Referat Kel 2 Respirasi Seluler
Referat Kel 2 Respirasi Seluler
UNIVERSITAS HASANUDDIN
DISUSUN OLEH:
RESIDEN PEMBIMBING:
dr.Atika
SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr.Arif Santoso, Sp.P(K), PhD, FAPSR
Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Mahasiswa Departemen Pulmonologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Sebuah sel adalah blok bangunan dasar untuk semua organisme hidup. Sel dianggap
sebagai unit terkecil dari entitas yang hidup dan dapat menciptakan bentuk kehidupan
uniseluler atau kehidupan yang lebih rumit. Sel sangat membutuhkan ATP untuk memenuhi
kebutuhan energi untuk melakukan berbagai tugas daam tubuh, termasuk menggerakan otot,
menjaga organ-organ vital, pembelahan sel serta replikasi.Respirasi sel adalah salah satu
cara sel memperoleh energi. Ini adalah fungsi dari metabolisme sel. Respirasi sel mengubah
partikel makanan kedalam air dan karbondioksida. Didalam setiap sel hidup terjadi proses
metabolisme.Salah satu proses tersebut adalah katabolisme. Katabolisme disebut pula
disimilasi karena dalam proses ini energi yang tersimpan ditimbulkan kembali atau di
bongkar untuk menyelenggarakan proses-proses kehidupan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
7. Ribosom Mitokondria: Mitokondria memiliki ribosom sendiri, yang mirip dengan
ribosom yang ditemukan dalam sel prokariotik (bakteri). Ribosom mitokondria
terlibat dalam sintesis protein mitokondria. 12
3
kondisi seluler, seperti keadaan nutrisi dan permintaan energi, untuk mengoptimalkan
efisiensi produksi ATP. 2
3. Pembentukan DNA Mitokondria (mtDNA): Selain nukleus sel, mitokondria adalah
satu-satunya bagian sel yang memiliki DNA. mtDNA mengkodekan beberapa
komponen penting yang diperlukan untuk fungsi mitokondria, seperti komponen dari
rantai transpor elektron dan ATP sintase. Fungsi ini penting untuk memelihara
integritas mitokondria dan fungsinya.
4. Pengaturan Kematian Sel (Apoptosis): Mitokondria juga terlibat dalam jalur regulasi
kematian sel yang terprogram (apoptosis). Ketika sel mengalami stres atau kerusakan
yang signifikan, mitokondria dapat melepaskan protein-protein kunci yang
menginisiasi proses apoptosis. Ini penting untuk menghindari perkembangan sel
kanker dan mempertahankan keseimbangan dalam populasi sel.
5. Pengaturan Kalsium Intraseluler: Mitokondria berperan dalam mengatur konsentrasi
ion kalsium (Ca2+) dalam sel. Ion kalsium adalah sinyal penting dalam berbagai jalur
biologis. Mitokondria dapat menyerap dan melepaskan kalsium sesuai dengan
kebutuhan seluler, membantu mengatur respons sel terhadap sinyal eksternal.
6. Penghasilan Spesies Oksigen Reaktif (ROS): Meskipun terlibat dalam produksi
energi, mitokondria juga dapat menghasilkan spesies oksigen reaktif (ROS) sebagai
produk sampingan. ROS dapat berkontribusi pada stres oksidatif dan kerusakan
seluler jika tidak diatur dengan baik oleh mekanisme antioksidan sel. 13
Respirasi seluler adalah proses perombakan molekul organik kompleks yang kaya
akan energi potensial menjadi produk limbah yang berenergi lebih rendah (proses katabolik)
pada tingkat seluler. Pada respirasi sel, oksigen terlibat sebagai reaktan bersama dengan
bahan bakar organik dan akan menghasilkan air,karbondioksida, serta produk energi
utamanya ATP. ATP (Adenosin Trifosfat) memiliki energi untuk akatifitas sel seperti
melakukan sintesis molekul dari molekul pemula yang lebih kecil, menjalankan kerja
mekanik serta seperti pada kontraksi otot, dan mengangkut biomolekul atau ion melalui
membran menuju darah berkonsentrasi lebih tinggi. Secara garis besar, respirasi sel
melibatkan proses proses yang disebut glikolisis, siklus krebs atau siklus asam sitrat, dan
rantai transpor elektron.(1)
4
Pada hakikatnya, respirasi adalah pemanfaatan energi bebas dalam makanan menjadi
energi bebas yang ditimbun dalam bentuk ATP. Dalam sel, ATPdigunakan sebagai sumber
energi bagi seluruh aktivitas hidup yang memerlukan energi. Aktivitas hidup yang
memerlukan energi antara lain, kerja mekanis (kontraktil dan motilitas), transport aktif
(mengangkut molekul zat atau ion yang melawan gradien konsentrasi zat), produksi panas.
