Makalah Kelompok 6 (Konseling Gestalt)
Makalah Kelompok 6 (Konseling Gestalt)
SERTA PENERAPANNYA
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendekatan dan Teknik Konseling
yang diampu oleh:
Prof. Dr. Nur Hidayah, M.Pd
Dr. Fitri Wahyuni, M.Pd
Disusun oleh:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-
Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Konsep dasar, proses,
dan teknik konseling gestalt serta penerapannya”. Penulis menyadari bahwa tanpa
adanya bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik dari semua pihak, makalah
ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Untuk itu, kami penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Nur Hidayah, M.Pd selaku dosen pengajar mata kuliah
Pendekatan dan Teknik Konseling yang telah memberi bekal, bimbingan
dan pengarahan selama proses penulisan makalah ini.
2. Dr. Fitri Wahyuni, M.Pd selaku dosen pengampu kedua mata kuliah
Pendekatan dan Teknik Konseling yang juga telah memberi bekal,
bimbingan dan pengarahan selama proses penulisan makalah ini.
3. Orang tua yang selalu memberikan semangat serta dukungan baik secara
materil maupun spiritual.
4. Teman-teman offering A yang telah membantu dalam memeberikan
dukungan serta bantuan selama penulisan makalah ini, serta
5. Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Adapun penulis membutuhkan masukan, saran dan dukungan yang
mengembangkan untuk menyempurnakan mkalah ini. Semoga pengalaman
membuat makalah ini dapat menjadi dorongan bagi penulis untuk
mengembangkan karya yang tidak sempurna dan kiranya makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
A. Problem Sensing.................................................................................................1
B. Problem Exploration and Analysis....................................................................3
- Tokoh Teori dan Sejarah Perkembangan.....................................................3
- Hakikat Manusia..........................................................................................5
- Quarter Life Crisis.......................................................................................6
- Struktur Kepribadian...................................................................................7
- Pribadi Sehat dan Tidak Sehat.....................................................................8
- Kelemahan dan Kelebihan...........................................................................8
C. Problem Posing................................................................................................10
D. Problem Solving...............................................................................................11
- Tujuan Konseling Gestalt...........................................................................11
- Peran dan Fungsi Konselor........................................................................12
- Situasi Hubungan.......................................................................................13
- Tahap-tahap Konseling..............................................................................14
- Teknik-teknik Konseling............................................................................17
- Tujuan Setting Kelompok Gestalt..............................................................20
- Peran Pemimpin Kelompok Gestalt...........................................................21
- Peran Anggota Kelompok Gestalt..............................................................22
- Situasi Hubungan Setting Kelompok Gestalt.............................................22
- Tahap-tahap Konseling Kelompok Gestalt................................................23
- Teknik-teknik Konseling Kelompok Gestalt.............................................24
E. Reflection to Process and Result......................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26
1
A. Problem Sensing
Pada dasarnya, kecemasan telah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan
dalam hidup manusia. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Correy yang
menyatakan bahwa kecemasan adalah keadaan tegang yang memotivasi kita untuk
berbuat sesuatu. Artinya, semua pergerakan manusia bersumber dari kecemasan
yang mereka miliki. Manusia akan mudah termotivasi dalam mengerjakan sesuatu
karena mereka memiliki kecemasan dan berjuang untuk mengurangi kecemasan
tersebut. Contoh sederhananya seperti pada saat kita merasa cemas tidak memiliki
uang, maka kita pun akan bergerak untuk mencari pekerjaan agar dapat memenuhi
segala kebutuhan kita dengan penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut.
Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu
tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap
situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan bisa muncul
sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi
(waode,2019). Dalam hal ini posisi kecemasan dalam kehidupan manusia adalah
bagian yang sangat manusiawi. Wajar saja jika setiap individu pasti memiliki
kecemasan yang bisa dipicu oleh berbagai faktor permasalahan yang cukup
kompleks. Freud membedakan kecemasan menjadi tiga tipe, yaitu kecemasan
tentang kenyataan, kecemasan neurotik, dan kecemasan moral. Menurut Freud,
kecemasan adalah suatu keadaan perasaan afektif yang tidak menyenangkan yang
disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang
akan datang. Keadaan yang tidak menyenangkan ini sering kabur dan sulit
menunjuk dengan tepat, tetapi kecemasan itu sendiri selalu dirasakan.
