Teknologi Pengolahan Daging
Teknologi Pengolahan Daging
net/publication/341077880
CITATIONS READS
6 21,678
3 authors:
Edhy Mirwandhono
University of Sumatera Utara
137 PUBLICATIONS 133 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Socialization of the Law Animal Livestock and Health Prevention of Productive Female Cattle Slaughter in Tebo District View project
All content following this page was uploaded by Peni Patriani on 01 May 2020.
DAGING
PENI PATRIANI, S.Pt, MP
Prof. Dr. Ir. H. HARAPIN HAFID, M.Si
Ir. R. EDHY MIRWANDHONO, M.Si
Ir. TRI HESTI WAHYUNI, M.Sc
TEKNOLOGI PENGOLAHAN
DAGING
Penulis:
PENI PATRIANI, S.PT, MP
PROF. DR. IR. H. HARAPIN HAFID, M.SI
IR. R. EDHY MIRWANDHONO, M.SI
IR. TRI HESTI WAHYUNI, M.SC
ISBN 978-623-92073-6-6
Dicetak di Medan
PRAKATA
Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkah Rahmat dan Hidayah-
Nya Penulis telah menyelesaikan buku Teknologi Pengolahan Daging sebagai sumber literatur
bagi para Mahasiswa, Dosen, Peternak, praktisi dan Instansi terkait khususnya di bidang
Peternakan.
Buku ini ini dibuat sedemikian rupa karena merupakan bagian dari pokok bahasan mata
kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Ternak khususnya pada pengolahan daging sehingga
pembaca dapat memahami bagaimana cara mengelola daging yang benar. Buku Teknologi
Pengolahan Daging juga merupakan hasil capaian dari Penelitian Talenta USU Tahun 2019
yang didesain untuk membantu mahasiswa dan praktisi untuk mengetahui serta
mengaplikasikan pengolahan pangan hasil ternak menggunakan berbagai metode beserta
teknologi. Beberapa materi baru disajikan dengan harapan dapat memperkaya wawasan
pengetahuan tentang teknologi pengelolaan daging khususnya dibidang peternakan.
Edisi buku tahun ini dibuat dengan berbagai pengayaan dan penyempurnaan materi
sesuai tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan sehingga ilmu yang diperoleh Mahasiswa
lebih dinamis. Namun demikian dalam penyajian buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang konstruktif demi penyempurnaan buku ini sangat diharapkan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas
Pertanian USU dan Ketua Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian USU atas kerjasama
yang baik selama ini. Penulis juga mengucapkan Terimakasih kepada Rektor Universitas
Sumatera Utara dan Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara dalam program
pendanaan penelitian Talenta USU Tahun Anggaran 2019 (471/UN5.2.3.1/PPM/KP-
TALENTA USU/2019 tanggal 01 April 2019) yang telah memberikan bantuan kepada penulis
sehingga buku Teknologi Pengolahan Daging ini tercapai dan selesai sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
Akhir kata Penulis ucapkan terima kasih dan semoga buku ini bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan khususnya para Mahasiswa bidang Peternakan.
Penulis,
Halaman
Prakata ....................................................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................... iii
Daftar Tabel .............................................................................................................. iv
Daftar Gambar .......................................................................................................... v
Halaman
Tabel 4 Komposisi Asam Amino Esensial Dan Non Esensial Dalam Daging .......... 17
Nomor Halaman
A. PENDAHULUAN
Pengolahan daging merupakan berbagai metode maupun teknik yang digunakan untuk
mengubah bahan mentah menjadi bahan makanan atau dalam bentuk lain yang dapat
dikonsumsi manusia. Teknologi pengolahan daging membutuhkan pengetahuan tentang
bagaimana cara pengolahan bahan makanan khususnya daging sehingga tidak terjadi kesalahan
dalam pengolahan, pertimbangan perubahan akibat perlakuan dalam pengolahan yang
berpengaruh pada perubahan yang mungkin terjadi pada komponen makro.
Teknologi pengolahan daging, dapat diartikan suatu teknologi yang menerapkan ilmu
pengetahuan tentang bahan pangan asal hewani/ternak pasca panen guna memperoleh
kemanfaatanya secara maksimal sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari pangan asal
hewani/ternak tersebut. Dalam teknologi pengolahan daging memiliki lingkup yang luas
seperti sifat fisik, mikrobiologis dan kandungan kimia dari jenis dagingnya dan proses dalam
pengolahan bahan tersebut dengan spesialisasi yang beragam seperti pemrosesan, pengawetan,
pengemasan, penyimpanan dan sebagainya. Manfaat teknologi pengolahan daging berkaitan
dengan ketersediaan bahan pangan asal hewani yang tersedia ataupun diusahakan oleh manusia
dan kebutuhan manusia akan bahan pangan khususnya daging adalah rutin.
Pemenuhan protein hewani sebagai kebutuhan untuk konsumsi ataupun khusus di hari
besar keagamaan tidak mungkin menunggu masa panen tiba. Oleh karena itu teknologi
pengawetan bahan pangan asal hewani khususnya daging dapat diusahakan sehingga bahan
pangan hasil ternak dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Teknik pengawetan
juga dapat digunakan untuk distribusi bahan makanan secara merata ke tempat yang jauh
bahkan ke berbagai belahan dunia. Selain hal tersebut teknologi pengolahan daging juga
dikembangkan untuk peningkatan mutu dan memperpanjang masa kadaluarsa bahan pangan
asal ternak/daging karena bahan pangan asal hewani sangat rentan mengalami pembusukan
jika terlalu lama di dalam suhu ruang. Dengan adanya teknologi yang tepat dapat
memperpanjang masa simpan lebih dari bahan makanan asal hewani.
Bahan pangan hewani dapat diolah menjadi suatu produk makanan melalui metode
tertentu misalnya dengan teknologi pengawetan, pengasapan, fermentasi, pengeringan dan
memberi suhu tinggi ataupun rendah sehingga bahan makanan dapat bertahan lebih lama dan
mempertahankan flavor/ rasa dari bahan pangan asal hewani khususnya daging.
Selain faktor pendapatan dan jumlah penduduk pola konsumsi dan menu juga menentukan
tingkat konsumsi. Kebijakan impor daging khususnya sapi juga sebagai penyebab
perkembangan berbagai menu makanan olahan yang menggunakan bahan baku daging sapi
import karena selama ini kecenderungan masyarakat memiliki pola konsumsi yang
mengutamanakan rasa sehingga hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan dagimg
sebagai salah satu bahan pangan yang sulit diganti dengan bahan pangan lain dalam melengkapi
kuliner makanan baik makanan tradisional maupun makanan modern/industri pengolahan
daging misal sosis, nugget, kornet dan bakso.
Upaya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan konsumsi protein hewani dapat melalui
produk daging segar pasca panen maupun dari produk hasil olahan. Produk segar dari sumber
protein hewani asal ternak yakni daging mentah yang belum diolah, misalnya daging ayam
dan sapi. Sedangkan produk olahan sumber protein hewani asal ternak antara lain nugget,
bakso, daging asap, dan sosis. Produksi daging berbagai macam ternak di Indonesia dari tahun
2014 sampai dengan tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 1 data bersumber dari Dirjen
Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, 2017.
Konsumsi daging per kapita tahun 2016 sebesar 6,778 kg atau mengalami peningkatan
sebesar 5,69% dari konsumsi tahun 2015 sebesar 6,413 kg. Konsumsi daging sapi per kapita
tahun 2016 sebesar 0,417 kg sama dengan konsumsi daging sapi tahun sebelumnya, sedangkan
konsumsi daging ayam ras per kapita per tahun pada 2016 sebesar 5,110 kg mengalami
kenaikan sebesar 6,52% dari konsumsi tahun sebelumnya yakni 4,797 kg. Data konsumsi dapat
disajikan pada Tabel 2.
Produk makanan yang telah diolah, atau diawetkan dan dibekukan banyak dipasarkan
misalnya pada produk makanan olahan beku yaitu nugget, sosis, daging asap dan pattie/daging
burger. Bahkan beberapa produk olahan dari daging seperti dendeng dan abon menjadi produk
khas di suatu tempat. Selain alasan kepraktisan pertimbangan lainya adalah karena produk
olahan juga dapat memperpanjang masa simpan, misalnya nugget dapat disimpan dalam waktu
yang cukup lama daripada daging ayam segar tanpa pengolahan.
Untuk mendapatkan produk hewani berkualitas khususnya daging diperlukan ilmu teknologi
pengolahan hasil ternak yang dapat menjamin kualitas produk hewani agar aman dan sehat bagi
konsumen. Berbagai macam teknik penanganan dan pengolahan bahan pangan hewani
diharapkan dapat mengamankan hasil produksi terhadap penurunan kualitas dan dapat
meningkatkan ataupun mempertahankan kualitas serta nilai tambah produk hewani dari segi
penampilan fisik, nilai gizi, flavour, terindungi dari residu, jazad renik sehingga lebih aman
untuk dikonsumsi.
RANGKUMAN
Teknologi pengolahan daging, dapat diartikan suatu teknologi yang menerapkan ilmu
pengetahuan tentang bahan pangan asal hewani/ ternak pasca panen guna memperoleh
kemanfaatanya secara maksimal sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari pangan asal
hewani/ternak tersebut. Dalam teknologi pengolahan daging memiliki lingkup yang luas
seperti sifat fisik, mikrobiologis dan kandungan kimia dari jenis dagingnya dan proses dalam
pengolahan bahan tersebut dengan spesialisasi yang beragam seperti pemrosesan, pengawetan,
pengemasan, penyimpanan dan sebagainya.
Konsumsi daging per kapita tahun 2016 sebesar 6,778 kg atau mengalami peningkatan
sebesar 5,69% dari konsumsi tahun 2015 sebesar 6,413 kg. Konsumsi daging sapi per kapita
tahun 2016 sebesar 0,417 kg sama dengan konsumsi daging sapi tahun sebelumnya, sedangkan
konsumsi daging ayam ras per kapita per tahun pada 2016 sebesar 5,110 kg mengalami
kenaikan sebesar 6,52% dari konsumsi tahun sebelumnya yakni 4,797 kg. Dengan adanya
keadaan tersebut diperlukan upaya peningkatan konsumsi daging di Indonesia. Salah satu
upaya untuk peningkatan konsumsi sehingga memenuhi kebutuhan protein per kapita
diantaranya dengan pengolahan produksi baik daging ruminansia maupun non ruminansia yang
dikemas dengan kualitas baik sehingga mudah untuk dikonsumsi dan praktis dalam bentuk
makanan olahan.
Pada saat ini, beraneka macam produk olahan makanan dari daging telah banyak
dikembangkan. Produk makanan yang telah diolah, atau diawetkan dan dibekukan banyak
dipasarkan misalnya pada produk makanan olahan beku yaitu nugget, sosis, daging asap dan
pattie/daging burger. Bahkan beberapa produk olahan dari daging seperti dendeng dan abon
menjadi produk khas di suatu tempat. Potensi pengembangan penerapan teknologi pengolahan
hasil ternak khususnya daging sangat berpeluang karena berbagai wilayah di Indonesia
memiliki teknik yang khas/tradisional yang berkaitan dengan teknologi pengolahan dan
pengawetan. Teknologi pengolahan hasil ternak juga sangat berpeluang dalam membuka dunia
usaha baru disamping mengembangkan teknologi lokal seperti pengasapan pada daging,
dendeng, curing, dan lain sebagainya.
REFERENSI
[1] Badan Pusat Statistik, 2017 Statistik Pemotongan Ternak, Subdirektorat Statistik
PeternakanIndonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta : Indonesia
[2] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2015 Studi identifikasi ketahanan pangan
dan pREFERENSI konsumen terhadap konsumsi bahan pangan pokok daging sapi.
Naskah kebijakan sebagai masukan pada RPJMN 2015 – 2019. Kementerian
PPN/BAPPENAS Direktorat Pangan dan Pertanian. Jakarta
[3] Kemeterian Perdagangan, 2014. Analisis Autlook Pangan 2015-2019. Laporan Ringkas
Pusat Kebijakan Perdagangan, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan
Perdagangan.Kementrerian Perdagangan. Jakarta-Indonesia
[4] Kementerian Perdagangan, 2018. Analisis Perkembangan Harga Bahan Pangan Pokok di
Pasar Domestik dan Internasional. Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri, Badan
Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan. Kemenerian Pedagangan RI. Jakarta
[5] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2017. Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI, Jakarta
1. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang teknologi pengolahan bahan pangan hewani
khususnya daging !
2. Apa saja perbedaan atau karakteristik bahan pangan hewani dan bagan pangan nabati ?
3. Bagaimana potensi pengembangan dan penerapan teknologi pengolahan hasil ternak di
Indonesia?
4. Konsumsi daging per kapita per tahun masih rendah, bagaimana kiat anda untuk
meningkatkan konsumsi per kapita per tahun?
5. Apa saja ruang lingkup dalam mempelajari ilmu teknologi pengolahan daging?
RANGKUMAN SESI PERKULIAHAN KE: I
I. KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN PADA SUB BAB 1
Pengolahan daging merupakan berbagai metode maupun teknik yang digunakan untuk
mengubah bahan mentah menjadi bahan makanan atau dalam bentuk lain yang dapat
dikonsumsi manusia. Teknologi pengolahan daging membutuhkan pengetahuan tentang
bagaimana cara pengolahan bahan makanan khususnya daging sehingga tidak terjadi
kesalahan dalam pengolahan, pertimbangan perubahan akibat perlakuan dalam
pengolahan yang berpengaruh pada perubahan yang mungkin terjadi pada komponen
makro.
A. PENDAHULUAN
Daging merupakan produk hasil ternak dengan bagian yang lunak dan terbungkus oleh
kulit dan melekat pada tulang yang menjadi salah satu sumber gizi yang mengadung
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Menurut SNI 3932 : 2008 daging segar
adalah daging yang belum diolah dan atau tidak ditambahkan dengan bahan apapun. Otot dapat
mengalami perubahan menjadi daging dikarenakan karena setelah pemotongan fungsi
fisiologisnya berhenti. Komposisi kimia daging dapat dipengaruhi oleh spesies ternak, kondisi
tubuh ternak, jenis daging, metode pengawetan dan penyimpanan serta packing/pengepakan.
Daging merah merupakan daging yang berasal dari ternak besar misalnya sapi, kerbau,
kambing dan domba yang dijual dalam bentuk potongan sedangkan daging putih dapat
diartikan sebagai produk hewani yang berasal dari ikan, hewan laut, amfibi dan unggas.
Pengelompokan daging merah dan daging putih dilakukan karena melihat tampilan dagingnya
berwarna merah untuk daging merah, dan putih untuk daging putih. Tampilan warna daging
ini disebabkan oleh protein mioglobin yang terdapat dalam otot, pada dasarnya mioglobin
daging merah lebih banyak. Berdasarkan keadaan sifat fisiknya daging dapat dikelompokan
menjadi :
- Daging segar baik dilayukan maupun tidak layukan
- Daging segar yang dilayukan kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan
- Daging segar yang melalui proses pelayuan, pendinginan dilanjutkan dengan pembekuan
disebut juga daging beku
- Daging yang melalui proses pemasakan
- Daging dengan berbagai macam varian olahan atau daging olahan
- Daging dengan teknik pengasapan atau daging asap
Perbedaan antara daging segar dan daging olahan terletak pada kandungan gizinya,
dibandingkan dengan daging segar daging olahan mengandung nutrisi yaitu protein dan kadar
air yang lebih rendah, sedangkan kandungan lemak dan mineral lebih tinggi.
Di Indonesia sendiri, daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat meliputi daging
sapi, daging ayam, daging domba dan daging kambing. Daging yang berasal dari hewan liar
sebagian masyarakat Indonesia juga mengkonsumsi walau jumlahnya tidak sebesar jika
dibandingkan konsumsi daging merah dan putih. Daging yang bersalah dari hewan liar
misalnya rusa dan babi hutan.
B. DEFINISI DAGING
Definisi berbagai macam daging menurut jenis spesies ternak berbeda-beda. Contohnya
: daging ayam merupakan otot skeletal dari karkas yang aman, layak dan lazim dikonsumsi
oleh manusia (SNI 3924, 2009). Sedangkan daging sapi merupakan bagian otot skeletal dari
karkas sapi yang aman, layak dan lazim untuk di konsumsi oleh manusia dapat berupa daging
segar, daging segar dingin atau daging beku (SNI 3932, 2008). Secara umum daging dapat
didefinisikan sebagai produk ternak yang merupakan bagian lunak terbungkus kulit dan
melekat pada tulang yang mengandung protein, air, lemak, kalori, zat besi, vitamin, zink,
selenium dan berguna sebagai bahan makanan. Daging dibagi menjadi dua yakni daging merah
yaitu berasal dari daging rumianansia seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan kuda
sedangkan daging putih berasal dari unggas seperti ayam, kelinci, babi, ikan dan burung.
Daging merah mengandung myoglobin yang lebih tinggi daripada daging putih, myoglobin
merupakan protein yang mengikat oksigen dan menyimpan oksigen di dalam sel.
Daging (meat) adalah otot, urat daging atau muskulus dari karkas ternak yang telah
disembelih dan dipisahkan dari tulang dan lemak. Pada umumnya daging diartikan sebagai
urat daging yang melekat pada tulang atau kerangka tubuh ternak yang disembelih. Menurut
Food and Drugs Administration daging adalah komponen tubuh dari ternak sapi, domba dan
babi yang sehat dan cukup umur untuk disembelih, akan tetapi hanya terbatas pada otot
skeletal, lidah, diagfragma, jantung dan esophagus yang disertai lemak atau tidak. Komponen-
komponen lain seperti jaringan ikat, serabut syaraf, pembuluh darah, urat daging pada bagian
moncong, bibir, hidung, dan telinga tidak termasuk terhitung sebagai. Di Indonesia, selain
daging ternak sapi, babi dan domba, juga termasuk otot dari ternak kerbau, kambing, kuda serta
berbagai jenis unggas.
Daging sangat dibutuhkan dan bermanfaat sebagai bahan pangan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, terutama kebutuhan zat gizi protein sebab mengandung asam amino yang
komplit. Pada beberapa Negara di dunia asupan konsumsi protein hewani dari komoditas
daging masih rendah di bawah kebutuhan standar. Hal ini disebabkan terbatasnya daya beli
masyarakat. Di Indonesia bahan pangan daging termasuk jenis bahan pangan yang mahal dan
mewah yang menjadi sajian khusus pada event-event resmi serta memiliki nilai ritual dalam
kehidupan masyarakat muslim, seperti sebagai hewan kurban, dan hewan yang menjadi syarat
sembelihan pada prosesi kelahiran anak (akikah).
Daging yang diperoleh dari hasil penyembelihan ternak dapat dikelompokkan menjadi:
(1) fresh meat atau daging segar yang belum dilayukan, (2) chilled meat atau daging dingin,
daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan, (3) frozen meat atau daging beku, daging
segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan, (4) daging masak atau rebus, (5)
daging asap (smoked meat), (6) daging olahan, (7) daging goreng, dan (8) daging panggang.
Berdasarkan warnanya, daging diklasifikasikan atas daging merah (red meat) dan daging
putih (white meat). Klasifikasi ini didasarkan pada kadar pigmen myoglobin di dalam daging.
Daging merah berarti kadar myoglobinnya lebih banyak dibanding daging putih. Daging sapi,
kerbau, kuda, kambing, domba dan daging unggas tua seperti daging itik dan angsa termasuk
klasifikasi daging merah, sedangkan daging ayam, babi, kelinci, ikan, serta daging mamalia
muda seperti sapi dan domba termasuk daging putih. Kadar myoglobin daging sapi dewasa
sekitar 1,5 sampai 2 persen, sementara daging
Abustam (2012) menyatakan bahwa pemberian nama sebagai daging merah atau daging
putih berdasarkan atas ratio antara serat merah dengan serat putih yang menyusun otot tersebut.
Otot yang mengandung lebih banyak serat merah akan disebut sebagai daging merah dan
sebaliknya. Daging disusun oleh satu atau beberapa jenis otot, dimana otot tersebut telah
mengalami perubahan-perubahan kimia dan fisik setelah ternak tersebut disembelih.
Perubahan- perubahan yang setelah kematian (postmortem) adalah terhentinya pasokan
oksigen, dan terhentinya aliran darah. Dampak selanjutnya adalah terjadi penurunan suhu
karkas dan pH daging. Perubahan-perubahan ini menuju kearah pembusukan (penurunan
kualitas), sehingga perlu penanganan daging yang baik untuk mempertahankan kesegarannya.
Transformasi pertama meliputi proses perubahan ternak hidup menjadi karkas dan
bagian bukan karkas (by product atau offal). Transformasi kedua, adalah proses cutting
(pemotongan) bagian-bagian karkas menjadi whole dan retail karkas untuk mendapatkan
daging dan bagian-bagian lainnya seperti lemak, tulang, jaringan ikat, dan komponen lainnya.
Transformasi ketiga, adalah proses pengolahan dari bahan baku daging segar atau daging beku
menjadi suatu produk akhir berupa daging olahan dalam berbagai macam ragam (Abustam,
2000). Proses cutting bisa juga disebut proses deboning yaitu pemisahan daging dari tulang
yang terkadang perlu dilakukan trimming (menipiskan) lemak dan membentuk potongan retail
karkas menjadi lebih menarik.
Karkas adalah bagian tubuh ternak sapi hasil pemotongan atau penyembelihan setelah
kurangi atau dipisahkan dengan darah, kepala, kemudian dipisahkan kepala, kaki (mulai dari
carpus dan tarsus ke bawah), kulit, dan organ dalam seperti jantung jantung, hati, paru-paru,
limfa, saluran pencernaan dan saluran reproduksi (Hafid, 2011). Bagian yang dipisahkan dari
karkas disebut bagian non karkas atau bukan karkas (offal).
Menurut Buckle et al. (1987) karkas disusun oleh sekitar 600 jenis otot yang berbeda
ukuran dan bentuknya, berbeda susunan syaraf dan persediaan darahnya, berbeda tempat
melekatnya pada tulang dan persendian, serta tujuan dan jenis gerakannya. Namun otot
memiliki persamaan pola susunan sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 3, 4, 5.
Gambar 4.
Diagram Susunan Otot Kerangka Mulai dari Struktur Kasar sampai Struktur Molekul
(Aberle et al., 2001).
Gambar 5.
Diagram Susunan Otot secara Makroskopik dan Mikroskopik
(Aberle et al., 2001).
Berdasarkan Gambar 3, 4 dan 5, pada setiap otot tersusun atas berkas-berkas otot (muscle
bundle). Berkas otot ini terpisah dan dibatasi oleh epimisium. Jika diamati lebih jauh lagi,
setiap berkas otot terdiri atas serat-serat otot (muscle fiber). Serat-serat ini meskipun kecil
masih dapat dilihat dengan mata biasa. Serat otot panjangnya berkisar 1 cm dengan garis tengah
berkisar 10-100 µm. Serat-serat otot ini dapat dipisahkan karena dibungkus oleh sarkolema.
Secara mikroskopis dapat diamati bagian-bagian daging yang terdiri dari otot, berkas otot dan
serabut otot. Serabut otot, secara mikroskopik tersusun dari banyak benang fibril dan disebut
myofibril yang berjumlah antara 1000 – 2000 benang fibril di dalam suatu larutan cairan pekat
bahan koloid. Cairan pekat koloid tersebut disebut sarkoplasma (Aberle et al., 2001).