Namun, selain ketiga tujuan tersebut, energi di butuhkan oleh tubuh untuk transfer materi
genetik dan metabolisme sendiri. Jadi respirasi seluler adalah proses perombakan molekul
organik kompleksyang kaya akan energi potensial menjadi produk limbah yang berenergi
lebih rendah (proses katabolik) pada tingkat seluler. Pada respirasi sel, oksigen terlibat
sebagai reaktan bersama dengan bahan bakar organik dan akan menghasilkan air,karbon
dioksida, serta produk energi utamanya ATP. ATP (adenosin trifosfat) memiliki energi
untuk aktivitas sel seperti melakukan sintesis biomolekul dari molekul pemula yang lebih
kecil,menjalankan kerja mekanik seperti pada kontraksi otot, dan mengangkut biomolekul
atau ion melalui membran menuju daerah berkonsentrasi lebih tinggi.(2)
Sistem respirasi secara garis besar terdiri dari bagian konduksi yang terdiri dari
cavum nasi, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminal; dan
bagian respirasi (tempat terjadi pertukaran gas) yang terdiri dari bronkiolus respiratorius,
duktus alveolar, dan alveoli. Menurut klasifikasi berdasarkan saluran napas atas dan bawah,
saluran napas atas terbatas hingga faring sedangkan saluran napas bawah dimulai dari laring,
trakea, bronkus dan berakhir di paru.(3)
Saluran napas atas terdiri dari lubang hidung yang melanjut ke cavum nasi, faring,
epiglottis dan laring bagian atas. Sebagian besar bagian konduksi dilapisi dengan epitel
kolumner berlapis semu bersilia yang dikenal sebagai epitel pernapasan. Epitel ini
setidaknya terdiri dari lima jenis sel yang melekat pada membrana basalis:
• Sel kolumner bersilia adalah jenis sel yang paling banyak, masing-masing sel
memiliki sekitar 300 silia pada permukaan apikal.
• Sel goblet juga berlimpah di beberapa daerah epitel pernapasan, pada bagian
apikalnya teriisi dengan butiran musin glikoprotein.
• Sel sikat adalah tipe sel kolumnar yang jauh lebih jarang dan sulit ditemukan,
memiliki permukaan apikal kecil dengan bantalan yang memliki banyak mikrovili.
Sel sikat memiliki beberapa komponen untuk transduksi sinyal seperti pada sel
gustatorik (sel pengecap) dan memiliki ujung saraf aferen pada permukaan basal
yang berfungsi sebagai reseptor kemosensorik.
• Sel granula juga sulit untuk dibedakan, sel ini berukuran kecil dan memiliki banyak
granula inti berdiameter 100-300 nm. Seperti sel sikat, sel granula mewakili sekitar
3% dari total sel dan merupakan bagian dari sistem neuroendokrin difus.
