Anda di halaman 1dari 27

Pengaruh Suhu Pendinginan Terhadap

Mutu Fisik Ikan Tuna

Alviya Yahya Ayu -225080500111009

Program Studi Budidaya Perairan


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
alviyayahyaayu004@gmail.com

ABSTRAK
Indonesia memiliki sumberdaya perikanan
yang berlimpah, salah satu sumberdaya
perikanan dengan harga jual dan ekonomis
tinggi adalah ikan tuna. Tuna (Thunnus sp.)
merupakan salah satu ikan bernilai ekonomis
tinggi karena ikan tuna menyimpan banyak
kandungan yang sangat bermanfaat bagi
tubuh. Dalam penanganannya ikan tuna tidak
boleh sembarangan, karena hal itu dapat
menurunkan mutu ikan tuna. Artikel ilmiah
ini menggunakan metode penelitian kualitatif.
Metode kualitatif ini dilakukan dengan
menggali informasi mengenai pengaruh suhu
pendingin terhadap mutu fisik ikan tuna
menggunakan metode studi pustaka (study
research). Hasil yang disampaikan dalam
artikel berupa kalimat deskriptif Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa suhu
pendingin dapat mempengaruhi mutu ikan
tuna karena, naiknya suhu penyimpanan pada
ikan tuna akan menimbulkan kenaikan suhu
pada ikan tuna sendiri. Kenaikan suhu ini
dapat memicu tumbuhnya bakteri yang dapat
mempercepat proses pembusukan pada ikan
tuna, dengan pembusukan ikan tuna maka
akan menyebabkan mutu ikan tuna menurun.
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini
adalah ikan merupakan salah satu produk
hasil perikanan dengan kualitas yang mudah
rusak, maka prosedur yang tepat harus
dilakukan saat menangani ikan tuna agar
mutunya tidak menurun. Mutu ikan tuna
segar dapat dilihat dari mata yang jernih,
bagian kulit tidak ditutupi oleh lender yang
berlebih. Ikan tuna dengan mutu yang paling
baik (top quality) tidak ditemukan cacat fisik
atau tanda tanda yang buru pada bagian tubuh
ikan suhu pendingin dapat mempengaruhi
mutu ikan tuna.
Kata kunci: Thunnus Sp, mutu, suhu
pendingin
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara
kepulauan dengan memiliki wilayah perairan
yang strategis dalam sektor perikanan.
Banyaknya perairan di Indonesia menjadikan
Indonesia memiliki sumberdaya perikanan
yang berlimpah, salah satu sumberdaya
perikanan yang memiliki harga jual dan
ekonomis tinggi adalah ikan tuna. Indonesia
sendiri terletak di antara dua samudera yaitu
Samudera Hindia dan Samudera Australia.
Kondisi yang sangat strategis ini menjadikan
perairan Indonesia cocok untuk dijadikan
migrasi bagi ikan tuna. Barata, et al. (2011),
mengatakan bahwa suhu dan kedalaman air
laut sangat mempengaruhi persebaran ikan
tuna. Menurut Firdaus, (2019), ikan tuna
banyak tersebar di berbagai wilayah perairan
Indonesia antara lain Laut Banda, Laut
Maluku, Laut Flores, Laut Sulawesi, Laut
Hindia, Laut Halmahera, perairan utara Aceh,
Barat Sumatera, Selatan Jawa, Utara
Sulawesi, Teluk Tomini, Teluk Cendrawasih
dan Laut Arafura. Banyaknya daerah
persebaran ikan tuna di wilayah perairan
Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai
salah satu produsen ikan tuna terbesar di
dunia.
Tuna (Thunnus sp.) merupakan salah
satu ikan bernilai ekonomis tinggi yang
banyak dicari di perairan Indonesia maupun
luar negeri, karena selain memiliki rasa yang
