Anda di halaman 1dari 49

Author :

Yayan Akhyar Israr

Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2007

Doctors FiLes.(http://www.Doctors-Filez.tk 0

ABSTRACT

CHARACTERISTIC OF SOLUTIO PLACENTA AT DEPARTMENT OF OBSTETRICS AND GYNAECOLOGY RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIOD 1st JANUARY 2002 -31st DECEMBER 2006

By Yayan Akhyar Israr

Solutio placenta is the premature separation of the placenta from its site of implantation after 20 weeks of pregnancy and before the delivery of the fetus. Solutio placenta represent one of the obstetrical hemorrhage which is able to cause maternal death. Problem of solutio placenta is important to be known because this case represent one of the 3rd period pregnancy complication which can increase mortality number and morbidity number of mother and the fetus if its handling do not be conducted precisely. The descriptive and retrospective research have been conducted by taking data from RSUD Arifin Achmad Pekanbaru toward solutio placenta cases during period 1 st January 2002-31 st December 2006. From the result of research obtained 12709 obstetric cases including 33 solutio placenta cases (0.26%) where the amount of mother death (6.9%). The amount of baby life after intensive care (51.72%) is higher than the amount of baby dying (37.93%) and the amount of baby which is life healthily (10.35%).

ABSTRAK

KARAKTERISTIK KASUS SOLUSIO PLASENTA DI BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE 1 JANUARI 2002-31 DESEMBER 2006

Oleh Yayan Akhyar Israr

Solusio plasenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Solusio plasenta merupakan salah satu perdarahan bidang obstetri yang dapat menyebabkan kematian maternal. Masalah solusio plasenta penting untuk diketahui karena kasus ini merupakan salah satu keadaan darurat pada trimester III kehamilan yang dapat meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas dari ibu dan janinnya apabila penanganannya tidak dilakukan secara tepat. Telah dilakukan penelitian secara deskriptif retrospektif yang mengambil data dari Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru terhadap kasus-kasus solusio plasenta selama periode 1 Januari 2002 sampai 31 Desember 2006. Dari hasil penelitian diperoleh 12709 kasus kebidanan termasuk 33 kasus diantaranya adalah solusio plasenta (0,26%) dimana jumlah ibu yang meninggal (6,9%). Jumlah bayi yang hidup setelah perawatan intensif (51,72%%) lebih tinggi dari jumlah bayi yang meninggal (37,93%) dan dari bayi yang hidup dengan keadaan baik (10,35%).

BAB I PENDAHULUAN

1. 1

Latar Belakang Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio placenta

adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat. Hebatnya perdarahan tergantung pada luasnya area plasenta yang terlepas (1,2). Di Indonesia, yang paling banyak menyebabkan kematian maternal adalah perdarahan.
(1)

. Perdarahan pada ibu hamil dibedakan atas perdarahan antepartum

(perdarahan sebelum janin lahir) dan perdarahan postpartum (setelah janin lahir). Solusio plasenta merupakan 30% dari seluruh kejadian perdarahan antepartum yang terjadi (3,4). Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada atau tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang sangat banyak. Pemandangan yang mengicuh inilah sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan yang demikian seringkali perkiraan jumlah darah yang telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok (5). 3

Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasuskasus berat Diiiterdapat korelasi dengan penyakit hipertensi vaskuler menahun, dan 15,5% disertai pula oleh preeklamsia. Faktor lain yang diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu (5). Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit menegakkan diagnosisnya dengan cepat. Dari penelitian oleh Hard dan kawan-kawan diketahui bahwa 15% dari kasus solusio plasenta didiagnosis dengan persalinan prematur idiopatik, sampai kemudian terjadi gawat janin, perdarahan hebat, kontraksi uterus yang hebat, hipertoni uterus yang menetap, gejala-gejala ini dapat ditemukan sebagai gejala tunggal, tapi lebih sering berupa gejala kombinasi (2). Solusio plasenta merupakan penyakit kehamilan yang relatif umum dan dapat secara serius membahayakan keadaan ibu. Seorang ibu yang pernah mengalami solusio plasenta, mempunyai resiko yang lebih tinggi mengalami kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Solusio plasenta juga cenderung menjadikan morbiditas dan bahkan mortalitas pada janin dan bayi baru lahir. Angka kematian janin akibat solusio plasenta berkisar antara 50-80%. Tetapi ada literatur lain yang menyebutkan angka kematian mendekati 100% (3). Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kematian maternal di Indonesia pada tahun 1998-2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih cukup jauh dari tekad pemerintah yang menginginkan penurunan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup untuk tahun 2010. Angka kematian maternal ini merupakan yang tertinggi di antara negara4

negara ASEAN. Angka kematian maternal di Singapura dan Malaysia masing-masing 5 dan 70 orang per 100.000 kelahiran hidup (6). Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru solusio plasenta yang termasuk dalam hemoragi (perdarahan) antepartum menduduki peringkat ke-4 terbanyak berdasarkan data dari bagian Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru yang menampilkan 10 kasus Obstetri terbanyak tahun 2004

