Anda di halaman 1dari 14

Gagasan Utama

22 Saidin Ernas, dkk.

Agama dan Budaya dalam Integrasi Sosial


(Belajar dari Masyarakat Fakfak di Propinsi Papua Barat)

Saidin Ernas
Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon

Heru Nugoro
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada

Zuly Qodir
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Diterima redaksi 14 Maret 2014, diseleksi 8 April 2014 dan direvisi 28 April 2014

Abstract Abstrak

This article argues that the social dynamics Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan
of conflict in Papua do not always consist bahwa dinamika sosial kemasyarakatan di
of conflict. The case of Fakfak, West Papua Papua ternyata tidak selalu menghadirkan
cerita tentang konflik dan disintegrasi, tetapi
demonstrates that peace and harmony also
juga tentang harmoni dan perdamaian
exists. This study utilizes the qualitative sebagaimana yang terjadi pada masyarakat
descriptive analysis method to study data Fakfak di Propinsi Papua Barat. Dengan
gathered from observations made during metode deskriptif analysis terhadap data-
fieldwork, interviews, and primary and data kualitatif yang dikumpulkan dari
secondary documents. The article argues observasi lapangan, wawancara dan studi
two main points. First, religion and culture dokumentasi, penulis berhasil memperoleh
beberapa temuan penting. Pertama, agama
have an important role in building social
dan budaya berperan penting dalam
norms of harmony that influence the social melahirkan norma-norma sosial yang
behavior of the individuals in social arenas harmonis yang mempengaruhi praktik-
such as politics and economics. Second, praktik sosial individu hingga pada arena
the institutionalization of values and norms sosial yang lebih luas seperti politik dan
are supported by both the government and ekonomi. Kedua, proses pelembagaan nilai
civil society when they share the same dan norma didukung oleh pemerintah dan
kekuatan civil society yang memiliki misi
vision for promoting peace and harmony.
yang sama untuk mempromosikan harmoni
However, this study also acknowledges dan perdamaian. Namun tulisan ini juga
that factors such as separatism and religious mengingatkan bahwa isu-isu konflik, seperti
radicalism, if not handled well, can break separatismme dan radikalisme agama,
the harmonious social integration in Fakfak. bila tidak ditangani dengan hati-hati bisa
merusak integrasi sosial di Fakfak.
Keywords: Social Integration, Religion,
Culture. Kata Kunci: Integrasi Sosial, Agama,
Budaya.

HARMONI Januari - April 2014


Agama dan Budaya dalam Integrasi Sosial (Belajar dari Masyarakat Fakfak di Propinsi Papua Barat) 23

Pendahuluan masyarakat selalu dipersepsikan sebagai


sumber konflik yang harus ditangani
Sejauh ini studi tentang perdamaian dengan cara-cara yang hegemonik,
di Papua masih dianggap sebagai sesuatu yaitu melakukan penyeragaman dengan
yang kurang menarik, karena dianggap memaksakan identitas nasional yang
keluar dari opini dominan yang telah tunggal.
mengkonstruksi Papua sebagai wilayah
konflik yang paling panas di Indonesia. Model integrasi sosial yang
Para peneliti ilmu sosial dan dunia dipaksakan melalui berbagai instrumen
akademik seakan terjebak pada diskursus kekuasaan, tentu menafikkan
konflik yang cenderung hegemonik kemungkinan adanya nilai-nilai tertentu
tersebut, sehingga berbagai penelitian yang mampu mendorong masyarakat
tentang Papua lebih menyoroti dinamika untuk mengelola perbedaan dengan cara-
konflik dan kekerasan (CSIS, 2006, cara yang tepat, sehingga melahirkan
LIPI, 2009). Orang Papua masih dilihat integrasi dan harmoni sosial yang otentik
sebagai objek yang diam atau tidak di dalam masyarakat. Dalam banyak kasus,
mempunyai prakarsa untuk menggagas masyarakat di berbagai daerah berhasil
perdamaian. Rentetan konflik politik, membangun dan menciptakan harmoni
sosial dan ekonomi yang memanjang sosial melalui mekanisme kultural yang
sejak integrasi Papua dengan Indonesia, dibangun di atas norma-norma, nilai-nilai
dikonstruksikan sebagai narasi dominan dan moralitas budaya yang mengikat
yang memperlihatkan kesulitan untuk mereka dalam keseimbangan. Sebut saja
membangun perdamaian Papua misalnya tradisi Bela Baja di Pantar Nusa
berdasarkan inisiatif lokal. Padahal Tenggara Timur yang menjadi pengikat
masyarakat Papua pada dasarnya persaudaraan antara umat Islam dan
mempunyai kekuatan dari dalam untuk Kristen (Rita Pranawati, 2011), atau tradisi
mengelola konflik sosial dan kekerasan Pela Gandong di Maluku Tengah yang
dengan cara-caranya sendiri yang membantu proses penyelesaian konflik
kemudian terbukti sukses mengendalikan di Maluku (Ernas, 2006). Demikian juga
konflik dan kekerasan, sebagaimana tradisi Satu Tungku Tiga Batu di Fakfak
terjadi dengan masyarakat di wilayah Papua Barat (Iribaram, 2011). Namun
Fakfak, Propinsi Papua Barat. berbagai kearifan lokal tersebut masih
dipandang sebelah mata, karena dianggap
Situasi harmonis di Fakfak dan tidak cukup kuat dan teruji untuk
sekitarnya menunjukkan bahwa terdapat menyelesaikan konflik. Cara pandang
dinamika konflik dan integrasi yang seperti ini menyebabkan pemerintah
terjadi secara berbeda pada setiap wilayah cenderung mengabaikan cara-cara lokal
di Papua. Pada kasus Fakfak, integrasi dalam penyelesaian konflik.
sosial dapat berjalan dengan baik karena
ada berbagai faktor yang mendukungnya. Hal ini misalnya dapat diamati
Integrasi dibangun secara kultural di atas secara jelas dalam proses penanganan
kesadaran dan inisiatif lokal, sehingga masalah-masalah di Papua yang
memiliki makna dan kekuatan dari dalam berlangsung selama ini. Pemerintah
untuk merawat keragaman, baik agama, cenderung mengedepankan proses
budaya, maupun perbedaan kepentingan politik dan kekuasaan. Padahal konflik
ekonomi dan politik. Hal ini berbeda Papua merupakan jenis konflik yang
dengan konsepsi integrasi sosial yang telah berkembang dengan dinamika yang
selama ini difahami dan dipraktikkan sangat kompleks. Dari masalah historis
selama kurun waktu kekuasaan Orde yang berkaitan dengan proses integrasi
Baru (1971-1998). Keragaman di dalam Papua ke dalam NKRI yang oleh Jacques

