Anda di halaman 1dari 24

DEPARTEMEN PULMONOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2023

UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERAN MITOKONDRIA PADA RESPIRASI SELULER

DISUSUN OLEH:

Lukria Dwita Djano YC064222021


Muhammad Syaufi Hasani YC064222022
Dwigy Sachwiver YC064222023
Alif Nur Ramadhan YC064222024

RESIDEN PEMBIMBING:
dr.Atika

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr.Arif Santoso, Sp.P(K), PhD, FAPSR

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN PULMONOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Lukria Dwita Djano YC064222021

Muhammad Syaufi Hasani YC064222022

Dwigy Sachwiver YC064222023

Alif Nur Ramadhan YC064222024

Judul Referat: Peran Mitokondria Pada Respirasi Seluler

Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Departemen Pulmonologi Fakultas


Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 3 Agustus 2023

Supervisor Pembimbing, Residen Pembimbing,

dr.Arif Santoso, Sp.P(K), PhD, FAPSR dr.Atika

Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Mahasiswa Departemen Pulmonologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Dr.dr.Jamaluddin Madolangan, Sp.P(K), FAPSR

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 2
2.1 STRUKTUR DAN FUNGSI MITOKONDRIA .......................................................... 2
2.1.1 Struktur Mitokondria ............................................................................................ 3
2.1.2 Fungsi Mitokondria ............................................................................................... 3
2.2 RESPIRASI SELULER ................................................................................................ 3
2.2.1 Anatomi Sistem Pernafasan ..................................................................................5
2.2.2 Proses Respirasi Seluler ........................................................................................ 9
2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Respirasi Seluler ..................................................13
2.2.4 Gangguan Respirasi Seluler ..................................................................................15
2.3 PERAN MITOKONDRIA PADA RESPIRASI SELULER ......................................16
BAB III KESIMPULAN......................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................19

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

Sebuah sel adalah blok bangunan dasar untuk semua organisme hidup. Sel dianggap
sebagai unit terkecil dari entitas yang hidup dan dapat menciptakan bentuk kehidupan
uniseluler atau kehidupan yang lebih rumit. Sel sangat membutuhkan ATP untuk memenuhi
kebutuhan energi untuk melakukan berbagai tugas daam tubuh, termasuk menggerakan otot,
menjaga organ-organ vital, pembelahan sel serta replikasi.Respirasi sel adalah salah satu
cara sel memperoleh energi. Ini adalah fungsi dari metabolisme sel. Respirasi sel mengubah
partikel makanan kedalam air dan karbondioksida. Didalam setiap sel hidup terjadi proses
metabolisme.Salah satu proses tersebut adalah katabolisme. Katabolisme disebut pula
disimilasi karena dalam proses ini energi yang tersimpan ditimbulkan kembali atau di
bongkar untuk menyelenggarakan proses-proses kehidupan.

Respirasi seluler adalah proses perombakan molekul organik kompleksyang kaya


akan energi potensial menjadi produk limbah yang berenergi lebih rendah (proses katabolik)
pada tingkat seluler. Pada respirasi sel, oksigen terlibat sebagai reaktan bersama dengan
bahan bakar organik dan akan menghasilkan air,karbondioksida, serta produk energi
utamanya ATP. ATP (Adenosin Trifosfat) memiliki energi untuk akatifitas sel seperti
melakukan sintesis molekul dari molekul pemula yang lebih kecil, menjalankan kerja
mekanik serta seperti pada kontraksi otot, dan mengangkut biomolekul atau ion melalui
membran menuju darah berkonsentrasi lebih tinggi. Secara garis besar, respirasi sel
melibatkan proses proses yang disebut glikolisis, siklus krebs atau siklus asam sitrat, dan
rantai transpor elektron.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur & Fungsi Mitokondria


2.1.1 Struktur Mitokondria
Mitokondria adalah organel sel yang memiliki peran penting dalam proses produksi
energi dalam bentuk ATP (adenosine triphosphate) melalui respirasi seluler. Struktur
mitokondria terdiri dari beberapa komponen utama, sebagai berikut:
1. Membran Luar Mitokondria (Outer Membrane): Membran ini terdiri dari lapisan lipid
ganda dan mengelilingi mitokondria. Struktur ini permeabel, memungkinkan molekul-
molekul kecil untuk melewati membran.
2. Membran Dalam Mitokondria (Inner Membrane): Membran dalam terletak di dalam
membran luar dan memiliki struktur yang sangat lipofilik. Permukaannya memiliki
banyak lipatan yang disebut krista, yang memperluas permukaan membran dalam
untuk meningkatkan kapasitas produksi ATP. Membran dalam juga mengandung
protein enzimatik yang terlibat dalam proses respirasi seluler.
3. Ruangan Intermembran (Intermembrane Space): Ini adalah ruang di antara membran
luar dan dalam mitokondria. Ruang ini penting untuk pengaturan aliran ion dan
molekul ke dalam dan keluar mitokondria.
4. Matrix Mitokondria: Ini adalah ruang dalam membran dalam yang diisi dengan gel,
dikenal sebagai matriks. Matriks mengandung berbagai enzim, DNA mitokondria,
ribosom mitokondria, dan substrat yang diperlukan untuk langkah-langkah reaksi
kimia dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat) dan fosforilasi oksidatif.
5. Krista Mitokondria: Ini adalah lipatan yang kompleks pada membran dalam
mitokondria. Krista meningkatkan luas permukaan membran dalam, sehingga
memungkinkan lebih banyak enzim dan kompleks protein yang terlibat dalam
respirasi seluler untuk melekat, dan ini meningkatkan efisiensi produksi ATP.
6. DNA Mitokondria (mtDNA): Mitokondria memiliki material genetiknya sendiri
dalam bentuk DNA. mtDNA mengkodekan beberapa protein yang diperlukan untuk
fungsi mitokondria. Struktur mtDNA berbeda dengan DNA inti sel dan menunjukkan
keberagaman dalam jumlah dan susunan gen.

