S -9S. Eschelemen, M.M. 1996. Introductory Nutrition and Nutrition Therapy. Third edition. Lippincott. Raven Publisher. ;Part Two: 212 -13. Gillespie, S.R. 1998. Major Issues in The Control of Iron Deficiency. The Micronutrient Inititative. Unicef. Canada. Hadisaputro, S., Pasiyan. R., Sunarto. 1977. Prevalensi Anemi Gizi. Simposium Anemia Gizi Semarang. Hal. 9 -18. Kodyat, B.A., Thaha A.R., dan Minarto. 1998. Penuntasan Masalah Gizi Kurang. Widya Karya pangan Dan Gizi VI. LIPI. Lira, PIC., Ashworth A., and Morris S.S. 1998. Effect of Zinc Supplementation on The Morbidity, Immune Function, and Growth of Low-Birth-Weight, Full-Term Infants East Brazil. Am J Clin Nutr. ;68 (Suppl) : 470S -9S. Lonnerdal, B. 1998. Iron-Zinc-Copper Interactions, dalam Micronutrient Interactions: Impact on Child Health and Nutrition, washington, D.C, July 29-30. 1996. ILSI Press. Muhilal, Fasli, J., and Hardinsyah. 1998. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Widya Karya pangan Dan Gizi VI. LIPI. Jakarta. Nasution, E., 2000. Efek Suplementasi Zn dan Fe pada Status Gizi Anak Usia -24 Bulan Di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah (Thesis). Ninh, N.X., Thissen J.P., Collen L. 1996. Zinc Supplementation Increases Growth and Circulating Insulin-Like Growth Factor I (LGF-I) in Growth Retarded Vietnamese Children. Am J Clin Nutr. ;63 : 514 -9. Recommeded Dietary Allowences. 1989. Sub Committee on The Tenth Edition of RDAs Food and Nutrition Board Commission on Life Sciences National Academy Press. Washington, D.C. Shanker, A.H. and Prasad, A.s. 1998. Zinc And Immune Function; The Biological of Altered Resistence to Infection. Am J Clin Nutr. ;68 (Suppl) : 447S -63S. Salomon, N.M., Jacob, R.A. 1981. Studies on The Bioavailibility of Inc in Humans. Effect of Heme and Non Heme Iron on The Absorbtion of Zinc. Am J Clin Nutr. ; 68 (Suppl) : 495S -as. Zinc for Child Health. 1996. Report of A Meeting Baltimore. Maryland. November 1119, June 1996. Vol 1 (1).

2004 Digitized by USU digital library

Anda mungkin juga menyukai