Anda di halaman 1dari 4

Maniknya menatap fokus pada layar komputer.

Jemari lentiknya dengan lihai menari di atas keyboard,


memecah kata sandi sebagai kuncinya. Keringat dingin mengalir di sepanjang pelipis hingga leher, ia
menggigit bibir kuat menahan sesuatu yang membuncah dalam diri. Sedikit was-was saat menemukan
akun dengan ID formula, memecahkan piont lebih tinggi darinya. Baju tugasnya telah basah karena
keringat. Bahkan AC di ruangan ia berada tak dapat mendinginkan suhu tubuh panasnya. Dua orang pria
bertubuh tegap di samping kiri dan kanan, juga tak kalah paniknya saat akun dengan ID formula kembali
memecahkan point. Sekali lagi. Bip! Pertahanan keamanan jaringan mereka berhasil dibobol, tinggal
sekian dari banyaknya lapisan. Akun mereka tak cukup bertahan saat situs rahasia mereka bocor. Namun
gadis berkucir kuda itu tak mau kalah dengan hasil yang ia terima. Jemarinya bertambah lihai
mengetikkan beberapa sandi untuk memecahkan point. Sebelum ia benar-benar menyerah saat
akunnya hancur dibobol.

Tring! Bunyi radar pada misi peretasannya berbunyi. Memberi isyarat, telah ada akun lain yang berhasil
memecahkan kata sandi. Bip ... bip ... bippp ... bippp .... Dengan emosi yang meletup, gadis berkucir
kuda itu berteriak sembari membanting keyboard komputernya. Baru kali ini ia gagal dalam dunia
peretasan. Bagaimana bisa ada orang yang bisa membobol keamanan akunnya dengan baik seperti ini?
Bahkan tak meninggalkan jejak sama sekali. "Detektif Jen, akun kita berhasil diretas," ucap Joy yang
berada di sebelah kiri gadis berkucir kuda itu. "Cepat perbaiki sebelum semua informasi bocor ke
tangan musuh!" teriak Jay. "Percuma kita memberbaiki, tak ada gunanya. Kita rugi besar, semuanya
telah sampai ke telinga Morgan beserta uangnya," ucap seorang pria berambut pirang yang tiba-tiba
masuk ke ruang IT. "Apa kita mentransfer uangnya secara online, Pet?" tanya Joy. "Iya, dan nilai uang
itu sanggup untuk membeli 1 mobil dengan merk Aston Martin," jelas Peter sembari meneguk winenya
yang ia bawa masuk ke ruang IT itu.

Mereka yang berada di ruang IT itu bungkam saat mendapat telepon dari perdana menteri kerajaan.
Perdana menteri itu mengancam akan membabat habis organisasi gelap mereka. "Ini semua salahmu,
Jen!" bentak Joy. "Kenapa jadi aku yang disalahkan di sini? Kau bahkan tak membantu sama sekali,
hanya menonton," teriak Jeniffer tak terima dengan ucapan Joy. "Kau itu detektif dan peretas terbaik di
dunia. Hanya membobol akun Morgan saja tidak bisa, bahkan memecahkan kematian putri kerajaan
yang mayatnya tak ditemukan saja juga tidak becus," sindir Joy. Ia menegak winenya untuk membasahi
kerongkongannya yang terasa kering. "Apa, kau bilang apa tadi? Hanya katamu, hanya. Kau gila Joy, tak
semudah itu mengalahkan misi dunia gelap. Banyak pesaing yang handal," ucap Jeniffer. Dadanya naik
turun karena emosi yang ia pendam tadi. Gagal meretas dan sekarang disalahkan. "Bisakah kalian diam?
Kita sudah mendapat ancaman sekarang. Kalian malah debat, apa kalian ingin perdana menteri tua itu
memasung kita lalu menjadikan kita santapan anaconda, hewan peliharaan kesayangan si tua itu,"
celetuk Peter kesal. Suasana ruang IT itu hening tanpa sepatah kata setelah mendengar penuturan
Peter. Ada benarnya juga, si tua itu bahkan tak segan-segan menguliti kulit lawan membentuk ukiran
aneh dengan belati tajam. Lalu menjualnya di pelelangan gelap dengan harga tinggi. Membayangkan itu
saja sudah membuat seisi nyawa di ruang IT itu mogok makan. Hening tanpa kata hanya suara layar
komputer yang memantau pergerakan lawan. Tak lama kemudian Jeniffer mengangkat gawainya saat
seorang kawannya menelpon. Jeniffer menghela napas berat mendapat misi untuk melakukan
pengamatan di gudang rokok. "Kita mendapat tugas pengamatan di gudang rokok milik Agent Mo, di
sana mereka menemukan beberapa misteri yang sulit dipecahkan," ucap Jeniffer menatap ketiga teman
lelakinya. "Aku yakin Morgan pasti menyimpan sesuatu di sana," tambah Joy. "Kalian benar. Manusia
tak berhati itu selalu memiliki rahasia tingkat dewa yang susah dipecahkan." ujar Peter. "Baiklah, aku
akan ikut dengan Jeniffer. Kalian beritahu saja Agent MFS untuk siap sedia jika kita berdua
membutuhkan bom atau pistol," celetuk Joy menatap Jay dan Peter. Sedangkan Jeniffer telah keluar
bersiap untuk misi ini. Sepergian Joy, Jay dan Peter saling pandang membatin 'Ada apa dengan kucing
dan anjing itu? Tumben akur' * Mobil Ferari keluaran terbaru dengan warna hitam berkilau itu berhenti
tepat di depan gerbang reyot yang menjadi tujuan. Sungguh gudang bekas produksi rokok itu tak
terawat sama sekali.

Gerbang besinya berkarat, bangunan kokoh itu telah berlumut dan terdapat retakan di beberapa bagian.
Pohon-pohon beringin yang tumbuh di sekitar gudang itu menambah aura mistis yang kelam. Mungkin
bagi para pencinta mitos mereka akan berkunjung ke tempat ini. Mengupload tempat misteri ini ke
medsos. Lalu memyebarkan rumor-rumor palsu. "Di sini ada ada dua jalur. Pertama pintu masuk rumah
dan bawah tanah yang terletak di bawah pohon beringin itu," tunjuk Joy sesuai informasi yang baru
dikirim oleh Agent MFS. "Senjata yang diperlukan akan datang 10 menit lagi," tambahnya. Jeniffer
memotret beberapa barang yang ia temui di gudang ini. Ia menemukan jejak sepatu dengan bekas darah
di area sepatu itu. Ia meneliti lebih lanjut jejak itu, diperkirakan ukuran sepatu dan merknya sama
dengan milik korban yang ditemukan di TKP tempat tewasnya putri mahkota kerajaan. Ia berlanjut
menelusuri lorong-lorong gudang rokok. Langkah kakinya menapak pada tangga besi yang sudah
berumur. Terdengar decitan gesekan sepatu bootnya dengan permukaan tangga itu. Jeniffer menatap
ngeri ruang teratas gudang rokok, sarang laba-laba memenuhi sudut ruangan, bekas cakaran
berlumuran darah terlihat jelas di dinding, dan tulang tengkorak manusia. Maniknya berpusat pada
bekas cakaran di dinding itu, ia menemukan tanda bahwa bekas cakaran itu baru beberapa jam yang
lalu. Darahnya masih segar. Jeniffer memasukkan kantong plastik berisi darah itu ke dalam tas untuk
diteliti bersama detektif lainnya.

Jeniffer melanjutkan langkahnya, namun sekelebat bayangan muncul berlarian. Ia menengok ke kanan-
kiri, tak ada tanda mencurigakan. Baru selangkah bayangan itu tampak kemudian lenyap. Jeniffer
bersiap menarik pelatuk pistol yang sudah berada di genggamannya, sebelum ledakan dari luar gudang
terdengar. Mengerti sinyal bahaya Jeniffer segera berlari keluar, tapi jalan yang ia pilih selalu buntu.
Sampai akhirnya ia menemukan sebuah ruangan yang benar-benar mengerikan. Bau busuk menyengat
ke hidungnya saat ia menarik knop pintu itu. Jeniffer hampir berteriak histeris saat melihat tengkorak
tanpa aset wajahnya menghantam dahinya. Napasnya memburu kaget, ia yakin itu jebakan. Banyak
mayat bergelantungan di langit-langit gudang itu. Bahkan darahnya menetes terus mengalir. Ia juga
menemukan seorang wanita dipasung dengan tubuh penuh belatung. Tiba-tiba atap gudang itu runtuh
saat ledakan itu kembali terdengar. Ia berlarian ke balkon gudang itu, Jeniffer menahan napas harus
menginjak mayat itu, sepatu bootnya menginjak daging busuk yang menempel. Jeniffer kaget bukan
kepalang, saat seorang wanita berambut panjang menghentikan langkahnya. Lehernya membekas
sayatan melingkar, bahkan tangan kirinya hilang. Ia melotot tajam saat wanita itu meminta pertolongan
padanya. Tapi tidak memiliki waktu, sebelum ia terjun ke bawah. Tangan wanita itu mencekal Jeniffer,
lengan atas milik Jeniffer bernoda darah dari sayatan leher si wanita. Ia terpaksa menembak wanita itu
karena belati tajam milik wanita itu hampir menusuk perutnya. Dorr!!! Seketika wanita itu tumbang. Ia
turun dengan selamat menemui Peter di bawah sana. "Pet, Morgan mengurung mangsanya di atas,"
tutur Jenifer. "Aku tahu. Menurut detektif Ch dia kanibal. Beberapa kali lolos dari tahanan dan
memakan polisi penjaga. Sekarang ia menjadi buronan internasional," jawab Peter. Hening sejenak.
Jeniffer merasa ia melupakan sesuatu, ingatanya kembali pada Joy. "Peter! Joy berada di ruang bawah
tanah," celetuk Jeniffer. "Kau gila? Di sana ada bo-" Peter terhenti saat tubuhnya dan Jeniffer terpental
karena letusan bom. Duarr! Peter menatap kosong pada gudang itu. Bahkan tulang belulang yang
dikatakan Jeniffer ikut terpental dan mendarat di depannya. Tak lama suara ambulans beserta mobil
polisi datang ke TKP. "Selamat malam, Saya pihak kepolisian negara menerima panggilan darurat dari
agent MFS," ucap polisi itu. "Ya, dengan saya sendiri, Detektif Jeniffer," ucapnya. * "Apa kau gila?
Kenapa harus menghubungi '112' kita ini agent gelap, bodoh! Jika kita melibatkan polisi, Morgan
semakin waspada," teriak Jay tak terima.

Bagaimana bisa MFS mengikutsertakan 112 global, jika ketahuan habis sudah organisasinya. Belum
ancaman dari perdana mentri tua itu. "Sabarlah agent Jay, kita bisa menutup kemungkinan pihak global
tidak akan mengetahui ini. Agent MFS menutup semua jalur privasi kita." jelas Jeniffer prihatin pada Jay.
"Jen, aku menemukan Joy," teriak Peter. Layar pada komputer itu menunjukkan titik terang berwarna
merah. Itu menandakan posisi Joy berada. Ya, Joy mengilang pasca pengeboman di gudang rokok itu
terjadi. Sudah seminggu ini tidak ditemukan keberadaannya, hingga sekarang Joy dapat ditemukan.
Manik Jeniffer menatap lekat layar komputer itu sebelum kejanggalan yang ia curigai berhasil ia
temukan. "Kita tidak bisa mengebom rumah itu, di bawah rumah itu tepatnya di ruang bawah tanah ada
senjata milik MFS. Bisa hancur semuanya," kata Jeniffer. "Ternyata Morgan lebih picik dari kita. Dia
menyekap Joy tepat di penyimpanan senjata," Peter menatap datar layar komputer. "Yeah, untung
detektif kita pintar," sindir Jay pada Jeniffer. "Jangan memulai! Aku akan memberi tahu agent MFS,"
ucap Peter menengahi. * Sesampainya di rumah penyekapan. Detektif Jeniffer, dan kedua agent itu
dibuat naik darah. Saat menemukan Joy merenggang nyawa dengan organ dalam berceceran dan kepala
yang hilang entah kemana. Ditambah lagi, gaun dan perhiasan milik putri mahkota satu peti dengan Joy.
Akhirnya mereka memutuskan untuk menelepon '112' karena keadaan begitu darurat. Apalagi kematian
putri mahkota sampai sekarang belum terkuak. Agent tergelap sekalipun tak bisa memecahkan kasus ini.
Dor ... dor ... dor! Bunyi pelatuk milik kepolisian terdengar nyaring saat menemukan Morgan. Tapi
sayang buronan kelas kakap itu kabur. "Bagaimana bisa?" tanya Jeniffer. "Maaf, Detektif Jen, tapi
Morgan adalah penjahat berkelas. Ia tak memiliki buntut sama sekali apalagi organisasi. Semua ini
dilakukan seorang diri. Kami pihak kepolisian kesulitan menguak kasus ini," jawab polisi bertubuh tegap.
"Sekali lagi maaf. Kami memutuskan atas nama ketua kepolisian menutup kasus ini. Jadi, kasus selesai.
Tapi kami akan terus memantau," tutur polisi bertubuh kerempeng. "Apa yang kalian lakukan? Putri
mahkota juga terjerat, bahkan bagian kita Joy juga tewas. Dan kalian seenaknya menutup kasus ini,"
Jeniffer berteriak lantang di hadapan kepolisian itu. "Bagimana dengan Anda sendiri, detektif Jen?"
sebuah tamparan halus melontarkan otak udangnya ke dasar jurang. Pihak polisi benar, bahkan dirinya
sebagai detektif gelap yang terkenal pun tak bisa memecahkannya. "Pihak '112' menolak permintaan
kita untuk mengusut kasus ini lebih lanjut, Jen. Bahkan panggilan darurat menolak," ucap MFS dari
seberang telepon. Tut ... tut ... Jeniffer menutup panggilannya sepihak. Ia menatap datar tempat TKP di
depannya. Di mana agent Joy dan putri mahkota kerjaan tewas dengan janggal. Andai ia bisa
menemukan Morgan. Melacak jejaknya, tapi andai hanya andai bayanagan tak akan tercapai. Dengan
gontai ia pergi meninggalkan tempat TKP itu yang telah digaris polisi. Dari kejahuan seorang pria
bertudung hitam, tersenyum sengit menatap detektif Jen. Mulutnya terus mengunyah bola mata milik
Joy. Sebelum ia pergi dari tempat itu meningglkan kepala Joy begitu saja

Anda mungkin juga menyukai