Anda di halaman 1dari 8

Makalah

Sejarah Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Nabi dan Sahabat


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pengantar Studi Al-Qur’an”
Dosen Pengampu: Dr. K. Asy’ari Muthar, S.Th.I, M.Fil.I
HES Semester I Kelas A (Putra)

Oleh:
Muhammad Yunus
Achmad Habibul Akromi
Moh. Nuruz Zaman

FAKULTAS SYARI’AH
PRODI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT ILMU KEISLAMAN ANNUQAYAH
GULUK-GULUK SUMENEP JAWA TIMUR
TAHUN AKADEMIK 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Al-Qur'an merupakan pedoman umat Islam yang berisi petunjuk dan tuntunan untuk
mengatur kehidupan di dunia dan akhirat. Al-Qur'an merupakan kitab autentik dan unik yang
mana redaksi, susunan maupun kandungan maknanya berasal dari wahyu, sehingga Al-Qur’an
terpelihara dan terjamin sepanjang masa. Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi SAW.
secara berangsur-angsur dalam masa yang relatif panjang, yakni dimulai sejak zaman Nabi SAW.
diangkat menjadi Rasul dan berakhir pada masa menjelang wafatnya. Oleh karena itu, Al-Qur an
belum sempat dibukukan seperti adanya sekarang.
Meskipun demikian, upaya pengumpulan ayat-avat Al-Qur’an pada masa itu tetap
berjalan Setiap kali Nabi selesai menerima ayat-ayat Al-Qur'an yang diwahyukan kepadanya,
Nabi lalu memerintahkan kepada para sahabat tertentu untuk menuliskannya di samping juga
menghafalnya Penulisan ayat-ayat Al-Qur an tidaklah seperti yang kita saksikan sekarang. Selain
karena mereka belum mengenal alat-alat tulis, Al-Qur'an hanva ditulis pada kepingan-
kepingan tulang pelepah kurma atau batu-batu, sesuai dengan pada kepingan-kepingan tulang,
pelepah kurma, atau batu-batu, sesuai dengan peradaban masyarakat waktu itu. Tulisan yang
akan dituangkan ini mengupas tentang sejarah pengumpulan Al Qur’an.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana sarana penulisan al-Qur’an?
2. Bagaimana metode sahabat dalam menghafal al-Qur’an?
3. Bagaimana sejarah kodifikasi al-Qur’an pada masa Khulafaur Rasyidin?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui sarana penulisan al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui metode sahabat dalam menghafal al-Qur’an.
3. Untuk mengetahui sejarah kodifikasi al-Qur’an pada masa Khulafaur Rasyidin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sarana penulisan al-Qur’an
Penulisan al-Qur’an ada tiga metode, diantaranya adalah;
1. Zaman Nabi Muhammad SAW. Pada jenjang ini penyandaran pada hafalan lebih banyak
daripada penyandaran pada tulisan karena hafalan para Sahabat sangat kuat dan cepat
di samping sedikitnya orang yang bisa baca tulis dan sarananya. Oleh karena itu siapa
saja dari kalangan mereka yang mendengar satu ayat, dia akan langsung menghafalnya
atau menuliskannya dengan sarana seadanya di pelepah kurma, potongan kulit,
permukaan batu cadas atau tulang belikat unta. Jumlah para penghafal Al-Qur’an sangat
1
banyak. Dalam kitab Shahih Bukhari dari Anas Ibn Malik bahwasanya Nabi SAW.
mengutus tujuh puluh orang yang disebut Al-Qurra’. Mereka dihadang dan dibunuh oleh
penduduk dua desa dari suku Bani Sulaim ; Ri’l dan Dzakwan di dekat sumur Ma’unah.
Namun di kalangan para sahabat selain mereka masih banyak para penghafal Al-Qur’an,
seperti Khulafaur Rasyidin, Abdullah Ibn Mas’ud, Salim bekas budak Abu Hudzaifah,
Ubay Ibn Ka’ab, Mu’adz Ibn Jabal, Zaid Ibn Tsabit dan Abu Darda Radhiyallahu ‘anhum.
2. Pada zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a tahun dua belas Hijriyah. Penyebabnya adalah:
Pada perang Yamamah banyak dari kalangan Al-Qurra’ yang terbunuh, diantaranya Salim
bekas budak Abu Hudzaifah; salah seorang yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan untuk mengambil pelajaran Al-Qur’an darinya. Maka Abu Bakar
Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak hilang.
Dalam kitab Shahih Bukahri2 disebutkan, bahwa Umar Ibn Khaththab mengemukakan
pandangan tersebut kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu setelah selesainya perang
Yamamah. Abu Bakar tidak mau melakukannya karena takut dosa, sehingga Umar terus-
menerus mengemukakan pandangannya sampai Allah Swt. membukakan pintu hati Abu
Bakar untuk hal itu, dia lalu memanggil Zaid Ibn Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, di samping
Abu Bakar bediri Umar, Abu Bakar mengatakan kepada Zaid: “Sesungguhnya engkau
adalah seorang yang masih muda dan berakal cemrerlang, kami tidak meragukannmu,
engkau dulu pernah menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka
sekarang carilah Al-Qur’an dan kumpulkanlah!”, Zaid berkata: “Maka akupun mencari
dan mengumpulkan Al-Qur’an dari pelepah kurma, permukaan batu cadas dan dari
hafalan orang-orang. Mushaf tersebut berada di tangan Abu Bakar hingga dia wafat,
