Anda di halaman 1dari 22

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
ALAT & MESIN PERTANIAN II
(Kinetika Penggorengan Produk Pangan dengan Deep Fat Fryer)
Oleh:
Nama : Fuadi Ajmi
NPM : 150510239040
Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 24 Oktober 2023
Waktu/Shift : 13.00 – 15.00 WIB / 1
Asistem Praktikum : 1. Grace Indah Oktora
2. Eza Zahrotul Fuadah

LABORATORIUM ALAT DAN MESIN PERTANIAN


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2023
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Bahan hasil pertanian merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh


masyarakat sebagai bahan makanan untuk masyarakat. Nilai jual dari produk-
produk yang berasal dari bahan pertanian sangatlah dipengaruhi oleh bentuk fisik
dari produk-produk tersebut. Nilai jual dari produk-produk tersebut juga dapat
dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan kepada bahan-bahan hasil pertanian,
sehingga bahan hasil pertanian menjadi produk yang siap dikonsumsi oleh para
konsumen.

Salah satu proses yang dilakukan untuk meningkatkan nilai jual dari bahan
pertanian merupakan dengan cara menggoreng. Proses ini merupakan proses
penting untuk bahan-bahan hasil pertanian menjadi produk yang siap disajikan
kepada konsumen.

Proses penggorengan merupakan proses yang berkaitan dengan perlakuan


terhadap produk dengan suhu yang tinggi. Sehingga pada proses ini tentunya
terdapat peningkatan kematangan produk dan dapat merubah bentuk fisik dari
produk tersebut seperti kekerasan, kematangan, serta cita rasa, yang di pengaruhi
suhu dan waktu menggoreng.

Sehingga, proses penggorengan sangatlah penting dan berkaitan dengan


nilai jual yaitu bentuk fisik dari produk pangan. Sehingga, diperlukan
pengetahuan yang lebih dalam ketika melakukan proses penggorengan.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dilakukan nya dari raktikum kali ini, yaitu

1.2.1 Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa dapan mengetahui peralatan deep fat frayer untuk proses
penggorengan.
1.2.2 Tujuan instruksional Khusus
Mahasiswa dapat menganalisis dan mempelajari perubahan kekerasn,
kemanatangan, serta cita rasa bahan pangan selama penggorengan.
BAB II

TIJNJAUAN PUSTAKA
2.1 Penggorengan

Penggorengan merupakan salah satu metode tertua dalam pengolahan


bahan makanan. Teknologi penggorengan banyak digunakan untuk mengolah
aneka produk pangan karena kemampuannya yang dapat menghasilkan produk
dengan karakteristik tekstur, struktur, dan aroma yang khas. Teknologi
penggorengan ini banyak diaplikasikan pada industri makanan ringan (snack).

Teknologi penggorengan paling sering digunakan untuk mengubah


kualitas makanan dengan menggunakan minyak goreng sebagai media penghantar
panas. Penggunaan minyak goreng ini tidak hanya ditujukan untuk proses
pemasakan, tetapi juga akan mempengaruhi kualitas aroma pangan yang digoreng
karena kandungan lemak (minyak) didalamnya. Produk yang dihasilkan juga
cenderung lebih awet karena pada saat menggoreng terjadi proses destruksi mikro
organisme dan aktivitas enzim oleh panas, serta penurunan kadar air pada bahan
pangan.

Proses penggorengan memiliki kemiripan dengan pengeringan. Perbedaan


mendasar terletak pada media penghantar panas yang digunakan, yaitu
penggorengan menggunakan minyak goreng. Jika ditinjau dari suhu minyak
goreng yang digunakan, maka proses penggorengan dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:

a. Penggorengan dengan suhu rendah, yaitu pada suhu 130- 170°C

b. Penggorengan dengan suhu tinggi, yaitu pada suhu 180- 200°C.

Pada penggorengan ada beberapa metode yaitu shallow fraying, Deep fat
prying.

Metode penggorengan suhu rendah biasanya dilakukan dengan teknik


shallow frying. Proses penggorengan dengan teknik shallow frying biasanya
digunakan untuk produk makanan dengan permukaan luas dan tidak memerlukan
pemanasan yang intensif. Contohnya pada proses penggorengan telur dadar,
daging burger, dan oseng-oseng sayuran. Umumnya teknik ini banyak dilakukan
di rumah-tangga.

Metode penggorengan suhu tinggi dikenal juga dengan istilah deep fat
frying. Sesuai dengan namanya, proses ini dilakukan dengan cara merendam
produk pangan pada minyak goreng bersuhu tinggi. Hal ini menyebabkan bahan
menerima panas dari seluruh permukaan bahan, sehingga warna dan penampakan
yang dihasilkan pun seragam. Teknik deep fat frying cocok untuk semua bahan
pangan. Teknik ini juga banyak digunakan pada industri makanan ringan, nugget,
makanan cepat saji, dan lain-lain.

2. 2 Perpindahan Panas Dan Massa Selama Penggorengan

Perpindahan panas selama proses penggorengan celup (deep fat frying)


adalah perpindahan panas secara konveksi disertai perpindahan panas dari
permukaan bahan ke dalam bahan secara konduksi . Kawas dan Moreira (2000)
serta Yamsaengsung dan Moreira (2002b) mengembangkan model perpindahan
panas dan massa pada penggorengan keripik kentang. Ni dan Datta (1999)
mengembangkan model media berpori multifasa untuk menstimulasi
penggorengan keripik kentang berdasarkan pendekatan Whitaker (1977).

Model tersebut melibatkan aliran yang disebabkan tekanan, namun model


tersebut tidak mencakup fase minyak dan belum memperhitungkan perubahan
porositas produk dan pengaruhnya terhadap perpindahan panas dan massa sistem.
Dalam penggorengan bahan pangan fenomena perpindahan panas dan massa
dikaji secara bersama-sama. Oleh sebab itu penelitian lebih komprehensif masih
perlu lebih dikembangkan agar diperoleh pemahaman yang lebih lanjut pada
proses penggorengan bahan pangan. Salah satunya adalah dengan cara
menyertakan karakteristik bahan baku dengan teknik proses agar diperoleh produk
yang sesuai dengan standar mutu yang diinginkan. Saat ini belum banyak
penelitian yang memperlihatkan hubungan antara kadar air, kadar minyak, kadar
pati, kadar sukrosa, kadar gula reduksi dan kadar β-karoten bahan baku dengan
perpindahan panas dan massa secara simultan.
Diharapkan dengan model ini, rekayasa kualitas pada produk goreng
mungkin untuk dilakukan, agar dapat memenuhi selera konsumen dalam usaha
menyelaraskan dengan isu kesehatan dan menghasilkan produk goreng yang lebih
berkualitas untuk pengembangan teknologi dalam proses penggorengan.

2.3 Penggaruh Suhu Penggorengan

Penggorengan biasanya dilakukan pada minyak dengan suhu antara 150-


200°C. Pemilihan suhu saat penggorengan sebaiknya dilakukan dengan
mempertimbangkan jenis minyak yang digunakan dan karakter produk goreng
yang akan dihasilkan. Penggorengan pada kisaran suhu 160-190°C akan
mengalami proses penggorengan dengan cepat dan menghasilkan produk pangan
dengan tekstur renyah, warna keemasan, dan kualitas aroma yang baik dengan
jumlah absorpsi minyak sekitar 8-25% (tergantung dari karakteristik bahan).

Pemilihan suhu yang berbeda akan menghasilkan produk yang berbeda pula.
Penggorengan dengan suhu yang lebih rendah akan menhasilkan warna produk
yang lebih cerah, pembentukan aroma goreng yang khas, penyerapan minyak
yang lebih banyak, serta waktu penggorengan yang lebih lama. Sedangkan
penggorengan dengan suhu yang lebih tinggi akan memberikan hasil yang
sebaliknya, yaitu warna yang lebih gelap, cenderung terbentuk aroma gosong
(over cooked), waktu penggorengan yang lebih cepat, dan sedikit penyerapan
minyak. Penggorengan dengan suhu minyak yang terlalu tinggi juga
menghasilkan proses pembentukan kerak (crust) yang sangat cepat, proses
perpindahan massa terhambat, proses bubbling lebih cepat.

Hal ini menunjukkan betapa pemilihan suhu penggorengan yang tepat adalah
sangat penting untuk menghasilkan karakter produk yang baik. Bahkan pada
sebagian kasus, penggorengan biasanya dilakukan secara bertahap, yakni bahan
bisa digoreng terlebih dahulu dengan menggunakan suhu penggorengan rendah,
dan kemudian dilanjutkan lagi dengan suhu yang lebih tinggi. Penggorengan pada
suhu rendah terlebih dahulu bertujuan untuk menguapkan air di bagian dalam
bahan, sehingga uap air mudah keluar dari dalam bahan sebelum kerak (crust)
terbentuk yang akan menghambat laju perpindahan massa uap air. Dengan cara
tersebut, produk yang dihasilkan akan menjadi lebih kering di bagian dalam.
Setelah itu dilanjutkan lagi dengan penggorengan suhu tinggi untuk memperoleh
warna, tekstur, dan aroma yang diinginkan. Penggorengan bertahap ini biasanya
dilakukan secara batch dengan dua jenis penggoreng, atau dapat juga dilakukan
secara sinambung (continuous) dengan menggunakan multi zone fryer.

2.4 Jenis Penggorengan

2.4.1 Deep Fat Frying


Deep-frying, adalah metode menggoreng dengan minyak jumlah banyak
sehingga semua bagian makanan yang digoreng terendam di dalam minyak panas.
Deep frying diklasifikasikan ke dalam metode memasak kering sebab tidak ada air
yang digunakan dalam proses memasak tersebut. Deep-frying banyak digunakan
untuk mendapatkan hasil penggorengan yang optimal. Deep frying secara meluas
telah banyak digunakan oleh industri pangan dengan menggunakan alat yang
lebih canggih yaitu pressure fryer atau Vacum fryer.

Kelebihan deep fat frayer

A. Kelebihan deep fat frayer Reaksi oksidasinya lebih lambat karna


permukaan penggorengan yang dalam dan sempit,
B. Suhu penggorengan cepat meningkat sehingga hasil penggorengan dapat
matang dengan merata.
C. Terjadi proses pematangan secara bersama
D. Dapat memberi citarasa dan tekstur yang disukai
Kekurangan deep fat frayer
A. Terjadi penyerapan minyak yang cukup banyak pada bahan pangan yang
diolah menggunakan cara deep fat frying. Akibatnya tekstur bahan pangan
menjadi lebih keras.
B. Penggunaan minyak yang banyak
C. Minyak goreng mudah menyala (flammable), sehingga apabila temperatur
terlalu tinggi dapat menyulut api.
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
Adapun alat yang di gunakan pada praktikum kali ini yaitu:

1. Deep fat fryer


2. Thermokopel
3. Penetrometer
4. Kertas tisu
5. Pisau
6. Piring sterefoam

3.1.2 Bahan
Adapun beberapa bahan yang di gunakan dalam praktikum yaitu:
1. Kentang French fries
2. Nugget
3. Minyak goreng

3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Pengukuran Perubahan Kekerasan Sampel Selama Penggorengan


1. Menyiapkan sampel bahan pangan berupa kentang dan nugget mentah
sebanyak 2 (ulangan suhu) x 7 (waktu) x 14 (sampel tiap mengggoreng),
12 sampel digoreng dan 2 sampel tidak digoreng sebagai tawal sama
dengan nol untuk setiap sampel bahan pangan.
2. Menyiapkan penggorengan berisi minyak goreng kemudian
memanaskannya hingga mencapai suhu konstan (180°C). Suhu panas
diukur dengan thermokopel.
3. Menyiapkan dua belas sampel dalam saringan kawat kemudian
mencelupkan dalam minyak yang telah panas secukupnya dengan variasi
lama pemanasan 0,1,2,3,4,5,6,7 menit.
4. Mengukur kekerasan dengan penetrometer kerucut untuk 6 buah sampel
dengan lama waktu penggorengan yang berbeda-beda.

3.2.2 Pengukuran pengaruh suhu pada laju perubahan kekerasan


1. Melakukan hal yang sama seperti langkah nomor 1 dengan minyak pada
suhu 180°C dan 160°C.
2. Melakukan pengamatan yang sama seperti langkah nomor 1 dengan lama
penggorengan yang sama.
3. Membandingkan hasil pengamatan bahan pangan antara kentang dan
nugget pada suhu 180°C dan 160°C.

3.2.3 Uji Sensori Kematangan Sampel


1. Menyiapkan sampel hasil penggorengan dari setiap lama penggorengan.
Mengambil satu sampel oleh salah satu praktikan dari setiap perlakuan,
kemudian menncicipi sampel tersebut dengan cara mencicipi untuk
menentukan tingkat kematangannya, cukup mengunyah tidak menelannya.
Dari pengalaman mencicipi makanan tersebut, menentukan warna sampel,
tingkat kematangan dan kekerasan sampel berdasarkan skor berikut :

Perubahan warna Tingkas kematangan Kekerasan

1. Putih 1. Mentah 1. Sangat keras

2. Putih agak kuning 2. Agak mentah 2. Agak keras

3. Kuning 3. . Sedang 3. Sedang

4. Coklat muda 4. Agak matang 4. Agak lunak

5. Coklat tua 5. Matang 5. Lunak

2. Menghubungkan tingkat skor kematangan dan kekerasan hasil cicip


dengan hasil 10 pengukuran penetrometer kerucut.
BAB IV

HASIL PERCOBAAN
4.1 Tabel

4.1.1 Tabel Kentang 160° dan 180°

Waktu Uji Sensori


Nilai Rata Rata
Bahan (menit Warn Kematanga Kekerasa
Kekerasan -rata -rata
) a n n

1,7
0
5 1,7 1,5 1,65 1 1 1 1

1 0,4 0,4 0,9 0,567 1 2 2 1,7

0,1 0,3
2
0,7 7 5 0,407 2 3 4 3

0,4 0,1
3
9 7 0,5 0,387 3 4 3 3,3
Kentan
g 160° 0,3 0.3 0,4
4
8 8 2 0,4 3 5 3 3,7

0,4 0,4 0,6


5
2 6 6 0,513 4 5 3 4

0,4 0,5 0,7


6
3 6 1 0,567 4 5 2 3,7

0,6 0,4 0,6


7
6 5 2 0,577 5 5 2 4

Kentan 0 2,3 2,4 2,6 2,43 1 1 1 1


g 180°
1 0,0 0,2 0,3 0,18 2 2 2 2
5
0,3 0,4
2
5 0,3 5 0,36 2 3 3 2,6

0,1 0,1
3
5 5 0,3 0,2 3 4 3 3,3

0,8
4
0,4 0,6 5 0,61 3 5 4 4

0,5 0,6
5
0,9 5 5 0,7 3 5 2 3,3

0,1 0,4
6
5 0,3 5 0,3 3 5 2 3,3

0,6
7
5 0,5 0,6 0,58 4 5 2 3,6

4.1.2 Tabel Nugget 160° dan 180°

Waktu Rata- Uji Sensori Rata-


Bahan Nilai Kekerasan
(menit) rata Warna Kematangan Kekerasan rata

0 3,1 2,8 2,8 2,9 1 1 1 1,000

1 0,4 0,5 0,5 0,5 2 2 4 2,667

0,3
2 2,667
0,5 5 0,2 0,4 2 2 4
Nugge
t 160° 3 0,1 0,5 0,2 0,3 3 3 3 3,000

0,0
4 3,333
0,1 3 0,1 0,1 3 3 4

5 0.3 0,3 0,4 0,4 3 4 3 3,333

6 0,3 0,4 0,4 0,4 4 5 2 3,667


5

7 0,9 0,5 0,4 0,6 5 5 2 4

2,9
0 1
2,85 5 2,95 2,917 1 1 1

0,1
1 3,667
0,25 5 0,15 0,183 2 5 4

2 0,55 0,3 0,45 0,433 3 5 4 4


Nugge
t 180° 3 0,15 0,2 0,1 0,15 4 5 3 4

4 0,35 0,8 0,8 0,65 4 5 3 4

5 1,35 1,3 0,85 1,167 4 5 2 3,667

6 1,85 0,9 1,8 1,517 5 5 2 4

7 1,65 1,2 0,9 1,25 5 5 1 3,667

4.2 Grafik

4.2.1 Grafik Hubungan Uji Sensori vs Uji Tekan Rata-Rata Terhadap


Waktu Penggorengan Kentang 160º C

Grafik Hubungan Uji Sensori vs Uji Tekan Rata-


Rata Terhadap Waktu Penggorengan Kentang
160º C
4.5
4
Rata - Rata Uji Sensori

3.5
3 Nilai Kekerasan
2.5 Nilai Rata - Rata Uji Sensori
2
1.5
1
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu (Menit)
4.2.2 Grafik Hubungan Uji Sensori vs Uji Tekan Rata-Rata Terhadap
Waktu Penggorengan Kentang 180º C

Grafik Hubungan Uji Sensori vs Uji Tekan Rata-


Rata Terhadap Waktu Penggorengan Kentang
180º C
4.5
4
Rata - Rata Uji Sensori

3.5
3 Nilai Kekerasan
2.5 Nilai Rata - Rata Uji Sensori
2
1.5
1
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu (Menit)

4.2.3 Grafik Hubungan Uji Sensori vs Uji Tekan Rata-Rata Terhadap


Waktu Penggorengan Nugget 160º C

Grafik Hubungan Uji Sensori vs Uji Tekan Rata-Rata


Terhadap Waktu Penggorengan Nugget 160º C
4.5
4
3.5
Rata - Rata Uji Sensori

3
2.5 Nilai Kekerasan
Nilai Rata - Rata Uji Sensori
2
1.5
1
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu (Menit)
4.2.3 Grafik Hubungan Uji Sensori vs Uji Tekan Rata-Rata Terhadap
Waktu Penggorengan Nugget 180º C

Grafik Hubungan Uji Sensori vs Uji Tekan Rata-Rata


Terhadap Waktu Penggorengan Nugget 180º C
4.5
4
3.5
Rata - Rata Uji Sensori

3
2.5 Nilai Kekerasan
Nilai Rata - Rata Uji Sensori
2
1.5
1
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu (Menit)

4.3 Skesta dan Spesifikasi

Deep Fat Pryer

1. Merk: Akebonno 7K120


2. 4,5 L oil capacity for family use
3. Detachable tank and panel
4. 30 minutes timer
5. Adjustable thermostat
6. One big basket
7. Stainless steel housing
8. Enamel coating
9. 200w, 230v-50 hz
Jaring besi

timer

pengatur tutup

suhu

wadah minyak
BAB V

PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kami para peraktikan bertugas mengukur
perubahan yang terjadi seperti warna, tesktur, dan tingkat kematangan dengan
menggunakan uji sensori dan uji tekan pada bahan yang diberi perlakuan deep
frying. Bahan yang merupakan kentang dan ugget yang dimana kedua bahan
tersebut di goreng dengan menggunakan suhu sekitar 180° C dan juga dengan
suhu 160° C. Pada perlakuan deep frying tersebut dilakukan dengan cara
memasukan bahan ke dalam minyak yang panasdan di ratakan dulu bahan
tersebut sampai titik kematangan atupun waktu yang kita inginkan. Pada
perlakuan deep frying ini menggunakan alat dengan merek 7K120 dan alat
tersebut berkapasitas 4,5 liter. Alat penggorengan ini memiliki timer dan pengatur
suhu.

Pada praktikum kali ini praktikan akan mengukukur berapa suhu dari
medium minyak dengan meggunakan alat thermokopel sebelum memasukkan
bahan dan setelah bahan di angkat dari penggorengan dengan waktu yanng sudah
di tentukan makan akan di ukur nilai hasil dari tekanannya dengant penetrometer
kerucut yang digunakan untuk mengukur kekerasan pada kentang dan nugget.

Pada uji kekerasan dengan menggunakan alat penetrometer yang di


lakukan oleh satu orang, menjukkan tingkat kekeran dari bahan juga menetukan
tingkat kematangan bahan tersebut yang di mana dapat kita lihat dari data yang di
dapat, pada perlakuan 0 menit dan menit seterusya akan menurun, nilai dari hasil
uji kekerasan, dan di lakukan di 3 titik yaitu pada tengah dari bahan serta ujung
kiri dan kanan, sehingga mendapatkan nilai rata-rata dari 3 titik tersebut. Dari
nilai yang di dapat dari menit 1 sampai 7 kekerasannya menurun dan juga adanya
perubhan warna yang menadakan bahan semakin matang dan semakin lama
digoreng makan bahan akan berubah menjadi wanra coklat. Hal tersebut
berbanding lurus dengan kekerasn bahan semakin lama digoreng,tingkat
kekerasanya semakin berkurang, menurut Marsudi (2008) yang menyatakan
bahwa warna kecoklatan-coklatan yang timbul akibat penggorengan tersebut
disebabkan oleh reaksi maillard,yaitu reaksi antara asam amino pada protein
dengan karbohidrat.

Hal-hal tersebut dikarenakan pada saat bahan belum digoreng, bahan


merupakan bahan makanan yang harus disimpan dalam freezer atau pendingin
sehingga air dalam bahan masih dalam bentukkan padat dikarenakan mangalami
perubahan fase dari cair ke padat karena penyimpanan di freezer. Kemudian,
bahan melunak dikarenakan sudah mulai terjadinya proses perpindahan panas
secara konveksi antara minyak dan bahan dan perpindahan panas secara konduksi
yang terjadi di dalam bahan. Hal ini menyebabkan bahan pangan mulai mendidih.
Pada diagram uji tekan juga ditunjukkan bahwa kekerasan bahan terus meningkat
setelah diberikan perlakuan deep frying. Hal tersebut dikarenakan seiring
berjalannya waktu, air pada bahan mulai menguap sehingga terjadi pembentukkan
renyahan di luar lapisan bahan dan kemudian di dalam bahan. Sehingga, bahan
yang diberikan perlakuan deep frying ini akan menjadi semakin keras dikarenakan
renyahan-renyahan yang terbentuk.

Pada uji sensori, diagram juga menunjukkan paningkatan seiring


berjalannya waktu pada perlakuan. Pada uji tersebut dinilai perubahan warna pada
bahan. Pada bahan yang diberikan perlakuan, bahan berubah menjadi semakin
gelap. Hal ini menunjukkan semakin lama dan semakin panas suhu yang
diberikan, maka akan terjadi perubahan warna pada produk menjadi lebih gelap.

Minyak mempunyai beberapa fungsi dalam penyiapan makanan, karena minyak


berfungsi sebagai media transfer panas antara makanan dan penggorengan, dan
minyak juga sebagai pemberi kontribusi pada tekstur dan cita rasa bahan gorengan

Pada uji sensori, dilakukan pengujian yang menggunakan indra dari


praktikan. Hal ini tidak terlalu efektif dikarenakan penilaian yang terjadi menjadi
subyektif, terlebih jika yang memberikan nilai uji sensori merupakan praktikan
yang berbeda-beda.
BAB VI

PENUTUP
6.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan yaitu:

1. Suhu penggorengan yang menurun dapat disebabkan oleh panas


pada air yang terletak di permukaan bahan akan menguap, sehingga
suhu minyak akan ikut turun.

2. Nilai uji tekan menunjukan tingkat kekerasan yang menggambarkan


tingkat kematangan bahan tersebut

3. Kekerasan pada bahan disebabkan oleh air yang menguap pada


bahan sehingga terbentuk renyahan

4. Seiring berljalannya waktu dan meningkatnya suhu perubahan warna


pada bahan menjadi semakin gelap

5. Aroma dan tekstur sangat dipengaruhi oleh minyak

6.2 Saran

Saran yang dapat diberikan pada praktikum adalah:

1. Ketelitian sangat dibutuhkan dalam praktikum ini

2. Dalam melaksanakan praktikum, praktikan harus memahami prosedur


serta cara kerja percobaan

3. Peralatan dan bahan yang memadai sangat mendukung hasil yang sesuai
dalam praktikum

4. Suhu minyak harus di jaga karna sewaktu waktu suhu minyak bisa
melebihi suhu yang kita inginkan dan bisa sangat tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Jenis-Jenis Penggorengan Industri.


http;//www.bertoindustries.com/#!artikel

Anonim. 2014. Jenis-Jenis Penggorengan Industri.


http://www.bertoindustries.com/#!artikel/c1x82. diakses tanggal 28 Maret
2015

Jamaluddin.2018. Perpindahan Panas dan Massa pada Penyangraian dan


Penggorengan Bahan Pangan. Makassar: Badan Penerbit Universitas
Negeri Makassar.

Mulyatiningsih, Endang.2007. Diktat Teknik – Teknik Dasar Memasak.


Yogyakarta; Fakultas Universitas Negri Yogyakarta.

Jamaluddin P. 2011. Rekayasa Penggorengan, Tekstur, Pemekaran, dan Warna


Keripik Buah Dengan Cara Osmotic Dehydration dan Tekanan Hampa
Udara Dipertinggi. (2 Tahun). Hibah Penelitian DIKTI (STRANAS).

Jamaluddin P. 2011. Model Matematika Optimasi untuk Perbaikan Proses


Penggorengan Vakum terhadap Tekstur Keripik Buah sesuai Selera
Konsumen. Jurnal Teknik Industri. Vol. 12 / No. 1 / Februari 2011. 82-89.
LAMPIRAN

Gambar 1. Deep fat fryer Gambar 2. Thermokopel

Gambar 3. Penetrometer Gambar 4. Kentang dengan


waktu 0 menit

Gambar 5. Kentang dengan waktu 2 menit


Gambar 6. Kentang dengan waktu 3 menit
Gambar 7. Kentang dengan waktu 4 menit Gambar 8. Kentang dengan waktu 5
menit

Gambar 9. Kentang dengan waktu 6 menit Gambar 10. Kentang dengan waktu 7
menit

Gambar
11. Uji
tekan
pada
Nugget
Gambar
12.
Nugget
yang telah diuji

Anda mungkin juga menyukai