Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS KESALAHAN KOHERENSI PADA SKRIPSI BERJUDUL

“UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN


ARGUMENTASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE TANYA
JAWAB” KARYA EISYA NISRINA

Oleh

Wanda Rosdiana

203200022

Wandarosdiana123@gmail.com

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Menulis adalah salah satu keterampilan yang digunakan untuk


berkomunikasi tidak langsung yang menggunakan bahasa sebagai media utama.
Menulis merupakan suatu kegiatan dimana penulis dapat menghasilkan karya
dan mengekspresikan ide dan pemikirannya dalam sebuah tulisan. Dalam
kegiatan menulis, penulis akan selalu berhubungan dengan keterampilan yang
memanfaatkan struktur bahasa. Keterampilan menulis tidak lahir secara tiba-
tiba, namun melalui proses yang panjang dan teratur (Tarigan, 2008: 3-4).

Menulis itu tertuang dalam bentuk pembuatan paragraf-paragraf yang


kemudian menghasilkan sebuah karangan. Dalam dunia pendidikan khususnya
di kalangan mahasiswa, aktivitas menulis merupakan suatu keterampilan
berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung.

Aktivitas menulis merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan


proses belajar yang dialami mahasiswa selama menuntut ilmu di perguruan
tinggi, yang memerlukan syarat yang kompleks, antara lain pengetahuan yang
berkaitan dengan isi tulisan, aspek-aspek kebahasaan seperti memilih topik, dan
mengembangkan pikiran yang disajikan dalam paragraf. Keterampilan menulis
paragraf secara efektif akan menghasilkan tulisan yang efektif pula. Salah satu
bentuk tulisannya adalah skripsi.

Skripsi dapat didefinisikan sebagai sebuah karya tulis ilmiah yang disusun
oleh mahasiswa program sarjana yang memfokuskan bidang kajiannya pada
topik atau bidang tertentu, yang merupakan hasil kajian pustaka terhadap tulisan
para pakar, hasil penelitian lapangan, atau hasil pengembangan (Huda,
2011:111).

Skripsi terdiri atas beberapa paragraf. Setiap paragraf memiliki kepaduan


dan keterpautan makna agar pembentukan paragraf-paragraf di dalamnya dapat
tersusun dengan baik. Kepaduan bentuk paragraf adalah hubungan yang
dibangun antara kalimat yang satu dengan yang lain dalam sebuah paragraf.

Menurut Maimunah (2011:31), kata “paragraf”, diserap dari Bahasa Inggris


paragraf, sedangkan kata alinea diambil dari Bahasa Belanda yang sumber
aslinya adalah kata latin alinea yang berarti “mulai dari garis baru”. Paragraf
yang merupakan sebuah wacana mini atau satuan bentuk bahasa pada dasarnya
merupakan hasil penggabungan dari sejumlah kalimat. Paragraf berasal dari
bahasa Yunani, yaitu paragraphos yang berarti menulis atau tertulis. Sementara
itu, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa bahwa paragraf
merupakan bagian dari sebuah karangan yang memuat satu ide pokok dan
penulisannya dimulai dengan garis baru. Dengan kata lain, paragraf adalah
informasi yang memuat ide pokok sebagai pengendalinya (Ramlan, 2013:22).

Frank Chaplen (dalam Rahardi, 2009: 158) menyatakan bahwa paragraf yang
baik adalah paragraph yang memungkinkan pembaca memahami kesatuan
informasi yang terkandung di dalamnya, yaitu apabila gagasan pokok yang
mengendalikan paragraf itu sudah sepenuhnya dikembangkan dan tuntas
diuraikan.

Perguruan tinggi menugaskan mahasiswanya untuk menulis skripsi sebagai


tugas akhir. Dalam skripsi mahasiswa tidak memenuhi persyaratan, seperti tidak
koheren.
Berdasarkan uraian di atas peniliti akan mengkaji bentuk kesalahan
koherensi dalam Skripsi berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis
Karangan Argumentasi dengan Menggunakan Metode Tanya Jawab karya
Eisya Nisrina.