Berdasarkan hasil dari penelitian mengenai quarter life crisis yang merupakan
akibat dari kecemasan yang ada, maka terbukti bahwa presentase permasalahan
quarter life crisis khususnya bagi individu yang memiliki usia 20 tahun hingga
30 tahun cukup tinggi. Adapun permasalahan-permasalahan yang berpotensi
muncul dari adanya quarter life crisis tersebut seperti kesulitan menentukan arah
karir yang tepat, kesulitan menyesuaikan diri dengan peran baru sebagai dewasa
muda, kesulitan menemukan arti hidup dan tujuan hidup, kesulitan dalam
hubungan sosial dan cinta, kesulitan dalam mengambil keputusan besar seperti
menikah atau membeli rumah, kesulitan dalam menghadapi tekanan dari
lingkungan seperti ekspektasi keluarga atau teman-teman.(Shantenu,2020)
Untuk itu, perlu adanya upaya yang dilakukan oleh seorang terapis maupun
konselor dalam mengatasi permasalahan tersebut. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Lia pada tahun 2020 dengan setting konseling kelompok pada
mahasiswa, ditemukan hasil bahwa pendekatan gestalt terbukti mampu untuk
membantu individu dalam mengatasi perasaan quarter life crisis yang
dirasakannya, pendekatan gestalt dengan memandang manusia adalah individu
yang memiliki kesadaran, maka dengan adanya kesadaran tersebut, individu
mampu memahami keadaan dirinya dengan sadar dan mengenal bahwa dirinya
memiliki potensi dan bisa memaknai segala perasaan emosional yang
dirasakannya.
3
Awal karir Fritz dimulai saat Perang Dunia I yang mana ia bekerja sebagai
petugas medis. Selain bekerja sebagai petugas medis ia juga bekerja dengan Kurt
Goldstein di Institute Goldstein untuk para prajurit yang mengalami cedera otak.
Kedua karir awal Fritz ini membawa persepsi bagianya untuk menghargai peran
khususnya dalam masalah psikologi dan fisik dan pada saat itu juga karir
profesionalnya mulai menyatu dengan kehidupan pribadinya dengan cara yang
4
sangat berarti. Perls bertemu dengan Lore (Laura) Posner, asisten Goldstein yang
usianya 12 tahun lebih muda darinya. Laura dan perls memliki ketertarikan yang
sama yakni pada bidang psikoanalisis, yang kemudian pada tahun 1930 mereka
resmi menikah (Fall dkk., 2004).
Laura dan Perls bekerja sama pada tahun 1926 yang pada akhirnya
menemukan konseling gestalt. Setelah mereka menikah, pasangan ini mendirikan
lembaga konseling gestalt dan membuat pelatihan-pelatihan. Perls dan Laura
berhasil mendirikan South Africa Institute for Psycoanalysis pada tahun 1935.
Mereka berdua memberikan kontribusi bagi perkembangan konseling gestalt di
Amerika pada tahun 1940 (Mujahidin dkk., 2020). Selama di New York, Fritz
menjajaki pendirian Institute for Gestalt Therapy akan tetapi istri Fritz, Laura
tidak antusias dengan pembentukan Institut tersebut akan tetapi ia menjadi lebih
terlibat ketika minat utama dalam kelompok tersebut berasal dari pasien terapi
kelompoknya sendiri. Kelompok yang mencakup terapis Gestalt seperti Paul
Weiss dan Paul Goodman membantu membentuk Institut pada tahun 1952 sebagai
pusat pelatihan yang dirancang untuk melatih mereka yang tertarik dengan terapi
Gestalt.
Akan tetapi Perls dan istrinya sering berbeda pendapat mengenai arah
terapi Gestalt, hingga menyebabkan ia memiliki kekasih Marty Fromm dan
meneruskan terapi bersamanya. Perls meninggal pada usia 76 tahun, Setelah Fritz
meninggal pada tahun 1970, terapi Gestalt mulai kehilangan wajah publiknya.
Laura Perls semakin menjadi sorotan pada saat itu, namun banyak yang masih
melihat Fritz sebagai pencetus terapi Gestalt. Dalam sebuah wawancaranya
dengan Bernald, Laura mengatakan bahwa kurangnya pengakuan Fritz atas
kontribusinya telah menjadi sumber konflik di antara keduanya, namun dalam
bentuk Gestalt yang sebenarnya, dia berkomentar bahwa setiap urusan yang belum
selesai di antara mereka telah diselesaikan sebelumnya dan hasil karya yang
diterbitkan setelah kematiannya berjudul The Gestalt Approach dan eye Witness
to Theraphy (Hasanah, 2016).
b) Hakikat Manusia
Hal ini sejalan menurut Atwood dan Scholiz dimana adanya quarter life
crisis ini memunculkan respon yang negatif serta krisis emosional yang terjadi
dalam diri individu. Krisis emosional yang terjadi pada individu di usia 20-an
tahun dengan karakteristik perasaan tak berdaya, terisolasi, ragu akan
kemampuan diri sendiri serta takut akan kegagalan.Kondisi ini yang dikenal
7
dengan istilah yaitu quarter life crisis (Afnan dkk., 2020). Hal ini terkadang
membuat individu menjadi merasa kurang percaya diri akan dirinya sehingga
dalam melakukan atau melangkah ia akan menjadi ragu, karena timbulnya rasa
khawatir dalam diri individu dalam mencapai tugas perkembangan menuju
individu dewasa awal.
d) Struktur Kepribadian
Mengenai pribadi yang tidak sehat ada beberapa ciri-cirinya yaitu ; mudah
marah dan tersinggung, menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan, sering
merasa tertekan (stress atau depresi), ketidakmampuan untuk menghindar dari
perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum, kebiasaan
berbohong, hiperaktif, bersikap memusuhi semua bentuk otoritas, kurang
memiliki rasa tanggung jawab, pesimis dalam menghadapi kehidupan, kurang
bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan (Sudrajat, 2008)
1. Kelebihan
a. Ada penelitian empiris untuk mendukung terapi Gestalt dan
Secara khusus, terapi Gestalt sama dengan atau lebih besar dari
terapi lain dalam mengobati berbagai gangguan, terapi Gestalt
memiliki dampak menguntungkan dengan gangguan
kepribadian, dan efek terapinya stabil.
b. Bekerja dengan peristiwa masa lalu dengan membuatnya
relevan hingga saat ini
c. Serbaguna dan fleksibel dalam terapi. Gestalt memiliki banyak
teknik dan dapat diterapkan pada masalah terapeutik yang
berbeda
d. Pendekatan yang konfrontif dan aktif
e. Terapi Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan non
verbal
f. Terapi Gestalt menggairahkan hubungan dan pengungkapan
perasaan-perasaan langsung, dan menghindari intelektualisasi
abstrak tentang masalah-masalah klien
g. Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada klien untuk
menemukan makna-maknanya sendiri dan membuat penafsiran
sendiri
2. Kekurangan
a. Agar terapi Gestalt efektif, terapis harus memiliki tingkat
perkembangan pribadi yang tinggi
b. Efektivitas teknik konfrontif dan teatrikal dari terapi Gestalt
terbatas dan belum mapan
c. Bahaya potensial bagi terapis untuk menyalahgunakan kekuatan
yang mereka miliki dengan klien (Corey, 2009).
d. Dianggap sebagai pendekatan yang berpusat pada diri sendiri
yang berkaitan dengan pengembangan individu saja
10
C. Problem Possing
Pada hakikatnya setiap individu harus memenuhi tugas perkembangannya
dari masa ke masa agar pertumbuhan yang dijalani dapat berjalan dengan optimal
dan maksimal. Akan tetapi tidak semua individu dapat memenuhi tugas
perkembangannya dengan maksimal sehingga muncul rasa khawatir, cemas, dan
juga ragu dalam hidupnya yang membuat individu menjadi merasa kurang
percaya diri terhadap dirinya. Fenomena yang sering dialami oleh individu dewasa
awal adalah quarter life crisis dimana individu merasa cemas, khawatir, dan juga
kurang percaya diri terhadap kemampuan yang ia miliki.
Dalam hal ini kecemasan yang sering dialami oleh individu dewasa awal
adalah kecemasan terkait pekerjaan dan juga karir yang akan mereka pilih atau
jalani kemudian adanya rasa membanding-bandingkan diri sendiri dengan
pencapaian orang lain sehingga individu merasa kurang percaya diri akan
kemampuan dalam dirinya. Pendekatan Gestalt dalam mengatasi quarter life crisis
pada individu dewasa awal ini menjadi salah satu solusi yang bisa digunakan
dalam bidang bimbingan konseling karena sesuai dengan kaidah konsleing Gestalt
sendiri yang berprinsip hear and now. Pendekatan Gestalt memandang eksistensial
manusia dan fenomenologinya, sehingga dalam pendekatan Gestalt memfokuskan
pemulihan kesadaran dan polaritas serta dikotomi-dikotomi dalam diri sesroang
sehingga ia sadar dapat menerima tanggung jawab pribadi, dan dapat melalui
cara-cara yang menghambat kesadarannya. Pendekatan ini menitikberatkan pada
individu bahwa ia memiliki kesanggupan memikul tanggungjawab pribadi dan
hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu.