2
7. Ribosom Mitokondria: Mitokondria memiliki ribosom sendiri, yang mirip dengan
ribosom yang ditemukan dalam sel prokariotik (bakteri). Ribosom mitokondria
terlibat dalam sintesis protein mitokondria. 12

2.1.2 Fungsi Mitokondria


Mitokondria memiliki beberapa fungsi penting dalam sel, terutama terkait dengan
produksi energi dan regulasi metabolik. Fungsi-fungsi utama mitokondria adalah sebagai
berikut:
1. Produksi Energi (ATP): Fungsi utama mitokondria adalah menghasilkan energi dalam
bentuk ATP melalui proses respirasi seluler. Dalam langkah-langkah ini, molekul
makanan seperti glukosa, lemak, dan asam amino dipecah melalui serangkaian reaksi
kimia untuk menghasilkan ATP. Sebagian besar reaksi ini terjadi di matriks
mitokondria dan melibatkan siklus Krebs (siklus asam sitrat) serta fosforilasi oksidatif
pada membran dalam. Proses ini merupakan sumber utama energi yang dibutuhkan
oleh sel untuk melakukan berbagai aktivitas biologis.
2. Pengaturan Metabolisme: Mitokondria juga berperan dalam mengatur metabolisme
sel. Ini melibatkan pengaturan jumlah dan jenis molekul yang masuk dan keluar
mitokondria, serta koordinasi reaksi metabolik. Mitokondria beradaptasi terhadap

3
kondisi seluler, seperti keadaan nutrisi dan permintaan energi, untuk mengoptimalkan
efisiensi produksi ATP. 2
3. Pembentukan DNA Mitokondria (mtDNA): Selain nukleus sel, mitokondria adalah
satu-satunya bagian sel yang memiliki DNA. mtDNA mengkodekan beberapa
komponen penting yang diperlukan untuk fungsi mitokondria, seperti komponen dari
rantai transpor elektron dan ATP sintase. Fungsi ini penting untuk memelihara
integritas mitokondria dan fungsinya.
4. Pengaturan Kematian Sel (Apoptosis): Mitokondria juga terlibat dalam jalur regulasi
kematian sel yang terprogram (apoptosis). Ketika sel mengalami stres atau kerusakan
yang signifikan, mitokondria dapat melepaskan protein-protein kunci yang
menginisiasi proses apoptosis. Ini penting untuk menghindari perkembangan sel
kanker dan mempertahankan keseimbangan dalam populasi sel.
5. Pengaturan Kalsium Intraseluler: Mitokondria berperan dalam mengatur konsentrasi
ion kalsium (Ca2+) dalam sel. Ion kalsium adalah sinyal penting dalam berbagai jalur
biologis. Mitokondria dapat menyerap dan melepaskan kalsium sesuai dengan
kebutuhan seluler, membantu mengatur respons sel terhadap sinyal eksternal.
6. Penghasilan Spesies Oksigen Reaktif (ROS): Meskipun terlibat dalam produksi
energi, mitokondria juga dapat menghasilkan spesies oksigen reaktif (ROS) sebagai
produk sampingan. ROS dapat berkontribusi pada stres oksidatif dan kerusakan
seluler jika tidak diatur dengan baik oleh mekanisme antioksidan sel. 13

2.2 RESPIRASI SELULER

Respirasi seluler adalah proses perombakan molekul organik kompleks yang kaya
akan energi potensial menjadi produk limbah yang berenergi lebih rendah (proses katabolik)
pada tingkat seluler. Pada respirasi sel, oksigen terlibat sebagai reaktan bersama dengan
bahan bakar organik dan akan menghasilkan air,karbondioksida, serta produk energi
utamanya ATP. ATP (Adenosin Trifosfat) memiliki energi untuk akatifitas sel seperti
melakukan sintesis molekul dari molekul pemula yang lebih kecil, menjalankan kerja
mekanik serta seperti pada kontraksi otot, dan mengangkut biomolekul atau ion melalui
membran menuju darah berkonsentrasi lebih tinggi. Secara garis besar, respirasi sel
melibatkan proses proses yang disebut glikolisis, siklus krebs atau siklus asam sitrat, dan
rantai transpor elektron.(1)

4
Pada hakikatnya, respirasi adalah pemanfaatan energi bebas dalam makanan menjadi
energi bebas yang ditimbun dalam bentuk ATP. Dalam sel, ATPdigunakan sebagai sumber
energi bagi seluruh aktivitas hidup yang memerlukan energi. Aktivitas hidup yang
memerlukan energi antara lain, kerja mekanis (kontraktil dan motilitas), transport aktif
(mengangkut molekul zat atau ion yang melawan gradien konsentrasi zat), produksi panas.
Namun, selain ketiga tujuan tersebut, energi di butuhkan oleh tubuh untuk transfer materi
genetik dan metabolisme sendiri. Jadi respirasi seluler adalah proses perombakan molekul
organik kompleksyang kaya akan energi potensial menjadi produk limbah yang berenergi
lebih rendah (proses katabolik) pada tingkat seluler. Pada respirasi sel, oksigen terlibat
sebagai reaktan bersama dengan bahan bakar organik dan akan menghasilkan air,karbon
dioksida, serta produk energi utamanya ATP. ATP (adenosin trifosfat) memiliki energi
untuk aktivitas sel seperti melakukan sintesis biomolekul dari molekul pemula yang lebih
kecil,menjalankan kerja mekanik seperti pada kontraksi otot, dan mengangkut biomolekul
atau ion melalui membran menuju daerah berkonsentrasi lebih tinggi.(2)

2.2.1 ANATOMI SISTEM PERNAPASAN

Sistem respirasi secara garis besar terdiri dari bagian konduksi yang terdiri dari
cavum nasi, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminal; dan
bagian respirasi (tempat terjadi pertukaran gas) yang terdiri dari bronkiolus respiratorius,
duktus alveolar, dan alveoli. Menurut klasifikasi berdasarkan saluran napas atas dan bawah,
saluran napas atas terbatas hingga faring sedangkan saluran napas bawah dimulai dari laring,
trakea, bronkus dan berakhir di paru.(3)

Gambar I. Anatomi sistem pernapasan


5
Epitel Saluran Napas Atas

Saluran napas atas terdiri dari lubang hidung yang melanjut ke cavum nasi, faring,
epiglottis dan laring bagian atas. Sebagian besar bagian konduksi dilapisi dengan epitel
kolumner berlapis semu bersilia yang dikenal sebagai epitel pernapasan. Epitel ini
setidaknya terdiri dari lima jenis sel yang melekat pada membrana basalis:

• Sel kolumner bersilia adalah jenis sel yang paling banyak, masing-masing sel
memiliki sekitar 300 silia pada permukaan apikal.
• Sel goblet juga berlimpah di beberapa daerah epitel pernapasan, pada bagian
apikalnya teriisi dengan butiran musin glikoprotein.
• Sel sikat adalah tipe sel kolumnar yang jauh lebih jarang dan sulit ditemukan,
memiliki permukaan apikal kecil dengan bantalan yang memliki banyak mikrovili.
Sel sikat memiliki beberapa komponen untuk transduksi sinyal seperti pada sel
gustatorik (sel pengecap) dan memiliki ujung saraf aferen pada permukaan basal
yang berfungsi sebagai reseptor kemosensorik.
• Sel granula juga sulit untuk dibedakan, sel ini berukuran kecil dan memiliki banyak
granula inti berdiameter 100-300 nm. Seperti sel sikat, sel granula mewakili sekitar
3% dari total sel dan merupakan bagian dari sistem neuroendokrin difus.
• Sel basal merupakan sel-sel bulat berukuran kecil di membran basal dan tidak
mencapai permukaan luminal. Sel basal adalah sel punca yang dapat berkembang
menjadi jenis sel lainnya.(3)

Hidung dan Cavum Nasi

Hidung merupakan bagian dari wajah yang terdiri dari kartilago, tulang, otot, dan
kulit yang melindungi bagian depan dari cavum nasi. Cavum nasi merupakan bangunan
menyerupai silinder dengan rongga kosong yang dibatasi tulang dan dilapisi mukosa hidung.
Fungsi dari cavum nasi adalah untuk menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara
yang memasuki hidung sebelum mencapai paru.(4)

Rongga hidung kiri dan kanan masing-masing memiliki dua komponen yaitu rongga
depan eksterna (vestibulum) dan rongga hidung interna (fossa). Vestibulum adalah bagian
yang terletak paling depan dan merupakan bagian yang melebar dari setiap rongga hidung.
Kulit hidung pada bagian nares (lubang hidung) melanjut sampai vestibulum yang memiliki
6
apparatus kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan rambut pendek kasar yang menyaring
bahan partikulat dari udara inspirasi. Pada vestibulum epitel sudah tidak berkeratin dan
mengalami transisi ke epitel pernapasan sebelum memasuki fossa hidung.(4)

Rongga hidung terletak di dalam tulang tengkorak sebagai dua ruang kavernosa yang
dipisahkan oleh tulang septum hidung. Dari masing-masing dinding lateral cavum nasi
terdapat proyeksi tulang yang memanjang dari depan ke belakang berbentuk seperti rak yang
disebut konka nasi. Konka nasi tengah dan bawah ditutupi dengan epitel pernapasan
sedangkan konka nasi atas ditutupi dengan epitel olfaktori. Rongga saluran udara yang
sempit antara konka meningkatkan pengkondisian udara inspirasi dengan meningkatkan luas
permukaan epitel pernapasan untuk menghangatkan dan melembabkan udara serta
meningkatkan turbulensi aliran udara. Hasilnya adalah peningkatan kontak antara aliran
udara dan lapisan mukosa. Dalam lamina propria dari konka terdapat pleksus (anyaman)
vena besar yang dikenal sebagai swell bodies. Setiap 20-30 menit swell bodies di satu sisi
dipenuhi dengan darah dalam waktu yang singkat, mengakibatkan distensi dari mukosa
konka dan secara bersamaan terjadi penurunan aliran udara. Selama proses ini berlangsung
sebagian besar udara dialirkan melalui fossa hidung lain sehingga memudahkan mukosa
pernapasan yang membesar untuk rehidrasi.(4)

Sel Olfaktori

Kemoreseptor penciuman terletak di epitel olfaktori. Daerah olfaktori ditutupi


selaput lendir tipis dan terletak di bagian atap rongga hidung dekat konka bagian atas. Epitel
olfaktori merupakan epitel kolumner berlapis semu yang terdiri dari tiga jenis sel:

• Sel basal berukuran kecil, berbentuk bulat atau kerucut dan membentuk sebuah
lapisan di lamina basalis. Sel basal adalah sel punca untuk sel penunjang olfaktori
dan neuron olfaktori.
• Sel penunjang olfaktori merupakan sel columner, apeks silindris dan bagian dasar
yang menyempit. Di permukaannya terdapat mikrovili yang terendam dalam cairan
mukus. Peran sel-sel ini belum dapat dipahami dengan baik, tetapi sel penunjang
memiliki banyak kanal ion yang berfungsi untuk mempertahankan lingkungan mikro
yang kondusif untuk fungsi penciuman dan kelangsungan hidup sel olfaktori.
• Neuron penciuman yang merupakan neuron bipolar terdapat seluruh epitel olfaktori.
Dibedakan terhadap sel penunjang dari posisi inti yaitu terletak di antara sel