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1


24 Saidin Ernas, dkk.

Bernard (2004:135), disebut sebagai menjelaskan kasus integrasi sosial yang


“ the late integration (proses integrasi terjadi di Fakfak, maka grand theory
yang terlambat), hingga soal kegagalan tersebut akan diperkuat oleh beberapa
pembangunan, diskriminasi sosial, teori dan konsep lain yang memiliki
dan kekerasan politik dan pelanggaran relevansi, seperti teori tentang konflik
HAM (Muridan S. Widjoyo, 2009:3- dan konsensus serta teori reproduksi
19). Kegagalan dalam menyelesaikan sosial. Berikut ini akan dijelaskan konsep-
berbagai persoalan yang saling terkait konsep tersebut sehingga membentuk
dengan politik, ekonomi, sosial, budaya sebuah kerangka teoritik yang diperlukan
dan agama di Papua, semestinya untuk menjelaskan integrasi sosial yang
mendorong kita untuk mengkaji berbagai terjadi pada masyarakat Fakfak.
alternatif lain dalam menyelesaikan
masalah Papua. Dalam dimensi tertentu Secara sosiologis, teori integrasi
kita dapat belajar dari fenomena damai sosial merupakan bagian dari paradigma
dan harmonis yang terjadi di Fakfak fungsionalisme struktural yang
dan sekitarnya, dimana perdamaian dan diperkenalkan Talcot Parson (1927-
harmonisasi melibatkan masyarakat dan 1979). Paradigma ini mengandaikan
nilai-nilai lokal yang mengikat mereka bahwa pada dasarnya masyarakat
dalam keseimbangan, sehingga relasi berada dalam sebuah sistem sosial yang
sosial yang terbentuk adalah keberadaan mengikat mereka dalam keseimbangan
(ko-eksistensi), kerjasama (kolaborasi) (ekuilibrium). Hal ini tercermin dari
dan kerekatan (kohesi) yang membentuk dua pengertian dasar integrasi sosial
integrasi sosial. yaitu, pertama, pengendalian terhadap
konflik dan penyimpangan sosial dalam
Apa yang terjadi di Fakfak tentu suatu sistem sosial tertentu, dan kedua,
sangat menarik untuk dikaji dan diteliti, di menyatukan unsur-unsur tertentu dalam
tengah harapan untuk mengelola konflik suatu masyarakat sehingga tercipta
yang terjadi di Papua dengan cara-cara sebuah tertib sosial (Ritzer, 2009:258).
yang lebih baik, beradab, demokratis dan Biku Parekh (2008:84-87) menyebutkan
bisa diterima oleh semua kekuatan sosial bahwa proses integrasi sosial dalam
politik di Papua. Dalam kaitan itu, maka sebuah masyarakat hanya dapat tercipta
kajian ini ingin mengetahui faktor-faktor bila terpenuhi tiga prasyarat utama.
yang menjadi penentu di dalam integrasi Pertama, adanya kesepakatan dari
sosial di Fakfak? Bagaimanakah proses sebagian besar anggotanya terhadap
pelembagaan nilai-nilai integrasi sosial nilai-nilai sosial tertentu yang bersifat
tersebut sehingga membentuk ruang fundamental dan krusial (moral
sosial yang harmonis? Terakhir, studi ini contract). Kedua, sebagian terhimpun
juga akan mengidentifikasi tantatangan- dalam berbagai unit sosial, saling
tantangan yang dihadapi masyarakat mengawasi dalam aspek-aspek sosial
Fakfak, di tengah perubahan sosial yang yang potensial. Hal ini untuk menjaga
terus terjadi di Papua dewasa ini? terjadinya dominasi dan penguasaan
dari kelompok mayoritas atas minoritas.
Ketiga, terjadi saling ketergantungan di
Teorisasi Konsep Integrasi antara kelompok-kelompok sosial yang
terhimpun di dalam suatu masyarakat
Secara umum teori utama yang untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi
dipilih sebagai grand theory dalam dan sosial secara menyeluruh. Kontrak
memahami fenomena yang menjadi moral (a moral contract) adalah ketaataan
locus penelitian ini, yakni teori integrasi terhadap nilai-nilai yang menjadi platform
sosial (sosial integration). Namun untuk bersama dalam masyarakat, sehingga

HARMONI Januari - April 2014


Agama dan Budaya dalam Integrasi Sosial (Belajar dari Masyarakat Fakfak di Propinsi Papua Barat) 25

membentuk semacam kepemilikaan sosial seperti halnya konsepsi tentang


bersama atas nilai-nilai tersebut. Ia benar-salah, baik-buruk, berguna-tidak
menjadi titik temu perbedaan yang berguna, terhormat-terhina (Mohammad
harus ditaati dalam sebuah masyarakat Adib, 2012:97). Adapun field (ranah)
untuk menjamin tegaknya perdamaian. merupakan jaringan relasional antar
Ketaatan pada moral contract akan posisi-posisi objektif dalam suatu tatanan
menempatkan masyarakat pada kondisi sosial yang hadir terpisah dari kesadaran
yang equal sebab masyarakat memiliki individual. Oleh karena itu, ranah bukan
hak dan tanggungjawab yang sama dalam ikatan intersubyektif antara individu,
kehidupan sosial (Parekh, 2008). namun secamacam hubungan yang
terstruktur dan tanpa disadari mengatur
Proses integrasi sosial dalam sebuah posisi-posisi individu. Ranah merupakan
masyarakat tentu tidak menafikkan metafora yang digunakan Bourdieu untuk
adanya konflik sebagai bagian yang menggambarkan kondisi masyarakat
tidak terpisahkan dari fenomena sosial yang terstruktur dan dinamis dengan
dan perubahan karena konflik, seperti daya-daya yang dikandungnya. (Ritzer
yang dijelaskan Ralf Dahrendrof adalah dan Goodman, 2010:582-590). Praksis
fenomena sosial yang selalu hadir (inherent dari kerangka konseptual Bourdieu ini
omni presence) dalam setiap masyarakat memiliki relevansi untuk menjelaskan
manusia (Ritzer, 2009). Dengan kata lain fenomena harmoni sosial yang terbentuk
konflik yang hebat sekalipun memiliki pada masyarakat Fakfak karena sebuah
peluang untuk dapat dipadamkan atau masyarakat yang teratur dan harmonis
didamaikan dengan mengombinasikan merupakan perwujudan dari adanya
dua pola sekaligus. Pertama, membangun sistem nilai yang dianut oleh masyarakat
konsensus yang mempertemukan yang cenderung menghindari konflik dan
“kepentingan-kepentingan” kelompok adanya ruang sosial yang mendukung
yang bertikai tersebut ke dalam terwujudnya kondisi tersebut.
sebuah tatanan kekuasaan yang dapat
mengurangi perbedaan (Maswadi Rauf,
2000:15. Kedua, melakukan usaha yang
Metode Penelitian
serius untuk mendorong penguatan
kembali nilai-nilai kebersamaan yang Penelitian ini merupakan
disebut Parekh (2008:87) sebagai “kontrak penelitian lapangan yang dilakukan
moral” antar kelompok dan individu terhadap masyarakat Fakfak di Propinsi
dalam sebuah masyarakat majemuk. Papua Barat. Asumsi yang dikembangkan
dalam penelitian ini adalah bahwa
Pierre Bourdieu (1930-2002),
integrasi dan harmoni yang terjadi di
menawarkan konsep habitus dan field
Fakfak tampaknya disebabkan oleh
(ranah) untuk menganalisis kontestasi
beberapa faktor yang saling berkaitan,
nilai dan norma dalam ruang sosial
yaitu (1) Fakfak memiliki sejumlah
yang luas. Habitus adalah struktur
karakteristik dan keunikan dibandingkan
mental atau kognitif yang dengannya
wilayah lainnya di Papua sehingga
orang berhubungan dengan dunia
dinamika intergasi sosial yang tercipta
sosial. Menurut Bourdieu (1977:72),
memiliki keberhasilan yang sangat tinggi;
individu menggunakan habitush untuk
(2) Budaya dalam masyarakat Fakfak
berhubungan dengan realitas sosial karena
merupakan modal sosial yang sangat
ia telah dibekali dengan serangkaian
penting dan strategis sehingga mampu
skema terinternalisasi yang mereka
merekatkan perbedaan-perbedaan
gunakan untuk mempersepsi, memahami,
agama, etnisitas, pandangan dan status
mengapresiasi dan mengevaluasi dunia
ekonomi dalam satu hubungan sosial yang

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1


26 Saidin Ernas, dkk.

harmonis; (3) Di Fakfak, nilai-nilai kultural wilayah terdepan di Papua yang telah
tersebut sudah dapat dilembagakan dikunjungi oleh orang luar dari berbagai
dalam sistem pemerintahan, politik daerah dengan beragam kepentingan.
dan ekonomi sehingga memberikan Ada yang berkunjung untuk kepentingan
jaminan kuat pada keberlanjutan ekonomi, ekspansi politik, pengambilan
harmoni dan perdamaian. Data-data budak hingga penyebaran agama.
yang dikumpulkan dalam penelitian ini
menggunakan beberapa strategi yang Berdasarkan data BPS 2013, jumlah
digunakan dalam pendekatan kualitatif; penduduk Fakfak 71.069 jiwa. Terdapat
pengamatan (observation), wawancara lebih dari 14 suku bangsa hidup di Fakfak,
mendalam (indepth-interview) dan studi terdiri dari bangsa pribumi dan pendatang
pustaka (library research). yang berasal dari Maluku, Sulawesi, Jawa
dan Sumatera. Agama Islam merupakan
agama mayoritas di Fakfak (53,80%),
setelah itu agama Kristen (28,35%) dan
Hasil dan Pembahasan.
Katolik (17,59%) (BPS Fakfak, 2013).
Sekelumit tentang Fakfak Namun berbagai perbedaan tersebut
tidak memicu konflik atau ketegangan
Fakfak merupakan salah satu antara agama, etnis dan budaya. Justru
kabupaten tertua di Papua bersama hubungan sosial antar masyarakat terjadi
delapan kabupaten lainnya yang pertama dalam relasi yang harmonis dan damai
kali dibentuk pemerintah Indonesia dan dan jarang terjadi konflik dalam skala
terletak di bagian leher dari “kepala besar seperti yang terjadi di tempat lain
burung” Pulau Papua yang saat ini di Papua, meskipun pada tingkat tertentu
menjadi bagian dari Propinsi Papua Barat. potensi konflik selalu ada.
Di era kolonialisme Belanda, Fakfak
bersama Manokwari dikenal sebagai
dua pusat pemerintahan yang disebut
Dominasi Agama dan Budaya dalam Integrasi
Afdelling. Bahkan bila ditarik jauh ke
Sosial.
belakang, pada masa kerajaan Majapahit,
khususnya masa pemerintahan Hayam Pada dasarnya masyarakat
Wuruk, Papua telah dianggap sebagai Fakfak adalah masyarakat komunal
bagian dari wilayah negara nusa yang sangat mementingkan hubungan
Majapahit. Hal ini tercatat dalam Kitab persaudaraan dan kekerabatan. Pada
Negarakertagama yang ditulis oleh awalanya hubungan persaudaraan
Pujangga Prapanca tahun 1365, dalam itu hanya mengikat antara keluarga
Kidung 13, 14, dan 15 secara khusus kemudian berlanjut antara suku lalu
memuat nama-nama daerah yang berada menjadi persaudaraan dalam satu
di bawah kedaulatan Majapahit dan salah wilayah geografis. Faktor sejarah tentang
satu daerah di antaranya adalah Wwanin peperangan, permusuhan dan pengayuan
atau Fakfak saat ini (Onim, 2007). (kanibalisme) antar suku dan kelompok
yang menjadi dasar persaudaraan tersebut.
Posisi Fakfak yang menghadap
Penguatan hubungan persaudaraan
langsung ke Maluku, laksana sebuah pintu
diyakini sebagai jalan untuk memelihara
gerbang yang menyambut mereka yang
perdamaian dan menghadapai kekuatan
akan berkunjung ke Papua. Letaknya yang
musuh yang mungkin akan datang dari
strategis dengan pelabuhan laut terbaik,
luar.
memudahkan kapal dagang dari berbagai
negeri bisa bersandar dalam berbagai Kehadiran agama Islam sejak abad
jenis cuaca. Tidak mengherankan apabila ke-16 dan Kristen serta Katolik pada abad
sejak abad ke-15, Fakfak telah menjadi ke-19 (Onim, 2007) dan perjumpaannya
HARMONI Januari - April 2014
Agama dan Budaya dalam Integrasi Sosial (Belajar dari Masyarakat Fakfak di Propinsi Papua Barat) 27

dengan tradisi dan budaya Fakfak justru cinta kasih di antara mereka. Semua
melahirkan sejumlah nilai dan norma masalah harus diselesaikan dengan
sosial yang mengikat masyarakat Fakfak menanggalkan emosi dan menumbuhkan
dalam keseimbangan. Masyarakat tidak semangat cinta kasih yang menjadi dasar
ingin penetrasi agama memecah belah persaudaraan sejati. Sedangkan Mani
hubungan kekerabatan dan persaudaraan Nina adalah pandangan bahwa tujuan
yang telah terbentuk di antara mereka hidup seseorang di dunia ini adalah untuk
sejak lama. Maka terbentuklah tradisi menciptakan perdamaian. Sehingga bagi
agama keluarga, yang meyakini bahwa masyarakat Fakfak, hanya orang-orang
meskipun dalam satu keluarga ada yang bisa menjaga perdamaian di dunia
perbedaan agama, tetapi mereka merasa ini yang bisa memperoleh kedamaian di
harus tetap menjadi keluarga yang utuh alam sesudah mati (akhirat). Adapun Yoyo
sehingga perbedaan agama tidak menjadi adalah pandangan tentang kerukunan
soal bagi masyarakat di Fakfak. yang menjadi tanggung jawab semua
orang Fakfak (Wawancara dengan Jubair
Dari pemahaman ini muncul
Hubrow, 6 November 2013).
filosofi dan kearifan lokal yang disebut
Satu Tungku Tiga Batu, sebagai lambang Beberapa praktik sosial yang
harmoni sosial di antara masyarakat. melambangkan toleransi dan kerukunan
Secara sederhana filosofi Satu Tungku antar umat beragama dapat dilihat pada
Tiga Batu merupakan gambaran kultural seremoni penyambutan Salib Tuhan Yesus
tentang persaudaraan masyarakat yang melibatkan semua kelompok agama
Fakfak. Dalam konstruksi tradisional di Fakfak. Setiap hari besar agama seperti
masyarakat Fakfak, Satu Tungku Tiga Batu Lebaran dan Natal dirayakan dengan
menggambarkan keseimbangan, ibarat penuh kegembiraan, saling mengunjungi
satu tungku yang ditopang oleh tiga dan mengirim makanan dan hadiah.
batu saat memasak makanan oleh orang- Demikian pula pembangunan rumah-
orang di zaman dahulu. Tanpa tiga kaki rumah ibadah yang dilakukan secara
dari batu, tungku tersebut tidak akan bersama-sama dengan tradisi bakubantu/
stabil dan mengakibatkan masakan akan masohi atau gotong royong di antara umat
mudah tumpah. Tiga batu ini diibaratkan Islam dan Kristen. Tidak jarang seorang
sebagai tiga agama besar yang berada di Kristen menjadi ketua pembangunan
Fakfak yaitu agama Islam, Katolik dan masjid, dan juga sebaliknya. Mereka
Protestan (Iribaram, 2011). D a l a m menganggap agama yang mereka anut
pemikiran masyarakat adat Fakfak, bukanlah alasan untuk memisahkan
kalau tiga kaki dari batu itu stabil maka ikatan kekeluargaan dan persaudaran di
semua persoalan dapat diatasi dengan antara mereka. Maka dengan mudah kita
baik, sehingga implementasi dari filosofi dapat menemukan sebuah keluarga yang
Satu Tungku Tiga Batu dimaknai bukan terdiri dari tiga agama; Islam, Kristen
saja dalam kehidupan beragama tetapi dan Katolik sebagaimana dituturkan oleh
menjangkau semua aspek kehidupan Bapak Simon Hindom sebagai berikut:
dalam masyarakat. Nilai-nilai dasar
dari Satu Tungku Tiga Batu sebagaimana “Di keluarga saya, delapan
tertuang dalam bahasa Baham-Iha adalah bersaudara, ada yang menjadi Kristen,
tentang cinta kasih (idu-idu), perdamaian ada yang Islam, dan Katolik. Ada saudara
(mani nina) dan kerukunan (yoyo). saya haji, keponakan saya bahkan ada
yang jadi pastor. Dalam tradisi kami di sini,
Idu-idu adalah pandangan bahwa sudah terbiasa berbagi agama, asalkan
semua orang Fakfak harus membangun ikhlas dan taat. Jadi, misalnya karena
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1
28 Saidin Ernas, dkk.

pernikahan seorang perempuan terpaksa atau Katolik. Ini demi kebersamaan”.


menjadi mualaf. Maka, nanti salah satu (wawancara dengan Simon Hindom, 28
anaknya disarankan ikut agama Kristen Oktober 2013)

Gambar.1

Kerukunan Umat Beragama di Fakfak

Ket. Gambar.
1. Keterlibatan Umat Islam pada Penjemputan Salib
2. Arsitektur Masjid Tua Pattimburk yang menyerupai Gereja
3. Arsitektur Gereja Tua Danaweria yang menyerupai Masjid
4. Gambar di Mimbar Masjid yang menyerupai Salib

Satu Tungku Tiga Batu merupakan Nilai-nilai agama dan budaya menjadi
hasil akulturasi antara adat dan agama faktor dominan yang menopang harmoni
dalam masyarakat Fakfak yang melahirkan dan perdamaian masyarakat Fakfak.
nilai-nilai toleransi, kerukunan dan Nilai-nilai tersebut menjadi fundamen
kesediaan untuk menerima perbedaan. atau moral contract (Parekh, 2008), yang
Melalui tradisi ini semua sengketa dan mempengaruhi praktik sosial, sehingga
pertentangan dalam masyarakat Fakfak praktik sosial yang terjadi berada
selalu diselesaikan dengan cara-cara dalam relasi yang harmonis dan tetap
dialogis yang dikenal dengan istilah dudu menjaga keseimbangan agar tidak terjadi
tikar. Dalam tradisi dudu tikar, semua konflik. Antropolog Amerika Melville J.
masalah harus diselesaikan secara damai Herskovits dan Bronislaw Malinowski
dan keluargaan, karena berakar dari (1953) menyebut kondisi yang demikian
filosofi; Idu-idu, Mani Nina dan Yoyo yang itu sebagai Cultural-Determinism bagi
telah disebutkan di atas. Tradisi dudu masyarakat setempat, yaitu ketika
tikar adalah upaya untuk menjaga nilai- dinamika sosial masyarakat ditentukan
nilai tersebut, agar masyarakat Fakfak oleh nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki
bisa terus hidup penuh cinta, rukun dan oleh masyarakat itu sendiri.
damai dengan sesama saudaranya.
Sebenarnya hubungan antara
Fenomena masyarakat Fakfak agama dengan kebudayaan merupakan
memperlihatkan bahwa integrasi sosial sesuatu yang ambivalen. Agama dan
yang melintasi batas-batas agama dan budaya mempunyai independensi
budaya dapat terjadi dengan baik karena masing-masing, tetapi keduanya
dibingkai dalam pemahaman kultural memiliki wilayah yang bisa saling
dan relijiusitas masyarakat setempat. tumpang-tindih. Kenyataan tersebut

HARMONI Januari - April 2014


Agama dan Budaya dalam Integrasi Sosial (Belajar dari Masyarakat Fakfak di Propinsi Papua Barat) 29

tidak selalu menghalangi kemungkinan untuk membagi jabatan-jabatan politik


manifestasi kehidupan beragama dalam berdasarkan kekuatan-kekuatan lokal;
bentuk budaya atau sebaliknya. Sehingga agama dan etnis. Apabila bupati adalah
dalam masyarakat Fakfak, agama dan seorang muslim, maka wakil bupati
budaya bisa menyatu dan menjadi dua harus berasal dari kalangan Kristen atau
unsur penting yang berperan dalam Katolik. Demikian juga pada jabatan-
mempengaruhi aktifitas masyarakat. jabatan SKPD dan birokrasi daerah,
Seperti kajian Weber (1958) tentang etika termasuk rekrutmen pegawai negeri
Protestan dan munculnya kapitalisme di sipil (PNS) juga memberi tempat kepada
Eropa Barat, ataupun kasus agama Shinto marga-marga asli orang Fakfak dan para
dan budaya disiplin pada masyarakat pendatang.
Jepang. Ketika ajaran agama masuk dalam
sebuah komunitas yang berbudaya, akan Model politik akomodasi seperti
terjadi tarik menarik antara kepentingan ini memungkinkan kekuatan-kekuatan
agama di satu sisi dengan kepentingan politik di Fakfak tetap terakomodir
budaya di sisi lain. Proses akulturasi dan tidak ada yang merasa ditinggal,
antara agama budaya lalu melahirkan sehingga meminimalisir potensi konflik.
serangkaian norma sosial yang disebut Namun secara faktual politik bagi-bagi
Piere Bourdieu (1983) sebagai habitus jabatan berdasarkan agama ini rawan
yang melahirkan praktik-praktik sosial. disalahgunakan oleh para aktor politik
Habitus itulah yang menjadi struktur lokal dalam perebutan jabatan politik.
mental atau kognitif yang dengannya Kasus perselisihan personal antara Bupati
orang-orang di Fakfak berhubungan Uswanas dan Wakilnya Nimbitkendik
dengan dunia sosial yang kompleks, dan telah menarik agama ke dalam konflik
terkadang antagonistik. politik. Hal ini menunjukkan bahwa
bila tidak hati-hati politisasi agama
pada tingkat tertentu dapat berpotensi
membenturkan kekuatan-kekuatan
Proses Pelembagaan Nilai dalam Integrasi agama di Fakfak dalam konflik yang
Sosial di Fakfak tidak diinginkan.
Dalam kasus masyarakat Fakfak, Selain masalah politik, praktik
proses pelembagaan nilai dan norma keseimbangan juga diterapkan dalam
dapat ditemukan pada dua bentuk; masalah-masalah ekonomi sehingga
pertama, semangat agama keluarga yang tidak terlalu dikuasai oleh etnis
melahirkan Satu Tungku Tiga Batu yang pendatang. Pembangunan ekonomi
kemudian diadopsi sebagai spirit dalam di Fakfak didorong untuk membuka
hampir semua aktifitas sosial, keagamaan, kesempatan luas kepada masyarakat
politik bahkan ekonomi. Inilah yang asli Fakfak sehingga tidak terlalu
disebut norma sosial yang melembaga tertinggal dari etnis pendatang. Mereka
(institutinalized). Pemerintah adalah diberikan hak monopoli untuk memiliki
salah satu agen utama yang mengadopsi perkebunan-perkebunan pala di seluruh
filosofi Satu Tungku Tiga Batu sebagai asas Fakfak. Pala menjadi komoditi unggulan
untuk membentuk kehidupan politik di yang dikuasai orang-orang Fakfak sejak
Fakfak yang seimbang dan harmonis. dahulu, karena di tanam di atas tanah-
Pemerintah memiliki kepentingan untuk tanah ulayat yang luas. Hak monopoli ini
menjaga stabilitas keamanan sehingga memberi mereka kemandirian ekonomi
memandang perlu untuk melembagakan ketika berhadapan dengan masyarakat
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan pendatang asal Bugis-Makassar, Cina
politik. Dalam ranah politik lokal di dan Arab yang agresif dalam aktifitas
Fakfak, muncul konsensus politik
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1
30 Saidin Ernas, dkk.

perekonomian dan perdagangan. Namun ini dapat menghindari kecemburuan


untuk memasarkan biji-biji pala tersebut sosial akibat praktik ekonomi yang
masyarakat Fakfak bergantung pada hanya dikuasai kelompok pendatang. Di
pembeli lokal yang biasanya berasal dari seluruh tempat di Papua, pasar bukan saja
etnis pendatang. Selain membeli pala menjadi tempat aktifitas ekonomi namun
dari masyarakat, para pedagang juga juga telah menjadi arena kontestasi
mendatangkan berbagai jenis barang identitas, lokal dan pendatang. Sehingga
dagangan; sandang, pangan dan papan sering terjadi konflik dan kekerasan
yang dibutuhkan oleh masyarakat Fakfak. yang bermula dari pasar yang dianggap
Relasi ekonomi yang demikian telah sebagai simbol dominasi. Orang-orang
membentuk suatu hubungan yang saling Papua yang hanya bisa membuka lapak
membutuhkan (symbiosis mutualism), di pinggiran jalan sambil memandang
yang pada akhirnya meminimalisir dengan cemburu orang Bugis, Makassar
proses permusuhan antara komunitas dan Jawa yang menguasai pasar-pasar di
lokal dengan pendatang. Papua. Maka penting untuk memastikan
bahwa masyarakat asli Papua agar
Pemerintah Fakfak juga berperan memiliki akses dan kekuasaan terhadap
penting dalam memperkecil potensi pasar untuk menunjukkan bahwa
konflik dalam hubungan-hubungan sebetulnya mereka adalah penguasa
ekonomi. Pemerintah mendorong di pasar dan bukan sekedar jongos dari
masyarakat asli Fakfak untuk terlibat majikan yang entah datang darimana.
dalam aktifitas ekonomi di pasar. Untuk Pemerintah Fakfak menyadari situasi
kepentingan tersebut, pemerintah tersebut dan membuat kebijakan untuk
menyediakan tempat khusus bagi memberi hak kepemilikan kepada
masyarakat lokal untuk berdagang para pedagang lokal di Fakfak untuk
di pasar Tumburuni Fakfak. Mereka menempati tempat khusus dan strategis
menyediakan lapak-lapak untuk di pasar Tumburuni Fakfak. Hal ini
berjualan berbagai produk pangan lokal mengurangi potensi konflik sosial karena
dan buah-buah musiman di lantai satu kecemburuan ekonomi antara masyarakat
pasar tersebut. Setidaknya kebijakan asli dan pendatang.

Gambar. 2.

Skema Pelembagaan Nilai dalam Masyarakat Fakfak

PEMERINTAH

ISLAM

ADAT KATOLIK KRISTEN PRAKTIK SOSIAL

NORMA/NILAI LEMBAGA SOSIAL

HARMONI Januari - April 2014


Agama dan Budaya dalam Integrasi Sosial (Belajar dari Masyarakat Fakfak di Propinsi Papua Barat) 31

Kedua, proses pelembagaan nilai mengingatkan umat tentang pentingnya


dalam bentuk yang formal dan terorganisir menjaga toleransi, kerukunan dan
dapat ditemukan pada sejumlah saling menghormati di antara umat
organisasi sosial yang menjalankan beragama. Kelompok ini secara spiritual
fungsi pengendalian sosial. Lembaga terus memperkuat filosofi Satu Tungku
sosial yang demikian dapat ditemukan Tiga Batu, bukan saja sebagai tanggung
pada sejumlah organisasi formal baik jawab sosial tetapi juga tanggungjawab
yang telah hadir sejak dahulu, maupun keimanan.
yang baru dibentuk untuk menjaga dan
mengawasi agar praktik-praktik sosial di Paguyuban Etnis Nusantara yang
Fakfak tetap berada dalam kerangka nilai terdiri dari berbagai etnis; Sulawesi, Buton,
dan norma lokal yang telah hidup dalam Seram, Maluku, Jawa dan Sumatera yang
masyarakat. Lembaga sosial dimaksud juga memiliki peran dalam membangun
adalah: saling pengertian antara masyarakat
pendatang dan masyarakat asli Fakfak.
Tujuh lembaga adat Pertuanan
(kerajaan) yang telah eksis sejak Lembaga-lembaga kemasyarakatan
beberapa abad lampau, lembaga tersebut memiliki misi yang sama yaitu
kerajaan yang memiliki wilayah yang menjaga agar hubungan sosial antara
luas dan masyarakat yang majemuk. agama, etnis dan budaya di Fakfak tetap
Raja menjadi penguasa kultural yang berjalan harmonis dan damai. Mereka
berperan penting dalam menyelesaikan berfungsi sebagai pengendali sosial dan
berbagai permasalahan yang berpotensi memastikan bahwa hubungan sosial
menimbulkan konflik. Oleh sebab itu dalam masyarakat tidak menimbulkan
dalam setiap kerajaan, memiliki lembaga konflik. Bahkan lembaga adat seperti
pengadilan adat yang mengadili perkara- pengadilan adat memegang kunci sebagai
perkara adat antar warga masyarakat. resolusi konflik pada tahap yang paling
awal, melalui kewenangannya untuk
Dewan Adat Baham-Mata dan menangani sengketa-sengketa adat, hak
Pengadilan Adat yang didirikan pada ulayat, pelanggaran susila, kekerasan
tahun 2007 sebagai organisasi adat hasil dalam rumah tangga (KDRT) hingga
output dari implementasi UU No.21 penghinaan agama. Dalam beberapa
tentang Otonomi Khusus Papua. Dewan kasus seperti perkelahian antar kampung,
Adat berperan dalam mengendalikan polisi langsung menyerahkan kepada
konflik sosial melalui jembatan aspirasi Pengadilan Adat untuk diselesaikan
antara kelompok-kelompok yang secara adat. Proses penyelesaian konflik
menyuarakan kemerdekaan Papua dan secara kultural tersebut lebih diterima oleh
Pemerintah. Meskipun pada tingkat masyarakat adat karena dianggap lebih
tertentu kelompok ini sering dituduh memuaskan ketimbang penyelesaian
sebagai kekuatan separatis di Fakfak, melalui mekanisme hukum negara.
namun mereka telah menjadi katalisator
yang baik bagi kelompok-kelompok Apa yang terjadi di Fakfak
lokal yang mengusung ide kemerdekaan menunjukkan bahwa sistem nilai dalam
Papua. Sementara itu lewat Pengadilan masyarakat dapat berjalan dan fungsional
Adat, mereka juga berperan dalam apabila menjelma menjadi sistem sosial
menyelesaikan sejumlah sengketa, konflik yang kuat dan melembaga (Soekanto,
dan pertentangan antar kelompok. 2000). Dalam perspektif reproduksi sosial,
seperti yang digambarkan Bourdieu
Lembaga-lembaga keagamaan, (Harker, 2009), sistem nilai (habitus) harus
MUI, GKI, GPI, Pastoral dan FKUB dapat diterima, disepakati, difungsikan
yang menjadi kekuatan sosial yang terus dan secara formal dapat diterapkan

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1


32 Saidin Ernas, dkk.

untuk mempengaruhi interaksi sosial kelompok yang saling bertentangan.


dan memelihara keteraturan sosial. Kehadiran kelompok-kelompok yang
Pemikiran semacam ini mengandaikan semakin militan dalam memperjuangkan
bahwa arena sosial, ekonomi dan politik hak-hak politik Papua di Fakfak seperti
dapat dipengaruhi (distrukturkan) Komite Nasional Papua Barat (KNPB),
oleh nilai dan norma atau sebaliknya Komite Nasional Pemuda Papua Barat
arena tersebut yang mempengaruhi (KNPPB) pimpinan Arnoldus Koncu, dan
(menstrukturkan) praktik-prakti sosial. kelompok yang berlawanan seperti Barisan
Tradisi membutuhkan aktifitas ritual Merah Putih pimpinan Islamil Bauw, serta
dan lembaga-lembaga adat untuk tetap milisi-milisi sipil yang disponsori aparat
mempertahankan eksistensinya. Bahkan keamanan dalam konfliknya dengan
lebih dari itu nilai-nilai budaya harus bisa kekuatan-kekuatan pro-kemerdekaan
berebut pengaruh dalam ruang-ruang Papua merupakan tantangan yang tidak
politik dan ekonomi yang seringkali mungkin bisa diabaikan. Sementara
berjalan dalam logika yang kontradiktif. pemberlakukan Otonomi Khusus dengan
segala implikasinya dan pembangunan
yang belum melahirkan kesejahteraan
Masa Depan Integrasi Sosial di tengah masih menjadi pertanyaan tentang kapan
Perubahan Sosial di Papua. Papua bisa bangkit dari kemiskinan dan
keterbelakangan.
Masyarakat Fakfak dan segenap
kebudayaannya adalah sesuatu yang Kedua, Potensi konflik keagamaan
dinamis dan akan terus mengalami yang diintrodusir melalui isu Islamisasi
perubahan sesuai konteks ruang dan dan radikalisasi agama yang sedang
waktu. Setiap saat nilai-nilai budaya berlangsung di Papua juga menjadi
akan menghadapi tantangan, benturan tantangan di Fakfak. Perubahan
bahkan kontestasi dengan nilai-nilai demografis dengan meningkatnya
yang lain yang datang dari luar. Ataupun populasi umat Islam secara signifikan,
nilai-nilai baru yang muncul dari dalam ternyata dirasakan sebagai ancaman serius
masyarakat sebagai konsekwensi dari bagi sebagian besar masyarakat Kristen
proses perubahan itu sendiri. Dalam hal Papua. Sebab bagi sebagian gerakan-
ini kita bisa mengidentifikasi beberapa gerakan pro kemerdekaan, Islamisasi
persoalan sebagai tantangan yang harus secara tidak langsung dianggap sebagai
dihadapi oleh masyarakat Fakfak. proses Indonesianisasi (Warta, 2011).

