Jurnal Anestesi 1 - Hendri & Fahrizal
Jurnal Anestesi 1 - Hendri & Fahrizal
Disusun oleh :
Fahrizal Akbar Debyantoro 15711035
Hendri Novia Kumara Dewi 15711089
Pembimbing :
dr. Heru Susilo, Sp.An
JOURNAL READING
Disusun oleh :
10 Maret 2020
Mengetahui,
2
Faktor-faktor yang terkait dengan rescue intubation yang
berhasil upaya di departemen darurat: analisis studi
observasional prospektif multicenter di Jepang
Abstrack
Tujuan: Tujuan dalam penelitian ini untuk menjelaskan apakah dokter harus
mengubah pendekatan intubasi setelah upaya pertama yang dilakukan gagal.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hal tersebut.
Metode: Analisis data menggunakan studi observasional prospektif multisenter.
Analisis saat ini mencakup semua pasien yang menjalani intubasi darurat dari bulan
Februari 2012 hingga November 2017. Kami mendefinisikan upaya penyelamatan
intubasi sebagai, upaya intubasi kedua dengan perubahan dalam pendekatan/cara
intubasi (misalnya, perubahan metode, perangkat, atau intubator) dari upaya
pertama yang gagal. Ukuran hasil adalah keberhasilan upaya kedua.
Hasil: Dari 2.710 pasien dengan upaya pertama yang gagal, 43% menjalani upaya
intubasi kedua dengan perubahan intubasi. Upaya penyelamatan dikaitkan dengan
tingkat keberhasilan upaya kedua yang lebih tinggi dibandingkan untuk non recue
intubation / upaya pertama (oods rasio yang disesuaikan [OR], 1,78; 95% [CI],
1,50-2,12). Pendekatan Intubasi yang terkait dengan keberhasilan upaya kedua
yang lebih tinggi adalah adanaya perubahan dari non-rapid sequence intubation
(RSI) ke RSI ( 2.04; 95% CI, 1,12–3,75), dari residen non-emergency (EM) menjadi
residen EM (disesuaikan OR, 2,02; 95% CI, 1,44-2,82), dan dari dokter yang tidak
EM ke dokter EM (disesuaikan OR, 2,82; 95% CI, 2,14-3,71)
Kesimpulan: Dalam penelitian multisenter besar ini, intervensi penyelamatan
dikaitkan dengan tingkat keberhasilan upaya kedua yang lebih tinggi. Berdasarkan
data juga mendukung penggunaan RSI dan intubatos cadangan oleh EM Residen
atau dokter EM untuk meningkatkan kinerja manajemen jalan napas setelah upaya
pertama yang gagal di UGD.
Kata kunci: Departemen gawat darurat, upaya rescue intubation, upaya intubasi
kedua, tingkat keberhasilan
3
Latar Belakang
METODE
Desain Studi dan Setting
Kami menganalisis data prospektif, multicenter, dari studi observasional
emergency airway management, kedua dari Japanese Emergency Airway Network
(JEAN-2). Penelitian ini dirancang untuk mengkarakterisasi manajemen jalan
napas darurat saat ini di seluruh Jepang. Sebuah deskripsi lengkap tentang
metodologi penelitian telah dijelaskan sebelumnya. Kesimpulannya, JEAN-2
4
adalah konsorsium dari 15 pusat medis akademik dan komunitas dari wilayah
geografis yang berbeda di seluruh Jepang. Yang berpartisipasi dalam penelitian
termasuk 12 pusat perawatan medis kritis dan memiliki sensus ED/UGD rata-rata
28.000 kunjungan pasien / tahun (range 1.000–65.000). Dewan peninjau
kelembagaan pada setiap peserta institusi menyetujui penelitian dengan pengabaian
penjelasan dan persetujuan.
Seleksi Peserta
Studi ini mengumpulkan informasi secara prospektif pasien anak dan
dewasa yang menjalani intubasi darurat di salah satu ED/UGD yang berpartisipasi
dari bulan Februari 2012 hingga November 2017. Di antara pasien ini, mereka yang
menjalani upaya intubasi kedua setelah gagal upaya pertama memenuhi syarat
untuk analisis saat ini. Kami mengeksklusi pasien di mana pada upaya pertama
tidak dilakukan intubasi melewati oral rute. mereka yang meninggal sebelum upaya
kedua, dan mereka yang tidak memiliki metode, perangkat, atau intubator dengan
karakteristik yang tidak dikenal
5
Paparan studi - upaya penyelamatan intubasi
Dalam penelitian ini, "upaya penyelamatan intubasi" didefinisikan
sebagai upaya intubasi kedua dengan perubahan pendekatan intubasi, yaitu
perubahan dalam metode, perangkat, dan / atau intubator setelah usaha pertama
yang gagal. Sebaliknya, "Non recue intubation" didefinisikan sebagai
upaya/percobaan kedua dengan menggunakan metode, perangkat, dan intubator
yang sama dengan upaya pertama. Metode dikategorikan menjadi Rapid Sequence
Intubation (RSI), intubasi bedah (cricothyrotomy / tracheotomy), dan metode
lainnya. Perangkat intubasi dikelompokkan menjadi laringoskop langsung/direct
laryngoscope (DL), laringoskop video/video laryngoscope (VL), kombinasi gum
elastic bougie dengan DL atau VL, dan perangkat lain. Spesialisasi
intubator/anasthesia dikategorikan sebagai post graduate tahun 1 atau 2, residen
pengobatan darurat (EM), dokter EM, dan spesialisasi lainnya.