7
penunjang dan sel-sel basal. Akhiran dendrit dari setiap neuron penciuman
membentuk anyaman saraf dengan basal bodies. Dari basal bodies muncul silia non-
motil panjang dengan aksonema defektif namun memiliki luas permukaan yang
cukup sebagai membran kemoreseptor. Reseptor ini merespon zat bau-bauan dengan
menghasilkan aksi potensial di sepanjang (basal) akson neuron kemudian
meninggalkan 15 epitel dan bersatu dalam lamina propria sebagai saraf yang sangat
kecil yang kemudian melewati foramina cribiformis dari tulang ethmoid dan
melanjut otak. Di otak akson reseptor olfaktori membentuk saraf kranial I, saraf
penciuman, dan akhirnya membentuk sinaps dengan neuron lain di bulbus olfaktori.

Sinus Paranasal dan Nasofaring

Sinus paranasal adalah rongga bilateral di tulang frontal, maksila, ethmoid, dan
sphenoid pada tengkorak. Dilapisi dengan epitel respiratori tipis dengan jumlah sel yang
sedikit. Lamina propria terdiri dari beberapa kelenjar kecil dan kontinu dengan periosteum.
Sinus paranasal berhubungan dengan rongga hidung melalui lubang kecil dan lendir yang
diproduksi dalam sinus mengalir ke rongga hidung oleh karena adanya aktivitas sel-sel
epitel bersilia.(3)

Terletak di belakang rongga hidung, nasofaring adalah bagian pertama dari faring, ke
arah kaudal (bawah) menerus menjadi orofaring yang merupakan bagian belakang rongga
mulut. Nasofaring dilapisi dengan epitel respiratori dan terdapat bangunan tonsil faring
medial dan lubang bilateral dari tuba eustachii menuju telinga tengah.(4)

Faring

Setelah melalui cavum nasi, udara yang diinhalasi akan memasuki faring. Faring
disebut juga sebagai tenggorokan yaitu suatu silinder berongga dengan dinding yang terdiri
dari otot. Faring merupakan bagian yang menghubungkan bagian ujung belakang cavum
nasi dengan bagian atas esofagus dan laring. Faring dibagi menjadi tiga bagian yaitu
nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring merupakan bagian teratas dari faring
dan berada di belakang dari cavum nasi. Udara dari cavum nasi akan melewati nasofaring
dan turun melalui orofaring yang terletak di belakang cavum oris dimana udara yang
diinhalasi melalui mulut akan memasuki orofaring. Berikutnya udara akan memasuki
laringofaring dimana terdapat epiglottis yang berfungsi mengatur aliran udara dari faring ke
laring.(3)

8
2.2.2 PROSES RESPIRASI SELULER

Proses respirasi sel adalah proses biokimia di dalam sel-sel organisme yang
menghasilkan energi dalam bentuk ATP (adenosin trifosfat) dengan menggunakan oksigen
dan nutrisi organik (seperti glukosa) sebagai bahan bakar. Respirasi sel terjadi dalam
mitokondria, yaitu organel sel yang berfungsi sebagai pusat produksi energi.(5)

Proses respirasi sel dapat dibagi menjadi tiga tahap utama:

Glikolisis

Glikolisis adalah tahap pertama dalam proses respirasi sel, yang terjadi di sitoplasma
sel, baik pada sel eukariotik (seperti sel manusia) maupun pada prokariotik (seperti bakteri).
Tahap ini menghasilkan sejumlah kecil ATP dan NADH (nikotinamida adenin dinukleotida
tereduksi), yang kemudian akan digunakan dalam tahap-tahap berikutnya. Tahap ini
merupakan proses penguraian glukosa (sejenis gula) menjadi dua molekul piruvat. Selain
itu, glikolisis juga menghasilkan energi dalam bentuk ATP (adenosin trifosfat) dan NADH
(nikotinamida adenin dinukleotida tereduksi). Hasil dari glikolisis kemudian akan digunakan
dalam tahap-tahap berikutnya respirasi sel. (6)

Berikut adalah langkah-langkah glikolisis:

Tahap Persiapan:

Glukosa (yang memiliki enam karbon) dimasukkan ke dalam sel, dan pada awal glikolisis,
molekul glukosa diubah menjadi glukosa-6-fosfat dengan bantuan ATP. Reaksi ini
dikatalisis oleh enzim heksokinase.

Tahap Kondensasi dan Pemutusan:

Glukosa-6-fosfat kemudian mengalami beberapa reaksi dan pemutusan menjadi dua molekul
3-fosfogliseraldehida (3-PGA) dengan lima karbon. Setiap molekul 3-PGA memiliki gugus
fosfat terikat yang berpotensi menghasilkan ATP lebih lanjut.

Tahap Penghasilan ATP dan NADH:

Dalam reaksi berikutnya, 3-PGA diubah menjadi 1,3-bifosfogliseraldehida (1,3-BPG),


dengan NADH dihasilkan sebagai produk sampingnya. NADH merupakan molekul yang

9
membawa elektron dan akan digunakan di tahap fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan
lebih banyak ATP.

Tahap Penghasilan ATP:

Dalam langkah selanjutnya, 1,3-BPG berubah menjadi 3-fosfogliseraldehida (3-PG),


menghasilkan satu molekul ATP.

Tahap Pengubah Bentuk dan Penghasilan ATP:

3-PG kemudian berubah menjadi 2-fosfogliseraldehida (2-PG), dan selanjutnya menjadi


fosfoenolpiruvat (PEP), dengan menghasilkan satu molekul ATP lagi.

Tahap Akhir:

Fosfoenolpiruvat (PEP) mengalami reaksi terakhir dan berubah menjadi piruvat. Dalam
proses ini, satu molekul ATP terakhir dihasilkan, dan dua molekul piruvat yang
mengandung tiga karbon masing-masing terbentuk dari satu molekul glukosa.

Siklus asam sitrat (Siklus Krebs)

Tahap kedua terjadi di dalam mitokondria. Dalam siklus asam sitrat, dua molekul
piruvat yang dihasilkan dari glikolisis diubah menjadi CO2 dan H2O, dan pada saat yang
sama menghasilkan NADH dan FADH2 (flavin adenin dinukleotida tereduksi). NADH dan
FADH2 merupakan molekul-molekul yang membawa elektron yang akan digunakan dalam
tahap fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan energi dalam bentuk ATP.(7)

Berikut adalah langkah-langkah siklus asam sitrat:

Penggabungan Piruvat dengan Oksaloasetat:

Sebelum memasuki siklus asam sitrat, dua molekul piruvat (yang dihasilkan dari glikolisis)
harus diubah menjadi asetil-KoA. Piruvat masuk ke dalam mitokondria dan mengalami
dekarboksilasi, menghilangkan satu molekul CO2 dan menghasilkan senyawa dua karbon
berbentuk asetil (asetil-KoA). Asetil-KoA kemudian bergabung dengan oksaloasetat
(senyawa empat karbon) untuk membentuk senyawa enam karbon, asam sitrat.

Siklus Reaksi Kimia:

Setelah pembentukan asam sitrat, molekul tersebut mengalami serangkaian reaksi kimia
yang menghasilkan energi dan melibatkan berbagai enzim katalis. Proses ini terdiri dari

10
sejumlah reaksi, termasuk dekarboksilasi, oksidasi, dan transfer grup fungsional, yang
secara keseluruhan berkontribusi untuk menghasilkan energi dan mengubah senyawa-
senyawa di dalam siklus.

Pembentukan CO2:

Selama siklus asam sitrat, dua molekul CO2 dilepaskan dari asam sitrat melalui reaksi
dekarboksilasi. Setiap molekul asam sitrat kehilangan satu atom karbon dalam bentuk CO2.

Penghasilan NADH dan FADH2:

Selain CO2, siklus asam sitrat juga menghasilkan molekul-molekul NADH dan FADH2
sebagai produk samping. Proses oksidasi dalam siklus ini menghasilkan energi yang
digunakan untuk mengurangi NAD+ dan FAD menjadi bentuk tereduksi mereka (NADH
dan FADH2).

Regenerasi Oksaloasetat:

Pada akhir siklus, oksaloasetat yang berfungsi sebagai awal siklus harus diregenerasi untuk
memulai siklus berikutnya. Oksaloasetat berperan sebagai senyawa akseptor asetil-KoA
untuk memulai siklus asam sitrat berikutnya.

Penting untuk diingat bahwa siklus asam sitrat terjadi dua kali untuk setiap molekul
glukosa yang dihasilkan dari glikolisis (karena satu molekul glukosa menghasilkan dua
molekul piruvat). Selama dua kali siklus asam sitrat, dua molekul asetil-KoA (masing-
masing dari dua molekul piruvat) akan diolah sepenuhnya, menghasilkan empat molekul
CO2, enam molekul NADH, dua molekul FADH2, dan dua molekul ATP.(8)

Fosforilasi oksidatif

Fosforilasi oksidatif adalah tahap akhir dari proses respirasi sel, di mana energi yang
dihasilkan dari glikolisis dan siklus asam sitrat digunakan untuk menghasilkan sejumlah
besar ATP (adenosin trifosfat). Proses ini melibatkan transfer elektron melalui rangkaian
transport elektron dalam membran mitokondria, di mana oksigen berfungsi sebagai akseptor
akhir elektron, membentuk air (H2O). Energi yang dihasilkan selama tahap ini digunakan
untuk menggabungkan ADP (adenosin difosfat) dengan fosfat untuk membentuk ATP.

Secara keseluruhan, proses respirasi sel mengubah nutrisi organik seperti glukosa menjadi
energi yang dapat digunakan oleh sel-sel untuk berbagai aktivitas biologis. Selain itu,

11
respirasi sel juga merupakan sumber utama CO2 dalam tubuh, yang merupakan produk
samping dari proses ini dan akan dibuang melalui pernapasan.(9)

Berikut adalah langkah-langkah utama dalam fosforilasi oksidatif:

Transfer Elektron melalui Rangkaian Transport Elektron:

Dalam tahap siklus asam sitrat, molekul NADH dan FADH2 terbentuk sebagai produk
samping. Pada tahap fosforilasi oksidatif, NADH dan FADH2 berfungsi sebagai penyedia
elektron untuk membentuk energi. NADH dan FADH2 mentransfer elektron mereka ke
kompleks protein dalam rangkaian transport elektron di dalam membran mitokondria.
Elektron kemudian mengalir melalui serangkaian kompleks protein yang berperan dalam
mengurangi oksigen menjadi air (H2O).

Pembentukan Gradien Proton (Proton Gradient):

Selama transfer elektron melalui rangkaian transport elektron, energi yang dilepaskan dari
transfer elektron digunakan untuk memompa proton (H+) dari matriks mitokondria ke ruang
antarmembran, menciptakan gradien elektrokimia. Karena proton tidak dapat kembali
melewati membran mitokondria secara bebas, gradien proton terakumulasi dan menciptakan
potensial elektrokimia yang dijuluki gradien proton.

ATP Synthase dan Fosforilasi ADP:

Proton yang terakumulasi dalam ruang antarmembran akan kembali ke matriks melalui
enzim ATP sintase. ATP sintase berfungsi sebagai pompa proton terbalik, yang
mengonversi potensial elektrokimia dari gradien proton menjadi energi kimia ATP. Ketika
proton melewati ATP sintase, energi yang dilepaskan digunakan untuk menggabungkan
ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Inilah tahap di mana sebagian besar ATP
dihasilkan dalam respirasi sel.

Akseptor Akhir Elektron:

Selama transfer elektron melalui rangkaian transport elektron, oksigen berfungsi sebagai
akseptor akhir elektron. Oksigen menerima elektron dan proton di matriks, dan akhirnya
menggabungkan keduanya untuk membentuk air (H2O).

Hasil akhir dari fosforilasi oksidatif adalah produksi sejumlah besar ATP, yang merupakan
molekul yang menyimpan dan mentransfer energi di dalam sel. Perlu dicatat bahwa sebagian

12
besar ATP dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif, dan ini adalah proses yang sangat efisien
dalam menghasilkan energi bagi sel.

Gambar II. Proses Respirasi Seluler

2.2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPIRASI SELULER

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses respirasi seluler meliputi:

Ketersediaan Oksigen (O2): Oksigen merupakan komponen penting dalam respirasi


aerobik, di mana glukosa dan molekul organik lainnya diuraikan sepenuhnya menjadi CO2
dan H2O dengan produksi energi yang tinggi. Jumlah oksigen yang tersedia akan membatasi
laju proses ini. Peningkatan suplai oksigen dapat meningkatkan laju respirasi seluler.
Ketersediaan oksigen memainkan peran kunci dalam mengatur jenis dan tingkat
respirasi seluler. Proses respirasi seluler terbagi menjadi dua jenis utama: aerobik
(memerlukan oksigen) dan anaerobik (tanpa oksigen). Oksigen sangat penting dalam respirasi
aerobik, di mana glukosa dan molekul organik lainnya diuraikan sepenuhnya menjadi CO2
dan H2O dengan produksi energi yang tinggi. Oksigen digunakan sebagai akseptor akhir
dalam rantai transpor elektron, yang menghasilkan gradien elektrokimia yang memungkinkan
sintesis ATP oleh ATP sintase. Ketika ketersediaan oksigen rendah, sel-sel mungkin beralih
ke jalur respirasi anaerobik, yang menghasilkan lebih sedikit ATP dan menghasilkan produk
sampingan seperti asam laktat. Respirasi anaerobik memiliki efisiensi energi yang lebih
rendah dibandingkan dengan respirasi aerobik.(9)
Sumber oksigen penting untuk mengatur laju respirasi seluler. Pada tingkat organisme
yang lebih besar, suplai oksigen ke sel-sel dipengaruhi oleh pernapasan dan sirkulasi darah.
Pada tingkat seluler, ketersediaan oksigen dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti:
Ketersediaan Darah: Pada organisme multiseluler, oksigen diangkut oleh darah dari paru-
paru ke jaringan-jaringan tubuh melalui sirkulasi darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi

13
aliran darah, seperti tekanan darah dan fungsi jantung, dapat berdampak pada ketersediaan
oksigen bagi sel-sel.
Ketersediaan Paru-Paru: Pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru
mempengaruhi konsentrasi oksigen dalam darah arteri. Gangguan dalam pertukaran gas ini
dapat mengurangi ketersediaan oksigen bagi sel-sel.
Hipoksia: Hipoksia adalah kondisi di mana jaringan tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen.
Ini dapat terjadi karena rendahnya ketersediaan oksigen di lingkungan atau gangguan dalam
sistem pernapasan atau sirkulasi darah.(9)

Ketersediaan Substrat: Jenis dan ketersediaan substrat, seperti glukosa atau asam lemak,
dapat mempengaruhi laju respirasi seluler. Substrat tersebut akan diuraikan melalui berbagai
tahap reaksi untuk menghasilkan ATP. Substrat utama dalam konteks ini adalah glukosa,
tetapi sel juga dapat menggunakan asam lemak dan protein sebagai sumber energi alternatif.
Ketersediaan substrat dapat mempengaruhi laju respirasi seluler karena proses metabolik
memerlukan input molekul yang akan diuraikan untuk menghasilkan ATP. Jika ketersediaan
substrat rendah, sel mungkin akan mengalami penurunan produksi energi.(10)

Temperatur: Temperatur mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dalam sel, termasuk


reaksi-reaksi yang terlibat dalam proses respirasi. Namun, penting untuk di ingat bahwa efek
temperatur memiliki batasan, dan terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat merusak komponen
seluler dan enzim yang terlibat dalam respirasi. Peningkatan suhu dapat meningkatkan laju
reaksi, tetapi hanya sampai titik tertentu. Suhu yang ekstrem dapat merusak enzim yang
terlibat dalam proses respirasi.(2)

Konsentrasi Enzim: Ketersediaan enzim yang terlibat dalam berbagai tahap respirasi
seluler juga mempengaruhi laju reaksi. Konsentrasi enzim dapat dipengaruhi oleh faktor
genetik dan regulasi seluler. Jumlah total enzim yang tersedia dalam sel dapat
mempengaruhi laju reaksi respirasi. Jika jumlah enzim yang terlibat dalam langkah-langkah
kunci respirasi terbatas, hal ini dapat menghambat laju produksi ATP. Ekspresi gen yang
mengode enzim-enzim respirasi dapat diatur oleh berbagai sinyal internal dan eksternal.
Regulasi ini dapat mempengaruhi ketersediaan enzim dan, laju respirasi. Misalnya,
perubahan dalam kondisi nutrisi atau tingkat aktivitas fisik dapat mempengaruhi ekspresi
gen dan produksi enzim yang terlibat dalam respirasi.(11)

14
Kondisi pH: pH lingkungan sel dapat memengaruhi aktivitas enzim. Enzim memiliki
rentang pH optimal di mana aktivitas mereka paling efisien. Perubahan pH di luar rentang
ini dapat menghambat aktivitas enzim.(11)

Kehadiran Inhibitor atau Stimulator: Senyawa yang berfungsi sebagai inhibitor atau
stimulator enzim respirasi seluler juga dapat mempengaruhi proses ini. Contohnya, molekul
yang terlibat dalam pengaturan metabolisme seperti NADH dan ATP dapat berfungsi
sebagai stimulator atau inhibitor. Inhibitor adalah zat yang menghambat aktivitas enzim,
sedangkan stimulator adalah zat yang meningkatkan aktivitas enzim. Inhibitor dapat
menghambat laju reaksi respirasi dengan mengikat enzim atau substrat secara reversibel atau
ireversibel. Ini mengganggu aktivitas enzim dan, pada akhirnya, mengurangi produksi ATP.
Stimulator dapat meningkatkan aktivitas enzim dan, dengan demikian, meningkatkan laju
reaksi. Beberapa senyawa dapat berfungsi sebagai kofaktor atau koenzim yang diperlukan
untuk aktivitas enzim.(10)

2.2.4 GANGGUAN RESPIRASI SELULER

Gangguan dalam respirasi seluler dapat terjadi akibat berbagai faktor dan dapat
memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan sel dan fungsi tubuh. Berikut adalah
beberapa contoh gangguan respirasi seluler yaitu:
Hipoksia: Hipoksia adalah kondisi di mana sel-sel tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen.
Ini dapat disebabkan oleh masalah dalam pernapasan atau sirkulasi darah, seperti gangguan
paru-paru atau penyakit kardiovaskular. Hipoksia dapat mengganggu respirasi aerobik,
mengurangi produksi ATP, dan memaksa sel-sel untuk beralih ke respirasi anaerobik yang
kurang efisien.

Asfiksia: Asfiksia adalah kondisi ketika suplai oksigen ke tubuh terhenti atau sangat terbatas.
Ini dapat terjadi akibat sumbatan jalan napas atau kegagalan pernapasan. Asfiksia dapat
menyebabkan kerusakan serius pada jaringan tubuh karena hilangnya pasokan oksigen yang
diperlukan untuk respirasi seluler normal.

Gangguan Pada Mitokondria: Mitokondria adalah tempat utama respirasi seluler terjadi.
Gangguan pada struktur atau fungsi mitokondria, seperti gangguan dalam rantai transpor
elektron, dapat menghambat produksi ATP dan mengganggu fungsi seluler secara

15
keseluruhan. Contoh gangguan mitokondria termasuk penyakit mitokondria atau gangguan
genetik yang mempengaruhi mitokondria.
Racun atau Inhibitor: Senyawa-senyawa seperti sianida, azida, atau karbon monoksida dapat
menghambat enzim-enzim kunci dalam rantai transpor elektron, mengganggu fosforilasi
oksidatif dan produksi ATP.

Stres Oksidatif: Stres oksidatif terjadi ketika reaktif oksigen (ROS) dihasilkan dalam jumlah
yang berlebihan dalam sel, melebihi kapasitas sel untuk melawan dampak negatifnya. Stres
oksidatif dapat merusak komponen seluler, termasuk protein, lipid, dan DNA, dan
mengganggu respirasi seluler.(1)

2.3 Peran Mitokondria Pada Respirasi Seluler


Respirasi seluler adalah proses biokimia kompleks di dalam sel yang menghasilkan
energi dalam bentuk ATP (adenosine triphosphate) dengan memecah molekul makanan.
Mitokondria memainkan peran kunci dalam semua tahapan respirasi seluler, yaitu glikolisis,
siklus Krebs, dan fosforilasi oksidatif. Berikut ini adalah penjelasan yang sangat rinci
mengenai peran mitokondria dalam respirasi seluler:
1. Glikolisis: Glikolisis adalah tahap awal respirasi seluler yang terjadi di sitoplasma.
Dalam tahap ini, glukosa (sejenis gula) dipecah menjadi dua molekul piruvat,
menghasilkan sejumlah kecil ATP dan NADH. Piruvat kemudian memasuki
mitokondria melalui membran mitokondria untuk melanjutkan ke tahap berikutnya.
2. Siklus Krebs (Siklus Asam Sitrat): Setelah piruvat memasuki mitokondria, ia
mengalami oksidasi di dalam matriks mitokondria. Dalam siklus Krebs, setiap
molekul piruvat diubah menjadi asetil-KoA dan bergabung dengan oksaloasetat,
membentuk senyawa siklik yang kemudian diuraikan untuk menghasilkan CO2.
Dalam proses ini, energi yang tersimpan dalam molekul asetil-KoA dilepaskan dalam
bentuk NADH dan FADH2 (koenzim-koenzim yang membawa elektron). Kedua
koenzim ini akan membawa elektron ke tahap terakhir respirasi seluler.
3. Fosforilasi Oksidatif: Tahap utama produksi ATP terjadi dalam fosforilasi oksidatif,
yang terjadi di membran dalam mitokondria. Dalam langkah ini, elektron yang
dibawa oleh NADH dan FADH2 dari glikolisis dan siklus Krebs dilewatkan melalui
rangkaian protein yang membentang di membran dalam, yang disebut rantai transpor
elektron. Elektron ini bergerak melalui kompleks protein dalam rantai transpor

16
elektron, melepaskan energi yang digunakan untuk memompa proton (H+) melintasi
membran dalam, menciptakan gradien elektrokimia.

Gradien ini menyebabkan proton berkumpul di ruang intermembran, dan proses ini disebut
pompa proton. Akhirnya, proton akan kembali ke matriks melalui enzim ATP sintase, yang
menghasilkan ATP dari ADP (adenosine diphosphate) dan fosfat.
Elektron yang telah melewati rantai transpor elektron diambil oleh oksigen di ujung rantai,
membentuk air. Oksigen berperan sebagai akseptor akhir elektron dan membantu menjaga
kelancaran rantai transpor elektron.14

17
BAB III
KESIMPULAN

Respirasi seluler adalah proses perombakan molekul organik kompleks yang kaya
akan energi potensial menjadi produk limbah yang berenergi lebih rendah (proses katabolik)
pada tingkat seluler. Pada respirasi sel, oksigen terlibat sebagai reaktan bersama dengan
bahan bakar organik dan akan menghasilkan air,karbondioksida, serta produk energi
utamanya ATP. ATP (adenosin trifosfat) memiliki energi untuk aktivitas sel seperti
melakukan sintesis biomolekul dari molekul pemula yang lebih kecil,menjalankan kerja
mekanik seperti pada kontraksi otot, dan mengangkut biomolekul atau ion melalui membran
menuju daerah berkonsentrasi lebih tinggi.(1)(2)

Proses respirasi sel adalah proses biokimia di dalam sel-sel organisme yang
menghasilkan energi dalam bentuk ATP (adenosin trifosfat) dengan menggunakan oksigen
dan nutrisi organik (seperti glukosa) sebagai bahan bakar. Respirasi sel terjadi dalam
mitokondria, yaitu organel sel yang berfungsi sebagai pusat produksi energi. Proses respirasi
sel dapat dibagi menjadi tiga tahap utama yaitu, glikolisis, Siklus asam sitrat (Siklus Krebs)
dan Fosforilasi oksidatif.(5)
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi seluler yaitu,ketersediaan oksigen,
oksigen digunakan sebagai akseptor akhir dalam rantai transpor elektron, yang menghasilkan
gradien elektrokimia yang memungkinkan sintesis ATP oleh ATP sintase. Ketersediaan
substrat, Substrat utama dalam konteks ini adalah glukosa, tetapi sel juga dapat menggunakan
asam lemak dan protein sebagai sumber energi alternatif. Temperatur, apabila temperatur
terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat merusak komponen seluler dan enzim yang terlibat
dalam respirasi. Konsentrasi enzim, ketersediaan enzim yang terlibat dalam berbagai tahap
respirasi seluler juga mempengaruhi laju reaksi. Kondisi pH, Enzim memiliki rentang pH
optimal di mana aktivitas mereka paling efisien. Kehadiran inhibitor dan stimulator.(9)
Gangguan dalam respirasi seluler dapat terjadi akibat berbagai faktor dan dapat
memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan sel dan fungsi tubuh. Contoh gangguanh
dalam respirasi seluler antara lain, hipoksia, asfaksia, gangguan pada mitokondria, racun atau
inhibitor, dan stress oksidatif.(1)

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Cooper GM (2000). The Cell: A Molecular Approach. 2nd edition. Sinauer


Associates. (Bab 11, “Respiration and ATP Synthesis”).
2. Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., & Walter P (2002).
Molecular Biology of the Cell. 4th edition. Garland Science. (Bab 14, “Cellular
Respiration: The Chemistry of Life”). 2002;
3. Benner A, Sharma P SS. Anatomy, Head and Neck: Cervical, Respiratory, Larynx,
and Cricoarytenoid.
4. Saran M, Georgakopoulos B BBS. Anatomy, Head and Neck, Larynx Vocal Cords.
5. Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., & Walter P. Molecular
Biology of the Cell. New York: Garland Science. (Buku teks biologi sel). 2002;
6. Darnell J (2000). MCB 4th edition. WHF. (Bab 14, “Aerobic Respiration and Energy
Production” dan Bab 15, “Glycolysis and Fermentation”).
7. Berg, J. M., Tymoczko, J. L., & Gatto GJ. Biochemistry. New York: W. H. Freeman
and Company. (Buku teks biokimia). 2015;
8. Lodish, H., Berk, A., Zipursky, S. L., Matsudaira, P., Baltimore, D. & D. Lodish, H.,
Berk, A., Zipursky, S. L., Matsudaira, P., Baltimore, D., & Darnell, J. 2000;
9. Lehninger, A. L., Nelson, D. L., & Cox MM (2017). Lehninger, A. L., Nelson, D. L.,
& Cox, M. M. (2017). 2017;
10. Campbell, N. A., Reece, J. B., Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A., &
Minorsky PV (2017). Biology. 11th edition. Pearson. (Bab 7, “Cellular Respiration:
Harvesting Chemical Energy”). 2017;
11. Lodish, H., Berk, A., Zipursky, S. L., Matsudaira, P., Baltimore, D., & Darnell J
(2000). Molecular Cell Biology. 4th edition. W. H. Freeman. (Bab 14, “Aerobic
Respiration and Energy Production”).

12. Say, J. M., Sacquin-Mora, S., & Dill, K. A. (2011). The Structural Code of
Mitochondrial Membranes. PLoS Computational Biology, 7(10), e1002311.
13. Lopez-Otin, C., Blasco, M. A., Partridge, L., Serrano, M., & Kroemer, G. (2013). The
Hallmarks of Aging. Cell, 153(6), 1194–1217
14. Voet, D., Voet, J. G., & Pratt, C. W. (2016). Fundamentals of Biochemistry: Life at
the Molecular Level (5th ed.). Wiley.

19
20

Anda mungkin juga menyukai