Miofibril merupakan organel khas yang terdapat pada jaringan otot yang berbentuk
serat dengan panjang yang bervariasi (mengikuti bentuk otot) dengan diameter berkisar antara
1 – 2 mm. Sedangkan cairan pekat koloid (sarkoplasma) terdiri dari 75–80 % air, butiran
lemak, glikogen, ribosom, bahan nitrogen bukan protein dan bahan–bahan anorganik. Jika
dilakukan pengamatan secara mikroskopik dengan pembesaran 15.000 kali, maka miofibril
tampak tersusun dari serabut–serabut yang bentuknya sebagai serabut tipis dan tebal. Serabut
tipis dan tebal ini disebut sebagai miofilamen. Setiap serabut tipis dan setiap serabut tebal
membentuk kesatuan, dimana bagian yang tipis bersatu dengan yang tipis, demikian halnya
yang tebal. Kesatuan serabut tipis dan tebal ini disebut sebagai suatu unit yang disebut sebagai
sarkomer (Aberle et al., 2001).
Berdasarkan analisis komposisinya, serabut yang tipis tersusun sebagian besar atas
protein myosin sehingga disebut filamen myosin, sedangkan serabut tebalnya tersusun atas
protein aktin (disebut filamen aktin). Struktur serabut tipis dan tebal inilah yang menentukan
dalam kontraksi (pengerutan) dan relaksasi (pengenduran) otot semasa hewan masih hidup.
Pada saat terjadi kontraksi, maka serabut-serabut yang tipis bergeser secara bersama-sama
ke arah serabut yang tebal. Sedangkan pada saat relaksasi, serabut– serabut yang tipis
mengendur dan menjauh dari serabut yang tebal (Aberle et al., 2001). Mekanisme ini erat
kaitannya dengan kejadian rigormortis (kejang mayat) pada hewan setelah penyembelihan.
Pada prinsipnya kontraksi otot terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu adanya stimulasi
dari syaraf diteruskan ke ujung syaraf neuromuskular. Terjadi pembebasan asetilkolin ke
permukaan serabut otot karena adanya potensial aksi. Melalui sistem T, potensial menyebar ke
dalam serabut otot. Potensial aksi diteruskan ke sarkoplasmik reticulum (disingkat, SR)
kemudian SR membebaskan ion Ca++. Ion ini mengaktifkan troponin dan tropomiosin pada
filamen tipis, hal ini menyebabkan pembentukan jembatan lintang antara aktin dan myosin,
sehingga terjadi pergeseran filamen yang menghasilkan kontraksi pada otot (Lihat Gambar 5).
Sarkoplasma mengandung pigmen otot dan bermacam–macam bahan kompleks yang
dibutuhkan otot dalam melaksanakan fungsinya. Protein aktin dan miosin itu dikelilingi oleh
cairan sarkoplasma (Aberle et al., 2001).
Komposisi daging berbeda–beda, karena sangat tegantung pada hewan, umur, jenis
kelamin dan bagian mana daging diambil.
Selain itu daging mengandung pigmen daging yang memberi warna merah yang
disebut mioglobin. Perubahan warna pada daging dari karkas menjadi merah cerah disebabkan
oleh pembentukan oksimioglobin dan ketika menjadi coklat karena mioglobin berubah menjadi
metmioglobin. Secara skematik perubahan warna daging dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.
Gambar 6.
Skema perubahan warna daging (American Meat Institut Foundation, 1960)
1. Jika mioglobin (yang berwarna merah ungu) bereaksi dengan udara (oksigen), maka
akan terbentuknya oksimioglobin. Terbentuknya oksimioglobin ini menyebabkan daging
berwarna merah. Keadaan ini menyebabkan daging pada saat dipotong dan dipajang pada
display penjualan, cenderung berwarna merah.
2. Oksimioglobin akan banyak terbentuk, jika daging disimpan dalam suhu rendah, keadaan
ini yang menyebabkan daging yang didinginkan cenderung lebih merah.
3. Jika daging segar, begitu dipotong langsung dibungkus dengan pembungkus yang tidak
memungkinkan ditembus oksigen (an aerobic) dari luar (misalnya dikemas plastik), maka
daging akan menjadi lebih pucat atau ungu. Hal ini disebabkan karena mioglobin menjadi
tereduksi.
4. Pada dasarnya mioglobin dapat mengalami oksidasi yang sesungguhnya sehingga menjadi
metmioglobin sehingga daging tampak menjadi coklat abu–abu. Keadaan ini akan terjadi
jika daging direbus, sehingga globinnya banyak yang rusak.
5. Jika metmioglobin bereaksi dengan ion–ion nitrit (misalnya daging tersebut diasap), maka
daging akan berwarna merah muda yang merupakan kekhasan daging-daging yang diasap.
Kandungan lemak yang terdapat dalam daging antara lain trigliserida, kolesterol, dan
vitamin yang larut dalam lemak. Trigliserida adalah ester-ester gliserol dari asam lemak
rantai panjang. Gliserol mempunyai tiga gugus hidroksil. Setiap molekul gliserol dapat
berkombinasi dengan satu, dua, atau tiga asam lemak membentuk mono-, di-, atau
trigliserida.
RANGKUMAN
Daging merupakan produk hasil ternak dengan bagian yang lunak dan terbungkus oleh
kulit dan melekat pada tulang yang menjadi salah satu sumber gizi yang mengadung
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Menurut SNI 3932 : 2008 daging segar
adalah daging yang belum diolah dan atau tidak ditambahkan dengan bahan apapun.
Berdasarkan keadaan sifat fisiknya daging dapat dikelompokan menjadi :
[3] Aberle D E, J C Forrest, D E Gerald and E W Mills. 2001. Principles of Meat Science.
Fourth Edition. W H Freeman and Company. San Fransisco : Uneted States of America
[4] American Meat Institut Fondation 1960 The Science of meat product WH Freeman and
Company : san Francisco, CA
[5] SNI 3928 2008 Mutu Karkas dan daging Sapi. Badan Standardisasi Nasional
IV BACAAN TAMBAHAN
[1] SNI 3928 2008 Mutu Karkas dan daging Sapi. Badan Standardisasi Nasional
[2] SNI 3924 2009 Daging Ayam. Badan Standardisasi Nasional
A. PENDAHULUAN
Hasil dari penyembelihan ternak akan menghasilkan karkas dan non karkas (offal). Karkas
adalah bagian tubuh ternak hasil pemotongan setelah dikurangi dengan bagian non karkas yang
terdiri dari darah, kepala, kaki (mulai dari carpus dan tersus ke bawah), kulit, ekor, organ dalam
serta jantung, hati, paru-paru, limpa, saluran pencernaan dan saluran reproduksi. Sebelum
diperoleh karkas, seekor ternak terlebih dahulu mengalami serangkaian proses transformasi
dari hewan hidup menjadi karkas. Dalam hubungannya dengan penentuan nilai potongan
karkas, perlu diketahui rangkaian proses tersebut:
1. Pemotongan/Penyembelihan
Tahap pertama dalam penyembelihan yaitu pengeluaran darah sebanyak-banyaknya dan
diusahakan agar hewan tidak terlalu banyak meronta. Dalam hal ini, cara menjatuhkan
hewan, gerakan hewan dan pengeluaran darah akan mepengaruhi mutu karkas/daging.
2. Pemisahan Karkas dari Bagian Tubuh Lain
Setelah hewan mati, badan dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian yang disebut karkas dan
bagian yang tidak termasuk karkas atau offal (non karkas) yang terdiri dari kulit, kepala,
empat kaki bagian bawah yang biasa disebut jeroan.
3. Penimbangan Karkas
Dalam penimbangan karkas dikenal dua macam bobot karkas, yaitu: bobot karkas panas
atau bobot karkas sebelum dilayukan (hot carcass weight) dan bobot karkas dingin atau
bobot setelah dilayukan selama kurang lebih 24 jam (cold carcass weight). Dari bobot
karkas dapat diperoleh persentase bobot karkas (dressing percentage):
Bobot karkas
Persentase bobot karkas = X 100 %
Bobot hidup sebelum dipotong
4. Penggantungan Karkas
Dikenal dua cara menggantung karkas sapi yaitu :
(1) Pada tendo Achiles, seperti umumnya dilakukan di rumah Pemotongan Hewan, dan
(2) Pada tulang pelvis (Obdurator pelvis). Karkas yang digantung pada tendo Achiles
menyebabkan otot Psoas major (has dalam) lebih empuk, sedangkan yang digantung
pada tulang pelvis yang empuk adalah otot di daerah paha dan di daerah punggung (has
luar).
5. Pembagian Karkas
Karkas biasanya dibagi dua menjadi bagian kiri dan kanan dengan cara potongan
memanjang pada tulang belakang (vertebrae). Selanjutnya dilakukan
pemotongan/pembagian perempat bagian karkas yaitu diantara tulang rusuk ke 12 dan 13
(USDA). Pembagian perempat bagian karkas ini berbeda untuk tiap-tiap daerah sesuai
dengan kebiasaan perdagangan setempat.
6. Pelayuan Karkas
Pelayuan merupakan proses kelanjutan setelah hewan dipotong dan menghasilkan karkas.
Pada umumnya pelayuan di RPH, karkas disimpan pada suhu kamar (aging), tetapi di RPH
yang mempunyai fasilitas yang lebih baik pelayuan karkas dilakukan dengan cara
menyimpan karkas dalam kamar tertutup (chilling room) pada suhu 40 C – 70 C (450 F)
selama kurang lebih 48 jam. Sebaiknya pelayuan karkas (chilling) dilakukan setelah proses
rigor mortis selesai atau kurang lebih setelah tiga jam sejak pemotongan. Pada saat daging
sedang mengalami rigor, keempukannya akan berkurang dan setelah rigor selesai
(completion of rigor), daging akan kembali menjadi empuk. Proses chilling yang sangat
cepat dapat mengurangi drip loss yaitu keluarnya air daging dan mencegah kontaminasi
bakteri.
Pelayuan atau aging adalah penanganan karkas atau daging segar pascamerta
(postmortem) yang secara relatif belum mengalami kerusakan mikrobial dengan cara
penggantungan atau penyimpanan selama waktu tertentu pada temperatur tertentu di atas titik
beku karkas atau daging (-1,5C). istilah pelayuan sering disebut aging atau conditioning,
kadang-kadang hanging. Selama pelayuan terjadi peningkatan keempukan dan flavor daging.
Pelayuan yang lebih lama dari 24 jam atau sejak terjadinya kekakuan daging (rigormortis)
dapat disebut pematangan. Pelayuan biasa dilakukan pada temperatur 32C - 38C (0 - 3C),
setelah pendinginan selama kira-kira 24 jam pada temperatur - 1C sampai 1C atau disebut
chilling.
Karkas sapi (beef) memerlukan pelayuan, karkas domba atau kambing bisa tidak
dilayukan, karena dagingnya secara relatif sudah empuk bila ternak potong pada umur yang
relatif muda, dan proses kekakuan berlangsung dalam waktu yang relatif cepat. Demikian pula
karkas unggas, tidak memerlukan pelayuan seperti karkas ternak ruminansia besar. Karkas
babi, karena lapisan lemaknya tidak stabil (mudah mengalami proses ransiditas oksidatif),
maka pelayuan yang lama (misalnya lebih dari 24 jam), tidak akan memberikan hasil yang
menguntungkan. Pengaruh pengempukan dari pelayuan daging merupakan fungsi dari waktu
dan temperatur. Intensitas (derajat) aktivitas pelayuan meningkat sesuai dengan akselerasi
temperatur dalam bentuk progresi geometric (garis lengkung), bukan garis lurus.
Periode pelayuan daging sapi yang dipak vakum tidak hanya ditentukan oleh perubahan
keempukan daging, tetapi juga oleh pertumbuhan mikroorganisme. Batas jumlah
mikroorganisme selama pelayuan seharusnya tidak melebihi 105 CFU/cm2 (CFU = colony
forming unit). Pelayuan vakum untuk daging sapi sampai selama 14 hari pada temperatur 0C,
dan 6 hari pada pemperatur 4C dengan pH daging lebih rendah dari 6,0 dari jumlah sel
mikroorganisme awal kira-kira adalah 104 CFU/cm2.
Pada umumnya, pelayuan pada temperatur yang lebih tinggi akan menghasilkan derajat
keempukan tertentu dalam waktu yang lebih daripada temperatur yang lebih rendah. Misalnya
pelayuan selama 2 hari pada temperatur 20C menghasilkan tingkat keempukan yang sama
dengan pelayuan selama 14 hari pada temperatur 0C. pelayuan selama 14 hari pada temperatur
2C dibandingkan dengan pelayuan selama 1 hari pada temperatur 43C menghasilkan
keempukan yang lebih tinggi pada otot Longissimus dorsi (LD), Semitendinosus (ST) dan
Biceps femoris (BF), tetapi sebagaimana umumnya, otot Semimembranosus (SM)
menunjukkan peningkatan keempukan yang lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Jadi
pelayuan pada temperatur tinggi mempunyai pengaruh yang lebih efektif pada daging yang
kurang empuk.
Proses pelayuan atau pematangan karkas beef prima bisa dilakukan selama periode
waktu antara 15 – 40 hari, karena adanya lapisan lemak yang tebal yang menutup dan
melindungi karkas dari kontaminasi mikrobia. Karkas yang tidak cukup mengandung lemak
eksternal (termasuk karkas veal) tidak dapat dilayukan dalam waktu yang lama, karena lebih
mudah diserang mikroorganisme. Pelayuan selama 7 – 10 hari pertama mempunyai pengaruh
yang terbesar terhadap peningkatan keempukan. Perubahan flavor daging bisa terjadi setelah
pelayuan selama 7 hari atau 2 minggu. Flavor terbaik bisa terjadi selama periode pematangan
antara 20 – 40 hari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah pakan, umur, bobot hidup
jenis kelamin, hormon, bangsa dan konformasi (Preston dan Willis, 1974). Hasil penelitian
Ngadiyono (1995) diperoleh kisaran bobot potong antara 365 sampai 443 kg yang dibagi dalam
empat kelas, mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap persentase karkas meskipun pada
bangsa sapi yang berbeda. Hasil penelitian Hafid (1998) menunjukkan hubungan antara lama
penggemukan dengan komponen karkas sapi, dimana semakin lama penggemukan akan
cenderung meningkatkan persentase lemak karkas dan menurunkan persentase komponen
daging dan tulang.
Tulang merupakan komponen yang tumbuh lebih dahulu diikuti otot, kemudian setelah
mencapai pubertas laju pertumbuhan otot menurun dan deposisi lemak meningkat (Forrest et
al.,., 1975; Berg dan Butterfield, 1976). Peningkatan salah satu komponen akan menurunkan
komponen yang lain. Menurut Tulloh (1978) dan Soeparno (1992), proporsi komponen karkas
tersebut dipengaruhi oleh umur, pakan, penyakit, stres dan bangsa sapi. Perbedaan bangsa
dapat menghasilkan karkas dengan karakteristik yang berbeda (Forrest et al.,., 1975). Sapi
Limosin menghasilkan presentase hindquarter yang lebih besar daripada sapi Brahman,
Simmental, dan Hereford serta proporsi lean lebih besar, sedangkan karkas sapi Hereford lebih
berlemak daripada sapi Brahman, Simmental dan Limosin. Aberle et al., (1981) menyatakan
bahwa laju pertumbuhan yang cepat akan menghasilkan presentase karkas yang relatif besar
dibandingkan dengan laju pertumbuhan yang lambat.
Karkas sapi berukuran besar dan berat sehingga untuk mengangkut ke pusat pemasaran
dan prosesing tidak praktis. Oleh sebab itu karkas sapi dibelah menjadi dua bagian dan setiap
belahan karkas dipotong lagi menjadi seperempat bagian depan (forequarter) dan seperempat
belakang (hindquarter) (Gambar 2). Empat bagian karkas ini dapat dipotong-potong lagi
menjadi potongan utama/potongan komersial (primal atau Wholesale Cuts) dan potong
subprimal (Retail Cuts) misalnya bahu, rusuk, dada, paha depan dan belakang termasuk sirloin
(Forrest dkk., 1975; Soeparno, 1992). Hasil penelitian Hafid (1998) menunjukkan hubungan
lama penggemukan sapi dengan persentase potongan retail cut pada karkas, dimana semakin
lama penggemukan cenderung meningkatkan persentase sirloin, flank dan blade namun
menurunkan potongan big chuck, cube roll, shank dan oxtail. Ilustrasi potongan komersial
karkas dari beberapa jenis ternak pada Gambar 3.
Potongan primal karkas veal terdiri dari bahu (shoulder) termasuk leher, rusuk (rib),
loin, paha termasuk sirloin (leg), paha depan (shank), dada (breast), dan flank dan ginjal beserta
lemak yang meliputinya. Pada dasarnya, pola pemotongan primal karkas veal adalah sama
dengan karkas domba (lamb). Potongan primal karkas sapi (beef) dari bagian seperempat depan
(forequarter), kira-kira berjumlah 48%. Bagian seperempat depan terdiri dari bahu (chuck)
termasuk leher, rusuk, paha depan, dada (breast) dibagi dua, yaitu dada depan (brisket) dan
dada belakang (plate). Bagian seperempat belakang (hindquarter) terdiri dari paha (round) dan
paha atas (rump), loin (terdiri dari sirloin dan shortloin), flank dan ginjal beserta lemak yang
menyelimutinya (lemak ginjal).
Pemisahan bagian seperempat depan dan seperempat belakang karkas sapi dilakukan
diantara rusuk ke-12 dan 13 (rusuk terakhir diikutkan pada seperempat belakang). Cara
pemisahan potongan-potongan primal seperempat depan dan seperempat belakang adalah
sebagai berikut: hitung tujuh vertebral centra ke arah depan (dalam posisi karkas tergantung ke
arah bawah), dari perhubungan sacral lumbar. Potongan tegak lurus vertebral column dengan
gergaji. Pemisahan bagian seperempat depan dari bagian seperempat belakang dengan
pemotongan melalui otot-otot intercostal dan abdominal mengikuti bentuk melengkung dari
rusuk kepala 12. Pisahkan bagian bahu (chuck) dari rusuk dengan pemotongan tegak lurus
melalui vertebral column dan otot intercostal atau antara rusuk ke 5 dan ke 6. Pemisahan rusuk
dari bagian dada belakang (plate) dengan cara membuat potongan dari anterior ke posterior.
Pisahkan bahu dari dada depan (brisket) dengan memotong tegak lurus rusuk ke 5, kira-kira
arah proximal terhadap tulang siku (olecranon). Paha depan juga dapat dipisahkan.
Potongan primal karkas bagian seperempat belakang diawali dengan memisahkan ekses
lemak di dekat pubis dan di bagian posterior otot abdominal. Pisahkan flank dengan memotong
dari ujung distal tensor fascia latae, anterior dari rectus femoris ke arah rib ke 13 (kira-kira 20
cm dari vertebral column). Pisahkan bagian paha (round) dari paha atas (rump) dengan
memotong melalui bagian distal terhadap ichium kira-kira berjarak 1 cm, sampai bagian kepala
dari tulang femur. Pemisahan paha atas dari sirloin dengan potongan yang melewati antara
vertebral sacral ke 4 dan ke 5 berarkhir di bagian ventral terhadap acetabulum pelvis, sirloin
dipisahkan dari shortloin dengan suatu potongan tegak lurus terhadap vertebral column dan
melalui vertebral lumbar, antara lumbar 5 dan ke 6.
Gambar 7.
Ilustrasi belahan setengah karkas (half of carcass), seperempat bagian belakang
(hindquarter) dan seperempat bagian depan karkas (forequarter) menurut AMLC
(Hafid, 1998)
Komponen non karkas adalah semua hasil pemotongan ternak kecuali karkas (Forrest
et al., 1975), sehingga bagian-bagian non karkas meliputi: (1) bagian yang layak dimakan
(edible offal) yaitu kepala (otak, lidah dan otot-otot kepala), darah trachea, paru-paru, jantung,
hati, limpa, pankreas, kulit, keempat kaki mulai dari persendian carpal dan tarsal ke bawah
serta saluran pencernaan, (2) bagian yang tidak layak dimakan (inedible offal) yaitu tanduk,
kuku, tulang dan kepala (tulang tengkorak).
Komponen non karkas dipengaruhi oleh pakan dan berat potong (Forrest et al., 1975),
bangsa, jenis kelamin (Soeparno, 1992). Selanjutnya, pengaruh bangsa dan jenis kelamin
terutama pada kepala dan usus kecil. Hasil penelitian Hafid (1998) menunjukkan hubungan
antara lama penggemukan dengan persentase komponen non karkas sapi, dimana semakin lama
penggemukan menurumkan persentase total non karkas, persentase komponen kepala, kaki dan
jantung. Nilai komersial dari karkas pada akhirnya akan tergantung pada ukuran, struktur dan
komposisinya, dimana sifat-sifat struktural karkas yang utama untuk kepentingan komersial
tersebut meliputi bobot, proporsi jaringan-jaringan utama karkas (daging, lemak dan tulang),
distribusi jaringan-jaringan karkas, ketebalan lemak, komposisi kimia serta penampilan luar
dari jaringan tersebut dan kualitas daging (Kempster et al., 1982).
Gambar 8.
Ilustrasi potongan komersial karkas (wholesale cuts) ternak babi (pork),
domba (lamb), sapi (beef) dan anak sapi (veal)
(Forrest, et al. 1975)
Komposisi tubuh ternak berubah sejalan dengan terjadinya pertumbuhan dan tingkat
kedewasaan ternak. Kerangka akan berkembang dengan baik pada saat lahir dan selanjutnya
masih akan tumbuh sampai mencapai dewasa. Otot tumbuh lebih cepat daripada tulang setelah
kelahiran, ini dapat diketahui dari peningkatan rasio antara otot dan tulang. Pada periode
penggemukan, komposisi lemak dari karkas akan bertambah besar (Kompster et al.., 1992).
Sesuai dengan pola pertumbuhan komponen karkas yang diawali dengan pertumbuhan tulang
yang cepat, kemudian setelah mencapai pubertas, laju pertumbuhan otot menurun dan deposisi
lemak meningkat, maka pada periode finishing, pertumbuhan otot menjadi sangat lambat.
Tingkat perlemakan sangat menentukan kapan ternak seharusnya dipotong, dimana ternak
sebaiknya dipotong menjelang kedewasaan pada saat perlemakan mencapai tingkat optimum
(Soeparno, 1992).
Tabel 5. Persentase Potongan Primal Karkas (Wholesale Cuts) Yang Berlaku Di USA
Hindquarter cut Persentase Forequarter cut Persentase
Hindshank 3 Rib 9
Cushion round 17 Chuck 26
Rump 4 Foreshank 4
Sirloin 9 Brisket 6
Short loin 8 Short plate 7
Kidney & Pelvic fat 3
Flank 4
Hindquarter 48 Forequarter 52
Sumber : Hafid, 2011
RANGKUMAN
Hasil dari penyembelihan ternak akan menghasilkan karkas dan non karkas (offal).
Karkas adalah bagian tubuh ternak hasil pemotongan setelah dikurangi dengan bagian non
karkas yang terdiri dari darah, kepala, kaki (mulai dari carpus dan tersus ke bawah), kulit, ekor,
organ dalam serta jantung, hati, paru-paru, limpa, saluran pencernaan dan saluran reproduksi.
Potongan primal karkas veal terdiri dari bahu (shoulder) termasuk leher, rusuk (rib), loin, paha
termasuk sirloin (leg), paha depan (shank), dada (breast), dan flank dan ginjal beserta lemak
yang meliputinya.
Pada dasarnya, pola pemotongan primal karkas veal adalah sama dengan karkas domba
(lamb). Potongan primal karkas sapi (beef) dari bagian seperempat depan (forequarter), kira-
kira berjumlah 48%. Bagian seperempat depan terdiri dari bahu (chuck) termasuk leher, rusuk,
paha depan, dada (breast) dibagi dua, yaitu dada depan (brisket) dan dada belakang (plate).
Bagian seperempat belakang (hindquarter) terdiri dari paha (round) dan paha atas (rump), loin
(terdiri dari sirloin dan shortloin), flank dan ginjal beserta lemak yang menyelimutinya (lemak
ginjal).
Komponen non karkas adalah semua hasil pemotongan ternak kecuali karkas (Forrest
et al., 1975), sehingga bagian-bagian non karkas meliputi: (1) bagian yang layak dimakan
(edible offal) yaitu kepala (otak, lidah dan otot-otot kepala), darah trachea, paru-paru, jantung,
hati, limpa, pankreas, kulit, keempat kaki mulai dari persendian carpal dan tarsal ke bawah
serta saluran pencernaan, (2) bagian yang tidak layak dimakan (inedible offal) yaitu tanduk,
kuku, tulang dan kepala (tulang tengkorak).
REFERENSI
[1] Berg, R.T. and R.M. Butterfield. 1976. New Concepts of Cattle Growth. Sydney
University Press Sydney.
[2] Crouse, J.D., D.L. Ferrel and L.V. Cundiff. 1985. Effect of sex condition, genotype and
diet on bovine growth and carcass characteristics. J. Anim. Sci. 60(5):1219-1227.
[3] Forrest, J.C.., D.E. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge and R.A. Markel. 1975.
Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Company. San Francisco, United States
of America.
[4] Forrest, J.C., C.H. Kuei, M.W. Orcutt, A.P. Schinekel, J.R. Stouffer, and M.D. Judge.
1989. A revieuw of potencial new methode of on-line pork carcass evaluation. J. Anim.
Sci. 67:2164.
[5] Hafid, H.H. 1998. Kinerja produksi sapi Australian Commercial Cross yang dipelihara
secara feedlot dengan kondisi bakalan dan lama penggemukan berbeda [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
[6] Hafid, H.H, Gurnadi RE, Priyanto R, Saefuddin A. 2001. Komposisi potongan
komersial karkas sapi Australian Commercial Cross kebiri yang digemukkan secara
feedlot pada lama penggemukan yang berbeda. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian
AGROLAND, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu. Vol. 8 (1) : 90 - 96.
(Akreditasi No. 395/ Dikti/Kep/2000).
[6] Hafid, H.H. 2002. Pengaruh pertumbuhan kompensasi terhadap efisiensi pertumbuhan
sapi Brahman Cross kebiri pada penggemukan feedlot. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian
AGROLAND, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu. Vol. 9(2): 179 - 185
(Akreditasi No. 395/ Dikti/Kep/2000).
[7] Hafid, H.H. 2003. Studi tentang karakteristik karkas kambing lokal yang berasal dari
pola pemeliharaan tradisional. Jurnal Penelitian Mimbar Akademik, Lembaga
Penelitian Univerrsitas Haluoleo Kendari. Edisi No.18 tahun XII Mei 2003
[8] Hafid HH. 2005. Kajian Pertumbuhan dan Distribusi Daging serta Estimasi
Produktivitas Karkas Sapi Hasil Penggemukan. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
[9] Hafid, H. Pengantar Evaluasi Karkas. Cetakan Pertaman. Penerbit Unhalu Press,
Kendari.
[10] Hammond, A.C. and D.R. Waldo. 1985. Prediction of body composition in growing
Holstein steers using urea space. J. Anim Sci. 61(1):447.
[11] Johnson, E.R., D.G. Taylor, and R. Priyanto. 1992. The Contribution eye muscle area
to the objective measurement of carcass muscle. Proc. Aust. Soc. Anim. Prod., Vol. 19.
Melbourne.
[12] Johnson, E.R, and R. Priyanto. 1992. The relationship of breed, feed, and age to the
disposition of muscle and fat in beef carcasses. In: Vet. Update 1992. Ed, H.G.
Osborne. The University of Quensland, Brisbane.
[13] Judge, M.D., T.G. Martin, and J.b. Outhouse.1966. Prediction of carcass compositon of
ewe and wether lambs from carcass weight and measurement. J. Anim. Sci. 25:92.
[14] Kempster, T., A. Cuthbertson and Harrington. 1982. Carcass Evaluation in Livestock
Breeding, Production and Marketing. First Publ. Granada Publishing Ltd.
[15] Ngadiyono, N. 1995. Pertumbuhan serta Sifat-sifat Karkas dan Daging Sapi Sumba
Ongole, Brahmana Cross dan Australian Commercial Cross yang Dipelihara Secara
Intensif pada Berbagai Bobot Potong. Disetasi Doctor. Program Pascasarjana-IPB,
Bogor.
[16] Philips, D. 1989. Carcase clasifikastion in Australia. In The Automated Mesurement
of Beef. L.E. Brownlie, W.J.A. Hall, and A.U. Fabianson. Australian Meat and
Livestoc Corporation, Sydney.
[17] Preston, R.L. and S.W. Koch. 1973. In vivo prediction of body composition in cattle
from urea space measurement. Proc. Soc. Exp. Biol. Med. 143:1057.
[18] Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
[19] Swatland, H.J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall Inc.,
Englewood Cliff, New Jersey.
[20] Tulloh, N.M. 1978. Growth, development, body composition, breeding and
management. In: Tulloh, N.M. (ed): A Course Manual in Beef Cattle Management and
Economics. Pp. 59-94. AAUCS. Canberra.
[21] Wythes, J.R., and W.R. Ramsay. 1994. Beef Carcass Composition and Meat Quality.
First Edition. Departemen of Primary Industries, Queensland.
A. PENDAHULUAN
Pengetahuan masyarakat tentang gizi saat ini sudah semakin membaik, hal ini
menyebabkan kebutuhan bahan makanan berkualitas tinggi seperti daging semakin meningkat.
Daging merupakan sumber protein hewani yang selain kaya akan protein juga kaya akan kalori,
lemak, vitamin dan mineral. Protein hewani mengandung asam-asam amino esensial (yang
tidak dapat dibuat oleh tubuh) lengkap dan seimbang dan dibutuhkan tubuh. Sedangkan pada
protein nabati asam amino tersebut terdapat secara menyebar sehingga demi kelengkapannya
diperlukan bermacam-macam gabungan dari berbagai jenis makanan. Disamping itu protein
hewani mengandung asam amino terpenting yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan menjaga
fungsi susunan syaraf. Pada anak-anak yang sering mendapatkan bahan makanan protein tinggi
seperti daging, dsb. Akan memperlihatkan pertumbuhan yang cepat, daya tahan tubuh yang
kuat dan cerdas dibandingkan dengan yang tidak mendapat makanan berprotein tinggi.
Meskipun demikian, daging merupakan tempat berkembang biak (media) yang subur
bagi mikroorganisme sehingga daging mudah rusak (busuk). Bila daging yang rusak ini
dimakan dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit sesuai dengan jenis mikroba yang
berkembang dalam daging tersebut. Cara penanganan dan tempat penyimpanan yang kurang
baik menyebabkan daging mudah terkontaminasi oleh kuman-kuman yang akan mempercepat
proses pembusukan. Olehnya itu cara penanganan daging pada saat pasca pemotongan sangat
rentan terhadap proses pembusukan yang akan mempengaruhi kualitas daging. Pemotongan
ternak harus memperhatikan faktor kebersihan (hygienitas) sebab ternak yang telah
disembelih dibiarkan tergeletak dan selanjutnya dilakukan pengulitan, pengeluaran jeroan, dan
pemisahan karkas. Dengan demikian kontaminasi antara daging (karkas) dengan darah, urine,
cairan lambung dan kotoran tidak dapat dihindarkan (Hafid et al, 2000; Hafid dan Syam, 2000).
Persentase karkas dapat ditentukan berdasarkan bobot karkas panas atau layu. Dapat
terjadi penyusutan bobot karkas sekitar 2 – 3 persen dari bobot karkas panas yang hilang
sebagai drip (Romans dan Ziegler, 1974). Persentase karkas sapi berkisar antara 50 sampai
60% (Soeparno, 1992). Menurut O’Mary dan Dyer (1978) persentase kulit, kepala, edible
organ, kaki dan jeroan dan karkas dari sapi kelompok Choice di Amerika Serikat masing-
masing 6 – 9%, 3 – 4%, 2 – 3%, 20 – 33% dan 57 – 63% dari berat hidup. Hasil karkas
umumnya dinyatakan dalam persentase karkas, yaitu perbandingan antara bobot karkas dengan
bobot potong (Forrest et al., 1975; Tulloh, 1976).
Ternak yang disembelih harus dalam keadaan lelah atau habis dipekerjakan ternak
harus di istirahatkan terlebih dahulu selama 12 – 14 jam tergantung pada iklim, jarak antara
asal ternak dengan rumah potong hewan, cara tranportasi, kondisi kesehatan serta daya tahan
ternak. Maksud ternak di istirahatkan sebelum disembelih adalah (1) Agar ternak tidak
mengalami stress, (2) Agar pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin, dan
(3) Agar cukup tersedia energi sehingga proses kekakuan karkas atau yang lazim disebut proses
rigor mortis berlangsung sempurna.
Daging dan hasil ternak lainnya harus memenuhi persyaratan aman dan layak untuk
dikonsumsi Indonesia: harus memenuhi persyaratan ASUH artinya harus aman, sehat, utuh
dan halal. Aman (safe for human consumption) = pangan tidak mengandung bahaya-bahaya
biologis, kimiawi dan fisik atau bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia.
Misalnya: bakteri Salmonella bersifat patogen dimana saja untuk siapa saja.
Sehat artinya Tidak mengandung bahaya-bahaya biologis, kimiawi dan fisik atau
bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Utuh artinya Tidak dikurangi atau
dicampur dengan bahan lain. Halal artinya disembelih Sesuai dengan syariat agama Islam.
Disamping itu daging harus Bersifat universal, berlaku untuk semua orang/individu, negara.
Pencemaran Pangan oleh Mikro-organisme terjadi mulai dari peternakan sampai ke meja
makan. Sumber pencemaran berasal dari :
1. Ternak (terutama bila sakit)
2. Pakan
3. Manusia (peternak, pekerja)
4. Peralatan
5. Bangunan (kandang, gudang)
6. Udara
7. Air
8. Tanah
9. Bahan mentah (makanan)
10. Insekta dan rodensia
11. Kemasan
Daging merupakan jenis pangan yang mudah rusak (perishable food) & perishable
hazardous food (potentially hazardous foods) karena disukai oleh mikroorganisme, disebabkan
kadar pH daging sekitar 5,3 – 6,2 aktivitas air (aw) daging > 0,98, kadar air 75,5% dan
Kandungan protein daging 18% sangat cocok untuk media tumbuh mikroorganisme.
Pencemaran saat cutting, deboning dan pengemasan dapat terjadi melalui peralatan, tangan
pekerja, suhu ruang dan lamanya daging pada ruangan. Oleh karenanya suhu ruang cuting dan
deboning di RPH sebaiknya < +10 oC.
Pada temperatur ini rigor mortis masih bisa berlangsung sehingga tidak
menimbulkan pengkerutan. Pelayuan pada temperatur rendah akan menyebabkan
pengkerutan dingin (cold shortening). Temperatur di bawah 15oC menyebabkan karkas
yang belum rigor atau sedang rigor menjadi tidak bisa melangsungkan rigor mortis dan bila
dikembalikan ke temperatur ruang maka rigor mortis yang tertunda tadi berlangsung kembali
tetapi diikuti dengan pengkerutan karkas/daging. Menurut Buckle, et al. (1987) perubahan pH
sesudah ternak mati pada dasarnya ditentukan oleh kandungan asam laktat yang tertimbun
dalam otot, yang selanjutnya ditentukan oleh kandungan glikogen dan penanganan sebelum
penyembelihan. Penurunan pH otot disebabkan adanya aktifitas glikolitik dipecah secara
anaerobik menjadi asam laktat. Penumpukan asam laktat pada otot mengakibatkan
menurunnya pH otot. Penurunan pH otot bisa mencapai 5,6 – 5,8 (Hafid et al., 2000).
Selama pelayuan ini, akan terjadi peningkatan keempukan dan flavor daging dan
penyelesaian proses-proses fisiologis otot postmortem (setelah disembelih). Proses fisiologis
ini yang pasti terjadi adalah rigor mortis, yaitu suatu kekakuan otot yang terjadi setelah
penyembelihan. Proses kekakuan ini merupakan kontraksi otot yang ireversibel. Bila daging
diperoleh dari karkas yang masih rigor mortis maka daging akan terasa lebih alot/keras. Oleh
karena itu proses rigor mortis harus dilalui.
Pelayuan dengan cara menggantung karkas akan mengurangi pemendekan otot akibat
rigor mortis karena secara fisik, penggantungan menyebabkan gaya berat karkas menahan
proses kontraksi otot. Selain itu dengan adanya pelayuan maka memberikan kesempatan
enzim proteolitik untuk mendegradasi protein-protein serat sehingga menjadikan daging
terasa lebih empuk. Pembekuan cepat cenderung meningkatkan keempukan daging karena
struktur jaringan mengalami perubahan, misalnya denaturasi protein. Keempukan dan jus
daging akan berkurang bila terjadi desikasi, terutama pada daging beku yang tidak diproteksi
secara baik. pH ultimat yang tinggi meningkatkan keempukan, tetapi mengurangi warna dan
flavor (Soeparno, 1998).
Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap
suatu produk pangan dimana salah satu parameter tekstur yang banyak dipakai adalah
keempukan dan lebih diprioritaskan oleh konbsumen dalam memilih daging dibandingkan
flavor dan aroma (Hafid et al., 2000). Keempukan dipengaruhi oleh tenunan pengikat serabut
daging, marbling dan rigormortis. Marbling adalah sel-sel lemak yang terdapat diantara serabut
daging. Keempukan daging atau kualitas daging dapat ditingkatkan melalui pemeraman atau
aging, sebab selama pemeraman terjadi proses hidrolisis yang dilakukan oleh enzim Catepsin
(Abustam, 2000).
Jenis enzim proteolitik lain yang dapat mengempukan daging dan berasal dari tanaman
adalah bromelin yang diambil dari nanas matang dan fisin dari ketah pohon ficus namun yang
apaling murah dan mudah diperoleh adalah enzim papain yang berasal dari pepaya mudah.
Dengan teknologi yang sederhana getah pepaya dapat dikeringkan dam dibuat tepung sehingga
diperoleh enzim papain kasar. Tepung tersebut dapat langsung dicamp[ur dengan daging yang
akan dimasak dalam bentuk segar, proses pengempukan belum terjadi. Proses pengempukan
daging dalam enzim papain akan berlangsung selama proses pemasakan (enzim ini kan aktif
pada suhu pemasakan).
Dalam tata niaga daging atau hasil potong khususnya ternak besar perlu dimengerti tentang
deboning /cutting yang artinya pemisahan daging dan tulang dari karkas. Maksud dari tujuan
dari deboning adalah diperolehnya daging dengan standar potongan yang benar dan sesuai
dengan permintaan konsumen.
Standar potongan di Indonesia berorientasi pada standar internasional, hal ini
dimaksudkanagar diketahui macam daging sesuai dengan kelasnya. Untuk dapat melakukan
pekerjaan deboning dengan benar, hal yang perlu dipersiapkan yaitu dalam persiapan alat dan
perlengkapan faktor Hyegeine adalah penting dan tidak boleh ditinggalkan. Faktor ini
berpengaruh terhadap mutu daging dan keawetan daging dalam kaitannya dengan aktivitas
mikrobia/kontaminan. Peralatan yang perlu dipersiapkan adalah :
- Ruang boning yang representatif (suhu, hygiene, dsb)
- Pisau, pengasah dan kristal
- Keranjang daging dan tulang
- Operator dan pelaksana
Pada dasarnya standar sistem cutting yang berasal dari beberapa negara (Jerman, New
Zealand, USA dan Australia) hampir sama. Hanya ada beberapa variasi item yang tidak prinsip.
Materi yang dimaksud adalah karkas.
Karkas di sini harus dari hasil pemotongan hewan akan dihasilkan karkas utuh (whole
carcass) yang kemudian dibelah sepanjang vertebrae akan menjadi half carcas dan dilakukan
pemotongan pada daerah persendian tulang rusuk ke 12 – 13 menjadi quater carcass menjadi
karkas paha depan dan karkas paha belakang. Metode cutting pada beberapa negara disajikan
berikut ini:
Gambar 9. Skema Potongan Komersial Daging Sapi (Beef)
(http://bsd.pendidikan.id/2013)
Hal penting yang perlu diketahui adalah pengetahuan sifat-sifat karakter daging dan
keterampilan dalam pelaksanaan deboning/cutting. Faktor keterampilan dalam masalah
deboning ini sangat menentuikan kualitas, bentuk dan rendemen daging yang dihasilkan.
Tingkat keterampilan akan dicapai/ditentukan oleh adanya unsur waktu dan pengalaman.
Sampai saat ini proses deboning masih menggunakan tenaga manusia (belum dapat dilakukan
oleh mesin) sehingga peningkatan sumber daya manusia sangat penting dalam hal ini.
Packaging merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas produk dimana dapat
mempertahankan kualitas dan hygiene daging baik dalam bentuk chilled meat maupun dalam
bentuk frozen meat dari produsen ke konsumen. Packaging juga membantu dalam
pengelompokan daging dalam kaitannya penyimpanan maupun administrasi.
Kualitas daging menurut Juran (1980), Konsep tersebut memiliki konsep pengertian yang
luas yang dapat di terapkan pada semua barang dan jasa. Konsep ini berorientasi pada
konsumen sebagai pemakai barang atau jasa. Jika barang atau jasa yang dihasilkan oleh
produsen sesuai atau cocok dengan keinginan konsumen maka barang atau jasa tersebut
mempunyai daya atau nilai jual yang baik.
Menurut Kaufman dan Mars (1987) Kualitas daging adalah ukuran dari ciri-ciri atau
sifat-sifat daging yang dinilai oleh konsumen. Kualitas karkas atau daging dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang dapat dikategorikan sebagai faktor antemortem (sebelum pemotongan)
dan faktor postmortem(sesudah pemotongan). Penilaian karkas atau daging merupakan suatu
usaha untuk meramal sifat parabilitas, pengolahan, dan pemanasan daging. Sifat palabilitas
daging berarti sifat-sifat daging yang dapat diterima (cocok atau sesuai) dengan mata, hidung
dan mulut (Forrest, 1975). Tujuan penilaian karkas adalah mengklasifikasikan karkas
berdasarkan sifat-sifat tertentu. Kegunaan kalasifikasi bagi konsumen adalah dapat
merencanakan jenis ternak dan cara pemeliharaannya, biaya dan keuntungan yang akan
diperoleh dan cara merencanakan bagi konsumen antara lain yaitu jaminan kualitas.
Faktor yang menentukan kualitas karkas meliputi : berat karkas, jumlah daging yang
dihasilkan, dan kualitas daging yang dihasilkan. Nilai karkas dikategorikan atas dasar : jenis
kelamin ternak yang menghasilkan karkas, umur ternak, jumlah ternak, intra muskuler. Secara
tradisional pada perdagangan daging penilaian karkas dilakukan secara visual atas dasar : yaitu
derajat atau tingkat perototan, perbandingan otot, lemak dan tulang. Di Amerika Serikat
terdapat dua cara pengklasifikasikan karkas, yaitu grade for quality (kualiti grade) dan grade
of for quality. Grade for quality mengklasifikasikan karkas atau daging berdasarkan
palatibilitas dan penerimaan oleh konsumen. Sedangkan grade for cutability
mengklasifikasikan karkas dan daging berdasarkan perkiraan hasil atau jumlah daging yang
dihasilkan dari karkas. Klasifikasi yang kedua sering dilakukan pada karkas sapi, babi dan
kambing. Klasifikasi yang kedua dibuat oleh Departemen Pertanian Amerika Serika (USDA).
Faktor yang dipergunakan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat dalam kuality
grade adalah jenis dan karkas, tingkat kedewasaan (maturity), lemak intramuskuler (marbling),
kelenturan. Warna dan struktur daging, konformasi, perototan atau perdagingan dan finish.
Sedangkan faktor yang digunakan dalam cutability grade adalah kelebihan lemak subkutan,
persentase lemak viseral (lemak pelvis, ginjal, jantung) terhadap berat karkas dan kode ekor
konformasi paha (hanya untuk domba). Klasifikasi daging dari hasil penilaian kualiti grade
adalah prima, pilihan, baik, standar, komersial, utility, dan ditolak. Sedangkan penilaian violet
grade adalah 1,2,3,4, dan 5. Parameter atau karakteristik yang digunakan untuk menilai kualitas
karkas daging dari karkas adalah : warna, keempukkan, aroma daging, lemak intramuskuler,
daya ikat air dan pH setelah pemotongan.
Secara umum untuk mengukur kualitas dari daging dapat diukur baik secara obyektif
maupun subjektif ( Arka, 1990) lebih lanjut dikatakan bahwa penilaian kualitas secara objektif
dapat dilakukan dengan mempergunakan bantuan alat-alat laboratorium, meliputi komposisi
kimia, tekstur, keempukan, warna, daya ikat air, imbang tenunan pengikat, derajat keasaman
(pH), dan kepualaman (marbling). Sedangkan penilaian secara subjektif ( secara organoleptik),
merupakan taraf respon panca indera terhadap keempukan, aroma, warna, cita rasa, kebasahaan
dan penerimaan secara umum (general Acceptability). Anonim (1982) mengklasifikasikan
kualitas daging sapi atas 3 tingkatan yaitiu kualitas primer, kualitas kedua, kualitas ketiga
dengan nilai-nilai parameter pada tabel 6.
Banyaknya myoglobin bervariasi menurut spesies ternak, umur, jenis kelamin dan
aktivitas fisik. Pada myoglobin daya ikat oxygen lebih kuat dari pada hemoglobin, oleh karena
itu oxygen darah bisa diambil untuk otot. Myoglobin merupakan globulin protein yang
berbentuk gelembung-gelembung heme yang mempunyai inti Fe. Warna daging ditentukan
oleh status Fe. Pada saat dipotong, warna daging violet, selama setengah jam dalam kondisi
cukup oxygen akan berubah menjadi merah cerah. Jika ditutup rapat (tidak ada oxygen) akan
terjadi oxymyoglobin dan warna tetap cerah, berbentuk Fe3+ (ferri). Tetapi jika kurang oxygen
akan terbentuk warna coklat (metmyoglobin), dalam keadaan reduksi berbentuk ferro Fe2+.
(1) Perbedaan dalam spesies, kita bandingkan warna daging babi yang merah pucat dengan
warna daging sapi yang berwarna merah cerah.
(2) Perbedaan umur, warna otot pada karkas sapi muda (veal) yang berwarna merah muda
merupakan tanda bahwa kandungan myoglobinnya lebih rendah dibandingkan dengan
karkas dari sapi yang lebih tua.
(3) Perbedaan sex, hewan jantan mempunyai kandungan myoglobin yang lebih banyak
daripada hewan betina.
(4) Perbedaan jenis otot
(5) Perbedaan jenis otot, adanya perbedaan jumlah dan kandungan myoglobin juga dapat
dilihat antara warna pada otot dada dengan warna otot paha ayam. Warna otot paha
lebih gelap dibandingkan dengan warna otot dada ayam.
(6) Perbedaan aktivitas fisik, hewan aduan mempunyai warna otot yang lebih gelap
dibandingkan dengan hewan biasa yang disebabkan adanya pengaruh aktivitas fisik
terhadap kandungan myoglobin.
