Anda di halaman 1dari 15

122

B. PEMBAHASAN

Pembahasan merupakan proses analisa teori dan implikasi dengan

proses keperawatan secara nyata. Pada bab ini penulias akan

membandingkan 2 pasien dengan kasus yang sama dan menguraikan

kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang ditemukan pada kasus

pasien Tn.WW dan Tn.SP dengan Pre apendiksitis akut dan Post

Apendiktomi Hari 0 di Ruang Bima RSUD Sanjiwani Gianyar yang

dibahas sesuai dengan tahapan proses keperawatan.

1. Pengkajian Keperawatan

Tahap pengkajian merupakan tahap awal dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien, dimana pengkajian Pre pada

pasien 1 dilakukan pada tanggal 26 Mei 2017 pada pukul 10.00 wita,

pengkajian Post pada pasien 1 dilakukan pada tanggal 27 Mei 2017 pada

pukul 11.00 Wita dan pengkajian pre pada pasien 2 di lakuakan pada

tanggal 01 Mei 2017 pada pukul 10.00 Wita, pengkajian post pada pasien

2 di lakuakan pada tanggal 02 Mei 2017 pada pukul 11.30 Wita dengan

tehnik wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan catatan medik pasien.

Tabel 4.11 Pembahasan pengkajian keperawatan

N Teori Pasien 1 Pasien 2


o

1 Menurut wijaya & 25 Tahun 18 Tahun


putri, (2013)
kejadian
apendiksitis paling
sering terjadi pada
umur 20 – 30 tahun.
123

2 Pre op Apendiksitis
Akut DS: DS:
DS:
- -
1. Mual,
muntah,
kembung - -

2. Tidak nafsu
makan
- -

3. Diare atau
konstipasi

DO: DO:
DO:
- -
1. Takhikardi,
takipnea
- -
2. Demam(37,50
C-38,50C)
(Nursalam,2008)

3 Post op apendiktomi
DS: DS:
DS:
1. Lemas - -

2. Haus - -

3. Mual, - -
kembung

DO: DO: DO:

1. Selaput -
-
mukosa
kering.

(Nursalam,2008)
124

Berdasarkan tabel di atas terdapat perbedaan umur antara pasien 1

dan 2. Menurut wijaya & putri, (2013) kejadian apendiksitis paling sering

terjadi pada umur 20 – 30 tahun. Jadi jika dilihat dari umur pasien 1 dan 2

dan dibandingkan dengan teori masih dalam rentang umur yang berisiko

mengalami apendiksitis.

Data subjektif pre operasi berdasarkan tabel di atas di peroleh data

bahwa secara teori mual ,muntah, kembung terjadi sedangkan keluhan

yang di rasakan pasien 1 dan 2 yaitu mual, muntah, tidak terjadi karena

mual adalah gejala awal dari pusat muntah yang di sebabkan implus yang

berasal dari otak sehingga memulai muntah. Muntah merupakan proses

pembersihan lambung dengan sendirinya, muntah di sebabkan oleh adanya

rangsangan pada pusat muntah akibat gangguan otak sendiri. mual dan

muntah baru timbul apabila telah terjadi strangulasi, trangulasi adalah

keadaan dimana vasa dari suatu saluran terjepit sehingga terjadi hipoksia

jaringan sampai anoksia jaringan. perut kembung tidak terjadi karena perut

kembung merupakan sensasi atau perasaan yang tidak nyaman akibat

akumulasi gas yang di sebabkan oleh gas yang masuk ke saluran

pencernaan akibat udara yang di telan, hal ini tidak terjadi pada pasien 1

dan 2. (Diyono, & mulyani, 2013)

Data subjektif pre berdasarkan tabel di atas di peroleh data secara teori

penurunan nafsu makan sedangkan keluhan yang di rasakan pasien 1 dan 2

yaitu penurunan nafsu makan tidak terjadi karena tidak nafsu makan

terjadi jika mengalami anoreksia, anoreksia merupakan keluhan berupa


125

penurunan nafsu makan pada lambung dan saluran cerna. (Diyono, &

mulyani, 2013)