• Sel basal merupakan sel-sel bulat berukuran kecil di membran basal dan tidak
mencapai permukaan luminal. Sel basal adalah sel punca yang dapat berkembang
menjadi jenis sel lainnya.(3)
Hidung merupakan bagian dari wajah yang terdiri dari kartilago, tulang, otot, dan
kulit yang melindungi bagian depan dari cavum nasi. Cavum nasi merupakan bangunan
menyerupai silinder dengan rongga kosong yang dibatasi tulang dan dilapisi mukosa hidung.
Fungsi dari cavum nasi adalah untuk menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara
yang memasuki hidung sebelum mencapai paru.(4)
Rongga hidung kiri dan kanan masing-masing memiliki dua komponen yaitu rongga
depan eksterna (vestibulum) dan rongga hidung interna (fossa). Vestibulum adalah bagian
yang terletak paling depan dan merupakan bagian yang melebar dari setiap rongga hidung.
Kulit hidung pada bagian nares (lubang hidung) melanjut sampai vestibulum yang memiliki
6
apparatus kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan rambut pendek kasar yang menyaring
bahan partikulat dari udara inspirasi. Pada vestibulum epitel sudah tidak berkeratin dan
mengalami transisi ke epitel pernapasan sebelum memasuki fossa hidung.(4)
Rongga hidung terletak di dalam tulang tengkorak sebagai dua ruang kavernosa yang
dipisahkan oleh tulang septum hidung. Dari masing-masing dinding lateral cavum nasi
terdapat proyeksi tulang yang memanjang dari depan ke belakang berbentuk seperti rak yang
disebut konka nasi. Konka nasi tengah dan bawah ditutupi dengan epitel pernapasan
sedangkan konka nasi atas ditutupi dengan epitel olfaktori. Rongga saluran udara yang
sempit antara konka meningkatkan pengkondisian udara inspirasi dengan meningkatkan luas
permukaan epitel pernapasan untuk menghangatkan dan melembabkan udara serta
meningkatkan turbulensi aliran udara. Hasilnya adalah peningkatan kontak antara aliran
udara dan lapisan mukosa. Dalam lamina propria dari konka terdapat pleksus (anyaman)
vena besar yang dikenal sebagai swell bodies. Setiap 20-30 menit swell bodies di satu sisi
dipenuhi dengan darah dalam waktu yang singkat, mengakibatkan distensi dari mukosa
konka dan secara bersamaan terjadi penurunan aliran udara. Selama proses ini berlangsung
sebagian besar udara dialirkan melalui fossa hidung lain sehingga memudahkan mukosa
pernapasan yang membesar untuk rehidrasi.(4)
Sel Olfaktori
• Sel basal berukuran kecil, berbentuk bulat atau kerucut dan membentuk sebuah
lapisan di lamina basalis. Sel basal adalah sel punca untuk sel penunjang olfaktori
dan neuron olfaktori.
• Sel penunjang olfaktori merupakan sel columner, apeks silindris dan bagian dasar
yang menyempit. Di permukaannya terdapat mikrovili yang terendam dalam cairan
mukus. Peran sel-sel ini belum dapat dipahami dengan baik, tetapi sel penunjang
memiliki banyak kanal ion yang berfungsi untuk mempertahankan lingkungan mikro
yang kondusif untuk fungsi penciuman dan kelangsungan hidup sel olfaktori.
• Neuron penciuman yang merupakan neuron bipolar terdapat seluruh epitel olfaktori.
Dibedakan terhadap sel penunjang dari posisi inti yaitu terletak di antara sel
7
penunjang dan sel-sel basal. Akhiran dendrit dari setiap neuron penciuman
membentuk anyaman saraf dengan basal bodies. Dari basal bodies muncul silia non-
motil panjang dengan aksonema defektif namun memiliki luas permukaan yang
cukup sebagai membran kemoreseptor. Reseptor ini merespon zat bau-bauan dengan
menghasilkan aksi potensial di sepanjang (basal) akson neuron kemudian
meninggalkan 15 epitel dan bersatu dalam lamina propria sebagai saraf yang sangat
kecil yang kemudian melewati foramina cribiformis dari tulang ethmoid dan
melanjut otak. Di otak akson reseptor olfaktori membentuk saraf kranial I, saraf
penciuman, dan akhirnya membentuk sinaps dengan neuron lain di bulbus olfaktori.
Sinus paranasal adalah rongga bilateral di tulang frontal, maksila, ethmoid, dan
sphenoid pada tengkorak. Dilapisi dengan epitel respiratori tipis dengan jumlah sel yang
sedikit. Lamina propria terdiri dari beberapa kelenjar kecil dan kontinu dengan periosteum.
Sinus paranasal berhubungan dengan rongga hidung melalui lubang kecil dan lendir yang
diproduksi dalam sinus mengalir ke rongga hidung oleh karena adanya aktivitas sel-sel
epitel bersilia.(3)
Terletak di belakang rongga hidung, nasofaring adalah bagian pertama dari faring, ke
arah kaudal (bawah) menerus menjadi orofaring yang merupakan bagian belakang rongga
mulut. Nasofaring dilapisi dengan epitel respiratori dan terdapat bangunan tonsil faring
medial dan lubang bilateral dari tuba eustachii menuju telinga tengah.(4)
Faring
Setelah melalui cavum nasi, udara yang diinhalasi akan memasuki faring. Faring
disebut juga sebagai tenggorokan yaitu suatu silinder berongga dengan dinding yang terdiri
dari otot. Faring merupakan bagian yang menghubungkan bagian ujung belakang cavum
nasi dengan bagian atas esofagus dan laring. Faring dibagi menjadi tiga bagian yaitu
nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring merupakan bagian teratas dari faring
dan berada di belakang dari cavum nasi. Udara dari cavum nasi akan melewati nasofaring
dan turun melalui orofaring yang terletak di belakang cavum oris dimana udara yang
diinhalasi melalui mulut akan memasuki orofaring. Berikutnya udara akan memasuki
laringofaring dimana terdapat epiglottis yang berfungsi mengatur aliran udara dari faring ke
laring.(3)
8
2.2.2 PROSES RESPIRASI SELULER
Proses respirasi sel adalah proses biokimia di dalam sel-sel organisme yang
menghasilkan energi dalam bentuk ATP (adenosin trifosfat) dengan menggunakan oksigen
dan nutrisi organik (seperti glukosa) sebagai bahan bakar. Respirasi sel terjadi dalam
mitokondria, yaitu organel sel yang berfungsi sebagai pusat produksi energi.(5)
Glikolisis
Glikolisis adalah tahap pertama dalam proses respirasi sel, yang terjadi di sitoplasma
sel, baik pada sel eukariotik (seperti sel manusia) maupun pada prokariotik (seperti bakteri).
Tahap ini menghasilkan sejumlah kecil ATP dan NADH (nikotinamida adenin dinukleotida
tereduksi), yang kemudian akan digunakan dalam tahap-tahap berikutnya. Tahap ini
merupakan proses penguraian glukosa (sejenis gula) menjadi dua molekul piruvat. Selain
itu, glikolisis juga menghasilkan energi dalam bentuk ATP (adenosin trifosfat) dan NADH
(nikotinamida adenin dinukleotida tereduksi). Hasil dari glikolisis kemudian akan digunakan
dalam tahap-tahap berikutnya respirasi sel. (6)
Tahap Persiapan:
Glukosa (yang memiliki enam karbon) dimasukkan ke dalam sel, dan pada awal glikolisis,
molekul glukosa diubah menjadi glukosa-6-fosfat dengan bantuan ATP. Reaksi ini
dikatalisis oleh enzim heksokinase.
Glukosa-6-fosfat kemudian mengalami beberapa reaksi dan pemutusan menjadi dua molekul
3-fosfogliseraldehida (3-PGA) dengan lima karbon. Setiap molekul 3-PGA memiliki gugus
fosfat terikat yang berpotensi menghasilkan ATP lebih lanjut.