1
Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Al-Jihad, Bab Al-Aunu Bil Madad, hadits nomor 3064
2
Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab At-Tafsir, Bab Qauluhu Ta’ala : Laqad jaa’akum Rasuulun Min Anfusikum
Aziizun Alaihi Maa Anittum … al-ayat
kemudian dipegang oleh Umar hingga wafatnya, dan kemudian di pegang oleh Hafsah
Binti Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Diriwayatkan oleh Bukhari secara panjang lebar.
Kaum muslimin saat itu seluruhnya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar,
mereka menganggap perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan bagi Abu
Bakar, sampai Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Orang yang paling
besar pahalanya pada mushaf Al-Qur’an adalah Abu Bakar, semoga Allah Subhanahu wa
Ta’ala memberi rahmat kepada Abu Bakar karena, dialah orang yang pertama kali
mengumpulkan Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Pada zaman Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu pada tahun dua
puluh lima Hijriyah. Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin pada dialek bacaan Al-
Qur’an sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para sahabat
Radhiyallahu ‘anhum. Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, maka Utsman
Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut
menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeda bacaannya kemudian
bertengkar pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akhirnya berpecah belah. Dalam
kitab Shahih Bukhari3 disebutkan, bahwasanya Hudzaifah Ibnu Yaman Radhiyallahu
‘anhu datang menghadap Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu dari perang pembebasan
Armenia dan Azerbaijan. Dia khawatir melihat perbedaaan mereka pada dialek bacaan
Al-Qur’an, dia katakan : “Wahai Amirul Mukminin, selamtakanlah umat ini sebelum
mereka berpecah belah pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti perpecahan kaum
Yahudi dan Nasrani!” Utsman lalu mengutus seseorang kepada Hafsah Radhiyallahu
‘anhuma : “Kirimkan kepada kami mushaf yang engkau pegang agar kami gantikan
mushaf-mushaf yang ada dengannya kemudian akan kami kembalikan kepadamu!”,
Hafshah lalu mengirimkan mushaf tersebut. Kemudian Utsman memerintahkan Zaid Ibn
Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam
Radhiyallahu ‘anhum untuk menuliskannya kembali dan memperbanyaknya. Zaid Ibn
Tsabit berasal dari kaum Anshar sementara tiga orang yang lain berasal dari Quraisy.
Utsman mengatakan kepada ketiganya : “Jika kalian berbeda bacaan dengan Zaid Ibn
Tsabit pada sebagian ayat Al-Qur’an, maka tuliskanlah dengan dialek Quraisy, karena Al-
Qur’an diturunkan dengan dialek tersebut!”, merekapun lalu mengerjakannya dan
setelah selesai, Utsman mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan
hasil pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam serta memerintahkan untuk
membakar naskah mushaf Al-Qur’an selainnya. Utsman Radhiyallahu ‘anhu melakukan
hal ini setelah meminta pendapat kepada para sahabat Radhiyalahu ‘anhum yang lain
3
Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Fadhaailul Qur’an, Bab Jam’ul Qur’an, hadits nomor 4978
sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud 4 dari Ali Radhiyallahu ‘anhu
bahwasanya dia mengatakan : “Demi Allah, tidaklah seseorang melakukan apa yang
dilakukan pada mushaf-mushaf Al-Qur’an selain harus meminta pendapat kami
semuanya”, Utsman mengatakan : “Aku berpendapat sebaiknya kita mengumpulkan
manusia hanya pada satu Mushaf saja sehingga tidak terjadi perpecahan dan
perbedaan”. Kami menjawab : “Alangkah baiknya pendapatmu itu”. Mush’ab Ibn Sa’ad 5
mengatakan : “Aku melihat orang banyak ketika Utsman membakar mushaf-mushaf
yang ada, merekapun keheranan melihatnya”, atau dia katakan : “Tidak ada seorangpun
dari mereka yang mengingkarinya, hal itu adalah termasuk nilai positif bagi Amirul
Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu yang disepakati oleh kaum muslimin
seluruhnya. Hal itu adalah penyempurnaan dari pengumpulan yang dilakukan Khalifah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu. Baca
Juga Mendahulukan Mashlahat Tertinggi Dan Mengutamakan Keburukan Terkecil.
Perbedaan antara pengumpulan yang dilakukan Utsman dan pengumpulan yang
dilakukan Abu Bakar Radhiyallahu anhuma adalah : Tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an
di zaman Abu Bakar adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan ayat-ayat Al-
Qur’an dalam satu mushaf agar tidak tercecer dan tidak hilang tanpa membawa kaum
muslimin untuk bersatu pada satu mushaf ; hal itu dikarenakan belih terlihat pengaruh
dari perbedaan dialek bacaan yang mengharuskannya membawa mereka untuk bersatu
pada satu mushaf Al-Qur’an saja.

B. Metode Sahabat Dalam Menghafal Al-Qur’an


Dalam menghafalkan Al-Qur’an, para sahabat melakukannya dengan cara berangsur-
angsur. Hal ini ditujukan agar hafalan yang dilakukan para sahabat tidak mudah terlupa
dan hilang begitu saja. Intinya, model penghafalan tersebut tidak sekaligus menghafal
satu surat. Cara inilah yang juga dilakukan Rasulullah SAW saat menerima wahyu dari
malaikat Jibril. Abd al-Rab Nawab al-Din dalam ‘Kayfa Tahfadz Al-Qur’an Al-
Kariim’ menjelaskan, Rasulullah SAW saat mendapat wahyu melalui malaikat Jibril
berupa firman Allah SWT, terbiasa menerima lima bagian.
Sedangkan para sahabat menghafal ayat yang baru turun dan tidak diperkenankan
lanjut ke bagian berikutnya sebelum betul-betul menguasai hafalan yang lama.

4
Diriwayatkan oleh Al-Khatib dalam Kitabnya Al-Fashl Lil Washl Al-Mudraj, jilid : 2 halaman 954, dalam
sanadnya terdapat rawi bernama Muhammad Ibn Abban Al-Ju’fi (Al-Ilal karya Ad-Daruquthni, jilid 3, halaman
229-230), Ibn Ma’in mengatakan : “Dia dha’if (Al-Jarhu wat Ta’dil karya Ar-Razi, jilid 7 halam 200.
5
: https://almanhaj.or.id/2198-penulisan-al-quran-dan-pengumpulannya.html
Cara ini dinilai membantu kalangan anak-anak atau mereka yang masih baru menghafal
Alquran. Sebab, cara tersebut membantu memelihara hafalan secara maksimal. Tentu,
saja cara ini pun masih relevan diterapkan saat ini.
C. Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Khulafaur Rasyidin
kodifikasi Al Quran dalam kajian ulumul quran merujuk pada dua pengertian, yakni
hafalan di luar kepala dan ingatan, dan penulisan Al Quran huruf demi huruf, kata demi
kata, ayat demi ayat, dan surat ke surat. Al Quran merupakan kitab suci umat Islam yang
menjadi sumber hukum dan pedoman hidup bagi manusia. Al Quran berisi firman Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur selama kurang lebih
23 tahun. Proses pengumpulan dan penulisan atau kodifikasi Al Quran hingga menjadi
sebuah kitab juga tidak selesai dalam satu tempo. Sejarah kodifikasi Al Quran dibagi
menjadi tiga periode, yakni pada masa Nabi Muhammad, masa Khalifah Abu Bakar, dan
Khalifah Utsman bin Affan. Bagaimana kodifikasi Al Quran pada masa Rasulullah dan
sahabat?. Kodifikasi Al Quran sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad masih hidup.
Saat itu, kodifikasi dilakukan dengan dua cara, yakni hafalan dan penulisan. Kodifikasi Al
Quran dengan cara dihafal Setelah menerima ayat Al Quran, Nabi Muhammad
membacakannya kepada para sahabat. Ayat-ayat yang dibacakan Rasulullah kemudian
dihafal dan dipahami serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Sahabat yang telah
hafal Al Quran jumlahnya sangat banyak, dan sebagian di antaranya dikirim ke berbagai
daerah untuk mengajarkannya. Contohnya adalah Mus'ab bin Umayr dan Abdullah bin
Ummi Maktum, yang dikirim sebagai utusan Rasulullah ke kawasan Madinah sebelum
periode hijrah. Penulisan Al Quran juga telah dimulai pada masa Rasulullah. Hanya saja,
pada masa ini catatan ayat Al Quran masih terpisah-pisah pada media yang beraneka
ragam. Sahabat ada yang menulis di potongan kulit, pelepah kurma, daun lontar,
lempengan tulang belikat, batu, dan potongan kertas kuno. Beberapa sahabat yang
pernah mencatat wahyu Al Quran pada masa Rasulullah adalah Zaid bin Tsabit, Abdullah
bin Amrin, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Aban bin
Said, Khalid bin Walid, Muawiyah bin Abi Sufyan, dan masih banyak lainnya. Pada masa
Abu Bakar Ketika Nabi Muhammad wafat pada 632, ayat Al Quran telah terpelihara
dalam hafalan dan catatan para sahabat. Setelah itu, ditindaklanjuti kodifikasi periode
kedua pada masa Khalifah Abu Bakar. Salah satu hal yang melatarbelakangi kodifikasi Al
Quran pada masa Abu Bakar adalah banyaknya penghafal Al Quran yang gugur dalam
Perang Yamamah (632). Mengetahui hal itu, Umar bin Khattab khawatir akan punahnya
Al Quran apabila tidak segera dibukukan. Umar bin Khattab menyampaikan
kekhawatirannya kepada Khalifah Abu Bakar. Abu Bakar kemudian menindaklanjutinya
dengan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menghimpun (menulis) Al Quran dalam
satu mushaf. Zaid bin Tsabit segera melaksanakannya dengan mengumpulkan ayat-ayat
Al Quran yang tertulis di pelepah kurma, lempengan batu, hingga dari hafalan orang-
orang penghafal Al Quran. Setelah melalui proses yang amat panjang, jadilah mushaf di
tangan Abu Bakar, yang kemudian pindah ke tangan Umar bin Khattab, dan setelah itu
berpindah tangan ke Hafshah binti Umar. Kodifikasi Al Quran pada masa Utsman bin
Affan Kodifikasi terakhir dilakukan pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Kodifikasi
mushaf Al Quran yang dilakukan oleh Khalifah Utsman bin Affan dilatarbelakangi oleh
adanya perbedaan dalam cara membaca serta huruf Al Quran. Hal itu terjadi karena
Islam semakin menyebar ke berbagai penjuru dan di setiap daerah terdapat imam
pengajar yang saling menyatakan bacaannya yang benar. Perbedaan yang menimbulkan
perselisihan itu diketahui oleh Hudzaifah bin Yaman, yang turut serta dalam misi
penaklukkan Armenia dan Azerbaijan. Utsman kemudian membentuk tim pembukuan Al
Quran yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin Ash, dan
Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Mereka diminta menduplikasi mushaf yang asli
menjadi beberapa mushaf agar tidak terjadi lagi perbedaan dalam cara membaca serta
huruf Al Quran. Mushaf-mushaf yang selesai ditulis dikenal sebagai Mushaf Utsmani dan
dikirimkan ke seluruh pelosok wilayah Islam. Setelah itu, Khalifah Utsman bin Affan
memerintahkan agar versi lain yang beredar sebelum terbit Al Quran Mushaf Utsmani
dibakar, supaya tidak ada perbedaan lagi yang membingungkan dan dapat menimbulkan
perpecahan di kalangan umat Islam. Hingga saat ini, Al Quran yang dibaca oleh umat
Islam di seluruh dunia merupakan Al Quran dengan Mushaf Utsmani.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Suyuthi, Imam Jalaluddin. (2021). Al-Itqan Fi 'Ulumil Quran 1 (edisi terjemahan). Yogyakarta: DIVA
Press.
Arifin, Mochammad. (2019). 10 Tema Fenomenal dalam Ilmu Al Quran. Jakarta: Elex Media
Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai