Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH PENGANTAR EKONOMI MAKRO

KELOMPOK 2

ISLAM SEBAGAI KONSEP DASAR DALAM KEGIATAN EKONOMI

Dosen Pembimbing : H. Rahmat Hidayat, S.E, M.T, PH.D

Disusun oleh :

Hasby Mahesa As Sidiq (11220810000098)

Neila Aura Kamila (11220810000188)

Roza Zahrani Fauzi (11220810000194)

Syiva Aljase (11220810000197)

Talitha Illena Bilqis (11220810000198)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jl. Ir H. Juanda No.95, Cempaka Putih, Kec. Ciputat Timur,
Kota Tangerang Selatan, Banten 15412
2023/2024
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang atas berkah dan
karunia-Nya memberikan nikmat yang sangat banyak kepada kita semua. Yang atas
nikmatnya juga lah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini secara baik dan benar.
Sholawat beserta salam juga senantiasa kami ucapkan kepada baginda Muhammad SAW,
atas kesuksesannya menyebarkan ajaran ilahi kepada kita semua.

Dalam upaya amar ma’ruf nahi mungkar yaitu menyuruh yang baik dan melarang
yang buruk. Kami menuliskan peran Islam sebagai konsep dasar dalam kegiatan ekonomi.
Dimana Islam merupakan agama yang sempurna telah memberikan tuntunan dalam segala
aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal ekonomi. Konsep dasar dalam kegiatan
ekonomi Islam tak lain didasarkan pada prinsip-prinsip syariah yang berasal dari Al-Quran
dan Sunnah Rasulullah SAW.

Makalah ini akan membahas secara mendalam mengenai konsep ekonomi Islam,
sistem ekonomi Islam, ciri ciri sistem ekonomi Islam, struktur sistem ekonomi Islam,
tujuan ekonomi Islam, konsep muamalah dan perdagangan islam, uang dan modal dalam
perspektif islam.

Penulis sangat memahami bahwa manusia tidak dapat lalai dari kesalahan. Adapun
jika pembaca mendapati kesalahan penulis, opini yang membangun akan sangat bermanfaat
untuk kelanjutan pengembangan makalah ini. Akhiril Kalam, semoga bermanfaat dan dapat
menjadi rujukan untuk semuanya.

Tangerang Selatan, 04 April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... ⅰ

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ⅱ

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................................................................ 3
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 4

A. Konsep Ekonomi Islam .................................................................................................. 4


B. Sistem Ekonomi Islam .................................................................................................. 10
C. Ciri-ciri Sistem Ekonomi Islam .................................................................................... 19
D. Struktur Sistem Ekonomi Islam ................................................................................... 21
E. Tujuan Ekonomi Islam ................................................................................................. 23
F. Konsep Muamalah dan Perdagangan Islam.................................................................. 26
G. Uang dan Modal dalam Perspektif Islam ..................................................................... 35

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 39

A. Kesimpulan .................................................................................................................. 39
B. Saran ............................................................................................................................ 39

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 41

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini dunia muslim telah melewati salah satu masa sejarahnya yang paling
kritis tetapi kreatif. Di tengah krisis sistem kontemporer yang bebas nilai, hampa nilai,
yakni paham kapitalis dan sosialis, kita menemukan Islam sebagi suatu sistem nilai yang
penuh dan lengkap memuat nilai-nilai kehidupan. Selain itu, keunikan pendekatan Islam
terletak pada sistem nilai yang mewarnai tingkah laku ekonomi kehidupan. Segala aspek
kehidupan, termasuk ekonomi tercakup nilai-nilai dasarnya dalam Islam yakni yang
bersumber pada tauhid. Bahkan lebih dari sekedar nilai-nilai dasar (seperti kesatuan,
keseimbangan, keadilan, kebebasan dan pertanggung jawaban) Islam telah cukup memuat
nilai-nilai instrumental dan norma-norma operasional yang mampu untuk di terapkan di
dalam lembaga-lembaga ekonomi masyarakat. Sistem ekonomi Islam mulai dilirik sebagai
suatu pilihan alternatif, dan diharapkan mampu menjawab tantangan dunia di masa yang
akan datang.

Dengan adanya perilaku ekonomi umat Islam yang khas islami dan didukung oleh
kelembagaan kelembagaan yang juga khas islami (islamic economy) keberadaannya tidak
bisa dibantah lagi. Di negara manapun yang mayoritas penduduknya beragama Islam akan
tampak ciri dari adanya konsep ekonomi Islam yang sangat aplikatif seluruh aspek
ekonomi.

Dari alasan di atas, terlihat bahwa umat Islam mempunyai harapan dalam
mewujudkan kebenaran prinsip ekonomi Islam, dan merupakan suatu keharusan untuk
memecahkan problema ekonomi, bukan saja di negara Islam tapi juga di negara non Islam
agar pola ekonomi Islam dapat dimengerti semua pihak karena Islam berisi aturan dan
hukum sebagai petunjuk agar umat manusia mampu mencapai kemakmuran hidup di segala

1
bidang, baik aspek material maupun aspek spiritual. Namun tak dapat dipungkiri, bahwa
harapan-harapan yang ada itu masih diperhadapkan berbagai macam tantangan yang harus
disikapi secara arif dan bijaksana. Oleh karena itu para pengeloalah perbankan syari'ah
dituntut untuk menerapakan prinsip-prinsip syari'ah secara konsisten dan kegiatan
sosialisasinya juga harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya dilakukan dikalangan
pengguna jasa perbankan tetapi juga dalam dunia akademis dan para pejabat pemerintahan,
agar penerapan sistem syari'ah juga dapat dilakukan dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan.

Islam memandang ekonomi sebagai salah satu aspek kehidupan yang sangat penting.
Dalam pandangan Islam, ekonomi harus dikelola dengan prinsip-prinsip yang benar dan
berlandaskan pada nilai-nilai keislaman yang murni. Pandangan ini didasarkan pada ajaran
Islam yang mengatur semua aspek kehidupan manusia termasuk dalam hal ekonomi. Islam
memandang ekonomi sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, namun
bukan sebagai tujuan utama dalam hidup.

Dalam Islam, konsep dasar dalam kegiatan ekonomi adalah pilar-pilar ekonomi yang
mencakup produksi, distribusi, dan konsumsi. Ketiga pilar ini harus dikelola dengan
prinsip-prinsip syariah yang telah ditetapkan oleh agama Islam, seperti larangan riba,
gharar (ketidakpastian), dan maisir (judi). Selain itu, Islam juga menekankan pentingnya
keadilan dan keseimbangan dalam ekonomi. Keadilan dalam Islam harus diterapkan dalam
segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal ekonomi. Artinya, setiap orang harus diberi
hak yang sama dalam mengakses sumber daya ekonomi dan kesempatan yang sama untuk
menghasilkan pendapatan.

Oleh karena itu, pemahaman mengenai Islam sebagai konsep dasar dalam kegiatan
ekonomi sangat penting untuk dipelajari dan dipahami. Hal ini akan membantu masyarakat
dalam mengelola ekonomi dengan prinsip-prinsip yang benar dan sesuai dengan ajaran
agama Islam.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar dari ekonomi Islam?
2. Bagaimana sistem ekonomi Islam dibentuk?
3. Apa saja ciri-ciri sistem ekonomi Islam?
4. Bagaimana struktur sistem ekonomi Islam?
5. Apa tujuan dari sistem ekonomi Islam?
6. Bagaimana konsep muamalah dan perdagangan dalam perspektif?
7. Bagaimana uang dan modal dipandang dalam perspektif Islam dan bagaimana
pengaruhnya pada kegiatan ekonomi?
C. Tujuan Penelitian

Tujuan penyusunan makalah ini adalah dengan harapan bahwa adanya makalah ini
dapat menjelaskan konsep dasar Islam dalam kegiatan ekonomi, bagaimana pandangan
Islam terhadap ekonomi, hubungan antara nilai-nilai Islam dengan kegiatan ekonomi,
seperti keadilan, kebersihan, dan transparansi, mendiskusikan praktik ekonomi Islam di
masa lalu dan saat ini, termasuk contoh-contoh implementasi dalam dunia nyata,
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana konsep dasar Islam yang dapat
diterapkan dalam kegiatan ekonomi, serta memberikan pandangan baru tentang bagaimana
ekonomi dapat dikelola secara lebih adil dan berkelanjutan.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dapat diambil berupa memperkuat kesadaran tentang
pentingnya etika bisnis yang sejalan dengan prinsip-prinsip Islam, seperti keadilan,
transparansi, dan kejujuran, mendorong penelitian dan pengembangan lebih lanjut dalam
bidang ekonomi Islam, sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Serta menyediakan landasan teoritis
bagi pengembangan ekonomi Islam yang dapat membantu menciptakan sistem ekonomi
yang lebih adil dan berkelanjutan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Ekonomi Islam

Konsep ekonomi Islam mengacu pada prinsip syariah yang menjadi pedoman
masyarakat muslim, sehingga setiap aktifitas manusia termasuk di dalamnya adalah
kebijakan ekonomi dan pembangunan, serta aktivitas ekonomi masyarakat sudah
semestinya merujuk kepada hukum Islam. Setiap sistem ekonomi membuat kerangka di
mana suatu komunitas sosio-ekonomik dapat memanfaatkan sumber-sumber alam dan
manusiawi untuk kepentingan produksi dan mendistribusikan hasil-hasil produksi ini untuk
kepentingan konsumsi.

Ekonomi Islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Diakatakan
ekonomi Rabbani karena ekonomi Islam sarat dengan tujuan dan nilai-nila Ilahiyah.
Sedangkan ekonomi Islam dikatakan memiliki dasar sebagai Insani, karena sistem ekonomi
Islan dilaksanakan dan ditujukan untuk kemaslahatan manusia. Hal ini dapat dipahami
melalui nilai-nilai dass yang mengilhami ekonomi Islam, antara lain; konsep tauhid;
rububiyyah; uluhiyah, khalifah; tazkiyah konsep persaudaraan dan pengorbanan
(kerjasama); dan konsep Al-Falah (kejayaan dunia dan akhirat).