lezat, ikan tuna juga menyimpan banyak
kandungan yang sangat bermanfaat bagi
tubuh. Menurut Lombu, et al. (2015), ikan
tuna mengandung protein antara 22,6-26,2
g/100 g daging. Lemak antara 0,2-2,7 g/100 g
daging. Kandungan protein yang tinggi pada
ikan tuna sangat berperan penting dalam
penggantian sel yang rusak dalam tubuh.
Sangat banyak manfaat dari kandungan yang
ada pada ikan tuna untuk tubuh, maka
penanganan ikan tuna setelah penangkapan
akan mempengaruhi mutu dan kualitas ikan.
Zulaihah, et al. (2018), mengatakan bahwa
pada dasarnya penanganan ikan laut setelah
ditangkap terbagi menjadi dua tahap. Tahap
yang pertama adalah tahap penanganan di
atas kapal dan tahap kedua adalah
penanganan di darat. Penanganan ikan setelah
ditangkap atau dipanen memiliki peran yang
penting untuk mendapatkan hasil ikan dengan
nilai jual dan mutu yang tinggi. Penangan
ikan yang dilakukan dengan cara yang tidak
tepat dan benar maka ikan akan kehilangan
nilai jual dan mengurangi kualitas kesegaran
ataupun mutu fisik ikan. Kualitas kesegaran
ikan sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik terjadi secara enzimatis
bakteriologis oleh tubuh ikan sendiri maupun
karena sensorik. Terdapat beberapa metode
untuk menjaga kualitas ikan maupun mutu
fisik ikan agar ikan tetap baik dan aman
untuk dikonsumsi bagi manusia diataranya
adalah pengasapan, pendinginan,
penggaraman dan pengeringan.
Pendinginan merupakan metode untuk
menjaga kualitas ikan dengan cara
menurunkan suhu ikan dengan batasan suhu
tertentu. penanganan ikan setelah tangkap
atau pemanenan harus dilkukan secepat
mungkin dengan tujuan untuk menghindari
pengurangan mutu ikan, sehingga dibutuhkan
bahan dan media pendinginan yang sangat
cepat dan tepat dalam menurunkan suhu pada
tubuh ikan. (Deni, (2015). Pendinginan ikan
sendiri dapat dilakukan menggunakan
berbagai media pendinginan. Media untuk
pendinginan yang dapat digunakan antara lain
air tawar, air laut dan udara. Namun pada
penanganan ikan laut, media yang biasa
digunakan untuk pendinginan adalah air
tawar dan air laut dalam bentuk es.
Dalam memanfaatkan ataupun
mengonsumsi ikan tuna ada beberapa
masalah yang sering dialami yaitu mutu ikan
tuna yang kurang baik. Jika telah
mengonsumsi ikan tuna dengan mutu yang
kurang baik, akan berdampak buruk bagi
kesehatan tubuh orang yang telah
mengonsumsinya. Mutu ikan tuna yang buruk
ini dapat terjadi karena banyak faktor, salah
satu faktornya yaitu suhu penyimpanan dan
cara penanganan ikan salmon. Tujuan
ditulisnya artikel ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pengaruh suhu pendinginan
terhadap mutu fisik ikan tuna.
Dengan membaca artikel ilmiah ini
diharapkan dapat menambah wawasan
pembaca mengenai karakteristik ikan tuna
yang layak dikonsumsi, karena sangat
disayangkan jika masih banyak orang yang
mengonsumsi ikan tuna dengan mutu yang
buruk. Dengan membaca artikel ilmiah ini
juga diharapkan dapat menambah wawasan
pembaca tentang bagaimana cara penanganan
dan penyimpanan ikan tuna dengan benar.
Selain itu dari artikel ini juga diharapkan
dapat memberi manfaat dan dapat menjadi
bahan rujukan untuk penelitian lain yang
sejenis.

Tinjauan Pustaka
Penulisan artikel ilmiah ini tidak lepas
dari jurnal-jurnal terdahulu yang sudah
melakukan penelitian sebagai bahan
pembanding dan kajian. Adapun hasil dari
penelitian-penelitian tersebut tidak terlepas
dari topik yang sedang dibahas, yaitu
mengenai pengaru suhu pendinginan terhadap
mutu fisik ikan tuna.

Ikan tuna
Berdasarkan pada jurnal yang
berjudul “Teknologi Penanganan dan
Penyimpanan Tuna Segar di Atas Kapal”
oleh Irianto, (2008), menjelaskan ikan tuna
merupakan jenis ikan laut yang termasuk ke
dalam kelompok ikan perenang cepat, bisa
dikatakan demikian karena ikan tuna dapat
berenang hingga mencapai 77 km/jam. Ikan
tuna sendiri memiliki warna daging yang
tidak sama dengan kebanyakan ikan pada
umumnya yang berwarna putih. Namun ikan
tuna memiliki daging berwarna merah muda
sampai merah tua. Perbedaan warna yang
dimiliki ikan tuna ini disebabkan karena
banyaknya kandungan myoglobin yang
terdapat pada otot ikan tuna, tidak seperti
ikan pada umumnya.
Secara umum ikan tuna mempunyai
ciri-ciri fisik antara lain, bentuk tubuh seperti
cerutu (memanjang bulat) dan torpedo
(memanjang langsing), mempunyai dua sirip
punggung, sirip depannya pendek dan
terpisah dari sirip belakang, sedangkan sirip
perutnya kecil dan bentuk sirip ekor
mempunyai cagak agak ke dalam dengan jari-
jari penyokong yang menutup seluruh ujung
hypuralnya (Dirjen Perikanan, 1996).

Ikan tuna segar


Dalam jurnal penelitian yang berjudul
judul “Mutu dan Perdagangan Ikan Tuna
Hasil Tangkap Longline yang Didaratkan di
PSS Nizam Zachman Jakarta (Quality and
Trade of Catch Tuna Longline Landed at
PPS Nizam Zachman Jakarta)” oleh Sidik, et
al. (2013), mengatakan bahwa setelah
melakukan analisis mutu pada ikan tuna
dengan cara checker dengan batang besi yang
bisa disebut dengan spike untuk mengambil
irisan daging ikan tuna yang akan dilakukan
analisis. Dari pengecekan tersebut
memperoleh hasil bahwa kualitas ikan tuna
dapat dikelompokkan menjadi 12 tingkatan
mutu atau grade.
Ikan tuna merupakan salah satu
produk hasil perikanan yang dagingnya dapat
dimakan secara mentah, biasanya ikan tuna
mentah ini disebut dengan sashimi. Sashimi
sendiri merupakan makanan yang berasal dari
Negara Jepang berupa irisan daging ikan
mentah tipis. Namun dalam menikmati
daging ikan tuna secara mentah, harus
mengetahui bagaimana kualitas mutu ikan
tuna tersebut sehingga tidak menyebabkan
gangguan pada kesehatan tubuh. Tidak hanya
dalam memakan ikan tuna secara mentah,
dalam pengolahan ikan tuna matang juga
harus mempertimbangkan daging dan mutu
ikan tuna. Oleh karena itu penanganan ikan
tuna selepas tangkap harus dilakukan dengan
benar, karena penanganan ini sangat
berpengaruh besar dalam kualitas mutu ikan
tuna.
Berdasar pada Jurnal penelitian Sidik,
et al. (2013), dengan judul “Mutu dan
Perdagangan Ikan Tuna Hasil Tangkap
Longline yang Didaratkan di PSS Nizam
Zachman Jakarta (Quality and Trade of
Catch Tuna Longline Landed at PPS Nizam
Zachman Jakarta)” Ikan tuna segar dan mutu
fisik ikan tuna yang baik dapat dilihat dengan
ciri yaitu memiliki daging yang kenyal,
mengandung banyak minyak, mempunyai
warna daging yang cerah dan tidak memiliki
kerusakan pada daging. Kerusakan pada
daging yang yang dimaksud di sini adalah
memiliki sashi atau bolong pada daging ikan
tuna.

Mutu ikan tuna


Menurut Nurani, et al. (2013) yang
menulis jurnal dengan judul “Upaya
Penanganan Mutu Ikan Tuna Segar Hasil
Tangkapan Kapal Tuna Longline Untuk
Tujuan Ekspor”, menyatakan bahawa ikan
tuna merupakan produk hasil perikanan yang
memiliki daya saing tinggi pada komoditi
ekspor di Indonesia setelah udang. Namun
adapun permasalahan utama pada ekspor ikan
tuna dari Indonesia sehingga, ekspor ikan
tuna ini menerima penolakan dari beberapa
negara khususnya di pasar Uni Eropa dan
Amerika Serikat. Permasalahan utama yang
dapat menyebabka penolakan ekspor ikan
tuna sendiri adalah kandungan bakteri dalam
ikan tuna dan kadar histamine yang tinggi,
hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
salah satu faktor penyebabnya adalah
penanganan ikan tuna yang kurang baik dan
benar. Nurani, et al. (2013), juga
mengatakan bahwa ikan merupakan produk
yang mudah rusak atau busuk, demikian juga
dengan ikan tuna. Dengan hal ini penanganan
ikan selepas ditangkap sangat memengaruhi
pada kualitas mutu ikan tuna.
Penelitian lain dari jurnal yang
berjudul “Analisis mutu Ikan Tuna selama
lepas tangkap” oleh Widiastuti dan Putro,
(2010), mengatakan bahwa kemunduran mutu
ikan tuna dapat diketahui dengan
meningkatnya kadar histamine pada ikan
tuna. Ikan tuna tergolong pada kelompok ikan
Scrombidae, dalam hal ini ikan tuna dapat
menghasilkan scrombotoksin. Scrombotoksin
sendiri merupakan racun alami pada ikan laut
yang dapat menyebabkan keracunan bagi
orang yang mengonsumsinya.
Berdasarkan dari jurnal yang berjudul
“Pelatihan Penanganan Ikan Tuna Sirip
Kuning (Thunus albacares) secara Bulking
Dengan Es Batu Di PPI Hamadi Kota
Jayapura” oleh Siegers et al (2022)
menjelaskan bahwa tingkat kesegaran ikan
tuna mempengaruhi pada mutu ikan tuna itu
sendiri. Tingkat kemunduran mutu dan
pembusukan ikan tuna dapat terjadi karena
berbagai hal, salah satunya adalah karena
perubahan temperatur.

Pendinginan ikan tuna


Dalam penanganan ikan tuna harus
dilakukan dengan cara yang tepat, sesuai
dengan konsep HACCP. Menurut jurnal dari
Sutresni, et al. (2016), mengatakan bahwa
HACCP merupakan system jaminan kualitas
yang didasarkan pada pengetahuan atau
pengenalan bahwa bahaya mungkin dapat
timbul pada titik yang berbeda atau pada
tahap produksi tertentu, tetapi pengendalian
dapat diterapkan untuk mengendalikan
bahaya tersebut yang timbul. Dalam system
HACCP batasan suhu pendinginan produk
perikanan disebut dengan batasan kritis, suhu
yang dapat dikatakan sebagai batasan krits
adalah 0-4 ºC.
Berdasar pada jurnal yang berjudul
“Teknologi Penanganan dan Penyimpanan
Tuna Ssegar di Atas Kapal” oleh Irianto,
(2008), mengatakan bahwa ikan tuna adalah
ikan yang dengan cepat dapat meningkatkan
suhu tubuhnya, bahkan dengan waktu singkat
setelah ikan tuna itu ditangkap. Suhu internal
dalam ikan tuna dapat meningkat hingga 30
ºC . Dengan ini ntuk mempertahankan
kesegaran dan mutu ikan tuna dapat
dilakukan dengan beberapa cara, salah
satunya adalah dengan pendinginan.
Pendinginan harus dilakukan secepatnya
dengan cara menurunkan suhu ikan tuna
menjadi 0 ºC. Penurunan suhu ini dilakukan
untuk menjaga mutu fisik ikan tuna.

Metode Penelitian

Untuk mendapatkan hasil penelitian


yang sesuai dengan judul, penulis dalam
artikel ilmiah ini menggunakan metode
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif ini
sendiri merupakan jenis penelitian dengan
menyajikan hasil penilitian secara deskriptif ,
maksud dari deskriptif di sini sendiri adalah
hasil penelitian akan dijelaskan dengan
rangkaian kata-kata. Dalam metode penelitian
kualitatif ini tidak diperoleh melalui prosedur
statistik dan data hasil penelitian dari metode
kualitatif tidak tertulis dalam bentuk angka.
Menurut Sugiyono, (2005), mengatakan
bahwa penelitian kulitatif merupakan
penelitian yang digunakan untuk meneliti
pada kondisi objek alamiah dimana peneliti
sebagai intrumen kunci. Kualitatif juga
berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek
kualitas, nilai atau makna yang terdapat
dalam fakta. (Gunawan, 2013).
Metode kualitatif dipilih sebagai
metode penelitian pada artikel ilmiah ini
karena terdapat beberapa hal yang
mengharuskan menggunakan metode
kualitatif dan sudah dilakukan banyak
pertimbangan. Metode kualitatif ini
digunakan karena penulis mengalami
kesulitan dalam melakukan penelitian
mengenai pengaruh suhu pendinginan pada
tuna secara langsung. Kesulitan tersebut
muncul karena adanya keterbatasan tempat,
waktu dan lainya. Selain itu metode kualitatif
digunakan pada artikel ilmiah ini karena
metode ini sudah sesuai dan lebih mudah
untuk menyesuaikan apabila dihadapkan
dengan perbedaan suatu pernyataan mengenai
topik yang dibahas. Penelitian ini diarahkan
untuk mendapatkan fakta-fakta mengenai
bagaimana pengaruh suhu pendingin pada
mutu fisik ikan tuna.
Dengan metode kualitatif ini penulis
menggali informasi mengenai pengaruh suhu
pendingin terhadap mutu fisik ikan tuna
menggunakan metode studi pustaka (study
research). Studi pustaka sendiri dilakukan
dengan cara mencari dan mengumpulkan
informasi dari jurnal-jurnal terdahulu yang
sudah dilakukan penelitian sebelumnya
dengan topik yang serupa yaitu, topik yang
sesuai mengenai suhu pendinginan pada mutu
ikan tuna. Dalam kegiatan pengumpulan
informasi dari jurnal-jurnal tersebit, penulis
menemukan beberapa fakta mengenai
pengaruh suhu pending terhadap kualitas
mutu fisik ikan tuna. Dengan menemukan
topik yang serupa ini memudahkan penulis
dalam menulis hasil penelitian.
Selanjutnya setelah dilakukan
pengumpulan jurnal, penulis akan melakukan
pengelolaan data hasil penelitian dari jurnal-
jurnal tersebut. Dalam menggunakan metode
studi pustaka, penulis juga melakukan
pengutipan untuk referensi yang akan
ditampilkan sebagai temuan penelitian.
Setelah itu data akan diabstraksikan untuk
mendapatkan informasi yang utuh. Terakhir
data dari hasil yang sudah diabstraksikan
akan diinterpretasi yang akan menghasilkan
suatu pengetahuan sehingga dapat dilakukan
penarikan kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan


Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan menyajikan data hasil
penelitian secara deskriptif atau berupa
susunan kalimat yang dapat menjelaskan
suatu persoalan yang dibahas. Hasil dari
penelitian ini diperoleh dari pengumpulan
beberapa jurnal yang kemudian dilakukan
pengelolaan data oleh penulis. Penelitian ini
ditujukan kepada semua masyarakat maupun
kalangan pelajar yang ingin memperoleh
informasi mengenai topik yang sedang
dibahas. Variable yang diteliti atau dibahas
pada penelitian ini adalah 1) Mengapa suhu
pendingin dapat mempengaruhi mutu fisik
ikan tuna. 2) Bagaimana ciri mutu fisik ikan
tuna yang baik
Penanganan ikan ikan tuna Perishable
food Ikan dapat dikatakan sebagai
perishable food karena, ikan merupakan salah
satu produk perikanan yang kualitasnya dapat
mudah rusak jika disimpan dengan
penanganan yang sembarangan dan tidak
memenuhi syarat. Semua jenis ikan termasuk
ke dalam perishable food termasuk juga ikan
tuna. Dalam penanganan hasil perikanan
terdapat bebarapa panduan yang dapat
dilakukan agar ikan yang diproduksi terjamin
mutu dan kualitasnya. Dengan penanganan
yang benar ini, maka ikan tersebut akan layak
dan aman jika dikonsumsi oleh konsumen.
Mutu ikan yang baik yang pertama adalah
ikan dalam kondisi masih segar. Ikan segar
merupakan ikan yang secara fisik, biologi,
kimiawi dan sensori masih baik. Secara
sensori, kesegaran ikan tuna dapat ditinjau
dari perspektif indera manusia. Kesegaran
ikan akan sangat berpengaruh pada mutu ikan
sendiri, karena jika ikan tidak segar maka
sudah dapat dijamin mutu ikan tersebut tidak
baik. Dengan ini untuk menjaga kesegaran
ikan dibutuhkan pengetahuan khusus tentang
bagaimana dan apa saja hal yang dapat
mempengaruhi kemunduran mutu ikan
tersebut.

Panduan menangani ikan tuna lepas


tangkap
Penanganan ikan tuna selepas
ditangkap dari laut menggunakan panduan
yang sesuai agar tidak terjadi penurunan
mutu ikan tuna. Panduan atau tahap-tahap
dalam menanganinya antara lain: Persiapan
alat dan bahan antara lain sarung tangan,
karet untuk pelapis dek kapal, ganco, pisau
tajam, paku, sikat kaku; Penggancoan ikan
menggunakan ganco. Ganco ikan pada bagian
mulut ikan, hindari pada bagian tubuh ikan
terutama bagian punggung. Hal itu dapat
menurunkan kualitas ikan tuna; Ikan
didaratkan dengan hati-hati pada permukaan
dek kapal yang sudah dilapisi karet. Hal
tersebut dilakukan untuk mencegah benturan
pada ikan tuna yang dapat menyebabkan
memar pada daging ikan tuna sehingga dapat
menurunkan mutu; Pemukulan pada bagian
kepala ikan tuna dengan keras. Membuat
tubuh ikan tuna lemas untuk menghindari
gerakan perlawanan ikan tuna.
Selanjutnya memasuki proses
mematikan ikan tuna dengan cara menusuk
bagian otak ikan tuna menggunakan paku
atau spike. Penusukan ini dilakukan untuk
mematikan sistem syaraf; Pengeluaran darah
yang ada dalam tubuh ikan tuna; Pengeluaran
isi perut ikan tuna dengan teknik gutting
dengan membuat sayatan sepanjang 10-15 cm
sampai pangkal anus. Untuk mngurangi ikan
tuna terkontaminasi dengan bakteri; Setelah
itu pencucian ikan tuna dengan cara
memasukkan selang ke dalam insang tuna.
Untuk mengalirkan air ke dalam tubuh ikan
tuna dan membersihkan sisa darah yang ada
dalam tubuh ikan tuna; Penyikatan bagian
tubuh ikan menggunakan sikat kasar. Air
yang digunakan untuk mencuci harus bersih
dan jauh dari kontaminasi; Selanjutnya
dilakukan proses pengeringan; Setelah dirasa
kering segera bungkus ikan tuna dengan
plastik dan memastikan mulut ikan tuna
tertutup. Hal tersebut dilakukan untuk
mencegah kerusakan ikan tuna selama
disimpan di dalam palka.
Penanganan di dalam palka sendiri
terdapat beberapa cara untuk penanganannya
yaitu dengan pendinginan ikan tuna. Dalam
penanganan ini ikan tuna akan di dinginkan
di dalam palka menggunakan air yang
didinginkan, hal ini biasa disebut dengan
chilling water. Pendinginan dengan air ini
terbagi menjadi 2 cara, yang pertama
pendinginan dengan mengisi palka kapal
dengan air laut yang dicampur dengan es
curah. Kemudian cara kedua menggunakan
air laut yang didinginkan menggunakan
mesin pendingin untuk menjaga suhu agar
tetap 0 ºC. . selanjutnya setelah ikan tuna
didinginkan tidak dilakukan perlakuan sama
sekali terhadap ikan tuna sendiri hingga ikan
tuna sampai pada pasar.
Teknik pendinginan pada ikan tuna ini
sering juga disebut dengan ALDI (air laut
yang didinginkan) atau RSW (refrigerated
sea water). Teknik ini tidak dilakukan dengan
sembarangan, ikan tuna akan terus dikontrol
suhunya agar tidak membeku. Teknik
ALDI/RSW sendiri membutuhkan biaya
operasional tambahan yang lumayan, namun
dengan dilakukakannya teknik ini akan
memberikan kualitas mutu yang kebih baik.
selanjutnya setelah ikan tuna didinginkan
tidak dilakukan perlakuan sama sekali
terhadap ikan tuna sendiri hingga ikan tuna
sampai pada pasar.
Seluruh proses penanganan ikan tuna
mulai dari ikan tuna ditangkap hingga masuk
ke dalam palka harus dilakukan dengan cepat,
penanganan ini dilakukan tidak boleh lebih
dari 15 menit. Karena jika ikan tuna terlalu
lama ditangani maka ikan tuna akan banyak
terkontaminasi dengan lingkungan luar.

Pengaruh suhu pendingin terhadap mutu


ikan tuna
Suhu optimal dan lama penyimpanan
ikan tuna
Terdapat banyak faktor yang dapat
mempengaruhi mutu ikan tuna. Dari faktor
kimia sendiri, ikan tuna merupakan ikan yang
dapat menghasilkan scrombotoksin yang
merupakan racun alami yang dihasilkan ikan
tuna. Hal ini dapat membuat orang keracunan
bagi yang mengonsumsinya. Selain itu juga
ikan tuna memiliki kadar histamine yang
tinggi, kadar histamine ini juga merupakan
salah satu faktor penentu dari kualitas mutu
ikan tuna. Pembentukan histamine dapat
terjadi karena faktor waktu, bakteri penghasil
histidin dekarboksilase dan suhu. Namun
kadar histamine pada ikan tuna dapat dicegah
pertumbuhannya. Untuk mencegah
pertumbuhan histamine pada ikan tuna
sendiri diperlukan suhu dingin yang tepat
agar kandungan histamine pada ikan tuna
tidak melebihi kadar maksimum. Wahyuni, et
al (2011), menyatakan bahwa Kualitas
daging tuna bagian ekor yang disimpan
dengan suhu 4 sampai 5 ºC dan (-2) sampai 1
ºC serta bagian perut ikan tuna yang disimpan
pada suhu
(-2)-1 ºC selama 7 hari masih sangat bagus
karena mengandung histamin tidak melebihi
50 ppm, sedangkan daging bagian perut ikan
tuna yang disimpan pada suhu 4 sampai 5 ºC
mengandung histamin melebihi 50 ppm pada
penyimpanan hari ke-7. Tidak hanya untuk
mengurangi kadar histamin pada tubuh ikan
tuna, dengan suhu dingin yang optimal maka
dapat memperlambat proses pembusukan
ikan tuna oleh bakteri pembusuk. Dengan hal
ini terbukti bahwa suhu dapat mempengaruhi
pertumbuhan histamine pada ikan tuna yang
dapat berpengaruh pada mutu fisik ikan tuna.

Ciri ikan tuna segar


Pengontrolan suhu pada penyimpanan
ikan tuna menjadi faktor terpenting untuk
mempertahankan mutu ikan tuna. Naiknya
suhu penyimpanan pada ikan tuna akan
menimbulkan kenaikan suhu pada ikan tun
sendiri. Kenaikan suhu ini dapat memicu
tumbuhnya bakteri yang dapat mempercepat
proses pembusukan pada ikan tuna, dengan
pembusukan ikan tuna maka akan
menyebabkan mutu ikan tuna menurun.
Ikan tuna segar yang memiliki mutu
tinggi memiliki bau amis yang tidak
menyengat. Biasanya ikan yang busuk akan
banyak dihinggapi oleh lalat; Ikan tuna segar
juga memiliki mata jernih; Bagian kulit tidak
ditutupi oleh lender yang berlebih. Ikan tuna
dengan mutu yang paling baik (top quality)
tidak ditemukan cacat fisik atau tanda tanda
yang buru pada bagian tubuh ikan. Tanda-
tanda ini seperti, memiliki warna keperakan
pada bagian samping tubuh ikan, bukan abu-
abu kusam, bagian insang berwarna merah,
warna daging masih berwarna merah muda
sesuai dengan karakteristiknya.

Kesimpulan
Ikan tuna adalah ikan yang memiliki
nilai ekonomis tinggi dan mengandung
banyak manfaat bagi tubuh. Untuk menjaga
kualitas ikan tuna dibutuhkan cara yang baik
dan benar, dengan melakukan cara
penanganan yang tepat maka mutu fisik ikan
tuna akan terjamin bagus. Terdapat beberapa
cara dalam menangani ikan tuna dimulai dari
cara penanganan ikan tuna lepas tangkap
hingga penyimpanan ikan tuna. Pada
penyimpanan ikan tuna dibutuhkan suhu yang
optimal yaitu antara 0-4ºC, hal ini dilakukan
untuk mencegah pertumbuhan bakteri
penyebab busuk dan untuk menjaga agar
kadar histamine dalam tuna tidak melebihi
kadar maksimal. Faktor penyebab penurunan
kualitas sendiri terjadi karena faktor manusia
yang kurang pengetahuan akan penanganan
ikan. Selain faktor tersebut terdapat faktor
lain yaitu faktor yang ditimbulkan oleh ikan
itu sendiri, seperti kandungan histamine.
Perlu dilakukan penanganan ikan segar sesuai
dengan ketentuan HACCP agar ikan yang
ditangkkap tidak mengalami penurunan
kualitas.

Saran
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, pengaruh suhu pendingin pada
kualitas mutu ikan tuna sangat besar. Suhu
pendingin optimal dapat memperlambat
pembusukan yang berpengaruh pada mutu
ikan tuna. Sehingga sebaiknya para nelayan
dan pedagang pasar harus memiliki keahlian
dalam penanganan ikan tuna lepas tangkap.
Selain itu juga sebagai masyarakat awam
diharapkan dapat membedakan antara ikan
tuna segar dan busuk. Saran untuk penelitian
selanjutnya agar mengkaji lebih dalam lagi
tentang topic serupa yang sedang dibahas.

Daftar Pustaka

Barata, A., Novianto, D., & Bahtiar, A.


(2011). Sebaran ikan tuna berdasarkan
suhu dan kedalaman di Samudera
Hindia. Jurnal Ilmu Kelautan
Indonesia, 16(3), 165-170.
DENI, Sitkun. Karakteristik mutu ikan
selama penanganan pada kapal KM.
Cakalang. Agrikan: Jurnal Agribisnis
Perikanan, 8(2), 72-80.
Firdaus, M. (2019). Profil perikanan tuna dan
cakalang di Indonesia. Buletin Ilmiah
Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan
Perikanan, 4(1), 23-32.
Irianto, H. E. (2008). Teknologi penanganan
dan penyimpanan ikan tuna segar di
atas kapal. Squalen Bulletin of
Marine and Fisheries Postharvest and
Biotechnology, 3(2), 41- 49.
Lombu, F. V., Agustin, A. T., & Pandey, E.
V. (2015). Pemberian konsentrasi asam
asetat pada mutu gelatin kulit ikan
tuna. Media Teknologi Hasil
Perikanan, 3(2),25-28.
https://doi.org/10.35800/mthp.3.2.201
5.9216
Nurani, T. W., Murdaniel, R. P., & Harahap,
M. H. (2013). Upaya Penanganan
Mutu Ikan Tuna Segar Hasil
Tangkapan Kapal Tuna Longline
Untuk Tujuan Ekspor (Fresh Tuna
Handling Quality for Tuna Longliner
Caching for Export Market). Marine
Fisheries: Journal of Marine
Fisheries Technology and
Management, 4(2), 153-162.
https://doi.org/10.29244/jmf.4.2.153-
162
Sidik, F., Nurani, T. W., & Wisudo, S. H.
(2013). Mutu dan perdagangan ikan
tuna hasil tangkapan longline yang
didaratkan di PPS Nizam Zachman
Jakarta. Buletin PSP, 21(2), 157-166.
Sutresni, N., Mahendra, M. S., & Redi
Aryanta, I. W. (2016). Penerapan
Hazard Analysis Critical Control
Point (Haccp) Pada Proses
Pengolahan Produk Ikan Tuna
Beku Di Unit Pengolahan
Ikan pelabuhan Benoa–Bali.
Ecotrophic, 10(1), 41-45.
Wahyuni, S. (2011). Histamin Tuna
(Thunnus Sp) dan Identifikasi Bakteri
Pembentuknya pada Kondisi
Suhu Penyimpanan Standar.
Widiastuti, I., & Putro, S. (2010). Analisis
mutu Ikan Tuna selama lepas
tangkap. Maspari Journal: Marine
Science Research, 1(1), 22-29.
Zulaihah, L., Nur, I., & Marasabessy, A.
(2018).Program Pendinginan Ikan
Pada Kelompok Pedagang Pasar
Pelelangan Muara Baru Jakarta
Utara. In Proceedings Of
National Colloqulum Reearch And
Community Service, 2,262-265.
https://doi.org/10.33019/snppm.v2i0.6
34

Anda mungkin juga menyukai