11
Maka dari itu dalam penulisan ini penulis ingin mengetahui bagaimana
penerapan pendekatan Gestalt dalam mengatasi masalah quarter life crisis baik
dalam setting individu maupun kelompok. Untuk itu muncul beberapa rumusan
masalah terkait pernyataan diatas, diantaranya adalah:
c) Situasi Hubungan
Hubungan antara konselor dan konseli adalah aspek yang paling
penting dalam konseling. Hubungan terapeutik terapi gestalt menekankan
pada empat karakteristik dialog, yaitu:
1. Inklusi (inclution)
Inklusi adalah menempatkan individu sepenuhnya dalam pengalaman
orang lain tanpa menilai, menganalisis, dan menginterpretasi selagi secara
simultan mempertahankan perasaan individu, kemandirian individu.
Pendekatan ini adalah aplikasi eksistensial dan interpersonal dari
fenomenologi. Inklusi mempersiapkan lingkungan yang aman untuk
konseli dan dengan komunikasi yang penuh pemahaman terhadap
pengalaman konseli sehingga membantu mempertajam kesadaran konseli.
2. Kehadiran (presence)
Konselor yang menggunakan pendekatan gestalt mengekspresikan
dirinya kepada konseli. Pada umumnya, konselor memperlihatkan
perasaan dan pengalaman pribadi, serta pemikiran dalam proses konseling
untuk membantu konseli belajar tentang kepercayaan dan menggunakan
pengalaman untuk meningkatkan kesadarannya.
14
1. Tahapan yang pertama (The Beginning Phase), pada tahap ini konselor
dapat menggunakan metode fenomenologi sebagai upaya untuk
meningkatkan kesadaran konseli, menciptakan hubungan yang
komunikatif, mendorong keaktifan konseli sebagai pribadi sehat dan
menstimulasi konseli utuk mengembangan dukungan pribadi (personal
support) dan lingkungan sosialnya. Secara garis besar, proses dalam
konseling gestalt di tahap awal yaitu, (1) menciptakan tempat yang aman
dan nyaman (safe countainer) pada saat proses konseling, (2)
mengembangkan hubungan kolaboratif (working alliance), (3)
mengumpulkan data, pengalaman konseli, dan gambaran karakteristik
epribadian konseli dengan pendekatan fenomenologis, (4) meningkatkan
kesadaran dan tanggung jawab pribadi, (5) membangu sebuah hubungan
yang komunikatif, (6) meningkatkan self support khususnya dengan
konseli yang memiliki keyakinan diri rendah, (7) mengidentifikasi dan
mengklarifikasi kebutuhan-kebutuhan konseli dan tema-tema masalah
yang mucul, (8) membuat prioritas dan kesimpulan diagnosis terhadap
konseli, (9) mempertimbangkan konflik dan isu serta perbedaan antara
konselor dan konseli pada saat proses konseling, (10) konselor
mempersiapkan rencana utuk menghadapi suatu kondisi disaat konseli
berada pada titik rendah (ex: menyakiti diri sendiri, luapan emosi yang
berlebihan, dll), (11) bekerjasama dengan konseli untuk membuat rencana
konseling.
2. Tahap kedua (Clearing The Ground), Pada tahap ini, konseling berlanjut
pada sbeuah strategi yang lebih spesifik. Konseli mengeksplorasi berbagai
sistem pertahanan diri, memodifikasi kontak yang dilakukan dan
unfinished business. Adapun prosesnya yaitu mengeksplorasi introyeksi
dan modifikasi kontak, mengatasi urusan yang tidak terselesaikan
(unfinished business), mendukung konseli dalam proses katarsis,
melakukan eksperimen untuk memperluas pilihan bagi konseli, terlibat
secara terus menerus dalam hubungan yang komunikatif.
3. Tahap ketiga (The Existentian Encounter), Pada tahap ini mulai muncul
aktifitas yang dilakukan oleh konseli dengan mengeksplorasi konflik yang
16
cemas dan takut tersebut akan membuat konseli untuk semakin berani
dan memiliki kebangkitan keinginan untuk menyelesaikan masalah.
9. Pendekatan Gestalt terhadap kerja mimpi
Dalam pendekatan Gestalt, mimpi dipandang sebagai proyeksi
kepribadian pemimpi, diantaranya pada bidang pengalaman. Mimpi
tidak dibicarakan sebagai suatu kejadian yang telah berlalu tetapi
sebagai sesuatu yang terjadi sekarang. Manurut Perls
(Abdullah,2017), mimpi adalah ungkapan yang paling spontan dari
keberadaan manusia. Mimpi mempresentasikan sesuatu yang tidak
tuntas tetapi lebih dari sekedar suatu Hasrat yang tidak terpenuhi.
f) Tujuan Konseling Gestalt dalam setting Kelompok
Seperti yang kita tahu bahwasannya pendekatan konseling Gestalt
berada dibawah payung humanistic dimana pada pendekatan humanistic
ini berfokus pada keadaan konseli disini dan sekarang dan tidak
memperhatikan atau memandang masa lalu. Terapi Gestalt merupakan
salah satu terapi yang bisa digunakan dalam setting konseling kelompok.
Terapi ini dianggap sebagai terapi terbaik dalam setting kelompok.
Dengan mempertimbangkan dasar yang mendasari pendekatan ini, dapat
diketahui bahwasannya pendekatan Gestalt dirancang dari berbagai teori
dan pendapat seperti pendekatan humanis, pendekatan eksistensial, dan
pendekatan fenomenologis. Konsep utama yang dibahas melalui
penerapan Gestalt adalah konsep seperti kesadaran diri, bentuk
komunikasi, dan tanggung jawab pribadi. Terapi gestalt dapat digunakan
secara efektif untuk mengatasi berbagai maca, gangguan seperti gangguan
emosional, gangguan penyesuaian, gangguan kecemasan, gangguan ciri-
ciri kepribadian.
Terapi Gestalt berfokus pada pengalaman dan tindakan langsung.
Pendekatan ini tidak hanya berkonsentrasi pada pembicaraan teoretis
tentang konflik atau perasaan, akan tetapi kekhawatiran apa pun di masa
depan yang dapat menyebabkan kecemasan pada masyarakat dapat
terlihat atau terimplementasikan pada saat ini. Terapi ini membantu
anggota untuk mengetahui lebih banyak tentang penyebab kecemasannya.
21
Tahapan Kegiatan
Pembentukan - Pemimpin kelompok mengarahkan anggota
kelompok ke ruangan atau tempat yang telah
disepakati (ruang konseling)
- Konselor atau pemimpin kelompok menerima
kehadiran anggota kelompok dengan ramah
- Konselor menjelaskan kepada anggota
kelompok alasan mereka dikumpulkan
- Konselor menjelaskan tujuan dan tahap
pertemuan
Transisi - Konselor membangun komitmen dengan
anggota kelompok sehingga mereka siap dan
bersedia mengikuti konseling kelompok
24
sampai selesai
- Konselor menjelaskan prinsip-prinsip
konseling kelompok yang harus diperhatikan
dan diterapkan dalam mengikuti konseling
kelompok (prinsip keterbukaan dan
kerahasiaan)
Diskusi - Memilih konseli yang permasalahannya akan
dibicarakan pada pertemuan pertama
- Konseli terpilih menjelaskan permasalahannya,
sedangkan anggota kelompok yang lain dapat
mengajukan pertanyaan yang menyebabkan
permasalahan konseli menjadi lebih jelas
- Kelompok mengeksplorasi ketidaktepatan
peran dan tanggung jawab konseli sehingga
terjadi permasalahan
- Kelompok mendorong konseli untuk
menyadari kesalahan peran dan tanggung
jawabnya sehingga pengentasan permasalahan
diatasi dengan dua teknik : pertama adalah
Teknik "Saya bertanggung jawab" dan kedua
adalah Teknik "dialog topdog-underdog"
- Kelompok mendorong konseli untuk
meningkatkan peran dan tanggung jawabnya
sehingga permasalahan dapat diatasi
- Kelompok mendorong konseli untuk
melaksanakan tanggung jawabnya sehingga
permasalahan konseli dapat teratasi
Kesimpulan - Konselor meminta konseli menyampaikan
pemahaman, kesadaran, dan tanggung jawab
baru yang diperoleh melalui konseling
kelompok
- Konselor merangkum kegiatan yang telah
25
dilakukan
Penghentian - Konselor mengucapkan terima kasih kepada
anggota kelompok
- Konselor meminta maaf jika terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan pada saat konseling
sehingga menyebabkan anggota kelompok
tidak senang
- Konselor menutup pertemuan
Lampiran
No
Judul Penelitian Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian
.
1. The Effects Of Group Penelitian ini bertujuan Jenis penelitian yang Perbedaan signifikan rata-rata antara hasil pretest
Counseling With Gestalt untuk mengeksplorasi efek digunakan saat ini adalah dan posttest depresi pada wanita Yezidi seperti yang
Therapy In Reducing konseling kelompok dengan metode campuran (mixed dihipotesiskan telah diperiksa terlebih dahulu dan
Depression, Anxiety And terapi Gestalt dalam method) yang melibatkan hasilnya dirangkum dan disajikan pada table yang
Stress Among mengurangi gangguan pendekatan penelitian telah dijabarkan. Hasil yang disajikan pada Tabel 2
Traumatized People (Ali psikologis seperti depresi, kualitatif dan kuantitatif menunjukkan bahwa hasil pretest memiliki nilai
& Cerkez, 2020) kecemasan dan stres di (eksperimen dan kuesioner). sebesar 51,33 yang menurut Hamilton ( 1960)
kalangan Wanita Yezidi Wanita Yezidi di Kamp berada pada tingkat sangat tertekan yang
yang melarikan diri dari Bersiv di kota Zakho memerlukan uji klinis. Namun nilai rata-rata posttest
Negara Islam Irak dan diundang untuk (2,73) menunjukkan tingkat depresi normal.
Suriah. Hal ini juga berpartisipasi dalam Terdapat perbedaan yang jelas antara nilai tersebut
bertujuan untuk menyelidiki penelitian ini. Formulir tetapi untuk menguji signifikansinya, nilai
dampak psikoterapi rekrutmen diperiksa untuk perhitungan seperti yang disajikan dalam tabel lebih
kelompok Gestalt dalam mengeluarkan perempuan- besar dari nilai kritis yang berarti terdapat perbedaan
mengurangi kilas balik perempuan yang berada di rata-rata yang signifikan antara kedua sesi. Dengan
peristiwa traumatis pada atas usia yang disyaratkan nilai p (<0,01), kami menerima hipotesis 1 dan
wanita Yezidi yang pernah untuk penelitian. Sampel menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata
mengalami trauma dan partisipan terdiri dari (15) antara pretest dan posttest mengenai depresi pada
mengalami peristiwa perempuan yang lolos dari wanita.
traumatis yang akan tangan ISIS yang dipilih.
membantu mereka Penelitian ini menggunakan Hasilnya menyimpulkan bahwa perempuan
2
melupakan pengalaman validasi skala Depresi, penyintas Yezidi mengalami depresi, kecemasan dan
masa lalu dan memulai kecemasan, dan stres stres, namun setelah menjalani terapi kelompok
hidup baru. (DASS). Statistik deskriptif selama dua bulan, tingkat ketiga gangguan
digunakan untuk psikologis tersebut pada peserta penelitian
menjelaskan informasi latar berkurang.
belakang peserta. Untuk
menguji keefektifan
pendekatan gestalt pada
kelompok, ditentukan
perbedaan antara pretest dan
posttest untuk masing-
masing depresi, kecemasan
dan stres dengan
menggunakan sampel
independen.T-tes.
2. The Development of a Tujuan dari penelitian ini Metode penelitian yang Hasil penilaian menunjukkan bahwa modul
Group Guidance Module adalah untuk digunakan dalam penelitian bimbingan kelompok mempunyai validitas isi yang
for Student Self- mengembangkan dan ini berdasarkan pendekatan tinggi berdasarkan kesepakatan bulat dan tegas dari
Development Based on memvalidasi modul kuantitatif yang dilakukan seluruh ahli yang terlibat. Oleh karena itu, modul
Gestalt Theory (Arip bimbingan kelompok untuk melalui survei dengan yang memiliki validitas isi yang tinggi dan
Dkk., 2013) pengembangan diri siswa menggunakan dua pengerjaan yang inovatif akan bermanfaat bagi
berdasarkan teori Gestalt. instrumen penelitian yang praktisi dalam menangani pengembangan diri siswa.
Modul ini terdiri dari dikembangkan oleh peneliti.
sembilan sesi dan 12 Metode desain yang
kegiatan yang digunakan dalam penelitian
dikembangkan berdasarkan ini menggunakan
konsep, prinsip, dan teknik pendekatan deskriptif yang
3
3. Pendekatan Bimbingan Penelitian ini dilakukan Penelitian ini menggunakan Toleransi beragama siswa di SMA Ibnu ‘Aqil Bogor
4
Dan Konseling Gestalt untuk pendekatan kuantitatif dari hasil penelitian diketahui hasil rata-rata sebesar
Profetik (G-Pro) Untuk menguji pendekatan dengan metode quasi 3,23 untuk toleransi beragama siswa pada kelompok
Meningkatkan Toleransi Bimbingan dan Konseling eksperimen, Desain eksperimen yang mengikuti Pre-Test berada pada
Beragama Siswa Di Sma Gestalt Profetik (G-Pro) penelitian yang digunakan kategori baik, nilai sebesar
Ibnu ‘Aqil (Mujahidin dalam meningkatkan adalah desain pretest- 3,36 untuk toleransi beragama siswa pada kelompok
Dkk., 2020) toleransi beragama siswa. posttest eksperimen yang mengikuti Post-Test berada pada
nonequivalent group. kategori sangat baik. nilai sebesar 2,97 untuk
Populasi penelitian ini toleransi beragama siswa pada kelompok kontrol
sebanyak 110 siswa di yang
Sekolah Menengah Atas mengikuti Pre-Test berada pada kategori baik, dan
(SMA) IBNU ‘AQIL. nilai sebesar 3,08 untuk toleransi beragama siswa
Sampel penelitian diambil pada kelompok kontrol yang mengikuti Post-Test
60 orang dari populasi, berada pada kategori baik.
Kelompok eksperimen
sebanyak 30 siswa dan
kelompok control sebanyak
30 siswa. Teknik
pengambilan sampel
menggunakan teknik
Stratified Random
Sampling. Teknik
pengumpulan data
menggunakan angket,
observasi, dan dokumentasi.
4. Mengatasi Perilaku Penelitian ini bertujuan Jenis Penelitian yang Selama diberikan konseling menggunakan
Agresif Pelaku Bullying untuk mengetahui upaya dilakukan dalam penelitian pendekatan gestalt teknik kursi kosong, terjadi
Melalui Pendekatan keberhasilan dalam ini adalah penelitian penurunan persentase yang diperkuat dengan
5
tindakan dengan
menggunakan dua siklus.
Dimana subjek penelitian
mengatasi perilaku agresif perubahannya kategori pada siklus 1 dan siklus 2.
adalah dua orang konseli
Konseling Gestalt Teknik siswa pelaku bullying Dan setelah diberikan konseling gestalt perilaku
yang sering melalkukan
Kursi Kosong melalui konseling gestalt agredif konseli berada pada kategori rendah. Jadi,
tindakan bullying. Metode
teknik kursi kososng hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi
pengumpulan data yang
*Susanti Dyastuti perubahan prilaku agresif pada diri kedua konseli
digunakan yaitu wawancara
dan berkurangnya tingkat keagresifan pada konseli.
dan observasi dan analisis
data yang digunakan adalah
analisis data kualitatif.
Penggunaan Konseling Tujuan penelitian ini adalah Metode penelitian ini adalah Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konseling
Gestalt untuk untuk mengetahui deskriptif kualitatif dengan gestalt dapat meningkatkan kesadaran diri siswa, hal
Meningkatkan Self peningkatan self awareness menggunakan studi kasus. ini dibuktikan dengan adanya perubahan ketiga
Awareness Siswa dengan menggunakan Subjek penelitian ini subjek setelah melaksanakan konseling, yaitu: lebih
konseling gestalt sebanyak 3 orang. Teknik memiliki kesadaran akan keadaan fisiknya, sadar
*Nisfhi Laila Sari, pengumpulan data akan kemampuannya, dan tidak bergntung pada
5.
Muswardi Rosra, Shinta menggunakan wawancara orang lain.
Mayasari kepada guru bimbingan dan
konseling tentang siswa
yang memiliki masalah
berkaitan dengan kesadaran
dirinya.
