Anda di halaman 1dari 8

Rokhmah et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan. Vol. 1, No.

1, April 2018: 54-62

Dukun Bayi dan Kejadian Tetanus Neonatorum: Refleksi


Kegagalan Program Kemitraan Bidan dan Dukun

Traditional Birth Attendance and Tetanus Neonatorium: Reflection on the Failure


of Midwive and Traditional Birth Attendance Partnership Program

Dewi Rokhmah, Abu Khoiri, Ahmad Falih


Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember

ABSTRAK
Latar Belakang. Tetanus Neonatorum (TN) merupakan salah satu penyakit paling beresiko
mengakibatkan kematian. Dinas Kesehatan Kabupaten Jember telah melaksanakan program
skrining TT WUS pada awal tahun 2010 sebagai tindak lanjut dari adanya kasus dan kematian
akibat TN yang tinggi (CFR >50%). Namun masih ditemukan 6 kasus dengan 3 kematian akibat
TN. Hal ini disebabkan bumil bersalin pada dukun bayi, sehingga tidak mendapatkan pelayanan
yang aman dan bersih.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran dukun bayi dalam proses persalinan ibu
dengan kasus TN, yang menggambarkan refleksi kegagalan program kemitraan antara dukun dan
bidan.
Metode. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, melaluiindept interview pada dukun
bayi yang menolong persalinan bumil dengan kasus TN secara purposive sampling. Informan
pendukung diambil dari bidan desa dan bumil yang mengalami kasus TN. Data dianalisis secara
thematic content analysis.
Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh dukun menggunakan alat dan metode
tradisional yang tidak steril, mereka belum bermitra dengan bidan, belum mendapatkan pelatihan,
serta tidak memiliki pengetahuan tentang TN. Kegagalan program kemitraan bidan dan dukun
dibuktikan dengan masih banyak bumil yang bersalin ke dukun dan kasus kematian bayi akibat TN.
Kata kunci: dukun bayi, bidan, kemitraan

ABSTRACT
Background. Tetanus Neonatorum (TN) is one most risk disease caused death. TT status screening
program has been implemented by Jember District Health Department in early 2010 as a follow up
from frequent cases and deaths of TN (CFR >50%). However, there were 6 cases and 3 deaths of
TN after the program because pregnant women still preferred going to the traditional birth
attendances than going to the midwives.
Objective. The purpose of this study was to analyze the role of witchdoctor in birth process on
woman with TN case, described the default of partnership midwife and witchdoctor program.
Method. This reseach used qualitative method, by indepth interview to wicthdoctor with TN death
case. Support informants are taken from midwife and pregnant woman with TN case. Data were
analysed by thematic content analysis.

54
Rokhmah et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan. Vol. 1, No. 1, April 2018: 54-62

Results. The results showed that all traditional birth attendance used tools and traditional methods
unsterilized, they have not had partnership with midwife, they never got training, they did not have
knowledge about TN. The failure of midwife and traditional birth attendance partnership program is
evident by the numbers of pregnant women went to traditional birth attendance and death cases of
TN.
Keywords: Traditional Birth Attendance, midwife, partnership

LATAR BELAKANG tahun 2006, 2007, dan 2008 tentang jumlah kasus TN
Tetanus Neonatorum (TN) merupakansalah satu diantaranegara-negara ASEAN, menempatkan
penyakit paling beresiko mengakibatkan kematian. Indonesia pada urutan kedua setelah Pilipina dengan
Kasus TN masih banyak dijumpai di sejumlah negara jumlah penderita lebih dari 100 orang. Di samping itu,
tropis dan negara yang masih memiliki kondisi tingkat kasus dan kematian akibat penyakit TN di
kesehatan rendah. DataWHO menunjukkan bahwa Indonesia juga masih cukup tinggi dari tahun 2000
kematian akibat TN di negara-negara berkembang sampai dengan tahun 2008 (rata-rata dengan CFR >
adalah 135 kali lebih tinggi daripada negara maju. Data 50%).

Gambar 1. Jumlah Kasus dan Kematian TN di Indonesia Tahun 2000 s.d 2008, Sumber: Departemen Kesehatan
(2009)

Penyebab TN adalah infeksi karena toksin yang (TT) pada saat hamil, tindakan yang tidak memenuhi
dibuat oleh bakteri Clostridium Tetani (CT)di dalam syarat kebersihan, misalnya pemotongan tali pusar
tubuh yang ditandai dengan nyeri, kekakuan, dan dengan bambu atau gunting yang tidak steril atau
spasme (kejang) otot. CT masuk ke dalam tubuh bayi setelah tali pusar dipotong; dibubuhi abu, tanah,
melalui tali pusar yang tercemar spora CT. 1 Oleh karena minyak, daun-daunan dan sebagainya serta prosedur
itu, banyak faktor resiko yang mempengaruhi yang dilaksanakan selama proses persalinan.
kemungkinan terjadinya TN. Menurut Departemen Pemerintah telah melaksanakan program MNTE
Kesehatan RI (1993), faktor resiko yang (Maternal and Neonatal Tetanus Elimination). Program
mempengaruhi kemungkinan terjadinya TN ialah ini bertujuan untuk mengeliminasi tetanus pada
karena kurangnya perawatan prenatal pada ibu hamil, neonatal dan Wanita UsiaSubur (WUS), termasuk ibu
misalnya ibu tidak memperoleh vaksin TetanusToxoid hamil. Strategi yang digunakan untuk
melaksanakan program ini ialah 1). Pertolongan sejak tahun 1977 melalui program imunisasi TT pada

55
Rokhmah et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan. Vol. 1, No. 1, April 2018: 54-62

persalinan yang aman dan bersih, serta 2). Cakupan WUS. Meskipun demikian, sampai saat ini cakupan
imunisasi rutin yang tinggi dan merata, dan surveilans.2 imunisasi TT WUS di Indonesia masih sangat rendah.
Pertolongan persalinan yang aman dan bersih dapat Dinas Kesehatan Kabupaten Jember juga telah
tercapai apabila ibu bersalin mendapatkan pelayanan melaksanakan program skrining TT WUS pada awal
dari petugas kesehatan terlatih seperti bidan. Namun tahun 2010 sebagai tindak lanjut dari adanya kasus dan
yang terjadi sekarang adalah banyak ibu bersalin di kematian akibat TN di Jember yang juga masih tinggi
Indonesia yang masih menggunakan tenaga tidak angkanya, terutama dalam rentang waktu antara tahun
terlatih yaitu dukun bayi.Upaya pemenuhan cakupan 2005 sampai dengan tahun 2009 (rata-rata dengan CFR
imunisasi rutin yang tinggi dan merata sebagai salah >50%).
satu strategi untuk eliminasi tetanus telah dilaksanakan

Gambar 2. Jumlah Kasus dan Kematian TN di Jember Tahun 2005 s.d 2009, Sumber: Dinas Kesehatan
Kabupaten Jember (2010)

Namun demikian, belum sampai di akhir tahun METODE


2010, ternyata sudah terjadi kasus dan kematian akibat Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
TN, yaitu 6 kasus dengan 3 kematian (CFR 50%), yang yang dilaksanakan pada bulan Januari - Pebruari
terjadi di wilayah kerja Puskesmas Patrang (1 kasus), 2011. Data diambil secara purposive samplingpada
Puskesmas Mayang (2 kasus dengan 1 kematian), dukun bayi yangmenolong persalinan ibu dengan
Puskesmas Ledokombo (1 kasus dengan 1 kematian), kasus TN. Sebagai data pendukung juga dilakukan
Puskesmas Sumberjambe (1 kasus) dan Puskesmas wawancara mendalam pada bidan desa danbumil
Karangduren (1 kasus dengan 1 kematian). Angka yang mengalami kasus TN. Data yang terkumpul
kematian kasus (Case Fatality Rate, CFR) dengan akan dianalisis secara thematic content
angka ≥50% berarti menunjukkan andil yang tinggi analysis.Penelitian ini dilaksanakan di 5 wilayah
terhadap kematian.3 Kasus dan kematian akibat TN kerja puskesmas Kabupaten Jember karena di
tersebut seharusnya tidak ada karena terjadi di saat tempat tersebut pada tahun 2010 merupakan
program skrining sedang berlangsung. daerah resiko tinggi kejadian tetanus neonatarum
Dari kondisi di atas bisa diambil kesimpulan (TN).Lima wilayah kerja puskesmas tersebut
bahwa walaupun ibu hamil sudah mendapatkan ialahPuskesmas Patrang, Mayang, Ledokombo,
imunisasi TT, namun kejadian kematian akibat TN Sumberjambe dan Karangduren.
masih tinggi. Hal ini bisa terjadi karena ada HASIL DAN PEMBAHASAN
kemungkinan mereka menggunakan tenaga dukun
Proses Persalinan oleh Dukun
bayi. Dalam proses persalinannya mereka tidak
Berdasarkan hasil wawancara pendalam dengan
mendapatkan pelayanan yang aman dan bersih.
dukun yang melakukan pertolongan persalinan pada
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran
bumil yang mengalami kasus TN, menunjukkan bahwa
dukun bayi dalam proses persalinan ibu yang
dukun menggunakan peralatan dan metode tradisional.
mengalami kasus kematian akibat TN. Sehingga dapat
Sehingga alat dan metode tersebut tidak dapat
menggambarkan refleksi kegagalan program kemitraan
dipastikan dalam kondisi yang bersih dan steril. Hal ini
antara dukun dan bidan dalam rangka menurunkan
diperjelas dengan ;pernyataan dari beberpa responden
angka kematian ibu dan bayi.
pendukung (dukun) sebagai berikut : “…Sudah
biasanya saya potong dengan pelat bambu. Setelah itu,

56
Rokhmah et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan. Vol. 1, No. 1, April 2018: 54-62

saya kasih abu dapur dan ditutup dengan daun sirih. mereka menggunakan penolong persalinan pada dukun
Alasannya menggunakan pelat bambu karena lebih bayi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah
tajam sedangkan alasan pake abu karena sudah menjadi terpapar oleh faktor resiko, yaitu pertolongan
kebiasaan dari dahulu. Lagian, banyak juga kok mas!, persalinan dilakukan oleh orang yang tidak terampil
yang selamat meskipun ditolong (tidak profesional). Hasil penelitian menunjukkan
oleh dukun...” (Dukun II, 12 Pebruari 2011) adanya hubungan yang bermakna antara tenaga
“…Saat motong tali pusar, saya pakai bambu, penolong persalinan dengan kejadian TN.4
setelah itu saya kasih abu tomang dicampur dengan Badan kesehatan dunia, WHO memprediksi bahwa
daun sirih yang dilumat halus. Ya, alasannya karena setiap bumil dapat mengalami komplikasi yang
memang sudah “biasa” begitu, nak!. Sudah warisan membahayakan jiwa. Namun demikian, hampir tidak
dari orang-orang tua dahulu. Banyak juga kok nak!, mungkin untuk memprediksi ibu mana yang akan
yang selamat meskipun ditolong dukun…” (Dukun I, mengalami komplikasi tersebut. Oleh karena itu, faktor
18 Pebruari 2011) yang memegang peranan penting dalam mengurangi
Sebagian besar dari para bumil kasus yang angka kematian bumil adalah tenaga kesehatan yang
pemotongan dan perawatan tali pusarnya menggunakan terampil dalam menolong ibu pada saat persalinan.7
sembilu dan abu, menunjukkan bahwa mereka telah Adapun alasan para bumil menggunakan jasa
terpapar oleh faktor resiko, yaitu alat pemotong dan dukun sebagai penolong persalinan adalah karena
bahan perawat tali pusar tidak steril. Hasil penelitian adanya tradisi keluarga dan faktor biaya . Hal ini sesuai
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara dengan pernyataan beberapa responden berikut ini :
alat pemotong dan bahan perawat tali pusar dengan
kejadian TN.4 Alat pemotong tali pusar yang tidak steril “…Sudah “cocok”, mas!. Apalagi dukun itu adalah
memberikan resiko 3,14 kali lebih besar untuk kejadian saudara mertua saya. Jadi, “sungkan” mas! kalau
TN dibandingkan dengan alat pemotong tali pusar yang nolak. Lagian juga sudah kebiasaannya begitu
steril.5 dikalangan keluarga dan sebagian masyarakat disini
juga masih ke dukun. Makanya suami saya pun
TN terjadi karena C.Titani masuk melalui tali pusar
menyuruh ke dukun. Selain itu, saya sebenarnya juga
sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang
punya Jamkesmas yang katanya gratis kalo melahirkan