1. 2

Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka timbul pertanyaan yang hendak dijawab dalam

penelitian ini adalah: 1) Berapa angka kejadian solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru selama periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 2) Berapa angka kejadian solusio plasenta ditinjau dari umur ibu di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru selama periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 3) Berapa angka kejadian solusio plasenta ditinjau dari paritas ibu di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru selama periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 4) Berapa distribusi kejadian hipertensi dalam kehamilan pada penderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru selama periode 1 Januari 200231 Desember 2006. 5) Adakah riwayat trauma abdomen pada penderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru selama periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 6) Tindakan persalinan yang dilakukan pada penderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru selama periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 5

7) Bagaimana gambaran luaran ibu dan bayi pada penderita solusio plasenta yang dirawat di bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada saat keluar dari Rumah Sakit dalam periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. Maka berdasarkan hal di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana karakteristik kasus solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 ?.

1. 3

Tujuan Penelitian

1. 3. 1 Tujuan Umum Untuk mengetahui karakteristik kasus solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 1. 3. 2 Tujuan Khusus 1) Mengetahui angka kejadian solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru selama periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 2) Mengetahui distribusi umur ibu penderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 3) Mengetahui distribusi paritas ibu penderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 4) Mengetahui distribusi hipertensi dalam kehamilan pada penderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006.

5) Mengetahui distribusi trauma abdomen pada penderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 6) Mengetahui jenis persalinan yang dilakukan pada kasus solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 7) Mengetahui angka kematian ibu dengan solusio plasenta saat pulang di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 8) Mengetahui luaran bayi yang dilahirkan dari ibu penderita solusio plasenta saat keluar dari RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dalam periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006.

1. 4

Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk : 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kasus solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 2) Sumber informasi bagi praktisi kesehatan dan pemerintah agar lebih memperhatikan masalah solusio plasenta sebagai salah satu faktor resiko penyebab kematian ibu dan anak yang dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam pengelolaan di rumah sakit sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu dan anak. 3) Untuk kepentingan masyarakat ilmiah, sebagai data dasar bagi penelitian selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir
(7,8)

. Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta korpus uteri

sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya

sebelum janin lahir (2). Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens
(5)

. Sedangkan Abdul Bari

Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram (9)

Gambar 2.1 Solusio plasenta (placental abruption) (10).

2.2 Klasifikasi a. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta (5): 1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya. 2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian. 3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas. b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan (3): 1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar 2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma retroplacenter 3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion . c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu (2,7): 1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%. 2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%. 3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta bisa terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

2.3 Epidemiologi Insiden solusio plasenta bervariasi, antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan
(11)

. Slava dalam penelitiannya

melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria dalam menegakkan diagnosis (8). Di Parkland Memorial Hospital terjadi 1 kasus dalam 500 persalinan. Tetapi seiring dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan
(2)

. Menurut hasil penelitian

yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi
(11)

. Penelitian retrospektif yang

dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi kasus solusio plasenta (13). Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. 1 Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan (2) . No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Penyebab Perdarahan Solusio Plasenta Laserasi/ Ruptura uteri Atonia Uteri Koagulopathi Plasenta Previa Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata Perdarahan Uterus Retained Placentae Sampel 141 125 115 108 50 44 44 32 (%) 19 16 15 14 7 6 6 4

10

Pada tabel 2.1 dapat dilihat bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama sebagai penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam masa kehamilan (2). Di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo (RSUPCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan. Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya (5). Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan (14).

2.4 Etiologi Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa kondisi yang menjadi predisposisi (2,3): 1. Hipertensi kronis dan preeklamsia 2. Bertambahnya usia dan paritas ibu 3. Trauma 4. Merokok dan penggunaan kokain 5. Dekompresi uterus yang mendadak 6. Tekanan pada vena kava inferior karena pembesaran uterus. 11

7. Pernah mengalami solusio plasenta pada kehamilan sebelumnya. 8. Anomali uterus atau tumor uterus 9. Malnutrisi/defisiensi gizi. Para ahli juga mengemukakan teori mengenai penyebab solusio plasenta : Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruangan interviller, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum menjadi nekrosis, spasme hilang dan darah kembali ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah sedemikian rapuh sehingga mudah pecah, kemudian terbentuk hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul di belakang plasenta disebut hematoma retroplacenter (13). Beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya solusio plasenta : 1. Faktor kardio-reno-vaskuler Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia (15,16). Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Disini terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu (3). 2. Faktor trauma Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau pertolongan persalinan. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain. 12

Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa trauma yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio plasenta 1,2% kasus solusio plasenta disertai trauma (5). 3. Faktor paritas ibu Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara (15,16). Pengalaman di RSUPCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium (5). 4. Faktor usia ibu Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun (1,5). 5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma (3,15). 6. Faktor pengunaan kokain Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
(9)

. Di RSUPCM dilaporkan

13

pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% (12). 7. Faktor kebiasaan merokok Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya
(17)

. Deering dalam penelitiannya

melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan (12).