Keberhasilan sistem ekonomi Islam ini tergantung kepada sejauh mana penyesuaian
yang dapat dilakukan di antara keperluan kebendaan dan keperluan rohani / etika yang
diperlukan manusia. Dalam hal ini Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua
pandangan yang ekstrim (kapitalis dan komunis) dan mencoba untuk membentuk
keseimbangan di antara keduanya (kebendaan dan rohaniah). Keberhasilan sistem ekonomi
Islam tergantung kepada sejauh mana penyesuaian yang dapat dilakukan di antara
keperluan kebendaan dan keperluan rohani / etika yang diperlukan manusia.

4
Hal-hal yang tidak secara jelas diatur dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut
diperoleh ketentuannya dengan jalan ijtihad.

1. Konsep Tauhid

Tauhid merupakan dasar pijakan ekonomi Islam, mengingat setiap muslim,


dalam menjalankan kegiatan apapun, pijakan dasarnya adalah wujud dari
penghambaan kepada yang maha pencipta, sebagaimana firman Allah SWT dalam
surah Adz Dzariyat (51: 56):

ِ ‫نس إِ ََّّل ِليَ ْعبُد‬


٥٦ ‫ُون‬ ِ ْ ‫َو َما َخ َل ْقتُ ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اْل‬

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.”

Hakikat tauhid adalah penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Ilahi, baik
menyangkut ibadah maupun muamalah, dalam rangka menciptakan pola kehidupan
yang sesuai dengan kehendak Allah, Tauhid menjadi dasar seluruh konsep dan
aktifitas umat Islam, baik ekonomi, politik, sosial maupun budaya.

Islam (dengan konsep tauhid) telah melakukan lebih banyak keadilan sosial dan
pengembalian martabat manusia. Konsep dan pengertian yang canggih ini ditemukan
dalam masyarakat Barat masa kini). Dengan demikian, ekonomi Islam adalah
ekonomi yang berdasarkan tauhid. Konsep tauhid menjadi dasar ekonomi, dalam
tataran ini, disebut teologi ekonomi Islam.

Teologi ekonomi Islam mengajarkan dua pokok utama yakni; Pertama, Allah
SWT menyediakan sumber daya alam sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Manusia yang berperan sebagai khalifahı, dapat memanfaatkan sumber daya
yang hanyak itu untuk kebutuhan hidupnya. Dalam pandangan teologi islam, sumber

5
daya sumber daya itu, merupakan nikmat allah SWT yang tak terhitung banyaknya,
sebagaimana firman allah SWT dalam surah Al-ibrahim (14:34).

‫ظلُ ْوم َكفَّار‬


َ َ‫سانَ ل‬ ِ ْ ‫ص ْوه َُۗا ا َِّن‬
َ ‫اَّل ْن‬ ِ ‫سا َ ْلت ُ ُم ْو ُۗهُ َوا ِْن تَعُد ُّْوا نِ ْع َمتَ ه‬
ُ ‫ّٰللا ََّل ت ُ ْح‬ َ ‫َو ٰا ٰتى ُك ْم ِم ْن ُك ِل َما‬

"Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang
kamu molionkan kepadanya. Dan Jika kamu menghitung nikmat Allah tidaklah dapat
kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manuala in sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah).”

Kedua, Tauhid sebagai landasan ekonomi Islam bermakna bahwa semua


sumber daya yang ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah secara absolut
(mutlak dan hakiki). Realitas kepemilikan mutlak tidak dapat dibenarkan oleh Islam,
karena hal itu berarti menerima konsep kepemilikan absolut, yang jelas berlawanan
dengan konsep tauhid. Salah satu makhluk yang diciptakannya adalah manusia yang
berasal dari substansi yang sama serta memiliki hak dan kewajiban yang sama
(musawat) sebagai khalifah Allah di muka bumi. Semua sumber daya alam, flora dan
fauna dinundukkan oleh Allah bagi manusia sebagai sumber manfaat ekonomis,
simak firman Allah SWT dalam surah Al-An'am (6:142-145) yang artinya :

“Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan
ada yang untuk disembelih Makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimus (rain) delapan binatang yang berpasangan sepasang
domba sepasang dari kambing. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang
diharamkan Allah ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dia
betinanya?" Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kamu
memang orang arang yang benar, dan sepasung dari unta dan sepasang dari lembu
Katakanlah "Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina,
ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di

6
waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada
orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia
tanpa pengetahuan ?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-
orang yang zalim. Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali
kalau makanan in banglai, atau darah yang mengalir atau daging babi-karena
Sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah
Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas, maka sesunggulnya Tuhanmu Malia Pengampun lagi
Maha Penyayang.”

Di sini tampak jelas konsep persamaan manusia, yang merupakan implikasi dari
tauhid. Konsep persamaan manusia, menunjukkan bahwa Islam mengutuk manusia
yang berkelas-kelas. Maka, implikasi dari doktrin ini ialah bahwa antara manusia
terjalin persamaan dan persaudaraan dalam kegiatan ekonomi, saling membantu dan
bekerjasama dalam ekonomi, yakni syirkah, qiradh, dan mudharabah (profit and lost
sharing).

2. Konsep Rububiyyah

Beriman kepada Tauhid Rububiyyah berarti mempercayai Allah sebagai Raba


atau Pencipta dan Penguasa terhadap sesuatu perkara. Beriman bahwa hanya Allah
satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur,
memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga
seluruh alam semesta, simak Firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah (2:258):

ۖ ُ‫ى َويُمِ يتُ قَا َل أَن َ۠ا أ ُ ْح ِىۦ َوأُمِ يت‬ ‫ى ٱلَّذِى يُ ْح ِۦ‬ َ ‫أَلَ ْم ت ََر ِإلَى ٱلَّذِى َحا ٓ َّج ِإب ٰ َْر ِۦه َم فِى َر ِب ِ ٓهۦ أ َ ْن َءات َ ٰىهُ ٱ َّّللُ ٱ ْل ُم ْلكَ ِإذْ قَا َل ِإب ٰ َْر ِهۦ ُم َر ِب‬
َّ ٰ ‫ب فَبُ ِهتَ ٱلَّذِى َكف ََر ُۗ َوٱ َّّللُ ََّل يَ ْهدِى ٱ ْلقَ ْو َم ٱل‬
َ‫ظلِمِ ين‬ ِ ‫ت بِ َها مِ نَ ٱ ْل َم ْغ ِر‬ ِ ْ ‫ق فَأ‬ ِ ‫ش ْم ِس مِ نَ ٱ ْل َم ْش ِر‬ َّ ‫ّلل يَأْتِى بِٱل‬ َ َّ ‫قَا َل إِب ٰ َْر ِهۦ ُم فَإِ َّن ٱ‬

7
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang
Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan
(kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan
mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan".Ibrahim
berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah
Dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zalim.”

Konsep Rububiyyah menjelaskan bahwa peraturan yang ditetapkan Allah


bertujuan untuk memelihara dan menjaga kehidupan manusia ke arah kesempurnaan
dan kemakmuran. Karena itu Allah memberi pedoman dan aturan untuk mencari dan
memelihara rezeki yang diberikan Allah.

3. Konsep Uluhiyyah

Persaksian terhadap Rububiyyah Allah menuntut manusia untuk beriman


kepada Tauhid Uluhiyyah melalui ibadah. Ibadah dalam arti yang sebenarnya, yaitu
setiap perbuatan zahir dan batin yang dilakukan semata-mata untuk mendapatkan
kerendahan Allah. Beriman kepada Tauhid Uluhiyyah bermaksud menolak segala
selain Allah dan mengakui serta menghayati sepenuhnya kalimah Lailahaillallah,
kerana Tauhid Uluhiyyah inilah, maka Allah telah mengutuskan rasul-rasulnya.
Simak Firman Allah SWT dalam surah Al-Anbiyaa (21:25):

‫ُون‬ ٓ َّ ِ‫َّل إِ ٰلَهَ إ‬


ِ ‫َّل أَن َ۠ا فَٱ ْعبُد‬ ُ ‫س ْلنَا مِ ن قَ ْبلِكَ مِ ن َّر‬
ٓ َ ُ‫سو ٍل إِ ََّّل نُوحِ ٓى إِلَ ْي ِه أَنَّهۥ‬ َ ‫َو َما ٓ أ َ ْر‬

“Dan Kami tidak menguh seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami
wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku,
Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku"

8
4. Konsep Khalifah

Konsep Khalifah ini menetapkan bahwa manusia sebagai khalifah seperti yang
telah ditegaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah (2:30).
ٓ
َ ُ‫ض َخلِيفَةً ۖ قَالُ ٓو ۟ا أَت َ ْج َع ُل فِي َها َمن يُ ْف ِسدُ فِي َها َويَ ْس ِفكُ ٱ ِلد َما ٓ َء َونَ ْحنُ ن‬
‫س ِب ُح‬ ِ ‫َو ِإذْ قَا َل َربُّكَ ل ِْل َم ٰلَئِ َك ِة ِإنِى َجاعِل فِى ٱ ْْل َ ْر‬
َ‫ِس َلكَ ۖ َقا َل ِإن ِٓى أ َ ْع َل ُم َما ََّل تَ ْع َل ُمون‬
ُ ‫ِب َح ْمدِكَ َونُقَد‬

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku


hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya
aku mengetahul apa yang tidak kamu ketahui."

Konsep ini mengatur manusia dengan apa yang ditetapkan Allah. Untuk itu
dalam pandangan islam, konsep khalifah merupakan akidah yang harus diimani dan
harus tercermin dalam sikap seseorang.

5. Konsep Tazkiyah

Merupakan konsep yang membentuk kesucian jiwa dan ketinggian akhlak.


Konsep ini sejalan dengan diutusnya Rasulullah SAW, yaitu untuk menyempurnakan,
mensucikan akhlak dan budi pekerti manusia. Baik hal itu berhubungan dengan
Allah, manusia dan alam sekitar. Begitu pentingnya konsep ini dalam kehidupan,
maka manusia harus mempertimbangkan proses awal melakukan aktivitas bisnis,
karena penegakan moralitas merupakan bagian yang mendasar dari syariah Islam.

6. Konsep Persaudaraan dan Pengorbanan (Kerjasama)

Semua muslim adalah bersaudara. Karena itu jika bertengkar mereka harus
bersatu kembali dan bersaudara seperti biasanya. Abu Ayyub Al-Anshary

9
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda "Tidak seorang muslim memutuskan
silaturrahmi dengan saudara muslimnya lebih dari tiga malam yg masing-masingnya
saling membuang muka bila berjumpa. Yang terbaik diantara mereka adalah yang
memulai mengucapkan salam kepada yang lain."

Kerjasama merupakan topik utama dalam pertumbuhan social Islam. Sikap


individu dan kesadaran masyarakat terjalin secara erat dan bekerja untuk
kesejahteraan orang lain dalam mencari ridha Allah.

7. Konsep Al-Falah (Kejayaan Dunia dan Akhirat)

Konsep al-Falah merupakan konsep yang multi-dimensi. Hal ini secara ideal
menunjukan bahwa manusia harus berjuang dengan segenap upaya. Dengan begitu
Al-Falah ini dapat dikategorikan kepada: spiritual, ekonomi, tamadun dan politik.
Umumnya, apa jua tindakan manusia pada kesudahannya ia meletakkan satu
matlamat yaitu untuk mencapai kejayaan. Dari sudut pandang Islam, konsep kejayaan
yang ditekankan ialah mendapat keuntungan, kebahagian, kejayaan bukan saja di
dunia tetapi kejayaan tersebut berkesinambungan untuk dbagi di alam akhirat.

Golongan manusia yang mendapat nikmat tersebut adalah kelompok manusia


yang memperolehi kejayaan yang hakiki atau distilahkan sebagai Al-falah. Prasyarat
utama untuk manusia mencapai kemenangan dan kejayaan adalah dengan cara
menjadikan pegangan agama sebagai satu cara hidup yang bersifat holistik.
Sehubungan dengan itu, apabila dipandang pada skala makro ajaran Islam sentiasa
menyeru umatnya untuk maju ke hadapan, berperadaban tinggi dan menjadi perintis
yang berjaya dalam berbagai bidang untuk dicontohi oleh bangsa yang lain. Dengan
berasaskan gagasan-gagasan doktrin prinsip ajaran Islam yang memberi penekanan
kepada nila-si murni yang luhur. Sekiranya diteliti saranan yang terdapat dalam Al-
Quran terhadap manusia untuk mencapai jala kejayaan didapati ia telah meletakkan
mekanisme-mekanisme yang tertentu.

10
B. Sistem Ekonomi Islam

Istilah ekonomi Islam terdiri dari dua kata yaitu ekonomi dan Islam. Oleh karena itu
ekonomi Islam merupakan penggabungan dari dua kata tersebut. Jadi ekonomi Islam adalah
suatu ilmu yang mempelajari ekonomi dalam prinsip Islam atau membawa ekonomi sejalan
dengan syariah atau dapat diartikan juga sebagai ilmu sains kemasyarakatan yang mengkaji
tingkah laku manusia dalam menggunakan dan mengatur sumber-sumber alam untuk
kepentingan masyarakat dalam rangka mendapatkan keridhaan Allah SWT.

Sistem Ekonomi Islam juga merupakan sebuah sistem ekonomi sempurna yang sudah
teruji dan telah membuktikan kesempurnaan sistemnya selama tidak kurang dari 1300
tahun, yaitu sejak dari awal abad ke 7 Miladiyah saat kepemimpinan Rasulullah SAW
s/dawal abad ke 20 Miladiyah saat kejatuhan Kekhilafahan Islam. Dan kini, diMillenium
ke-3, Sistem Ekonomi Islam mulai bangkit kembali, dan sistem ini pasti berjaya
sebagaimana pernah berjaya sebelumnya. Sedang Sistem Ekonomi Barat yang kini
dibanggakan, masih sangat muda sekali umumnya dan belum teruji dengan baik, bahkan
kini sedang mengalami kebangkrutan global untuk menuju kehancuran.

Kenapa Sistem Ekonomi Islam mampu berjaya sekian lama? Jawabnya, karena sistem
ini berciri ilahiah dan insaniah, dimana selalu menjaga keseimbangan aktivitas
ekonominya. Menurut An-Nabhani dalam bukunya An-Nizam Al-Iqtishadi Fi Al-Islami,
system ekonomi Islam ditegakkan di atas tiga asas utama, pertama, konsep kepemilikan (al-
milkiyah); Kedua, pemanfaatan kepemilikan (al tasharuf fil al-milkiyah), Ketiga, distribusi
kekayaan di antara masyarakat (tauzi'u altsarwah bayna al-naas).

1. Konsep Kepemilikan (Al-Milkiyah)

Islam memiliki pandangan yang khas tentang harta. Bahwa harta pada hakikatnya
adalah milik Allah SWT dalam surah An-Nuur (24:33);

11
ْ ‫ب مِ َّما َملَك‬
‫َت ا َ ْي َمانُ ُك ْم فَكَاتِب ُْوهُ ْم ا ِْن‬ َ ‫ضل ِٖه َُۗوالَّ ِذيْنَ يَ ْبتَغُ ْونَ ْال ِك ٰت‬
ْ َ‫ّٰللاُ مِ ْن ف‬ ‫َو ْليَ ْست َ ْعفِفِ الَّ ِذيْنَ ََّل يَ ِجد ُْونَ نِكَا ًحا َحتهى يُ ْغنِيَ ُه ُم ه‬
‫ض‬َ ‫ع َر‬ َ ‫صنًا ِلت َ ْبتَغُ ْوا‬ ُّ ‫علَى ْالبِغ َۤاءِ ا ِْن ا َ َردْنَ تَ َح‬َ ‫ي ٰا ٰتى ُك ْم َُۗو ََّل ت ُ ْك ِره ُْوا فَت َٰيتِ ُك ْم‬ ِ ‫عل ِْمت ُ ْم فِ ْي ِه ْم َخي ًْرا َّو ٰات ُ ْوهُ ْم ِم ْن َّما ِل ه‬
ْٓ ‫ّٰللا الَّ ِذ‬ َ
َ ‫ّٰللا مِ ْۢ ْن بَ ْع ِد اِ ْك َرا ِه ِه َّن‬
‫غفُ ْور َّرحِ يْم‬ َ ‫ْال َح ٰيوةِ الدُّ ْنيَا َُۗو َم ْن يُّ ْك ِر ْه ُّه َّن فَا َِّن ه‬

“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (dirinya,
sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya dan budak-budak yang
kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat Perjanjian dengan
mereka jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada
mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu dan janganlah
kamu paksa budak- budak wanitamu untuk melakukan pelacuran sedang mereka
sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari Keuntungan duniawi, don
Barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu”

Harta yang dimiliki manusia, sesungguhnya merupakan pemberian Allahı,


simak dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Hadiid (57:7):

‫س ْول ِٖه َوا َ ْن ِفقُ ْوا مِ َّما َج َعلَ ُك ْم ُّم ْست َ ْخلَ ِفيْنَ فِ ْي ُۗ ِه فَالَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا مِ ْن ُك ْم َوا َ ْنفَقُ ْوا لَ ُه ْم ا َ ْجر َك ِبيْر‬ ِ ‫ٰامِ نُ ْوا ِب ه‬
ُ ‫اّلل َو َر‬

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang
beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh
pahala yang besar.”

Kata rizki artinya pemberian (atha), atas dasar ini, kepemilikan atas suatu
barang? yang artinya ada proses perpindahan kepemilikan- harus selalu didasarkan
pada aturan-aturan Allah SWT. Seseorang tatkala hendak memiliki sepeda motor,
maka cara untuk mendapatkan kepemilikan sepeda motor, tersebut harus didasarkan
pada aturan-aturan Allah SWT, misalnya, dengan membeli, atau diberi hadiah, atau
dengan cara-cara lain yang dibenarkan oleh hukum Islam. Pandangan di atas berbeda

12
dengan paham kapitalisme, yang menganggap harta milik adalah pencurian yang
muncul dari pernyataan klasik Proudhon. Artinya negara-negara maju memperoleh
kekayaan yang mereka nikmati dari tindakan mereka merampas dan menguras harta
negara-negara lain dan kecenderungan ini merupakan faktor pendorong kapitalisme
(Berger, Peter L., Piramida Pengorbanan Manusia: satu jawaban diantara sosialisme
dan kapitalisme. IQRA Bandung, 1983). Pandangan ini menghasilkan sebuah
aksioma harta adalah milik manusia maka manusia bebas untuk mengupayakannya,
bebas mendapatakan dengan cara apapun, dan bebas pula memanfaatkannya. Dari
pandangan ini mascul pula falsafah hurriyatu al-tamalluk (kebebasan kepemilikan),
yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Manusia bebas menentukan cara
mendapatkan dan memanfaatkan harta, dengan cara apapun, meskipun cara tersebut
bertentangan dengan norma dan etika masyarakat, atau bahkan dengan aturan Islam.

Islam juga berbeda dengan sosialisme, yang tidak mengakui kepemilikan


individu. Mereka berpendapat bahwa harta adalah milik negara. Seseorang hanya
diberi barang dan jasa terbatas yang diperlukan dan dia bekerja sebatas yang dia bisa.
Pada hakikatnya, Sosialisme telah mematikan "kreativitas manusia. Motif-motif
internal yang bersifat individual telah dikebiri. Prinsip ini, semula diyakini, dapat
menghancurkan dominasi ekonomi oleh satu atau beberapa kelompok manusia,
namun akibat yang ditimbulkan justru lebih mengerikan. Karena kepemilikan
individu tidak diakui, maka motif-motif pencapaian ekonomi yang bersifat pribadi
menjadi lemah, bahkan tidak nampak sekali. Tidak ada gairah kerja lagi pada
individu-individu sosialis. Alchimya, timbullah penurunan drastis produktivitas
masyarakat, karena masyarakat telah kehilangan hasrat untuk memperoleh
keuntungan (profit motives), suatu hal yang sangat manusiawi. Tidaklah aneh bila
produksi pertanian kolektif RRC, tidak mungkin melebihi tingkat produksi individual
rakyat negara Kapitalis.

13
Jadi Islam memiliki berbeda dengan Kapitalisme, yang tidak mengatur
kuantitas (jumlah) dan cara perolehan harta serta pemanfaatannya. Begitu pula, Islam
berbeda dengan Sosialisme yang menjadikan negara mengatur kepemilikan harta.
Dalam hal kepemilikan terhadap harta, Islam tidak mengenal kebebasan kepemilikan,
sebagaimana sistem Kapitalisme, dan pembatasan mutlak, sebagaimana sistem
Sosialisme. Islam hanya mengatur cara memiliki barang dan jasa serta cara
pemanfaatan pemilikan tersebut. Kepemilikan adalah izin dari Syaari? (Allah SWT)
untuk menguasa dzat dan manfaat sa benda. Menurut Husain Abdullah, kepemilikan
(milkiyah) dibagi menjadi tiga macam, yakni: (a) kepemilikan individu (milkiyah
fardiyah), (b) kepemilikan umum (milkiyah al "aamah) dan (c) kepemilikan negara
(milkiyah daulah).

a. Kepemilikian Individu ( Al-Milkiyah Fardiyah)


Kepemilikan individu adalah izin Syaari (Allah SWT) kepada individu
untuk memanfaatkan barang dan jasa. Adapun sebab-sebab pemilikan (asbabu
al-tammaluk) individu secara umum ada lima macam: (1) Bekerja (al 'amal), (2)
Warisan (al-irts), (3) Kebutuhan harta mempertahankan hidup. (4) Pemberian
negara (i thau al-daulah) dari hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah
pertanian, barang dan uang modal, dan (5) Harta yang diperoleh individu tanpa
harus bekerja. Harta dapat diperoleh melalui bekerja, mencakup upaya
menghidupkan tanah mati (ikyau al- mawar), mencari bahan tambang, berburu,
perantara (samsara), kerjasama mudharabah, bekerja sebagai pegawai. Sedang
harta yang diperoleh tanpa adanya curahan daya dan upaya mencakup, hibah,
hadiah, wasiat, diyat, mahar, barang temuan, santunan Islam melarang seorang
muslim memperoleh barang dan jasa dengan cara yang tidak diridhai Allah
SWT, seperti judi, riba, pelacuran dan perbuatan maksiyat lain. Islam juga
melarang seorang muslim untuk mendapatkan harta melalui cara korupsi,

14
mencuri, menipu. Sebab hal ini pasti merugikan orang lain dan menimbulkan
kekacauan di tengah-tengah masyarakat.
b. Kepemilikan Umum (al-Milkiyah al "Aamah)
Pemilikan umum adalah izin dari Syaari (Allah SWT) kepada masyarakat
secara bersama untuk memanfaatkan benda. Benda-benda ini tampak pada tiga
macam, yaitu:
1. Fasilitas umum, yaitu barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam
kehidupan sehari-haru seperti air, api (bahan bakar, listrik, gas), padang
rumput (hutan).
2. Barang-barang yang tabiat kepemilikannya menghalangi adanya penguasaan
individu seperti; sungai, danau, jalan, lautan, udara, masjid dan sebagainya.
3. Barang tambang dalam jumlah besar yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, seperti emas, perak, minyak dan sebagainya.
Ketiga macam benda di atas telah ditetapkan oleh syara' sebagai kepemilikan
umum, berdasarkan sabda Rasulullah SAW:"Manusia berserikat (punya anadil)
dalam tiga hal, yaitu air,padang rumput, dan api. "(HR. Ibnu Majah)
Pengelolaan terhadap kepemilikan umum pada prinsipnya dilakukan oleh
negara, sedangkan dari sisi pemanfaatannya dinikmati oleh masyarakat umum.
Masyarakat umum bisa secara langsung memanfaatkan sekaligus mengelola
barang-barang umum tadi, jika barang-barang tersebut bisa diperoleh dengan
mudah tanpa harus mengeluarkan dana yang besar seperti, pemanfaatan air
disungai atau sumur, mengembalikan ternak di padang penggembalaan dan
sebagainya. Sedangkan jika pemanfaatannya membutuhkan eksplorasi dan
eksploitasi yang sulit, pengelolaan milik umum ini dilakukan hanya oleh negara
untuk seluruh rakyat dengan caradi berikan cuma-cuma atau dengan harga
murah. Dengan cara ini rakyat dapat memperoleh beberapa kebutuhan
pokoknya dengan murah.

15
Hubungan negara dengan kepemilikan umum sebatas mengelola, dan
mengaturnya untuk kepentingan masyarakat umum. Negara tidak boleh menjual
aset-aset milik umum. Sebab, prinsip dasar dari pemanfaatan adalah
kepemilikan. Seorang individu tidak boleh memanfaatkan atau mengelola
barang dan jasa yang bukan menjadi miliknya. Demikian pula negara, tidak
boleh memanfaatkan atau mengelola barang yang bukan menjadi miliknya.
Laut adalah milik umum, bukan milik negara. Pabrik-pabrik umum, tambang,
dan lain-lain adalah milik umum, bukan milik negara. Atas dasar ini, negara
tidak boleh menjual asset yang bukan menjadi miliknya kepada individu-
individu masyarakat.Timbulnya individu, lebih dominasi ekonomi, serta
terakumulasinya kekayaan pada sejumlah disebabkan karena kelompok-
kelompok tersebut telah banyak menguasai aset-aset umum, atau sektor-sektor
yang menjadi hajat hidup masyarakat banyak; karena ada kebijakan dari
Pemerintah. Misalnya, privatisasi BUMN atas sektor publik.
c. Kepemilikan Negara (al-Milkiyah Daulah)
Kepemilikan negara adalah izin dari Syaari atas setiap harta yang
pemanfaatannya berada di tangan negara. Misalnya harta ghanimah, fa'i,
khumus, kharaj, jizyah 1/5 harta rikaz, ushr, harta orang murtad, harta orang
yang tidak memiliki ahli waris, dan tanah milik negara. Milik negara digunakan
untuk berbagai keperluan yang menjadi kewajiban negara seperti menggaji
pegawi, keperluan jihad dan sebagainya.
2. Pemanfaatan Kepemilikan (Al-Tasharuf Al-Milkiyah)
Kejelasan konsep kepemilikan sangat berpengaruh terhadap konsep pemanfaatan
harta millik seseorang atau suatu instansi yang bersangkutan, yakni siapa sesungguhnya
yang berhak mengelola dan memanfaatkan harta tersebu Pemanfaatan pemilikan adalah
cara sesuai hukum syara seorang muslim memperlakukan harta miliknya Pemanfaatan harta

16
dibagi menjadi dua topik yang sangat penting, yakni: (1) Pengembangan harta (fanmiyat al-
mal), dan (2) infaq harta (infaqu al-mal)
a. Pengembangan Harta (Tanmiyatu al-Mal)
Pengembangan harta adalah upaya-upaya yang berhubungan dengan cara
dan sarana yang dapat menumbuhkan pertambahan harta. Islam hanya
mendorong pengembangan harta sebatas pada sektor riil saja; yakni sektor
pertanian, industri dan perdagangan. Islam tidak mengatur secara teknis tentang
budidaya tanaman; atau tentang teknik rekayasa industri; namun Islam hanya
mengatur pada aspek hukum tentang pengembangan harta. Dalam sektor
pertanian misalnya, Islam hanya mengatur pada aspek hukum tentang
pengembangan harta. Dalam sektor pertanian misalnya, Islam melarang seorang
muslim menelantarkan tanahnya lebih dari tiga tahun, bolehnya seseorang
memiliki tanah terlantar tersebut bila ia mengolahnya, larangan menyewakan
tanah, musaqah, dan lain-lain. Dalam perdagangan, Islam telah mengatur
hukum-hukum tentang syirkah dan jual beli. Demikian pula dalam hal
perindustrian, Islam juga mengatur hukum produksi barang, manajemen dan
jasa, semisal hukum perjanjian dan pengupahan.
Islam melarang beberapa aktivitas-aktivitas pengembangan harta,
misalnya, riba nashi'ah pada perbankan, dan riba fadhal pada pasar modal.
Menimbun, monopoli, judi, penipuan dalam jual beli, jual beli barang haram
dan sebagainya.
b. Infaq Harta (Infaqu al-Mal)
Infaq harta adalah pemanfaatan harta dengan atau tanpa ada kompensasi
atau perolehan balik Berbeda dengan sistem Kapitalisme, Islam mendorong
ummatnya untuk menginfaqkan hartanya untak kepentingan umat yang lain
terutama pihak yang sangat membutuhkan. Islam tidak hanya mendorong kaum
muslim untuk memanfaatkan hartanya dengan kompensasi atau perolehan balik

17
yang bersifat materi saja, akan tetapi juga mendorong ummatnya untuk
memperhatikan dan menolong pihak-pihak yang memperhatikan dan menolong
pihak-pihak yang membutuhkan, serta untuk kepentingan ibadah, misalnya
zakat, nafkah anak dan istri, dorongan untuk memberi hadiah, hibah, sedekah
pada fakir miskin dan orang Islam telah melarang umatnya untuk menggunakan
fi sabililah, hal yang dilarang oleh hukum syara', seperti riswah (sogok), israf,
tadbir, dan ta (membeli barang atau jasa haram), serta mencela keras sikap
bakhil. Pelarangan pemanfaatan harta pada jalan-jalan tersebut akan menutup
pintu untuk kegiatan-kegiatan tersebut, yang telah terbukti telah menimbulkan
apa yang dinamakan dengan pembengkakan biaya (karena ada biaya siluman).
3. Konsep Distribusi Kekayaan (Tauzi Al-Tsarwah)
Mekanisme Pasar Mekanisme pasar adalah bagian terpenting dari konsep distribusi.
Akan tetapi mekanisme ini akan berjalan dengan alami dan otomatis, jika konsep
kepemilikan dan konsep pemanfaatan harta berjalan sesuai dengan hukum Islam. Sebab,
dalam kehidupan ekonomi modern seperti saat ini, produksi tidak menjadi jaminan
konsumsi, melainkan hanya menjadi jaminan pertukaran saja. Maka pengeluaran seseorang
merupakan penghasilan bagi orang lain. Demikian pula sebaliknya. Untuk menjamin
keseimbangan ekonomi bagi pihak yang tidak mampu bergabung dalam mekanisme pasar-
karena alasan-alasan tertentu, seperti; cacat, idiot dan sebagainya-maka Islam menjamin
kebutuhan mereka dengan berbagai cara sebagai berikut:
1. Wajibnya muzakki membayar zakat yang diberikan kepada mustahik,
khususnya kalangan fakir miskin.
2. Setiap warga negara berhak memanfaatkan pemilikan umum.
3. Negara boleh mengolah dan mendistribusikannya secara cuma-cuma atau
dengan harga murah.
4. Pembagian harta negara seperti tanah, barang dan uang sebagai modal kepada
yang memerlukan. Pemberian harta waris kepada ahli waris.

18
C. Ciri-ciri Sistem Ekonomi Islam

Pembeda Utama antara Sistem Ekonomi Islam dan Sistem Ekonomi lainnya adalah
sumbernya. Sistem Ekonomi Islam lahir dari sumber wahyu, sedang yang lain datang dari
sumber akal. Karenanya, ciri Ekonomi Islam sangat khas dan sempurna, yaitu :llahiah dan
Insaniah.

Berciri ilahiah karena berdiri di atas dasar aqidah, syariat dan akhlaq. Artinya,
Ekonomi Islam berlandaskan kepada aqidah yang meyakini bahwa harta benda adalah milik
Allah SWT, sedang manusia hanya sebagai khalifah yang mengelolanya (Jarikhlaf),
sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Hadiid (57: 7):

‫ َوأَن ِفقُوا مِ َّما َجعَلَ ُك ْم ُم ْست َ ْخلَفِينَ فِي ِه فَالَّذِينَ َءا َمنُوا مِ ن ُك ْم َوأَنفَقُوا لَ ُه ْم أ َ ْجر َكبِير‬،ِ‫سو ِله‬ ِ َّ ِ‫َوامِ نُوا ب‬
ُ ‫اّلل َو َر‬

“Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang
beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) duri hartanya memperoleh pahala
yang besar.”

Yang dimaksud dengan menguasai pada ayat (57: 7) di sini ialah penguasaan yang
bukan secara mutlak. Hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. Manusia menafkahkan
hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. Karena itu
tidaklah boleh kikir dan boros. Ekonomi Islam berpijak kepada syariat yang mewajibkan
pengelolaan harta benda sesuai aturan Syariat Islam, sebagaimana firman Allah SWT dalam
surah Al-Maidah (5: 48) bahwa setiap umat para Nabi punya aturan syariat dan system:

‫علَ ْي ِه فَاحْ ُكم بَ ْينَ ُهم ِب َما أَنزَ َل هللا َّل تبع أ َ ْه َوا َءهُ ْم‬ ِ ‫ص ِد ًقا ِل َما بَيْنَ يَدَ ْي ِه مِ نَ ْال ِكتَا‬
َ ‫ب َو ُم َهيْمِ نًا‬ َ ‫ق ُم‬ ِ ‫َب ِب ْال َح‬
َ ‫وازلنَا ِإلَيْكَ ْال ِكت‬
ْ
‫عةً َومِ ْن َها َو َل ْو شَا َء هللاُ َل َج َع َل ُك ْم أ ُ َّمةً َوحدَهُ وليكن تتر ُك ْم في َما ات َن ُك ْم فَا ْستَ ِبقُوا‬ َ ‫ق ِل ُك ِل َج َع ْلنَا مِ ن ُك ْم ش ِْر‬ِ ‫ع َّما َجا َءكَ مِ ن ْال َح‬ َ
َ‫ت إلى هللاِ َم ْر ِجعُ ُك ْم َجمِ يعًا فَيُنَبِئ ُ ُكم بِ َما ُكنت ُ ْم فِي ِه تَ ْختَ ِلفُون‬
ِ ‫َير‬
َ ‫الخ‬

19
“Dan kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan
batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut
apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu,
kami berikan aturan dan jalan yang terang, sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali
kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,”

Serta Ekonomi Islam berdiri di atas pilar akhlaq yang membentuk para petic Ekonomi
Islam berakhlaqul karimah dalam segala tindak ekonominya, sebagaima Rasulullah SAW
mengingatkan bahwasanya beliau diutus hanya untuk menyempurnakan kemulia kemuliaan
akhlaq.

Berciri insaniah karena memiliki nilai kemanusiaan yang tinggi dan sempurna Sistem
Ekonomi Islam tidak membunuh hak individu sebagaimana Allah SWT nyatakan dalam
surah Al- Baqarah (2:29):

‫علِيم‬ َ ‫ت َوه َُو بِ ُك ِل‬


َ ٍ‫ش ْيء‬ ٍ ‫س َم َوا‬ َ َ‫س َماءِ ف‬
َ ‫س َّونَ ُه َّن‬
َ ‫س ْب َع‬ ِ ‫ه َُو الَّذِي َخلَقَ لَ ُكم َّما فِي ْاْل َ ْر‬
َّ ‫ض َجمِ يعًا ث ُ َّم ا ْست ََوى إِلَى ال‬

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia
berkehendak (menciptakan) lalu dijadikan-Nya tujuh langit, dan dia Maha mengetahui
segala sesuatu.”

Bahwa semua yang ada di bumi diciptakan untuk semua orang. Namun pada saat
yang sama tetap memelihara hak sosial dengan seimbang, simak firman Allah SWT dalam
surah Al-Israa' (17:29):

‫ورا‬
ً ‫ص‬ُ ‫ط َها ُك َّل ْالبَسْطِ فَت َ ْقعُدَ َملُو ًما ت ُ ْح‬
ْ ‫س‬ ُ ‫َو ََّل تَجْ عَ ْل يَدَكَ َم ْغلُولَة إِلَى‬
ُ ‫عنُقِكَ َو ََّل ت َ ْب‬

20
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah
kamu terlalu mengulurka karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”

Bahwa pengelolaan harta tidak boleh kikir, tapi juga tidak boleh boros. Di samping
itu, tetap menja hubungan dengan negara sebagaimana diperintahkandalam surat An-Nisaa
(4:59):

‫سو ِل إِن‬
ُ ‫الر‬
َّ ‫ّٰللا َو‬ َ ‫سو َل َوأُولى اْل ْم ِر مِ ن ُك ْم فَإِن تَنَزَ ْعت ُ ْم فِي‬
ِ َّ ‫ش ْيءٍ فَ ُردُّوهُ إِلَى‬ َّ ‫ّٰللا َوأَطِ يعُوا‬
ُ ‫الر‬ َ َّ ‫يا الَّذِينَ َءا َمنوا أَطِ يعُوا‬
ً‫س ُن ت َأ ْ ِويل‬
َ ْ‫اّلل َو ْاليَ ْو ِم اآلخِ ِر ذَلِكَ َخيْر َوأَح‬
ِ َّ ِ‫ُكنت ُ ْم تُؤْ مِ نُونَ ب‬

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al- Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.”

Yang mewajibkan ketaatan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW serta Ulil Amri
yang dalam boleh diartikan penguasa (pemerintah) selama taat kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya. Dengan kedua ciri di atas, aktivitas Sistem Ekonomi Islam terbagi dua:
Pertama, individual yaitu aktivitas ekonomi yang bertujuan mendapatkan keuntungan
materi bagi pelakunya, seperti perniagaan, pertukaran dan perusahaan. Kedua, sosial yaitu
aktivitas ekonomi yang bertujuan memberikan keuntungan kepada orang lain, seperti
pemberian, pertolongan dan perputaran.

D. Struktur Sistem Ekonomi Islam

1. Sektor Siyasi atau Sektor Pemerintahan


Sektor ini berfungsi :
a. Merancang dan melaksanakan peraturana -peraturan ekonomi Negara, seperti
kebijakan keuangan dan kebijakan pembagunan

21
b. Menata serta mengurus segala bentuk harta milik Negara, seperti harta yang
berbentuk tanah dan pertambangan.
c. Mengawasi segala kegiatan di semua sector bank maupun swasta.
Terdapat hukum-hukum yang berhubungan dengan sector ini, di antaranya
yaitu : pajak, harta fal dan ghanimah, harta pusaka, wakaf dan wasiat, hukum-hukum
mengenai mata uang dan hukum-hukum yang berkaitan dengan pertambangan.
Sementara instituisi yang terlibat adalah instituisi / lembaga keuangan, bank sentral
dan sebagainya.
2. Sektor Tijari atau Sektor Swasta

Berbagai objektifitas pihak swasta untuk menjalankan aktivitas ekonomi ini yaitu:

a. Melaksanakan kewajiban berusaha mencari rezki yang halal dan menunanaikan


tanggung jawab infak.
b. Menjauhkan diri dari perbuatan menumpuk harta.
c. Melaksanakan tanggung jawab sebagai khlalifah Allah untuk memakmurkan
Negara dan pertumbuhan ekonomi.
Hukum-hukum terdiri dari akad, perdagangan, sewa menyewa dan sebagaianya.
Adapun institusi yang terlibat dalam institusi ini boleh melaksanakan kegiatannya
secara perseorangan dan kolektif.
3. Sektor Ijtima’i atau Sektor Kebijakan

Fungsi kegiatan ekonomi dilaksanakan untuk membantu golongan yang lemah


dan menyediakan suatu skim kesejahteraan sosial serta menyediakan prasarana di
tingkat yang dasar. Hukum-hukum yang bersangkutan dengan ini adalah, zakat,
sedekah, hibah, waqaf dan pinjaman kebajikan. Institusi pemerintah dan swasta
terlibat secara langsung dalam institusi ini, termasuk bait al- mal, institusi zakat,dan
waqaf serta yayasan kebajikan.

22
E. Tujuan Ekonomi Islam

Islam bukan agama yang bertujuan mencabut hal-hal baik yang teah disediakan Allah
SWT untuk Umat-Nya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Qs. Al-A’raf (7:32):

‫صة يَ ْو َم‬
َ ‫ والكتب من كرري أن من الذين انتوا في الخيرةِ الدُّنيا خَا ِل‬،‫قل من حرم زينة هللا التي أخرج النادي‬

ِ ‫ْالقِيِ َم ِة َكذَلِكَ نُف‬


ِ ‫َص ُل ْاآليَا‬
‫ت ِلقَ ْو ٍم يَ ْعلَ ُمونَ ال‬

“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah


dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki
yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam
kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.”

Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.