Data subjektif pre operasi berdasarkan tabel di atas di peroleh data

bahwa secara teori diare, konstipasi terjadi sedangkan keluhan yang di

rasakan pasien 1 dan 2 yaitu Diare atau konstipasi tidak terjadi karena diare

terjadi jika apendiksitis di dekat atau menempel pada rectum,akan muncul

gejala dan rangsangan sigmoid atau rectum,sehingga pristaltik usus

meningkat ,pengosongan rectum menjadi lebih cepat dan berulang-ulang ,

konstipasi terjadi jika jika infeksi menyebar ke usus akan menyebabkan

iritasi pada usus dan penururnan peristaltik usus, kemudian distensi

abdomen terjadi sehingga menyebabkan konstipasi. (Brunner and

Suddarth, 2002 ; Mansjoer & Doengoes ; 2000)

Data objektif pre operasi berdasarkan tabel di atas di peroleh data

bahwa secara teori Takhikardi, Takipnea terjadi sedangkan keluhan yang

di rasakan pasien 1 dan 2 yaitu Takhikardi, takipnea tidak terjadi karena

pasien 1 dan 2 tidak mengalami perforasi jika apendiksitis sudah

mengalami peritonitis maka baru ada Takhikardi dan Takipnea. ( wijaya &

putri, 2013)

Data objektif pre operasi berdasarkan tabel di atas di peroleh data

bahwa secara teori Demam terjadi sedangkan keluhan yang di rasakan

pasien 1 dan 2 yaitu Demam tidak terjadi, demam terjadi jika apendiksitis

mengalami komplikasi seperti perforasi dan peritonitis.( warsingsih,

2016), sebelumnya pasien sudah mendapatkan obat paracetamol saat

berobat ke klinik, saat pengkajian suhu tubuh pasien normal yaitu 36o C.
126

Data subjektif post operasi berdasarkan tabel di atas di peroleh data

bahwa secara teori haus terjadi sedangkan keluhan yang di rasakan pasien

1 dan 2 yaitu haus tidak terjadi karena haus terjadi jika mengalami

dehidrasi, dehidrasi adalah ketidakseimbangan cairan tubuh di karenakan

pengeluaran cairan lebih besar dari pada pemasukan. ( almatsier,2009)

Data objektif post operasi berdasarkan tabel di atas di data subjektif di

peroleh data bahwa secara teori selaput mukosa bibir kering terjadi

sedangkan keluhan yang di rasakan pasien 1 dan 2 yaitu selaput mukosa

kering tidak terjadi karena selaput mukosa kering terjadi jika di temukan

tanda-tanda dehidrasi, dehidrasi adalah ketidakseimbangan cairan tubuh di

karenakan pengeluaran cairan lebih besar dari pada pemasukan.

(almatsier,2009)

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respon manusia (satatus kesehatan atau resiko perubahan pola) dari

individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga

status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah

(Nursalam, M. 2008).

Tabel 4.12 Pembahasan diagnosa keperawatan

Teori Pasien 1 Pasien 2

Pre op apendik akut

1. Nyeri akut berhubungan 1. Nyeri akut 1. Nyeri akut


dengan distensi jaringan berhubungan berhubungan
usus oleh inflamasi. dengan distensi dengan distensi
127

2. Perubahan nutrisi kurang jaringan usus oleh jaringan usus oleh


dari kebutuhan tubuh inflamasi. inflamasi.
berhubungan dengan 2. Ansietas 2. Ansietas
anoreksia, mual dan berhubungan berhubungan
muntah. dengan tindakan dengan tindakan
3. Hipertermi berhubungan pembedahan yang pembedahan yang
dengan peningkatan akan dilakukan. akan dilakukan.
kebutuhan metabolik 3. PK Infeksi 3. PK Infeksi
sekunder terhadap proses
inflamasi.
4. Diare berhubungan
dengan peningkatan
peristaltik sekunder
akibat peningkatan laju
metabolik
5. Konstipasi berhubungan
dengan penurunan
peristaltik usus sekunder
terhadap infeksi.
6. Ansietas berhubungan
dengan tindakan
pembedahan yang akan
dilakukan.
7. Kurang pengetahuan
tentang kondisi,
prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi.
Menurut Carpenito, (2012) &
Doenges, (2012)

Post op apendiktomi
1. Risiko terhadap infeksi
1.Nyeri akut 1.Nyeri akut
berhubungan dengan berhubungan dengan
berhubungan dengan
tempat masuknya trauma jaringan dan
trauma jaringan dan
organisme sekunder spasme otot refleks
spasme otot refleks
terhadap pembedahan. akibat operasi.
akibat operasi.
2. Nyeri akut berhubungan 2. Hambatan mobilitas 2. Hambatan mobilitas
dengan trauma jaringan fisik berhubungan fisik berhubungan
dan spasme otot refleks dengan nyeri dengan nyeri
akibat operasi. 3.Risiko terhadap 3.Risiko terhadap
3. Hambatan mobilitas fisik infeksi berhubungan infeksi berhubungan
berhubungan dengan dengan tempat dengan tempat
nyeri. masuknya masuknya
4. Risiko tinggi terhadap organisme sekunder organisme sekunder
kekurangan volume cairan terhadap terhadap
berhubungan dengan pembedahan pembedahan
pembatasan pasca operasi.

(Carpenito, L.J., 2014 &


128

Doenges.M.E., 2012)

Pada tinjauan teori pre op apendiksitis muncul 7 masalah keperawatan,

dimana 2 masalah keperawatan dari tinjauan teori tersebut sesuai dengan

masalah keperawatan yang ada pada kasus pasien 1 dan 2 yaitu: nyeri akut,

dan ansietas, dan 1 masalah keperawatan yang muncul pada pasien yang

tidak sesuai dengan teori adalah pk infeksi, karena data yang di temukan

pada pasien 1 dan 2 adalah WBC meningkat, WBC pada pasien 1 adalah

16.0 10^3/ul, WBC pasien 2 adalah 19,3 10^3/ul. Kemudian masalah yang

tidak muncul pada pasien 1 dan 2 adalah 5 diagnosa keperawatan lagi tidak

ditemukan pada kasus yaitu :

Diagnosa 1 yaitu Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, karena pasien tidak

mengalami tanda-tanda kekurangan nutrisi seperti mual, muntah dan pasien

1 dan 2 makan bubur dan habis 1 porsi tetapi untuk tindakan operasi

keesokan harinya pasien di puasakan dari pukul 24.00 wita, maka tidak di

temukan data untuk mengangkat diagnosa perubahan nutrisi.

Diagnose 2 yaitu Hipertermi berhubungan dengan peningkatan

kebutuhan metabolik sekunder terhadap proses inflamasi karena saat

pengkajian suhu tubuh pasien 1 normal yaitu 36,4 oC, pasien 2 36,3oC dan

pasien tidak mengeluh badannya mengalami panas maka penulis tidak

menemukan tanda- tanda untuk mengangkat diagnosa hipertermi.

Diagnosa 3 yaitu Diare berhubungan dengan peningkatan peristaltik

sekunder akibat peningkatan laju metabolik karena saat pengkajian pasien 1

dan 2 sudah BAB dengan konsistensi lembek,warna kuning,bau khas feses,


129

tidak ada lender dan darah, bising usus pasien 1: 6x/menit, pasien 2:

7x/menit, maka penulis tidak mengangkat diagnose diare.

diagnose 4 Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus

sekunder terhadap infeksi karena tidak di temukannya tanda-tanda kontipasi

seperti saat pengkajian pasien 1 dan 2 sudah BAB dengan konsistensi

lembek,warna kuning,bau khas feses, tidak ada lender dan darah, bising

usus pasien 1: 6x/menit, pasien 2: 7x/menit, maka dari itu penulis tidak

mengangkat diagnose kontipasi.

Diagnose 5 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi karena saat

pengkajian pada pasien 1 dan 2 mengtakan mengetahui tentang penyakitnya,

penyebab, perawatan dan pengobatanya maka dari itu penulis tidak

mengangkat diagnosa kurang pengetahuan.

Pada tinjauan teori post op apendiktomi muncul 4 masalah keperawatan,

dimana 3 masalah keperawatan dari tinjauan teori tersebut sesuai dengan

masalah keperawatan yang ada pada kasus pasien 1 dan 2 yaitu: nyeri akut,

hambatan mobilitas fisik dan resiko tingggi terhadap infeksi. Kemudian

masalah yang tidak muncul pada pasien 1 dan 2 adalah 1 diagnosa

keperawatan lagi tidak ditemukan pada kasus yaitu : resiko tinggi terhadap

kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan pembatasan pasca

operasi, karena pendarahan pada luka pasien tidak terjadi dan asupan cairan

baik oral dan parentral dapat terpenuhi dengan baik, pasien sudah

mendapatkan terapy intravena IVFD RL 20 tpm , hal ini dibuktikan dengan

akral hangat, frekuensi nadi pasien 1 : 83 x/menit, frekuensi nadi pasien 2 :


130

80 x/menit, TD pasien 1 : 120/70 mmHg, TD pasien 2 : 120/80 mmHg,

mukosa bibir lembab, sehingga tidak ditemukan tanda-tanda dehidrasi untuk

mengangkat diagnosa kekurangan volume cairan

4. Perencanaan

Perencanaan keperawatan merupakan tahap ketiga pada proses

keperawatan. Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana

tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi

masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan

dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien. Penyusunan perencanaan

keperawatan diawali dengan memprioritaskan masalah keperawatan dan

menentukan rencana tindakan keperawatan, dimana dalam menentukan

prioritas masalah keperawatan penulis sudah di sesuaikan dengan berat

ringan masalah keperawatan, keluhan yang dirasakan pasien dan

kebutuhan dasar pasien.

Tabel 4.13 pembahasan obat dan skala nyeri

Teori Pasien 1 Pasien 2

Laksanakan delegatif Laksanakan delegatif Laksanakan delegatif


dokter dalam pemberian dokter dalam pemberian dokter dalam pemberian
analgetik analgetik paracetamol 3 x 1 analgetik sesuai indikasi
gr (IV/set) ketorolac 3 x 30 mg (IV
(Nursalam, M., 2008). perset)

Skla nyeri : Pre operasi Pre operasi


1-3 : Ringan Skala nyeri 4 (sedang) Skala nyeri 6 (sedang)
4-6 : Sedang
7-9 : Berat
10 : Sangat berat Post operasis Post operasis
Skala nyeri 5 (sedang) Skala nyeri 5 (sedang)
( Bruder & suddarth,2015)
131

Pada pre operasi pasien Tn.WW dan Tn. SP masalah keperawatan nyeri akut

menjadi prioritas utama karena skala nyeri yang dirasakan pasien pertama

adalah 5 (nyeri sedang) dan pasien kedua adalah 6 ( sedang) dari 0-10 skala

nyeri yang diberikan karena dapat mengganggu kenyamanan pasien, Jenis

pemberian obat pada pasien 1 dan 2 berbeda karena tergantung pada dokter

dan tergantung keluha pasien, Selain itu pemilihan antinyeri pada pasien 1

diberikan paracetamol karena skala nyeri pasien 5 (sedang) , sedangkan

pasien 2 mendapatkan ketorolac karena obat ini memiliki kandungan

antiinflamasi dan skala nyeri pasien 6 (sedang). Ansietas dijadikan prioritas

kedua karena dengan memberikan HE selama 30 menit ansietas dapat

teratasi ,jika ansietas tidak ditanggulangi dapat mempengaruhi psikologis

pasien sehingga perasaan cemas pasien akan meningkat akibat tindakan

operasi yang akan dilaksanankan, PK infeksi menjadi prioritas ketiga karena

jika tidak ditanggulangi akan mengakibatkan infeksi dan komplikasi,

langkah selanjutnya adalah menyusun rencana keperawatan. Secara umum

rencana tindakan masing-masing masalah keperawatan pada kasus sudah

sesuai dengan teori kecuali pk infeksi yang tidak ada di teori.

Pada post operasi pasien Tn. WW dan Tn. SP dilihat dari keluhan yang

dirasakan oleh pasien menjadi nyeri akut prioritas utama karena nyeri yang

dirasakan oleh pasien pertama termasuk skala nyeri sedang (skala 4) dan

pasien kedua skala nyeri sedang (skala 5) jika tidak ditanggulangi akan

mengganggu kenyamanan pasien, prioritas kedua Hambatan mobilitas fisik

karena masalah ini sudah aktual dan apabila tidak ditanggulangi pasien tidak

mampu melakukan mobilisasi secara mandiri dan dapat menyebabkan


132

kontraktur otot, Resiko terhadap infeksi menjadi prioritas ketiga karena

terdapat luka post operasi pada perut kanan bawah sepanjang 13 cm, jumlah

jahitan 15, kondisi luka kering,tidak ada kemerahan, tidak ada bengkak

tertutup hepafik dan gaas seteril serta terpasang alat-alat medis seperti infuse

di tangan kiri pasien yang merupakan media masuknya kuman dan k

menjadi prioritas ke 3 karena setelah post operasi pasien tidak dilakuakan

Pemeriksaan laboratoium WBC karena secara klinis pasien stabil dan tidak

ditemukan tanda-tanda infeksi, sehingga tidak ada instruksi dari dokter.

Dari perbedaan skala nyeri yang di alami pasien di atas intervensi

keperawatan pada pasien pre dan post oprasi yang dipilih untuk mengatasi

rasa nyaman nyeri adalah, kaji lokasi nyeri, intervensi skala nyeri 0-10 serta

lamanya nyeri, beri tindakan kenyamanan, ajarkan teknik distraksi dan

relaksasi, kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian analgetik.

pasien 1 mendapat paracetamol sedangkan pasien 2 mendapat keterolac.

Pasien 1 skala nyeri pre adalah 5,(sedang) di pos operasi 4 (sedang) dan

pasien 2 skala nyeri pre 6 (sedang) , post operasi 5 (sedang) Pada

penanganan pasien dengan skala nyeri sedang bisa di berikan teknik

distraksi dan relaksasi. (Dongoes, 2012).

Kendala yang ditemukan penulis saat perencanaan adalah dalam

menentukan rencana tindakan karena kurangnya buku sumber tentang

asuhan keperawatan pasien dengan apendiksitis dan post apendiktomi,

sehingga penulis mempergunakan teori secara umum tentang asuhan

keperawatan pre dan post operasi yang dihubungkan dengan keluhan pasien.
133

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dan

merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat pada kasus.

Sebagian besar rencana tindakan tersebut dapat dilaksanakan dengan

baik, hal ini dapat di buktikan dengan kondisi pasien yang mengalami

peningkatan setiap hari dilihat dari perkembangan pasien, untuk

perawatan klien diruangan secara komprehensif selama 24 jam tidak

bisa dilakukan karena keterbatasan dari jadwal dinas yang hanya 8 jam

dan untuk perawatan selanjutnya dilimpahkan pada perawat lainnya

yang bertugas pada shift berikutnya dimana tujuan dari perencanaan ini

adalah untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal dan dikerjakan

dengan metode tim.

Pada pasien Tn. WW dan Tn. SP Sebagian besar rencana tindakan

dapat dilaksanakan dengan baik, namun ada beberapa tindakan yang

tidak dapat dilaksanakan yaitu kolaboratif dalam pemeriksaan

laboratorium darah lengkap terutama WBC, hal ini terjadi karena

kondisi pasien stabil dan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, sehingga

tidak ada instruksi dari dokter. Observasi tanda-tanda vital pada rencana

keperawatan tiap 8 jam, tetapi penulis pada saat pre operasi

mengobservasi setiap 6 jam dikarenakan pasien berada di ruangan

selama 12 jam sebelum dilakukan operasi sedangkan pada post operasi

penulis melakukan observasi setiap 8 jam. Untuk tindakan yang lain

sudah dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan pada rencana

keperawatan.
134

Selain itu ada beberapa rencana yang tidak dapat penulis lakukan

yaitu mengukur tanda-tanda vital dan pemberian obat tidak sepenuhnya

penulis dapat melaksanakan karena keterbatasan waktu sehingga penulis

melimpahkan pada perawat di ruangan untuk melanjutkan rencana

keperawatan yang sudah direncanakan.