Secara umum, daging sapi, kambing dan domba mempunyai kandungan myoglobin yang lebih
banyak daripada daging babi, veal, ikan dan unggas. Sebagai contoh, perbedaan warna daging
dari berbagai spesies adalah sebagai berikut :
Beef : bright, cheery red
Fish : grey-white to dark red
Horse : dark red
Lamb and mutton : light red to brick red
Pork : grayish pink
Poultry : grey-white to dull red
Veal : brownish pink
Nilai komersial dari karkas pada akhirnya akan tergantung pada ukuran, struktur dan
komposisinya, dimana sifat-sifat struktural karkas yang utama untuk kepentingan komersial
tersebut meliputi bobot, proporsi jaringan-jaringan utama karkas (daging, lemak dan tulang),
distribusi jaringan-jaringan karkas, ketebalan lemak, komposisi kimia serta penampilan luar
dari jaringan tersebut dan kualitas daging (Kempster et al., 1982).
A
C
F J
B I
G K
H
L
D M
E
Gambar 10. Potongan Komersial Karkas dan Bagian-bagiannya
(www.slideshare.net/2013)
Forequarter : Hindquarter :
Alternatif lain untuk mengempukan daging adalah dengan aplikasi enzim papain. Enzim
ini merupakan emzim proteolitik yang mampu memutuskan ikatan protein yang adal dalam
daging sehingga daging menjadi empuk. Jenis enzim proteolitik lain yang dapat mengempukan
daging dan berasal dari tanaman adalah bromelin yang diambil dari nanas matang dan fisin dari
ketah pohon ficus namun yang apaling murah dan mudah diperoleh adalah enzim papain yang
berasal dari pepaya mudah. Dengan teknologi yang sederhana getah pepaya dapat dikeringkan
dam dibuat tepung sehingga diperoleh enzim papain kasar. Tepung tersebut dapat langsung
dicampur dengan daging yang akan dimasak dalam bentuk segar, proses pengempukan belum
terjadi. Proses pengempukan daging dalam enzim papain akan berlangsung selama proses
pemasakan (enzim ini kan aktif pada suhu pemasakan ).
Selain itu papain dapat diberikan antimorten 1 – 2 jam sebelum disembeli dengan takaran
20 mg/kg berat badan dengan injeksi intra vena yang lebih umum ialah memberikan papain
dengan menaburkannya pada daging 1 - 2 jam sebelum pemasakan. Daging sudah dikenal
sebagai bahan pangan yang sempurna, karena kandungan gizi yang lengkap dan dibutuhkan
oleh tubuh yaitu protein, energi, mineral dan vitamin. Disamping memiliki rasa dan aroma yang
enak sehingga disukai oleh hampir semua orang (Hafid, et al. 2013). Daging mempunyai
kandungan protein yang sangat tinggi. Akan tetapi daging yang berasal dari ternak kuda
memiliki kealotan yang tinggi karena adanya jaringan ikat yang banyak, hal itu dikarenakan
beberapa factor selain umur, ternak kuda umumnya juga dijadikan sebagai pekerja.
Menurut Lawrie (2003) dan Hafid (2011) keempukan daging dipengaruhi oleh protein
jaringan ikat, semakin tua ternak jumlah jaringan ikat lebih banyak, sehingga meningkatkan
kealotan daging. Besarnya ukurat serat otot pada daging kuda juga menyebabkan kealotan yang
tinggi. Solusi untuk mengempukan daging yaitu sebelum dilakukan pemanasan terlebih dahulu
dilakukan proses perendaman dalam larutan enzim proteolitik. Selama proses perendaman
daging terjadi hidrolisis protein serat otot, tenunan pengikat, dan terjadi perubahan-perubahan
yang meliputi menipisnya serta hancurnya sarkolema, terlarutnya nucleus dari serabut otot dan
jaringan ikat serta lepasnya keterikatan serabut otot sehingga dihasilkan jaringan lunak. Salah
satu enzim protease tersebut adalah bromelin yang berasal dari buah nenas, hampir dalam
seluruh bagian tanaman terdapat enzim bromelin dengan jumlah yang berbeda-beda pada setiap
bagiannya. Menurut Winarno et., al (1993), bromelin adalah enzim protease yang dapat
menghidrolisis protein. tergantung oleh musim.
RANGKUMAN
Karkas adalah bagian tubuh ternak yang diperoleh dari proses pemotongan ternak
setelah dipisahkan kulit, kepala,jeroan bawah ekor dipisahkan. Pada karkas unggas paruh dan
ginjal termasuk karkas. Karkas terdiri dari otot (daging), tulang, jaringan ikat dan lemak.
Kerena daging merupakan bagian dari yang terbesar dari karkas
Secara umum untuk mengukur kualitas dari daging dapat diukur baik secara obyektif
maupun subjektif ( Arka, 1990) lebih lanjut dikatakan bahwa penilaian kualitas secara objektif
dapat dilakukan dengan mempergunakan bantuan alat-alat laboratorium, meliputi komposisi
kimia, tekstur, keempukan, warna, daya ikat air, imbang tenunan pengikat, derajat keasaman
(pH), dan kepualaman (marbling). Sedangkan penilaian secara subjektif ( secara organoleptik),
merupakan taraf respon panca indera terhadap keempukan, aroma, warna, cita rasa, kebasahaan
dan penerimaan secara umum (general Acceptability).
REFERENSI
[1] Aberle D E, J C Forrest, D E Gerald and E W Mills. 2001. Principles of Meat Science.
Fourth Edition. W H Freeman and Company. San Fransisco : Uneted States of America
[2] Forrest, J.C.., D.E. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge and R.A. Markel. 1975.
Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Company. San Francisco, United States
of America.
[3] Roman J R and P T Ziegler 1974 The meat we eat, 1th ed, Darville, I l Interstate
Porinters and Publisher
[4] Buckle K A 1987 Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press : Jakarta
[5] Hafid, H. Pengantar Evaluasi Karkas. Cetakan Pertaman. Penerbit Unhalu Press, Kenda
[6] Abustam E 2000 Pengolahan dan Pengawetan daging. Fakultas Peternakan
Hasanuddin, Makasar
[7] Kempster, T., A. Cuthbertson and Harrington. 1982. Carcass Evaluation in Livestock
Breeding, Production and Marketing. First Publ. Granada Publishing Ltd.
[8] Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
[9] Tulloh, N.M. 1978. Growth, development, body composition, breeding and
management. In: Tulloh, N.M. (ed): A Course Manual in Beef Cattle Management and
Economics. Pp. 59-94. AAUCS. Canberra.
[10] Soeparno 1998 Ilmu dan Teknologi daging Cetakan ke 3. Gajah Mada University Press
: Yogyakarta
[11] Arka 1990 Kualitas daging sapi Bali. Prossiding Sapi Bali, Bali Hal 108
[12] Lawrie 2003 Ilmu daging Edisi 5 Penerjemah Aminuddin Parakkasi. Penerbit
Universitas Indonesia: Jakarta
[13] Kempster A J, A Cuthbertson, G Harington 1982. The relationship between
conformation and the yield and distribution of lean meat in the carcasses of Brutish
pigs, catle and sheep ; A review. Meat Sci, Vol 6 issue 1
[14] Winarno F G 1993 Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta
A. PENDAHULUAN
Pengawetan daging merupakan upaya untuk memperpanjang masa simpan agar kualitas
bagan pangan hewani terjaga dan kebersihanya terjamin. Untuk mencapai hal tersebut
diperlukan upaya yaitu menjaga bahan pangan khususnya produk hewani yaitu daging dari
serangan jamur/kapang, bakteri virus dan kuman agar daging tidak mengalami kerusakan.
Bahan pangan khususnya daging dapat menurun mutunya, terutama dapat disebabkan oleh:
Mikroba yang terus tumbuh menggunakan bahan pangan sebagai substratnya sehingga
menghasilkan toksin, Faktor lingkungan atau fisik misalnya lama dan teknik penyimpanan,
pelayuan dan katabolisme yang dibebabkan dikatalis enzim, adanya reaksi kimia dengan bahan
lain pada waktu penyimpanan, dan kontaminasi bakteri, serangga jamur serta tikus.
Berbagai contoh kerusakan yang disebabkan oleh bakteri misalnya dari daging sapi segar
yang berasal dari sapi sehat akan mengalami kontaminasi bakteri pasca pemotongan sehingga
menjadi faktor penyebab kerusakan daging. Parasit atau cacing pita pada daging babi yang
masuk ke dalam tubuh babi melalui sisa pakan, cacing yang terdapat pada bahan makanan
kemungkinan dapat dimatikan dengan pembekuan. Pasca pemotongan, daging sebaiknya
disimpan dalam suhu rendah. Apabila daging di simpan dalam jangka waktu beberapa hari
sebaiknya dilakukan pendinginan pada suhu 4˚C tetapi jika daging akan disimpan dalam jangka
waktu yang lama sebaiknya dilakukan pembekuan pada suhu minimal 18˚C sehingga mutu dari
daging pasca pemotongan tetap terjaga. Pertumbuhan mikroorganisme dalam daging segar
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu, waktu, tersedianya oksigen, dan
adanya kadar air (Kusumaningrum el al., 2013). Untuk menghambat pertumbuhan bakteri,
daging biasanya disimpan dengan cara pendinginan, pembekuan, pemanasan, pengeringan,
atau pengawetan dengan menggunakan bahan pengawet misalnya gula, asam, garam, pengawet
kimia dan sintetis (Usmiati, 2010)
B. PRINSIP DAN TUJUAN PENGAWETAN DAGING
Daging sangat mudah mengalami kerusakan karena daging memiliki kriteria untuk
berkembangnya mikroorganisme yang merugikan misalnya:
1) Kadar air pada daging yang tinggi memungkinkan bahan pangan ini mudah rusak
2) Nitrogen tinggi dan perbedaan kompleksitasnya
3) Memiliki pH yang dapat memungkinkan bakteri untuk tumbuh
4) Mengandung karbohidrat dan memungkinkan untuk dapat fermentasi
Sehingga diperlukan pengawetan daging ataupun preservasi untuk mencegah kerusakan dan
memperpanjang masa simpan. Pengawetan daging merupakan metode untuk mencegah
terjadinya perubahan pada produk hewani/daging yang ditandai dengan menurunya nilai gizi
dan mutu daging yang dapat dilakukan dengan cara mengotrol perkembangan mikroorganisme,
mengurangi perubahan dan proses kimia, fisik serta fisiologi yang tidak diharapkan dan
mencegah kontaminasi.
Pada dasarnya prinsip pengawetan bahan pangan meliputi 3 yaitu :
1. Sebagai upaya untuk mempertahankan kualitas dengan jalan memperlambat kerusakan
mikrobial
2. Mencegah atau memperlambat laju kerusakan, dekomposisi bahan pangan sehingga
kualitas bisa dipertahankan
3. Mempertahankan kualitas dengan pencegahan yang disebabkan oleh faktor
lingkungan.
Kerusakan yang disebabkan oleh bakteri atau mikroba dapat dicegah melalui :
1) Pencegahan masuknya dan berkembangnya mikroorganisme
2) Pengeluaran mikroorganisme
3) Menghambat aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme sebagai contoh proses
pembekuan, pengeringan, menggunakan bahan kimia dan alami
4) Mematikan mikroorganisme misalnya dengan proses sterilisasi atau radiasi.
Kerusakan yang diakibatkan dari pertumbuhan mikroorganisme dalam daging meliputi :
a) Faktor dalam (intrinsik): nilai nutrisi daging, kadar air dan pH
b) Faktor luar (ekstrinsik): suhu, kelembaban, jumlah oksigen, kondisi daging misal potongan
karkas dan daging giling (Soeparno, 2005)
Tujuan pengawetan bahan pangan hewani diataranya adalah :
a. Memperanjang masa simpan daging atau waktu yang dibutuhkan oleh produk hewani
dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan
b. Mempertahankan sifat fisik dan kandungan kimia/ gizi bahan makanan hewani/daging
c. Mencegah proses dekomposisi bahan makanan hewani/ daging
d. Mencegah tumbuhnya mikroba yang merugikan
e. Mencegah kerusakan yang berasal dari faktor lingkungan dan mencegah kerusakan
mikrobial.
Preservasi ialah menghambat atau membatasi reaksi enzimatis, kimia, fisik daging dan
daging proses. Tujuan preserfasi daging, diantaranya adalah untuk mempertahankan hingga
menjaga keamanan daging dari proses kerusakan atau pembusukan yang disebabkan oleh
mikroba sehingga dapat memperoleh masa simpan yang lebih lama. Preservasi untuk
memperpanjang masa simpan daging memiliki beberapa kriteria diantaranya adalah:
1. Tidak ada perubahan pada daging baik ciri secara fisik, tekstur, rasa, bau dan warna
2. Tidak berbahaya dan aman bagi konsumen selama penyimpanan pada waktu tertentu
3. Familiar, mudah dikenal, kadar dapat ditentukan dan diizinkan
4. Tidak merugikan konsumen terutama pada kualitas
5. Tersedia dan ekonomis/ harga terjangkau
Bahan-bahan dan metode preservasi sampai saat ini masih dikembangkan untuk
memperpanjang masa simpan daging sehingga dapat dipastikan aman sampai ke tangan
konsumen.
RANGKUMAN
Soal A
1. Mengapa daging mudah mengalami kerusakan? Sebutkan penyebab kerusakan daging!
2. Apa yang dimaksud dengan preservasi?
3. Apa saja kriteria untuk preservasi daging?
4. Apakah tujuan pengawetan daging?
5. Sebut dan jelaskan prinsip pengawetan daging!
Soal B
1. Preservasi untuk memperpanjang masa simpan daging memiliki beberapa kriteria
diantaranya merubahan daging baik ciri secara fisik, tekstur, rasa, bau dan warna ( B-S)
2. Kerusakan yang disebabkan oleh bakteri atau mikroba dapat dicegah melalui Mematikan
mikroorganisme misalnya dengan proses sterilisasi atau radiasi ( B-S)
3. Proses pengawetan dapat dilakukan dengan beberapa metode yang dikombinasikan.
( B-S )
4. Pengawetan daging merupakan upaya untuk memperpanjang masa simpan agar kualitas
bagan pangan hewani terjaga dan kebersihanya terjamin ( B-S )
5. Pengawetan daging merupakan metode untuk mencegah terjadinya perubahan pada produk
hewani/daging yang ditandai dengan menurunya nilai gizi dan mutu daging yang dapat
dilakukan dengan cara mengotrol perkembangan mikroorganisme mengurangi perubahan
dan proses kimia, fisik serta fisiologi yang tidak diharapkan ( B-S)
6. Untuk menghambat pertumbuhan bakteri, daging biasanya disimpan dengan cara
pendinginan, pembekuan, pemanasan, pengeringan, atau pengawetan dengan
menggunakan bahan pengawet misalnya gula, asam, garam, pengawet kimia dan sintetis
( B-S )
7. Daging sangat mudah mengalami kerusakan karena kadar air pada daging yang rendah
memungkinkan bahan pangan ini mudah rusak ( B-S)
SESI PERKULIAHAN KE: II
[1] Badan Standardisasi Nasioanal. 2008. Standar Nasional Indonesia SNI : 3932. Mutu
Karkas dan Daging Sapi.
[2] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia SNI : 3924. Mutu
Karkas dan Daging Ayam.
Carilah sumber informasi tentang pengawetan dan preservasi daging terutama yang
didapat dari hasil penelitian dan jurnal ilmiah
BAB VI
PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN DAGING
A. PENDAHULUAN
Bahan pangan khususnya daging harus melalui proses atau pengolahan terlebih dahulu
sebelum sampai ketangan konsumen untuk di konsumsi. Maksud dari pengolahan diantaranya
adalah untuk penganekaragaman jenis produk olahan daging baik varian bentuknya maupun
cita rasanya yang dapat berasal dari satu ataupun paduan beberapa bahan pangan asal hewani
terutama daging. Selain hal tersebut pengolahan juga dimaksudkan untuk memperpanjang
masa simpan daging sehingga lebih awet. Sebelum bahan makanan diolah diperlukan
penanganan lebih lanjut. Penanganan pascapanen harus ditangani dengan tepat agar kualitas
produk hewani tidak mengalami kerusakan dan dapat berpengaruh terhadap proses selanjutnya
yakni tahapan pengolahan.
Pengolahan daging merupakan suatu proses mengubah produk hewani khususnya daging
yang masih mentah menjadi bahan jadi atau produk olahan daging dengan cara tertentu
menggunakan modal, tenaga kerja, peralatan dan bahan lain sehingga menghasilkan produk
dengan nilai, mutu dan kualitas yang lebih tinggi dari bahan mentah sebelumnya sehingga
sampai ke tangan konsumen dan layak dikonsumsi.
Prinsip dasar pengolahan daging diawali dengan daging penanganan pascapanen yang
meliputi pembersihan dan penyortiran, pengelompokan kualitas/menentukan grading, dan
selanjutnya dilanjutkan dengan penyimpanan. Teknik pengolahan yang tepat akan memberikan
kualitas produk yang maksimal, meningkatkan produktivitas serta meningkatkan kinerja.
1) Kerusakan biologis yang disebabkan karena kerusakan fisiologis misalnya disebabkan oleh
binatang pengerat/ tikus contohnya : daging yang disimpan dalam suhu ruang membusuk
dengan proses autolisis.
2) Kerusakan mikrobiologis disebabkan oleh kapang, khamir dan bakteri. Bahan yang telah
rusak oleh mikroba dapat menjadi sumber kontaminasi yang berbahaya bagi bahan lain
yang masih segar (Susiwi, 2009).
3) Kerusakan fisik disebabkan oleh perlakuan fisik pasca pemotongan
4) Kerusakan kemis/kimia misalnya perubahan pH yang menyebabkan pigmen warna berubah
dan denaturasi protein.
5) Kerusakan mekanis dapat disebabkan karena benturan saat pengangkutan sehingga
menyebabkan bahan rusak sobek ataupun terpotong (Susiwi, 2009).
Tanda kerusakan daging dapat diketahui dengan beberapa ciri seperti melihat konsistensinya,
tekstur, lendir, bau, pH, penyimpangan warna daging dan cita rasa.
Menurut Nastiti (2010) pada proses pengolahan beberapa faktor dapat menjadi penyebab
terjadinya kerusakan sehingga perlu diperhatikan yaitu :
RANGKUMAN
Bahan pangan khususnya daging harus melalui proses atau pengolahan terlebih dahulu
sebelum sampai ketangan konsumen untuk di konsumsi. Maksud dari pengolahan diantaranya
adalah untuk penganekaragaman jenis produk olahan daging baik varian bentuknya maupun
cita rasanya yang dapat berasal dari satu ataupun paduan beberapa bahan pangan asal hewani
terutama daging. Selain hal tersebut pengolahan juga dimaksudkan untuk memperpanjang
masa simpan daging sehingga lebih awet.
Prinsip pengolahan daging pada dasarnya membutuhkan berbagai ilmu penunjang seperti
mikrobiologi, kimia, fisika, biokimia, kimia serta pengetahuan ilmu bahan pangan. Adapun hal
yang harus diperhatikan dalam pengolahan bahan pangan diantaranya adalah mengetahui
kompisisi kimia khususnya daging, mengetahui reaksi kimia pada tahap pengolahan dan
mengetahui interaksi antara daging pada saat proses pengolahan dengan zat aditif yang
ditambahkan. Pengolahan harus memperhatikan karakteristik daging pada umumnya, karena
proses pengolahan dapat mempengaruhi kualitas daging misalnya nutrisi yang terkandung
dalam daging dan cita rasa yang dihasilkan.
REFERENSI
[1] Nastiti, Tri Ratna. 2010. Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan. Universitas Terbuka,
Jakarta
[2] Nurwantoro, V.P. Bintoro, A.M. Legowo dan A. Purnomoadi. 2012. Pengelolaan daging
dengan sistem marinasi untuk meningkatkan keamanan pangan dan nilai tambah.
Wartazoa Vol. 22 No. 2
[3] Susuwi, S. 2009. Regulasi Pangan. Jurusan Pendidikan Kimia. Universitas Pendidikan
Indonesia.
LATIHAN SOAL
TUGAS TERSTRUKTUR
1. Carilah hasil penelitian dari jurnal di internet, bacalah dan review di 1 lembar kertas folio
dengan tulisan tangan dengan sistematika :
Judul
Abstrak
Pendahuluan
Materi dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
2. Carilah informasi tentang pengolahan pangan dengan inovasi terbaru khususnya produk
daging kemudian sampaikan informasi tersebut kepada temanmu untuk bahan diskusi
SESI PERKULIAHAN KE: III
[1] Nastiti, Tri Ratna. 2010. Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan. Universitas
Terbuka, Jakarta
[2] Nurwantoro, V.P. Bintoro, A.M. Legowo dan A. Purnomoadi. 2012. Pengelolaan
daging dengan sistem marinasi untuk meningkatkan keamanan pangan dan nilai
tambah. Wartazoa Vol. 22 No. 2
[3] Susuwi, S. 2009. Regulasi Pangan. Jurusan Pendidikan Kimia. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging, Cetakan III. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
A. PENDAHULUAN
Pengawetan daging merupakan suatu metode untuk menyimpan daging dalam jangka
waktu tertentu dan diharapkan kualitas dan kebersihanya tetap terjaga dengan tujuan mencegah
daging dari serangan jamur, bakteri, virus dan kuman sehingga daging tidak rusak. Pada
dasarnya metode dalam mengawetkan daging ada 3 yaitu :
- Pengawetan daging secara fisik terdiri dari proses pemanasan/ sterilisasi, pendinginan dan
pelayuan.
- Pengawetan daging kimiawi yaitu proses pengawetan melibatkan bahan-bahan kimia
biasanya bahan pengawet seperti nitrit.
- Pengawetan daging secara biologi yakni melibatkan mikroba misalnya fermentasi daging
seperti pada produk olahan salami
Adapun bahan kimia yang dilarang dalam penggunaanya dalam pengawetan daging
misalnya formalin, asam borak, asam salisilat, kalium klorat, dan kloramfenikol namun bahan
yang sering kita jumpai pada pengawet makanan yang dilarang adalah borak dan formalin.
Daging merupakan komoditas pangan yang paling cepat mengalami kerusakan terutama jika
disebabkan oleh aktivitas organisme karena daging merupakan media yang sangat ideal bagi
perkembangan mikroorganisme. Kadar air yang tinggi, kandungan nitrogen, zat yang dapat
mendukung fermentasi, komposisi mineral dan pH yang ideal untuk pertumbuhan
mikroorganisme dapat menjadi penyebab pada kerusakan daging.
Daging juga kadang disimpan, beberapa upaya dan metode penyimpanan pada daging
misalnya dengan proses refrigerasi atau pendinginan yaitu menyimpan karkas atau daging pada
suhu dingin dalam waktu tertentu/ biasanya singkat dengan tujuan untuk mengurangi
kontaminasi dan mengendalikan perkembangan mikroorganisme penyebab kerusakan daging
dilakukan pada suhu 3,5˚C. Penyimpanan dalam kondisi beku juga sering dilakukan pada
daging, untuk memperoleh daging beku yang berkualitas baik adalah dengan memperhatikan
kualitas daging sebelum dibekukan.
Daging yang dipilih adalah daging segar, pengeluaran darah sempurna, temperatur daging
atau karkas setelah pemotongan cepat diturunkan dan dibungkus dengan bagan yang
berkualitas baik. Pembekuan biasanya dilakukan pada suhu 18˚C. Pemanasan termal juga dapat
dilakukan untuk membunuh mikroorganisme penyebab kerusakan daging. Pemanasan
biasanya dilakukan pada suhu 75 sd 100˚C. Pengeringan dengan cara beku dan dengan
menggunakan udara panas, dengan cara beku misalnya mengurangi kadar air daging hingga
2% yang dilakukan dalam ruang pembeku vakum sedangkan menggunakan udara panas/
dehidrasi dilakukan pengeringan menggunakan udara panas sampai kadar air daging 5-6%.
