Anda di halaman 1dari 38

KILAS BALIK LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

DI INDONESIA

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan dan Wawasan Bimbingan dan
Konseling yang Dibina oleh:
Prof. Dr. Nur Hidayah, M.Pd
Dr. Fitri Wahyuni, M.Pd

Disusun oleh:
1. Alivia Eka Arianti (230111807038)
2. Iqbal Khoirul Burhani (230111802443)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER BIMBINGAN DAN KONSELING
SEPTEMBER 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya


sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kilas Balik
Layanan Bimbingan dan Konseling di Indonesia” Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan tugas makalah ini telah mendapatkan bantuan, dukungan, dan
kerjasama yang baik dari semua pihak. Oleh karena itu dengan segala hormat,
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Nur Hidayah, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah
Landasan dan Wawasan Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan
bekal, bimbingan dan pengarahan selama proses penulisan makalah ini.
2. Dr. Fitri Wahyuni, M.Pd selaku dosen pengampu kedua mata kuliah
Landasan dan Wawasan Bimbingan dan Konseling dan juga telah
memberikan bekal, bimbingan dan pengarahan selama proses penulisan
makalah ini.
3. Orang tua yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan baik
secara materil maupun spiritual.
4. Teman-teman offering A yang telah membantu memberikan dukungan dan
bantuan selama penulisan makalah ini, serta
5. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.
Mengingat pengetahuan daan kemampuan penulis memiliki banyak
keterbatasan dalam menyusun makalah ini, maka penulis membutuhkan masukan,
kritik, dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga
pengalaman menyusun makalah ini dapat menjadi dorongan bagi penulis untuk
kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak.

Malang, 13 September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
1. Problem Sensing...............................................................................................1
2. Problem Exploration........................................................................................3
3. Problem Posing................................................................................................6
4. Problem Solving................................................................................................7
a. Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Indonesia..................7
a. Organisasi Profesi Asosiasi Bimbingan Konseling di Indonesia (ABKIN)26
b. Implikasi Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum Merdeka
dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0....................................................28
5. Reflection to Process and Result....................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

3
A. Problem Sensing
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan usaha
membantu peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan
sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan
bimbingan dan konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik secara
individual, kelompok, dan atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi,
bakat, minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki
(Kamaluddin, 2011). Pelayanan ini juga membantu mengatasi kelemahan
dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta didik. Seiring dengan
perkembangan zaman menuju revolusi industri 4.0 tentunya tuntutan akan
kebutuhan siswa juga semakin beragam. Maka dari itu perlu adanya evaluasi
dari sebuah konsep layanan BK khususnya dalam bidang pendidikan yang
harus disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada. Melihat kilas balik
layanan BK sendiri tentunya juga disesuaikan dengan kebutuhan siswa saat itu
dan juga dengan umur dan juga aspek-aspek perkembangan siswa (SD, SMP,
SMA/SMK).
Konsep dasar kependidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara pada
tahun 1922 (1) “Ing ngarso sing tulodo” yang berarti bahwa seorang pemimpin
(pendidik) harus mampu menjadikan dirinya sebagai teladan bagi orang yang
dipimpinnya (peserta didik); (2)“Ing madya mangun karso” yang berarti bahwa
seorang pemimpin harus mampu membangkitkan semangat untuk bertindak
mandiri dan kreatif pada orang yang dipimpinnya. (3)“Tut wuri handayani”
yang berarti bahwa seorang pemimpin harus mampu mendorong orang-orang
yang dipimpinnya agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung
jawab. Ketiga konsep dasar kependidikan tersebut merupakan cikal bakal
kemunculan bimbingan dan konseling di Indonesia (Irmayanti, 2018).
Munculnya pemikiran mengenai cara-cara yang tepat agar bimbingan dan
konseling dapat terintegrasi dalam struktur lembaga-lembaga pendidikan ini
ditandai dengan peristiwa dibukanya jurusan bimbingan dan konseling pada di
beberapa IKIP sekitar awal 1970-an.
Adanya sebuah pengembangan serta memajukan bimbingan dan
konseling sebagai ilmu dan profesi yang bermartabat dalam rangka

1
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi merupakan
tujuan didirikannya ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling di Indonesia)
yang pada awalnya organisasi ini diperkenalkan pada tahun 1975 konferensi
bimbingan ke-1 di Malang yang penamaan awal organisasi ini bernama IPBI
(Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia). Selain melihat kilas balik layanan BK
yang ada di Indonesia, pertumbuhan atau perkembangan zaman juga sangat
mempengaruhi pola pikir manusia. Sehingga perlu adanya pembaharuan
khususnya layanan yang ada di bidang pendidikan yang tujuannya adalah untuk
kemajuan belajar peserta didik.
Kebijakan tentang kurikulum merdeka belajar muncul sebagai salah satu
bentuk pembaharuan di era revolusi industri 4.0. Era revolusi industri 4.0
memiliki tantangan sekaligus peluang bagi semua lembaga pendidikan di
Indonesia. Pada konteks era revolusi industri 4.0, syarat utama untuk maju
dan berkembang sebuah lembaga pendidikan harus memiliki daya inovasi
dan berkolaborasi (Rokhyani, 2022).
Paradigma yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa penerapan
kebijakan merdeka belajar belum sepenuhnya dapat terlaksana akibat berbagai
problematika. Kesiapan sumber daya manusia dan perangkat fasilitas
pendukung menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kebijakan
merdeka belajar termasuk guru BK (Rokhyani, 2022). Guru BK dalam
pemberian layanan dalam kurikulum merdeka belajar merupakan sebuah
tantangan. Kondisi ini mengharuskan guru BK dapat berperan memberikan
layanan bimbingan dan konseling secara optimal.

2
B. Problem Exploration and Analysis
1. Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Istilah Bimbingan dan Konseling lahir di Amerika pada tahun 1908
yang digagas oleh Frank Parsons yang pada saat itu bersamaan dengan
didirikannya Vocational Berau. Istilah BK dikenal di Boston pada abad ke-
19 hingga awal abad ke-20. Sedangkan lahirnya Bimbingan dan Konseling
di Indonesia sendiri diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling
(dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini
diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian
menjadi IKIP) di Malang tanggal 20-24 Agustus 1960 (Henni & Abdillah,
2019).
Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui
tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menpan/1989 tentang
Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya
kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi
pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk
mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai
tujuan pendidikan mereka. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya
termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan
pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud
No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan
Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan
dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas.
Melihat dari berbagai perubahan SK terkait pelaksanaan BK di
sekolah tentunya ditemukan fakta bahwasannya awal keberadaan bimbingan
dan penyuluhan ini belum bisa maksimal dan juga adanya miskonsepsi
dalam penyelengggaraan BK itu sendiri, sehingga dari tahun ke tahun harus

3
direvisi agar pelayanan BK di sekolah dapat berjalan dengan maksimal dan
juga mendapat banyak kepercayaan dari masyarakat terkait fungsional BK
itu sendiri dalam pelayanan pendidikan khususnya di sekolah-sekolah.
2. Organisasi Profesi Asosiasi Bimbingan Konseling di Indonesia (ABKIN)
Lahirnya organisasi ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling di
Indonesia) di Indonesia merupakan wadah bagi guru bimbingan dan
konseling agar bisa menyalurkan berbagai inspirasi dan juga bisa melakukan
evaluasi terhadap program-program yang telah dijalankan di lembaga
pendidikan. Awalnya organisasi ini bernama IPBI (Ikatan Petugas
Bimbingan Indonesia) yang mana organisasi ini didirikan pada 17 Desember
1975 melalui konvensi bimbingan yang pertama di Malang. Harapan
didirikannya ABKIN ini adalah agar guru bimbingan dan konseling di
sekolah dapat melaksanakan layanan BK secara maksimal dan tepat sasaran
tentunya untuk tujuan kesejahteraan para peserta didik. Tujuan lain
didirikannya ABKIN adalah untuk mengoptimalkan kompetensi dan juga
perkembangan peserta didik melalui setting umum dan khusus pendidikan.
Dari adanya harapan-harapan tersebut ABKIN lahir di Indonesia sebagai
wadah khusus dalam bidang Bimbingan dan Konseling.
Beberapa rancangan kegiatan yang dilakukan IPBI agar program yang
dijalankan maksimal antara lain:
a. Pengembangan ilmu dalam bimbingan dan konseling
b. Peningkatan layanan bimbingan dan konseling;
c. Pembinaan hubungan dengan organisasi profesi dan lembaga-lembaga
lain, baik dalam maupun luar negeri
d. Pembinaan sarana (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).
Dari beberapa fakta terkait lahirnya ABKIN di Indonesia sebenarnya
belum bisa dikatakan maksimal, dikarenakan luasnya wilayah Indonesia itu
sendiri yang memungkinkan informasi akan inovasi-inovasi yang
seharusnya disampaikan kepada guru atau konselor di sekolah menjadi
kurang maksimal, ditambah lagi dengan adanya kebijakan sekolah masing-
masing dan juga budaya yang sudah menjadi adat dari sekolah itu sendiri
ditambah lagi dengan adanya revolusi industri 4.0 yang tantangannya akan

4
jauh lebih banyak sehingga wadah dari sebuah organisasi ini tentunya bisa
memberikan pelayanan yang maksimal agar semua berjalan setara dan tidak
terjadi ketidakseimbangan dalam pemberian layanan bimbingan dan
konseling bagi peserta didik.
3. Implikasi Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum Merdeka
dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0
Era Revolusi Industri 4.0 merupakan era yang ditandai dengan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga
menimbulkan perubahan yang cepat dan kompetitif. Perkembangan ini
memunculkan inovasi-inovasi baru yang berdampak pada banyak bidang
seperti ekonomi, budaya dan pendidikan. Revolusi industri 4.0 mengubah
perspektif terhadap pendidikan yang dilaksanakan pada abad 21. Dimana
saat ini pendidikan pada revolusi industri 4.0 memiliki karakteristik dalam
memanfaatkan teknologi digital secara maksimal dalam proses pelaksanaan
pendidikan. Perubahan yang terjadi tidak hanya dalam proses mengajar
saja, melainkan lebih dalam pada hal yang mendasar yaitu berupa
perspektif konsep pendidikan (Munir et al., 2022). Dalam hal ini, kurikulum
menjadi salah satu komponen yang paling penting dalam mencapai tujuan
pendidikan (Ramadani et al., 2023).
Pada tahun 2019 pemerintah menerbitkan kurikulum terbaru yang
dinamai dengan Kurikulum Merdeka Belajar (KMB) (Vhalery et al.,
2022). Kurikulum ini diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik
dalam menanggapi dampak revolusi industri 4.0 dan menjadikan
sebagai manusia yang mandiri, kreatif, dan inovatif. Era revolusi
industri 4.0 memberikan tantangan dalam hal pendidikan berupa cara
belajar yang berubah, cara bertindak dan pola pikir dalam
menumbuhkan inovasi kreatif di setiap bidang (Surani, 2019). Kualitas
pendidikan di Indonesia saat ini masih berada dalam posisi di bawah jika
dibandingkan dengan negara di kawasan asia Tenggara. Mengingat
tantangan besar ini, guru harus mempersiapkan diri untuk meningkatkan
kompetensi dalam menghadapi revolusi industri 4.0.

5
Program Kurikulum Merdeka ini menjadikan adanya optimalisasi
peran konselor/Guru BK dalam memberikan layanan BK di sekolah akhir-
akhir ini dirasakan semakin mendesak. Implementasi layanan BK yang
bersifat komprehensif sejalan dengan prinsip Kurikulum Merdeka yaitu
berpusat pada peserta didik untuk mencapai perkembangan optimal dan
kemandirian secara utuh yang meliputi aspek pribadi, belajar, sosial dan
karir. Setiap komponen layanan sudah disertai dengan rencana dan
implementasi yang terintegrasi dengan pencapaian Profil Pelajar Pancasila
(Hidayah et al., 2022).
Profil Pelajar Pancasila menjadi menjadi tujuan jangka panjang
dan menaungi keseluruhan layanan BK dalam mewujudkan peserta didik
menjadi pembelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter dan
berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Seiring dengan munculnya
kebijakan pemerintah tersebut perlu dirumuskan secara jelas peran dari
layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah.
C. Problem Posing
Berdasarkan kajian dari berbagai literatur yang telah didapatkan, dapat
disimpulkan bahwa seorang konselor juga harus mengetahui pengetahuan
mengenai sejarah perkembangan Bimbingan dan Konseling yang ada di
Indonesia serta organisasi profesi Bimbingan dan Konseling. Sehingga seorang
konselor memiliki kewajiban untuk secara aktif dan kreatif memahami keadaan
lapangan yang ada sebagai suatu bentuk keprofesionalitasannya. Namun
selama ini tidak sedikit konselor yang mengalami kesulitan dalam proses
tersebut. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pemahaman
dalam sejarah, tujuan dan layanan apa yang perlu diberikan kepada peserta
didik dalam menghadapi tantangan perkembangan zaman, khususnya di era
revolusi industri 4.0 saat ini. Oleh karena itu dalam tulisan ini terdapat
beberapa rumusan sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia?
2. Bagaimana ABKIN sebagai wadah organisasi profesi dalam bimbingan dan
konseling?

6
3. Bagaimana implikasi layanan bimbingan dan konseling dalam kurikulum
merdeka dalam menghadapi era revolusi industri 4.0?
D. Problem Solving
1. Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Istilah Bimbingan dan Konseling lahir di Amerika pada tahun 1908
yang di prakarsai oleh Frank Parsons dimana Frank ini meyakini bahwa
setiap manusia layak untuk diberikan bantuan dari orang lain dalam rangka
untuk lebih memahami kekurangan atau kelemahan dalam diri seseorang
sehingga orang tersebut bisa mengembangkan atau memaksimalkan potensi
yang ada dalam dirinya dan bisa menentukan pekerjaan yang cocok untuk
dirinya. Apabila dilihat dari alasan Frank pada waktu itu memang
Bimbingan dan Konseling ini difokuskan untuk layanan pengembangan
karir. Pada awalnya istilah ini dikenal dengan berdirinya biro di bidang
profesi dan ketenagakerjaan. Tujuannya yaitu untuk membantu pemuda
dalam memilih karir atau pekerjaan sesuai dengan keahlian mereka dan juga
melatih para guru untuk memberikan layanan bimbingan di sekolah.
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari
dimasukkannya. Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan
Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960.
Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang
tanggal 20-24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP
Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1971 berdiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada
delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP
Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP
Manado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan,
juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan
dan Penyuluhan” (Henni & Abdillah, 2019). Selanjutnya akan dibahas dan
dijelaskan mengenai layanan-layanan Bimbingan dan Konseling pada tahun
1960an sampai dengan masa kini yang mana penjabarannya sebagai berikut:
a. Layanan BP pada Tahun 1960 Model Kurikulum SMA Gaya Baru

7
Pada 20-24 Agustus 1960, diadakan konferensi FKIP di Malang
yang melahirkan keputusan bahwa bimbingan dan penyuluhan
dimasukkan dalam kurikulum FKIP sehingga menjadi langkah yang baik
untuk mengupas masalah BP sebagai suatu ilmu yang ilmiah. Sejak 1962,
BK telah dirasakan sebagai kebutuhan dalam upaya penyaluran peserta
didik pada jurusan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh
siswa. Hal ini ditandai adanya perubahan sistem pendidikan di SMA
yang waktu itu disebut SMA Gaya Baru. Sejak tahun 1962, penjurusan di
SMA tidak lagi dilakukan di kelas 1, melainkan di kelas 2. Usaha dalam
menyalurkan peserta didik ke jurusan yang tepat bagi dirinya sangat
diperlukan. Oleh karena itu melalui rapat kerja tahun 1962 di Bandung
disepakati bahwa:
1) Bimbingan dan penyuluhan di kelas 1 berperan penting
2) Peserta didik kelas 1 diberi kesempatan untuk lebih mengenal bakat
dan minatnya. Cara yang dilakukan adalah mendapat semua mata
pelajaran yang ada di SMA dan memperoleh bimbingan dan
penyuluhan dari pihak guru dan orang tua
3) Setiap murid kelas 2 disalurkan dalam kelompok khusus, yaitu
budaya, sosial, dan pengetahuan alam
4) Pengisian kartu pribadi murid harus dilaksanakan dengan teliti
Setelah adanya kurikulum SMA Gaya Baru, pengembangan
bimbingan dan konseling terus dilakukan, dalam hal ini dilakukan dalam
bentuk kegiatan rapat kerja dengan tujuan untuk merumuskan sekaligus
merintiskan ke arah yang tujuannya melaksanakan konseling yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik. Pada tahun 1964, didirikan Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan di beberapa IKIP di Indonesia seperti IKIP
Bandung dan IKIP Malang yang disusul oleh IKIP/FKIP lain di tahun-
tahun berikutnya. Pada tahun 1967, perhatian terhadap BK kembali stabil
karena adanya dukungan dari dosen-dosen muda IKIP yang belajar di
Amerika. Setelah pulang ke Indonesia, mereka mengadakan seminar,
lokakarya, penataran, dan rapat kerja untuk memahami BK serta
berusaha menemukan rumusan ke arah perkembangan yang lebih maju.

8
Pada 1968, perhatian terhadap BK terlihat dengan munculnya kurikulum
1968 yang mengenal dua jurusan, yaitu ilmu pasti dan pengetahuan alam
(paspal) dan sosial budaya (sosbud). Namun, usaha-usaha konkret dalam
pelaksanaan bimbingan di sekolah masih belum memuaskan karena
pelaksanaannya belum merata.
b. Periode Tahun 1970-1971
Pada tahun 1970-1971, sekolah pembangunan mulai diperkenalkan
sebagai gagasan sekolah sehingga peran bimbingan kembali mendapat
perhatian karena dalam proyek gagasan sekolah pembangunan
dibutuhkan kegiatan penjurusan yang lebih teliti. Oleh karena itu, peserta
didik perlu mendapat bantuan khusus dalam mempersiapkan hidup
bermasyarakat. Gagasan Sekolah Pembangunan ini kemudian dituangkan
dalam program Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan (SMPP)
berupa proyek percobaan peralihan dari sistem sekolah lama menjadi
sekolah pembangunan.
SMPP sebagai bentuk persiapan dan peralihan dari sekolah lama ke
sekolah pembangunan yang diinginkan. Dalam usaha mewujudkan
sistem Sekolah Pembangunan maka dilaksanakan proyek pembaharuan
pendidikan yang bernama kurikulum Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP). Pelayanan bimbingan dan konseling dalam PPSP
mendapat hambatan sebagai berikut:
1) Pengetahuan dan keterampilan pelaksana bimbingan kurang memadai
2) Sikap dan pendapat para guru serta kepala sekolah kurang suportif
terhadap pelaksanaan program bimbingan di sekolah yang
menimbulkan konflik internal
3) Tenaga ahli tidak memadai jumlahnya
4) Data kebutuhan dan latar belakang peserta didik tidak lengkap
sehingga kesulitan yang dalam diri peserta didik tidak ditemukan
5) Hubungan antara sekolah dan masyarakat kurang baik
6) Perlengkapan teknis kurang memadai
7) Terkendala biaya

9
8) Birokrasi administratif menghambat kerja guru serta petugas
bimbingan di sekolah
Melalui PPSP, pelayanan bimbingan dan penyuluhan
dikembangkan. Setelah dilaksanakan beberapa lokakarya yang dihadiri
oleh beberapa pakar, buku "Pola Dasar Rencana dan Pengembangan
Bimbingan Penyuluhan pada Proyek Perintis Sekolah Pembangunan"
tersusun. Selanjutnya, buku ini dimodifikasi menjadi buku “Pedoman
Operasional Pelayanan Bimbingan pada Proyek-proyek Perintis Sekolah
Pembangunan”.
c. Periode Tahun 1975-1976
Pada tahun 1975, lahir dan berlaku Kurikulum Sekolah Menengah
Umum yang disebut Kurikulum SMA 1975 sebagai pengganti kurikulum
sebelumnya (Kurikulum 1968). Kurikulum 1975 memuat pedoman
pelaksanaan yang salah satunya adalah Buku Pedoman Bimbingan dan
Penyuluhan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa bimbingan
mendapat status resmi sebagai bagian kurikulum pada Kurikulum 1975.
Pada tahun ini, diadakan pula konvensi nasional bimbingan yang pertama
di Malang dengan hasil berikut:
1) Terbentuknya profesi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas
Bimbingan Indonesia (IPBI)
2) Tersusun AD/ART IPBI, kode etik jabatan konselor, dan program
kerja IPBI periode 1976-1978. Selanjutnya, konvensi ini diikuti
beberapa kali konvensi dan kongres yang diadakan secara berturut-
turut di Salatiga, Semarang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar,
Lampung, dan Padang.
Dalam pertemuan tersebut, dirumuskan pula anggaran dasar,
anggaran rumah tangga, kode etik jabatan sebagai konselor, program
kerja organisasi, serta terbitnya jurnal atas nama IPBI. Pada tahun yang
sama, disusun dan dikembangkan Kurikulum PPSP (Kurikulum 1975).
Kurikulum ini menganut pendekatan dan berorientasi kepada tujuan.
Artinya, setiap guru harus mengetahui secara jelas tujuan yang harus

10
dicapai para siswa dalam menyusun rencana kegiatan belajar mengajar,
dan membimbing siswa untuk melaksanakan rencana tersebut.
Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1976 memuat beberapa pedoman
pelaksanaan kurikulum tersebut, yaitu Buku Pedoman Bimbingan dan
Penyuluhan bimbingan yang berfungsi secara integral dalam proses
pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar. Bimbingan tidak
hanya berfungsi sebagai penunjang kegiatan belajar-mengajar, tapi
merupakan proses pengiring yang berkaitan dengan seluruh proses
pendidikan dan belajar mengajar. Dalam fungsi yang integral itu, maka
fungsi khusus bimbingan yaitu:
1) Fungsi Penyaluran, fungsi ini membantu siswa dalam menentukan
berbagai macam pilihan seperti minat, bakat, ciri-ciri kepribadian, dsb.
Kegiatan dalam fungsi bimbingan meliputi bantuan untuk memilih
kegiatan-kegiatan kurikuler di sekolah.
2) Fungsi Adaptasi, fungsi ini di gunakan oleh guru-guru yang ada di
sekolah untuk mengadaptasikan minat, kemampuan, dan kebutuhan
peserta didik.
3) Fungsi Penyesuaian, fungsi ini membantu siswa memperoleh
penyesuaian pribadi dan memperoleh kemajuan dalam
perkembangannya secara optimal. Fungsi ini dilaksanakan dalam
rangka membantu siswa mengidentifikasi, memahami, menghadapi
dan memecahkan masalah.
Pada tahun 1975, banyak sekolah hadir dengan petugas baru, yaitu
guru pembimbing atau konselor sekolah yang sering disebut guru BP
atau guru pembimbing. Kepala sekolah bertanggung jawab atas
kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah, termasuk supervisi
guru.
d. Periode Tahun 1978 dan Tahun 1984
Pada tahun 1978, diselenggarakan program PGSLP (Pendidikan
Guru Sekolah Lanjutan Pertama) dan PGSLA (Pendidikan Guru Sekolah
Lanjutan Atas). Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau
D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah

11
karena sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari
lulusan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tamatan program-
program itulah yang pertama kali diangkat sebagai konselor atau guru
bimbingan di sekolah. Pada tahun 1984, diberlakukan Kurikulum 1984,
khususnya untuk SMA. Bimbingan karir diselenggarakan di sekolah
berdampingan dengan penyelenggaraan bimbingan umum yang masih
mengutamakan orientasi kurikulum.
e. Periode Tahun 1989
Pada tahun 1989, lahir Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit Bagi
Jabatan Guru dalam Lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan yang resmi menetapkan adanya kegiatan pelayanan
bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Selain itu, terdapat pengaturan
kenaikan pangkat jabatan guru pembimbing. Pada tahun ini juga lahir
Undang-Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Undang-Undang ini selanjutnya disusul dengan
lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 dan 29 yang secara tegas
mencantumkan adanya pelayanan bimbingan dan konseling pada satuan-
satuan pendidikan.
Berdasarkan peraturan tersebut, guru pembimbing atau konselor
sekolah berperan penting membantu peserta didik untuk memahami diri
dan lingkungan sebagai dasar dalam merencanakan masa depan.
f. Periode Tahun 1991-1993
1) Terbentuknya divisi-divisi dalam IPBI, yaitu:
a) Ikatan Pendidikan Konselor Indonesia (IPKON)
b) Ikatan Guru Pembimbing Indonesia (IGPI)
c) Ikatan Sarjana Konseling Indonesia (ISKIN)
2) Perjuangan IPBI untuk mendapatkan jabatan fungsional tersendiri
bagi petugas bimbingan di sekolah, sehingga di hasilkan sebagai
berikut

12
a) Lahir SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya yang memuat aturan tentang Bimbingan dan
Konseling di sekolah
b) Istilah Bimbingan dan Penyuluhan dalam SK Mendikbud diganti
menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan
oleh Guru Pembimbing
c) Dilaksanakan penataran guru pembimbing SLTP dan SMU seluruh
Indonesia di PPPG dengan istilah baru, yaitu BK pola 17
d) Sarjana BK lulusan jurusan PPB sudah dapat menjadi guru
pembimbing di sekolah
e) Terbentuk divisi baru dalam IPBI, yaitu Ikatan Dosen Pembimbing
(IDP) Indonesia dan Ikatan Instrumentasi Bimbingan dan
Konseling (IIBKIN)
Pada tahun 1993 di kembangkan pola umum bimbingan dan
konseling yaitu Bimbingan dan Konseling Pola 17 atau disebut juga BK
Pola 17 yang dipaparkan sebagai berikut:
1) Bidang bimbingan: Pribadi, Sosial, Belajar, dan Karir
2) Jenis Layanan: Layanan orientasi, informasi, penempatan dan
penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan
kelompok, dan konseling kelompok.
3) Jenis kegiatan pendukung: Instrumentasi bimbingan dan konseling,
himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, alih tangan kasus.
4) Pemahaman bidang BK: Pengertian, Tujuan, Fungsi, Prinsip, dan Asas
5) Tahapan: perencanaan, pelaksanaan, analisis hasil, evaluasi, dan
tindak lanjut
6) Tagihan guru pembimbing: Program harian, mingguan, bulanan,
semester, dan tahunan
Guru pembimbing memiliki jumlah siswa asuh sebesar 150 orang
atau lebih selama catur wulan. Semua 150 siswa asuh atau lebih tersebut
harus diupayakan memperoleh sentuhan layanan bimbingan dan
konseling. Beban minimal wajib menyelenggarakan kegiatan bimbingan
dan konseling setara dengan 18 jam pelajaran per minggu. Surat

13
Keputusan Menteri Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993 tentang
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya menyatakan bahwa
sebutan bimbingan dan penyuluhan resmi diganti dengan Bimbingan dan
Konseling (BK).
g. Periode Tahun 1995-2000
Pada tahun 1995, diterbitkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 025/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Sekolah
yang tidak memiliki guru pembimbing berlatar belakang bimbingan dan
konseling menugaskan guru yang telah mengikuti penataran bimbingan
dan konseling sekurang-kurangnya 180 jam sehingga dapat ditugaskan
sebagai guru pembimbing. Penugasan ini bersifat sementara hingga guru
tersebut mencapai taraf kemampuan bimbingan dan konseling sekurang
kurangnya setara D3 (Diploma-3) di bidang bimbingan dan konseling.
Pada periode ini terdapat beberapa perubahan berikut:
1) Pedoman musyawarah guru pembimbing (MGP) terlaksana
2) Terbitnya majalah suara pembimbing sebagai terbitan resmi berkala
IPBI dalam kurun waktu dua kali dalam setahun
3) Panduan pelaksanaan bimbingan dan konseling oleh guru pembimbing
di sekolah disusun
4) Perubahan 10 IKIP Negeri menjadi Universitas Negeri dan dua STIKP
Negeri menjadi IKIP Negeri dengan arah winder mandate/perluasan
mandate
5) Perubahan nama PPB (Psikologi Pendidikan dan Bimbingan) menjadi
Bimbingan dan Konseling
h. Periode Tahun 2001-2002
1) Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) berubah nama menjadi
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) pada kongres
IX IPBI di Lampung 15-17 Maret 2001
2) Kompetensi guru pembimbing oleh Direktorat SLTP Dirjen
Dikdasmen disusun

14
3) Program rintisan pendidikan profesi konselor (PPK) di Universitas
Negeri Padang
4) Penerbitan jurnal Bimbingan dan Konseling sebagai terbitan resmi
ABKIN
5) Terbitnya jurnal konselor sebagai wadah penerbitan yang memuat
wacana serta kajian yang mendalam dan hasil-hasil penelitian tentang
bimbingan dan konseling
6) Dasar Standarisasi Profesi Konseling (DSPK) disusun pada tahun
2001
i. Periode Tahun 2003-2005
Pada tahun 2003 diberlakukan UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 1 ayat (6) dijelaskan bahwa
konselor merupakan salah satu jenis tenaga pendidik sebagaimana guru,
dosen, dan tenaga pendidik lainnya. Pada tahun 2004-2005, diberlakukan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di sekolah-sekolah. Pelayanan
konseling di sekolah harus mampu memberi sumbangan signifikan
terhadap aktualisasi KBK.
Pada tahun 2004, naskah Dasar Standarisasi Profesi Konseling
(DSPK) oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan
dan Ketenagaan Perguruan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
dijadikan sebagai panduan resmi dalam pengembangan profesi konseling
bagi jurusan Bimbingan dan Konseling. Penyusunan panduan Bimbingan
dan Konseling bagi jenjang SD-SMA/K berbasis kompetensi (KBK).
Pada tahun ini pula, terdapat surat izin praktek dari ketua umum ABKIN
bagi para konselor lulusan PPK untuk melakukan praktek mandiri/privat.
Selain itu, terdapat beasiswa untuk mahasiswa PPK/ Program Pendidikan
Konselor.
Pengembangan BK pola 17 berkembang menjadi bimbingan
konseling pola 17 plus, dengan penjabaran sebagai berikut:
1) Keterpaduan tentang pengertian, tujuan, fungsi, prinsip, dan asas, serta
landasan BK

15
2) Bidang pelayanan BK meliputi pengembangan pribadi, sosial,
kegiatan belajar, karir, kehidupan berkarya, kehidupan beragama
3) Jenis layanan BK meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan
dan penyaluran, penguasaan konten, konseling perorangan, bimbingan
kelompok, konseling kelompok, konsultasi, dan mediasi
4) Kegiatan pendukung BK meliputi aplikasi instrumentasi, himpunan
data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus
5) Format pelayanan meliputi format individual, kelompok, klasikal,
lapangan, dan politik
j. Periode Tahun 2006-2014
Pada tahun 2006, diberlakukan Kurikulum 2006 yang lebih dikenal
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kegiatan
pengembangan diri sebagai upaya pembentukan watak dan kepribadian
peserta didik dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang
berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan
belajar, pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Pada tahun
2008, peran konselor sekolah dipertegas dengan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru. Pasal 54 ayat
(6) menyatakan beban kerja guru bimbingan dan konseling atau konselor
yang memperoleh tunjangan profesi adalah mengampu bimbingan dan
konseling paling sedikit 150-250 peserta didik dan harus berpendidikan
S1 Bimbingan dan Konseling.
Seiring dengan perkembangan ilmu bimbingan dan konseling di
Amerika, model program bimbingan dan konseling komprehensif di
adopsi di beberapa negara di ASEAN. Perkembangan Program
bimbingan dan konseling komprehensif mulai banyak dibicarakan dalam
forum ilmiah serta dengan didukung Permendiknas No.27 Tahun 2008,
program layanan bimbingan konseling di Indonesia mengarah pada
pendekatan yang komprehensif. Pendekatan ini dipilih karena didukung
beberapa hasil penelitian tentang efektifitas bimbingan komprehensif
dalam meningkatkan mutu pendidikan. Bimbingan konseling
komprehensif mampu memberikan kontribusi yang positif bagi

16
pengembangan akademik, pribadi, sosial, dan karir siswa di sekolah.
Bimbingan komprehensif juga mampu menciptakan iklim belajar yang
kondusif bagi siswa di sekolah.
Peraturan Negara Nomor 03N/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010
tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya berisi enam kewajiban guru bimbingan dan konseling sebagai
berikut:
1) Merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan melaksanakan
tindak lanjut evaluasi bimbingan
2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan
IPTEK
3) Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas pertimbangan jenis
kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran
4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, kode etik
guru, serta nilai agama dan etik
5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa
Pada tahun 2013, muncul kurikulum 2013 yang memuat program
peminatan peserta didik sebagai proses pemilihan dan pengambilan
keputusan oleh peserta didik yang didasarkan pemahaman potensi diri
dan peluang yang ada pada satuan pendidikan. Konselor berperan dalam
layanan bimbingan dan konseling untuk membantu peserta didik
memahami, menerima, mengarahkan, mengambil keputusan, dan
merealisasikan keputusan secara bertanggung jawab sehingga mencapai
kesuksesan, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam hidupnya. Pada tahun
2014, diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan
Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa
Bimbingan dan Konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis,
berkelanjutan dan terprogram oleh konselor atau guru bimbingan dan
konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli untuk
mencapai kemandirian dalam kehidupannya

17
Layanan BK di SD, SMP, dan SMA/SMK
a. Kurikulum BK di SD
Capaian layanan bimbingan dan konseling merupakan capaian
akhir untuk peserta didik disusun dengan mengacu pada Standar
Kompetensi Kemandirian Peserta Didik pada jenjang SD (Permendikbud
No 111 Tahun 2014). Capaian Layanan Bimbingan dan Konseling
merupakan dokumen utama yang dikembangkan berdasarkan kompetensi
kemandirian peserta didik. Adapun lingkup capaian layanan bimbingan
dan konseling mencakup 10 (sepuluh) aspek.

STANDAR KOMPETENSI KEMANDIRIAN (SKK) PESERTA DIDIK


PADA SEKOLAH DASAR

Aspek Tataran/Internalisasi Tujuan


No
Perkembangan Pengenalan Akomodasi Tindakan
Mengenal
bentuk-bentuk Tertarik pada Melakukan bentuk-
Landasan hidup
1 dan tata cara kegiatan ibadah bentuk ibadah
religius
ibadah sehari- sehari sehari-hari
hari
Mengenal Menghargai
patokan baik- aturan-aturan Mengikuti aturan
Landasan buruk atau yang berlaku yang berlaku dalam
2
perilaku etis benar salah dalam kehidupan sehari-
dalam kehidupan hari
berperilaku sehari-hari
Mengenal Memahami
Mengekspresikan
Kematangan perasaan diri perasaan diri
3 perasaan secara
emosi sendiri dan sendiri dan
wajar
orang lain orang lain
4 Kematangan Mengenal Menyenangi Melibatkan diri
intelektual konsep-konsep berbagai dalam berbagai

18
dasar ilmu
pengetahuan aktifitas aktifitas perilaku
dan perilaku perilaku belajar belajar
belajar
Mengenal hak Memahami hak
dan kewajiban dan kewajiban
Berinteraksi dengan
Kesadaran diri dan orang diri dan orang
orang lain dalam
5 tanggung jawab lain dalam lain dalam
suasana
sosial lingkungan lingkungan
persahabatan
kehidupan kehidupan
sehari-hari sehari-hari
Menerima atau
Mengenal diri Berperilaku sesuai
menghargai diri
Kesadaran sebagai laki- dengan peran
6 sebagai laki-
gender laki atau sebagai laki-laki
laki atau
perempuan atau perempuan
perempuan
Mengenal Menampilkan
Menerima
keadaan diri perilaku sesuai
Pengembangan keadaan diri
7 dalam dengan keberadaan
diri sebagai bagian
lingkungan diri dalam
dari lingkungan
dekatnya lingkungannya
Mengenal
Memahami
perilaku
perilaku hemat,
hemat, ulet Menampilkan
ulet sungguh-
Perilaku sungguh- perilaku hemat, ulet
sungguh dan
kewirausahaan sungguh dan sungguh-sungguh
konpetitif
8 (kemandirian konpetitif dan konpetitif
dalam
perilaku dalam dalam kehidupan
kehidupan
ekonomis) kehidupan sehari-hari di
sehari-hari di
sehari-hari di lingkungannya
lingkungan
lingkungan
dekatnya
dekatnya

19
Menghargai
Mengenal
ragam Mengekspresikan
ragam
pekerjaan dan ragam pekerjaan
Wawasan dan pekerjaan dan
aktivitas dan aktivitas orang
9 kesiapan karier aktivitas orang
sebagai hal dalam lingkungan
dalam
yang saling kehidupan
kehidupan
bergantung
Menghargai
Menjalin
Mengenal norma-norma
persahabatan
Kematangan norma-norma yang dijunjung
dengan teman
hubungan dalam tinggi dalam
10 sebaya atas dasar
dengan teman berinteraksi menjalin
norma yang
sebaya dengan teman persahabatan
dijunjung tinggi
sebaya dengan teman
bersama
sebaya

b. Kurikulum BK di SMP
Lingkup capaian layanan bimbingan dan konseling di SMP
mencakup 4 bidang layanan. 4 bidang layanan tersebut mencakup 10
aspek perkembangan yang dikembangkan pada fase D (kelas 7,8 dan 9).
Capaian layanan bimbingan dan konseling pada tiga tahapan internalisasi
yang mencakup pengenalan, akomodasi dan tindakan. Deskripsi Capaian
Layanan Bimbingan dan Konseling di SMP bila dikaitkan dengan upaya
mewujudkan peserta didik/konseli yang memiliki Psychological Well-
being, Profil Pelajar Pancasila dan penguatan pendidikan karakter
(PPK).

STANDAR KOMPETENSI KEMANDIRIAN (SKK) PESERTA DIDIK


PADA SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA

N Aspek Tataran/Internalisasi Tujuan


o Perkembangan Pengenalan Akomodasi Tindakan

20
Berminat Melakukan
Landasan Mengenal arti dan mempelajari berbagai kegiatan
1
hidup religius tujuan ibadah arti dan tujuan ibadah dengan
ibadah kemauan sendiri
Memahami
keragaman
Mengenal alasan Bertindak atas
aturan/patokan
Landasan perlunya mentaati pertimbangan diri
2 dalam
perilaku etis aturan/norma terhadap norma
berperilaku
berperilaku yang berlaku
dalam konteks
budaya
Mengenal cara- Memahami
cara keragaman Mengekspresikan
mengekspresikan ekspresi perasaan atas
Kematangan
3 perasaan secara perasaan diri dasar
emosi
wajar dan perasaan pertimbangan
orasaan orang kontekstual
lain
Mengambil
Mempelajari cara- Menyadari
keputusan
cara pengambilan adanya resiko
Kematangan berdasarkan
4 keputusan dan dari
intelektual pertimbangan
pemecahan pengambilan
resiko yang
masalah keputusan
mungkin terjadi.
Mempelajari cara- Menghargai
cara memperoleh nilai-nilai Berinteraksi
hak dan persahabatan dengan orang lain
Kesadaran
5 memenuhi dan atas dasar nilai-
tanggung
kewajiban dalam keharmonisan nilai persahabatan
jawab sosial
lingkungan dalam dan keharmonisan
kehidupan sehari- kehidupan hidup.
hari sehari-hari

21
Menghargai
peranan diri
Berinteraksi
dan orang lain
Mengenal peran- dengan lain jenis
sebagai laki-
6 Kesadaran peran sosial secara kolaboratif
laki atau
gender sebagai laki-laki dalam
perempuan
atau perempuan memerankan
dalam
peran jenis
kehidupan
sehari-hari
Meyakini
keunikan diri
Mengenal Menerima sebagai aset yang
Pengembangan
7 kemampuan dan keadaan diri harus
diri
keinginan diri secara positif dikembangkan
secara harmonis
dalam kehidupan
Menyadari
Mengenal nilai- manfaat
Membiasakan diri
Perilaku nilai perilaku perilaku hemat,
hidup hemat, ulet
kewirausahaan hemat, ulet ulet sungguh-
sungguh-sungguh
8 (kemandirian sungguh-sungguh sungguh dan
dan konpetitif
perilaku dan konpetitif konpetitif
dalam kehidupan
ekonomis) dalam kehidupan dalam
sehari-hari.
sehari-hari. kehidupan
sehari-hari.
9 Wawasan dan Mengekspresikan Menyadari Mengidentifikasi
kesiapan karier ragam pekerjaan, keragaman ragam alternatif
pendidikan dan nilai dan pekerjaan,
aktivitas dalam persyaratan dan pendidikan dan
dengan aktivitas yang aktifitas yang
kemampuan diri menuntut mengandung
pemenuhan relevansi dengn

22
kemampuan
kemampuan diri
tertentu
Mempelajari Menyadari
Bekerja sama
Kematangan norma-norma keragaman
dengan teman
1 hubungan pergaulan dengan latar belakang
sebaya yang
0 dengan teman teman sebaya teman sebaya
beragam latar
sebaya yang beragam yang mendasari
belakangnya
latar belakangnya pergaulan

c. Kurikulum BK di SMA dan SMK


Capaian Layanan Bimbingan dan Konseling di SMA dan SMK
diupayakan untuk mewujudkan peserta didik/konseli yang memiliki
Psychological Wellbeing, Profil Pelajar Pancasila, dan Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) yang dapat dilihat pada SKKPD SMA dan
SMK sebagai berikut:

STANDAR KOMPETENSI KEMANDIRIAN (SKK) PESERTA DIDIK


PADA SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT ATAS

No Tataran/Internalisasi Tujuan
Pengenala Akomodas
Tindakan
n i
Aspek Mengemba
Perkemban ngkan
Landasan Mempelaja Melaksanakan ibadah
gan pemikiran
1 hidup ri hal ihwal atas keyakinan sendiri
tentang
religius ibadah disertai sikap toleransi
kehidupan
beragama
2 Landasan Mengenal Mengharga Berperilaku atas dasar
perilaku keragaman i keputusan yang
etis sumber Keragama mempertimbangkan
norma n sumber aspek-aspek etis

23
norma
yang sebagai
berlaku di rujukan
masyaraak pengambil
at an
keputusan
Bersikap
toleran
Mempelaja
terhadap Mengekspresikan
ri cara-cara
ragam perasaan dalam cara-cara
Kematanga menghinda
3 ekspresi yang bebas,terbuka dan
n emosi ri konflik
perasaan tidak menimbulkan
dengan
diri sendiri konflik
orang lain
dan orang
lain
Mempelaja Menyadari
ri cara-cara akan
pengambil keragaman
an alternatif Mengambil keputusan
Kematanga
keputusan keputusan dan pemecahan masalah
4 n
dan dan atas dasar informasi/data
intelektual
pemecahan konsekuen secara obyektif
masalah si yang
secara dihadapiny
objektif a
5 Kesadaran Mempelaja Menyadari Berinteraksi dengan
tanggung ri nilai-nilai orang lain atas dasar
jawab keragaman persahabat kesamaan
sosial interaksi an dan
sosial keharmoni
san dalam
konteks

24
keragaman
interaksi
sosial
Mengharga
i
keragaman
peraan
Mempelaja
laki-laki Berkolaborasi secara
ri perilaku
atau harmonis dengan lain
kolaborasi
Kesadaran perempuan jenis dalam keragaman
6 antar jenis
gender sebagai peran
dalam
aset
ragam
kolaborasi
kehidupan
dan
keharmoni
san hidup

Menerima
Mempelaja keunikan
ri keunikan diri dengan
Menampilkan keunikan
Pengemba diri dalam segala
7 diri secara harmonis
ngan diri konteks kelebihan
dalam keragaman
kehidupan dan
sosial kekuranga
nnya
8 Perilaku Mempelaja Menerima Menampilkan hidup
kewirausah ri strategi nilai-nilai hemat, ulet, sungguh-
aan dan hidup sungguh dan kompetitif
(kemandiri peluang hemat,ulet atas dasar kesadaran
an perilaku untuk sungguh- sendiri
ekonomis) berperilaku sungguh
hemat,ulet, dan

25
sengguh-
kompetitif
sungguh
sebagai
dan
aset untuk
kompetitif
mencapai
dalam
hidup
keragaman
mandiri
kehidupan
Mempelaja
ri
kemampua
n diri,
peluang
dan ragam Internalisa
pekerjaan, si nilai-
Mengembangkan
pendidikan niolai yang
Wawasan alternatif perencanaan
, dan melandasi
dan karir dengan
9 aktifitas pertimbang
kesiapan mempertimbangkan
yang an
karier kemampuan, peluang
terfokus pemilihan
dan ragam karir
pada alternatif
pengemba karir
ngan
alternatif
karir yang
lebih
terarah
10 Kematanga Mempelaja Mengharga Mempererat jalinan
n ri cara-cara i nilai-nilai persahabatan yang lebih
hubungan membina kerjasama akrab dengan
dengan dan dan memperhatikan norma
teman kerjasama toleransi yang berlaku
sebaya dan sebagai

26
dasar
toleransi
untuk
dalam
menjalin
pergaulan
persahabat
dengan
an dengan
teman
teman
sebaya
sebaya
Mengharagai
norma-norma
Mengekspresikan
pernikahan dan
Kesiapan diri Mengenal keinginannya untuk
berkeluarga
untuk menikah norma-norma mempelajari lebih
11 sebagai landasan
dan pernikahan dan intensif tentang
bagi terciptanya
berkeluarga berkeluarga norma pernikahan
kehidupan
dan berkeluarga
masyarakat yang
harmonis

2. Organisasi Profesi Asosiasi Bimbingan Konseling di Indonesia (ABKIN)


Asosiasi Bimbingan Konseling di Indonesia (ABKIN) merupakan
organisasi profesi di Indonesia yang beranggotakan guru bimbingan dan
konseling atau konselor. Awalnya, organisasi ini bernama Ikatan Petugas
Bimbingan Indonesia (IPBI) yang didirikan pada 17 Desember 1975 melalui
konvensi bimbingan yang pertama di Malang. Berdasarkan hasil Kongres
IX IPBI di Bandar Lampung pada 15-17 Desember 2001, nama IPBI diubah
menjadi ABKIN. Perubahan nama organisasi didasari oleh pemikiran bahwa
organisasi Bimbingan dan Konseling harus tampil sebagai organisasi profesi
dengan nama yang jelas, eksplisit, serta mendapat pengakuan dan
kepercayaan publik. Implikasi dari perubahan nama ini tidak semata-mata
pada aspek hukum dan legalitas, melainkan terutama pada aspek
pengembangan keilmuan, teknologi dan seni serta layanan profesional dari
bimbingan dan konseling. Secara keorganisasian, perubahan nama ini

27
membawa implikasi pada keharusan melakukan konsolidasi dan penataan
organisasi sebagai suatu organisasi profesi. Perubahan nama IPBI yang
tampak lebih kental dengan asosiasi profesinya dipandang sebagai
keharusan dan langkah tepat untuk menghindarkan munculnya pikiran dan
perasaan seolah-olah tidak terakomodasi dalam organisasi. Keutuhan
organisasi harus dipertahankan dengan menggunakan perekat profesi, bukan
person. Secara keilmuan, teknologi, seni, dan profesi, perubahan nama
membawa implikasi bagi upaya- upaya pengokohan identitas profesi,
penegasan lingkup layanan, keterkaitan dengan profesi lain yang sejenis,
dan setting layanan (Eddy Wibowo, 2018).
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) meliputi
divisi-divisi berikut (Eddy Wibowo, 2018):
a. Ikatan Bimbingan dan Konseling Perguruan Tinggi (IBKPT)
b. Ikatan Pendidikan dan Supervisi Konselor Indonesia (IPSIKON)
c. Ikatan Konseling Industri dan Organisasi (IKIO)
d. Ikatan Instrumentasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (IIBKN)
e. Ikatan Bimbingan dan Konseling Sekolah (IBKS)
f. Ikatan Konselor Indonesia (IKI)
Dilansir dari website resmi ABKIN dijelaskan tujuan, visi, dan misi
mengapa ABKIN ini ada sebagai wadah organisasi dalam Bimbingan dan
Konseling. Tujuan ABKIN sebagai berikut:
a. Aktif dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional, khususnya di
bidang pendidikan dengan memberi sumbangan pemikiran dan
penunjang pelaksanaan program yang menjadi garis kebijakan
pemerintah
b. Mengembangkan dan memajukan bimbingan dan konseling sebagai ilmu
dan profesi yang bermartabat dalam mempersiapkan sumber daya
manusia berkualitas tinggi.
c. Meningkatkan kesadaran, sikap, dan kemampuan profesional konselor
agar berhasil guna dan berdaya guna dalam menjalankan tugasnya
Kemudian Visi dan Misi ABKIN adalah sebagai berikut:
Visi:

28
Mewujudkan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
sebagai organisasi profesi terkemuka dan terpercaya dalam memelihara dan
mengembangkan ilmu dan praksis bimbingan dan konseling pada tingkat
nasional dan internasional, berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Misi:
1) Mengembangkan profesionalitas layanan bimbingan dan konseling yang
peduli terhadap kemaslahatan umat manusia.
2) Mengembangkan jati diri guru bimbingan dan konseling atau konselor
sebagai pribadi altruistik dan pemangku layanan profesional bimbingan
dan konseling.
3) Menyelenggarakan koordinasi dan konsolidasi kepengurusan Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia di tingkat pengurus besar, pengurus
daerah, dan pengurus cabang.
4) Mendukung dan memberikan masukan kebijakan pemerintah dalam
upaya tercapainya tujuan pendidikan nasional dan khususnya layanan
bimbingan dan konseling.
5) Menjalin kerjasama dengan organisasi profesi lain dan lembaga swasta
dalam upaya pengembangan profesionalitas bimbingan dan konseling.
6) Menjalin kerjasama dengan pemerintah dalam kaitannya dengan
penetapan regulasi dan penyelenggaraan layanan bimbingan dan
konseling pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal.
7) Menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi dalam kaitannya dengan
pengembangan kurikulum bimbingan dan konseling dan uji kompetensi
pemangku layanan bimbingan dan konseling.
8) Menyelenggarakan penelitian dan publikasi ilmu terapan bimbingan dan
konseling bekerjasama dengan lembaga pendidikan.
3. Implikasi Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum Merdeka
dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0
Revolusi industri 4.0 terjadi pada abad ke-21, dimana pada masa
ini terjadi perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan
informasi dan teknologi yang kian pesat tak dapat dihindari dan menjadi
bagian penting dari pendidikan. Revolusi industri 4.0 kemudian akan

29
mendorong institusi pendidikan menyesuaikan kurikulum yang ada selama
ini sesuai dengan peluang dan kebutuhan (Siregar et al., 2020). Perubahan
dalam sistem pendidikan tentunya akan berdampak pula pada
rekonstruksi kurikulum, peran guru sebagai tenaga pendidik dan
pengembangan teknologi pendidikan. Hal ini merupakan tantangan baru
untuk merevitalisasi pendidikan, guna menghasilkan sumber daya manusia
yang cerdas, kreatif dan inovatif serta mampu berkompetisi secara global.
Bila dikaitkan dengan Implementasi Kurikulum Merdeka, peran
layanan bimbingan dan konseling dalam Kurikulum Merdeka adalah
sebagai koordinator dalam mewujudkan kesejahteraan psikologis peserta
didik (student wellbeing) dan memfasilitasi perkembangan peserta didik
agar mampu mengaktualisasikan potensi dirinya dalam rangka mencapai
perkembangan secara optimal (Direktorat Sekolah Menengah Pertama
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia., 2022).
Selain itu, Bimbingan dan Konseling juga menjadi bagian dalam
penyusunan perencanaan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Konsep
Kurikulum Merdeka sebagai transformasi kebijakan Merdeka Belajar
mengedepankan pendekatan yang berpusat pada minat, bakat, dan
kemampuan peserta didik menuju ke terwujudnya Profil Pelajar Pancasila.
Di tingkat satuan pendidikan, bimbingan dan konseling diharapkan dapat
mengakomodasi peserta didik untuk mampu memahami dan menerima diri
sendiri dan lingkungannya, mengembangkan potensi, merencanakan masa
depan, dan menyelesaikan permasalahan, untuk mencapai kemandirian dan
kemaslahatan peserta didik. Profil pelajar Pancasila merupakan dasar bagi
satuan pendidikan untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling, dan
merupakan tujuan jangka panjang yang menaungi keseluruhan layanan
bimbingan dan konseling (Hidayah et al., 2022).
Dalam melaksanakan layanan BK dengan capaian terwujudnya profil
pelajar Pancasila, berikut adalah beberapa prinsip yang perlu menjadi acuan.
a. Membangun Inklusivitas;
1) Setiap peserta didik berhak mendapat pelayanan secara profesional
sebagai tanggung jawab bersama antara kepala satuan pendidikan,

30
guru bimbingan dan konseling, pendidik, serta tenaga pendidik dalam
satuan pendidikan. Layanan ini dapat diberikan melalui proses
individual maupun kelompok sesuai dengan kebutuhan dan layanan
tambahan bagi peserta didik dengan disabilitas.
2) Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari
proses pendidikan;
3) Setiap peserta didik memiliki hak untuk dihargai dan diperlakukan
sama. Layanan diperuntukkan bagi semua dan tidak diskriminatif.
b. Mencapai Perkembangan yang Optimal;
1) Setiap peserta didik memiliki nilai-nilai positif yang perlu
dioptimalkan.
2) Setiap peserta didik berhak mendapatkan layanan Bimbingan dan
Konseling guna mengembangkan diri secara optimal menuju capaian
profil pelajar Pancasila.
3) Peserta didik didorong untuk mengambil dan merealisasikan
keputusan secara bertanggung jawab sesuai dengan situasinya.
4) Bersifat fleksibel dan adaptif serta berkelanjutan sesuai kebutuhan.
5) Setiap peserta didik berhak memiliki pilihan yang difokuskan pada
pengembangan minat, bakat, dan karir di masa depan
Berikut ini merupakan peran Bimbingan dan Konseling dalam
Kurikulum Merdeka di Sekolah (Direktorat Sekolah Menengah Pertama
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia., 2022):
1) Sebagai koordinator dalam mewujudkan kesejahteraan psikologis
peserta didik (student wellbeing) dan memfasilitasi perkembangan
peserta didik agar mampu mengaktualisasikan potensi dirinya dalam
rangka mencapai perkembangan secara optimal
2) Nilai-nilai pada layanan bimbingan dan konseling sudah mengacu pada
dimensi Profil pelajar Pancasila
3) Bimbingan dan Konseling ikut menjadi bagian dalam Penyusunan
Perencanaan Proyek Profil Pelajar Pancasila
Setiap sekolah memiliki keunikan tersendiri yang dapat
mempengaruhi kondisi sekolah. Berikut ini merupakan peran Bimbingan

31
dan Konseling dalam Kurikulum Merdeka di Sekolah yang dapat
disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan masing-masing
sekolah:
1) Guru Mata Pelajaran dan Tenaga Pendidik dapat berkolaborasi dan
bekerjasama menjalankan peran Bimbingan dan Konseling dalam
mewujudkan kesejahteraan psikologis peserta didik (student wellbeing)
dan memfasilitasi perkembangan peserta didik
2) Layanan Bimbingan dan Konseling mudah dilakukan dengan fasilitas
dan sarana yang ada (Melakukan konseling di ruang kelas, taman
sekolah, dan ruang lainnya
3) Intrumen asesmen peserta didik bisa dibuat sederhana dan
memanfaatkan situs daring gratis. Pemberian asesmen dapat dilakukan
berkolaborasi dengan guru mata Pelajaran dan tenaga pendidik
Dalam implementasinya di kurikulum merdeka, peran layanan
bimbingan dan konseling dalam memfasilitasi potensi peserta didik
diharapkan bukan merupakan peran guru BK saja. Namun juga dapat
dilakukan oleh Guru Mata pelajaran/Tenaga Pendidik. Maka perlu adanya
kerjasama antara guru BK dengan Guru Mata Pelajaran/Tenaga Pendidik.
E. Reflection to Process and Result
Berdasarkan kajian dari berbagai literatur dapat disimpulkan bahwa
bimbingan dan konseling pertama kali digagas oleh Frank Person di Amerika
pada tahun 1908. Sedangkan untuk pertama kalinya, bimbingan dan konseling
dikenalkan di Indonesia pada tahun 1960 melalui konferensi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidik di Malang pada tanggal 20-24 Agustus 1960.
Dengan mengetahui dan memahami sejarah perkembangan bimbingan dan
konseling hingga periode saat ini dapat membantu memperdalam pengetahuan
dan wawasan yang lebih komprehensif dalam meningkatkan praktik dan
keprofesionalitasan dalam menjalankan peran di bidang bimbingan dan
konseling dengan optimal.
Setelah melalui banyak proses dan perkembangan akhirnya bimbingan
dan konseling dapat dirasakan keberadaannya pada satuan pendidikan
khusunya di sekolah. Untuk menjawab setiap tantangan yang ada di sekolah

32
dan untuk mengembangkan ilmu dan praksis bimbingan dan konseling maka
didirikannya ABKIN sebagai organisasi keprofesian yang mewadahi guru-guru
BK. Melalui ABKIN ini pula dapat menyalurkan berbagai inspirasi serta
melakukan evaluasi terhadap program-program yang telah dijalankan di
lembaga pendidikan. Harapan didirikannya ABKIN ini adalah agar guru
bimbingan dan konseling di sekolah dapat melaksanakan layanan BK secara
optimal dan tepat sasaran tentunya untuk tujuan kesejahteraan para peserta
didik.

33
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Sekolah Menengah Pertama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


Republik Indonesia. (2022a). Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi
Kurikulum Merdeka.

Direktorat Sekolah Menengah Pertama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


Republik Indonesia. (2022b). BIMBINGAN KONSELING DALAM
IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA.

Eddy Wibowo, M. (2018). Profesi Konseling Abad 21. UNNES PRESS.

Henni, S. N., & Abdillah. (2019). Bimbingan Konseling “Konsep, Teori dan
Aplikasinya.” Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia (LPPPI).

Hidayah, F., Ramadhana, M. R., Mutiara, T., & Purnamasari, N. (2022). Implementasi
Bimbingan dan Konseling untuk Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
BADAN STANDAR, KURIKULUM, DAN ASESMEN PENDIDIKAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA.

Irmayanti, R. (2018). BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI PROFESI


KHUSUS. QUANTA, 2(1). https://doi.org/10.22460/q.v2i1p21-30.642

Kamaluddin, H. (2011). Bimbingan dan Konseling Sekolah. Jurnal Pendidikan Dan


Kebudayaan, 17(4).

Munir, M., Sinambela, E. A., Halizah, S. N., Khan Khayru, R., & Mendrika, V. (2022).
Review of Vocational Education Curriculum in the Fourth Industrial Revolution
and Contribution to Rural Development. In Journal of Social Science Studies
(Vol. 2, Issue 1).

Ramadani, F., Neviyarni, & Desyandri. (2023). STUDI LITERATUR ; ANALISIS


TUJUAN PENDIDIKAN TERHADAP KURIKULUM MERDEKA BELAJAR
DALAM MENGHADAPI TANTANGAN PENDIDIKAN ERA REVOLUSI
INDUSTRI 4.0. Pendas:Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 08(01).

34
Rokhyani, E. (2022). PENGUATAN PRAKSIS BIMBINGAN KONSELING DALAM
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MERDEKA BELAJAR. Prosiding Seminar &
Lokakarya Nasional Bimbingan Dan Konseling 2022.

Siregar, N., Sahirah, R., & Harahap, A. A. (2020). KONSEP KAMPUS MERDEKA
BELAJAR DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0. Fitrah: Journal of Islamic
Education , 1(1). http://jurnal.staisumatera-medan.ac.id/index.php/fitrah

Surani, D. (2019). STUDI LITERATUR : PERAN TEKNOLOG PENDIDIKAN


DALAM PENDIDIKAN 4.0. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP,
2(1), 456–469.

Vhalery, R., Setyastanto, A. M., & Leksono, A. W. (2022). KURIKULUM


MERDEKA BELAJAR KAMPUS MERDEKA: SEBUAH KAJIAN
LITERATUR. Research and Development Journal of Education, 8(1), 185.
https://doi.org/10.30998/rdje.v8i1.11718

35

Anda mungkin juga menyukai