9
membawa elektron dan akan digunakan di tahap fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan
lebih banyak ATP.
Tahap Akhir:
Fosfoenolpiruvat (PEP) mengalami reaksi terakhir dan berubah menjadi piruvat. Dalam
proses ini, satu molekul ATP terakhir dihasilkan, dan dua molekul piruvat yang
mengandung tiga karbon masing-masing terbentuk dari satu molekul glukosa.
Tahap kedua terjadi di dalam mitokondria. Dalam siklus asam sitrat, dua molekul
piruvat yang dihasilkan dari glikolisis diubah menjadi CO2 dan H2O, dan pada saat yang
sama menghasilkan NADH dan FADH2 (flavin adenin dinukleotida tereduksi). NADH dan
FADH2 merupakan molekul-molekul yang membawa elektron yang akan digunakan dalam
tahap fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan energi dalam bentuk ATP.(7)
Sebelum memasuki siklus asam sitrat, dua molekul piruvat (yang dihasilkan dari glikolisis)
harus diubah menjadi asetil-KoA. Piruvat masuk ke dalam mitokondria dan mengalami
dekarboksilasi, menghilangkan satu molekul CO2 dan menghasilkan senyawa dua karbon
berbentuk asetil (asetil-KoA). Asetil-KoA kemudian bergabung dengan oksaloasetat
(senyawa empat karbon) untuk membentuk senyawa enam karbon, asam sitrat.
Setelah pembentukan asam sitrat, molekul tersebut mengalami serangkaian reaksi kimia
yang menghasilkan energi dan melibatkan berbagai enzim katalis. Proses ini terdiri dari
10
sejumlah reaksi, termasuk dekarboksilasi, oksidasi, dan transfer grup fungsional, yang
secara keseluruhan berkontribusi untuk menghasilkan energi dan mengubah senyawa-
senyawa di dalam siklus.
Pembentukan CO2:
Selama siklus asam sitrat, dua molekul CO2 dilepaskan dari asam sitrat melalui reaksi
dekarboksilasi. Setiap molekul asam sitrat kehilangan satu atom karbon dalam bentuk CO2.
Selain CO2, siklus asam sitrat juga menghasilkan molekul-molekul NADH dan FADH2
sebagai produk samping. Proses oksidasi dalam siklus ini menghasilkan energi yang
digunakan untuk mengurangi NAD+ dan FAD menjadi bentuk tereduksi mereka (NADH
dan FADH2).
Regenerasi Oksaloasetat:
Pada akhir siklus, oksaloasetat yang berfungsi sebagai awal siklus harus diregenerasi untuk
memulai siklus berikutnya. Oksaloasetat berperan sebagai senyawa akseptor asetil-KoA
untuk memulai siklus asam sitrat berikutnya.
Penting untuk diingat bahwa siklus asam sitrat terjadi dua kali untuk setiap molekul
glukosa yang dihasilkan dari glikolisis (karena satu molekul glukosa menghasilkan dua
molekul piruvat). Selama dua kali siklus asam sitrat, dua molekul asetil-KoA (masing-
masing dari dua molekul piruvat) akan diolah sepenuhnya, menghasilkan empat molekul
CO2, enam molekul NADH, dua molekul FADH2, dan dua molekul ATP.(8)
Fosforilasi oksidatif
Fosforilasi oksidatif adalah tahap akhir dari proses respirasi sel, di mana energi yang
dihasilkan dari glikolisis dan siklus asam sitrat digunakan untuk menghasilkan sejumlah
besar ATP (adenosin trifosfat). Proses ini melibatkan transfer elektron melalui rangkaian
transport elektron dalam membran mitokondria, di mana oksigen berfungsi sebagai akseptor
akhir elektron, membentuk air (H2O). Energi yang dihasilkan selama tahap ini digunakan
untuk menggabungkan ADP (adenosin difosfat) dengan fosfat untuk membentuk ATP.