8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya (3,8,12,18). 9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior, dan lain-lain (16).

2.5 Patogenesis. Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus (2,3,19).

14

Gambar 2. 2 Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom subkhorionik (18). Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terusmenerus karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya hematom subkhorionik akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, keluar melalui vagina atau menembus masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi Uterus Couvelaire, dimana seluruh permukaan uterus akan tampak bercak kebiruan atau berwarna ungu. Uterus seperti ini akan terasa sangat tegang dan nyeri dan akan mengganggu kontraktilitas uterus setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat (3,5).

15

Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya (5).

2.6 Gambaran Klinis Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas pengelompokannya menurut gejala klinis 1. Solusio plasenta ringan Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terus menerus agak tegang. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, apakah menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitamhitaman (2,5,7). 2. Solusio plasenta sedang Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum duapertiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti 16
(2,5,7)

solusio plasenta ringan, tetapi bisa juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh kedalam syok, demikian pula janinnya jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat (2,5,7). 3. Solusio plasenta berat Plasenta telah terlepas lebih dari sepertiga permukaannnya. Terjadi sangat tibatiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok, dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan, dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan- keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan

kelainan/gangguan fungsi ginjal (2,5,7).

2.7 Komplikasi Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.

17

Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu : 1. Syok perdarahan Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah selesai sekalipun, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan proporsi perdarahan yang terlihat (2,3,12). Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kematian dan kesakitan ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan (19). 2. Gagal ginjal Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering pada solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan hipovolemia oleh karena perdarahan. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan 18

penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau korteks ginjal mendadak
(2,5)

. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan

pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin

menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah (2). 3. Kelainan pembekuan darah Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya (5). Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah (2,5,8). Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase (8,17): a. Fase I Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler 19

tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria (8). b. Fase II Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha badan untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan, lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis (17). Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan

laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik. Karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu (2). 4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire) Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak tergantung pada kesanggupannya menghentikan perdarahan (14). Komplikasi yang dapat terjadi pada janin (8,12,13) : 1. Fetal distress dan gangguan pertumbuhan/perkembangan 2. Hipoksia dan anemia 3. Kematian 20

2.8 Diagnosis Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal bisa banyak sekali, meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat (2,3). Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta (2,3) : Tabel 2.2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tanda atau Gejala Perdarahan per vaginam Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang Gawat janin Persalinan prematur idiopatik Kontraksi berfrekuensi tinggi Uterus Hipertonik Kematian janin Frekuensi (%) 78 66 60 22 17 17 15

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda terbanyak dari kasus solusio plasenta. Berdasarkan kepada gejala-gejala dan tanda-tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik

21

mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan palpasi perut sulit meraba bagian-bagian janin (18). Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain : 1. Anamnesis (5,19) Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat melokalisir tempat mana yang paling sakit. Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman . Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi). Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam. Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksi (5,19) Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan. Pucat, sianosis dan berkeringat dingin. Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

3. Palpasi (5,19,20) Fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.

22

Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.

Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas. Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. Auskultasi (5,19) Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga. 5. Pemeriksaan dalam (19) Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup. Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his. Apabila ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa. 6. Pemeriksaan umum (5,19,20) Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis. 7. Pemeriksaan laboratorium (19,20) Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan leukosit.

23

Darah : Hb menurun (anemia), periksa golongan darah, lakukan crossmatch test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).

8. Pemeriksaan plasenta (13). Saat setelah bayi dan plasenta lahir, periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta., yang disebut hematoma retroplacenter. 9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG) (20,21) Temuan yang beragam Terlihat daerah terlepasnya plasenta Janin dan kandung kemih ibu Darah Tepian plasenta

KET : FB = Fetal Body (Janin) Bl = Bladder (Kandung kemih)

Gambar 2.3 Ultrasonografi kasus solusio plasenta (21).

24

2.9 Terapi Penanganan solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu: a. Solusio plasenta ringan Ekspektatif, bila kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan (2). Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan (4,22). b. Solusio plasenta sedang dan berat Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria (5). Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan (5). Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik. Persalinan juga dapat dipercepat dengan infus oksitosin yang memperbaiki kontraksi uterus (3,4, 20). 25

Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita biasanya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah (19). Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah (19). Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria (5,17). Uterus Couvelaire tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria, tindakan histerektomi perlu dilakukan (5).

26

2.10 Prognosis Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, dan jarak waktu terjadinya solusio plasenta sampai terjadinya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal (5). Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus tertentu seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin (5).

27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif retrospektif dengan melihat dan mencatat kembali data dari catatan rekam medik pasien yang pernah dirawat di Bagian Obstetri dan Ginekologi yang tercatat di bagian Rekam Medik RSUD Arifin Acmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006.

3. 2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2007 di bagian Obstetri dan Ginekologi dan di bagian Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Semua penderita kasus obstetri yang pernah dirawat di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dalam periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 3.3.2 Sampel Semua penderita solusio plasenta yang pernah di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dalam periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 28

3.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi Semua penderita yang didiagnosis sebagai solusio plasenta oleh dokter ahli obstetri dan ginekologi dan memiliki catatan rekam medik yang lengkap. 3.4.2 Kriteria Eksklusi Semua penderita yang tidak memiliki catatan rekam medik yang lengkap.

3.5 Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan melihat kembali semua catatan rekam medik tentang kasus solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dalam periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 dan yang dicatat adalah : 1. Jumlah kasus solusio plasenta 2. Umur ibu 3. Paritas ibu 4. Kejadian hipertensi dalam kehamilan 5. Riwayat trauma abdomen selama kehamilan 6. Jenis tindakan persalinan yang dilakukan 7. Luaran ibu saat keluar dari RSUD Arifin Achmad Pekanbaru 8. Luaran bayi yang dilahirkan saat keluar dari RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

29

3.6 Pengolahan dan Penyajian Data Data diolah secara manual, kemudian disajikan dalam bentuk diagram dan tabel distribusi frekuensi.

3.7 Definisi Operasional 1. Solusio Plasenta dalam penelitian ini adalah semua kasus obstetri yang didiagnosis oleh dokter ahli obstetri dan ginekologi sebagai solusio plasenta. 2. Jumlah kasus solusio plasenta adalah jumlah total kasus solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 3. Umur ibu adalah usia (dalam tahun) yang tercatat di bagian Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 4. Paritas adalah frekuensi proses persalinan yang telah dilakukan ibu yang tercatat di bagian Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. 5. Kejadian hipertensi dalam kehamilan dikelompokkan menjadi : a) Hipertensi : Tekanan darah saat masuk RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, sistolik > 160 mmHg dan atau diastolik > 95 mmHg. b) Tidak hipertensi 6. Riwayat trauma abdomen selama kehamilan, dikelompokkan menjadi : a) Ada (Jatuh/kecelakaan, diurut dukun, dan lain-lain) b) Tidak ada

30

7. Jenis persalinan yang dilakukan, dikelompokkan menjadi : a) Pervaginam b) Perabdominal, yang dibagi lagi atas : - Seksio sesaria - Seksio sesaria + Histerektomi 8. Luaran ibu saat keluar dari RSUD Arifin Achmad Pekanbaru : a) Sembuh b) Meninggal 9. Luaran bayi yang dilahirkan saat keluar RSUD Arifin Achmad Pekanbaru : a) Hidup dengan keadaan baik b) Hidup setelah mendapat perawatan yang intensif c) Meninggal

31

BAB IV HASIL PENELITIAN

Selama lima tahun (1 Januari 2002 - 31 Desember 2006) di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru terdapat 12709 kasus obstetri (berdasarkan data dari bagian Bina Program RSUD Arifin Achmad Pekanbaru) dan 33 diantaranya adalah kasus solusio plasenta. Tabel 4. l Insiden Solusio Plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 Insiiden Solusio Plasenta 7 9 6 6 4 33 Kasus Obstetri 2386 2353 2490 2597 2883 12709 Persentase (%) 0,29 0,38 0,24 0,23 0,14 0,26

Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 Total 5 tahun

Pada tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2002 terdapat 7 kasus (0,29%) solusio plasenta dari 2386 kasus obstetri, 6 kasus (0,24%) dari 2490 kasus obstetri pada tahun 2004, 6 kasus (0,23%) dari 2597 kasus obstetri pada tahun 2005, 4 kasus (0,14%) dari 2883 kasus obstetri pada tahun 2006 dan insiden terbanyak terjadi pada tahun 2003 yaitu 9 kasus (0,38%) dari 2353 kasus obstetri. Jadi terdapat 33 (0,26%) kasus solusio plasenta dari 12709 kasus obstetri selama 5 tahun.

32

Berdasarkan data yang diperoleh, angka kejadian solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru per tahunnya dalam periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 dapat dilihat pada diagram berikut :
Insiden

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

Diagram 4. 1 Insiden solusio plasenta per tahun di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 desember 2006 Pada diagram 4. 1 di atas dapat dilihat bahwa kasus terbanyak terjadi pada tahun 2003 yaitu 9 kasus solusio plasenta, kemudian diikuti tahun 2002 dengan 7 kasus, tahun 2004 dan 2005 masing-masing 6 kasus solusio plasenta. Sedangkan jumlah kasus yang terendah didapatkan pada tahun 2006 yaitu sebanyak 4 kasus solusio plasenta yang terjadi pada tahun tersebut. Dari total 33 kasus solusio plasenta yang didapat hanya 29 kasus solusio plasenta yang memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian ini. Sedangkan 4 kasus lainnya tidak diambil sebagai sampel penelitian karena tidak memilki catatan rekam medik yang lengkap.

33

Tabel 4. 2 Distribusi Umur Penderita Solusio Plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 Umur (Tahun) < 20 20-24 25-29 30-34 35 Jumlah Frekuensi Solusio Plasenta 0 4 13 7 5 29 Persentase (%) 0 13,79 44,83 24,14 17,24 100

Dari tabel 4. 2 tampak distribusi umur ibu dengan solusio plasenta terbanyak berkisar antara umur 25-29 tahun yaitu 13 penderita (44,83%), diikuti oleh kelompok umur 30-34 tahun sebanyak 7 penderita (24.14%), kelompok umur 35 tahun 4

sebanyak 5 penderita (17,24%) dan kelompok umur 20-24 tahun sebanyak

penderita (13,79%). Tidak ditemukan penderita solusio plasenta pada kelompok umur < 20 tahun (0%). Dapat lebih diterangkan melalui diagram di bawah ini:
Frekuensi solusio plasenta
44,83%

12 24,14% 8 17,24% 13,79%

0%

0 0 0

Umur (tahun)
< 20 20-24 25-29 29-30 > 35

Diagram 4. 2

Distribusi umur pada penderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006

34

Tabel 4. 3

Distribusi Paritas Penderita Solusio Plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 Paritas ibu 1 2-4 5 Jumlah Frekuensi Solusio Plasenta 3 18 8 29 Persentase (%) 10,34 62.06 28 100

Dari tabel 4. 3 tampak distribusi paritas ibu dengan solusio plasenta. ibu dengan paritas 1 (satu) didapatkan 3 orang (10,34%) menderita solusio plasenta, ibu dengan paritas 2-4 didapatkan 18 orang (62,06%) menderita solusio plasenta dan ibu dengan paritas 5 didapatkan 8 orang (28%) menderita solusio plasenta. Dapat dilihat lebih jelas pada diagram berikut :
Frekuensi solusio plasenta

24 20 16 12 8 4 0 0 0 10,34%

62,06%

28%

Paritas

2 4

>5

Diagram 4. 3 Distribusi paritas pada penderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa persentase ibu-ibu dengan paritas 2-4 adalah yang terbanyak menderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006

35

Tabel 4. 4 Distribusi Kejadian Hipertensi Dalam Kehamilan Pada Penderita Solusio Plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 Hipertensi Dalam Sampel Persentase Kehamilan (n) (%) Hipertensi 14 49,28 Tidak Hipertensi 15 50,72 Jumlah 29 100 Terlihat dari tabel 4. 4 bahwa dari seluruh penderita solusio plasenta terdapat 14 orang (49,28%) menderita hipertensi dalam kehamilan sedangkan 15 orang (50,72%) tdak menderita hipertensi dalam kehamilan. Dapat diperhatikan pada diagram dibawah ini :

Tidak Hipertensi (50,72%)

Hipertensi (49,28%)

Diagram 4. 4 Distribusi kejadian hipertensi dalam kehamilan pada penderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 Tabel 4. 5 Distribusi Riwayat Trauma Abdomen Pada Penderita Solusio Plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 Sampel (n) 8 21 29 Persentase (%) 27,58 72.42 100

Riwayat Trauma Abdomen Ada Tidak ada Jumlah

Dari tabel di atas dapat dilihat sebanyak 8 penderita (27,58%) mempunyai riwayat trauma abdomen dan 21 penderita tidak mempunyai riwayat trauma abdomen(72,42%).

36

Akan

lebih mudah dilihat distribusinya apabila disajikan dalam bentuk

diagram berikut :

Ada Tidak Ada


(72,42%) (27,58 %)

Diagram 4. 5 Distribusi riwayat Trauma abdomen pada penderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 Dari diagram di atas dapat diketahui bahwa 27,58% ibu-ibu penderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 mempunyai riwayat trauma abdomen.

Tabel 4. 6 Distribusi Jenis Persalinan yang Dilakukan Pada Penderita Solusio Plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 Jenis Persalinan Pervaginam Perabdominal : - Seksio Sesaria (SS) - SS + Histerektomi Jumlah Sampel (n) 2 22 5 29 Persentase (%) 6,9 75,8 17,3 100

Dari tabel 4. 5 ini dapat dilihat bahwa jenis tindakan persalinan terbanyak yang dilakukan pada kasus solusio plasenta adalah seksio sesaria sebanyak 22 tindakan persalinan (75,8%), dikuti oleh tindakan SS + histerektomi sebanyak 5 tindakan persalinan (17,3%) dan pervaginam sebanyak 2 tindakan persalinan (6,9%). 37

Dalam bentuk diagram batang dapat dilihat :


29 24 19 14 9 4 -1

Pervaginam Seksio Sesaria Seksio Sesaria + Histerektomi

Diagram 4. 6 Jenis persalinan yang dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru untuk penanganan penderita solusio plasenta periode Januari 2002-31 Desember 2006.
Terlihat jelas bahwa jenis persalinan terbanyak yang dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 untuk penanganan ibu-ibu penderita solusio plasenta adalah seksio sesaria.

Tabel 4. 7

Distribusi Luaran Ibu Saat Keluar dari Rumah Sakit pada Penderita Solusio Plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 Sampel (n) 27 2 29 Persentase (%) 93,1 6,9 100

Keadaan ibu
Sembuh Meninggal

Jumlah

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari total 29 kasus solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru ditemukan 27 ibu (93,1%) penderita solusio plasenta dapat sembuh, Sedangkan 2 ibu (6,9%) lainnya meninggal dunia dalam periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006.

38

Distribusinya dapat diperjelas dengan diagram berikut :


Meninggal

(6,9%)

Sembuh

(93,1%)

Diagram 4. 7

Luaran ibu saat keluar dari rumah sakit pada penderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006

Tabel 4. 8

Distribusi Luaran Bayi yang Dilahirkan Oleh Penderita Solusio Plasenta Saat Keluar Dari RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 Keadaan Bayi Sampel (n) 3 15 11 29 Persentase (%) 10,35 51,72 37,93 100

Hidup, dengan keadaan baik Hidup setelah mendapat perawatan yang intensif Meninggal

Jumlah

Pada tabel 4. 6 ini terlihat bahwa luaran terbanyak pada bayi-bayi yang dilahirkan dari penderita solusio plasenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru adalah dapat hidup setelah mendapat perawatan yang intensif yaitu sebanyak 15 bayi (51,72%). Bayi meninggal yang disebabkan oleh kasus solusio plasenta adalah sebanyak sebanyak 11 bayi (37,93%), sedangkan yang hidup dengan keadaan baik hanya 3 bayi (10,35%) dalam periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006.

39

BAB V PEMBAHASAN

Pada periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006 didapatkan bahwa pada tahun 2002 terdapat 7 kasus (0,29%) solusio plasenta dari 2386 kasus obstetri, tahun 2003 terdapat 9 kasus (0,38%) dari 2353 kasus obstetri, tahun 2004 terdapat 6 kasus (0,24%) dari 2490 kasus obstetri, tahun 2005 terdapat 6 kasus (0,23%) dari 2597 kasus obstetri dan pada tahun 2006 terdapat 4 kasus (0,14%) solusio plasenta dari 2883 kasus obstetri. Jadi terdapat 33 kasus (0,26%) solusio plasenta dari 12709 kasus obstetri selama 5 tahun. Berdasarkan data yang diperoleh, terlihatnya penurunan insiden solusio plasenta dari tahun ke tahun. Hal ini dimungkinkan karena semakin baiknya antenatal care (ANC) pada ibu-ibu hamil di provinsi Riau Dari 33 kasus tersebut hanya 29 kasus yang memenuhi kriteria sampel penelitian. Sedangkan 4 kasus dari 33 kasus tersebut tidak diambil sebagai sampel penelitian karena tidak memilki catatan rekam medik yang lengkap. Pada tabel 4. 2 terlihat bahwa berdasarkan usia penderita ternyata frekuensi tertinggi didapatkan pada kelompok umur 25-29 tahun (44,83%) diikuti oleh kelornpok umur 30-34 tahun (24,14%), kelompok umur 35 tahun (17,24%), kelompok umur 20-24 tahun (13,79%) dan tidak ada kasus solusio plasenta yang terjadi pada kelompok umur < 20 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Trijamot Racimhadhi di RSUPCM yang mengatakan bahwa semakin tua umur ibu maka kemungkinan untuk terjadinya kelainan dalam kehamilan seperti solusio 40

plasenta menjadi lebih besar

(5)

. Ini mungkin disebabkan oleh faktor lain seperti

hipertensi dalam kehamilan atau trauma abdomen yang terdistribusi pada ibu-ibu muda di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Pada tabel 4. 3 terlihat bahwa sebahagian besar kasus solusio plasenta terjadi pada ibu-ibu dengan paritas 2-4 (62,06%), diikuti oleh ibu-ibu dengan paritas 5 (28%). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Prawirohardjo di RSUPCM dan penelitian Pritchard di Parkland Memorial Hospital yang menyatakan semakin tinggi paritas ibu maka semakin besar kemungkinan menderita solusio plasenta
(3,5)

. Namun penelitian ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan Tohey yang melaporkan dalam penelitiannya tidak menemukan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas 5
(2,3)

Pada tabel 4. 4 terlihat bahwa 49,28% kasus solusio plasenta penderitanya mempunyai kejadian hipertensi dalam kehamilan dan sisanya tidak mempunyai kejadian hipertensi dalam kehamilan (50,72%). Hal ini sesuai dengan penelitian Pritchard di Parkland Meorial Hospital yang melaporkan dari 408 kasus solusio plasenta setengahnya terjadi pada ibu-ibu dengan hipertensi menahun dan hipertensi dalam kehamilan
(2,3)

. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang

dilakukan Suryani di RSUP Dr. M.Djamil Padang yang melaporkan 44% dari ibuibu dengan solusio plasenta menderita hipertensi (15). Trauma abdomen juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya solusio plasenta. Hal ini terlihat pada tabel 4. 5 yang menggambarkan bahwa 27,58% kasus solusio plasenta disebabkan oleh adanya trauma abdomen dan 72,42% tidak terjadi trauma abdomen. Lebih tinggi dari hasil penelitian Slava di 41

Amerika Serikat yang melaporkan trauma yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dll) merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio plasenta
(9)

. Dan

lebih tinggi pula dibandingkan hasil penelitian Trijatmo Rachimhadhi di RSUPCM yang melaporkan 1,2% penderita solusio plasenta memiliki riwayat trauma (5). Dari tabel 4.6 terlihat bahwa jenis persalinan yang terbanyak dalam menangani kasus solusio plasenta adalah seksio sesaria (75,8%), diikuti oleh tindakan seksio sesaria + histerektomi 17,3% dan hanya 6,9% dilakukan tindakan persalinan pervaginam. Pada kasus tertentu seksio sesaria (perabdominal) dapat mengurangi angka kematian janin
(5)

. Blumenfelt dan Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya

menyatakan bahwa persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara untuk melakukan persalinan adalah seksio sesaria (1,19). Tindakan seksio sesaria + histerektomi (17,3%) pada 3 (tiga) ibu penderita solusio plasenta di RSUD Arfin Achmad Pekanbaru dilakukan atas indikasi perdarahan ibu yang hebat/tidak terkontrol, sedangkan 2 (dua) ibu penderita yang lain dilakukan atas indikasi terjadinya apoplexi uteroplacenta (Uterus

Couvelaire). Prawiroharjo dalam bukunya menyatakan bahwa apoplexi uteroplacenta


tidak merupakan indikasi dari histerektomi, akan tetapi apabila terjadinya atonia uteri atau perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah tindakan seksio sesaria, tindakan histerektomi perlu dilakukan (1,5). Dari data yang diperoleh dari bagian Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dalam periode 1 Januari 2002 - 31 Desernber 2006, 6,9 % ibu dengan solusio plasenta meninggal dunia. Hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian 42

Deering di Amerika Serikat yang melaporkan 6% dari kejadian solusio plasenta menyebabkan kematian ibu
(12)

dan penelitian penelitian yang dilakukan

Prawirohardjo yang melaporkan angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berkisar antara 0,5-5%
(5)

. Dari 2 orang ibu yang meninggal (6,9%), 1 (satu)

diantaranya meninggal sebelum dilakukan/mendapatkan penatalaksanaan yang lebih lanjut dikarenakan penolakan penderita untuk tindakan seksio sesaria, sedangkan 1 ibu lainnya meninggal setelah dilakukan tindakan seksio sesaria dan tercatat dalam statusnya bahwa bayinya dapat hidup. Dugaan sebab kematiannya adalah emboli. Disini terlihat perlunya kesadaran masyarakat terhadap kedaruratan kasus solusio plasenta serta diperlukannya penanganan yang tepat pada kasus-kasus solusio plasenta untuk dapat mencegah terjadinya kematian ibu. Bayi yang dilahirkan dari solusio plasenta dalam penelitian ini 37,73% meninggal dunia, 51,72% dapat hidup setelah mendapat perawatan yang intensif dan hanya 10,35% yang hidup dengan keadaan baik. Menurut penelitian Trijatmo Rachimadhi 50-80% janin pada kasus solusio plasenta mengalami kematian. Keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang terlepas dari implantasinya di uterus, lamanya terjadi solusio plasenta dan tuanya kehamilan
(5)

. Sementara itu hasil

penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD Dr. M. Djamil Padang diketahui bahwa 90% bayi dari penderita solusio plasenta meninggal dunia. Dapat dilihat bahwa pentingnya penatalaksanaan dan diagnosis yang dini dari kasus-kasus solusio plasenta untuk dapat mengurangi tingginya angka kematian ibu penderita solusio plasenta dan janin yang dikandungnya.

43

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan
Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Selama 5 tahun (1 Januari 2002-31 Desember 2006) terdapat 12709 kasus obstetri dan 33 diantaranya adalah kasus solusio plasenta (0,26%). 2. Bertambahnya umur dan paritas ibu dalam penelitian ini tidak menggambarkan keselarasan dengan peningkatan insiden solusio plasenta. 3. Hipertensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya solusio plasenta dengan jumlah penderita solusio plasenta yang menderita hipertensi sebanyak 49,28%. 4. Faktor lain yang dapat mempengaruhi solusio plasenta adalah trauma abdomen dengan insidennya pada solusio plasenta adalah sebanyak 27,58%. 5. Jenis persalinan yang terbanyak pada penanganan solusio plasenta adalah secara perabdominal yaitu seksio sesaria (75,8%). 6. Dari seluruh ibu penderita solusio plasenta ditemukan 6,9% meninggal. 7. Sebagian besar bayi dari ibu penderita solusio plasenta dapat hidup setelah mendapat perawatan yang intensif dan 37,93% bayi dari ibu penderita solusio plasenta meninggal.

44

6. 2 Saran
1. Memberikan pendidikan, latihan dan keterampilan kepada tenaga-tenaga kesehatan agar dapat mengenal kasus-kasus solusio plasenta lebih dini sehingga dapat mengurangi angka terjadinya kematian ibu dan janinnya. 2. Memberikan pengertian kepada masyarakat terutama ibu-ibu tentang pentingnya memeriksakan kehamilannya dan faktor-faktor yang bisa

menyebabkan terjadinya kasus solusio plasenta. 3. lbu-ibu yang mempunyai faktor-faktor resiko untuk terjadinya solusio plasenta agar waspada dan selalu memeriksakan kehamilannya kepada tenaga ahli secara teratur. 4. Menyarankan kepada Palang Merah Indonesia (PMI) ada di RSUD Arifin Acmad Pekanbaru agar kebutuhan darah dapat terpenuhi dengan mudah dan cepat. 5. Agar dilakukan perbaikan dalam penulisan dan kelengkapan catatan rekam medik penderita di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

45

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan dalam masa lampau, kini dan kelak. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 3-21. 2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Obstetrical Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 21th edition. Prentice Hall International Inc Appleton. Lange USA. 2001; 819-41. 3. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70. 4. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-20. 5. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 362-85. 6. Ariani DW, Astari MA, Anita H, et al. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku tentang Kehamilan, Persalinan, serta Komplikasinya pada Ibu Hamil Nonprimigravida di RSUPN Cipto Mangunkosumo. Majalah Kedokteran Indonesia vol 55, 2005; 63138. 7. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian Obstetri danGinekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.

46

8. Slava VG. Abruptio Placentae. Emerg [Online] 2006 [2006 August 29]; Topic12:[9 screens]. Available from:URL: http://www.emedicine.com

/emerg/topic12.htm. 9. Abdul BS. Kematian maternal. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002; 22-4. 10. WebMD Medical Reference from Healthwise. Emerg [Online] 2006 Marcr [2007 January 20]; Topic154:[9 screens]. Available from:URL:

www.webmd.com/hw/health_guide_atoz/aa154125.asp 11. Pernoll ML. Third Trimester Hemorrhage. Dalam : Current Obstetric & Gynecologic, 10th ed. USA: Appleton & Lange, 1999; 400-44. 12. Deering SH. Abruptio Placentae. Emerg [Online] 2005 [2006 August 31]; Topic6:[11 screens]. Available from:URL:

http://www.emedicine.com_med_topic6.htm 13. Ducloy AS, de Flandre FJ, OLambret A. Obstetric Anaesthesia-Placental Abruption [Online] 2005 November [2006 August 31]; 417_01:[5 screens]. Available from:URL: http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u14/u1417_01.htm 14. Suryani E. Solusio Plasenta di RSUP. Dr.M.Djamil padang selama 2 tahun (1 Januari 2002-31 Desember 2004). Skipsi. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 2004; 1-40. 15. Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279-7.

47

16. Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika, 1997; 109-26. 17. Maryuni SW. Ancaman Rokok terhadap Kehamilan. Informatika Kedokteran [Online] 2005 [Pekanbaru 2006 June 2] Available from:URL:

http://www.riaupos.com. 18. Mayo Foundation for Medical Education and Research [Online Database] 1998 August [Pekanbaru 2007 January 20]. Available from:URL:

http://www.mayoclinic.com/health/placental-abruption/DS00623. 19. Blumenfelt M, Gabbe S. Placental Abruption. In: Sciarra Gynecology and Obstetrics; Revised Ed, 1997. Philadelphia: Lippincott Raven Publ, 1997; 1-17. 20. The University of Virginia [Online Database] 2004 February [Pekanbaru 2007 January 20]. Available from:URL : http://www.healthsystem.virginia.edu /uvahealth/pedshrpregnant/bleed.cfm 21. Department of Obstetrics & Gynecology, Division, Maternal-Fetal Medicine, University of Connecticut Health Center [Online Online] 2006 February [2007 February 11]; Topic 8:[2 screens]. Available from:URL: www. library.med.utah .edu /hrob_ultrasound01.html 22. Moses S. Placental Abruption/Abruptio Placentae. Emerg [Online] 2006 December [2007 January 20]; Topic13:[11 screens]. Available from:URL:

http://www. fpnotebook.com /OB13.htm

Doctors FiLez.(http://www.Doctors-Filez.tk
48

Anda mungkin juga menyukai