Makalah Kelompok 3 BK Belajar
Makalah Kelompok 3 BK Belajar
Disusun Oleh:
Muchmmad abdul jabbar 22010230
Putri novia reizika 22010287
M. Tobi asipa hidayat 22010261
Salwa Putri Anshori 22010235
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................3
PEMBAHASAN............................................................................................................3
A. Teori Belajar Ivan Petrovich Pavlov....................................................................3
1. Biografi Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)................................................3
2. Eksperimen Eksperimen Ivan Petrovich Pavlov...........................................4
3. Aplikasi teori pavlov dalam pembelajaran....................................................5
B. Teori Belajar Edwin Ray Guthrie........................................................................7
1. Biografi Edwin Ray Guthrie.........................................................................7
2. Teori dan Perkembangan..............................................................................7
3. Dampak atau Implikasi Teori Belajar...........................................................8
4. Contoh Implementasi Praktis Teori dalam Aplikasi Dunia Pendidikan.......9
C. Teori Belajar Asosiasionistik Menurut William Kaye Estes.............................10
1. Asumsi Dasar Teori SST.............................................................................10
2. Proses Belajar Menurut Teori SST.............................................................10
3. Implementasi Teori SST dalam Kehidupan................................................11
BAB III........................................................................................................................12
PENUTUP...................................................................................................................12
A. Kesimpulan........................................................................................................12
B. Saran...................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya, belajar adalah salah satu proses kunci dalam
perkembangan manusia. Proses ini memungkinkan individu untuk
mengadaptasi diri mereka dengan lingkungan dan memperoleh pengetahuan
serta keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu
pendekatan yang telah memberikan kontribusi besar dalam pemahaman tentang
bagaimana belajar terjadi adalah teori belajar fungsionalistik. Teori Belajar
Fungsionalistik mencerminkan upaya untuk memahami bagaimana manusia
belajar dan berfungsi dalam lingkungan sekitarnya.
Dalam psikologi, teori ini telah memainkan peran penting dalam
menjelaskan bagaimana pikiran dan perilaku manusia berkembang sebagai
respons terhadap stimulus eksternal dan internal. Sebagai pendekatan yang
menekankan adaptasi individu terhadap lingkungan, teori belajar
fungsionalistik membantu kita memahami mengapa manusia berperilaku
seperti yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Teori-teori ini,
dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti E.L. Thorndike, B.F. Skinner, dan
Clark Leonard Hull, memberikan wawasan yang berharga tentang proses
pembelajaran manusia.
Pandangan B.F. Skinner tentang belajar adalah sebagai proses adaptasi
atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung progresif menambah dimensi
pemahaman kita tentang bagaimana individu menghadapi situasi yang mereka
hadapi dan bagaimana mereka berubah dalam proses tersebut.
Melalui makalah ini, kami akan membahas secara rinci konsep utama
dari teori-teori belajar fungsionalistik ini. Kami juga akan mengidentifikasi
tokoh-tokoh kunci yang berperan dalam pengembangan teori-teori ini. Selain
itu, kami akan menganalisis kelebihan dan kekurangan dari setiap teori.
Dengan memahami teori-teori belajar fungsionalistik ini, para konselor
dan pembimbing akan memiliki alat yang lebih kuat untuk membantu individu
mengatasi masalah, mengubah perilaku yang tidak diinginkan, dan mencapai
potensi penuh mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan demikian,
makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam
tentang teori-teori belajar fungsionalistik dan relevansinya dalam bidang
bimbingan dan konseling.
iv
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
C. Tujua
Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain,
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan teori-teori belajar
fungsionalistik dari setiap tokoh.
2. Untuk menjelaskan konsep dasar dari teori-teori belajar fungsionalistik.
3. Untuk mengetahui apa kelebihan dan kekurangan teori-teori belajar
fungsionalistik.
4.
v
BAB II
PEMBAHASAN
vi
pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika (The
Official Web Site of the Nobel Foundation, 2007).
vii
3. Pemilahan (discrimination). Diskriminasi yang dikondisikan ditimbulkan melalui
penguatan dan pemadaman yang selektif. Diskriminasi berlaku apabila individu
berkenaan dapat membedakan atau mendiskriminasi antara rangsangan yang
dikemukakan dan memilih untuk tidak bertindak atau bergerak balas.
Contoh : Anak kecil yang takut pada anjing galak, maka akan memberi respon
rasa takut pada setiap anjing, tapi ketika anjing galak terikat dan terkurung dalam
kandang maka rasa takut anak itu menjadi berkurang.
4. Tingkat Pengondisian Yang Lebih Tinggi. Akhirnya, Pavlov menunjukkan
bahwa sekali kita dapat mengondisikan seekor anjing secara solid kepada CS
tertentu, maka dia kemudian bisa menggunakan CS itu untuk menciptakan
hubungan dengan stimulus lain yang masih netral. Di dalam sebuah eksperimen
muridmurid Pavlov melatih seekor anjing untuk mengeluarkan air liur terhadap
bunyi bel yang disertai makanan, kemudian memasangkan bunyi bel itu saja
dengan sebuah papan hitam.
3. Aplikasi teori pavlov dalam pembelajaran
Aplikasi teori Pavlov memberikan konsekuensi kepada pendidik untuk
menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap. Sehingga, tujuan
pembelajaran yang harus dikuasai peserta didik disampaikan secara utuh oleh
pendidik. Pendidik tidak banyak mem- beri ceramah, tetapi juga memberikan
instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh, baik yang dilakukan sendiri maupun
melalui simulasi. Selanjutnya, bahan pelajaran disusun secara hierarki, dari yang
sederhana sampai yang kompleks. Tujuan pembelajaran dibagi men- jadi bagian kecil
yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu. Pembelajaran
berorientasi terhadap hasil yang dapat diukur dan diamati. Jika ada kesalahan, maka
pendidik harus segera mem- perbaikinya.
Selanjutnya, pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori
belajar Pavlov ialah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang
diinginkan mendapat penguatan positif, dan perilaku yang kurang sesuai mendapat
penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasarkan atas perilaku yang tampak.
viii
Secara umum, model dari teori Pavlov sangat cocok dipraktikkan pada
pembelajaran yang mengandung unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks,
dan daya tahan. Contohnya ialah percakapans bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, dan olahraga. Teori ini juga cocok diterapkan
untuk melatih anak- anak yang masih memerlukan dominasi peran orang dewasa,
suka mengulangi, gemar meniru, dan senang dengan bentuk-bentuk peng- hargaan
langsung, seperti diberi permen atau pujian.
Teori belajar Pavlov harus diterapkan secara hati-hati dan di- sesuaikan
dengan instruksi prinsipnya. Sebab, apabila salah dalam penerapan atau tidak
melakukannya sesuai instruksi, justru akan menciptakan situasi belajar yang tidak
kondusif bagi peserta didik. Inilah salah satu kelemahannya. Jika tidak tepat dalam
penerapannya, maka bisa menyebabkan pendidik sebagai sentral, mudah bersikap
otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, dan pendidik melatih, serta menentukan
sesuatu yang harus dipelajari peserta didik.
Sementara itu, peserta didik malah dipandang sebagai sosok yang pasif, selalu
perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan
pendidik. Peserta didik hanya men- dengarkan dengan tertib penjelasan pendidik dan
menghafalkan sesuatu yang didengarnya. Dengan kata lain, peserta didik dianggap
tidak akan mampu berkembang tanpa bantuan dari pendidik.
Teori belajar Pavlov menganggap bahwa belajar hanya terjadi secara otomatis
dan aktif, sementara penentuan kepribadian sama sekali tidak dihiraukan. Teori ini
menonjolkan peranan latihan atau kebiasaan-kebiasaan (stimulus) yang dilakukan
secara terus-menerus untuk mengubah perilaku. Padahal, tindakan manusia tidak
semata- mata tergantung oleh pengaruh luar. Manusia memiliki akal yang mampu
memilih dan menentukan perbuatan dan reaksinya. Teori conditioning memang tepat
kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia, teori ini hanya
dapat kita terima dalam hal-hal tertentu. Umpamanya dalam belajar skills (keahlian)
khusus dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil. Meski begitu, teori belajar
Pavlov sangat bagus diaplikasikan pada pembelajaran dengan ciri-ciri tersebut.
ix
B. Teori Belajar Edwin Ray Guthrie
1. Biografi Edwin Ray Guthrie
Edwin Ray Guthrie lahir pada 9 Januari 1886 di Lincoln, Nebraska
dan meninggal pada tahun 1959. Ibunya adalah seorang guru sekolah dan
ayahnya seorang manajer toko. Edwin Ray Guthrie adalah seorang psikolog
behavioral yang menyampaikan suatu teori pembelajaran yaitu hukum
kontiguitas yang berbunyi: suatu kombinasi antara rangsangan dan gerakan
yang dilakukan akan cenderung dilakukan kembali saat kondisi yang sama
muncul. Meskipun ia menulis tentang filsafat dan di berbagai bidang
psikologi, Guthrie terkenal karena karyanya dalam mengembangkan satu teori
pembelajaran sederhana.
Guthrie lulus dari University of Nebraska pada tahun 1907 dengan
gelar BA (Bachelor of Arts) pada bidang matematika, Phi Beta Kappa Key,
filsafat, dan psikologi. Setelah lulus, Guthrie mengajar matematika di Lincoln
High School dan di saat yang sama Guthrie melanjutkan untuk mendapatkan
gelar MA (Master of Arts) di Universitas yang sama dan lulus pada tahun
1910. Di tahun yang sama, Guthrie juga mendapatkan gelar PhD di University
of Pennsylvania dan kembali mengajar matematika di sekolah menengah pada
tahun 1912. Ketika tahun 1914, Guthrie menjadi dosen filosofi di University
of Washington. Tahun 1919, Guthrie menjadi anggota dari departemen
psikologi di University of Washington serta menjadi dekan pascasarjana di
University of Washington pada tahun 1943.
2. Teori dan Perkembangan
Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie yang utama adalah
hukum kontiguitas, yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu
gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan
yang sama. Hukum kontiguitas adalah satu prinsip asosionisme, yaitu respon
atas suatu situasi cenderung diulang bila individu menghadapi suatu yang
sama. Kunci teori Guthrie terletak pada prinsip Tunggal bahwa kontiguitas
x
merupakan fondasi pembelajaran.Teori Guthrie tersebut lebih menekankan
pada hubungan antara stimulus dan respons, serta beranggapan bahwa setiap
respons yang didahului atau disertai suatu stimulus atau gabungan dari
beberapa stimulus yang akan timbul kembali apabila stimulus tersebut diulang
kembali. Lebih lanjut dinyatakan bahwa suatu stimulus tertentu akan
menimbulkan respons tertentu. Suatu respons hanya terbina oleh satu kali
percobaan saja. Oleh karena itu, pengulangan atau repetisi tidak memperkuat
hubungan stimulus respon. Guthrie percaya bahwa pembelajaran terjadi
melalui asosiasi dan pengkondisian, dan satu pasangan seringkali cukup untuk
membangun koneksi, daripada pasangan stimulus-respons yang berulang,
Guthrie mengusulkan beberapa metode untuk mengubah kebiasaan yang
masingmasing telah digunakan dalam terapi perilaku. Hal ini biasanya disebut
metode threshold (ambang), metode fatigue (kelelahan), dan metode
incompatible stimuli (rangsangan yang tidak sesuai atau stimuli
menyimpang).
1. Metode Threshold (ambang) = merupakan metode mencari
petunjuk yang memicu kebiasaan buruk dan melakukan respons
lain saat petunjuk itu muncul.
2. Metode Fatigue (kelelahan) = membiarkan respons terus menerus
hingga tidak lagi menjadi fungsi dari stimulus.
3. Metode Incompatible Stimuli (stimuli menyimpang) = memberikan
penyandingan terhadap stimuli karena dianggap dapat
menimbulkan respon buruk.
3. Dampak atau Implikasi Teori Belajar
Tidak pentingnya sebuah transfer training karena ketika organisme
menerima transfer training.
1. Reinforcement (penguatan) tidak memiliki pengaruh besar pada
perilaku organisme.
2. Pelatihan menjadi hal yang penting dalam teori Guthrie karena
menurutnya organisme yang bertindak terhadap suatu respon bisa
xi
menjadi sebuah kebiasaan karena adanya pengulangan dari
perilaku sebelumnya.
3. Punishment menjadi hal biasa dalam teori ini karena Guthrie
menganggap,ketika individu mendapatkan hukuman dia mengubah
perilakunya bukan karena takut tapi karena dasar hukuman
tersebut mengubah perilaku individu.
xii
untuk belajar.
b. Jika siswa membuat catatan atau membaca buku, mereka dapat mengingat lebih
banyak informasi. Maka dalam hal ini buku akan menjadi stimulus yang dapat
digunakan sebagai stimulus untuk mengingat pelajaran.
c. Dalam mengelola kelas, guru dianjurkan untuk tidak memberikan perintah yang
secara langsung akan menyebabkan siswa menjadi tidak taat terhadap peraturan
kelas. Misalnya permintaan guru agar siswa tenang jika diikuti oleh kegaduhan
(stimuli) bagi munculnya perilaku distruptif.
C. Teori Belajar Asosiasionistik Menurut William Kaye Estes
William Kaye Estes adalah seorang psikolog Amerika yang mengembangkan
teori belajar asosiasionistik yang disebut Teori Sampling Stimulus (SST). Teori ini
berpendapat bahwa belajar terjadi melalui proses asosiasi antara stimulus dan
respons. Estes percaya bahwa otak manusia memproses informasi dengan cara
mengasosiasikan trace-trace yang berbeda. Trace adalah representasi mental dari
suatu stimulus atau respons.
1. Asumsi Dasar Teori SST
Teori SST memiliki beberapa asumsi dasar, yaitu: Situasi belajar terdiri dari
banyak elemen stimulus dalam jumlah tertentu. Semua respon yang diberikan dalam
situasi eksperimental dapat digolongkan menjadi dua kategori: respon yang benar dan
respon yang salah. Semua elemen stimulus dilekatkan dengan respon yang benar atau
salah. Pembelajaran terbatas kemampuannya dalam mengalami stimulus. Percobaan
belajar berakhir ketika respons terjadi.
2. Proses Belajar Menurut Teori SST
Proses belajar menurut Teori SST dapat digambarkan sebagai berikut: Pada awal
percobaan, pembelajar mengalami sejumlah elemen stimulus. Salah satu elemen
stimulus dilekatkan dengan respon yang benar. Jika respon yang benar terjadi, maka
elemen stimulus tersebut akan diperkuat. Semakin sering elemen stimulus tersebut
diperkuat, maka semakin kuat asosiasi antara elemen stimulus tersebut dengan respon
yang benar. Asosiasi yang kuat akan menyebabkan pembelajar lebih cenderung
xiii
menghasilkan respon yang benar ketika mengalami elemen stimulus tersebut di masa
depan.
3. Implementasi Teori SST dalam Kehidupan
Teori SST dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
pendidikan, pelatihan, dan pemasaran. Dalam pendidikan, Teori SST dapat digunakan
untuk menjelaskan bagaimana siswa belajar materi baru. Menurut Teori SST, siswa
akan lebih mudah belajar materi baru jika materi tersebut disajikan dalam bentuk
yang menarik dan relevan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa. Dalam
pelatihan, Teori SST dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
Menurut Teori SST, karyawan akan lebih cepat mempelajari keterampilan baru jika
keterampilan tersebut dilatih secara bertahap dan berulang-ulang. Dalam pemasaran,
Teori SST dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas iklan. Menurut Teori
SST, iklan akan lebih efektif jika iklan tersebut menggunakan stimulus yang relevan
dengan target pasar dan disajikan secara berulang-ulang.
xiv
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini,
baik dari segi penulisan maupun segi materi yang kami bahas. Oleh karena
itu, mohon kritik dan sarannya yang bersifat membangun kepada dosen kami
Ibu Tuti Alawiyah, M.Pd dan teman-teman mahasiswa dan mahasiswi
sekalian, agar kami bisa memperbaiki dalam penyusunan makalah kami dan
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, dan menjadi wawasan kita
dalam memahami bahasannya.
xv
DAFTAR PUSTAKA
xvi