Secara keseluruhan, proses respirasi sel mengubah nutrisi organik seperti glukosa menjadi
energi yang dapat digunakan oleh sel-sel untuk berbagai aktivitas biologis. Selain itu,
11
respirasi sel juga merupakan sumber utama CO2 dalam tubuh, yang merupakan produk
samping dari proses ini dan akan dibuang melalui pernapasan.(9)
Dalam tahap siklus asam sitrat, molekul NADH dan FADH2 terbentuk sebagai produk
samping. Pada tahap fosforilasi oksidatif, NADH dan FADH2 berfungsi sebagai penyedia
elektron untuk membentuk energi. NADH dan FADH2 mentransfer elektron mereka ke
kompleks protein dalam rangkaian transport elektron di dalam membran mitokondria.
Elektron kemudian mengalir melalui serangkaian kompleks protein yang berperan dalam
mengurangi oksigen menjadi air (H2O).
Selama transfer elektron melalui rangkaian transport elektron, energi yang dilepaskan dari
transfer elektron digunakan untuk memompa proton (H+) dari matriks mitokondria ke ruang
antarmembran, menciptakan gradien elektrokimia. Karena proton tidak dapat kembali
melewati membran mitokondria secara bebas, gradien proton terakumulasi dan menciptakan
potensial elektrokimia yang dijuluki gradien proton.
Proton yang terakumulasi dalam ruang antarmembran akan kembali ke matriks melalui
enzim ATP sintase. ATP sintase berfungsi sebagai pompa proton terbalik, yang
mengonversi potensial elektrokimia dari gradien proton menjadi energi kimia ATP. Ketika
proton melewati ATP sintase, energi yang dilepaskan digunakan untuk menggabungkan
ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Inilah tahap di mana sebagian besar ATP
dihasilkan dalam respirasi sel.
Selama transfer elektron melalui rangkaian transport elektron, oksigen berfungsi sebagai
akseptor akhir elektron. Oksigen menerima elektron dan proton di matriks, dan akhirnya
menggabungkan keduanya untuk membentuk air (H2O).
Hasil akhir dari fosforilasi oksidatif adalah produksi sejumlah besar ATP, yang merupakan
molekul yang menyimpan dan mentransfer energi di dalam sel. Perlu dicatat bahwa sebagian
12
besar ATP dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif, dan ini adalah proses yang sangat efisien
dalam menghasilkan energi bagi sel.
13
aliran darah, seperti tekanan darah dan fungsi jantung, dapat berdampak pada ketersediaan
oksigen bagi sel-sel.
Ketersediaan Paru-Paru: Pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru
mempengaruhi konsentrasi oksigen dalam darah arteri. Gangguan dalam pertukaran gas ini
dapat mengurangi ketersediaan oksigen bagi sel-sel.
Hipoksia: Hipoksia adalah kondisi di mana jaringan tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen.
Ini dapat terjadi karena rendahnya ketersediaan oksigen di lingkungan atau gangguan dalam
sistem pernapasan atau sirkulasi darah.(9)
Ketersediaan Substrat: Jenis dan ketersediaan substrat, seperti glukosa atau asam lemak,
dapat mempengaruhi laju respirasi seluler. Substrat tersebut akan diuraikan melalui berbagai
tahap reaksi untuk menghasilkan ATP. Substrat utama dalam konteks ini adalah glukosa,
tetapi sel juga dapat menggunakan asam lemak dan protein sebagai sumber energi alternatif.
Ketersediaan substrat dapat mempengaruhi laju respirasi seluler karena proses metabolik
memerlukan input molekul yang akan diuraikan untuk menghasilkan ATP. Jika ketersediaan
substrat rendah, sel mungkin akan mengalami penurunan produksi energi.(10)
Konsentrasi Enzim: Ketersediaan enzim yang terlibat dalam berbagai tahap respirasi
seluler juga mempengaruhi laju reaksi. Konsentrasi enzim dapat dipengaruhi oleh faktor
genetik dan regulasi seluler. Jumlah total enzim yang tersedia dalam sel dapat
mempengaruhi laju reaksi respirasi. Jika jumlah enzim yang terlibat dalam langkah-langkah
kunci respirasi terbatas, hal ini dapat menghambat laju produksi ATP. Ekspresi gen yang
mengode enzim-enzim respirasi dapat diatur oleh berbagai sinyal internal dan eksternal.