masuk disebabkan oleh proses persalinan yang tidak
di bidan. Tapi saya masih takut ya mas kalo nanti ada
steril, baik dengan penggunaan alat pemotong maupun
biaya lain. Masalahnya kemarin pernah ada tetangga,
bahan perawat tali pusar yang telah terkontaminasi.
katanya masih diminta uang padahal dia punya
Kebiasaan menggunakan alat dan obat tradisional yang
jamkesmas…” (Bumil I, 19 Pebruari 2011) “…Karena
tidak steril merupakan faktor utama terjadinya TN.
sudah “biasa” mas !. Keluarga dan masyarakat di sini
Sementara itu, alasan dukun menggunakan sembilu
juga begitu. Suami dan keluarga saya melarang untuk
dan abu sebagai alat pemotong dan bahan perawat tali
ke bidan karena biaya, apalagi saya juga tidak punya
pusar karena sudah menjadi kebiasaan (tradisi)
Jamkesmas…” (Bumil II, 17
menunjukkan bahwa mereka masih memegang kuat
Pebruari 2011)
tradisi yang telah terwariskan secara turun temurun itu
Alasan bumil tidak memanfaatkan pelayanan
sehingga sulit bagi mereka untuk meninggalkannya.
persalinan di bidan adalah karena adanya tradisi
Hal ini sesuai yang telah disebutkan oleh G. M. Foster 6
keluarga, dan biaya. Hal ini diperkuat dengan
bahwa tradisi merupakan salah satu aspek budaya yang
kepemilikan kartu Jamkesmas pada masyarakat miskin
dapat mempengaruhi status dan perilaku seseorang.
yang tidak merata. Di sisi lain, jumlah anak yang
Ditambah lagi, adanya keyakinan dari dukun bahwa
banyak juga membawa konsekwensi pada biaya
hidup matinya seseorang ialah karena “sudah
pelayanan kesehatan yang tinggi pula. Sehingga
waktunya”, bukan salah dukun. Mereka memberikan
kurangnya pemanfaatan pelayanan antenatal oleh bumil
contoh bahwa selama ini banyak juga yang selamat
berhubungan dengan jumlah anak yang telah dimiliki.8
persalinannya meskipun ditolong oleh dukun.
Kebiasaan (tradisi) melakukan persalinan pada
Keyakinan ini juga menjadikan dukun semakin
dukun bayi merupakan pengaruh image kelompok
bertambah kuat dalam memegang tradisi tersebut.
terhadap seseorang dalam berperilaku.6Faktor budaya
Keyakinan merupakan salah satu faktor yang dapat
juga berperan dalam upaya menentukan siapa yang
mempermudah terjadinya perilaku pada diri seseorang.
akan menolong persalinan seorang ibu. Ada budaya
Alasan Menggunakan Dukun sebagai Penolong yang berlaku di masyarakat tertentu yang hanya mau
persalinan memilih dukun bayi sebagai penolong persalinan.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan 5 Biaya sebagai alasan bagi seorang bumil untuk
bumil yang mengalami kasus TN, menunjukkanbahwa tidak melakukan persalinan di bidan merupakan hal

57
Rokhmah et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan. Vol. 1, No. 1, April 2018: 54-62

yang wajar apalagi bagikeluargakurang mampu TN menyebutkan bhawa mereka belum pernah
ekonominyayang juga tidak memiliki Kartu Jamkesmas mendapatkan pelatihan khusus untuk dukun bayi. Hal
karena biaya persalinan di bidan lebih mahal daripada ini tentu saja meningkatkan resiko terjadinya TN,
di dukun. Kenyataan ini juga sesuai dengan hasil karena dukun bayi tersebut bukan tenaga profesional
penelitian dari Basariah (2008), bahwa faktor yang ahli di bidangnya. Hal ini sesuai dengan
pemanfaatan sarana pertolongan persalinan pernyataan berikut:
dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, sikap petugas, “…Saya belum pernah mengikuti pelatihan bagi
faktor ekonomi, fasilitas, sarana, dan geografis. dukun bayi…” (Dukun I, 18 Pebruari 2011)
Penyebab lain mengapa bidan tidak dipilih dalam Dukun bayi terlatih adalah dukun bayi yang telah
membantu persalinan adalah bahwa selainumurnya mendapatkan latihan oleh tenaga kesehatan dan
masih relatif muda, bidan dipandang belum memiliki dinyatakan lulus sedangkan dukun bayi tidak terlatih
pengalaman melahirkan dan kebanyakan belum dikenal adalah dukun bayi yang belum pernah dilatih atau
oleh masyarakat. Peranan dukun bayi dalam proses sudah pernah dilatih tetapi belum dinyatakan lulus..
kehamilan dan persalinan berkaitan sangat erat dengan Seorang dukun bayi yang telah mengikuti pelatihan
budaya setempat dan kebiasaan setempat.9 tidak boleh menolong persalinan. Karena bidan adalah
tenaga profesional yang boleh menolong persalinan.
Dukun Bayi Belum Bermitra Dengan Bidan Desa
Dukun merupakan mitra bidan yang bertugas
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan
membantu bidan dalam merawat bumil dan bayi
bidan selaku responden pendukung dalam penelitian ini
setelah proses persalinan.
menunjukkan bahwa seluruhdukun penolong
persalinan pada bayi TN belum bermitra dengan bidan Pengetahuan Dukun Bayi Terhadap Penyakit TN
desa. Hal ini sesuai dengan kutipan hasil wawancara Berdasarkan hasil wawancara mendalam,
dengan bidan berikut ini: didapatkan hasil bahwa seluruhdukun tidak memiliki
“…Dukun penolong persalinan ini berasal dari pengetahuan tentang penyakit TN. Hal ini sesuai
luar desa tetapi tempat tinggal dukun masih dekat dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut:
dengan tempat ibu yang melahirkan tadi; berada di “…Saya nggak ngerti penyakit tetanus. Pokoknya
perbatasan desa. Dukun ini masih belum bermitra kalau ada bayi yang sakitnya parah dibawa ke rumah
dengan bidan. Karena sampai saat ini dukun ini masih saya, maka saya suruh ibunya untuk membawanya ke
melakukan pertolongan persalinan…” (Bidan desa 1, puskesmas atau rumah sakit saja…” (Dukun II, 12
22 Pebruari 2011) Pebruari 2011)
“…Dukun penolong bayi berasal dari luar desa “…Saya ndak tahu. Tapi nak!, orang itu; hidup,
karena pada saat melahirkan, ibu ini pulang ke daerah sakit, dan mati adalah dari Gusti Allah, termasuk bayi
asalnya. Jadi, keberadaan dukun tersebut berada di yang sakit dan meninggal. Kalo ada bayi sakit atau
luar wilayah saya. Namun, menurut saya dia belum meninggal berarti juga ibunya kurang sehat. Orang
bermitra karena buktinya dia masih mau menolong…” sakit dan meninggal karena memang “sudah
(Bidan Desa 2, 17 Pebruari 2011) waktunya”. Ini semua adalah “ujian”. Jadi, harus
Kemitraan bidan dan dukun adalah bentuk “nrimo” dan sabar…” (DukunI, 18 Pebruari 2011)
kerjasama yang saling menguntungkan antara bidan Kondisi dukun bayi yang tetap melakukan
dan dukun, yang diharapkan seluruh pertolongan pertolongan persalinan, padahal di sisi lain adanya
persalinan ditangani oleh tenaga kesehatan yang ketidaktahuan dukun terhadap penyakit TN dan faktor
mempunyai kemampuan dan keterampilan khusus resikonya, termasuk ketidaktahuan dukun terhadap
dalam pertolongan persalinan dengan tetap melibatkan tindakannya memotong dan merawat tali pusar,
dukun pada “kegiatan yang terbatas” dan tidak menyebabkan adanya peningkatan faktor resiko
membahayakan ibu dan bayinya.10 terjadinya TN.
Dukun bayi tidak bermitra dimungkinkan salah Selain itu, masih adanya keyakinan dari dukun
satu faktornya ialah karena kurang sosialisasi dari bahwa hidup, sakit, dan matinya seseorang adalah
petugas. Sebagaimana hasil penelitian dari Permatasari karena “takdir” (kehendak Pencipta) maka menjadikan
(2009) disebutkan bahwa terdapat pengaruh dukun tersebut semakin bertambah kuat untuk tetap
pengetahuan dukun bayi tentang kemitraan terhadap melakukan pertolongan persalinan. Dukun
terealisasinya kemitraan bidan dan dukun bayi tersebut. berkeyakinan bahwa bila ada bayi yang telah
ditolongnya kemudian menderita penyakit tertentu,
Dukun Bayi BelumPernah Mengikuti Pelatihan
termasuk TN, maka bukanlah salah dia tetapi itu semua
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan
karena memang sudah takdir. Menurut G. M.
dukun penolong persalinan pada bumil dengan kasus
Foster6disebutkan bahwa sikap fatalistik merupakan