1.2 Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih mendalam, peneliti membatasi permasalahan yang


akan dikaji. Adapun pembatasan masalah tersebut, yaitu yang terkait kesalahan
koherensi dalam Skripsi berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis
Karangan Argumentasi dengan Menggunakan Metode Tanya Jawab karya Eisya
Nisrina.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana kesalahan koherensi Skripsi berjudul Upaya Meningkatkan


Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi dengan Menggunakan Metode
Tanya Jawab karya Eisya Nisrina.

1.4 Tujuan Masalah

Untuk mendeskripsika kesalahan koherensi Skripsi berjudul Upaya


Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi dengan
Menggunakan Metode Tanya Jawab karya Eisya Nisrina.

1.5 Metode Penelitian

Metode merupakan rangkaian teknik atau cara untuk mencapai tujuan


penelitian. Sedangkan metode penelitian adalah cara untuk mencapai tujuan
penelitian. Dapat disimpulkan metode penelitian adalah cara yang digunakan
peneliti untuk mencari data kemudian diaplikasikan terhadap objek yang diteliti.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif


kualitatif. Menurut Moleong (dalam Diah Dwi, 2012: 55), penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tantang apa yang
dialami oleh subjek penelitian, secara holistik dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Metode deskripsi kualitatif mendeskripsikan secara intensif dan terperinci


tentang kesalahan koherensi dalam Skripsi berjudul Upaya Meningkatkan
Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi dengan Menggunakan Metode
Tanya Jawab karya Eisya Nisrina.

Jadi, penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis karena hasil


dari penelitian ini berupa data deskriptif dalam bentuk kata tertulis.

2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kesalahan Berbahasa
2.1.1 Pengertian Kesalahan Berbahasa

Dulay (1982) dalam Tarigan (1988, hlm. 272) mengatakan, ‘kesalahan


adalah bagian konversasi atau komposisi yang menyimpang dari beberapa norma
baku atau norma terpilih dari performansi bahasa orang dewasa. Istilah
“kesalahan” yang dipergunakan adalah padanan kata “errors” dalam bahasa
Inggris. Dalam bahasa Inggris sendiri kata errors mempunyai sinonim, antara
lain: mistakes dan goofs. Demikian pula dalam bahasa Indonesia, disamping
kata kesalahan kita pun mengenal kata kekeliruan dan kegagalan.’ Kesalahan
berbahasa tidak sama dengan kekeliruan berbahasa. Keduanya memang
merupakan pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang. Kesalahan
berbahasa terjadi secara sistematis karena belum dikuasainya sistem kaidah
bahasa yang bersangkutan. Sedangkan kekeliruan berbahasa terjadi tidak secara
sistematis, bukan terjadi karena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang
bersangkutan, melainkan karena kegagalan merealisasikan sistem kaidah bahasa
yang sebenarnya sudah dikuasai.

Kekeliruan pada umumnya disebabkan oleh faktor performansi.


Keterbatasan dalam mengingat sesuatu atau kelupaan menyebabkan kekeliruan
dalam melafalkan bunyi bahasa, kata, urutan kata, tekanan kata, atau kalimat.
Kekeliruan ini bersifat acak, artinya dapat terjadi pada berbagai tataran
linguistik.
Kekeliruan biasanya dapat diperbaiki sendiri oleh siswa bila yang
bersangkutan lebih mawas diri, lebih sadar atau memusatkan perhatian. Siswa
sebenarnya telah mengetahui sistem linguistik bahasa yang digunakan, tetapi
karena suatu hal dia lupa akan sistem tersebut. Kelupaan ini biasanya lama,
karena itu pula, kekeliruan itu sendiri tidak bersifat lama.