Regulasi ini dapat mempengaruhi ketersediaan enzim dan, laju respirasi. Misalnya,
perubahan dalam kondisi nutrisi atau tingkat aktivitas fisik dapat mempengaruhi ekspresi
gen dan produksi enzim yang terlibat dalam respirasi.(11)
14
Kondisi pH: pH lingkungan sel dapat memengaruhi aktivitas enzim. Enzim memiliki
rentang pH optimal di mana aktivitas mereka paling efisien. Perubahan pH di luar rentang
ini dapat menghambat aktivitas enzim.(11)
Kehadiran Inhibitor atau Stimulator: Senyawa yang berfungsi sebagai inhibitor atau
stimulator enzim respirasi seluler juga dapat mempengaruhi proses ini. Contohnya, molekul
yang terlibat dalam pengaturan metabolisme seperti NADH dan ATP dapat berfungsi
sebagai stimulator atau inhibitor. Inhibitor adalah zat yang menghambat aktivitas enzim,
sedangkan stimulator adalah zat yang meningkatkan aktivitas enzim. Inhibitor dapat
menghambat laju reaksi respirasi dengan mengikat enzim atau substrat secara reversibel atau
ireversibel. Ini mengganggu aktivitas enzim dan, pada akhirnya, mengurangi produksi ATP.
Stimulator dapat meningkatkan aktivitas enzim dan, dengan demikian, meningkatkan laju
reaksi. Beberapa senyawa dapat berfungsi sebagai kofaktor atau koenzim yang diperlukan
untuk aktivitas enzim.(10)
Gangguan dalam respirasi seluler dapat terjadi akibat berbagai faktor dan dapat
memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan sel dan fungsi tubuh. Berikut adalah
beberapa contoh gangguan respirasi seluler yaitu:
Hipoksia: Hipoksia adalah kondisi di mana sel-sel tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen.
Ini dapat disebabkan oleh masalah dalam pernapasan atau sirkulasi darah, seperti gangguan
paru-paru atau penyakit kardiovaskular. Hipoksia dapat mengganggu respirasi aerobik,
mengurangi produksi ATP, dan memaksa sel-sel untuk beralih ke respirasi anaerobik yang
kurang efisien.
Asfiksia: Asfiksia adalah kondisi ketika suplai oksigen ke tubuh terhenti atau sangat terbatas.
Ini dapat terjadi akibat sumbatan jalan napas atau kegagalan pernapasan. Asfiksia dapat
menyebabkan kerusakan serius pada jaringan tubuh karena hilangnya pasokan oksigen yang
diperlukan untuk respirasi seluler normal.
Gangguan Pada Mitokondria: Mitokondria adalah tempat utama respirasi seluler terjadi.
Gangguan pada struktur atau fungsi mitokondria, seperti gangguan dalam rantai transpor
elektron, dapat menghambat produksi ATP dan mengganggu fungsi seluler secara
15
keseluruhan. Contoh gangguan mitokondria termasuk penyakit mitokondria atau gangguan
genetik yang mempengaruhi mitokondria.
Racun atau Inhibitor: Senyawa-senyawa seperti sianida, azida, atau karbon monoksida dapat
menghambat enzim-enzim kunci dalam rantai transpor elektron, mengganggu fosforilasi
oksidatif dan produksi ATP.
Stres Oksidatif: Stres oksidatif terjadi ketika reaktif oksigen (ROS) dihasilkan dalam jumlah
yang berlebihan dalam sel, melebihi kapasitas sel untuk melawan dampak negatifnya. Stres
oksidatif dapat merusak komponen seluler, termasuk protein, lipid, dan DNA, dan
mengganggu respirasi seluler.(1)
16
elektron, melepaskan energi yang digunakan untuk memompa proton (H+) melintasi
membran dalam, menciptakan gradien elektrokimia.