Dalam pendokumentasian penulis melihat dari catatan keperawatan di

ruangan. Implementasi sudah dilakukan dengan baik dibuktikan dengan

catatan perkembangan pasien yang membaik dari hari ke hari. Semua ini

karena adanya dukungan kerja sama yang baik antara penulis,

mahasiswa praktek, perawat, dan tim kesehatan lainnya serta pasien dan

keluarga yang cukup koperatif.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan uuntuk

menilai keberhasilan tindakan keperawatan serta menyusun tindak

lanjut. Penulis mengevaluasi masalah keperawatan pada pasien 1 dan

pasien 2 untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan keperawatn pada

pasien 1 dan pasien 2 dengan diagnose medis Apendiksitis Akut di

ruang Bima RSUD Sanjiwani Gianyar, tanggal 26-29 Mei 2017 dan

tanggal 01-04 Mei 2017 yang telah dilaksanakan. Evaluasi yang

dilaksanakan disini adalah evaluasi tiap hari atau evaluasi formatif dan

evaluasi akhir atau evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi

yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana

keperawatan dapat dicapai, untuk mengetahui perkembangan pasien

setiap harinya.
135

Tabel 4.14 pembahasan evaluasi keperawatan

Teori Pasien 1 Pasien 2

Pre operasi Apendiksitis Pre operasi Pre operasi


Akut Apendiksitis Akut Apendiksitis Akut
1. Nyeri terkontrol dan
hilang 1. Nyeri tidak hilang 1. Nyeri tidak
2. Ansietas teratasi 2. Ansietas teratasi hilang
3. PK Infeksi 2. Ansietas teratasi
masalah tidak 3. PK Infeksi
terjadi masalah tidak
terjadi
Post operasi apendiktomi Post operasi Post operasi
1. Nyeri terkontrol atau apendiktomi apendiktomi
berkurang 1. Nyeri terkontrol 1. Nyeri terkontrol
2. Pasien dapat atau berkurang atau berkurang
beraktivitas sesuai 2. Pasien dapat 2. Pasien dapat
kemampuan beraktivitas beraktivitas
3. Resiko infeksi tidak sesuai sesuai
terjadi kemampuan kemampuan
(Nursalam,2008) 3. Resiko infeksi 3. Resiko infeksi
tidak terjadi. tidak terjadi.

Pada pre operasi pasien Tn.WW dan Tn. SP dari tiga masalah yang

ditemukan pada kasus, 1 masalah sudah tercapai sesuai dengan rencana,

dan 1 masalah tidak terjadi. dengan diagnose nyeri akut yang dilakukan

selama 1 x 12 jam mendapatkan hasil tujuan No 4 tercapai, dan tujuan

No 1,2,3 belum tercapai, masalah belum teratasi, karena belum

dilaksanakan tindakan pembedahan (apendiktomi). Pada diagnosa

ansietas yang dilakukan selama 1 x 30 menit mendapatkan hasil tujuan

No. 1,2,3,4,5,6 tercapai, masalah tidak terjadi, rencana tindak lanjut

pertahankan kondisi pasien. Pada diagnosa pk infeksi yang di lakukan

selama 1 x 12 jam mendapat hasil tujuan 1,2,3 tercapai, masalah tidak

terjadi, rencana tindak lanjut pertahankan kondisi pasien.


136

Pada post operasi pasien Tn.WW dan Tn. SP dari tiga masalah

keperawatan yang muncul pada kasus, tiga masalah teratasi yaitu: nyeri

akut yang dilakukan selama 3 x 24 jam mendapatkan hasil tujuan No

1,2,3 tercapai, dan masalah teratasi Pada diagnose hambatan mobilitas

fisik yang dilakukan selama 2 x 24 jam mendapatkan hasil tujuan No.

1,2,3 tercapai, masalah teratasi. Pada diagnose resiko infeksi yang

dilakukan selama 2 x 24 jam mendapatkan hasil tujuan No. 1,2,3

tercapai, dan resiko infeksi tidak terjadi, rencana tindak lanjut

pertahankan kondisi pasien Karena kondisi pasien sudah membaik

sehingga pasien di perbolehkan pulang namun pasien di sarankan untuk

kontrol ke poliklinik bedah hari Selasa tanggal 30 Mei 2017 untuk

pasien 1 dan pasien 2 di sarankan kontrol ke poliklinik bedah hari senin

tanggal 05 Mei 2017.

Anda mungkin juga menyukai