58
Rokhmah et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan. Vol. 1, No. 1, April 2018: 54-62

salah satu aspek budaya yang dapat mempengaruhi Kondisi yang ada di masyarakat saat ini adalah
status dan perilaku seseorang. Contohnya seseorang dukun bayi masih tetap melakukan pertolongan
yang mempercayai bahwa sakit dan mati adalah karena persalinan pada bumil. Sebagaimana menurut
takdir maka perilaku orang tersebut akan kurang keterangan beberapa bidan bahwa dukun masih tetap
berusaha untuk mencari pertolongan pengobatan bagi melakukan pertolongan persalinan disebabkan karena
anaknya yang sakit atau menyelamatkan seseorang dari beberapa alasan, diantaranya 1). karena terpaksa, yaitu
kematian. dipaksa atas permintaan dari bumil sendiri dan atau
oleh keluarganya 2). karena sudah “kepepet
Upaya Yang Dilakukan Dalam Menekan Angka
(mendesak)” seperti bumil melahirkan sendiri maka
Persalinan oleh Dukun
dukun akan memotong dan merawat tali pusar bayinya
Program kemitraan dukun bayi dengan bidan desa
Adapun alasan menolong persalinan sebagai
merupakan langkah yang tepat guna menurunkan
bagian dari “penghasilan” juga diduga masih menjadi
angka persalinan oleh dukun. Apabila dukun sudah
penyebabnya (meskipun bila dukun ditanya langsung
mengikuti program kemitraan dengan bidan, maka
tentang hal itu maka dukun tersebut pasti akan
dukun tersebut akan melakukan hal berikut
menyangkalnya). Terbukti dengan kejadian seorang
sebagaimana dalam pedoman program kemitraan bidan
dukun membawa ibu yang hendak melahirkan ke
dan dukun7:
tempat praktek bidan lalu dukun tadi ternyata tidak
a. Melaporkan ke bidan bila ada bumil baru, ibu mau
diberi uang sebagaimana informasi yang didapatkan
bersalin, atau bila terjadi kematian ibu atau bayi
padahal menurut dukun sebagaimana informasi yang
b. Memotivasi bumil agar mau periksa ke bidan, diperolehnya bahwa bila ada dukun membawa ibu yang
memotivasi persalinan ke bidan, dan bila perlu hendak melahirkan ke bidan maka dukun akan diberi
mengantar bumil bersalin ke bidan uang tetapi ternyata dukun tadi tidak mendapatakan
c. Bila bumilnya yang meminta (memaksa) maka upah yang diharapkan. Bertolak dari kejadian tersebut,
harus meyakinkan kepada bumil itu bahwa dia dukun tersebut yang sebelumnya bersedia membawa
sekarang tidak menolong persalinan lagi karena bumil yang hendak melahirkan ke tempat bidan,
takut terjadi resiko. Lebih baik ke bidan saja sekarang dukun tadi tidak mau lagi membawanya ke
karena lebih terjamin keselamatannya. Bila bumil tempat bidan karena merasa kecewa.
keberatan ke bidan desa karena masalah biaya Dukun dalam mendapatkan upah dari persalinan
(misalnya tidak mampu dan tidak mempunyai memang tidak “pasang tarif” tetapi didasarkan pada
Jamkesmas) maka dia harus meyakinkan bahwa kemampuan bumil yang bersangkutan sehingga banyak
masalah biaya bisa dirundingkan nanti, yang dari para ibu hamil yang berasal dari keluarga tidak
penting persalinan harus di bidan mampu pergi ke dukun saat persalinan daripada ke
d. Mengumumkan diri bahwa dirinya sudah tidak bidan. Namun, pada kenyataannya bumil yang
menolong persalinan lagi melahirkan di tempat dukun, tidak selalu orang yang
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan memiliki kemampuan ekonomi lemah, tetapi justru
bidan yang wilayah kerjanya termasuk kantung orang-orang yang mampu ekonominya. Oleh karena
kejadian TN mengatakan bahwa program kemitraan itu, “bisnis” membuka pertolongan persalinan ini masih
dukun bayi dengan bidan desa tidak berjalan. Hal ini sangat menjanjikan sehingga sulit juga bagi seorang
sesuai dengan pernyataan beberapa bidan sebagai dukun untuk melepaskan pekerjaan tersebut.
berikut: Berdasarkan hasil dalam penelitian ini ditemukan
“…Di sini, tidak satu pun dukun bayi yang sudah bahwa tidak berjalannya program kemitraan ini
bermitra dengan bidan desa…” (Bidan Desa 1, 15 disebabkan oleh beberapa faktor; diantaranya
Pebruari 2011) kurangnya sosialisasi, dukungan, dan kontrol pada
program kemitraan. Selain itu, juga karena adanya
“..Di Desa sini, dukun yang sudah mau bermitra faktor dari dukun itu sendiri, yaitu keyakinan dukun
hanya 1 orang. Masyarakat sini; selain masih kuat bahwa menolong persalinan adalah perbuatan baik;
“kepercayaannya” pada dukun bayi, juga masih kuat yang merupakan panggilan hati nuraninya sehingga dia
“kepercayaannya” pada tokoh agama sebagai masih tetap melakukan pertolongan persalinan, dan
pengobatan alternatif sehingga masyarakat; baru mau anggapan dukun bahwa bidan desa sebagai pesaingnya;
ke tempat pelayanan kesehatan; polindes atau yang telah merebut sebagian dari sumber
puskesmas bila sudah parah atau apabila si tokoh penghasilannya sehingga sulit bagi seorang dukun
agama tersebut menyarankan agar dibawa ke untuk bisa menerima program kemitraan tersebut.
puskesmas…” (Bidan desa 3, 10 Pebruari 2011) Sebagian dukun merasa “iri” dan “kurang suka”
terhadap bidan desa. Ditambah lagi, bila harus