Gradien ini menyebabkan proton berkumpul di ruang intermembran, dan proses ini disebut
pompa proton. Akhirnya, proton akan kembali ke matriks melalui enzim ATP sintase, yang
menghasilkan ATP dari ADP (adenosine diphosphate) dan fosfat.
Elektron yang telah melewati rantai transpor elektron diambil oleh oksigen di ujung rantai,
membentuk air. Oksigen berperan sebagai akseptor akhir elektron dan membantu menjaga
kelancaran rantai transpor elektron.14
17
BAB III
KESIMPULAN
Respirasi seluler adalah proses perombakan molekul organik kompleks yang kaya
akan energi potensial menjadi produk limbah yang berenergi lebih rendah (proses katabolik)
pada tingkat seluler. Pada respirasi sel, oksigen terlibat sebagai reaktan bersama dengan
bahan bakar organik dan akan menghasilkan air,karbondioksida, serta produk energi
utamanya ATP. ATP (adenosin trifosfat) memiliki energi untuk aktivitas sel seperti
melakukan sintesis biomolekul dari molekul pemula yang lebih kecil,menjalankan kerja
mekanik seperti pada kontraksi otot, dan mengangkut biomolekul atau ion melalui membran
menuju daerah berkonsentrasi lebih tinggi.(1)(2)
Proses respirasi sel adalah proses biokimia di dalam sel-sel organisme yang
menghasilkan energi dalam bentuk ATP (adenosin trifosfat) dengan menggunakan oksigen
dan nutrisi organik (seperti glukosa) sebagai bahan bakar. Respirasi sel terjadi dalam
mitokondria, yaitu organel sel yang berfungsi sebagai pusat produksi energi. Proses respirasi
sel dapat dibagi menjadi tiga tahap utama yaitu, glikolisis, Siklus asam sitrat (Siklus Krebs)
dan Fosforilasi oksidatif.(5)
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi seluler yaitu,ketersediaan oksigen,
oksigen digunakan sebagai akseptor akhir dalam rantai transpor elektron, yang menghasilkan
gradien elektrokimia yang memungkinkan sintesis ATP oleh ATP sintase. Ketersediaan
substrat, Substrat utama dalam konteks ini adalah glukosa, tetapi sel juga dapat menggunakan
asam lemak dan protein sebagai sumber energi alternatif. Temperatur, apabila temperatur
terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat merusak komponen seluler dan enzim yang terlibat
dalam respirasi. Konsentrasi enzim, ketersediaan enzim yang terlibat dalam berbagai tahap
respirasi seluler juga mempengaruhi laju reaksi. Kondisi pH, Enzim memiliki rentang pH
optimal di mana aktivitas mereka paling efisien. Kehadiran inhibitor dan stimulator.(9)
Gangguan dalam respirasi seluler dapat terjadi akibat berbagai faktor dan dapat
memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan sel dan fungsi tubuh. Contoh gangguanh
dalam respirasi seluler antara lain, hipoksia, asfaksia, gangguan pada mitokondria, racun atau
inhibitor, dan stress oksidatif.(1)
18
DAFTAR PUSTAKA
12. Say, J. M., Sacquin-Mora, S., & Dill, K. A. (2011). The Structural Code of
Mitochondrial Membranes. PLoS Computational Biology, 7(10), e1002311.
13. Lopez-Otin, C., Blasco, M. A., Partridge, L., Serrano, M., & Kroemer, G. (2013). The
Hallmarks of Aging. Cell, 153(6), 1194–1217
14. Voet, D., Voet, J. G., & Pratt, C. W. (2016). Fundamentals of Biochemistry: Life at
the Molecular Level (5th ed.). Wiley.
19
20