Ukuran hasil
Untuk menentukan faktor-faktor yang terkait dengan tingakat kesuksesan
upaya penyelamatan yang lebih tinggi, kami menguji keberhasilan upaya kedua
setelah usaha pertama yang gagal.
Analisis Data
Dalam penelitian ini, kami membangun model tiga regresi logistik.
Pertama, untuk menguji hipotesis bahwa upaya penyelamatan (membandingkan
dengan upaya non-penyelamatan) dikaitkan dengan keberhasilan/kesuksesan upaya
kedua yang lebih tinggi, kami memodelkan perubahan apapun pada
pendekatan/cara intubasi sebagai variabel paparan (tidak disesuaikan model 1).
Kedua, menentukan pendekatan penyelamatan yang mana dikaitkan dengan upaya
kedua yang berhasil, kami membuat model setiap perubahan dalam metode
intubasi, perangkat, dan spesialisasi intubator sebagai variabel eksposur (model
yang disesuaikan 2). Ketiga, untuk menghasilkan lebih banyak informasi yanng
lebih terperinci tentang pendekatan intubasi yang terkait dengan upaya kedua yang
berhasil, kami menyertakan variabel berikut dalam model (model yang disesuaikan
6
3), perubahan dari non-RSI ke RSI, berubah dari metode non-bedah ke metode
bedah, perubahan metode lain, berubah dari non-DL ke DL, berubah dari non-VL
ke VL, menggunakan bougie, perubahan perangkat lain/alat lain, perubahan dari
non-EM resident menjadi EM resident, berubah dari dokter yang bukan EM ke
dokter EM, dan perubahan khusus lainnya. Dalam model yang disesuaikan, kami
mengontrol usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh pasien, indikasi utama untuk
intubasi, penanda kesulitan intubasi (Kriteria LEMON yang dimodifikasi ≥1),
metode intubasi pada upaya pertama, alat pada upaya pertama, dan spesialisasi
intubator pada upaya pertama.
7
Hasil
Selama masa studi / penelitian, 9.694 pasien menjalani manajemen jalan
napas darurat di UGD. Database mencatat 9.408 pasien (97%). Kami mengeksklusi
6.698 pasien (Gambar. S1), dan sisanya 2.710 pasien memenuhi syarat untuk
analisis saat ini.
8
menjalani upaya penyelamatan / rescue attempt / kegawatan lebih banyak
cenderung memiliki indikasi trauma dibandingkan dengan mereka yang tidak upaya
penyelamatan / non rescue attempt (keduanya, P <0,05)
Secara keseluruhan,
tingkat keberhasilan pada
upaya intubasi kedua
adalah 72% dengan pada
rescue intubation / rescue
attempts dan 62% pada
intubasi non-penyelamatan
/ Non rescue attempts.
Upaya penyelamatan /
rescue attempts dikaitkan
dengan tingkat upaya
kedua yang jauh lebih
tinggi / optimal,
dibandingkan dengan
upaya non-penyelamatan
(Odds rasio 1,64; CI 95%,
1,39-1,94; P <0,001). Di antara tiga intervensi penyelamatan (Perubahan dalam
metode, perangkat / alat, dan intubator), perubahan metode (95% CI, 1,01-2,49; P
= 0,04) dan intubator ( 95% CI, 1,82-2,76; P <0,001) dikaitkan dengan keberhasilan
9
upaya kedua yang memiliki nilai lebih tinggi. Lebih khusus perubahan dari non-
RSI ke RSI (95% CI, 1,12-3,75; P = 0,02), dari resident non-EM sampai resident
EM (disesuaikan 95% CI, 1,44-2,82; P <0,001), dan dari dokter non-EM sampai
dokter EM ( 95% CI, 2.14–3.71; P <0,001) dikaitkan dengan kemungkinan
keberhasilan usaha kedua yang lebih tinggi.
Diskusi
10
Meskipun proporsi penderita gagal pada upaya pertama ini tidak kecil (17-
32%), hanya beberapa penelitian yang telah menyelidiki rescue intubation di UGD.
Pada tahun 2002, sebuah analisis dari 207 intubasi yang tercatat di National
Emergency Airway Registry (NEAR-II) dari database dijelaskan teknik dan
perangkat yang digunakan untuk penyelamatan manajemen jalan nafas setelah
upaya yang gagal. Analisis yang lebih baru dari 1.122 intubasi di Korea melaporkan
faktor-faktor yang terkait dengan keberhasilan pada upaya kedua, seperti
penggunaan RSI, intubasi oleh dokter emergency atau dokter senior, dan jalan
napas yang tidak sulit. Namun, penelitian ini tidak membedakan upaya
penyelamatan dan upaya non-penyelamatan. Upaya yang diulangi dengan
menggunakan metode, perangkat, dan intubator setelah usaha yang gagal juga
dianggap sebagai upaya penyelamatan. Studi multicenter saat ini dengan ukuran
sampel besar, dalam topik ini didasarkan pada studi-studi sebelumnya, dan
memperluas studi sebelumnya dengan menunjukkan keunggulan intubasi upaya
penyelamatan (dibandingkan dengan upaya non-penyelamatan).
11
kerumitan upaya penyelamatan intubasi di UGD, data kami tidak hanya
menyangkal pendekatan yang mengasumsikan upaya berulang saja akan mengarah
ke keberhasilan intubasi, tetapi juga memberikan dukungan tambahan untuk
strategi intubasi yang secara sistematis mengoptimalkan pendekatan intubasi (mis.,
penggunaan RSI dan intubator alternatif) segera setelah upaya yang gagal.
Potensi Keterbatasan
Kesimpulan
12