B. METODE PENGAWETAN PADA DAGING
Dalam bab pendahuluan kita telah mempelajari teknik pengawetan yakni secara kimia,
biologi dan fisika. Metode pengawetan secara biologi misalnya fermentasi dan penambahan
enzim, metode pengawetan secara kimia misalnya penambahan garam, zat kimia dan gula dan
metode pengawetan secara fisika yakni pengasapan, pelayuan, pendinginan, pembekuan,
pemanasan, irradiasi dan pengalengan. Pengawetan daging merupakan suatu cara untuk
mempertahankan dan membuat daging memiliki masa simpan lebih lama dan mempertahankan
sifat fisiknya maupun kimianya.
Bahan pengawet untuk bahan pangan khususnya daging, ada yang bersifat toksik atau
racun dan bahkan bersifat karsinogenik. Bahan pengawet yang aman, melimpah, murah dan
alami misalnya gula dan garam. Bahan pengawet juga dapat berasal dari bahan alami, dari jenis
rempah contohnya andaliman, bawang putih, dan kluwak atau keluwak (Pangium edule) atau
dalam bahasa lain kapayang, kapahiang yang bijinya biasanya digunakan sebagai bumbu dapu.
Berbagai hasil penelitian didapat bahwa daging yang diawetkan menggunakan bermacam-
macam rempah seperti jahe, laos, kunyit,andaliman, kluwak/ Pangium edule memiliki senyawa
antimikrobia sehingga berpotensi untuk mengawetkan daging. Metode pengawetan pada
daging yang kita kenal dan umumnya dilakukan meliputi :
Menurut Sebranek (2009) curing merupakan penggunaan garam dapur dan nitrit dalam
suatu proses sehingga dapat mengubah secara kimiawi, sifat fisik dan mikrobiologis daging.
Agen curing yakni nitrit dan nitrat adalah bahan yang penting untuk daging curing, karena
senyawa ini memiliki fungsi membentuk daging dengan ciri khas yang unik, nitrat dapat efektif
sebagai agen curing bila direduksi menjadi nitrit (Saputro, 2016) dilanjutkan bahwa agen
kuring sebenarnya merupakan nitrit, dan untuk produk sosis curing kering, dan ham curing
kering digunakan agen nitrat.
Tujuan curing diantaranya adalah sebagai prservasi atau memperpanjang massa simpan
daging, menambah flavor atau rasa yang khas dan menghasilkan warna daging yang cerah.
Curing ada beberapa metode yakni curing basah dan curing kering. Curing kering adalah curing
yang dilakukan dengan menambahkan garam, gula, bumbu dan nitrit pada daging. Sedangkan
curing basah ada 2 cara yakni dengan cara perendaman dan injeksi. Cara perendaman dalam
curing basah misalnya dengan merendam daging pada larutan yang digunakan untuk curing,
larutan tersebut dilarutkan dalam 100 ml air sehingga larutan tersebut lebih mudah meresap
kedalam daging. Curing basah dengan cara injeksi adalah larutan agensi untuk curing langsung
diinjeksikan ke daging sehingga kandungan nitrit pada daging akan menjadi lebih besar dari
curing kering maupun perendaman.
2. PENGASAPAN
Pengasapan merupakan metode pengawetan daging dengan memberi aroma lewat media
panas dan asap dari pembakaran kayu yang sebelumnya daging terlebih dahulu di beri garam.
Pengasapan dan pemanasan berpotensi dapat membunuh mikroorganisme dan mengeringkan
daging yang diasapi sehingga daging menjadi lebih awet.
Pengasapan ada 2 macam yaitu pengasapan dingin dan pengasapan panas. Pengasapan
dingin adalah pengasapan yang bahan bakarnya tak langsung terdapat dibawah daging yang
diasapi dan pengasapan panas adalah daging diasapi langsung diatas bahan bakarnya. Proses
pengasapan meliputi : pengeringan daging dalam uap panas asap, proses meresapnya asap ke
daging dan perlakuan panas atau pengeringan yang dilanjutkan setelah pengeringan pertama.
Metode pengasapan terdiri dari :
a. Pengasapan alami : daging berada langsung di kayu yang membara sehingga asap meresap
ke permukaan daging.
b. Pengasapan buatan : asap yang digunakan dapat berupa gas hasil dari kayu bakar dan cairan
Beberapa hal dapat berpengaruh pada proses pengasapan misalnya jenis bahan bakar/kayu,
kandungan air pada kayu yang digunakan untuk pengasap jika kadar air tinggi asap yang
dihasilkan lebih banyak, tebal asap/pekat semakin tebal dan pekat daging yang dihasilkan dari
pengasapan semakin awet dan jumlah bakteri dapat dikurangi, suhu pada saat pengasapan
semakin tinggi suhu mempengaruhi rasa yang semakin pahit, jika kelembaban tinggi maka
daging akan menyerap asap leih banyak dan cepat. Menurut Lawrie (1995) senyawa pada asap
yang dapat memberikan efek pengawetan daging adalah asetat, butirat, lainasam formiat,
kaprilat, vanilat dan asam siringat, dimetoksifenol, metal glioksal, furfural, methanol, etanol,
oktanol, asetaldehid, diasetil, aseton, dan 3,4- benzinpiren.
Pengasapan dapat merusak bahan pangan asal hewani terutama daging dengan melihat
berbagai curi yakni :
a. Daging yang mengerut dapat terjadi jika suhu pada proses pengasapan terlalu tinggi
sehingga kadar air bahan menguap
b. Gosong jika warna daging terlihat kehitam-hitaman seperti arang dan pahit.
c. Kerusakan oleh asap misalnya kayu yang digunakan untuk mengasapi mengandung aroma
tertentu sehingga daging yang di asapi juga berubah cita rasanya.
4. PENDINGINAN
Daging merupakan bahan pangan hewani mudah rusak (perishable food) serta berpotensi
mengandung bahaya (potentially hazardous foods atau PHF). Ada 2 cara pendinginan yaitu
pendinginan disebut juga cooling dan pembekuan atau freezing. Pendinginan merupakan
metode penyimpanan daging pada suhu -2˚C sampai 10˚C berbeda dengan pembekuan kisaran
suhu yang digunakan antara penyimpanan daging dalam keadaan beku sampai -24˚C. Adapun
pembekuan secara cepat atau lebih dikenal quick freezing dapat dilakukan antara suhu -24˚C
sampai dengan -40˚C. Memperpesiapkan bahan sebelum tahap pembekuan sangatlah penting
karena pembekuan tidaklah memperbaiki mutu bahan (Hermanianto et al.,1997). Dilanjutkan
menurut Hermanianto et al., (1997) bahwa ada 3 metode dasar pembekuan yang umum
digunakan secara komersial yaitu ;
1) Pembekuan di udara : bahan ditempatkan di raungan dengan suhu kisaran -10˚F hingga
20 ˚F. pergerakan udara berlangsung secara konveksi dapat menggunakan kipas angin
disebut still air freezing. Ada juga air blast freezer teknik yang sering digunakan dalam
industri makanan beku, dioperasikan pada kisaran suhu -20˚F sampai dengan -50˚F
dengan percepatan gerakan udara 2000-3000 ft/menit.
2) Pembekuan dengan kontak tidak langsung : daging ditempatkan di atas plat, dijepit antara
2 plat yang didinginkan dengan sirkulasi bahan pendingin sehingga daging kontak
langsung dengan plat dingin namun tidak ada kontak langsung dengan bahan pendingin
menggunakan alat birdeye multiple freezer pembekuan berlangsung 1-2 jam untuk
ketebalan 1,5 -2,0 cm
3) Pembekuan dengan pencelupan : Bahan yang dikemas dicelupkan ke pendingin cair atau
disemprot ke bahan pangan hewani. Cairan bertitik beku rendah yang umum digunakan
cairan kriogenik misalnya nitrogen cair -320˚F dan CO2 cair bersuhu -110˚F sedangkan
cairan bertitik beku rendah yang sering digunakan adalah garam sodium klorida
konsentrasi 23% bersuhu -6˚F biasanya digunakan untuk pembekuan ikan laut.
Kesetabilan suhu saat penyimpanan daging beku akan berpengaruh terhdap kualitas
daging karena fluktuasi suhu daopat menyebabkan freezer burn, kehilangan berat, cita rasa
khas daging yang berkurang, dan rongga es. Penyimpanan beku antara 0˚F sampai 10˚F cukup
memuaskan jika suhunya stabil dan terkendali (Hehmianto et al., 1997). Daging beku berwarna
dapat berubah, daging yang dibekukan dengan cepat biasanya berwarna lebih terang daripada
daging yang dibekukan lambat.
5. PENGERINGAN DAGING
Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengawetkan daging dengan mengurangi
kadar air pada daging secara penguapan menggunakan energi panas sehingga dapat
menghambat aktivitas mikroorganisme sehingga lebih awet. Pengurangan volume dan berat
dapat terjadi dalam pengeringan hal ini dapat mengurangi ongkos transportasi produk, namun
perlu diingat pengeringan juga dapat merubah bentuk fisik daging dan komposisi kimianya.
Metode pengeringan terdiri dari:
Beberapa faktor dapat mempengaruhi pengeringan diantaranya: sifat fisik dan kandungan
kimia bahan pangan, metode pengeringan, kedadaan lingkungan/sinar matahari, dan
kemampuan alat pengering. Pada saat ini pengeringan daging beku juga sudah dilakukan yakni
untuk mengeringkan bahan pangan agar mudah ditransportasikan degan cara membekukan
bahan pangan/ daging dengan mengurangi tekanan disekitarnya agar air membeku menyublim
hingga menjdi gas. Sebagai contoh bacon yang dikering bekukan untuk para astronot yang
bertugas di luar angkasa.
Berbagai senyawa fenol yang memiliki daya antimikroba sebagai contoh tanin dalam
kluwak/ Pangium edule bersifat toksik terhadap kapang, bakteri dan khamir dan menghambat
perkembangan virus, mekanisme dengan menghambat mikroba yaitu tanin dapat membentuk
kompleks dengan protein transmembran, enzim yang ada permukaan membran dan protein
melalui ikatan hidrogen sehingga dapat mengganggu kehidupan mikroba Cowan (1999).
Kandungan
Tanaman Produk Hasil Penelitian Sumber
Zat Aditif
Temulawak Alkaloid Daging Perendaman 1.5% Okarini dan
Quinon Ayam temulawak selama Swacita (1997)
Terpenoid 10 menit mampu
menekan
pertumbuhan
bakteri
Lengkuas Flavonoid In Vitro Pada 6-8% minyak Yuharmen et al
Fenol atsiri lengkuas (2002)
Terpenoid menghambat B.
subtilis dan
Pennicilium sp
Kluwak/ Picung/ Asam Ikan Biji kluwak dan Hangesti
Pangium edule sianida, kembung 2% garam dapat (2006)
asam mengawetkan ikan
hidnokarpat, kembung segar
asam glorat, dalam 6 hari
Tanin Daging Biji kluwak 6% Patriani et al
Domba dan 9% (2019)
mengawetkan
daging domba 3
hari
Bawang putih Allicin Bakso Level ektrak Tamal et al
bawang putih 10 (2011)
sd 30% menekan
bakteri bakso
Kunyit Curcumin Ikan Pemberian kunyit Pasareang
dan minyak untuk sampel ikan (2013)
atsiri 200 gram adalah
28,56 mg N/100
gram mampu
menghambat
pertumbuhan
bakteri.
Sumber : Widiastuti (2016) dan Berbagai sumber penelitian
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Patriani et al (2019) bahwa bahan dari bahan alami
merupakan sumber antimikroba yang murah, mudah didapat serta aman bagi kesehatan
sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut misalnya Pangium edule (kluwak)
Nitrit-Nitrat
Dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dengan cepat, kegunaan lainya
adalah mempertahankan warna merah cerah pada daging.
Jumlah nitrit sebaiknya 1% atau 1 gram/kg daging yang akan diawetkan sedangkan untuk
nitrat 0,2% atau 2 gram/kg daging. Melebihi jumlah anjuran dapat menyebabkan
keracunan, oleh sebab itu penggunaan nitrit diatur dalam perundangan.
Sodium Tripospate
Sodium tripospat dengan rumus kimia Na5P3O10 ketika memiliki banyak anion pospat
menjadi sodium tripolipospat disebut juga STPP/STTP yang digunakan sebagai bahan
pengenyal pada daging misalnya pada pembuatan bakso, nuget dan sosis. STPP juga dapat
dugunakan untuk mengawetkan daging.
Gambar 13. Sodium Tripospate
Sumber: https://www.indiamart.com/1996
Gula Pasir
Gula dapat sebagai pemanis makanan awetan. Gula pasir bersifat higroskopis atau
menyerap air sehingga akan membuat sel bakteri dehidrasi dan mati. Gula dalam
pengawetan daging misalnya dendeng dan curing berfungsi sebagai pelunak, menambah
flavour dan mempermudah fermentasi, mengurangi rasa asin, juga mempengaruhi warna
pada saat proses karamelisasi.
Sendawa
Sendawa berbentuk kristal putih dan tak berwarna dan mudah larut dalam air. Beberapa
macam sendawa ialah kalium nitrat, kalsium nitrat, dan natrium nitrat. Penggunaanya
0,1% atau 1 gram/kg bahan.
Sedangkan bahan kimia yang dilarang digunakan untuk mengawetkan daging contohnya :
Formalin
Formalin disebut methanal, trioxane, Metyle oxide, Paraforine. Formalin merupakan zat
kimia tidak bewarna dan beraroma tajam, mengandung 37% formaldehid dan berfungsi
sebagai pembunuh serangga, pengawet mayat, bahan pembuat pupuk. Formalin tidak
direkomendasikan untuk pengawet makanan khususnya daging.
Gambar 14. Cairan Formalin
Sumber: https://indonesiaexpres.com/2019
Penggunaan yang salah biasanya dilakukan oleh produsen makanan yang tidak
bertanggungjawab yang digunakan untuk ikan segar, ayam potong, daging dan tahu di
pasar. Pada daging ayam yang mengandung formalin biasanya memiliki ciri ayam
berwarna putih bersih, awet, tidak mudah busuk, dan lalat tidak ada yang hinggap di
daging tersebut. Formalin sangatlah berbahaya bagi kesehatan dapat menyebabkan mual,
muntah, gangguan ginjal, pankreas bahkan bersifat karsinogen yakni menyebabkan
kanker.
Asam boraks
Boraks atau sodium borat dengan rumus kimia (Na2B4O7·10H2O) berbentuk serbuk
kristal putih, perhatikan Gambar 5. Pada pencernaan, dapat berubah menjadi asam borat
karena adanya pengaruh asam lambung. Konsumsi borat terus-menerus dapat
menyebabkan gangguan pencernaan, ginjal, hati dan otak.
Selain formalin dan boraks zat kimia berbahaya lainya yang tidak dianjurkan digunakan
untuk bahan manakan ataupun awetan daging ialah Kalium klorat, Asam salisilat dan
Khloramfenikol
8. PENGAWETAN DAGING DENGAN FERMENTASI
Fermentasi pada daging dapat terjadi jika ada penguraian senyawa yang kompleks pada
daging menjadi senyawa lebih sederhana oleh enzin dari daging tersebut atau mikroorganisme
dan berlangsung pada lingkungan tertentu. Mikroorganisme yang berperan biasanya jamur dan
yeast. Enzim yang sering dijumpai dalam fermentasi daging adalah enzim proteolitis untuk
mengunah protein. Misalnya pada pembuatan sosis salami merupakan sosis fermentasi olahan
dari daging yang menggunakan kultur bakteri asam laktat.
Cara kerja irradiasi yaitu memberikan energi dan intensitas tinggi terhadap daging untuk
membunuh kontaminan mikrobiologis seperti bakteri patogen, serangga, jamur, virus yang
tidak diinginkan dengan menggunakan sinar gamma, berkas electron dan sinar X. Irradiasi
dapat dilakukan dengan memaparkan daging kemasan maupun curah pada radiasi ionisasi
dalam jumlah dan waktu tertentu sehingga pangan yang diinginkan lebih awet. Dampak negatif
dari irradiasi pada produk pangan tinggi lemak dapat menimbulkan ketengikan yang merusak
sensoris oleh karena itu, strategi yang digunakan pada bahan pangan tinggi lemak ialah bahan
pangan tersebut dikemas dalam keadaan vakum dan beku selama irradiasi berlangsung.
Berkurangnya nutrisi juga dapat terjadi selama irradiasi jika udara tidak dikeluarkan (tidak
dalam keadaan vakum).
Pengalengan daging biasanya kombinasi antara pengolahan dengan pemberian rempah dan
metode pemanasan dengan tujuan menjamin keamanan konsumen dari kerusakan bahan
pangan khususnya daging yakni mencegah dan memperlambat kerusakan mikrobial.
Pengalengan biasanya menggunakan proses sterilisasi komersial dengan cara pemanasan pada
suhu 121˚C dalam waktu 60 menit. Pada dasarnya gizi daging yang dikalengkan rusak akibar
proses pemanasan. Beberapa tahap pengalengan yang seringkali digunakan :
Daging dicuci, dibersihkan dan dicampur dengan bumbu/rempah. Untuk mendapat tekstur
yang lunak daging direbus pada air mendidih, permukaan daging dilumuri lemon, gula
biarkan selama 1 jam.
Menyiapkan bumbu sesuai yang diharapkan
Fabrikasi kaleng: Kaleng di strerilisasi kemudian diisi dengan daging, masukan ke
waterbath 10 menit dengan suhu 80˚C kemudian tutuplah kaleng.
Sterilisasi kemudian dilanjutkan pendinginan
Simpan ditempat sejuk.
Pemanasan pada proses pengalengan dilakukan secara intensif agar mematikan bakteri
yang tahan pada kondisi panas misalnya Bacillus dan Clostridium. Berbagai faktor juga dapat
berpengaruh pada lamanya pemanasan, diantaranya adalah kualitas bahan yang digunakan,
ukuran kaleng pas dengan isi, bahan tambahan pada daging, pH daging sesuai.
RANGKUMAN
- Pengawetan daging secara fisik terdiri dari proses pemanasan/ sterilisasi, pendinginan dan
pelayuan.
- Pengawetan daging kimiawi yaitu proses pengawetan melibatkan bahan-bahan kimia
biasanya bahan pengawet seperti nitrit.
- Pengawetan daging secara biologi yakni melibatkan mikroba misalnya fermentasi daging
seperti pada produk olahan salami
Adapun bahan kimia yang dilarang dalam penggunaanya dalam pengawetan daging
misalnya formalin, asam borak, asam salisilat, kalium klorat, dan kloramfenikol namun bahan
yang sering kita jumpai pada pengawet makanan yang dilarang adalah borak dan formalin.
Daging merupakan komoditas pangan yang paling cepat mengalami kerusakan terutama jika
disebabkan oleh aktivitas organisme karena daging merupakan media yang sangat ideal bagi
perkembangan mikroorganisme, oleh karena itu metode pengawetan ini sering dilakukan untuk
mempertahankan kualitas daging.
REFERENSI
[1] Sebranek JG, Lonergan SM, King-Brink M, Larson E. 2001. Meat science and
processing. 3rd Ed. Virginia (US): Peerage Press
[2] Saputro, E. 2016. Pemanfaatan Kyuring Alami pada Produk Daging Sapi.
WARTAZOA Vol. 26 No. 4 Th. 2016 No. 183-190
[3] Hermanianto, J., M Nurwahid, E Azhar. 1997. Modul Pengetahuan Bahan Pangan
Hewan.IPB. Bogor
[4] Patriani P, Hafid H, Mirwandhono E, Wahyuni T H 2019 Kualitas daging domba
dengan penerapan teknologi marinasi menggunakan kluwak fermentasi terhadap masa
simpan. Prosseding Semnas TPV, p.491-499
[5] Purwani, E dan Muwakhidah. 2008. Efek berbagai pengawet alami sebagai pengganti
formalin Terhadap Sifat Organoleptik dan Masa Simpan Daging dan Ikan. Jurnal
Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 9, No. 1
[6] Widiastuti, D R., 2016. Kajian Pengawet Pangan dari Bahan Alami Sebagai Bahan
Tambahan Pangan Alternatif. Karya Tulis Ilmiah. Badan Pengawas Obat dan Makanan.
[7] Cowan M M 1999 Plant Produst as Antimicrobial Agents. Clinical Microbiology
Review Vol 12
LATIHAN SOAL
TUGAS TERSTRUKTUR
1. Carilah hasil penelitian dari jurnal di internet, bacalah dan review di 1 lembar kertas
folio dengan tulisan tangan dengan sistematika :
2. Carilah informasi tentang pengolahan pangan dengan inovasi terbaru khususnya di
jurnal
SESI PERKULIAHAN KE: III
Carilah sumber informasi tentang berbagai maca macam metode pengawetan daging
BAB VIII
METODE DALAM PENGOLAHAN DAGING
A. PENDAHULUAN
Pengolahan daging bertujuan untuk mengolah bahan makanan khususnya daging menjadi
makanan atau hidangan yang siap dikonsumsi atau disantap dengan metode tertentu tertentu
agar aman untuk dikonsumsi. Mengolah atau memasak biasanya menggunakan beberapa
metode seperti merebus/boiling, menggoreng/fried, membakar/grilling, mengukus/ steaming
dan memanggang/menggunakan oven. Mekanisme pengolahan daging perlu memperhatikan
beberapa hal diantaranya: bahan makanan/ daging dan rempah sebelum dilakukan
pemasakan/pengolahan; mengolah bahan pangan hewani merupakan satu rangkaian kegiatan
proses memasak dari bahan mentah menjadi makanan seperti mencuci, memotong, dan
memasak; penyajian dan distribusinya dilakukan setelah semua proses telah selesai, makanan
dapat disajikan atau dipacking/ dikemas untuk pendistribusian. Secara umum kita mengetahui
beberapa metode memasak yang telah kita kenal meliputi:
1) Perebusan : bertujuan agar daging matang sempurna menggunakan air panas sebagai
media, sehingga daging menjadi lunak misal membuat kaldu yang direbus dalam suhu
tinggi.
2) Menggoreng : memasukan bahan pangan hewani dalam minyak panas sehingga matang
merata
3) Mengukus : memasak bahan pangan hewani menggunakan uap air panas menggunakan
suatu alat misalnya dandang, panci dan alat pengukus/kukusan
4) Memanggang : metode memasak dengan memanaskan udara disekitar bahan pangan
hewani menggunakan oven atau microwave
5) Membakar : cara memasak dengan cara membakar langsung di atas api menggunakan
arang yang dipanaskan hingga membara.
Teknik pengolahan daging merupakan mengolah dengan berbagai macam teknik atau pun
cara tertentu. Teknik pengolahan bahan makanan sendiri ada 2 yakni teknik pengolahan
makanan panas basah (moist heat) dan teknik pengolahan panas kering (dry heat cooking).
Jenis perlakuan dalam pengolahan bahan pangan diantaranya seperti dengan menggunakan
perlakuan suhu tinggi, pasteurisasi, blansing, sterilisasi, pendinginan, fermentasi, pengeringan,
dan menggunakan bahan-bahan kimia.
5) Shimering /mendidihkan
Teknik memasak shimering hampir sama dengan teknik memasak boiling dan poaching
perbedaanya terletak pada lama waktu pemasakanya. Biasanya menggunakan saus atau
bahan cair yang dididihkan terlebih dahulu kemudian kecilkan api dan bahan-bahan direbus
agak lama. Lama waktu pemasakan shimering lebih lama dibanding boiling sehingga bahan
dan bumbu akan meresap lebih baik dan aroma lebih mantap. Contoh masakan yang
menggunakan teknik shimering seperti kaldu, soto, rawon;
6) Steaming/ mengukus
Mengukus/ steaming adalah teknik pemasakan menggunakan uap air yang panas dan
mendidih sehingga uap air panas akan mengalir di sekitar bahan makanan yang nantinya
dapat membuat bahan makanan matang, empuk, lunak dan lembut. Kandungan gizi bahan
makanan sedikit hilang karena bahan makanan tidak bersentuhan langsung dengan air. Alat
yang digunakan adalah panci kukusan/ dandang yang diisi air dibawahnya, pastikan air
dibawahnya mendidih terlebih dahulu. Contoh makanan yang menggunakan teknik
mengukus : siomay daging ayam, pangsit, dimsum, bolu, ikan, daging sapi;
7) Au Bain Marie/ Hot Water Bath
Hampir sama dengan mengetim perbedaanya terletak pada 2 panci yang dibawahnya
diletakan air ukuran panci lebih besar dan panci diatas digunakan untuk memanaskan bahan
makanan sehingga secara tidak langsung bahan akan matang atau mencair misalnya coklat,
mentega dan cake. Jumlah air yang yang sudah menyusut setengahnya dapat ditambah lagi.
Teknik memasak kering ialah proses memasak tanpa menggunakan media air. Tekstur
makanan yang dihasilkan berbeda dengan teknik pemasakan panas basah. Teknik pengolahan
pangan dengan panas kering menghasilkan cita rasa yang sangat menonjol misalnya lebih
gurih, kenyal dan renyah. Teknik ini terdiri dari beberapa macam diantaranya:
3) Menumis (Sauteing)
Sauteing merupakan proses memasak dengan cara mencoklatkan atau menumis bahan
makanan menggunakan sedikit minyak/margarin biasanya antara 2-3 sendok makan minyak.
Menumis dapat meningkatkan aroma dan cita rasa bahan makanan, misalnya meningkatkan
cita rasa sayuran, bumbu yang dicampur bersama sayuran, daging, maupun nasi goreng.
Sebelum di tumis bahan makanan biasanya diiris kecil sehingga lebih mudah matang dalam
waktu yang singkat. Dalam proses menumis bahan makanan diaduk-aduk dan dapat dicampur
dengan sedikit air, saus atau krim pada akhir proses penumisan.
4) Memanggang (Baking)
Baking atau memanggang merupakan pengolahan bahan pangan menggunakan oven agar
bahan makanan masak tanpa menggunakan minyak ataupun air sebagai mediumnya. Panas dan
waktu yang dibutuhkan biasanya dapat diatur dan di kontrol sehingga lebih praktis. Biasanya
pemanggangan menggunakan suhu diatas 100℃. Beberapa macam makanan yang diolah
menggunakan teknik baking antara lain : roti dan pastry. Jika pemanggangan dilakukan dengan
oven kompor, sebaiknya pengaturan nyala api kompor diperhatikan dan disesuaikan dengan
bahan yang akan di panggang. Cek setiap saat nyala api dan bahan pangan apakah sudah sesuai
yang diharapkan/ sedikit kecoklatan untuk menghindari kerusakan selama proses pengolahan.
5) Membakar (Grilling)
Grilling merupakan proses pengolahan dengan cara membakar atau memanggang
sehingga terjadi kontak langsung antara bahan pangan dengan api. Griling biasanya
menggunakan lempengan besi yang dipanaskan (gridle) bisa juga menggunakan pemanggang
grilling teflon yang diolesi sedikit minyak agar bahan makanan tidak lengket. Suhu tinggi
dibutuhkan dalam proses grilling, gridle biasanya diletakan diatas bara api langsung dan bahan
makanan diolesi sedikit minyak. Jeruji untuk memanggang biasanya digunakan untuk menahan
bahan makanan dan menghantarkan panas dari bahan yang dipanggang sehingga akan terlihat
bahan makanan yang sedikit gosong pada bagian yang terkena api langsung dan bagian yang
tidak gosong yang tertahan oleh jeruji pemanggang. Contoh makanan yang menggunakan
grilling misalnya steak daging sapi, daging unggas panggang, dan daging ikan panggang.
6) Barbequing
Barbequing adalah proses pengolahan bahan makanan dengan cara membakar atau
memanggang dengan cara yang hampir sama dengan grilling namun pada barberquing
membutuhkan waktu yang lebih lama/ perlahan sehingga tingkat kematangan dapat merata.
Sebelum di proses biasanya daging atau bahan makanan di potong-potong terlebih dahulu.
Jarak api dan bahan makanan juga diatur segingga tidak terlalu dekat dengan api agar tidak
gosong. Api yang digunakan untuk proses barbequing didapat dari beberapa arang dan serabut
kelapa dalam pemanggang. Pada bahan makanan yang digunakan biasanya juga diolesi dengan
bumbu seperti saus barbeque di permukaan daging. Tingkat kematangan bahan makanan
tergantung selera misalnya dipanggang dalam 1 menit/ mentah, setengah mentah dipanggang
dalam 2 menit, sedang/medium yang dimasak selama 3 menit, hampir matang yang dimasak
dalam waktu 4 menit dan matang yang dimasak dalam waktu 5 menit. Bahan makanan yang
biasanya digunakan ialah daging, jamur, jagung dan sosis.
7) Roasting
Roasting adalah merupakan proses pemanggangan dalam wajan/alat roasting dari bahan
makanan menggunakan minyak/lemak yang berasal dari bahan makanan itu sendiri dengan
suhu minimal 150℃. Proses pengolahan daging dapat dipanggang, diasapkan, dibakar dan
diolah menjadi produk lain (Soeparno, 2005) Panas oven diatur berdasarkan tingkat
kematanganya sebelum bahan makanan misalnya daging di masukan ke dalamnya. Wajan
roasting yang berisi daging ditutup menggunakan aluminium foil untuk membungkus sehingga
daging dapat matang dengan cepat. Roasting dapat dilakukan dengan bahan makanan yang
berukuran besar. Contoh bahan makanan yang biasanya menggunakan pengolahan roasting :
daging merah dan kopi. Lama pemanggangan pada steak daging ayam dalam microwave
berpengaruh terhadap tekstur, pH dan WHC lebih tinggi dan direkomendasikan lama
pemanggangan selama 10 menit dalam microwave untuk menghasilkan kualitas fisik steak
daging ayam terbaik (Rasyad et al, 2012)
8) Smooking (Pengasapan)
Smooking atau pengasapan adalah proses pengolahan bahan pangan menggunakan
pemanasan dengan asap atau udara panas sehingga bahan pangan matang dan memiliki aroma
dan cita rasa yang khas. Aroma yang dihasilkan adalah cita rasa khas asap pembakaran.
Pengasapan juga merupakan proses flavoring atau pemberian rasa pemasakan dan pengawetan
dengan mengasapi bahan makanan menggunakan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu.
Pengasapan umumnya dilakukan pada daging dan ikan. Beberapa jenis pengasapan:
a. Pengasapan dingin/ Cold smooking : menggunakan suhu dibawah 100⁰F atau 38℃.
Sebelum di konsumsi makanan yang diasapkan dengan teknik cold smooking dapat
dimasak terlebih dahulu dengan cara di bakar atau di tumis
b. Pengasapan panas/ Hot smooking : Pengasapan menggunakan kisaran suhu antara 75℃-
85℃, bahan pangan dapat matang merata dan lebih memiliki aroma/ flavour lebih tajam.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan/ kekurangan dalam bahan pangan yang
diasapkan diantaranya adalah asap mengandung bahan kimia yang memiliki sifak karsinogenik
dan pengasapan juga dapat mengurangi nutrisi bahan pangan seperti protein, thiamin, dan
vitamin.
2) Binding/ Pengikatan
Binding adalah teknik pengolahan daging menggunakan bahan pengikat yang memiliki
kandungan protein lebih tinggi sehingga emulsi lemak meningkat dibanding dengan
bahan pengisinya. Bahan pengikat dapat juga sebagai bahan pengemulsi, yang
berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat
air. Bahan pengikat biasanya berbentuk tepung sehingga dapat mengikat misalnya susu
skim dan tepung ikan. Penelitian tentang binding atau bahan pengikat seperti yang
dilakukan oleh Setyawardani et al., (2001) yang merestrukturisasi daging kambing
dengan kalsium alginat atau garam dan fosfat sebagai bahan pengikat. Mastuti (2008)
meneliti tentang formulasi konsentrasi bahan pengikat produk daging kambing tetelan
restrukturisasi mentah didapatkan hasil bahwa penggunaan karagenan 0,5% sebagai
bahan pengikat pada daging kambing tetelan terbaik dalam penelitian. Menurut
Soeparno (1998) tujuan penggunaan bahan pengikat adalah pada produk daging proses
antara lain adalah untuk meningkatkan daya pengikat air produk daging serta
mengurangi pengerutan selama pemasakan.
3) Casing
Casing merupakan teknik pengolahan daging dengan cara memberikan selongsong
sebagai bahan pengemasanya sehingga mempermudah proses pengolahanya. Casing
biasanya dilakukan pada sosis, fungsi selongsong atau casing sosis dapat berfungsi
sebagai cetakan pada saat pengolahan, pembungkus pada saat pengangkutan dan
sebagai media display saat penjualan/Perdagangan. Selongsong sosis juga dapat
menjaga dan melindungi sosis dari kerusakan kimia yang disebabkan oleh mikroba dan
kerusakan fisik. Beberapa jenis casing yang biasanya digunakan yakni casing alami,
kolagen, selulosa, kolagen, plastik dan logam. Casing alami biasanya terbuat dari usus
hewan sehingga lebih aman untuk di konsumsi namun tidak awet, sedangkan casing
seperti plastik tidak dapat dikonsumsi namun lebih awet.
4) Mencampur
Mencampur/ mixing adalah teknik pengolahan dengan menambahkan 1 bahan dengan
beberapa bahan pangan lainya yang kemudian dapat diolah atau diproses menjadi
makanan dengan cita rasa dan tekstur yang berbeda. Contohnya mencampur minuman
susu dan sari buah atau sirup, mencampurkan daging dan tepung roti dalam pembuatan
nugget dll
RANGKUMAN
Pengolahan daging bertujuan untuk mengolah bahan makanan khususnya daging menjadi
makanan atau hidangan yang siap dikonsumsi atau disantap dengan metode tertentu tertentu
agar aman untuk dikonsumsi. Mengolah atau memasak biasanya menggunakan beberapa
metode seperti merebus/boiling, menggoreng/fried, membakar/grilling, mengukus/ steaming
dan memanggang/menggunakan oven. Secara umum kita mengetahui beberapa metode
memasak yang telah kita kenal meliputi:
- Perebusan: bertujuan agar daging matang sempurna menggunakan air panas sebagai media,
sehingga daging menjadi lunak misal membuat kaldu yang direbus dalam suhu tinggi.
- Menggoreng: memasukan bahan pangan hewani dalam minyak panas sehingga matang
merata
- Mengukus: memasak bahan pangan hewani menggunakan uap air panas menggunakan suatu
alat misalnya dandang, panci dan alat pengukus/kukusan
- Memanggang: metode memasak dengan memanaskan udara disekitar bahan pangan hewani
menggunakan oven atau microwave
- Membakar: cara memasak dengan cara membakar langsung di atas api menggunakan arang
yang dipanaskan hingga membara.
Teknik pengolahan daging merupakan mengolah dengan berbagai macam teknik atau pun
cara tertentu. Teknik pengolahan bahan makanan sendiri ada 2 yakni teknik pengolahan
makanan panas basah (moist heat) dan teknik pengolahan panas kering (dry heat cooking
REFERENSI
[1] Soeparno 2005 Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke 4 Gajah Mada University
Press: Yogyakarta
[2] Billy rasyad N V, Rosyidi D dan Widati A S, 2012 Pengaruh lama pemanggangan
dalam microwave terhadap kualitas fisik steak daging ayam. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Hasil Ternak Vol 7 No 1 Hal 6-11
[3] Setyawardani T, Raharjo S, Sudarmaji P 2001 Restrukturisasi daging kambing dengan
kalsium alginat atau garam dan fosfat sebagai bahan pengikat. Animal Production Vol
3 No 1 Hal 20-25
[4] Matuti R, 2008 Formulasi konsentrasi bahan pengikat produk daging kambing tetelan
restrukturisasi mentah. Jurnal Ilmu dan Teknologi hasil Ternak, Vol 3 No 1 Hal 15-23
[5] Soeparno 1998 Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ketiga. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta
LATIHAN SOAL
TUGAS TERSTRUKTUR
1. Carilah informasi tentang alat yang digunakan untuk mempermudah proses pengolahan
bahan pangan khususnya daging
2. Carilah tentang teknik atau metode pengolahan pangan khususnya daging yang anda
ketahui di internet
SESI PERKULIAHAN KE: III
[1] Sebranek JG, Lonergan SM, King-Brink M, Larson E. 2001. Meat science and processing.
3rd Ed. Virginia (US): Peerage Press
[2] Saputro, E. 2016. Pemanfaatan Kyuring Alami pada Produk Daging Sapi. WARTAZOA
Vol. 26 No. 4 Th. 2016 No. 183-190
[3] Hermanianto, J., M Nurwahid, E Azhar. 1997. Modul Pengetahuan Bahan Pangan
Hewan.IPB. Bogor
[4] Purwani, E dan Muwakhidah. 2008. Efek berbagai pengawet alami sebagai pengganti
formalin Terhadap Sifat Organoleptik dan Masa Simpan Daging dan Ikan. Jurnal
Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 9, No. 1
Widiastuti, D R., 2016. Kajian Pengawet Pangan dari Bahan Alami Sebagai Bahan Tambahan
Pangan Alternatif. Karya Tulis Ilmiah. Badan Pengawas Obat dan Makanan
A. PENDAHULUAN
Pengolahan pangan khususnya daging merupakan kumpulan berbagai teknik atau
teknologi yang digunakan untuk mengubah bahan mentah menjadi bahan makanan yang dapat
dikonsumsi oleh manusia. Teknologi dalam pengolahan daging adalah penerapan teknik dan
metode pengolahan daging sehingga dapat meningkatkan mutu dan kualitas dari bahan
panngan khususnya daging. Dengan mengetahui sifat fisik, kimia dan mikrobiologis daging
dan teknik pengolahanya akan dapat meningkatkan mutu dan keamanan pangan.
Manfaat dalam teknologi pengolahan daging antara lain dapat mempengaruhi stok atau
ketersediaan pangan berdasarkan kebutuhan, misalnya dengan teknik pengawetan bahan
pangan khususnya daging yang lebih awet dan tahan lama sehingga dapat memungkinkan
pendistribusian daging dari suatu wilayah/ negara ke wilayah lain dalam cakupan yang lebih
luas. Manfaat dalam teknologi pengolahan daging diantaranya adalah :
- Mendukupi kebutuhan protein hewani asal ternak
- Mengembangkan inovasi dan kreativitas baik dari segi produk hewani asal ternak
khususnya daging maupun pelaku usahanya
- Meningkatkan mutu/ nutrisi dan pengawetan daging
- Menghambat pertumbuhan mikroorganisme penyebab kebusukan dalam daging
- Penyajian produk olahan daging lebih praktis
- Memanfaatkan sisa bahan pangan menjadi pangan dengan nilai tambah
Beberapa point penting yang harus diketahui dalam teknologi mpengolahan seperti tahap
prosesing bahan pangan hewani khususnya daging, kominusi, restrusturisasi serta standar
kualitas daging yang umumnya dipakai.
Pada masa kini, pekembangan teknologi pengolahan daging telah berkembang pesat.
Selain dari pemrosesan, teknik pengolahan juga dengan perkembangan ilmu teknologi
contohnya dari segi pengemasan alat atau mesin yang canggih digunakan untuk membuat
kemasan lebih menarik, efisiensi biaya produksi dan lebih mudah dalam menarik konsumen.
Upaya untuk meningkatkan nilai gizi bahan pangan khususnya daging dapat menggunakan
berbagai metode atau teknik pengolahan serta teknik pengawetan yang telah kita pelajari dalam
sub bab sebelumnya.
Mempersiapkan daging untuk diolah lebih lanjut melibatkan kegiatan pasca pemotongan
ternak baik itu dressing maupun deboning. Dressing merupakan penanganan pasca
pemotongan ternak meliputi proses pengulitan, pengeluaran jeroan, pemotongan bagian yang
tidak dimanfaatkan dilanjutkan pencucian. Pada karkas domba dan sapi bagian kepala, kaki
dan kulit serta lemak yang berlebih dapat dipisahkan dari karkas. Dressing bertujuan untuk
memperoleh karkas ternak pasca pemotongan. Pengeluaran isi perut/ jeroan (evisceration)
merupakan tahap pengeluaran isi perut seperti usus dan jeroan. Deboning dilakukan dengan
memisahkan bagian tulang dari daging. Deboning dapat dilakukan melalui metode pemisahan
secara mekanik atau menggunakan mesin.
D. RESTRUKTURISASI DAGING
Berbagai jenis olahan daging yang terus berkembang menghasilkan berbagai jenis produk
baik mentah maupun siap konsumsi. Daging restrukturisasi merupakan salah satu bentuk
diversifikasi produk daging yang terdiri dari campuran potongan daging yang saling berikatan
disebabkan oleh protein yang larut garam dengan adanya penambahan garam, bahan pengrikat
ataupun jenis protein yang lainnya (Mastuti, 2008). Ukuran daging yang relatif kecil dan tak
beraturan dapat dimanfaatkan dengan teknologi restrukturisasi daging sehingga dapat
memungkinkan untuk diolah lebih lanjut dan disatukan menjadi produk restrukturisasi
sehingga menyerupai daging yang masih utuh. Berbagai macam produk restrukturisasi daging
seperti kornet, sosis , pattie dan nugget.
Pemanfaatan daging yang tidak utuh juga dapat dilakukan contohnya seperti pada penelitian
Setyawardani (1999) membuat steak menggunakan tetelan daging kambing. Restrukturisasi
daging dapat memanfaatkan dari tetelan ternak sapi, kerbau, kambing, domba bahkan unggas
seperti ayam dan itik. Sisa daging yang menempel pada tulang dapat dimanfaatkan yaitu
dengan memisahkan daging yang melekat pada tulang dan diolah menjadi produk olahan
seperti nugget atau sosis. Kualitas produk dengan teknik restrukturisasi dapat dipengaruhi oleh
bahan yang digunakan serta cara pengolahanya. Tujuan dari restrukturisasi yakni pemanfaatan
komponen karkas dengan cara pengolahan yang baik sehingga menjadi suatu produk yang siap
masak (Roland et al, 1988). Berbagai hal yang perlu diperhatikan adalah kemampuan saling
mengikat partikel daging dan bahan lainnya sehingga nantinya dibutuhkahkan bahan pengikat
atau binder yang digunakan untuk meningkatkan daya air daging serta emulsi lemak.
Sebagai contoh Persyaratan tingkat mutu fisik karkas ayam pada SNI 3924:2009
Tabel 8. Mutu Karkas dan Daging Ayam.
Faktor Tingkatan Mutu
No
Mutu Mutu I Mutu II Mutu III
Ada kelainan pada
1 Konformasi Sempurna Ada sedikit kelainan pada tulang dada dan
tulang ataupun paha paha
2 Perdagingan Tebal Sedang Tipis
3 Perlemakan Banyak Banyak Sedikit
4 Keutuhan Utuh Tulang utuh kulit sobek Tulang ada yang
sedikit tetapi tidak pada patah, ujung sayap
bagian dada terlepas ada kulit
yang sobek pada
bagian dada
5 Perubahan Bebas dari Ada memar sedikit tetapi Ada memar sedikit
warna memar dan atau tidak pada bagian dada dan tetapi tidak ada
"Freze burn" tidak "Freze burn" "Freze burn"
6 Kebersihan Bebas dari bulu Ada bulu tunas sedikit dab Ada bulu tunas
tunas menyebar, tetapi tidak pada
bagian dada
Sumber : Badan Standardisasi Nasional, SNI 3924:2009
Disajikan persyaratan maksimum mutu mikrobiologi daging ayam dalam SNI 3924:2009 dapat
dilihat pada Tabel 9 :
Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan satu-satunya standar yang berlaku secara
nasional di Indonesia. Beberapa tujuan dengan ditetapkanya SNI meliputi :
a. Perlindungan konsumen dari berbagai aspek seperti keselamatan, keamanan dan kesehatan
serta mutu bahan pangan asal hewani
b. Perkembangan ekonomi yang pesat sehingga adanya persaingan usaha yang menuntut
peningkatan standar mutu
c. Pelestarian lingkungan hidup, pemanfaatan berbagai bahan pangan tetap berprinsip pada
perlindungan terhadap lingkungan sekitarnya.
Penerapan SNI pada dasarnya bersifat sukarela, namun jika diperlukan menyangkut
berbagai kepentingan umum, keamanan, pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan
hidup maka sebaiknya wajib menerapkan SNI melalui penerbitan regulasi teknis oleh instansi
pemerintah terkait. Mempersiapkan daging untuk diolah lebih lanjut melibatkan kegiatan pasca
pemotongan ternak baik itu dressing maupun deboning. Dressing merupakan penanganan
pasca pemotongan ternak meliputi proses pengulitan, pengeluaran jeroan, pemotongan bagian
yang tidak dimanfaatkan dilanjutkan pencucian.
RANGKUMAN
Pada masa kini, pekembangan teknologi pengolahan daging telah berkembang pesat.
Selain dari pemrosesan, teknik pengolahan juga dengan perkembangan ilmu teknologi
contohnya dari segi pengemasan alat atau mesin yang canggih digunakan untuk membuat
kemasan lebih menarik, efisiensi biaya produksi dan lebih mudah dalam menarik konsumen.
Kominusi ialah proses memperkecil ukuran partikel untuk menyatukan daging segar menjadi
produk akhir. Kominusi dapat dipengaruhi oleh alat yang digunakan dan jaringan ikat pada
daging. Pengurangan ukuran partikel dilakukan melalui sectioning, flaking, grinding dan
chopping (Nurhakim, 2005).
Standar kualitas memiliki tujuan salah satunya agar standar mutu produk terjamin,
menjaga konsistensi produk olahan ternak terhadap nilai jual dari segi keamanan sehingga
meyakinkan konsumen bahwa kualitas produk terjamin. Standar yang digunakan di Indonesia
adalah Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI yang digunakan untuk menentukan standar
kualitas daging di Indonesia diatur oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).
REFERENSI
[1] Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 3924-2009 Mutu karkas dan daging ayam. BSN
Indonesia.
[2] Mastuti, R. 2008. Formulasi Konsentrasi bahan pengikat daging kambing tetelan
restrukturisasi mentah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Vol 3. No 1. Hal 15-23
[3] Nurhakim, L 2005 Sifat dan organoleptik pasta daging kambing dengan perlakuan
leaching dan metode komunisi. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas
Peternakan. IPB
[4] Setyawardani, T. 1999. Restrukturisasi Daging Kambing dengan Bahan Pengikat Ca.
Alginat. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
[5] Roland, T.L., G.W. Davis, S.C. Seiderman, T.L. Wheeler dan M.F. Miller. 1988. Effect
of Blade Tenderization and Proteolytic Enzymes on Restructured from Beef Bullock
Chucks. J. Food Sci. 53 (4) : 1062- 1110.
LATIHAN SOAL
TUGAS TERSTRUKTUR
[1] Roland, T.L., G.W. Davis, S.C. Seiderman, T.L. Wheeler dan M.F. Miller. 1988. Effect
of Blade Tenderization and Proteolytic Enzymes on Restructured from Beef Bullock
Chucks. J. Food Sci. 53 (4) : 1062- 1110.
IV. PERTANYAAN SOAL DAN TUGAS
Carilah sumber informasi persiapan pengolahan daging terutama yang didapat dari hasil
penelitian dan jurnal ilmia
BAB X
BAHAN PENUNJANG PROSESING DAGING
A. PENDAHULUAN
Bahan penunjang untuk prosesing daging meliputi daging sebagai media mentah, casing
terutama digunakan dalam industri sosis, Ekstender yakni filer dan binder/binding, bahan
tambahan dalam pengolahan, bumbu atau rempah, pemanis, pengawet dan bahan penambah
aroma/rasa. Daging tentu saja merupakan bahan baku utama dalam prosesing daging. Binding
meat merupakan kemampuan daging dalam mengikat lemak dan air yang terkandung
didalamnya dan memiliki kandungan lemak sedikit contohnya daging sapi, kerbau, domba dan
kambing. Daging juga ada yang memiliki daya ikat air dan lemak sedang biasanya mengandung
lemak dalam medium contohnya shank sapi. Daging yang memiliki kemampuan daya ikat air
rendah biasanya mengandung lemak yang tinggi contohnya pada triming daging babi, hati dan
lidah. Sedangkan daging yang memiliki kemampuan mengikat air dan lemak sangat rendah
biasanya terdapat pada bagian babat, kulit/kikil, bibir dan moncong/cingur.Variety meat/
variasi daging yang digunakan sebagai bahan komunisi biasanya dari organ dalam ternak
seperti hati, lidah dan jantung.
Binding merupakan bahan baku pengolahan yang berasal dari hewan maupun tumbuhan
yang memiliki kandungan protein tinggi sehingga dapat meningkatkan daya ikat air pada
produk olahan hasil ternak yang berfungsi meningkatkan pengikatan air dan lemak sehingga
dapat ditambah pada olahan hasil ternak. Filer merupakan bahan pengisi yang berasal dari
tanaman yang memiliki kandungan protein rendah dan karbohidrat tinggi dan sebagai bahan
untuk ditambahkan pada pengolahan daging.
Bahan penunjang prosesing daging sangat dibutuhkan dalam pengolahan produk hasil
ternak karena akan meningkatkan mutu dan nilai gizi produk. Contohnya bahan pengisi (filler)
dan bahan pengikat (binder) sangat dibutuhkan dalam pembuatan produk nugget sehingga
menghasilkan produk yang berkualitas baik cita rasa maupun kandungan gizinya. Contoh
selanjutnya adalah penggunaan bahan penyedap/ bahan tambahan makanan yang digunakan
pada bakso sapi yang bertujuan meningkatkan aroma dan cita rasa bakso sehingga dapat
menarik minat konsumen. Namun berbagai bahan penunjang pada prosesing daging juga
memiliki batasan dalam penggunaanya hal ini terkait pada cita rasa, kesehatan dan kualitas
produk.
5) Pemanis
Pemanis ada 2 jenis pemanis yakni alami dan buatanyang dapat menambah cita rasa
produk olahan lebih manis. Pemanis alami terbuat dari bahan alam contohnya sorbitol,
gula pasir, gula aren, madu dan silitol. Sedangkan pemanis buatan biasanya melalui proses
kimiawi dan biasana kurang sehat jika melebihi takaran yang ditetapkan. Contohnya
aspartam, sakarin, sukralosa, asam siklamat.
6) Bahan Pengawet
Pengawet untuk mencegah kerusakan bahan pangan dan memperpanjang masa simpan
bahan pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme contohnya asam sorbat, asam
benzoat, garam nitrat dan asam propionat
RANGKUMAN
Binding merupakan bahan baku pengolahan yang berasal dari hewan maupun tumbuhan
yang memiliki kandungan protein tinggi sehingga dapat meningkatkan daya ikat air pada
produk olahan hasil ternak yang berfungsi meningkatkan pengikatan air dan lemak
sehingga dapat ditambah pada olahan hasil ternak. Filer merupakan bahan pengisi yang
berasal dari tanaman yang memiliki kandungan protein rendah dan karbohidrat tinggi dan
sebagai bahan untuk ditambahkan pada pengolahan daging
Bahan penunjang prosesing daging sangat dibutuhkan dalam pengolahan produk hasil
ternak karena akan meningkatkan mutu dan nilai gizi produk. Contohnya bahan pengisi
(filler) dan bahan pengikat (binder) sangat dibutuhkan dalam pembuatan produk nugget
sehingga menghasilkan produk yang berkualitas baik cita rasa maupun kandungan gizinya.
REFERENSI
[1] Belitz, HD and Grosch 1999 Food Chemistry. M M Burghagen, D zadziyev, P Hessel, S
Jordan, C Sprinz, Springer : Berlin
[2] Sofiana A. 2012. Penambahan tepung protein kedelai sebagai pengikat pada sosis sapi.
Jurnal ilmiah ilmu-ilmu peternakan Vol XV No 1
[3] P Patriani, H Hafid, E Mirwandhono, T H Wahyuni .2019. Kualitas daging domba dengan
penerapan teknologi marinasi menggunakan kluwak fermentasi terhadap masa simpan.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Page 491-499
SESI PERKULIAHAN KE: III
[1] Soeparno 2005 Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke 4 Gajah Mada University Press:
Yogyakarta
A. PENDAHULUAN
Daging ternak dapat diolah menjadi bermacam-macam produk olahan yang langsung
dapat dikonsumsi maupun setengah jadi. Masing-masing produk olahan memiliki keunikan
baik dari tekstur, citra rasa maupun nilai nutrisinya. Hasil olahan daging bermacam-macam
sesuai jenis daging yang dihasilkan oleh ternak. Misal daging sapi biasanya dibuat bakso,
nugget, sosis, rendang, rolade, dendeng, abon, empal, semur, pattie beef, kornet, daging asap,
dan salami. Produk olahan dari daging kerbau misalnya bakso kerbau, sate kerbau, soto kerbau,
pindang kerbau dan rendang kerbau. Produk olahan dari daging domba dan kambing misalnya
sop kaki kambing, sate, kambing rica, dan gulai. Olahan daging ayam misalnya sosis ayam,
nugget ayam, bakso ayam, abon ayam, pattie ayam, dan kornet ayam.
Tujuan pengolahan bahan pangan asal hewani diantaranya adalah meningkatkan kualitas
produk pangan baik dari tektur dan citra rasanya, nilai nutrisinya maupun kecernaanya,
memperpanjang masa simpan misalnya pada daging diperlukan perlakuan untuk mencegah dari
kebusukan. Daging segar dapat disimpan di lemari pendingin, diolah menjadi produk setengah
jadi atau beku, dibekukan maupun diolah menjadi produk yang siap santap dan awet dalam
jangka waktu yang cukup lama. Berbagai teknik pengolahan telah kita pelajari pada bab
sebelumnya, pada teknik pengolahan ada beberapa metode seperti binding atau pengikatan,
casing atau menggunakan selongsong bahan pengemas sosis, pengasapan konvensional,
penggilingan dan meat metting. Metode meat netting merupakan metode pengolahan untuk
mencetak produk agar tampilan lebih menarik selain menggabungkan beberapa bagian daging
yang terpisah menjadi produk olahan yang utuh.
Pengolahan daging daging menjadi produk setengah jadi biasanya melibatkan metode
pembekuan. Beberapa bahan pangan setengah jadi seperti bakso, nugget sosis yang disimpan
dalam kondidi beku. Penyimpanan produk olahan dalam bentuk kering juga dapat dilakukan
misalnya pada dendeng dan daging asap. Beberapa kelebihan bahan pangan setengah jadi
adalah : keamanan dalam pendistribusian produk terutama pada penjualan produk, dapat
menjadi bahan baku untuk pengolahan lanjutan, memperpanjang masa simpan, mempermudah
pengemasan dan penyimpanan, melindungi dari suhu panas, dingin dan mikroorganisme. Jenis-
jenis bahan pangan setengah jadi dari daging ternak sebagai bahan baku ataupun produk siap
konsumsi diantaranya dapat dipelajari lebih lanjut dalam bab ini. Begitupun dengan proses dan
cara atau metode pengolahanya sehingga menghasilkan produk yang bermanfaat bagi
konsumen dalam hal ketahanan nilai gizinya.
- Daging dipotong dalam ukuran yang kecil dan digiling dalam hal ini dapat
menggunakan blender menggunakan. Daging diblender dengan es batu serut
sehingga tekstur daging lebih lembut
- Haluskan bawang putih, lada/merica dan garam
- Campurkan daging yang sudah digiling halus menggunakan tepung tapioka, telur,
STTP dan bumbu yang telah dihaluskan
- Bentuk adonan menjasdi bulatan-bulatan kecil atau bisa divariasikan menggunakan
isian daging, telur bahkan keju
- Rebus air dalam panci mendidih, masukan bulatan bakso ke dalam air yang mendidih
sampai bakso mengambang
- Rebus selama 20 menit pada air mendidih hingga matang yang ditandai dengan bakso
yang mengapung
- Sajikan dengan pelengkap
Menurut Hafid (2017) bahwa penambahan bahan pengisi seperti pati dan tepung
dimaksutkan sebagai menstabilkan emulsi, meningkatkan daya ikat air, pemperkecil
penyusutan, meningkatkan hasil produk dan menekan biaya. Bahan pengisi yang biasa
digunakan adalah tepung tapioka dan tepung aren. Dalam pembuatan bakso juga diperlukan
bahan pengikat seperti susu bubuk skim, tepung kedelai, putih telur dan konsentrat protein
lainya yang masing-masing bahan pengikat sebagai sumber protein sedangkan bahan pengisi
sebagai sumber karbohidrat.
Pengujian kualitas bakso biasanya dilakukan untuk penelitian, pengujian kualitas bakso
dapat dilakukan dengan menguji sampel secara fisik, kimia dan organoleptik. Pengujian bakso
secara fisik dapat dilakukan uji susut masak dan daya ikat air sedangkan uji organoleptik
dengan menggunakan panelis yang diukur uji warna, tekstur, aroma, keempukan sedangkan uji
kimiawi dapat berupa uji kandungan atau nilai gizi dalam bakso dan uji bakteri/ TPC.
- Daging ayam atau sapi 250 gram giling atau blender halus menggunakan es batu
secukupnya
- Telur ayam 2 butir, kocok lepas
- Bawang putih 3 siung
- Bawang merah 1 siung
- Merica ¼ sendok teh
- Tepung sagu 3 sendok makan
- Tepung terigu 3 sendok makan
- Penyedap secukupnya
- Minyak sayur untuk menggoreng
- Gula pasir dan garam secukupnya
- Tepung maizena 3 sendok makan
- Pelapis : Telur 2 butir kocok lepas, Tepung roti atau panir secukupnya
Berbagai penelitian yang dilakukan untuk membuat nugget adalah penggunaan tepung
pengisi nya agar memiliki citra rasa lebih gurih dan kualitas lebih baik. Yuanita dan Silitonga
(2014) dalam penelitianya membuat nugget dengan menggunakan jenis dan konsentrasi bahan
pengisi yang berbeda menggunakan tepung maizena, tapioka dan terigu. Beberapa penelitian
juga menggunakan jenis daging yang bebeda seperti penelitian yang dilakukan oleh Widyanto
et al (2018) dalam penelitianya menggunakan daging kelinci New Zeland White yang
mengandung nutrisi cukup baik.
3. Sosis Ayam dan Sosis Sapi
Sosis biasanya dibuat dari daging ayam maupun sapi. Sosis merupakan pangan yang
terbuat dari daging yang dihaluskan, lemak, rempah atau bumbu dan dibungkus dalam
selongsong dapat berupa usus hewan maupun dengan bahan sintetis yang diawetkan
dengan cara pembekuan ataupun pengasapan.
- Campurkan daging yang sudah dihaluskan dengan es serut, garam halus aduk sampai
merata
- Tuangkan sedikit minyak sayur dan aduk lagi
- Campurkan antara daging dan bumbu yang telah dihaluskan, putih telur, gula, sisa es
serut dab garam, tepung tapioka atau sagu.
- Masukan adonan ke dalam selongong sosis yang sudah dipersiapkan.
- Rebus dalam air mendidih dan masak selama 20 menit
- Masukan sosis ke dalam air es, diamkan 15 menit supaya bentuknya tetap bagus.
- Angkat sosi ayam dan tiriskan, dapat disimpan dalam frezer
Sosis dapat disimpan dalam lemari pendingan atau frezer untuk digunakan sewaktu-
waktu. Namun, sosis juga ada uang siap makan terdapat di pasaran. Beberapa contoh jenis sosis
diantaranya adalah : Sosis Bockwurst dari Jerman yang biasa dijual di supermarket, terbuat
dari dagin g sapi, domba yang diberi rempah seperti lada, garam, paprika, bawang dan peterseli.
Beberapa penelitian tetang sosis contohnya Sofiana (2012) meneliti tentang penambahan
tepung protein kedelai sebagai pengikat pada sosis sapi, soy konsentrat dapat digunakan sampai
20% dalam olahan sosis sapi karena dapat mempengaruhi stabilitas emulsi lebih baik.
Dendeng merupakan produk olahan yang terbuat dari irisan daging tipis dan dibumbui
menggunakan rempah asam, masis dan asin kemudian dikeringkan dengan pemanasan atau
pengasinan dan dijemur dibawah panas matahari. Rasa dendeng gurih, asin, dan manis.
Dendeng dapat disimpan pada waktu yang lama, selain daging sapi dendeng juga dapat dibuat
menggunakan daging kambing, domba dan babi.
- Dagaing sapi dibersihkan dari lemak dan diiris tipis dengan cara pemotongan searah
serat daging
- Haluskan semua bumbu dan rempah
- Siapkan wajan masukan irisan daging serta bumbu halus dan rempah, gula , garam,
kecap, penyedap aduk merata
- Proses marinasi dengan cara menutup wajan diamkan daging dan bumbu selama 30
menit
- Panaskan wajan diatas api kompor kecil, aduk-aduk daging sampai air dan lemak
dalam daging keluar
- Tambahkan air secukupnya hingga hampir merendam daging, biarkan air menyusut
- Angkat daging dan tiriskan kemudian daging dapat dipukul menggunakan palu atau
cobek sampai pipih
- Daging yang sudah pipih dapat dijemur dibawah terik matahari sampai kering
- Dendeng siap disajikan dan dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama
Kornet merupakan daging sapi ataupun ayam yang diawetkan dengan garam kemudian
direbus sehingga potongan daging bertekstur terdapat serat-serat yang memanjang. Kornet
yang ada dipasaran biasanya dikemas dalam kaleng ataupun plastik dalam bentuk produk
awetan tanpa dibekukan. Kornet biasanya diolah menjadi kornet goreng menggunakan
campuran telur ayam
Gambar 20. Korned Daging Sapi
Sumber: https://id.wikipedia.org/2019
Beberapa penelitian tentang kornet seperti yang dilakukan oleh Fauziyah et al (2017)
tentang kadar nutrisi kornet setelah bahan kornet disubsitusi dengan jantung pisang terbaik
dengan 30% dan 45%.
6. Daging Asap
Metode pengasapan merupakan salah satu metode pengawetan untuk daging merah yang
dikembangkan dari zaman prasejarah. Tujuan pengasapan ini adalah memperpanjang masa
simpan produk hewani dengan menggunakan asap sebagai antibakteria yang dapat diserap.
Metode pengasapan sendiri dapat memberi citra rasa khas pada daging dan aroma lebih disukai.
Pengasapan menggunakan bahan bakar kayu dan pemanasan produk olahan secara nerkala
yang diletakan dekat dengan sumber panas.
- Daging sapi dicuci hingga bersih, kemudian taburi garam dan merica, kayu manis sampai
merata
- Truh daging pada tempat pemanggangan atau gantungan
- Siapkan bahan bakar kayu/ sekam dalam alat pengasapan atau rumah asap nyalakan
sampai terbentuk bara
- Daging diasapi 2-10 jam dalam rumah asap atau alat pengasapan dalam keadaan masih
tergantung, upayakan jangan sampai terbentuk api karena dapat mempengaruhi mutu
daging asap
- Daging asap yang setelah 2-10 jam keluarkan dagi alat pengasapan atau rumah asap.
- Daging asap didinginkan dengan cara digantung dan kemudian bungkus.
- Daging asap Siap untuk digunakan
Penembelan zat partikel yang terdapat pada asap ke daging dapat mempengaruhi
ketahanan produk olahan karena kandungan phenol dan asam organik yang dapat berfungsi
sbagai anti bakteri dan antioksidan. Lama waktu dan banyaknya bahan bakar/ kayu dan jenis
kayu pengasapan juga dapat mempengaruhi mutu produk olahan lebih awet.
Beberapa penelitian tentang abon sapi dapat dilakukan, biasanya diteliti organoleptik
seperti warna, rasa, bau, tekstur dan keawetan. Contoh penetian tentang abon misalnya
dilakukan oleh Miarsono et al., (2017) meneliti tentang kualitas organoleptik abon ayam yang
diberi perlakuan subsitusi kacang tanah dan dihasilkan 18% subsitusi kacang tanah
menghasilkan bau, warna dan rasa dan tekstur yang disukai konsumen.
8. Salami
Salami biasanya terbuat dari daging sapi atau babi berlemak yang dimbumbui dan
difermentasikan. Salami biasanya digunakan untuk topping pizza, membuat sup ataupun
sandwich. Salami seperti sosis namun bentuknya lebih besar, berwarna coklat kemerahan dan
memiliki bintik putih.
Beberapa penelitian tentang salami pernah dilakukan oleh Arief et al., (2008) tentang
kualitas mikrobiologis sosis fermentasi daging sapi dan domba yang menggunakan kultur
kering Lactobacillus plantarum 1B1 dengan umur yang berbeda. Hasil penelitian tersebut
bahwa viabilitas kultur kering L plantarum bertahan baik sampai masa 15 hari dan mengalami
penurunan signifikan pada 30 dan 45 hari. Sedangkan kualitas mikrobiologis dapat
dipertahankan sampai 30 hari.
10. Pastrami
Pastrami merupakan produk daging sapi, babi maupun kambing yang di asinkan,
dikeringkan menggunakan rempah dan dilakukan pengasapan kemudian dikukus.
- Lada hitam, biji sesawi dan ketumbar dipanaskan dalam wajan kecil kemudian ditumbuk
- Campur semua biji tumbuk tersebut dengan rempah yang lain aduk semua bumbu sampai
rata
- Sisakan 6 sendok makan bumbu tersebut diatas simpan di ruangan terbuka
- Bumbu rendaman tambahkan air, garam, asap cair, bawang putih, rempah awetan dalam
panci kemudian masak sampai mendidih
- Masukan daging dan marinasi atau rendam dalam bumbu minimal 8 jam dan maksimal 3
hari tempatkan dalam kulkas
- Tumbuk lada hitam dan ketumbar, keringkan daging dalam bumbu marinasi dan oleskan
bumbu yang ditumbuk
- Terus tabur bumbu pada daging
- Oven dalam suhu 110⁰C lapisi aluminium foil kemudian panggang selama 6 jam
- Dinginkan pastrami dalam suhu ruang selama 3 jam
- Dinginkan dalam kulkas 8 -10 jam bungkus dengan kantung plasyik
- Panggang selama 5 sampai 7 menit hingga kecoklatan pastikan tidak goosong
- Irislah tipis-tipis menggunakan pisau daging
- Siap dihidangkan dibuat roti isi
RANGKUMAN
Tujuan pengolahan bahan pangan asal hewani diantaranya adalah meningkatkan kualitas
produk pangan baik dari tektur dan citra rasanya, nilai nutrisinya maupun kecernaanya,
memperpanjang masa simpan misalnya pada daging diperlukan perlakuan untuk mencegah dari
kebusukan. Pengolahan daging daging menjadi produk setengah jadi biasanya melibatkan
metode pembekuan. Beberapa bahan pangan setengah jadi seperti bakso, nugget sosis yang
disimpan dalam kondidi beku. Penyimpanan produk olahan dalam bentuk kering juga dapat
dilakukan misalnya pada dendeng dan daging asap. Beberapa kelebihan bahan pangan setengah
jadi adalah : keamanan dalam pendistribusian produk terutama pada penjualan produk, dapat
menjadi bahan baku untuk pengolahan lanjutan, memperpanjang masa simpan, mempermudah
pengemasan dan penyimpanan, melindungi dari suhu panas, dingin dan mikroorganisme.
REFERENSI
[1] Yuanita I dan Lisnawaty Silitonga 2014 Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam
Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda, Jurnal Ilmu Hewani
Tropika Vol 3. No. 1
[4] Sofiana A 2012 Penambahan tepung protein kedelai sebagai pengikat pada sosis sapi,
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Vol XV No 1
[5] Pursudarsono, Rosyidi D, Widati A S 2015 Pengaruh perlakuan imbangan garam dan
gula terhadap kualitas dendeng paru-paru sapi, Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak
Vol 10 No 1
[6] Fauziyah N N N, Isworo J T, Sya’di Y K 2017 Kadar lemak, protein dan sifat sensoris
kornet dengan subsitusi jantung pisang. Jurnal Gizi UMS Vol 6 No 2
[7] I.I Arief, Maheswari R R A, Suryati T, Komariah dan Rahayu S 2008 Kualitas
mikrobiologi sosis fermentasi daging sapi dan domba yang menggunakan kultur kering
Lactobacillus plantarum 1B1 dengan umur yanag berbeda. Media Peternakan Vol 31
No 1
SESI PERKULIAHAN KE: IV
IV BACAAN TAMBAHAN
[1] Yuanita I dan Lisnawaty Silitonga 2014 Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam
Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda, Jurnal Ilmu Hewani
Tropika Vol 3. No. 1
A. PENDAHULUAN
Pengemasan produk merupakan suatu usaha untuk meletakan produk khususnya produk
olahan hasil ternak dalam suatu tempat atau wadah dengan memberikan perlindungan pada
produk tersebut. Tujuan pengemasan diantaranya adalah mempertahankan mutu produk awetan
olahan hasil ternak sehingga memperpanjang masa simpan, mempermudah dalam transportasi
maupun penyimpanan selama distribusi produk serta menambah daya tarik konsumen yang
pada pelaksanaanya pada produk kemasan tersebut dibuat label yang menarik sebagai sarana
promosi
Berbagai produk hasil ternak olahan yang biasanya dibuat kemasan dipasaran seperti
produk bakso beku, sosis, nugget, rolade dan kornet. Dengan pengemasan yang menarik akan
menambah harga jual dan minat konsumen. Sebagian konsumen di Indonesia telah
memperhatikan kemasan produk yang akan dibeli karena dengan membaca kemasan maka
informasi produk dapat diketahui. Untuk makanan olahan produk peternakan dalam kemasan
yang penting diperhatikan adalah daftar BPOM dan dinas kesehatan yang biasanya terlihat dari
label kemasanya. Sebagian konsumen muslim juga memperhatikan label halal yang ada pada
kemasan produk olahan hasil ternak.
Label produk olahan merupakan keterangan atau pernyataan mengenahi produk olahan
hasil ternak yang dapat berupa gambar, tulisan yang disertakan/ ditempelkan dalam kemasan
maupun dimasukan dalam kemasan. Label pada suatu produk hasil ternak dapat berupa label
langsung pada kemasan dapat juga menggunakan sticker, sablon, tas kertas dll. Tujuan
menggunakan label diantaranya adalah memberikan infrmasi tentang produk olahan hasil
ternak yang dipasarkan, menuat keterangan lain seperti nama produsen, gambar yang menarik
pada kemasan, alamat produsen maupun berat produk
Pengemasan daging segar (fresh meat) dan daging olahan (processed meat) dapat harus
memperhatikan berbagai prinsip dalam pengemasan antara lain :
Berbagai jenis bahan pengemas yang biasa kita temui di pasaran adalah sebagai berikut:
- Jenis bahan pengemas untuk produk olahan daging miasalnya :plastik (PVC, cellulose,
pliofirm, PVDC, DVD, VC, polistiren dan paper bag
- Untuk produk olahan daging sebaiknya pilih kemasan yang memang simpel dan
dibutuhkan
- Memperhatikan bentuk kemasan seperti nampan, bungkusan juga wrapping
Untuk produk olahan daging seperti fresh sosis (fresh sausage), daging beku atau frosen meat,
cured meat atau daging curing dan Cooked meat. Contoh pengemasan produk olahan
pengemasan vakum untuk daging olahan yang dapat memperpanjang masa simpan. Untuk
mendapatkan daging merah yang diharapkan konsumen dapat ditambahkan O2. Pengemasan
daging segar yang terpentimg adalah mencegah dehidrasi, mencegah mersesapnya bau dari
luar, tetapi warna merah pada daging dapat dipertahan
Bahan untuk kemasan dapat dipilih yang memiliki harga murah, tahan terhadap panas
dan dingin, ukuran yang ditetapkan, dan dapat dilihat dengan jelas misalnya polietilen (PE)
sifatnya tidak tahan terhadap panas dan beku yakni plastik kresek dan plastik bening biasa,
Polipropilen (PP) sifatnya tahan beku, tahan panas dan tahan minyak uakni plastik es.
Kemasan menurut sifat fisiknya dapat dibedakan menjadi :
a) Kemasan tahan uap dan gas, biasanya kemasan ini tidak dapat dilalui gas
b) Kemasan tahan cahaya, biasanya tidak transparan misalnya menggunakan aluminium foil
c) Kemasan yang tahan pada suhu tinggi misalnya untuk bahan sterilisasi pasteurisasi dan
siap memanaskan
Label pangan diatur dalam Peraturan badan Obat dan makanan Nomor 31 tahun 2018 tentang
Label pangan Olahan.
RANGKUMAN
Pengemasan produk merupakan suatu usaha untuk meletakan produk khususnya produk
olahan hasil ternak dalam suatu tempat atau wadah dengan memberikan perlindungan pada
produk tersebut. Tujuan pengemasan diantaranya adalah mempertahankan mutu produk awetan
olahan hasil ternak sehingga memperpanjang masa simpan, mempermudah dalam transportasi
maupun penyimpanan selama distribusi produk serta menambah daya tarik konsumen yang
pada pelaksanaanya pada produk kemasan tersebut dibuat label yang menarik sebagai sarana
promosi
Label produk olahan merupakan keterangan atau pernyataan mengenahi produk olahan
hasil ternak yang dapat berupa gambar, tulisan yang disertakan/ ditempelkan dalam kemasan
maupun dimasukan dalam kemasan. Label pada suatu produk hasil ternak dapat berupa label
langsung pada kemasan dapat juga menggunakan sticker, sablon, tas kertas dll. Tujuan
menggunakan label diantaranya adalah memberikan infrmasi tentang produk olahan hasil
ternak yang dipasarkan, menuat keterangan lain seperti nama produsen, gambar yang menarik
pada kemasan, alamat produsen maupun berat produk. Pemberian label pangan olahan
bertujuan untuk memberi informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap
produk pangan olahan yang dikemas sebelum membeli dan/atau mengkonsumsi pangan
olahan.
REFERENSI
[1] Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 tahun 2018 tentang Label
pangan Olahan
[2] Simamora H 2000 Manajeman pemasaran internasional. Jakarta : Salemba Empat
[3] Kotler, P 2000 Manajeman Pemasaran. Jakarta : Prenhallindo
LATIHAN SOAL
TUGAS TERSTRUKTUR
A. PENDAHULUAN
Penataan barang atau display yang dilakukan pada market dilakukan dengan perhitungan
yang sangat matang. Cara menata produk pada tempatnya masing-masing berdasarkan
pengelompokan dilakukan dengan produk yang sejenis namun berbeda label atau merek.
Penataan barang konsumsi atau produk olahan sangat berhubungan dengan manajeman resiko
dengan penyebab antara lain produk pangan rentan terjadi kerusakan terutama produk hasil
olahan peternakan dan memiliki batas waktu kadaluarsa atau expired. Berbagai upaya
dlakukan untuk untuk meminimalisir resiko barang kadaluarsa, maka dilakukan penataan
barang pada rak market
Berbagai cara untuk menjaga display atau tampilan produk pengolahan hasil peternakan
agar bersih dan rapi akan memberi beberapa keuntungan terutama pada ketertarikan
konsumen. Beberapa cara perawatan produk peternakan dengan selalu menutup produk
dengan baik terutama pada frizer atau plastik, memeriksa tanggal kadaluarsa produk, selalu
memperhatikan da cek kelayakan produk dengan melihat sampel dan mengamati warna,
aroma, rasa dan tekstur dan cek pada bagian izin depkes, halal pada label produk
Perawatan daging beku misalnya harus memperhatikan beberapa hal diantaranya daging
yang dijual berdasarkan potongan yang berlaku, usahakan daging tersebut dipotong oleh
Rumah Potong Hewan yang berizin dan memiliki sertifikat halal, perhatikan warna, tektur,
bau atau aroma usahakan tetap segar jika busuk segera tarik dari rak penyumpanan, perhatikan
frezer sebagai tempat penyimpanan produk olahan atur suhu dan sesuaikan suhu dengan
kebutuhan.
Produk olahan hasil ternak biasanya terletak di barang fresh bersama dengan bahan segar
lainya ataupun yang sudah diolah dan memerlukan kondisi khusus dan memiliki waktu
kadaluarsa yang singkat. Produk fresh biasanya dikelompokan antara lain: vegetable/sayuran,
fresh fruit/buah, fresh meat/daging, dairy product atau produk susu, frozen yakni produk
olahan yang dibekukan seperti sosis, daging beku, nugget, kentang beku dll. Peralatan dan
perlengkapan yang dibutuhkan dalam display daging diantaranya adalah ; showcase, frozen
island, tempat produk, es batu serut, mangkuk, potongan jeruk nipis, plastik wraping dan
label.
Tujuan display sendiri adalah untuk menarik perhatian konsumen dan untuk membuat
konsumen ingin memiliki barang yang disajikan di toko dan membeli produk yang dijual. Hal
tersebut sangat penting untuk dilakukan sehingga barang yang memiliki masa kadaluarsa
pendek dapat terjual dengan cepat.
Pemasaran atau marketing produk hasil peternakan merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh pelaku usaha untuk mempromosikan produk hasil pengolahan peternakan atau layanan
yang mecakup berbagai aspek diantaranya adalah pengiklanan, penjualan, serta pengiriman
atau distribusi ke konsumen atau perusahaan lainnya. Berbagai strategi pemasaran produk hasil
ternak sebaiknya dilakukan secara tepat dengan perencanaan yang matang karena produk hasil
peternakan merupakan produk yang rentan mengalami kerusakan. Strategi pemaasaran produk
peternakan merupakan hal yang sangat penting yakni untuk mencapai tujuan pelaku usaha
yakni dapat menjual produk semaksimal mungkin sehingga memperoleh keuntungan
Berbagai hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemasaran meliputi tempat
pemasaran yang strategis untuk mempermudah konsumen mendapatkan produk hasil
peternakan yang diusahakan, produk yang bermutu karena kualitas atau mutu yang baik dengan
harga yang sesuai lebih disukai konsumen, harga sesuai dan kompetitif, untuk meningkatkan
penjualan produk hasil peternakan juga memerlukan promosi yang dapat berupa iklan di radio,
televisi, koran dan brosur, pelayanan yang baik dari pemasaran produk, sasaran konsumen juga
perlu mendapatkan perhatian, kemasan yang akan digunakan sehingga dapat menarik sekaligus
mempertahankan kualitas produk.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengapa marketing atau strategi pemasaran produk
peternakan itu berbeda dengan produk industri lainya adalah sifat dan proses pengolahan
produk olahannya. Sifat produk yang rentan mengalami kerusakan maka usaha untuk
meningkatkan produksi sangat tergantung pada kondisi pasar dan tingkat kesukaan konsumen,
pemasaran yang lancar, banyaknya permintaan oleh konsumen serta harga yang wajar pada
produk olahan hasil ternak yang diproduksi.
Penelitian tentang display produk telah dilakukan sebelumnya Dhameria et al., (2014)
tentang analisis pengaruh keunikan desain kemasan produk, kondusivitas store environtment,
kualitas display produk terhadap keputusan pembelian impulsif menemukan hasil bahwa
kualitas display produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap daya tarik emosional
produk. Pentingnya display produk terutama hasil ternak memang berpengaruh pada keputusan
konsumen untuk membeli produk yang dipasarkan. Disini juga melibatkan kemasan yang
menarik, komunikatif dan penataan barang pada pemasaranya. Melati (2012) meneliti tentang
pengaruh display produk pada keputusan pembelian konsumen didapatkan hasil bahwa
sebagian besar perusahaan retail menggunakan display produk sebagai salah satu strategi
pemasaran andalanyakarena konsumen akan lebih mudah tergoda oleh tampilan display pada
sebuah toko retail. Ternyata display produk mampu mempengaruhi konsumen dalam
mengambil keputusan untuk melakukan pembelian.
3) Menentukan pangsa pasar yaitu dengan menentukan sasaran pasar. Hal yang perlu
diperhatikan dalam menentukan pangsa pasar adalah menghitung secara potensial untung
dan rugi produk hasil olahan dari pengeluaran sampai pemasukan, perlu dilakukan
pembukuan tahun pertama dan memperkirakan untuk tahun kedua dan selanjutnya.
Semakin banyak pelaku usaha maka persaingan akan semakin ketat sehingga pelaku usaha
harus mendapatkan strategi pemasaran baru yang efektif dalam berkompetisi. Ada beberapa
strategi pemasaran yang sering digunakan yakni :
a) Price atau harga produk sebaiknya ditentukan harga yang kompetitif dan terjangkau
b) Product atau produk pengolahan hasil peternakan ditawarkan denmgan kualitas dan mutu
yang terjamin misalnya dalam bentuk makanan cepat saji chiken nugget, bakso dan sosis
c) Place atau tempat pemasaran sebaiknya dipilih tempat yang strategis untuk pemasaran
produk, dekat dengan saasaran, ditambah jejaring sosial atau ditambah strategi pemasaran
via online untuk mempermudah konsumen mendapatkan produk yang akan dijual
d) Melakukan promosi secara terencana dapat melalui jejaring media sosial, brosur, koran,
iklan radio dan selebaran
Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan et al (2013) tentang analisis SWOT sebagai
landasan dalam menentukan strategi pemasaran pada studi kasus McDonald. Penggunaan
analisis SWOT dapat dilakukan sebagai strategi pemasaran. Analisis SWOT merupakan
identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti,
2009). Matriks analisa swot dapat membantu mengembangkan empat tipe strategi diantaranya
adlah :
Matriks QSPM dapat juga digunakan untuk menyusun strategi dan mengevaluasi berbagai
strategi alternatif secara obyektifberdasarkan faktor keberhasilan eksternal dan internal yang
diidentifikasi ( David, 2009). Tujuan penggunaanya antara lain menentukan alternatif strategi
pemasaran terbaik untuk dijalankan oleh perusahaan. Dalam hal strategi pemasaran produk
hasil olahan sebaiknya secara terencana sehingga mutu produk, kepuasan konsumen,
keuntungan bukanlah hal yang mustahil.
RANGKUMAN
Produk olahan hasil ternak biasanya terletak di barang fresh bersama dengan bahan segar
lainya ataupun yang sudah diolah dan memerlukan kondisi khusus dan memiliki waktu
kadaluarsa yang singkat. Produk fresh biasanya dikelompokan antara lain: vegetable/sayuran,
fresh fruit/buah, fresh meat/daging, dairy product atau produk susu, frozen yakni produk
olahan yang dibekukan seperti sosis, daging beku, nugget, kentang beku dll. Peralatan dan
perlengkapan yang dibutuhkan dalam display daging diantaranya adalah ; showcase, frozen
island, tempat produk, es batu serut, mangkuk, potongan jeruk nipis, plastik wraping dan
label.
Tujuan display sendiri adalah untuk menarik perhatian konsumen dan untuk membuat
konsumen ingin memiliki barang yang disajikan di toko dan membeli produk yang dijual. Hal
tersebut sangat penting untuk dilakukan sehingga barang yang memiliki masa kadaluarsa
pendek dapat terjual dengan cepat.
Pemasaran atau marketing produk hasil peternakan merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh pelaku usaha untuk mempromosikan produk hasil pengolahan peternakan atau layanan
yang mecakup berbagai aspek diantaranya adalah pengiklanan, penjualan, serta pengiriman
atau distribusi ke konsumen atau perusahaan lainnya. Berbagai strategi pemasaran produk hasil
ternak sebaiknya dilakukan secara tepat dengan perencanaan yang matang karena produk hasil
peternakan merupakan produk yang rentan mengalami kerusakan. Strategi pemaasaran produk
peternakan merupakan hal yang sangat penting yakni untuk mencapai tujuan pelaku usaha
yakni dapat menjual produk semaksimal mungkin sehingga memperoleh keuntungan
REFERENSI
[1] Dhameria V, Ferdinand A T, Mudiantono 2014 Analisa pengaruh keunikan desain
kemasan produk kondusivitas store environtment, kualitas display produk terhadap
keputusan pembelian impulsif e prints Undip.ac.id
[2] Melati I, 2012. Pengaruh display produk pada keputusan pembelian konsumen. Binus
Business review. Vol 3 No 2
[3] Ramadhan A dan Sofiyah F R.2013. Analisa SWOT sebagai landasan dalam
menentukan strategi pemasaran. Academia. Edu
[4] Rangkuti F 2009 Analisis SWOT teknik membedah kasus bisnis, Gramedia Pustaka
Utama : jakarta
[5] David R. freid 2009 manajeman strategi konsep. Salemba Empat : Jakarta
SESI PERKULIAHAN KE: IV
GLOSARIUM
1. Pengolahan daging: berbagai metode maupun teknik yang digunakan untuk mengubah
bahan mentah menjadi bahan makanan atau dalam bentuk lain yang dapat dikonsumsi
manusia
2. Daging: produk hasil ternak dengan bagian yang lunak dan terbungkus oleh kulit dan
melekat pada tulang yang menjadi salah satu sumber gizi yang mengadung karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral.
3. Secara umum daging dapat didefinisikan: produk ternak yang merupakan bagian lunak
terbungkus kulit dan melekat pada tulang yang mengandung protein, air, lemak, kalori, zat
besi, vitamin, zink, selenium dan berguna sebagai bahan makanan.
4. Karkas: bagian tubuh ternak hasil pemotongan setelah dikurangi dengan bagian non
karkas yang terdiri dari darah, kepala, kaki (mulai dari carpus dan tersus ke bawah), kulit,
ekor, organ dalam serta jantung, hati, paru-paru, limpa, saluran pencernaan dan saluran
reproduksi.
5. Pengawetan daging: upaya untuk memperpanjang masa simpan agar kualitas bagan
pangan hewani terjaga dan kebersihanya terjamin.
6. BTP: bahan aditif dengan komposisi senyawa kimia contohnya natrium clorida, nitrit/
nitrat, phosphate, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat dan lainnya
dengan takaran tertentu yang telah diizinkan penggunaanya.
7. Perebusan: bertujuan agar daging matang sempurna menggunakan air panas sebagai
media, sehingga daging menjadi lunak misal membuat kaldu yang direbus dalam suhu
tinggi.
8. Menggoreng: memasukan bahan pangan hewani dalam minyak panas sehingga matang
merata
9. Mengukus: memasak bahan pangan hewani menggunakan uap air panas menggunakan
suatu alat misalnya dandang, panci dan alat pengukus/kukusan
10. Memanggang: metode memasak dengan memanaskan udara disekitar bahan pangan
hewani menggunakan oven atau microwave
11. Membakar: cara memasak dengan cara membakar langsung di atas api menggunakan
arang yang dipanaskan hingga membara.
12. Preservasi: menghambat atau membatasi reaksi enzimatis, kimia, fisik daging dan daging
proses.
13. Pengasapan alami: daging berada langsung di kayu yang membara sehingga asap
meresap ke permukaan daging.
14. Pengasapan buatan: asap yang digunakan dapat berupa gas hasil dari kayu bakar dan
cairan
15. Curing: metode pengawetan bahan pangan khususnya daging dengan menambahkan
bahan yang dibutuhkan untuk memperpanjang masa simpan contohnya garam, nitrat, nitrit
dan gula yang bertujuan untuk mengeluarkan air dari daging dalam proses osmosis.
16. Pengeringan: suatu metode untuk mengawetkan daging dengan mengurangi kadar air
pada daging secara penguapan menggunakan energi panas sehingga dapat menghambat
aktivitas mikroorganisme sehingga lebih awet.
17. Poaching merupakan perebusan pada bahan pangan seperti daging unggas dengan suhu
dibawah titik didih menggunakan sedikit cairan
18. Menggoreng: proses pengolahan bahan dengan menggunakan sedikit minyak/ dangkal di
wajan biasanya ½ dari tinggi bahan makanan yang digoreng.
19. Grilling: proses pengolahan dengan cara membakar atau memanggang sehingga terjadi
kontak langsung antara bahan pangan dengan api.
20. steaming: teknik pemasakan menggunakan uap air yang panas dan mendidih sehingga
uap air panas akan mengalir di sekitar bahan makanan yang nantinya dapat membuat
bahan makanan matang, empuk, lunak dan lembut.
21. Au Bain Marie/ Hot Water Bath: Hampir sama dengan mengetim perbedaanya terletak
pada 2 panci yang dibawahnya diletakan air ukuran panci lebih besar dan panci diatas
digunakan untuk memanaskan bahan makanan sehingga secara tidak langsung bahan akan
matang atau mencair misalnya coklat, mentega dan cake.
22. Barbequing: proses pengolahan bahan makanan dengan cara membakar atau
memanggang dengan cara yang hampir sama dengan grilling namun pada barberquing
membutuhkan waktu yang lebih lama/ perlahan sehingga tingkat kematangan dapat
merata.
23. Binding: teknik pengolahan daging menggunakan bahan pengikat yang memiliki
kandungan protein lebih tinggi sehingga emulsi lemak meningkat dibanding dengan bahan
pengisinya.
24. Roasting: proses pemanggangan dalam wajan/alat roasting dari bahan makanan
menggunakan minyak/lemak yang berasal dari bahan makanan itu sendiri dengan suhu
minimal 150℃.
25. Smooking atau pengasapan: proses pengolahan bahan pangan menggunakan pemanasan
dengan asap atau udara panas sehingga bahan pangan matang dan memiliki aroma dan cita
rasa yang khas. Aroma yang dihasilkan adalah cita rasa khas asap pembakaran
26. Pengemasan produk: suatu usaha untuk meletakan produk khususnya produk olahan
hasil ternak dalam suatu tempat atau wadah dengan memberikan perlindungan pada
produk tersebut
27. Dendeng: produk olahan yang terbuat dari irisan daging tipis dan dibumbui menggunakan
rempah asam, masis dan asin kemudian dikeringkan dengan pemanasan
28. Pengemasan produk: suatu usaha untuk meletakan produk khususnya produk olahan
hasil ternak dalam suatu tempat atau wadah dengan memberikan perlindungan pada
produk tersebut
29. Penataan barang atau display yang dilakukan pada market dilakukan dengan
perhitungan yang sangat matang.
30. Pemasaran atau marketing produk hasil peternakan: kegiatan yang dilakukan oleh
pelaku usaha untuk mempromosikan produk hasil pengolahan peternakan atau layanan
yang mecakup berbagai aspek diantaranya
DAFTAR INDEKS
D
Dendeng : 4, 5, 6, 65, 68, 96, 102, 103,112,
128,131
Display Produk : 120, 122, 123, 124, 126,
128
K
Kominusi : 85, 86, 87, 90
Kornet : 62, 87, 96, 103, 104, 105, 112, 113,
114, 126
N
Nitrit-nitrat : 18, 59, 60, 61, 68, 72, 74, 104,
130, 130
Natrium Nitrit :67
P
Pengemasan : 1, 6, 36, 81, 85, 89, 97, 114,
115, 116, 117, 118, 131
Pelabelan : 114, 116, 118, 119
R
UCAPAN TERIMAKASIH
Peni Patriani, S.Pt., MP. Lahir pada tanggal 17 Januari 1984 di Banyumas,
Jawa Tengah. Pendidikan beliau adalah S1 Fakultas Peternakan, Universitas
Jenderal Soedirman di Jawa Tengah kemudian melanjutkan studi S2 Magister
Pertanian, Jurusan Ilmu Peternakan di Universitas Jenderal Soedirman. Beliau
merupakan Penulis Utama pada buku ini dan Dosen Muda di Fakultas Pertanian,
Program Studi Peternakan, Universitas Sumatera Utara. Saat ini Beliau aktif
mengikuti berbagai seminar pada Tingkat Nasional dan Internasional sebagai
pemakalah. Berbagai hasil penelitian Beliau telah terbit di Prosiding
Internasional, Nasional maupun Jurnal Nasional. Beberapa buku ajar yang telah
diterbitkan berjudul “Klimatologi dan Lingkungan Ternak” sebagai Penulis
Utama tahun 2019, tim dalam penyusunan buku ajar “Pengelolaan Ternak Sapi
Potong” tahun 2019 serta tim dalam penyusunan buku ajar “Pengelolaan Ternak
Kambing dan Domba” tahun 2018.
Prof. Dr. Ir. H. Harapin Hafid, M.Si. Lahir di Gowa Sulawesi Selatan, 11
Mei 1967. Ia menyelesaikan pendidikan S-1 di Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin pada tahun 1991, S-2 di Program Pascasarjana IPB tahun 1998, S-
3 di Sekolah Pascasarjana IPB tahun 2005 Penulis adalah Guru Besar dalam
bidang Ilmu Produksi Ternak Potong dan Teknologi Hasil Ternak di Fakultas
Peternakan Universitas Halu Oleo, Kendari sejak 2007. Beliau merupakan tim
penulis dalam buku ini. Beliau saat ini menjadi Dosen Tetap Fakultas
Peternakan dan Program Pascasarja Universitas Halu Oleo. Beberapa buku yang
telah ditulis seperti Pengantar Evaluasi Karkas, Pengantar Teknologi Hasil
Ternak, Pengantar Pengolahan Daging, dan Klimatologi dan Lingkungan
Ternak. Sebagai seorang Guru Besar, penulis aktif melaksanakan kegiatan
Tridhama Perguruan Tinggi dan kegiatan penunjang lainnya serta membantu
pengembangan kapasitas rekan sejawat.
Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc. Lahir pada tanggal 29 April 1958. Pendidikam
beliau adalah S1 di Fakultas Peternakan UGM dan melanjutkan S2 di UPM
Malaysia. Saat ini Beliau merupakan Dosen yang aktif di Program Studi
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Beliau aktif
mengikuti berbagai seminar pada Tingkat Nasional dan Internasional. Beliau
merupakan tim penulis dalam buku ini. Saat ini beliau mengampu berbagai mata
kuliah diantaranya Pengantar Ilmu peternakan, Produksi Ternak Perah,
Produksi Ternak Non Ruminansia dan Dasar Peternakan. Beliau juga aktif
dalam berbagai kegiatan pengabdian masyarakat dan penelitian yang dilakukan
di Sumatera Utara. Berbagai artikel pengabdian dan penelitian telah beliau
publikasikan di berbagai Jurnal Ilmiah.