Fenomena Marginalisasi Perempuan Dalam Bidang Pertanahan
Fenomena Marginalisasi Perempuan Dalam Bidang Pertanahan
KELOMPOK
Keberadaan kaum perempuan di Indonesia dipandang sebelah
mata oleh beberapa kalangan, dimana ada diskriminasi terhadap
kaum perempuan. Hal itu sering terjadi pada saat penentuan
kepemilikan suatu barang atau dalam hal yang lebih khusus,
yaitu kepemilikan tanah. Di Indonesia hampir seluruh sertifikat
hak atas tanah dimiliki oleh laki- laki. Hal itu disebabkan banyak
perempuan yang menyerahkan urusan pembuatan sertifikat itu
kepada laki-laki dikarenakan pihak perempuan berfikir
pembuatan sertifikat tanah menyita waktu sehingga
mengganggu aktivitas mereka dalam kegiatan rumah tangga.
Dalam Undang-Undang Pokok Agraria sendiri kesetaraan
gender sudah diatur dalam pasal 9 Ayat (2) yang
berbunyi “Tiap-tiap warga warga negara Indonesia, baik
laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang
sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta
untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri
Dalam
sendiri maupun keluarganya.” Hal ini membuktikan Pertanahan
negara telah mendukung peremuan dalam memperoleh
keadilan gender dalam perolehan hak atas tanah, dan
sekarang tinggal kemauan dari pribadi masing-masing
untuk mau atau tidak mengimplmentasikannya.
Partisipasi Masyarakat
Dalam rangka melaksanakan percepatan penguatan hak
atas tanah bagi rakyat Indonesia tidak bisa lepas dari
partisipasi masyarakatnya, karena peran serta
masyarakat sangat membantu. Selain menjadi subjek
dalam pendaftaran tanah, masyarakat juga bisa menjadi
pelaksana dalam kegiatan pendaftaran tanah.
Masyarakat disini merupakan sumber daya yang harus
diberdayakan agar terciptanya sinergi antara
masyarakat dan pembuat kebijakan.
Perempuan cenderung lebih rentan dan tidak terjamin mengenai
pertanahan dengan banyaknya tanah waris, harta hibah dan harta
bersama yang dimilikinya seringkali terlepas dari hak perempuan.