6. Terapi Gestalt untuk Penelitian ini bertujuan Penelitian ini adalah Hasil penelitian menyatakan penerapan teknik-
Meningkatkan Motivasi untuk melihat peningkatan penelitian kualitatif dengan teknik yang ada pada terapi gestalt mampu
Belajar Siswa di SMK motivasi belajar siswa field reseach. Subjek meningkatkan motivasi belajar siswa SMK
Kesehatan Karya Adi dengan terapi gestalt. penelitian ada 10 orang Kesehatan Karya Adi Husada Rakam.
6
DAFTAR RUJUKAN
Afnan, A., Fauzia, R., & Tanau, M. U. (2020). HUBUNGAN EFIKASI DIRI
DENGAN STRESS PADA MAHASISWA YANG BERADA DALAM
FASE QUARTER LIFE CRISIS. Jurnal Kognisia, 3(1), Article 1.
https://doi.org/10.20527/jk.v3i1.1569
Agarwal, S., Guntuku, S. C., Robinson, O. C., Dunn, A., & Ungar, L. H. (2020).
Examining the phenomenon of quarter-life crisis through artificial
intelligence and the language of Twitter. Frontiers in Psychology, 11, 341.
Agusti, S., Ifdil, I., & Amalianita, B. (2022). Analysis of final student quarterlife
crisis based on gender. Konselor, 11(2), Article 2.
Ahmad, B., & Kerinci, I. (2020). Pendakatan Gestalt : Konsep Dan Aplikasi
Dalam Proses Konseling. Ijoce : Indonesian Journal Of Counseling And
Education, 1(2), 44–56. Https://Doi.Org/10.32923/Ijoce.V2i2.1975ALI,
N., & CERKEZ, Y. (2020). The Effects of Group Counseling with Gestalt
Therapy in Reducing Depression, Anxiety and Stress among Traumatized
People. 343–359.
Arip, M. A. S. M., Bakar, R. B. A., Ahmad, A. B., & Jais, S. Md. (2013). The
Development of a Group Guidance Module for Student Self-development
based on Gestalt Theory. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 84,
1310–1316. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.06.748
Artiningsih, R. A., & Savira, S. I. (2021). hubungan Loneliness dan Quarter life
crisis pada dewasa awal. Character: Jurnal Penelitian Psikologi, 8(5), 1-11.
Azizah, N. (2022). Pendekatan Teori Gestalt Dengan Teknik Kursi Kosong Untuk
Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Peserta Didik. Jieco: Journal Of
Islamic Education Counseling, 2(2).
2
Huda, M. (2023). Kontrol diri dan tawakal terhadap quarter-life crisis pada santri
di pesantren. Journal of Indonesian Psychological Science, 3(1), Article 1.
https://doi.org/10.18860/jips.v3i1.20649
Paramartha, W.E., Dharsana, I.K. and Suarni, N.K. (2017) ‘Gestalt Counseling
with Dialog Game Techniques and Hipno Counseling Techniques for Self
Achievement’, Bisma The Journal of Counseling, 1(1), p. 39. Available at:
https://doi.org/10.23887/128322017.
3
Riyanto, A., & Arini, D. P. (2021). Analisis deskriptif quarter-life crisis pada
lulusan perguruan tinggi Universitas Katolik Musi Charitas. Jurnal
Psikologi Malahayati, 3(1), 12-19.
Sari, N. L., Rosra, M., & Mayasari, S. (n.d.). Penggunaan Konseling Gestalt untuk
Meningkatkan Self Awareness Siswa. Jurnal FKIP Universitas Lampung .
Sudrajat, A. (2008, Mei 4). Ciri-Ciri Kepribadian yang Sehat dan Tidak Sehat.
Dipetik Mei 4, 2008, dari https://akhmadsudrajat.wordpress.com/
Sukmawati, I., Neviyarni, N., Karneli, Y., & Netrawati, N. (2019). Penilaian
dalam konseling kelompok Gestalt. JPGI (Jurnal Penelitian Guru
Indonesia), 4, 40. https://doi.org/10.29210/02267jpgi0005
Trijayanti, Y. W., Nurihsan, J., & Hafina, A. (2019). Gestalt counseling with
empty chair technique to reduce guilt among adolescents at risk. Islamic
Guidance and Counseling Journal, 2(1), 1-10.