Diberi kebebasan kepada manusia untuk mengelola sumber daya ekonomi yang tersedia
dialam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan membangun peradaban manusia ke arah
yang lebih baik. Karena itu, nilai baik tidak terletak pada pengelakan hadiah Allah, tetapi
menikmatinya dalam kerangka kerja nilai hidup yang benar dan islami untuk mendukung
kesejahteraan manusia. Manusia diberi kebebasan untuk mengelola sumber daya ekonomi
dan melakukan transaksi perekonomian sesama mereka (muamalah). Mengenai muamalah
(kegiatan ekonomi) tersebut terdapat kaidah figh ya menyatakan bahwa "Hukum ashal
(awal/asli) dari muamalah adalah bolch (mubah) sampai ada dalil yang menyatakan
sebaliknya. Artinya, segala kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia diperbolehkan
asalkan tidak bertentangan dengan dalil-dalil nash (Al-Quran dan sunnah). Dengan kata
lain, kegiatan ekonomi yang dilakukan untuk sesuatu yang sejalan dengan ajaran Islam.

Adapun tujuan ekonomi Islam sekiranya termaktub dalam 4 poin yakni :

I. Ekonomi yang Baik dalam Kerangka Kerja Norma-Norma Moral Islam

23
Kegiatan ekonomi atau muamalah bertujuan untuk memperoleh
kesejahteraan ekonomi dalim batas-batas norma-norma moral Islami. Agama
Islam membolehkan manusia untuk menikmati rezeki di Allah namun tidak
boleh berlebihan dalam pola konsumsi.

Setiap usaha yang dilakukan oleh manusia dianggap sebagai ibadah. Hal
ini menujukkan bahwa usaha untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi yang
lebih baik harus menjadi salah tujuan masyarakat Muslim.

II. Persaudaraan dan Kesejahteraan Universal

Tatanan Ekonomi yang diusahakan bertujuan untuk membina


persaudaraan dan menegakkan keadilan universal. Islam menginginkan
terbinanya tatanan sosial di mana semua individu mempunyai persaudaraan dan
keterikatan layaknya suatu keluarga yang berasal dari orangtua yang sama.
Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia jangan sampai menimbulkan
rasa permusuhan, peperangan, dan ketidakadilan ekonomi sebagaimana yang
masih banyak dijumpai pada saat ini. Dengan adanya rasa persaudaraan sesama
umat manusia, tidak akan timbul perebutan sumber- sumber ekonomi dan yang
timbul adalah bertolong-tolongan untuk kesejahteraan bersama

III. Distribusi Pendapatan yang Merata

Distribusi pendapatan yang seimbang. Islam mempunyai komitmen yang


tinggi terhadap persaudaraan manusia dan keadilan. Oleh karena itu,
ketidakadilan ekonomi tidak dibenarkan dalam Islam. Ketidakmerataan
ekonomi tersebut hanya akan meruntuhkan rasa persaudaraan antar sesama
manusia yang ingin dibina oleh Islam. Menurut ajaran Islam, semua sumber
daya yang tersedia merupakan ‘karunia Allah SWT yang diberikan kepada
semua manusia. Simak firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah (2:29)

24
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan
dia Maha mengetahui segala sesuatu”

Sehingga tidak ada alasan kalau sumberdaya ekonomi itu hanya


terkonsentrasi pada beberapa kelompok manusia, simak firman Allah SWT
dalam surah Al-Hasyr (59:7):

‫ِين َواب ِْن‬


ِ ‫سك‬ َ ‫سو ِل َو ِلذِي ْالقُ ْربَى َو ْاليَت َ َمى َو ْال َم‬ ُ ‫الر‬ ِ َّ ِ َ ‫سو ِل ِه مِ ْن أ َ ْه ِل ْالقُ َرى‬
َّ ‫لِلَف َو‬ ُ ‫علَى َر‬ َّ ‫ما أَفَا َء‬
َ ُ‫ّٰللا‬
َ‫سبِي ِل َك ْي ََّل يَ ُكونَ دُولَة بَيْن‬
َّ ‫ّٰللا ال‬ َ ‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما ت َ ُك ْم‬
َ َّ ‫ع ْنهُ فَانتَ ُهوا َواتَّقُوا‬
َ َّ ‫ّٰللا إِ َّن‬ ُ ‫الر‬َّ ‫ْاْل َ ْغنِيَاءِ مِ ن ُك ْم َو َما اثْنَ ُك ُم‬
ِ ‫شدِيدُ ْال ِعقَا‬
‫ب‬ َ

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada rasulnya
yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah bentuk rasulnya
kaum kerabat anak-anak yatim orang-orang miskin dan orang-orang yang
dalam perjalanan supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya
saja diantara kamu apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. dan
apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada
Allah sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

Pemerataan tersebut dapat dilakukan melalui zakat, infaq, shodaqoh,


wakaf dan transaksi-transaksi halal lainnya yang dikelola dengan baik sesuai
dengan spirit yang dikandungnya.

IV. Kemerdekaan Individu dalam Konteks Kesejahteraan Sosial

Tatanan ekonomi dalam Islam bertujuan untuk mewujudkan kebebasan


manusia dalam konteks kesejahteraan sosial. Salah satu misi yang diemban oleh
Muhammad SAW adalah untuk melepaskan manusia dari beban-beban dan
belenggu yang ada pada mereka, simak fiman Allah SWT dalam surah Al-
A’raaf (7:157):

25
‫اَّل ْن ِج ْي ِل يَأْ ُم ُرهُ ْم‬
ِ ْ ‫ِي يَ ِجد ُْونَهٗ َم ْكت ُ ْوبًا ِع ْندَهُ ْم فِى الت َّ ْو ٰرى ِة َو‬ ْ ‫ي الَّذ‬َّ ‫ي ْاَّلُ ِم‬
َّ ِ‫س ْو َل النَّب‬
ُ ‫الر‬ َّ َ‫اَلَّ ِذيْنَ يَتَّبِعُ ْون‬
‫اَّل ْغ ٰل َل‬
َ ْ ‫ص َرهُ ْم َو‬ ْ ِ‫ع ْن ُه ْم ا‬ َ ‫ض ُع‬ َ َ‫ث َوي‬ َ ‫علَ ْي ِه ُم ْال َخ ٰۤب ِٕى‬ َّ ‫ع ِن ْال ُم ْنك َِر َويُحِ ُّل لَ ُه ُم ال‬
ِ ‫طيِ ٰب‬
َ ‫ت َويُ َح ِر ُم‬ َ ‫بِ ْال َم ْع ُر ْوفِ َويَ ْنهٰ ى ُه ْم‬
ٰۤ ُ ٓ
َ‫ولىِٕكَ هُ ُم ْال ُم ْف ِل ُح ْون‬ ْٓ ‫ص ُر ْوهُ َواتَّبَعُوا ال ُّن ْو َر الَّذ‬
‫ِي ا ُ ْن ِز َل َمعَ ٗه ۙا‬ َ َ‫ع َّز ُر ْوهُ َون‬ َ ‫ع َل ْي ِه ُۗ ْم فَالَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا بِ ٖه َو‬ ْ ‫ࣖ الَّتِ ْي كَان‬
َ ‫َت‬

“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa
baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil
yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan
mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi
mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-
orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah
orang-orang beruntung.”

Khalifah Umar bin Khatab mengatakan, “Sejak kapan kamu


memperbudak manusia padahal ibu-ibu mereka melahirkan mereka dalam
keadaan merdeka?” Imam Syafii juga mengatakan, “Allah menciptakan kamu
dalam keadaan merdeka, oleh karena itu jadilah manusia yang merdeka.”
Meskipun demikian, kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial
haruslah dalam batas-batas yang ditentukan oleh Islam. Artinya kebebasan itu
jangan sampai berkonflik dengan kepentingan sosial yang lebih besar dan hak-
hak orang lain.

F. Konsep Muamalah dan Perdagangan Dalam Islam

1. Konsep Muamalah

Muamalah berbeda dengan ibadah ketentuan hukum beramal dalam ibadah sabit atau
tetap dan senantiasa berpedoman dengan apa yang telah digariskan melalui Alquran
dan Sunnah. oleh karena itu beramal dalam urusan ibadah harus berdasarkan dalil

26
yang sudah ada maka selama belum ada dalil hukum yang pasti ia menjadi tidak sah
dikerjakan. Demikian juga halnya dan beramal dalam bidang aqiqah dan akhlak
setiap manusia harus berbuat dan beramal berdasarkan syariat.

Dengan memperhatikan nilai ibadah dalam bidang muamalah dan juga aqidah
umum yang ditetapkan syariat maka berarti apapun jenis semua amalan yang
dilakukan oleh seorang muslim merupakan pengertian kepada Allah dan harus
mempunyai prinsip bahwa Allah selalu pengawal perbuatan dan tindakan mereka.
Keistimewaan dari ajaran muamalah diantaranya:

1. Berdasarkan pada gambaran kehidupan yang jelas

2. Memberi kesejahteraan dan keadilan kepada semua pihak yang terlibat dalam
perdagangan

3. Menegaskan konsep perkongsian untung dan rugi dan juga penagihan


pendapatan dan kekayaan kepada semua lapisan masyarakat

4. Tasawur keimanan yang jelas dapat mengawal bentuk aktivitas yang selaras
dengan kelangsungan hidup manusia yang berakhlak dan bermartabat.

Sejalan dengan itu perdagangan merupakan salah satu bentuk aktivitas yang
penting dalam bidang muamalah. keperluan terhadap perdagangan ini telah bermula
sejak dahulu dan terus berkembang hingga sekarang. ada 5 pilar perdagangan Islam
yang saling melengkapi yaitu;

1) Dinar dan dirham Islam, uang yang ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam pada bulan ke-8 tahun 1 Hijriyah adalah Dinar cetakan
hiraklius untuk 1 mitsqal dinar islam (1 Dinar= 4,25 gr emas 22 karat) dan
Dinar Nabawi 14 qirat (1 dirham = 2,975 gr perak murni).

27
2) Pasar Islam, Rasul memerintahkan dengan tegas bahwa lokasi pasar merupakan
tempat yang bebas dimasuki oleh semua orang dan tidak terdapat pajak,
retribusi atau sewa yang harus dibebankan.

3) Karavan Islam (pedagang keliling)

4) Paguyuban Islam, paguyuban merupakan organisasi dari para produsen atau


pekerja ahli.

5) Perjanjian Islam, dalam perdagangannya digunakan bentuk perjanjian syar’i.


perjanjian yang diberlakukan dalam sebuah karavan adalah kontak kemitraan
dagang qirad atau mudharabah.

2. Perdagangan Merupakan Muamalah dalam Islam

a. Tujuan Perdagangan

Aktivitas perdagangan diperlukan karena manusia sebagai makhluk sosial


tidak mampu untuk memenuhi keperluannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
Oleh sebab itu Allah menjelaskan dalam surat al-maidah ayat 2

“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu melanggar syiar syiar


Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
mengganggu binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaaid, dan
jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi baitullah sedang
mereka mencari Kurnia dan keridhaan dari Tuhannya Dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-sekali
kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalangi menghalangi
kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka), dan
tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan

28
tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksaannya”.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa hubungan masyarakat dengan


masyarakat hendaknya tercermin pada sikap saling membantu dan kerjasama
dalam hal kebaikan dan ketakwaan. dengan begitu tindakan ini harus terlihat
dalam bentuk kerjasama sikap saling menolong dalam rangka memenuhi
kepentingan masing-masing.

Dengan demikian perdagangan dapat dikatakan merupakan suatu usaha


untuk mengembangkan harta dengan cara membeli barang dengan harga murah
dan menjual dengan harga yang lebih tinggi dengan tujuan memperoleh
keuntungan.

b. Bentuk Perdagangan

Perdagangan sebagai alat pertukaran dapat dilihat dari masa dan


objeknya. dari segi massanya pertukaran ini terdiri dari perdagangan dengan
tunai (naqdan) dan ditangguhkan (bay’ al-mu’ajjal). Sedangkan dari objek
pertukaran terdiri dari aset riil yaitu barang dan manfaat, serta aset keuangan
yaitu uang dan sekuritas. untuk itu Kedua jenis aset ini dapat dipertukarkan
sebagaimana uraian berikut:

• Pertukaran ayn dengan ayn (melakukan barter dengan kualitas yang sama
serta secara tunai)

• Pertukaran ‘ayn dengan dayn (pertukaran benda ‘ayn dengan pembayaran


berhutang atau sebaliknya)

• Pertukaran dayn dengan dayn (pertukaran dua hal yang tertunda dengan
syarat jenis uang yang sama dan secara tunai)

29
c. Usaha Monopoli

Usaha monopoli memang masih dalam perdebatan. di samping itu pula


secara alami pemilik usaha monopoli akan berusaha mempertahankan status
yang menguntungkannya dengan berbagai cara, atau persaingan tidak sehat. ada
pula yang berpendapat monopoli menyatakan bahwa tidak seluruhnya usaha
monopoli itu tidak islami monopoli baik atau tidak baik harus dilihat dari
berbagai sudut.

d. Usaha Spekulatif

Dalam teori ekonomi Keynes berpendapat bahwa alasan seseorang


memegang dana memiliki tiga pertimbangan yaitu untuk berjaga-jaga, untuk
transaksi, dan untuk spekulasi. teori ini kurang islami karena di dalamnya
terdapat alternatif penyediaan dana untuk kebutuhan spekulasi di mana dalam
Islam tindakan spekulasi itu dilarang. kriteria yang termasuk ke dalam tindakan
spekulasi adalah sebagai berikut:

• Dengan harapan memperoleh keuntungan yang besar dalam jangka


pendek tanpa ikhtiar yang maksimal

• Tampak ikhtiar yang maksimal

• Dapat merugikan orang lain

• Kurang pertimbangan logis

• Perdagangan internasional dan banting harga

e. Prinsip Perdagangan

1) Kejujuran

30
2) Kepercayaan timbangan dan ukuran yang digunakan dalam perdagangan
harus benar sesuai dengan standar

3) Ketulusan

f. Perdagangan dan Bunga

1) Larangan Riba

Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti


berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran penyakit gila. keadaan
mereka yang demikian itu disebabkan lantaran mereka berpendapat
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang mengulangi
mengambil riba maka orang itu adalah penghuni neraka. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat
dosa sebagaimana dikemukakan dalam firman Allah dalam surat al-
baqarah ayat 275-276.

2) Alasan Jual-Beli dihalalkan

• Memiliki iktikad baik untuk menolong sesama dapat dibayar cash atau
dilunasi akan lebih baik

• Berdampak kesejahteraan bersama, perjanjian atau kesepakatan yang


adil

• Pemanfaatan sumber daya yang ada

• Memperkuat persaudaraan dan kepercayaan

• Mendorong upaya kerja keras dan efisiensi

• Mendorong pertumbuhan pembangunan dan kestabilan

31
3) Alasan Riba Diharamkan

• Memiliki itikad tidak baik, tidak dapat melunasi atau semakin


mengingat akan semakin menguntungkan

• Berdampak kesejahteraan di satu pihak dari segi materi, perjanjian


atau kesepakatan yang tidak adil

• Kurang memanfaatkan sumber daya yang ada

• Mengurangi persaudaraan dan saling kepercayaan

• Mendorong sifat malas

• Menghambat pertumbuhan ekonomi karena dengan tingkat bunga


yang tinggi harus dapat menghasilkan tingkat return yang lebih
tinggi lagi

• Tidak mempertimbangkan aspek psikologis dan moral

4) Larangan Gharar

Dari ‘Abdullah bin Umar r.a, ia berkata “ Rasulullah SAW,


melarang jual beli gharar,” (sahih, Ahmad [II/144], Ibnu Hibban [4972],
Al Baihaqi [V/338]

• Jual beli gharar yaitu jual beli yang belum jelas barangnya jual beli
mengandung risiko dan membawa moderat karena mendorong
seseorang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya sementara di
balik itu justru membahayakannya.

32
• An Nawawi berkata dalam Syarah shahih Muslim (X/156-157),
"Mengenai larangan jual beli gharar, maka hal itu merupakan salah
satu kaidah yang sangat agung dalam kitab jual beli. Oleh sebab itu
Imam Muslim mendahulukannya dan masuk ke dalamnya banyak
permasalahan yang tiada terhingga seperti jual beli budak yang
melarikan diri, menjual barang yang tidak ada, menjual barang yang
tidak diketahui jenisnya, menjual barang yang tidak dapat
diserahkan, menjual harang yang belum secara utuh dimiliki oleh si
penjual, menjual ikan dalam air yang luas, menjual susu yang masih
belum diperah dari putingnya, menjual janin yang masih berada
dalam kandungan, menjual beberapa jenis makanan yang masih
belum jelas, menjual seekor kambing yang belum ditentukan dari
sekumpulan kambing dan masih banyak lagi yang semisal
dengannya. Semua itu termasuk jual beli bathil, karena termasuk
gharar tanpa keperluan. Kemudian perlu diketahui bahwa jual beli
mulamasah, munabadzah, hablul habalah, hashah, kasbuh fahl dan
sejenisnya yang masak dalam jual bell yang telah disebutkan
larangannya dalam nash-nash khusus juga termasuk dalam larangan
jual beli gharar. Akan tetapi jenis-jenis jual beli itu disebutkan
larangnya secara terpisah karena termasuk jual beli Jahiliyyah yang
sudah dikenal luas. Walla a'lam."

• Termasuk jual beli gharar dan akad yang majhul (tidak diketahui)
dan merugikan (tidak jelas) adalah bentuk jual beli yang dikenal
dengan sebutan asuransi dengan berbagai bentuk, jenis dan
namanya. Para ulama masa kini telah sepakat mengharamkannya
dan tidak saya ketahui seorang pun yang menyelisihinya kecuali apa
yang ditulis oleh Dr. Mushtafa Zarqa yang mana tulisannya tersebut

33
membuat gembir badan-badan asuransi, sehingga mereka
mencetaknya, membagi-bagikannya dan mengajak masyarakat
kepadanya. Namun, kebenaran berlepas diri dari mereka.

5) Konsep Hutang Dalam Islam

Dalam bahasa Arab huting (al-dayn) merupakan sesuatu yang


berada dalam tanggung jawab orang lain. Menurut pandangan sebagian
fuqaha’ (ulama Hanafiyah) hutang bukanlah termasuk harta (al-mal) yang
boleh diperdagangkan, karena harta hanya terdiri daripada ‘ayn (benda)
yang dapat disimpan, dimiliki dan dikuasai.

Semua hutang yang masih berada dalam tangan orang yang


berhutang dikatakan hak bagi orang yang mempunyai hutang dan
dikatakan ifrizam (taklif atau beban hutang) bagi yang berhutang. Karena
itu dayn disebut juga dengan wasfu al-dzimmah (sesuatu yang mesti
dilunasi atau diselesaikan).

Hutang itu adalah harta, karena memandangkan akibat yang


ditimbulkan oleh adanya hutang. Pada asalnya hutang (dayn) dalam
pandangan ulama fiqh adalah suatu keharusan multazim untuk
membayarnya, kadang-kadang digunakan kata al-multazim lahu (untuk
kedua pihak).

Sehingga seseorang lebih berhak terhadap hartanya yang berada


pada kekuasaan orang lain, karena memelihara harta termasuk pada salah
satu lima keperluan pokok yang terdiri daripada agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta. Atas dasar ini mempertahankan harta dari sesuatu
hal yang merugikan termasuk kepada asas dalam Hukum Islam.

34
• Jual beli hutang

Jual beli hutang adalah jual beli dua hal yang tertunda dapat
berlaku pada pengalihan barang dan pembayaran tertunda baik
berupa barang maupun uang. Peraturan yang wujud dalam hal ini
adalah larangan melakukan penangguhan kedua-duanya baik ia
berupa barang dengan barang, barang dengan uang maupun barang
dengan barang.

• Jual beli hutang secara tunai

Jumhur mengemukakan dibolehkan menjual hutang yang


tetap kepada orang yang berhutang atau dapat dihibahkan
kepadanya sama dengan tukaran atau tanpa tukaran ini dikenal
dengan istibdal. sebaliknya mereka tidak mengharuskan jual hutang
kepada orang lain selain daripada orang yang berhutang.

• Jual beli hutan secara bertangguh

Ahli fiqih sepakat mengatakan bay al-dayn tidak dibolehkan


dijual kepada orang yang berhutang atau kepada orang lain.
Rasulullah bersabda bahwa nabi shallallahu alaihi wasallam
melarang jual beli hutang dengan hutang. Ibnu qayyim menjelaskan
merupakan perkara yang ditunda penyerahannya, seperti
menyerahkan sesuatu dalam bentuk tanggungan. Hal ini dapat
menimbulkan penipuan dan bahaya besar dalam muamalah.

G. Uang dan Modal Dalam Perspektif Islam

Sejak dulu manusia telah mempergunakan berbagai cara untuk melangsungkan


pertukaran barang guna memenuhi kebutuhan mereka. Pada peradaban yang masih

35
sangat sederhana, manusia melakukan tukar menukar kebutuhan dengan cara barter.
Namun barter ini mensyaratkan adanya double coincidence of wants dari pihak-pihak
yang melakukan pertukaran ini. Semakin banyak dan kompleks kebutuhan manusia,
semakin sulit melakukan harter sehingga mempersulit muamalah antar manusia.
Inilah sebabnya manusia dari dulu sudah memikirkan perlunya suatu alat tukar yang
dapat diterima oleh semua pihak. Alat tukar demikian disebut uang.

Dalam perkembangan sejarahnya, uang telah mengalami evolusi sebelum


akhimya menjadi alat tukar modern seperti saat ini. Sebelum manusia menemukan
logam yang dapat dijadikan sebagai alat tukar, mereka telah menggunakan barang
dan bahkan hewan ternak sebagai alat tukar yang berfungsi sebagai uang dan disebut
sebagal uang komoditas. Namun ketika logam dan batu mulia ditemukan, mereka
mulai melakukan pertukaran dengan menggunakan logam mulia, terutama emas dan
perak. Logam mula dicetak oleh pihak otoritas menjadi pecahan-pecahan dengan
bobot tertentu, sebagai alat tukar yang sah.

Uang sendiri tertulis di dalam Al-Qur’an dalam bentuk emas dan perak yang
disebut sebagai harta atau kekayaan yang tersimpan. Hal tersebut dapat dilihat pada
Q.S At-Taubah ayat 34 yang berbunyi :

َ‫ّٰللا َُۗوالَّ ِذيْن‬ َ ‫ع ْن‬


ِ ‫س ِب ْي ِل ه‬ ُ َ‫اس ِب ْالبَاطِ ِل َوي‬
َ َ‫صد ُّْون‬ ِ َّ‫ان لَيَأْ ُكلُ ْونَ ا َ ْم َوا َل الن‬
ِ َ‫الر ْهب‬ُّ ‫ار َو‬ َ ْ َ‫ٰ ٓياَيُّ َها الَّذِينَ ٰا َمنُ ْٓوا ا َِّن َكثِي ًْرا مِ ن‬
ِ َ‫اَّل ْحب‬
ٍ ‫ّٰللا ۙفَ َبش ِْرهُ ْم ِب َعذَا‬
‫ب ا َ ِلي ٍْۙم‬ ِ ‫س ِب ْي ِل ه‬ َّ ‫َب َو ْال ِف‬
َ ‫ضةَ َو ََّل يُ ْن ِفقُ ْونَ َها فِ ْي‬ َ ‫َي ْكن ُِز ْونَ الذَّه‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang


alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang
batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka
berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang
pedih.”

36
1. Fungsi Uang Dalam Ekonomi Islam

Fungsi utama uang dalam ekonomi adalah sebagai alat tukar, dari sini
turun fungsi-fungsi lain seperti standard of value, store of value, unit of
account, dan standard of deferred payment. Dalam sistem perekonomian
kapitalis, uang juga dianggap sebagai komoditas yang dapat diperjual belikan
dengan kelebihan baik secara on the spot maupun tangguh, dan dapat
disewakan. Namun, dalam Islam, uang hanya berfungsi sebagai medium of
exchange, bukan sebagai komoditas yang dapat dijual belikan dengan kelebihan
baik on the spot atau tidak. Dalam pandangan Islam, uang sebagai alat tukar
bahannya dapat diambil dari apa saja yang disepakati oleh adat yang berlaku
('urf) dan istilah yang dibuat oleh manusia, tidak harus terbatas pada emas dan
perak. Para ulama dan ilmuwan sosial Islam sepakat bahwa fungsi utama uang
adalah sebagai alat tukar, dan mata uang harus bersifat tetap nilainya tidak naik
dan turun. Uang kertas fiat money yang digunakan saat ini tidak
dilatarbelakangi oleh emas karena rezim gold standard telah ditinggalkan oleh
perekonomian dunia pada pertengahan dasawarsa 1930-an.

2. Modal Dalam Perspektif Islam

Modal dalam perspektif Islam dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
fixed capital dan circulating capital. Fixed capital berupa benda-benda seperti
gedung, mesin, atau pabrik yang manfaatnya tidak berkurang substansinya
ketika digunakan dan tidak dapat dipinjamkan (qardh) tetapi dapat disewakan.
Sementara itu, circulating capital berupa bahan baku dan uang yang manfaatnya
hilang substansinya ketika digunakan dan dapat dipinjamkan (gard) tetapi tidak
dapat disewakan.

37
Dalam Islam, ijarah (sewa) hanya dapat dilakukan pada benda-benda
yang memiliki karakteristik, substansinya dapat dinikmati secara terpisah atau
sekaligus. Karena uang tidak memiliki sifat ini, maka tidak dapat disewakan.
Jika seseorang menggunakan uang dari pinjaman, maka ia harus
mengembalikan dalam jumlah yang sama (mitsl) bukan substansinya (a'in) dan
menanggung utang sebesar jumlah yang digunakan.

3. Return on Capital

Return on capital dalam perspektif Islam diberikan dalam bentuk upah


sewa jika modal yang dimiliki adalah fixed capital seperti kendaraan, bangunan,
atau kapal dalam transaksi ijarah. Selain itu, return on capital bisa didapatkan
dalam bentuk bagian dari laba (profit) jika modal tersebut digunakan dalam
transaksi musyarakah, yang berlaku untuk barang yang dapat disewakan.
Namun, circulating capital seperti uang tidak bisa mendapatkan return on
capital dalam bentuk upah sewa, karena dalam Islam uang tidak bisa disewakan
atau dijualbelikan dengan kelebihan. Uang bisa mendapatkan return on capital
melalui akad mudharabah, tetapi pengembaliannya tidak boleh melebihi
pokoknya agar tidak masuk dalam kategori riba.

38
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Konsep ekonomi Islam berfokus pada prinsip keadilan, keberkahan, dan
keseimbangan dalam aktivitas ekonomi yang berdasarkan ajaran syariah Islam.
Sistem ekonomi Islam memiliki ciri-ciri seperti kepemilikan yang bersifat sosial,
pengaturan berbasis syariah, distribusi yang merata, dan pengelolaan yang efisien.
Struktur sistem ekonomi Islam terdiri dari tiga elemen penting yaitu kepemilikan,
produksi, dan distribusi. Tujuan ekonomi Islam adalah mencapai kesejahteraan umum
dan memperkuat nilai-nilai keagamaan. Konsep muamalah dan perdagangan Islam
menitikberatkan pada prinsip kejujuran, keadilan, dan saling menguntungkan.
Penggunaan uang dan modal dalam perspektif Islam harus bijak dan bertanggung
jawab dengan menggunakan uang sebagai alat tukar saja, dapat dipinjamkan dalam
bentuk qardh, dan dikembangkan dalam bentuk akad mudharabah.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang Penulis sampaikan diatas, Penulis memberikan
saran yang barangkali bermanfaat bagi Instansi Pendidikan kedepannya. Terlebih jika
dapat diterapkan sesuai dengan kondisi yang berlaku saat itu. Sehingga
memungkinkan dalam membantu kelanjutan proses penelitian khususnya dalam
mengkaji Ekonomi Makro Islam itu sendiri. Terkait hal tersebut, kami tuliskan
beberapa saran antara lain :
1. Bagi Pembina dan Dosen Pembimbing.

Diharap Bapak/Ibu Dosen Pembimbing senantiasa membantu proses


penelitian baik berupa pengawasan maupun intruksi langsung sehingga
penelitian maupun pembelajaran dapat tetap sesuai dengan norma perkuliahan
yang berlaku.

39
2. Bagi Mahasiswa dan Pembaca Umum.

Diharap Mahasiswa-Mahasiswi dapat lebih memahami terkait materi yang


telah disampaikan sebelumnya. Tentunya dengan lebih kritis dan aktif dalam
mengkaji Ekonomi Makro Islam kedepannya. Mahasiswa juga memerlukan
pembekalan materi dengan lebih mendalami materi baik dengan cara formal
yaitu pendidikan maupun dengan cara informal yakni pembelajaran dalam
masyarakat. Sehingga sanggup, siap dan mampu untuk menerapkan sekaligus
memahamkan materi yang telah dipelajari kepada lingkungan bermasyarakat.

Penulis menyadari banyaknya kekurang sempurnaan dalam karya tulis ini,


oleh sebab itu. Saran yang membangun kiranya sangat diperlukan guna
mengembangkan karya tulis ini menjadi lebih sesuai lagi.

40
Daftar Pustaka

1. Adnawati, S. (2016). Tujuan Ekonomi Islam dalam Perspektif Al-Quran.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2. Asyraf, W. (2016). Sistem Ekonomi Islam. Bandung: Mizan.
3. Berger, Peter L., Piramida Pengorbanan Manusia: satu jawaban diantara sosialisme
dan kapitalisme. IQRA Bandung, 1983.
4. Iqbal, M. (2017). Muamalah dan Perdagangan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
5. Kuntowijoyo. (2019). Konsep dan Implementasi Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali
Press.
6. Mustofa, M. (2019). Uang dan Modal dalam Perspektif Islam. Yogyakarta:
IRCiSoD.
7. Siddiqi, M. N. (2008). Islamic economics: a survey of the literature. Islamic
Economic Studies, 15(1), 1-46.
8. Sukmana, R. (2019). Struktur dan Dinamika Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali
Press.
9. Zainal, V. R. (2018). Ekonomi Makro Islam. Kencana.

41

Anda mungkin juga menyukai