59
Rokhmah et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan. Vol. 1, No. 1, April 2018: 54-62

membawa setiap bumil yang hendak melahirkan di (4) Memotivasi pemberian ASI segera
tempatnya ke tempat bidan. Hal ini sesuai dengan
(5) Memotivasi rujukan
pernyataan berikut:
(6) Dukun mendampingi bumil pada saat
“…menurut saya, penyebabnya adalah selain bersalin (7) Dukun merawat bayi baru lahir
karena faktor dukun sendiri; juga karena kurang c) Peran dalam nifas
sosialisasi serta kurangnya dukungan dana …” (Bidan
Desa 1, 15 Pebruari 2011)
(1) Melakukan ritual (tradisi) yang sehat
Program kemitraan bidan dan dukun adalah bentuk (2) Membantu perawatan nifas dan bayi baru
kerjasama yang saling menguntungkan antara bidan lahir
dan dukun, yang diharapkan seluruh pertolongan (3) Memotivasi rujukan bila diperlukan
persalinan ditangani oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai kemampuan dan keterampilan khusus (4) Melaporkan ke bidan segera bila ditemukan
dalam pertolongan persalinan dengan tetap melibatkan tanda gejala sakit
dukun pada “kegiatan yang terbatas” dan tidak Program kemitraan dukun dan bidang diharapkan
membahayakan ibu dan bayinya.10 dapat memberikan daya ungkit yang tinggi dalam
menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Namun
Tujuan kemitraan ini ialah untuk meningkatkan
pemerintah sebagai penanggung jawab program terkait
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan
kesehatan ibu dan anak harus meningkatkan sosialisasi
melakukan upaya berikut: a). mengalihkan peran dukun
ke desa-desa akan pentingnya program ini. Termasuk
dari penolong persalinan menjadi mitra bidan dalam
kesadaran masyarakat untuk membawa ibu bersalin
merawat ibu pada masa nifas dan bayinya, b).
mendapatkan pelayanan yang berkualitas di bidan atau
menurunkan cakupan pertolongan persalinan dukun
tenada profesional lainnya.
dengan cara dukun merujuk setiap kasus persalinan
Perangkat SDM dari Departemen Kesehatan yang
kepada bidan atau tenaga kesehatan lainnya yang
nantinya bertugas memberikan pelatihan-pelatihan bagi
berkompeten, dan c). meningkatkan peran dukun
bidan dan dukun bayi sangat diperlukan untuk
sebagai kader kesehatan.10
mensukseskan program ini. Dukungan dana juga
Berdasarkan petunjuk teknis kemitraan bidan dan merupakan hal yang penting untuk diprioritaskan agar
dukun bayi disebutkan bahwa kehadiran dukun bayi program kemitraan dukun dan bidan dapat berjalan
juga masih diperlukan. Hanya saja bukan sebagai secara optimal. Monitoring dan evaluasi program
penolong persalinan tetapi sebagai partner bidan desa kemitraan bidan dan dukun ini penting dilakukan untuk
dalam memberikan perawatan terhadap bayi pasca mengantisipasi adanya kendala di saat proses
persalinan. Dalam program kemitraan bidan dan dukun pelaksanaan program.
bayi, peran dukun masih diperlukanyaitu7:
a) Peran dalam pelayanan antenatal (1) Melaporkan Kesimpulan
ke bidan bila ada bumil baru, ibu mau bersalin, Masyarakat kita masih banyak yang menggunakan
atau bila terjadi kematian ibu atau bayi, dilaporkan jasa dukun dalam proses persalinan. Hal ini
terhadap petugas kesehatan mengakibatkan ibu bersalin tidak mendaptkan
pelayanan yang optimal, sehingga terjadi kasus
(2) Memotivasi bumil agar mau periksa, bila kematian ibu maupun bayi akibat tetanus (TN). Hasil
perlu diantar penelitian menunjukkan bahwa dukun bayi yang
(3) Memotivasi rujukan bila ada menolong persalinan ibu dengan kasus kematian TN,
tanda berbahaya seluruhnya menggunakan alat dan metode tradisional
yang tidak steril, seluruh dukun bayi tersebut belum
(4) Dukun bayi melakukan ritual (tradisi bermitra dengan bidan, belum mendapatkan pelatihan,
upacara kehamilan) serta memotivasi serta tidak memiliki pengetahuan tentang TN.
rencana KB setelah persalinan Kegagalan program kemitraan bidan dan dukun
b) Peran dalam persalinan dibuktikan dengan masih banyak bumil yang bersalin
(1) Memotivasi persalinan ke bidan (2) ke dukun bayi, serta adanya kasus kematian bayi akibat
Memotivasi persiapan transportasi (untuk TN oleh persalinan bumil pada dukun. Oleh sebab itu
persalinan maupun rujukan) pentinya peningkatan sosialisasi program pada
masyarakat, dukungan dana serta monitoring dan
(3) Bila perlu mengantar bumil bersalin ke evaluasi program.
bidan

60
Rokhmah et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan. Vol. 1, No. 1, April 2018: 54-62

Daftar Referensi 5. Kurniawati, N. 1996.Identifikasi Faktor-Faktor


1. Departemen Kesehatan RI. 2006. Glosarium yang Erat Hubungannya dengan Kejadian
Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta: Tetanus Neonatorum di Kabupaten Serang Tahun
Departemen Kesehatan RI. 1994-1995. Jakarta: UI.
http://www.digilib.ui.ac.id.
2. Departemen Kesehatan RI. 2009. Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Jakarta: 6. Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan, Teori
Departemen Kesehatan RI. dan Aplikasi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
3. Departemen KesehatanRI. 1993. Petunjuk Teknis 7. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman
Terpadu Eliminasi Tetanus Neonatarum. Jakarta: Pelayanan Antenatal. Jakarta: Departemen
Depkes. Kesehatan RI.
4. Indrawati, L. 1997. Faktor-Faktor yang 8. Peranginangin, H. 2006. Telaah Faktor-Faktor
Berhubungan dengan Kejadian Tetanus yang Berhubungan dengan Pemanfaatan
Neonatorum di Kotamadya Daerah Tingkat II Pelayanan Antenatal Care pada Sarana
Tangerang Tahun 1994 - 1996. Jakarta: UI. Kesehatan, Pemeliharaan Kesehatan Ibu Hamil
http://www.digilib.ui.ac.id. dalam Upaya Pengelolaan SDA dan Lingkungan
Hidup. Bogor: IPB

9. Anggorodi, R. 2009. Dukun Bayi dan Persalinan


Pada masyarakat Indonesia. Makara Seri
Kesehatan.Vol.13No1Juni2009:19-24.
10. Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. 2010.
Profil Kesehatan Kabupaten Jember Tahun 2009.
Jember: Dinas Kesehatan Kabupaten Jember.
11. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur. 2010. Uji
Coba Imunisasi TT WUS di Kab. Jember,
Probolinggo, dan Blitar. Surabaya: Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Timur.

61

Anda mungkin juga menyukai