Pertama, penyelesaian berbagai Orang-orang Islam Papua sendiri


masalah di Papua seperti masalah- menyadari konstruksi identitas Papua
masalah politik, ekonomi, sosial budaya yang Kristen. Saat ini mereka sedang
dan hukum yang belum tuntas, diyakini berupaya merekonstruksi kembali sejarah
secara struktural maupun kultural agama di Papua, bahwa Islam pada
akan terus menekan masyarakat dasarnya bukan merupakan agama baru
Fakfak. Sebagai salah satu kabupaten di di Papua tetapi justru merupakan agama
Propinsi Papua Barat, masyarakat Fakfak pertama yang dikenal masyarakat Papua.
tidak bisa menghindar dari berbagai Klaim ini berdasarkan fakta sejarah yang
problematika yang terjadi di kota-kota terus dimunculkan bahwa Islam telah
besar seperti Jayapura dan Manokwari lama hadir hampir dua abad sebelum
dan berpengaruh ke banyak daerah di agama Kristen masuk ke Papua. Beberapa
wilayah Papua lainnya. Isu-isu politik publikasi yang terkenal misalnya tulisan
seperti separatisme dan otonomi khusus Toni Wanggai (2009) “Rekonstruksi
turut membelah masyarakat dalam Sejarah Masuknya Islam di Papua”, dan

HARMONI Januari - April 2014


Agama dan Budaya dalam Integrasi Sosial (Belajar dari Masyarakat Fakfak di Propinsi Papua Barat) 33

tulisan Ali Atwa (2008) “Islam atau Kristen Kontestasi yang demikian
Agama Orang Papua?”, merupakan menjadikan hubungan antar agama
upaya intelektual muslim Papua untuk di hampir seluruh tempat di Papua,
memperkuat klaim sejarah Islam di termasuk Fakfak menjadi tegang.
Papua. Bahkan pemerintah daerah Padahal sebagaimana telah dibahas
Kabupaten Fakfak pernah membuat dalam bagian-bagian sebelumnya bahwa
penelitian yang diseminarkan pada tahun Fakfak adalah daerah muslim terbesar
2006 tentang sejarah masuknya Islam di di Papua yang berhasil meletakkan
Papua. Kesimpulan penting dari seminar dasar-dasar toleransi yang kuat yang
tersebut bahwa Islam adalah agama berakar pada kultur dan adat-istiadat
pertama yang masuk ke Papua dan oleh masyarakat setempat. Pertanyaan yang
karenanya merupakan agama tuan tana fundamental saat ini adalah bagaimana
mempertahankan norma dan kearifan
di Papua. Kesimpulan ini bukan sesuatu
lokal di Fakfak agar tetap fungsional
yang baru, tetapi belum menjawab
di tengah berbagai tekanan dan proses
pertanyaan tentang mengapa Islam tidak
perubahan sosial yang seringkali tidak
bisa berkembang baik di Papua, seperti
bisa dicegah. Perubahan sosial terjadi
yang disinyalir sejumlah penulis Kristen
pada semua masyarakat dalam setiap
bahwa hal tersebut terjadi karena Islam proses dan waktu dengan dampak yang
kurang bisa diterima oleh masyarakat bisa positif ataupun negatif. Dalam
Papua yang memiliki kebudayaan yang beberapa kasus proses integrasi sosial
khas (Onim, 2009). melemah justru sejalan dengan semakin
Fakfak sendiri telah menjadi salah melemahnya nilai-nilai sosial yang
selama ini berfungsi sebagai crosscutting
satu mercusuar dakwah Islam di Papua,
affiliation dan crosscutting loyality dalam
sehingga banyak orang menyebut Fakfak
sebuah masyarakat. Sebagaimana kasus
sebagai “Serambi Mekkah-nya” Papua.
melemahnya tradisi pela dan gandong yang
Fakta ini tidak terbantahkan karena dari
tidak bisa mengendalikan konflik sosial
71.069 jumlah penduduk Fakfak pada bernuansa agama di Ambon. Sebagian
tahun 2012, mayoritas beragama Islam sosiolog percaya bahwa modernisasi
(53,80%), dan sebagian besar di antaranya yang melanda Indonesia (termasuk
adalah muslim pribumi yang cukup taat komunikasi dan budaya) menjadi salah
bahkan sebagian telah menjadi tokoh- satu penyebab bergesernya oriantasi
tokoh Islam yang populer di Papua. Di nilai budaya seperti pela dan gandong
sini berdiri salah satu gerakan Islam yang yang bersifat kultural relijius, melemah
paling agresif dalam dakwah Islam di menjadi bersifat simbolik semata. Hal
Papua, yaitu Al-Fatih Kaafah Nusantara ini terutama di kalangan anak-anak
(AFKN), sebuah organisasi dakwah muda yang tidak memiliki cultural sense
yang didirikan oleh Ustadz Mohamed terhadap kebudayaannya sendiri.
Zaaf Fadzlan Garamatan, seorang warga
Masyarakat Fakfak membutuhkan
asli Fakfak. AFKN memiliki misi untuk
strategi bertahan dari globalisasi dan
melanjutkan proses Islamisasi di Papua
modernisasi yang membawa serta
yang sempat terhenti oleh misi zending
pengaruh-pengaruh buruk bagi eksistensi
dan kolonialisme Belanda. Bagi beberapa
kebudayaan. Maka masyarakat lokal
kelompok Kristen di Papua, keberadaan
seperti di Fakfak tidak memiliki pilihan
ormas Islam dengan dakwahnya yang lain selain melakukan penguatan nilai-
semakin marak belakangan ini telah nilai budaya, juga perlu beradaptasi
menjadi ancaman bagi Kristen (ICG, secara keratif, sehingga bisa menerima
2008). proses perubahan tanpa harus larut dalam

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1


34 Saidin Ernas, dkk.

perubahan itu sendiri. Masyarakat perlu yang terjadi hampir di semua tempat di
mengenali lingkungan strategisnya, dan Papua. Agama dan budaya telah menjadi
menyesuaikan diri dengan lingkungan faktor determinan yang memperkuat
tersebut. Studi ini menunjukkan bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Fakfak
masyarakat Fakfak bisa mempertahankan yang majemuk. Integrasi sosial tersebut
nilai-nilai budaya dan kearifan lokalnya dibentuk dari akulturasi antara nilai-
justru karena mereka membuka diri nilai agama dan budaya yang melahirkan
terhadap kebudayaan lain sehingga nilai-nilai toleransi dan kerukunan antar
beragam kebudayaan, ideologi dan agama masyarakat yang berbeda agama, etnis
yang masuk ke Fakfak saling berinteraksi dan budaya. Nilai-nilai tersebut kemudian
dan membentuk kebudayaan Fakfak dilembagakan dalam filosofi Satu Tungku
saat ini. Kehadiran berbagai kelompok Tiga Batu yang menjadi norma dan
pendatang dari Maluku, Sulawesi, kearifan lokal yang mengikat masyarakat
Arab dan Cina sejak beberapa abad lalu Fakfak dalam satu satu keseimbangan.
justeru telah memperkaya kebudayaan Namun studi ini juga menemukan
Fakfak. Upaya lainnya adalah melakukan bahwa harmoni dan perdamaian
transformasi kultural agar budaya-budaya pada masyarakat Fakfak memerlukan
lokal selalu sesuai dengan semangat penguatan terus-menerus karena rentan
zaman. Itu artinya selain membuka dengan berbagai isu politik di Papua
diri pada perubahan, masyarakat juga yang pada tingkat tertentu memecah
dituntut untuk melakukan tafsir dan masyarakat kedalam kelompok yang
kontekstualisasi terhadap tradisi, budaya, saling mencancam, seperti Pro-
dan adat istiadat yang mungkin dianggap Merdeka dan Pro-NKRI. Sementara itu,
tidak sesuai lagi dengan kehidupan saat munculnya isu Islamisasi yang didukung
ini. oleh kehadiran kelompok-kelompok
keagamaan yang radikal dengan jaringan
yang semakin meluas dan tidak toleran
Catatan Penutup. pada perbedaan agama, seperti HTI,
Laskar Jihad dan AFKN serta gereja-
Kajian ini menunjukkan bahwa gereja ekstrim dari kalangan Kharismatik
dinamika sosial di Papua bukan hanya dan Pantekosta juga patut di perhatikan.
tentang konflik dan kekerasan, sebab Oleh sebab itu, masyarakat Fakfak dan
kita masih bisa menemukan harmoni dan institusi sosial di sana perlu diperkuat
perdamaian di wilayah-wilayah tertentu untuk mempertahankan harmoni dan
di Papua yang berkontribusi terhadap keragaman di tengah berbagai tekanan
penguatan integrasi sosial sebagaimana yang ada. Mungkin diperlukan kreatifitas
terjadi di Fakfak, Papua Barat. dalam beradaptasi dan kemampuan
Masyarakat Fakfak berhasil menjaga melakukan transformasi agar nilai-nilai
wilayahnya untuk tidak jatuh dalam lokal tetap aktual di tengah berbagai
konflik dan anarkisme sebagaimana perubahan.

Daftar Pustaka.

Bertrand, Jacques. Nationalism anda Ethnic Conflik in Indonesia. Newyork: Cambridge


University Press. 2004
Bourdieu, Pierre. Outline of a Theory of Practice. United kindom: : Cambridge University,
1997

HARMONI Januari - April 2014


Agama dan Budaya dalam Integrasi Sosial (Belajar dari Masyarakat Fakfak di Propinsi Papua Barat) 35

---------Language and Symbolic Power. Massachusetts: Harvard University Press, 1991


Ernas, Saidin. Perjanjian Malino dan Penyelesaian Konflik Mauluku. Tesis Magister pada
Program Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006.
Harker, Richard, (edit). (Habitush x Modal)+Ranah=Praktik, Pengantar Paling Komprehensif
Kepada Pemikiran Pierre Bourdieu, Yogyakarta: Jalasustra, 2009
Iribaram, Suprapto. Satu Tungku Tiga Batu (Kerjasama Tiga Agama dalam Kehidupan Sosial
di Fakfak). Yogyakarta: Tesis Magister pada Program Pascasarjana Antropoli
Universitas Gadjah Mada, 2011
Nugroho, Heru. Konstruksi Sara, Kemajemukan dan Demokrasi, UNISIA, No.40/XXII/1999.
Onim, J.F.. Islam dan Kristen di Tanah Papua. Bandung: Jurnal Info Media, 2006
Parekh, Biku.. A New Politics of Identity. New York: Palgrave Macmillan, 2008
--------Rethinking Multiculturalism, Keragaman Budaya dan Teori Politik. Yogyakarta:
Kanisius, 2008
Pranawati, Rita (edit.). Kebebasan Beragama dan Integrasi Sosial. Jakarta: Center for Study
of Religion and Culture (CSRC), 2011
Putuhena, Saleh. Studi Sejarah Masuknya Islam di Fakfak. Diproduksi oleh Pemerintah
Kabupaten Fakfak, 2006
Rauf, Maswadi. Konsensus Politik Sebuah Penjajagan Teoritik, (Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2000.
Ritzer, George.. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta; Rajawali Press,
1992
---------dan Douglas J. Goodman.Sociological Theory, diterjemahkan oleh Nurhadi, “Teori
Sosiologi; dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori
Sosial Moderen”. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009
Soekanto, Soerjono.Sosiologi, Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Takwin, Bagus. “Proyek Intelektual Pierre Bourdieu: Melacak Asal-usul Masyarakat,
Melampaui Oposisi Biner dalam ilmu Sosial, Pengantar dalam Richard Harker,
(edit.), (Habitush x Modal)+Ranah=Praktik, Pengantar Paling Komprehensif Kepada
Pemikiran Pierre Bourdieu, Yogyakarta: Jalasustra, 2009.
Warta, Cristian. “Perkembangan Masalah Agama di Papua: Sengketa antar Agama dan
Pencegahan Konflik”, dalam Fajar Ibnu Tufail (edit.), Politik Identitas Pasca Orde
Baru, Yogyakarta: LKiS, 2006.
Widjoyo, Muridan S. Papua Road Map; Negotiating the Past, Improving the Present and
Securing the Future. Jakarta: Yayasan TIFA, 2009.
Wanggai, Toni Victor M. Rekonstruksi Sejarah Umat Islam di Tanah Papua. Badan Litbang
dan Diklat Departemen Agama RI. 2009.

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1

Anda mungkin juga menyukai