Sebaliknya kesalahan yang disebabkan oleh faktor kompetensi memiliki arti,


siswa memang belum memahami sistem linguistik bahasa yang digunakannya.
Kesalahan biasanya terjadi secara konsisten dan sistematis. Kesalahan itu dapat
berlangsung lama apabila tidak diperbaiki. Perbaikannya bisa dilakukan oleh
guru, misalnya melalui remedial, latihan, praktik dan sebagainya. Sering
dikatakan bahwa kesalahan merupakan gambaran terhadap pemahaman siswa
akan sistem bahasa siswa yang sedang dipelajari olehnya. Bila tahap pemahaman
siswa tentang sistem bahasa yang sedang dipelajari ternyata kurang, kesalahan
berbahasa tentu sering terjadi. Namun, kesalahan berbahasa akan berkurang
apabila tahap pemahamannya semakin meningkat.

Dalam Tarigan (1988, hlm.273) sebab-sebab kesalahan menurut pakar


dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1) Kesalahan yang disebabkan faktor kelelahan, keletihan, dan kurangnya


perhatian, yang oleh Chomsky (1965) disebut faktor performasi,
kesalahan performasi ini merupakan kesalahan penampilan, dalam
beberapa kepustakaan disebut mistakes.
2) Kesalahan yang diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai
kaidahkaidah bahasa yang disebut oleh Chomsky (1965) sebagai faktor
kompetensi. Kesalahan ini merupakan penyimpangan-penyimpangan
sistematis yang disebabkan oleh pengetahuan pelajar yang sedang
berkembang mengenai sistem B2 disebut errors.
2.2.2 Klasifikasi Kesalahan Berbahasa.

Empat taksonomi atau pengklasifikasian kesalahahan berbahasa yang perlu


diketahui menurut (Tarigan, 1988, hlm. 276 - 294). Yaitu:

1) Taksonomi kategori linguistik;


2) Taksonomi siasat permukaan;
3) Taksonomi komparatif;
4) Taksonomi efek komunikatif.

Klasifikasi kategori linguistik terdiri dari:

a) Kesalahan fonologi, yaitu kesalahan mengucapkan kata sehingga


menyimpang dari ucapan baku atau bahkan menimbulkan perbedaan
makna;
b) Kesalahan morfologi yaitu kesalahan memakai bahasa disebabkan salah
memilih afiksasi, salah menggunakan kata ulang, salah menyusun kata
majemuk dan salah memili bentuk kata;
c) Kesalahan sintaksis, yaitu kesalahan atau penyimpangan struktur frase,
klausa atau kalimat, serta ketidak tepatan pemakaian partikel;
d) Kesalahan semantik dan leksikon, yaitu kesalahan makna dan memakai
kata yang tidak atau kurang tepat.

2.2 Koherensi

Koherensi adalah hubungan semantik atau hubungan logis yang mendasari


paragraf. Bila kita kaitkan dengan aspek bentuk dan makna, maka dapat dikatakan
bahwa kohesi mengacu pada aspek bentuk, dan koherensi mengacu pada aspek
makna paragraf.

Koherensi juga mengaitkan dua proposisi atau lebih, tetapi keterkaitan di


antara proposisi-proposisi tersebut tidak secara eksplisit dinyatakan dalam
kalimat-kalimat yang dipakai.

Koherensi menurut Wohl 1978:25 (Tarigan, 2009:100) mempunyai arti yaitu


pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu
untaian yang logis sehingga kita mudah memahami pesan yang dikandungnya.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa koherensi


merupakan hubungan yang cocok dan sesuai atau ketergantungan satu sama lain
yang rapi, beranjak dari hubungan alamiah bagian-bagian atau hal-hal satu sama
lain, seperti dalam bagian wacana, atau argument suatu rentera penalaran.

Bila kita menerima bahwa wacana ideal terdiri atas kalimat-kalimat, bahkan
paragraf-paragraf, maka kita pun dapat mengerti bahwa untuk mencapai
kekoherensian yang mantap dibutuhkan pemarkah koherensif atau pemarkah
transisis

3. ANALISIS

Data 1

Dari data 1 dapat dicermati bahwa kalimat pada paragraf di atas tidak
koheren. Di katakan tidak koheren karena kalimat pertama berbicara tentang
metode penelitian. Sedangkan pada kalimat kedua berbicara tentang tujuan utama
penelitian. Dan kalimat ketiga berbicara tentang kemampuan guru dalam
meningkatkan hasil pembelajaran siswanya.

Seharusnya dibuat menjadi tiga paragraf, sesuai dengan gagasan utamanya


masing-masing dari setiap kalimat. Sehingga paragrafnya pun akan koheren.
Data 2

Dari data 2 dapat dicermati bahwa kalimat pada paragraf di atas tidak
koheren. Di katakan tidak koheren karena kalimat pertama berbicara tentang
menulis. Sedangkan pada kalimat keempat berbicara tentang mengajar menulis.
Dan kalimat kelima berbicara tentang belajar menulis.

Seharusnya kalimat keempat dan kelima dibuat menjadi dua paragraf sesuai
dengan gagasan utamanya masing-masing dari setiap kalimat. Sehingga
paragrafnya pun akan koheren.

Data 3

Dari data 3 dapat dicermati bahwa kalimat pada paragraf di atas tidak
koheren. Di katakan tidak koheren karena kalimat pertama berbicara tentang
tujuan utama karangan argumentasi. Sedangkan pada kalimat kedua berbicara
tentang syarat utama menulis karangan argumentasi.

Seharusnya dibuat menjadi dua paragraf, sesuai dengan gagasan utamanya


masing-masing dari setiap kalimat. Sehingga paragrafnya pun akan koheren.

Data 4

Dari data 4 dapat dicermati bahwa kalimat pada paragraf di atas tidak
koheren. Dikatakan tidak koheren karena kalimat pertama berbicara tentang
bentuk penelitian deksriptif kualitatif. Sedangkan pada kalimat kedua berbicara
tentang jenis penelitian PTK.

Seharusnya dibuat menjadi dua paragraf, sesuai dengan gagasan utamanya


masing-masing dari setiap kalimat. Sehingga paragrafnya pun akan koheren

Data 5
Dari data 5 dapat dicermati bahwa kalimat pada paragraf di atas tidak
koheren. Di katakan tidak koheren karena kalimat pertama dan ketiga berbicara
tentang kegiatan pembelajaran menulis karangan argumentasi di kelas. Sedangkan
pada kalimat kedua berbicara tentang objek yang diteliti.

Seharusnya dibuat menjadi dua paragraf, dimana kalimat kedua


dibuatterpisah menjadi 1 paragraf. Sehingga paragrafnya pun akan koheren.

4. PENUTUP
4.1 Simpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa penulisan paragraf dalam Skripsi


berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi
dengan Menggunakan Metode Tanya Jawab karya Eisya Nisrina terdapat 5
kesalahan koherensi.

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa kesalahan berbahasa


kategori error.

4.2 Saran

Penelitian ini menyimpulkan bahwa penulisan paragraf dalam Skripsi


berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi
dengan Menggunakan Metode Tanya Jawab karya Eisya Nisrina terdapat 5
kesalahan koherensi.

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa kesalahan berbahasa


kategori error.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar mahasiswa perlu memahami


persyaratan penulisan paragraf dalam penulisan skripsi sehingga paragraf
tersebut menjadi paragraf yang baik dan koheren, sedangkan bagi peneliti
lanjutan dapat memanfaatkan ini untuk memperluas wawasan peneliti.
DAFTAR PUSTAKA

Huda, M. (2011) Jurnal Dialogia. Vol.9, No.2.

Maimunah, S. A. (2011). Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Malang: UIN


Maliki Press.

Moleong, LJ. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Rahardi, K. (2009). Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang. Jakarta:


Erlangga

Tarigan Henry G.(1988). Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung:


Angkasa

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung : Angkasa.

Tarigan, Henri Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Percetakan Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai