Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENCATATAN TRANSAKSI PPH PASAL 25

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Akuntansi Perpajakan
Dosen Pengampu : Achmad Farid Dedyansyah,S.pd.M.Ak

Disusun oleh Kelompok 3 :

1. Diana Septiya Sari (2001021178)


2. Annisa Shabrina (2001021170)
3. Mutiara Wahyu Ferdadianti (2101030146)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PRODI D3 PERPAJAKAN DAN S1 AKUNTANSI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS AHMAD DAHLAN LAMONGAN
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Akuntansi Perpajakan

yang berjudul “Pencatatan Transaksi PPH Pasal 25” ini tepat pada waktunya. Adapun

tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata

pelajaran Akuntansi Perpajakan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah

wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Achmad Farid

Dedyansyah,S.pd.M.Ak selaku dosen mata kuliah Akuntansi Perpajakan yang telah

memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai

bidang studi yang kami pelajari. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah mendukung dan berkontribusi baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam pembuatan laporan ini. Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh

dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun tulisannya. Oleh karena itu,

kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca demi

menjadi lebih baik di masa mendatang. Semoga laporan ini dapat menambah wawasan

para pembaca dan bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Lamongan, 09 Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................5

1.3 Tujuan Masalah.........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6

2.1 Pajak Penghasilan PPh Pasal 25..............................................................................6

2.2 Tata Cara Penyetoran, Pelaporan PPh Pasal 25....................................................9

2.3 Contoh Penghitungan PPh Pasal 25......................................................................10

2.4 Contoh Jurnal PPh Pasal 25...................................................................................12

BAB III PENUTUP................................................................................................................16

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................16

3.2 Saran ............................................................................................................................ 16


DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan

dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan

kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah

undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi

merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta

terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Penggolongan pajak berdasarkan lembaga pemungutannya di Indonesia dapat

dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-

pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian besar dikelola oleh

Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian keuangan.Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-

pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun

Kabupaten/Kota.

Segala pengadministrasian yang berkaitan dengan pajak pusat, akan dilaksanakan di Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan

(KP2KP) dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta di Kantor Pusat Direktorat

Jenderal Pajak. Untuk pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak derah, akan

dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah atau Kantor

4
sejenisnya yang dibawahi oleh Pemerintah Daerah setempat. Pajak-pajak yang dikelola oleh

Direktorat Jendral Pajak salah satunya adalah Pajak Penghasilan (PPh).

Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan

penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh

Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat

dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan

dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa

keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 adalah pembayaran pajak penghasilan berupa angsuran.

Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang

harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa

diwakilkan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25?


2. Bagaimana Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 25?
3. Berikan Contoh Sederhana Penghitungan PPh Pasal 25 dan Ketentuannya?
4. Berikan contoh jurnal PPh pasal 25?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pajak dan Pajak Penghasilan PPh Pasal 25
2. Untuk Mengetahui Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh
Pasal 25
3. Untuk Mengetahui Contoh Sederhana Perhitungan PPh Pasal 25 Dan Ketentuannya
4. Untuk Mengetahui contoh jurnal PPh Pasal 25
5.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25


a. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

PPh 25 berisikan aturan mengenai bagaimana wajib pajak mengangsur kewajiban


pajak di muka, sehingga wajib pajak tidak memiliki beban utang pajak yang besar dan
harus dibayar saat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan. Kewajiban angsuran pajak ini muncul ketika wajib pajak memiliki utang
pajak penghasilan yang kurang dibayarkan di Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan. Dalam membayar pajak, tidak seluruh wajib pajak dapat membayar pajak
secara keseluruhan dan langsung. Agar tidak memberatkan, maka angsuran dan cicilan
dapat dilakukan dengan mengikuti mekanisme Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25.
Adapun, perbedaan PPh Pasal 25 dengan jenis pajak penghasilan lainnya. PPh pasal 25
memiliki kategori dan cara penghitungannya sendiri. PPh dapat diangsur setiap bulannya
dalam waktu satu tahun dengan tujuan meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak
terutang harus dilunasi.
Sebagai pemahaman dasar, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 tidak dikenakan pada
objek pajak tertentu, melainkan hanyalah metode pembayaran pajak yang memiliki tarif
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.Tujuan adanya
metode pembayaran pajak penghasilan pasal 25 ini tidak lain agar tidak membebani
wajib pajak. Sehingga WP dapat membayar pajak penghasilan terutangnya dengan cara
diangsur mengikuti mekanisme dan sesuai tarif PPh 25 badan bagi wajib pajak badan
maupun pribadi. Artinya, WP badan tidak harus membayar seluruh PPh terutangnya
secara langsung, tapi memiliki opsi dengan cara diangsur setiap bulan, sehingga tidak
membebani.

Berbeda dengan jenis pajak penghasilan lainnya, PPh Pasal 25 memiliki kategori dan
cara penghitungannya sendiri. Setiap Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan
diharuskan membayar pajak yang terutang dalam jangka waktu satu tahun dan harus
dilunasi. Namun dalam praktiknya, mungkin terdapat kesulitan dalam melunasinya,
sehingga diatur pembayaran pajak penghasilan secara angsuran untuk meringankan
beban Wajib Pajak agar tetap dapat memenuhi kewajibannya. Merujuk Pasal 25 ayat (1)

6
Undang-Undang No. 38 Tahun 2008, pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah
pembayaran pajak atas penghasilan, angsuran setiap bulannya dalam waktu satu tahun.

Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
wajib pajak untuk setiap bulan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi PPh yang
dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta PPh yang dipungut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan Pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
dibagi 12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

b. Yang Berhak Melakukan Pemotongan Pph Pasal 25.


Jenis PPh 25 akan terkena dua subjek. Pertama, wajib pajak orang pribadi
yang memiliki kegiatan usaha, seperti pedagang atau penyedia jasa. Kedua, wajib
pajak badan yang melakukan kegiatan usaha, seperti pedagang atau penyedia jasa.
Adapun, Pasal jenis PPh Pasal 25 tidak ada pihak yang memungut atau
pemotong, namun wajib pajak pribadi dan wajib pajak badan yang melakukan usaha
wajib menyetor sendiri kewajiban PPh 25 tanpa diwakilkan.
c. Besarnya Pembayaran PPh Pasal 25 Yang Harus Dibayar Wajib Pajak Baru
Sehubungan dengan telah ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
603/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang Besarnya Angsuran Pajak
Penghasilan dalam Tahun Berjalan yang harus dibayar sendiri Bagi Wajib Pajak Baru,
untuk kelancaran pelaksanaan ketentuan tersebut bersama ini diberikan penegasan
sebagai berikut :
1. Wajib Pajak Baru.
a. Wajib Pajak baru adalah Wajib Pajak yang baru terdaftar dan diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam tahun pajak berjalan, termasuk Wajib Pajak yang
dalam tahun pajak berjalan diberikan NPWP secara jabatan.
b. Besarnya PPh Pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yaitu 10%
(sepuluh persen) dari penghasilan neto sebulan yang disetahunkan dibagi 12 (dua
belas). Besarnya PPh Pasal 25 dihitung untuk setiap bulan dalam tahun pajak
bersangkutan. Apabila Wajib Pajak baru tersebut adalah Wajib Pajak orang pribadi
maka jumlah penghasilan netto yang disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

7
c. Besarnya penghasilan netto setiap bulan dihitung berdasarkan Pembukuan Wajib
Pajak baru tersebut. Namun dalam hal Wajib Pajak baru tersebut menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi
dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan netto, maka besarnya
penghasilan netto dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

d. Ketentuan Besarnya Angsuran


Sebagaimana dijelaskan pada Pasal 25 ayat (1) di atas, bahwa besar angsuran
PPh 25 adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut SPT Tahunan.
Merujuk Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar wajib pajak untuk bulan-bulan sebelum batas
waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sama dengan besarnya angsuran pajak untuk
bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Sedangkan dalam Pasal 25 ayat (4) disebutkan, apabila dalam tahun pajak
berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak yang lalu,
besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku
mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.

e. Tarif dan Objek PPH Pasal 25


Sesungguhnya, tidak ada istilah jumlah tarif PPh Pasal 25, karena bukan
pengenaan pajak pada suatu objek pajak, melainkan sebutan dari sebuah angsuran
pembayaran pajak penghasilan terutang. Ringkasnya, pajak terutang yang harus
dibayar ialah PPh Pasal 29, sedangkan PPh Pasal 25 ialah angsuran pembayaran pajak
penghasilan terutang.
Rumusnya ialah besar PPh Terutang (PPh 29) dibagi dengan 12 bulan,
sehingga menghasilkan Angsuran Pembayaran Pajak. Kemudian, berapakah besar
PPh terutang yang perlu diangsur setiap bulan? Untuk mengetahui hal tersebut, dapat
digunakan cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikalikan dengan tarif
PPh yang berlaku dibagi 12 bulan.
Selanjutnya, akan ditemukan cicilan PPh terutang yang harus dibayarkan tiap
bulannya atau sering disebut dengan pembayaran angsuran PPh 25. Namun, terkadang
pemerintah memberikan insentif pajak berupa potongan angsuran pembayaran pajak
penghasilan terutang atau insentif PPh 25. Tarif jenis PPh Pasal 25 wajib pajak
pribadi, pengusaha, atau badan tertentu ialah 0,75% dari jumlah peredaran bruto per

8
bulan dari masing-masing tempat usaha. Pajak ini sifatnya final dan dapat dikreditkan
pada akhir tahun pajak.

2.2 Tata Cara Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 25


1. Tata Cara Penyetoran PPh Pasal 25
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 UU PPh memiliki batas
waktu pembayaran paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran bertetapan dengan hari libur
nasional, maka pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pembayaran
pajak dilakukan melalui Bank Persepsi, Bank Devisa Persepsi atau kantor pos dengan
sistem pembayaran online. Pembayaran pajak harus dilakukan dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat
Setoran Pajak (SSP). Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain dianggap
sah apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
Pembayaran yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran, dikenai
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari
tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari
bulan penuh 1 (satu) bulan, (Pasal 9 ayat 2a UU KUP).

2. Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 25


Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 pada tempat pembayaran dan
SSP nya telah mendapat validasi dengan NTPN, maka Surat Pemberitahuan Masa PPh
Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan tanggal
validasi yang tercantum pada SSP. Wajib Pajak dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25
nihil atau angsuran PPh Pasal 25 dalam bentuk satuan mata uang selain rupiah atau yang
melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak mendapat validasi NTPN, tetap
harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. PMK Nomor 242/PMK.03/2014 mengatur bahwa SPT masa PPh Pasal 25
wajib dilaporkan paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir. Dalam hal batas akhir
pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional,
pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja. Apabila SPT Masa PPh Pasal 25 tidak

9
disampaikan dalam jangka waktu tersebut, akan dikenai sanksi administrasi berupa
denda Rp 100.000

3. Sanksi Terlambat Bayar dan Lapor PPh Pasal 25


Terdapat sanksi apabila Wajib Pajak terlambat melakukan pembayaran PPh
Pasal 25 yaitu akan dikenai tarif sanksi pajak per bulan yang dihitung dari tanggal
jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Sebaiknya sanksi ini dihindari. Pada
prinsipnya, penggunaan metode PPh 25 adalah untuk meringankan beban pajak yang
ditanggung oleh wajib pajak.
Jika malah terjadi keterlambatan, baik pembayaran atau pelaporan SPT Masa,
beban yang diterima justru akan semakin besar dan penggunaan angsuran pembayaran
pajak berupa PPh Pasal 25 yang dipilih akan jadi tidak bermakna. Batas waktu
pembayaran PPh Pasal 25 adalah paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dari Masa
Pajak yang akan dibayarkan. Sedangkan batas waktu pelaporan PPh 25 paling lambat
20 hari setelah masa pajak berakhir.
Apabila ada keterlambatan dalam penyetoran angsuran pajak terutang sesuai
tarif PPh 25 dan pelaporan PPh Pasal 25, terdapat sanksi yang berlaku yaitu tarif
sanksi pajak yang dihitung berdasarkan tarif bunga sanksi administrasi pajak yang
ditetapkan Kementerian Keuangan setiap bulannya.
2.3 Contoh Penghitungan PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 dituliskan dalam bentuk SPT Tahunan dengan penghitungannya
selama setahun sekali setelah data penghasilan sudah lengkap selama satu tahun
tersebut. Biasanya, penghitungannya dilakukan setelah laporan keuangan sudah
memasuki masa tutup buku tahunan. Dalam ketentuannya, besarnya angsuran PPh
Pasal 25 dalam tahun pajak yang dibayarkan pada tahun berikutnya itu berdasarkan
perhitungan PPh tahun pajak sebelumnya dalam pelaporan SPT Tahunan.
Contoh, PPh terutang tahun pajak 2022 yang dilaporkan pada SPT Tahunan
2023 akan dibayarkan dengan cara diangsur selama tahun 2023.

Contoh Perhitungan PPh 25 Orang Pribadi


Pajak Penghasilan Tuan Andi berdasarkan SPT Tahun 2021 adalah sebesar Rp50 juta.
Sementara itu, terdapat sejumlah pajak yang telah dipotong oleh pihak ketiga di tahun
2021 dengan detail sebagai berikut.
1. Pemotongan PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja sebesar Rp15 juta
2. Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp10 juta

10
3. Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp2,5 juta
4. PPh Pasal 24 untuk pembayaran kredit PPh luar negeri sebesar Rp7,5 juta
Berdasarkan informasi tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu jumlah kredit pajak di
tahun 2021 dari Tuan Andi, yaitu:
Kredit Pajak
= Pemotongan PPh Pasal 21 + Pasal 22 + Pasal 23 + Pasal 24
= Rp15 juta + Rp10 juta + Rp2,5 juta + Rp7,5 juta
= Rp35 juta
Dasar Perhitungan Angsuran
= Pajak Penghasilan di Tahun 2021 - Kredit Pajak
= Rp50 juta - Rp35 juta
= Rp15 juta
Besar Angsuran/bulan
= Rp15 juta / 12
= Rp1,25 juta

Contoh Perhitungan PPH 25 Badan


PPh yang terutang berdasarkan perhitungan PPh badan tahun 2023 Tuan A adalah
Rp50.000.000, maka perhitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah sebagai berikut:
PPh Terutang Tahun Pajak 2022 Rp50.000.000
Dikurangi:
– PPh yang dipotong pemberi kerja (Pasal 21) Rp15.000.000
– PPh yang dipungut oleh pihak lain (Pasal 22) Rp10.000.000
– PPh yang dipotong oleh pihak lain (Pasal 23) Rp2.500.000
– Kredit PPh luar negeri (Pasal 24) Rp7.500.000 (+)
Jumlah kredit pajak Rp35.000.000
Selisih = Rp50.000.000 – Rp35.000.000 Rp15.000.000
Angsuran PPh 25 = Rp15.000.000/12 bulan Rp1.250.000
Dengan demikian, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk
tahun 2023 adalah Rp15.000.000 dibagi 12 bulan = sebesar Rp1.250.000.

11
2.4 Contoh Jurnal PPh Pasal 25
Contoh soal: Diketahui PPh Terutang PT. Angkasa sebesar Rp.16.200.000. Pada
bulan April 2019 PT . Angkasa sudah melaporkan SPT bahwa angsuran PPh 25
sebesar Rp.1.250.000. sedangkan angsuran pada bulan Januari-Maret 2019 mengikuti
angsuran pada Desember 2018 yaitu sebesar Rp.1.200.000.

Jurnal penyesuaian PPh Pasal 25


Tgl Keterangan Debet Kredit
01/01/201 Uang muka PPh Pasal 25 Rp. 1.200.000
9
Utang PPh Pasal 25 Rp. 1.200.000
30/01/201 Utang PPh Pasal 25 Rp. 1.200.000
9
Kas Rp. 1.200.000
05/02/201 Uang muka PPh Pasal 25 Rp. 1.200.000
9
Utang PPh Pasal 25 Rp. 1.200.000
28/02/201 Utang PPh Pasal 25 Rp. 1.500.000
9
Kas Rp. 1.500.000
05/03/201 Uang muka PPh Pasal 25 Rp. 1.200.000
9
Utang PPh Pasal 25 Rp. 1.200.000

Pada saat dilakukan pembayaran PPh Pasal 25 dibuatkan


Tgl Keterangan Debet Kredit
Utang PPh Pasal 25 Rp. Xxxx
Kas Rp. Xxxx

Sedangkan saat dilakukan tutup buku


Tgl Keterangan Debet Kredit
Beban PPh Pasal 25 Rp. Xxxx
Uang muka PPh Pasal 25 Rp. Xxxx
Utang PPh Pasal 29 Rp. Xxxx

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

PPh 25 berisikan aturan mengenai bagaimana wajib pajak mengangsur kewajiban


pajak di muka, sehingga wajib pajak tidak memiliki beban utang pajak yang besar dan
harus dibayar saat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan. Kewajiban angsuran pajak ini muncul ketika wajib pajak memiliki utang
pajak penghasilan yang kurang dibayarkan di Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan. Dalam membayar pajak, tidak seluruh wajib pajak dapat membayar pajak
secara keseluruhan dan langsung. Agar tidak memberatkan, maka angsuran dan cicilan
dapat dilakukan dengan mengikuti mekanisme Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25.
Adapun, perbedaan PPh Pasal 25 dengan jenis pajak penghasilan lainnya. PPh pasal 25
memiliki kategori dan cara penghitungannya sendiri. PPh dapat diangsur setiap bulannya
dalam waktu satu tahun dengan tujuan meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak
terutang harus dilunasi.

3.2 Saran
Dengan penjelasan yang dapat kami jabarkan, semoga bermafaat untuk kita semua.
Pembaca diharapkan dapat lebih memahami tentang konsep makalah kami yaitu
“PENCATATAN TRANSAKSI PPH PASAL 25”. Kami menyadari banyaknya kekurangan
dalam pembuatan serta hasil dari makalah ini, maka kritik dan saran dari pembaca sangat
kami harapkan guna memperbaiki makalah ini sehingga dapat menjadi pedoman informasi
yang kuat dan akurat untuk kedepannya.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lppmekososbudkum/article/view/47826
https://klikpajak.id/blog/pajak-penghasilan-pph-pasal-25/
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/23037/7/BAB%20IV.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai