Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008
Kajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan
Sekolah Menengah Kejuruan Menyongsong Era
Globalisasi
Siswo Wiratno
Peneliti Madya pada Puslitjaknoy-Balitbang,
e-mail: wiratno2002@yahoo.com
Abstrak: Gagasan proporsi jumlah sekolah menengah atas (SMA)
dan sekolah menengahkejuruan (SMK) telah digulirkan sebagai
jawaban tantangan global. Namun, penyerapan tenaga kerja, ankatan
kerja, dan tamatan pendidikan menengah (SMA/SMK) baik jumlah
maupun jenis program studi/kejuruan belum berimbang. Kajian ini
beriujuan untuk peningkatan akses dan pemerataan pendidikan
menengah yang bermutu dan terjangkau untuk memenuhi lapangan
kerja yang dituntut industri di masa depan. Untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja menengah, Pemerintah akan dan sedang
meningkatkan jumlah peserta didik SMK, yang diproyeksikan dapat
meningkat secara signifikan sampai tahun 2009. Terobosan yang telah
dan sedang dilakukan Depdiknas antara lain menambah jumlah SMK
yang diikuti dengan penambahan jumlah program keterampilan pada
sekolah umum serta mengembangkan berbagai bentuk alternatif SMA-
SMK.
Kata kunci: proporsi SMA dan SMK, era globalisasi
Pendahuluan
Tantangan besar pendidikan saat ini
adalah tantangan: (1) akibat dari krisis
ekonomi, sehingga pendidikan di-
tuntut untuk dapat mempertahankan
hasil-hasil pendidikan yang telah
dicapai, (2) untuk mengantisipasi era
global dunia, schingga pendidikan
dituntut untuk mempersiapkan
sumber daya manusia (SDM) yang
kompeten agar mampu bersaing dalam
pasar kerja global, dan (3) sebagai
konsekuensi diberlakukannya oto-
nomi daerah.
Oleh karena itu, sistem pen-
didikan nasional harus mampu
menjamin pemerataan kesempatan
pendidikan, peningkatan mutu serta
relevansi dan efisiensi manajemen
pendidikan untuk menghadapi
tantangan sesuai dengan tuntutan
perubahan kehidupan lokal, nasional,
761Kajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
dan global sehingga perlu dilakukan
pembaharuan pendidikan secara
terencana, terarah, dan berkesi-
nambungan, Pengembangan SDM
merupakan salah satu issue dalam
rangka persiapan menghadapi era
globalisasi, baik persiapan jangka
pendek sesuai dengan kesepakatan
AFTA tahun 2003 maupun persiapan_
jangka panjang sesuai dengan
kesepakatan pasar bebas 2020. Salah
satu jenis SDM yang dikembangkan
adalah tenaga kerja tingkat me-
nengah. Hal ini sejalan dengan
kebijakan pendidikan kejuruan yang
tertuang dalam “Keterampilan 2020”
(Depdikbud, 1007).
Jumlah penduduk usia kerja
SMA jauh lebih banyak dibanding
SMK. Hal ini dapat dilihat dari data
Sakernas 2003-2004 BPS yang
menunjukan penduduk usia kerja
SMA 21.441 ribu (tahun.2003) dan
20.461 ribu (tahun 2004) sedangkan
penduduk usia kerja SMK adalah
7,842 ribu (tahun 2003) dan 8.977 ribu
(tahun 2004). Keadaan Angkatan
Kerja di Indonesia 2002-2003
menunjukan bahwa jumlah angkatan
kerja tamatan SMA lebih banyak dari
pada jumlah angkatan kerja dari SMK.
Terlepas dari data tersebut kurang
proporsional oleh karena jumlah SMA
lebih banyak dari SMK. Berbeda
dengan tingkat partisipasi angkatan
Kerja tamatan (BPS, 2004)
762
Kondisi saat ini proporsi SMA
dengan SMK, pada jalur formal
jenjang pendidikan menengah, masih
lebih banyak SMA dibanding dengan
jumlah SMK, Apakah hal ini sejalan
dengan tuntutan global yang
membutuhkan tenaga kerja tingkat
menengah? Padahal orientasi SMA
dan SMK berbeda menurut Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional,
di mana lulusan SMA lebih diarahkan
untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang jebih tinggi sedangkan
lulusan SMK diarahkan untuk
bekerja.Data menunjukkan bahwa
sejak 1999/2000-2003/2004 Peme-
rintah memperbanyak SMA lebih
dominan dibandingkan dengan
jumlah SMK(www.depdiknas.go.id)
Depdiknas mulai tahun 1993
menerapkan kebijakan Link and
Match (keterkaitan dan kesepadanan)
pada pendidikan SMK. Konsep link
and match berorientasi pada ke-
butuhan pasar (demand driven)
terkait antara SMK, siswa, orangtua
siswa dan dunia usaha. Bahkan,
orientasi kebutuhan pasar dikem-
bangkan secara bertingkat, dari
tingkat kebutuhan lokal, nasional,
regional sampai pada tingkat global/
internasional. Dalam Renstra 2005-
2009 Depdiknas, program pendidikan
menengah yang terkait dengan
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
kebijakan pemerataan dan perluasan
akses adalah meningkatnya proporsi
siswa SMA/ SMK/MA/MAK atau
bentuk Iain yang sederajat.
Dalam rangka memenuhi ke-
butuhan tenaga kerja menengah,
Pemerintah akan meningkatkan
jumlah peserta didik SMK yang akan
diproyeksikan akan meningkat secara
signifikan sampai tahun 2009. Salah
satu upaya untuk memperbaiki
keberadaan SMK, dapat dilakukan
dengan mereposisi SMK menjelang
2020, Dalam hal mengantisipasi animo
masyarakat, Depdiknas telah me-
nambah jumlah SMK yang diikuti
dengan penambahan jumlah program
keterampilan pada sekolah umum
(SMA) yang ada, Permasalahan yang
timbul adalah Bagaimana reposisi
SMK dalam rangka persiapan
menghadapi era globalisasi? Bagai-
mana proporsi SMK : SMA ? Kajian
ini bertujuan untuk menganalisis
kebijakan terkait dengan proporsi
jumlah SMK-SMA khususnya terkait
dengan peningkatan akses dan
pemerataan pendidikan menengah
yang bermutu dan terjangkau.
Kajian jiteratur dan pembahasan
Pengembangan sumber daya manusia
(SDM) merupakan salah satu issue
dalam rangka persiapan menghadapi
era globalisasi, baik persiapan jangka
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008
pendek sesuai dengan kesepakatan
AFTA tahun 2003 maupun persiapan
jangka panjang sesuai dengan
kesepakatan pasar bebas 2020. Salah
satu jenis SDM yang dikembangkan
adalah tenaga kerja tingkat menengah
sebagaimana dicanangkan dalam
Keterampilan 2020 (Depdikbud, 1997).
Tantangan global antara lain
tumbuhnya liberalisasi perdagangan,
industri dan jasa, penawaran (offer)
dan permintaan (request) untuk
profesi dengan kompetensi khusus,
serta daya saing yang tidak
tergantung pada tenaga kerja “
ranrah” melainkan pada produktifitas
dan efisiensi Hal ini menuntut sumber
daya manusia yang memiliki kultur,
pendidikan yang sehat, kecerdasan
mental dan emosional, berkompe-
tensi, bersikap mental dan ber-
wawasan. (Gunadi Sindhuwinata,
2004). Untuk itu, dalam menghadapi
tantangan global tersebut dirasa
perlu dibangun suatu kondisi yang
dapat mewujudkan SDM yang
memiliki budaya, pendidikan yang
bermutu sesuai tuntutan kerja,
memiliki kecerdasan mental dan
emosional, berkompetensi khusus
yang mampu meningkatkan pro-
duktivitas dan efisiensi, bersikap
mental dan berwawasan.
Globalisasi akan membawa
banyak peluang sekaligus tantangan.
763Kajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
Kunci keberhasilan dari dampak
globalisasi tersebut terletak pada
kualitas SDM yang mampu mening-
katkan produktivitas dan efisiensi
serta tetap menjunjung tinggi profesi-
onalisme. Karena pasar tenaga kerja
semakin ketat persaingannya, maka
tuntutan kompetensi juga semakin
tinggi. Adapun kompetensi-kom-
petensi yang dibutuhkan untuk
mampu bersaing di era global meliputi:
(1) penguasean bahasa internasional
sebagai sarana komunikasi antar
negara yang mutlak harus dikuasai,
(2) kemampuan sikap interpreneur
dengan penckanan pada leadership,
kemandirian, dan berani menang-
gung risiko yang telah diper-
hitungkan, (3) memiliki etos kerja
yang tinggi dengan mengedepankan
kedisiplinan, realistis memandang
situasi dan kondisi, memiliki kemauan,
keras untuk terus berprestasi, mandiri
dan komitmen terhadap apa yang
dilakukan, (4) penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta
mudah mengadaptasikan diri ter-
hadap perkembangan IPTEK, (5)
berorientasi pada kecepatan dan flex-
ibility menyikapi adanya perubahan,
(6) memiliki kecakapan dalam me-
ngutarakan gagasan, (communica-
tion skill), dan (7) mau dan mampu
belajar berkelanjutan (http://
www.sob.ac.id smbtdirektur.htm:
764
2002, Kualitas SDM Kunci Sukses
Persaingan Era Global).
Kompetensi-kompetensi yang
pada dasarnya untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi serta tetap
menjunjung tinggi profesional-
isthe.inilah yang perlu disiapkan dan
dibangun dalam sistem pendidikan.
Dalam hal pendidikan pada jenjang
pendidikan menengah, maka kom-
petensi-kompetensi tersebut diwu-
judkan pada standar isi dan
kompetensi lulusan terutama pada
SMK.
Berkaitan dengan hal tersebut
diatas, E.Than (1997) berpendapat
bahwa pendidikan dan kompetensi
perlu disiapkan dalam rangka
menyongsong dan menyambut
globalisasi adalah Hitech Global
Environment. Beberapa kondisi yang
perlu disiapkan untuk menyongsong
masa depan tersebut antara lain: (1)
Pendidikan harus dapat mengatur
secepatnya: (a) peningkatan sains
dan teknologi) serta (b) pendidikan
spesialisasi; (2) Kemampuan dasar
yang harus disiapkan di sekolah,
yaitu: (a) Bahasa Inggris, (b) Sains
Dasar (Basic Science), dan (c)
Pengetahuan Teknik (Technical
Knowledge); dan (3) Spesialisasi di
pendidikan tinggi, yaitu: (a) Bio-
teknologi, (b) Ilmu Bahan, (c)
Instrumentalia dan Robot, (d) Micro
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
—electronic dan Komputer, (e) Tekno-
logi Informasi, dan (f) photonic.
Untuk itulah, pendidikan
menengah perlu reorientasi yang
mengarah pada peningkatan sains
dan teknologi serta penyiapan
pendidikan spesialisasi/pendidikan
kejuruan yang memiliki variasi
program kejuruan atau program
keahlian serta peningkatan kemam-
puan peserta didik dalam penguasaan
bahasa Inggris, sains dasar serta
pengetahuan teknik yang sesuai.
Perkembangan teknologi ber-
implikasi pada pembekalan kete-
rampilan vokasional kepada siswa
pendidikan menengah khususnya
SMK. Menurut Ki Supriyoko (2000)
ada beberapa prinsip pendidikan
kejuruan yang harus diperhatikan,
antara lain: (1) pendidikan kejuruan
harus dapat dilaksanakan secepat
mungkin (education in short), (2)
pendidikan kejuruan dalam pengem-
bangannya harus berorientasi pada
jenis-jenis pekerjaan yang dibutuh-
kan di lapangan kerja (job orienta-
tion), (3) pendidikan kejuruan diatur
sedemikian rupa sehingga siswa dapat
keluar masuk lembaga pendidikan
secara mudak (free entry exit) (4)
pendidikan kejuruan harus dise-
suaikan dengan permintaan pasar
(demand driven), (5) pengembangan
pendidikan kejuruan harus terbuka
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008
atau terjadinya interaksi antar disiplin
ilmu serta disiplin teknologi (technol-
ogy cross discipline), dan (6)
pendidikan kejuruan haruslah berani
mengembangkan teknologi yang
sedang dan akan berkembang (for-
ward technology).
Perkembangan Industri/Pasar
Kerja
Untuk mengarahkan pengembangan
atau penambahan SMK dimasa
mendatang, beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain perkem-
bangan dan pertumbuhan sektor
industri, unit usaha, dan penyerapan
tenaga kerja, Berikut beberapa
gambaran perkembangan dan per-
tumbuhan sektor industri, unit usaha,
dan penyerapan tenaga kerja.
Pertumbuhan industri setelah
era krisis (1997-1998) menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan
(1999-2000), dan pertumbuhan sejak
2001-2003 cukup stabil. Penyerapan
tenaga kerja menurut tingkat pen-
didikan tahun 2003 adalah: SD(37%),
SMTP dan SMTA (34%). Hal ini masih
menjadi masalah struktural di bidang
ketenagakerjaan sektor industri
karena berpengaruh terhadap daya
produktivitas. Di sisi lain, penyerapan
tenaga kerja yang cukup tinggi pada
lapangan usaha: pertanian (43 %),
manufaktur (13%), perdagangan (19
765Kajian Proporst Sekolah tenengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
%), jasa-jasa (12%), Sedangkan untuk
lapangan usaha bangunan dan
lapangan usaha pengangkutan dan
komunikasi berkisar antara 5-6 %.
(Departemen Perindustrian, 2005).
Pertumbuhan Cabang Industri
Dalam hal pertumbuhan jens industri
ngah khususnya SMK pun harus
mereposisi program kejuruan atau
program keahlian mana yang menjadi
penekanan, misalnya untuk program
kejuruan yang berorientasi pada jenis
industri nonmigas: Alat Angkut, Me-
sin dan Peyalatannya, Pupuk, Kimia
dan Brg Karet, Semen dan Brg Galian
non migas (2003-2005) tergambar Non Logam, serta Pu/p dan Kertas
bahwa jenis industri yang cukup
dominan adalah jenis industri: (1)Alat Lapangan kerja
Angk, Mesin & Peralatannya, (2)
Semen & Brg Galian Non Logam, (3)
Pupuk, Kimia & Brg Karet, dan (4)
Pulp & Kertas .Gambaran per-
tumbuhan jenis industri non migas
dapat dilihat dalam Tabel 1.
Sejalan dengan pertumbuhan
jenis industri nonumigas seperti
tersebut di atas, pendidikan mene-
Berkaitan dengan lapangan kerja,
pada tahun 2004- 2010 penyerapan
japangan kerja diproyeksikan untuk
lapangan usaha pertanian menurun
dari 43 % menurun menjadi 39 %,
untuk pertambangan masih stabil
yakni 1%, untuk manufaktur ada
kenaikan dari 13 % menjadi 14 %,
bangunan tetap sekitar 5 %, per-
abel {, Pertumbuhan Jenis Industri Non Migas Tahun 2003-2005
F ais industri Pertumbuhan (%), YoY. [rargeee*
2003 2004 | 2005+) | 2005
‘Makanan, Minuman & Tembakau 27 17 37 3.4
Tekstil, Kulit & Alas Kaki 6.2 42 Li 42
Barang Kayu. 12 2.0 04 is
[Pulp & Kertas [34 71 37 76
Pupuk, Kimfa_& Batang Karet (107 of 1a 8.8
Semen & BarangGafian Non Logam [7,1 96 7,0 9.6
Logam Dasar 0 2,7 $21 28
‘Alat Angkut, Mesin & Peralatannya 9 17.6 ns fie}
Produk Lainnya Va77 151 1 3,9 94 |
Total industri Non Migas 6,00 7,60 6.76 | 6,80
Sumber: BPS, 2004
Catatan : *) Triwulan J s.d Triwulan Ill; **) Buku KPIN
766 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
dagangan naik dari 19 % ke 20 %,
pengangkutan naik dari 6% ke 7 %,
keuangan dari 1 % naik menjadi 2%,
dan jasa- jasa naik dari 12 % menjadi
13%. (Tabel 2).
Dengan proyeksi penyerapan
tenaga kerja seperti tersebut diata,
pendidikan menengah khususnya
SMK perlu segera melakukan re-
orientasi jumlah maupun jenis
program kejuruan atau program
keahlian sesuai dengan kebutuhan
lapangan usaha atau industri,
misalnya dengan penckanan program
kejuruan yang mengarah pada
lapangan usaha pertanian , manu-
faktur, perdagangan, jasa- jasa,
pengangkutan, dan bangunan,
Berkaitan dengan status peker-
jaan utama dan pendidikan yang
ditamatkan, data menunjukkan bahwa
semakin tinggi pendidikan penduduk
semakin besar proporsi yang bekerja
sebagai pekerja, buruh, atau kar-
yawan. Dari seluruh lulusan PT yang
bekerja sebagai pekerja, buruh, atau
karyawan mencapai sekitar 83,1%.
Sedangkan untuk tamatan SMA 52,7
% dan SMK 64 % Sebaliknya untuk
pekerjaan yang berusaha mandiri
tanpa dibantu temyata tamatan SMA.
16,7 % lebih banyak dari tamatan SMK.
hanya 13,8 %. Di samping itu, pe-
kerjaan yang mandiri lebih banyak
diciptakan oleh pekerja yang berpen-
didikan rendah yakni Lulusan SD
sekitar 21,3% dan SMP dan 22,4%,
Hal ini menunjukkan bahwa tamatan
SMK yang bekerja sebagai pekerja/
buruly atau karyawan lebih tinggi dari
tamatan SMA, namun yang berusaha
mandiri tanpa dibantu lebih banyak
tamatan SMA dibanding SMK (BPS,
Sensus, 2004).
Tabel 2, Proyeksi Penyerapan Tenaga Kerja (%) menurut Lapangan
Tahun 2004-2010
Lapangan Usaha 2004 2005 2007, 2009
1. Pertanian 0.43 0.43 041 0.39
2. Pertambangan 0.01 0.01 0.01 O01
3. Manufaktur 0.13 0.13 0.14 0.14
4. Utilitas 0.00 0.00 0.00 0.00
5. Bangunan 0.05 0.05 0.05 0.05
6, Perdagangan 0.19 019 0.20 0.20
7. Pengangkutan dan Komunikasi 0.06 0.06 0.06 0.07
8, Keuangan 0.01 0.01 0.02 0.02
9. Jasacjasa 0.12 0.12 0.13 0.13
Jumiah 1.00 1.00. 1.00 1.00
Sumber: diolah dari indikator ekonomi BPS
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073,
. Tahun Ke-14, Juli 2008
167Kajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
Untuk mendapatkan gambaran
lebih lanjut tentang tenaga kerja, perlu
dilihat gambaran struktur tenaga kerja
sebagai berikut.
Penduduk Usia Kerja Menurut
Pendidikan Yang Ditamatkan
Tuntutan kerja di era globalisasi memi-
liki tingkat pendidikan yang memadai,
terutama pendidikan menengah
keatas dengan kompetensi yang
sesuai. Namun pada kenyataan,
kondisi penduduk usia kerja masih
didominasi oleh tamatan SD , dan
bahkan tidak tamat SD. Keberhasilan
program kependudukan Indonesia
belum sepenuhnya diikuti pening-
katan kualitas penduduk usia kerja
(PUK). Pendidikan PUK didominasi
oleh tamatan SD ke bawah, yaitu pada
tahun 2003 sebesar 54,17 persen dan
pada tahun 2004 sebesar 53,65 persen.
Tamatan pendidikan SMP yang
mampu meneruskan ke jenjang SMA
masih rendah, dan yang lebih rendah
lagi adalab tamatan perguruan tinggi.
PUK tamatan SLTA (SMA/SMTA.
Umum dan SMK/SMTA Kejuruan)
keatas pada tahun 2003 hanya
mencapai 22,72 persen. Proporsi
tersebut meningkat sedikit menjadi
23,19 persen pada tahun 2004.
Namun, bila dilihat dari pertambahan
PUK tamatan SMTA Kejuruan/ SMK
sebesar 14,4 persen. lebih tinggi
dibanding dengan PUK tamatan
SMTA Umuny SMA sebesar 4,57
persen (Tabel 4).
Tabel 3. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
selama Seminggu yang Lalu menurut Satatus Pekerjaan Utama dan
Pendidikan yang Ditamatkan (2004)
Pendidikan | Berosaha | Berusaha | Berusala | Pekeqa) | Pekerja | Pekeja ] Pekena
Tertinggi | Sendiri | Sendiri | dengan | Buruly | Bebas | Bebas | Tidak
No} yang tattpa | dengan | Burth | Karyawan | Pertanian | Non | Dibayar
Ditamatkan_| Dibantu_| Diba | Tewap Pertanian
1. [Tees 18.7 39.0 13 45 1 21 247
2. TBtSD. 208 33.0 25 88. 88 35 22:5
3._| SD 213 24 28 14.8 ‘4 53 22.2
4._| SMP 22.7 19.8 3.6 27.0 32 47 19.3
5._| SMA 16.7 122 42 52.7 08 24 10.9
6] SMK, 13.8 83, 38 64.0 04 2.5) 72,
7D Mt Sd 2.7 14 88.9 0.0 0.0) 19
8. | DI 63 3.4 37, 82.0 Oy 03 41
9._| Univ. 8 34 49 33 00 Os 22
Jumlah 155 25.0 32 272 a7 40 18.5
Sumber: (BPS, Sensus, 2004)
768
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
‘abel 4. Penduduk Usia Kerja Menurut Pendidikan
Tahun 2003-2004 (dalam ribu)
Pendidikan Tahun Tambahan | Lau Pert,
2003 2004 | 2003-2004 %
3D 82.698 | 82.584 a4) | 14
SMTP. 35.283 35.644, 361 1,02
SMTA Umum 21.441 | 20.461 679) 4.57)
SMTA Kejuruan 7.842 |__ 8.977 1135 14,48
Diploma 2.363 | 2.708 345 14,60
Universitas 3.024 3.550 526 17,40
Jumlah 152.650 153.924 1.274 0,83
Sumber: BPS, Sakernas 2003 - 2004
Angkatan Kerja Menurut Pendi-
dikan
Mutu angkatan kerja dan relevansi
pendidikan masih merupakan tan-
tangan yang utama dalam pem-
bangunan ketenagakerjaan yang
mengakibatkan ketidaksesuaian
ketrampilan dengan kualifikasi yang
dibutuhkan di pasar kerja.atau tun-
tutan lapangan kerja. Kualitas ang-
katan kerja ditunjukkan oleh tinggi
tendahnya tingkat pendidikan.
Selama periode 1999 — 2004 terjadi
peningkatan kualitas angkatan kerja,
terutama dengan semakin menu-
runnya angkatan kerja berpendidikan
SD. Angakatn kerja yang berpen-
didikan SD ke bawah mengalami
pertumbuhan minus sebesar — 0,55
persen. Sebaliknya, angkatan kerja
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008
berpendidikan SMTP mengalami
peningkatan yang cukup signifikan
dengan rata-rata pertambahan se-
besar 7,91 persen pertahun, sedang-
kan angkatan kerja berpendidikan
SMTA umum bertambah sebesar 3,63
persen pertahun. Namun untuk
angkatan kerja SMTA Kejuruan/
SMK sendiri masih lebih rendah
dibanding angkatan kerja yang
berpendidikan SMTA Umum/SMA,
dimana pertumbuhan angkatan kerja
SMK hanya 1,76 persen. Pening-
katan kualitas angkatan kerja juga
ditunjukkan dengan semakin me-
ningkatnya jumlah angkatan kerja
berpendidikan tinggi terutama
universitas dengan pertambahan
rata-rata sebesar 6,12 persen per
tahun (Tabel 5).
769Kajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengeh Kejuruan
Tabel 5.Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Tahun 1999-2004 (dalam ribu)
Tahun Laju
Pertam | Pert
Pendidikan | 1999 | 2000 | 2001 | 2002_| 2003 | 2004 | bhan._| (%).
sD s7ai0| 57.258 [ 8.309 [59.087] 54.824] 56248] -1.562 | -0.55
‘SMTP 14534] 15363] 16.850] 17.489 | 20.569) 21.264 6.730 7.91
SMTA Umm | 11570 [ 13.737[ in.a99 [12.212] 14.156] 1327 | 2.257] 3,63
SMTAKejurman | 6.559| 4.asa[7258[ 7121] 6137] 7.187] 598 | 1,76
Diploma 2008] 2iaa{ 2.238 2215] 1.933| 2.205] 287) 2,71
Universitas 2.365[_2295| 2669[ 2686[ 2608] 3.182] 317] 612)
Jumiah 4847 |_95.651| 98.812[ 100.779] 100.316] 103.973] 9.128 | 1,85
Sumber : BPS, Sakernas 2003-2004
Proyeksi Penduduk Usia Kerja
Kebutuhan tenaga kerja dimasa
mendatang, khususnya untuk meng-
hadapi tantangan global perlu
diantisipasi, schingga dalam peren-
canaannya nanti dapat dilakukan
strategi untuk mencapai apa yang
diharapkan, terlebih untuk antisipasi
kebutuhan jangka menengah atau-
pun jangka panjang. Kondisi PUK
pada tahun 2006 menurut tingkat
pendidikan didominasi yang ber-
pendidikan SD sebesar 52,09 persen
dan SMTP sebesar 23,05 persen.
Sedangkan PUK untuk tingkat
pendidikan SMTA Umum/SMA
apalagi SMTA Kejuruan/ SMK jauh
lebih kecil dibanding PUK dengan
pendidikan SD. Diperkirakan pola ini
masih akan terjadi pada tahun 2006
(Depnakertrans, 2006).
Hal ini tidak akan berubah di-
masa yang akan datang apabila tidak
770
ada perubahan dalam pengem-
bangan pembangunan pendidikan
khususnya pada SMA dan SMK,
Proyeksi Angkatan Kerja
Selain proyeksi Penduduk Usia Kerja
Menutut Tingkat Pendidikan, pro-
yeksi angkatan kerja perlu dilakukan
dalam rangka mengantisipasi kebu-
tuhan tenaga kerja dimasa men-
datang, khususnya untuk mengha-
dapi tantangan global, sehingga
dalam perencanaannya nanti dapat
dilakukan strategi untuk mencapai
apa yang diharapkan, terlebih untuk
antisipasi kebutuhan untuk jangka
menengah ataupun jangka panjang.
Pada tahun 2006, jurnlah ang-
katan kerja diperkirakan akan ber-
tambah sebanyak 1,93 juta orang dari
tahun sebelumnya, schingga menjadi
berjumlah 107,91 juta orang. Diper-
kirakan struktur angkatan kerja pada
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
Tabel 6. Proyeksi Penduduk Usia Kerja Menurut Tingkat Pendidikan
Tahun 2005 - 2006 (dalam ribu)
Tingkat 2005 2006
Pendidikan L P L+P. L P. L+P
sD 37.745 | 45.168 | 82.913 | 38.343 | 45.284 | 83.627
SMTP 18.841 17.318 36.159 19.239 | 17.764 | 37.003
SMTA Umum 1.797, 9.341 21.137 12.314 9.600 | 21.914
SMTA Kejuruan 5.507 3.636 9.143 6.002 3.883 9.886
Diploma 1.496 1,626 3.122 1.675 1.960. 3.635_|
Universitas 2.224 1.682 3.906 2.405 2.081 4ABS
Jumlah 77.464| 78.255.) 156.380] 78.420] 79.457, 160.550)
Sumber ; Depnakertrans, 2006
tahun 2006 akan berbeda dibanding-
kan dengan struktur angkatan kerja
2005. jumlah angkatan kerja ber-
pendidikan SD diperkirakan akan
menurun . Jumlah angkatan kerja
yang akan bertambah secara signi-
fikan adalah mereka yang berpen-
didikan SMTA Umum/SMA yakni dari
sebesar 14.331 juta pada tahun 2005
menjadi sebesar 14.634 juta pada
tahun 2006 SMTA kejuruan/SMK.
yakni dari sebesar 7,25 juta pada
tahun 2005 menjadi sebesar 7,76 juta
pada tahun 2006 (Depnakertrans,
2006).
Proyeksi Kesempatan Kerja
Menurut Tingkat Pendidikan
Sejalan dengan tuntutan global,
tingkat pendidikan menjadi penting
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008
untuk memasuki lapangan kerja,
karena tingkat pendidikan juga
menggambarkan tingkat kompetensi
atau kualitas tenaga kerja. Tingkat
pendidikan merupakan variabel
penting dalam merencanakan kesem-
patan kerja, karena pendidikan dapat
dijadikan sebagai indikator atau
ukuran untuk mendeteksi kualitas
penduduk yang bekerja, sekaligus
mendeteksi kualitas kesempatan kerja
itu sendiri.
Diperkirakan, kesempatan kerja
lulusan SMTP/SMP sampai per-
guruan tinggi akan meningkat,
demikian juga lulusan SMTA Umum/
SMA maupun SMTA Kejuruan/
SMK. Dari sisi pertumbuhan, SMTA
‘Umum tampak bahwa pada tahun 2004
mencapai angka negatif 3,21 persen
™Kajian Proporsi Sekolah Menengah Aras dan Sekolah Menengah Kejuruan
Tabel 7. Proyeksi Angkatan Kerja Menurut Tingkat Pendidikan
Tahun 2005-2006 (dalam ribu)
PENDIDIKAN 2005 2006
SD 56.384 56.051
SMTP _ 21.928 22.478
SMTA Umum 14.331 14.634
SMTA Kejuruan 7.251 1.765
|_ Diploma 2.609 3.014
Universitas 3.483 3.969
Jumlah 105.985 107.911
Sumber: Depnakertrans, 2006
sedangkan SMTA Kejuruan justru
positif 15,01 persen. Pada tahun 2005
dan tahun 2006 pertumbuhan
penduduk yang bekerja dengan
pendidikan ini diperkirakan semua
meningkat.
Walau peningkatan kesempatan
kerja dari tahun 2005 ke tahun 2006
tidak begitu tinggi, namun hal ini
memberi gambaran adanya perubah-
an kesempatan kerja bagi lulusan
pendidikan yang lebih tinggi. Dengan
kata lain, bahwa secara struktural
susunan penduduk yang bekerja
menurut pendidikan tidak ada
perubahan, kecuali dalam tingkat
pertumbuhannya, yaitu tingkat
pendidikan SD diperkirakan akan
terus menurun baik secara absolut
maupun secara proporsional. Namun
susunan penduduk yang bekerja
722
mennrut tingkat pendidikan selama 3
tahun terakhir masih tetap didominasi
oleh penduduk yang berpendidikan
sekolah dasar dengan angka absolut
pada kisaran jumlah di atas 52 juta,
atau secara proporsional sekitar 56
persen (Depnakertrans, 2006).
Keadaan pendidikan menengah
Data Balitbang Depdiimas (2000),
menunjukkan bahwa masih tingginya
angka tamatan sekolah menengah
(53,12%) tidak melanjutkan ke jenjang
pendidikan tinggi. Selanjutnya, timbul
pertanyaan kemanakah yang 57, 12
% dari sisa jumlah lulusan sekolah
menengah? Bisa jadi mereka
menganggur atau mencari tambahan
keterampilan kejuruan untuk mencari
pekerjaan. Hasil survei Badan Pusat
Statistik (BPS) pada 1998 tentang
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
Tabel 8. Proyeksi Kesempatan Kerja Menurut Pendidikan
PENDIDIKAN 2005 2006
sD 52.166 52.626
SMTP, 19,824 21.276
SMTA Umum 11.921 12.493
SMTA Kejuruan 6.030 6.167
Diploma 2.176 2.313
Universitas 3.083 3.371
Jumilah 95.800 98.247
Sumber : Depnakertrans, 2006
kondisi angkatan kerja menunjukkan
bahwa struktur penganguran SLTA
Umum mencapai 32, 1 % dan SLTA
Kejuruan mencapai 16,8%. Ber-
dasarkan data BPS tahun 2002-2003,
angkatan kerja berdasarkan pendi-
dikan dan jenis kelamin seperti pada
Tabel 9.
Tabel 9 menunjukkan bahwa
jumlah angkatan kerja tamatan SMA
lebih banyak dari pada jumlah ang-
katan kerja dari SMK.. Terlepas dari
data tersebut kurang proporsional
karena jumlah SMA lebih banyak dari
SMK, namun terlihat bahwa tujuan
akhir penyelenggaraan SMA tidak
sepenuhnya terakomodasi.
Tabel 9. Angkatan Kerja Menurut Pendidikan dan Jenis Kelamin
(dalam juta)
No | Pendidikan 2002 _ 2003
L P Jumlah L P Jumlah
1 |sbD 34.940 | 24.117 59.057 33.123 | 21.700 | 54.824
2_| SMTP 11.966 _| 5.523 17.489 14.372_| 6.197 20.569.
3_| SMTA Umum 8.554 3.657 12.212 10.145_| 4.011 14.156,
4 [SMTA Kejuruan 4871 2.250, 7A2L 4.256, 1.881 6.137,
5_{ Diploma 1.194 1,021 2.215 1B 810 1.933,
6 _{ Universitas L785 901 2.686 1.819 879 2,698
Jumiah 63.311 | 37.468 100.779 | 64.837_| 35.479 _| 100.316
Sumber: BPS, 2002-2003
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 07.
3, Tahun Ke-14, Juli 2008 TBKajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
Berbeda dengan tingkat parti-
sipasi angkatan kerja tamatan SMK_
scbagaimana tercantum dalam Tabel
9 menunjukkan perbedaan yang
cukup signifikan terhadap penye-
lenggaraan SMK yang berorientasi
pada kesiapan untuk bekerja. Di sini
dapat dilihat bahwa tingkat partisipasi
angkatan kerja pada SMTA Umum/
SMA (68.02 % pada tahun 2002 dan
66.02 % pada tahun 2003) lebih rendah
dibanding angkatan kerja dari SMTA
Kejuruan/SMK (79.23% pada tahun
2002 dan 78.26 % pada tahun 2003).
Bila dilihat perkembangan
jumlah SMA dan SMK di Indonesia
pada tahun 1999/2000 sampai dengan
tahun 2003/2004 dapat dicermati pada
Tabel l1yang menunjukkan bahwa
Pemerintah memperbanyak SMA
lebih dominan dibandingkan dengan
jumiah SMK.
Tabel 10. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Pendidikan
dan Jenis Kelamin
No | Pendidikan 2002 2003,
L Pp Jumlah_ L P Jumiah
1 [Sp $8.88 | SLRS 6881 | 8859 | 4790__| 66.28
2 [SMTP 74.38 | 3884 [57.71 [76.90 | 37.35__[ 58.30.
3 [SMTA Umum | 84.76 | 46.52 68.02 | 83.93 | 42.88 | 66.02
4 | SMTA Kejuruan | 91.56 61.34 79.23 91.20 59.24 78.26
S_| Diploma 9154 76.94 84.18 90.93 7.77 81.78
&_| Universitas 95.14 78.18 88.69 94.92 79.36, 89.22
Sumlah 85.57 5013 67.76 85.33 46.28 65.72
Sumber: BPS, 2002-2003
Tabel 11. Jumlah SMA dan SMK
Nama Tahun Ajaran _
Sekolah 99/00 00701 102 02/03 03/04
=SMAN 2.640 2.897 2.925 3.120 3.203
¥ Siswa 1.699.929 |__ 1.721.342 | 1.791.935 | _ 1.827.046 | 1.886.701
ESMEKN 7H 7 796 838 | 399)
= Siswa 367.462 579.892 | 596.147 598.876 | 608.441
Sumber: Balitbang Depiknas (1999/2000-2003/2004)
TH4
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
Studi Pelacakan Siswa (Agung
Purwadi, 1994) yang melacak siswa
SMA dan SMK (Kelompok / Bidang
Keahlian Tkenik, Pariwisata, dan
Bisnis Manajemen) 3 (tiga) tahun
setelah lulus, menunjukkan data
informasi seperti Tabel 12.
Dari hasil studi pelacakan siswa
pada pendidikan menengah khu-
susnya SMA dan SMK tersebut
diatas menunjukan bahwa sebagian
besar lulusan SMA (52,09 %)
melanjutkan ke jenjang pendidikan
lebih tinggi (kuliah di Perguruan
Tinggi) dan hanya 33, 75 % bekerja,
dan lulusan SMK sebagian besar.
bekerja (Teknik : 80,31 %;Pariwisata :
65,63 %; dan Bisnis Manajemen:
66,56 %); Namun demikian, lulusan
SMA juga cukup banyak (33,76 %)
yang bekerja. Bila dibandingkan
dengan data partisipasi angkatan
kerja tahun 2002-2003 (BPS Keadaan
Angkatan Kerja di Indonesia 2002-
2003) menunjukkan bahwa untuk
lulusan SMA jauh lebih tinggi untuk
bekerja yaitu: 68.02 % pada tahun
2002 dan 66.02 % pada tahun 2003
dari SMTA Kejuruan/ SMK hampir
sama yaitu : 79.23% pada tahun 2002
dan 78.26 % pada tahun 2003).
Data pendidikan menengah
tahun 2005/2005 (Depdiknas, 2007)
menunjukkan bahwa jumlah SMA
adalah 9,317 sekolah dengan jumlah
siswa keseluruhan 3.497.420 siswa.
dan jumlah SMK adalah 6.025
dengan jumlah siswa keseluruhan
2.231.927 siswa. Sedangkan perkem-
bangan jumlah SMA adalah sebagai
berikut: Tahun 2003/ 2004: 8.238
sekolah, tahun 2004/2005: 8.899
sekolah dan tahun 2005/2006: 9.317
sekolah, dan perkembangan jumlah
SMK adalah sebagai berikut: Tahun
2003/2004 : 5.115 sekolah, tahun 2004/
2005 : 5.650 sekolah dan tahun 2005/
2006:6.025 sekolah. Perbandingan
Tabel 12. Pelacakan Lulusan Siswa SMA dan SMK
SMA SMK (% )
(%) TEKNIK PARIWISATA BISNIS DAN
MANAJEMEN
(Kuliah 52,00% | 10.23% RWW 19.44%
| Kerja 33,76 % 80,31 % 65,63 % 66,56 %
Kuliah dan Kerja | 454% | 3.32%. 2,08 % 3.B%
Tidak Kuliah dan | 9,62 % 6,14 % 9,38 % 10,26 %
Tidak Kerja
Sumber: Agung Purwadi (1994), Three Years after Their Graduation Day : A Tracer Study
of Senior Secondary School Graduates
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008
775,Kajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
jumlah lulusan siswa SMA 2005/2006
(1.065.592 siswa) menurut program
studi adalah : untuk program bahasa:
41.545 siswa (3 %), program IPA:
384.121 siswa (36,05 %), dan program
IPS: 630.926 siswa (60,05%), dan
lulusan SMK (2005/2006:634.523
siswa) dengan rincian per kelompok
kejuruannya adalah : pertanian dan
kehutanan : 16.756 siswa (2,64 %) ,
teknologi dan industri: 247.970 siswa
(39,07%), bisnis dan manajemen :
298,022 siswa (46,69%), kesejahteraan
masyarakat : 9.643 siswa (1,51%),
Pariwisata : 45.521 siswa (7,17%), seni
dan kerajinan : 9.657 siswa (1,52%),
kesehatan : 2.302 siswa (0,36%), dan
kelompok kejuruan kelautan : 4.652
siswa (0,73%).
Hal tersebut menunjukkan
bahwa jumlah sekolah maupun jumlah
siswa tidak banyak berubah pro-
porsinya dari tahu ketahun belum
menonjol perbandingan jumlah
sekolah maupun siswa yang meng-
arah pada proporsi yang diharapkan
dari tantangan global. Di sisi lain,
fakta empirik menunjukkan bahwa
peserta didik SMK pada umumnya
berasal dari kalangan menengah ke
bawah. Di samping itu, SMK masih
menjadi “pelarian” manakala tamatan
SMP tidak diterima di SMA favorit,
schingga mengakibatkan citra SMK
menjadi kurang peminat. Kesan
716
masyarakat industri selama ini telah
terbentuk bahwa sikap, disiplin,
kemampuan intelektual, dan keteram-
pilan tamatan SMK serba tanggung,
sebagai salah satu akibat beberapa
perusahaan cenderung menerima
karyawan tidak membedakan tamatan
SMK dan SMA, dan bahkan ada
yang lebih ekstrim lagi lebih baik
menerima tamatan SMA daripada
tamatan SMK
Kompetensi Tenaga Kerja
Kompetensi merupakan salah satu
penyebab tingginya angka pengang-
guran, Seperti diungkapkan oleh
Gunadi Sindhuwinata dalam “Work-
shop Seamless Education” 2004,
bahwa beberapa faktor yang mem-
pengaruhi tingginya tingkat angka
pengangguran antara lain: (1)
demand dan supply yang tidak
seimbang,jumlah lapangan kerja
kurang dibanding dengan jumlah
angkatan kerja, (2) kompetensi tidak
sesuai dengan kebutuhan, dan (3)
tidak siap “pakai” apalagi tidak siap
“terjun”. Di samping itu, ada
beberapa hal yang menyebabkan
meningkatnya pengangguran, antara
lain: (1) investasi di bidang produktif
termasuk bidang jasa tidak tumbuh,
(2) tidak ada program jangka panjang
yang berkesinambungan dan kon-
sisten dengan penyesuaian pada
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
kebutuhan pasar ketenaga kerjaan, (3)
alokasi dana pendidikan tidak tepat
dan biaya pendidikan tidak efisien,
serta (4) tidak adanya pendidikan
sikap mental dan pendidikan fisik
yang memadai. (Gunadi Sindhu-
winata, 2004).
Perluasan dan pemerataan
pendidikan yang bermutu dan relevan
dengan kebutuhan masyarakat harus
ditempatkan pada prioritas tertinggi
dalam pembangunan pendidikan.
Mutu dan relevansi pendidikan
tercermin dari kemampuan mem-
bentuk kecakapan (competencies)
lulusan agar dapat menjadi pekerja
produktif dengan upah yang lebih
tinggi. Kesempatan pendidikan
kejuruan ataupun pendidikan ke-
ablian lainnya seperti pendidikan
vokasi dan pendidikan profesi pada
perguruan tinggi harus besar dan
merata dikaitkan dengan sentra-
sentra pengembangan ekonomi
industri, pendayagunaan iptek, dan
peningkatan kecakapan hidup yang
sesuai dengan prinsip belajar
sepanjang hayat.
Salah satu dampak rendahnya
kualitas pendidikan adalah ren-
dahnya kemampuan wirausaha devi
Iulusannya. Lulusan pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi
masih cenderung memilih bekerja
pada orang lain disbanding men-
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008
ciptakan pekerjaan secara mandiri.
Data menunjukkan bahwa semakin
tinggi pendidikan penduduk semakin
besar proporsi yang bekerja sebagai
pekerja, buruh, atau karyawan.
Menurut BPS (Sensus, 2004) dari
seluruh lulusan perguruan tinggi
yang bekerja sebagai pekerja, buruh,
atau karyawan mencapai sekitar
83,1%. %. Sedangkan untuk tamatan
SMA 52, 7 % dan SMK 64 %.
Sebaliknya pekerjaan yang mandiri
lebih banyak diciptakan oleh pekerja
yang berpendidikan rendah (iubusan
SD dan SMP sekitar 21,3% dan
22,4%).
Untuk itu, kesan masyarakat
industri tersebut diatas harus segera
dihapus dengan cara membenahi
sistem pendidikan dan pelatihan
kejuruan yang menghasilkan lulusan
SMK yang memiliki sertifikat kom-
petensi (certificate of competency)
dan sertifikat profesional ( certificate
of professional) dimana setiap
lulusan harus memiliki: (1) penge-
tahuan (knowledge), (2) keterampilan
(skill), dan (3) sikap (attitude), serta
dapat mengkomunikasikan di la-
pangan kerja,
Penyiapan tenaga kerja
Temuan di lapangan menunjukkan_
bahwa sumberdaya manausia,
termasuk di dalamnya calon tenaga
1mKajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
kerja, pada umumnya yang rapuh
dalam pengetahuan dan teknologi,
rendah kreatifitas, cenderung tidak
efisien, kurang gigih dan tidak
konsisten, tidak dapat menghargai
waktu, tidak dapat,menghargai orang
lain, lemah dalam semangat team dan
Kurang tanggung jawab dan kurang
kredibilitas (Gunadi Sindhuwinata,
2004). Hal inilah kiranya yang perlu
dibenahi dalam menyongsong masa
depan khususnya menghadapi
tantangan global. Seperti kita ketahui
kondisi seperti tersebut diatas yang
mengakibatkan tingginya tingkat
pengangguran dan meningkatnya
angka pengangguran. Oleh sebab itu,
hal inilah yang perlu dibenahi melalui
penyiapan pendidikan yang ber-
orientasi pada lapangan kerja, yaitu
pendidikan yang menumbuhkan
produktifitas dan efisiensi kerja, disisi
lain menyiapkan pendidikan yang
dapat membangun kemandirian.
Tenaga kerja tingkat menengah
dihasilkan oleh berbagai lembaga
pendidikan dan pelatihan. Pada jalur
pendidikan formal, tenaga kerja
tingkat menengah dihasilkan oleh
SMA dan SMK Depdikmas. Pada jalur
pendidikan nonformal, terdapat
kursus-kursus baik yang diseleng-
garakan Depdiknas maupun diluar
Depdiknas. Pada departemen atau
lembaga lain terdapat lembaga
778
khusus yang juga menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan untuk
menghasilkan tenaga kerja tingkat
menengah misalnya pada Balai
Latihan Tenaga Kerja di Departemen
Tenaga Kerja (BLK Depnaker). Di
lingkungan departemen Industri dan
Departemen Perdagangan serta
departemen lainnya terdapat pula
lembaga pendidikan dan pelatihan
dalam rangka menghasilkan SDM di
bidang ketenagakerjaan ini. Tidak
ketinggalan beberapa lembaga
masyarakat dan dunia kerja juga
memiliki pusat pelatihan (training
centre) sendiri dalam rangka men-
didik dan melatih karyawan ataupun
calon karyawan yang sesuai dengan
kebutuhan mereka (S. Wiratno, 2002).
Dengan sistem pendidikan yang
sudah tertata dalam Sistem Pendi-
dikan Nasional, kiranya akan terjadi
sinergi dalam menghasilkan calon
tenaga kerja sesuai dengan tuntutan
globalisasi.
Beberapa indikator yang ber-
kaitan dengan peringkat daya saing
sumberdaya manusia (SDM) Indo-
nesia di tingkat internasional, dapat
dilihat dari hasil studi IMD-Swiss
Tahun 2002 (Imam Taufik, 2003) antara
lain menunjukkan posisi Indonesia
dalam daya saing Iptek dan inovasi
masih rendah. Dalam kaitannya
pengembangan SDM beberapa
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
contoh indikator yang masih harus
diperbaiki antara lain: sistem pen-
didikan nasional (sebelum lahirnya
UU Nomor. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional), Bebas
Buta Huruf diatas 15 tahun, Sikap
terhadap Globalisasi, Ketersediaan
Tenaga Kerja Ahli, Pengalaman
Internasional, Hwnan development
Index, Ketetsediaan Qualified
Engineers, Motivasi Pekerja Indo-
nesia, Produktivitas Nasional,
Kemampuan Kewiraswastaan,
Pengangguran Generasi Muda,
Kemampuan Alih Teknologi, dan
KKN dan Praktik-Praktik tidak Etis
(Tabel 13).
Dengan memperhatikan posisi
kita dalam daya saing inovasi ter-
sebut, dalam menghadapi tantangan
globalisasi, kiranya akan dapat
mengarahkan dan memacu kita untuk
lebih focus dalam menyiapkan
sumberdaya manusia Indonesia
melalui pendidikan yang berorientasi
masa depan yaitu pendidikan yang
dapat mewujudkan sumberdaya
manusia yang memiliki budaya,
pendidikan yang bermutu sesuai
tuntutan kerja, memiliki kecerdasan
Tabel 13. Peringkat Indonesia Dalam Daya Saing Inovasi
Jenis Peringkat
Sikap terhadap Globalisasi
1
2
3
4
5, Pengalaman Intemasional
6. Human development Index
7
8
Motivasi Pekerja Indonesia
9. Produktivitas Nasional
Sistem Pendidikan Nasional:
Ketersediaan Tenaga Kerja Ahli
10. Kemampuan Kewiraswastaan
11. Pengangguran Generasi Muda
12. Kemampuan Alih Teknologi
13. _KKN dan Praktek-praktek Tidak Etis No. 49 dari 49 negara
Keterangan
No. 47 dari 49 negara
Bebas Buta Huruf diatas 15 tahun: No. 44 dari 49 negara
No. 41 dari 49 negara
No. 44 dari 49 negara
No. 47 dari 49 negara
No. 47 dari 49 negara
Ketersediaan Qualified Engineers No. 47 dari 49 negara
No. 47 dari 49 negara
No. 48 dari 49 negara
No. 36 dari 49 negara
No. 48 dari 49 negara;
No. 49 dari 49 negara;
Sumber: Studi IMD-Swiss 2002 (Imam Taufik, 2004).
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008
779Kajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
mental dan emosional, berkompetensi
khusus yang mampu meningkatkan
produktivitas dan efisiensi, bersikap
mental dan berwawasan
Pengembangan Pendidikan
Menengah
Lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(UU Sisdiknas) merupakan landasan
kuat dalam membangun pendidikan
dimasa depan karena lahirnya UU
Sisdiknas disusun untuk meng-
hadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan l\okal,
nasional, dan global. Olch karena itu,
UU Sisdiknas menjadi landasan bagi
pengembangan pendidikan mene-
ngah khususnya pengembangan
pendidikan umum (SMA/MA dan
bentuk lain yang sederajat) dan
pendidikan kejuruan ( SMK/ MAK
dan satuan pendidikan yang
sederajat).
Pasal 18 ayat (2) UU Sisdiknas
menyatakan bahwa pendidikan
menengah terdiri atas pendidikan
menengah umum dan pendidikan
menengah kejuruan. Dalam pen-
jelasan Pasal 15 tentang jenis
pendidikan dijelaskan bahwa pen-
didikan umum merupakan pendidikan
dasar dan menengah yang meng-
utamakan perluasan pengetahuan
yang diperlukan oleh peserta didik
780
untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan
pendidikan kejuruan merupakan
pendidikan menengah yang memper-
siapkan peserta didik terutama untuk
bekerja dalam bidang tertentu. SMA
dan satuan
pendidikan umum pada jenjang
pendidikan menengah, sedangkan
SMK dan MAK merupakan satuan
pendidikan kejuruan pada jenjang
pendidikan menengah. Dengan
demikian, bahwa orientasi SMA/ MA.
adalah untuk melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi,
sedangkan SMK/ MAK memper-
siapkan peserta didik terutama untuk
bekerja. Hal ini mengisyaratkan
bahwa proporsi siswa SMA/ MA
yang melanjutkan ke perguruan
tinggi lebih banyak dibandingkan
siswa SMK/MAK melanjutkan ke
perguruan tinggi, Sebaliknya, dalam
kaitannya dengan pasar kerja,
proporsi lulusan siswa SMK/MAK
untuk bekerja tentunya harus lebih
tinggi dibanding dengan lulusan
SMA/MA.
Dengan lahimya UU Sisdiknas
dan melihat tantangan global, per-
kembangan industri dan pasar keja
baik nasional maupun global, keadaan
pendidikan menengah, keadaan
tenaga keja, perlu kiranya diren-
canakan dan diupayakan pengem-
MA merupakan
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
bangan pendidikan menengah yang
sesuai dengan tantangan global di
samping memenuhi kebutuhan lokal
dan nasional.
Pengembangan mutu dan
keunggulan sekolah menengah juga
diarahkan untuk mendorong sekolah
potensial menuju katagori di atas
standar nasional pendidikan (SNP).
Sekolah-sekolah seperti ini akan terus
dikembangkan menjadi sekolah yang
berkeunggulan lokal, nasional dan
internasional. Kegiatan pengem-
bangan sekolah berkeunggulan pada
pendidikan menengah menargetkan
paling tidak satu SMA/SMK pada
masing-masing kabupaten/kota akan
menjadi sekolah berkeunggulan
nasional dan internasional pada
tahun 2009. Pemerintah pusat akan
bekerja sama dengan pemerintah
daerah dan pihak-pihak luar negeri
untuk mengembangkan keunggulan
lokal, nasional, dan internasional
tetsebut melalui kegiatan pengem-
bangan kurikulum dan standar
kompetensinya dalam rangka pening-
katan kompetensi lulusannya agar
dapat bersaing secara global. Salah
satu orientasi pencapaian standar
internasional adalah bagaimana
sekolah dapat didorong untuk dapat
memperoleh sertifikat /SO.
Peningkatan mutu dan relevansi
pendidikan menengah kejuruan
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008
dilakukan dengan mengembangkan
program kejuruan/ program studi/
jurusan yang sesuai dengan ke-
butuhan dunia kerja ataupun tun-
tutan global antara lain: teknologi
pengolahan dan pengemasan ma-
kanan, teknologi otomotif modern,
telematika, hotel dan restoran, bidang
kelautan, seni etnik dan kerajinan,
industri manufaktur, serta teknologi
pertanian bernilai tinggi. SMK di
setiap daerah juga didorong untuk
mengembangkan program studi yang
berorientasi pada keunggulan lokal,
baik pada aspek keterampilan maupun_
kewirausahaan.
Untuk mengantisipasi banyak-
nya Iulusan SMA yang tidak dapat
meneruskan ke pendidikan tinggi,
pendidikan kecakapan hidup (life
skills) akan diberikan pada siswa
SMA. Sedangkan peserta didik yang
berasal dari keluarga miskin tetapi
berpotensi, pemerintah maupun
pemerintah daerah akan memberikan
beasiswa atau subsidi.
Pendidikan kewirausahaan akan
diberikan untuk membekali lulusan
SMK agar mampu mengembangkan
sendiri lapangan kerja bagi dirinya.
Pengembangan kecakapan berwira-
usaha akan dilakukan seluas-luasnya
untuk mendorong tumbuhnya wira-
swastawan sebanyak-banyaknya,
yang selain menjadi wahana keman-
781Kajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
ditian berusaha bagi pelaku-pela-
kanya, juga memberikan dampak luas
bagi pengembangan ekonomi nasi-
onal. Untuk percepatan peningkatan.
mutu SMK menghadapi tantangan
global, maka pemanfaatan /CT untuk
sistem penyelenggaraan sekolah dan
pembelajaran akan dikembangkan
dengan beberapa model seperti
pemanfaatan multimedia dalam
proses pembelajaran, optimalisasi
pemanfaatan TV edukasi sebagai
materi penunjang dengan target
terpenuhinya secara signifikan
penggunaan /CT-based learning
pada SMA dan SMK di seluruh
Indonesia pada tahun 2009.
Berbagai upaya Pemerintah
dalam pengembangan pendidikan
menengah dalam rangka memenuhi
berbagai tuntutan masyarakat akan
bentuk pendidikan menengah diluar
bentuk pada umumnya seperti SMA/
MA ataupun SMK/MAK, maka
dengan memperhatikan berbagai
kondisi lapangan seperti daerah
khusus (yaitu pada daerah terpencil
atau terbelakang,masyarakat adat
yang terpencil, dan/atau mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan
tidak mampu dari segi ekonomi), ada
bebrbagai bentuk pendidikan yang
dicoba dikembangkan, antara lain:
SMA Perbatasan/Terpencil, SMK.
Kecil, Sekolah Menengah Terpadu,
782
SMK Kelas Jauh, dan SMK Per-
batasan. Bentuk bentuk SMA/SMK_
tersebut merupakan strategi Peme-
rintah dalam pengembangan atau
perluasan bentuk SMA/SMK alter-
natif yang lebih fleksibel, efisien dan
lebih tepat pada sasaran peserta didik
maupun kondisi dan potensi daerah
serta tidak lepas dari tuntutan
kebutuhan di masa depan. Hal ini
sejalan dengan kebijakan pengem-
bangan pendidikan menengah
Khususnya re-enginering dan
penataan bidang keahlian pendidikan
kejuruan.
Kebijakan pendidikan
_ Pada tahun 1980 an, keadaan
Pendidikan Kejuruan/SMK sudah
merisaukan Pemerintah. Waktu itu
mulai dilakukan perubahan kebijakan
terhadap SMK. Melalui Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun
1990, ditetapkan pendidikan SMK di-
selenggarakan dengan tujuan
menyiapkan sisiwa guna memasuki
lapangan kerja dan mengembangkan
sikap profesional (Kompetisi Global
Tantangan bagi Lulusan SMK, Suara
Pembaharuan 3 April 2001).
Sesuai dengan Peraturan Pre-
siden Nomor 7 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2005-
2009, Depdiknas telah menyelesaikan
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
dokumen perencanaan pembangunan
nasional untuk periode 5 (lima) tahun
mendatang terhitung sejak tahun
2004 sampai dengan tahun 2009.
Prioritas tertinggi dalam pemba-
ngunan pendidikan selama lima tahun
mendatang adalah meningkatnya
akses masyarakat terhadap pendi-
dikan dan meningkatnya mutu
pendidikan.
Dalam Restra 2005-2009 Dep-
diknas, program pendidikan mene-
ngah yang terkait dengan kebijakan
pemerataan dan perluasan akses
adalah meningkatnya proporsi siswa
SMA/SMK/MA/MAK atau bentuk
lain yang sederajat.Kegiatan ini
bertujuan untuk peningkatan akses
dan pemerataan pendidikan mene-
ngah yang bermutu dan terjangkau.
Disisi lain dalam rangka memenuhi
kebutuhan tenaga kerja menengah,
Pemerintah akan meningkatkan
jumlah peserta didik SMK, yang akan
diproycksikan akan meningkat secara
signifikan sampai tahun 2009.
Selaras dengan kebijakan
Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2005-2009, kebijakan strategis
Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah meliputi: (1) Peme-
rataan dan perluasan akses pendi-
dikan, (2) Peningkatan mutu, rele-
vansi, dan daya saing, dan (3)
Penguatan tata kelola, akuntabilitas,
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008
dan pencitraan publik. Kebijakan
strategis tersebut dijabarkan ke dalam
berbagai kegiatan yang akan
dilaksanakan Ditjen Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah
dalam kurun waktu tahun 2005 — 2009.
Program pendidikan menengah
bertujuan untuk meningkatkan akses
dan pemerataan pelayanan pen-
didikan menengah yang bermutu dan
terjangkau bagi semua penduduk laki-
iaki dan perempuan melalui pen-
didikan formal yang terdiri atas SMA,
SMK, MA, MAK, atau bentuk lain
yang sederajat melalui sekolah/
madrasah menengah umum maupun
sekolah/madrasah kejuruan, agar
lulusan yang tidak melanjutkan ke
jenjang pendidikan tinggi dapat
memasuki dunia kerja pada umumnya
dan dunia usaha dan industri pada
khususnya,
Pengembangan beberapa model
layanan alternatif pendidikan akan
dilakukan khusus untuk daerah
terpencil, daerah pedalaman, daerah
tertinggal, dan daerah perbatasan,
seperti model sekolah satu atap untuk
dapat menampung lulusan SMP di
daerah-daerah tersebut. Periuasan
penyelenggaraan pendidikan ke-
juruan yang dilaksanakan dengan
menggunakan berbagai bentuk SMK,
yaitu SMK Besar di kawasan industri,
SMK kelas jauh di pesantren/institusi
783Kajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
lain, SMK di daerah perbatasan, SMK.
kecil di daerah terpencil dan pe-
desaan, SMA Terbuka, Sekolah
Menengah Terpadu,
Beberapa kebijakan strategis
yang disusun dalam rangka mem-
perluas pemerataan dan akses
pendidikan menengah adalah sebagai
berikut: (1) Memfasilitasi peran serta
masyarakat dalam memperluas akses
SMA, khususnya pada daerah-
daerah yang memiliki lulusan SMP
cukup besar. Di sisi lain dikem-
bangkan SM terpadu, yaitu pen-
didikan yang menyelenggarakan
pendidikan umumdan kejuruan dalam
satu satuan pendidikan. Bagi siswa
yang berkebutuhan khusus, dilaku-
kan kebijakan strategis dalam me-
laksanakan program pendidikan
inklusif, (2) Memperluas akses
terhadap pendidikan di SMK sesuai
dengan kebutuhan dan keunggulan
lokal. Perluasan SMK ini dilaksanakan
melalui penambahan program pen-
didikan kejuruan yang lebih fleksibel
sesuai dengan tuntutan pasar kerja
yang berkembang. Di samping itu,
dilakukan upaya penambahan
muatan pendidikan keterampilan di
SMA bagi siswa yang akan bekerja
setelah lulus.
Dalam upaya pengembangan
pendidikan menengah khususnya
untuk pendidikan menengah keju-
784
Tuan, saat ini telah selesai disusun
Rencana Strategis Direktorat Pen-
didikan Menengah Kejuruan tahun
2005-2009 dimana salah satu sa-
sarannya adalah terwujudnya 1000
SMK berstandar nasional dan 200
SMK bertaraf internasional yang
tersebar minimal di 40% kabupaten/
kota.Hal ini kiranya sejalan dengan
tuntutan kebutuhan tenaga kerja
tingkat menengah menyongsong era
globalisasi. Dengan kebijakan pen-
didikan yang tertuang dalam Renstra
2005-2009 Depdiknas maupun Ren-
stta Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan tahun 2005-2009 tersebut
diatas kiranya dapat memberikan arah
yang tepat dalam pengembangan
proporsi SMA-SMK dalam menyong-
song dan menghadapi masa depan.
Proporsi SMA-SMK di masa
Mendatang
Dengan telah ditetapkannya Kebi-
jakan Link and Match sejak 1993 dan
telah tersusunnya Renstra 2005-2009
Depdiknas, trend perkembangan
SMK sepuluh tehun terakhir me-
nunjukkan adanya upaya nyata
Depdiknas menambah jumlah SMK
dan diikuti dengan penambahan
jumlah program keterampilan pada
sekolah umum (SMA) yang ada.
Rata-rata setiap tahun jumlah SMK_
bertambah 50. Bahkan pada tahun
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
2004 Depdiknas telah mendirikan 240
SMK dengan menempel pada institusi
sekolah yang telah ada. Pemerintah
juga memperbesar daya tampung
SMK di 28 kota dengan meng-
efektifkan penggunaan mang mulai
pagi sampai ralam hari. Ke depan,
diharapkan jumlah peserta didik SMK
berbanding satu banding satu
dengan peserta didik SMA. Hal ini
berarti bahwa Depdiknas telah
mempertimbangkan akan kebutuhan
tenaga kerja tingkat menengah yang
siap latih/kerja sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan era global
yang kompetitif.
Sesuai dengan UU Sisdiknas
Pasal 15, pendidikan kejuruan
merupakan pendidikan menengah
yang mempersiapkan peserta didik
terutama untuk bekerja dalam bidang
tertentu. Dengan demikian sudah
jelas bahwa pendidikan kejuruan
diarahkan agar lulusannya dapat
bekerja sesuai bidangnya. Bentuk
satuan pendidikan kejuruan adalah
SMK/MAK.
Kompetensi yang dimiliki lulusan
SMK/MAK dan kesesuaian bidang
keahlian/program studi dengan
bidang atau sektor pekerjaan, akan
memberi peluang yang besar bagi
lulusan SMK/MAK agar diterima di
dunia kerja/ dunia industri.Untuk
mengantisipasi hal tersebut di atas,
Jurnat Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008
perlu upaya-upaya peningkatan
kualitas lulusan SMK/MAK yang
mampu mengikuti corak dan dinamika
yang berkembang secara cepat,
ekstensif dan mendunia.
Menjelang tahun 2020, per-
ekonomian Indonesia akan berubah
dan berkembang kearah perekono-
mian global, schingga perusahaan
dan industri dituntut untuk mampu
bersaing di pasar regional maupun
global. Oleh karena itu, Indonesia
harus mampu mengelola berbagai
sumberdaya yang ada dengan baik,
melalui program jangka panjang.
Apakah sumberdaya yang dapat
diperbaharui (renewable) yang
paling berharga bagi Indonesia?
Jawabnya tidak lain adalah
keterampilan, keahlian, dan kemauan
yang kuat bangsa Indonesia Karena
itu perlu upaya peningkatan nilai
tambah pada sumberdaya yang
dimaksud di atas, yaitu dengan cara
meningkatkan keterampilan dan
keahlian generasi muda Indonesia
yang akan memasuki dunia kerja dan
melatih ulang serta meningkatkan
keterampilan dan keahlian bagi
mereka yang sudah bekerja, agar tetap
selaras dengan perkembangan
teknologi dan perubahan pasar
(Depdiknbud,1997)
Di sisi lain, dengan kebutuhan
dunia kerja yang beragam, sela-
785Kajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
yaknya dilakukan diversifikasi
terhadap SMK (Agung Purwadi,
2001). Hal ini dimaksudkan agar SMK.
tidak lagi lebih berorientasi pasar
kerja, tetapi berorientasi kepada
kebutuhan pengguna jasa (costumer
oriented). Dengan demikian ada dua
tipe SMK, yakni: (1) SMK yang
melayani kebutuhan tenaga spesialis
yang berketerampilan tinggi tetapi
hanya menguasai sedikit bidang
keterampilan dan (2) SMK yang
melasyani kebutuhan tenaga yang
lebih bersifat generalis.
Konsep pendidikan kejuruan
tidak bisa lepas dari pasar tenaga keja,
baik pasar keja lokal, nasional, re-
gional ( terkait dengan AFTA, AFAS,
ASEAN, Bilateral) dan juga pasar kerja
internasional (terkait dengan WTO).
Untuk itu dalam pengembangan
pendidikan kejuruan perlu memper-
hatikan hal tersebut.Adapun hal hal
yang perlu diperhatikan terkait
dengan pendidikan kejuruan dalam
penyiapan tenaga kerja dalam kaitan
pasar kerja tersebut adalah: (1) sistem
pendidikan dan pelatihan, (2) sistem
sertifikasi, dan (3) penempatan (di
dalam negeri/luar negeri). Dalam
sistem pendidikan dan pelatihan perlu
dikembangkan sitem pendidikan dan
pelatihan yeng memberikan para
peserta didik agar memiliki kompe-
tensi yang utuh profesional dan bisa
786
berkompetisi, untuk itu diharapkan
para lulusanya memiliki: sertifikat
kompetensi (certificate of compe-
tency) dan sertifikat profesional ( cer-
tificate of professional) dimana setiap
julusan harus memiliki: (1) penge-
tahuan, (2) keterampilan, dan (3)
sikap, serta dapat mengkomunika-
sikan di lapangan kerja.
Dalam mengatisipasi kebutuhan.
tenaga kerja tingkat menengah, perlu
mempertimbangkan berbagai per-
kembangan dan kebutuhan dunia
usaha dan industri secara global.
Dalama rangka menghadapi WTO
dirasa perlu untuk melakukan
reorientasi terhadap pendidikan
menengah kejuruan (SMK), antara
lain: (1) Reorientasi pengembangan
jenis bidang keahlian/kejuruan pada
sekolah menengah kejuruan (SMK)
diprioritaskan pada jenis “KEJU-
RUAN” apa yang diperlukan bidang
usaha dan industri di era global, (2)
Reorientasi pengembangan tenaga
kerja mengacu pada kebutuhan dunia
usaha dan industri berbasis kom-
petensi dan sertifikasi uji kompetensi
sesuai dengan ketentuan /SO, dan (3)
Pengembangan pendidikan kejuruan
diprioritaskan pada bidang keahlian
yang dipetlukan di pasar global, yaitu:
(a) Engineering (Otomotif, Elek-
tronika), (b) Medis (Perawat, Aku-
puntur), (c) Kelautan (Maritim dan
Markonis), dan (d) Pariwisata (SPA).
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wirato
Untuk memperbaiki keberadaan
SMK, dapat dilakukan dengan me-
teposisi SMK. Dalam hal mengan-
tisipasi animo masyarakat, Depdiknas
telah menambah jumlah SMK yang
diikuti dengan penambahan jumlah
program keterampilan pada sekolah
umum (SMA) yang ada. Penataan
ulang (re-engineering) dan penataan
bidang keahlian pada SMK me-
mungkinkan untuk dikembangkan
berdasarkan potensi daerah masing-
masing sesuai dengan kebutuhan
bidang pekerjaan tersebut di atas.
Agar supaya kehadiran sekolah
kejuruan senantiasa didambakan
masyarakat dan para lulusannya pun
dapat langsung diserap oleh dunia
kerja maka secara periodik dan/atau
berkelanjutan perlu dilakukan pem-
benahan terhadap penyelenggaraan
SMK.Di dalam upaya penyeleng-
garaan sekolah, yang dalam hai ini
SMK, bisa dikaji berbagai kermung-
kinan dilakukan pembaharuan pada
berbagai aspek pendidikan, baik yang
menyangkut konsepsi maupun
pelaksanaannya. (Ki Supriyoko,
“Pembaharuan Sekolah Menengah
Kejuruan/SMK dalam hal Pelaksa-
naannya”, 2000). Hal ini juga sejalan
apa yang diungkapkan mantan
Menteri Pendidikan Nasional Yahya
Muhaimin dalam Seminar Reformasi
Pendidikan di Yogyakarta 17 Maret
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008
2001 yang antara lain menyatakan
bahwa keberhasilan dalam memper-
baiki dan memperbaharui sektor
pendidikan akan menentukan keber-
hasilan bangsa ini menjadi tantangan
masa depan. Pembaharuan ini harus
dilakukan dengan melibatkan masya-
takat secara luas termasuk keluarga,
sektor swasta, politisi, dan pemerintah
Pendidikan harus mampu dipahami
sebagai human investment yang
harus dirancang secara lebih baik
dengan berorientasi pada masa
depan.
Kedepan, SMK diharapkan
merupakan salah satu institusi
sekolah yang perlu dikembangkan
dalam pendidikan di Indonesia (Ace
Suryadi, 2001). Diprediksikan suata
saat jumlah siswa SMK akan lebih
banyak daripada jumlah siswa SMA,
jika orientasi SMA tetap memper-
siapkan peserta didik untuk melan-
jutkan pendidikannya ke perguruan
tinggi, tanpa mempertimbangkan
keterbatasan daya tampung per-
gurvan tinggi
Hasil Kajian
Hasil kajian proporsi SMA-SMK,
diperoleh bebrapa informasi pokok,
antara lain berkaitan dengan (1)
kesiapan pendidikan menghadapi
tantangan global, (2) perkembangan
industri dan pasar kerja, (3) keadaan
pendidikan menengah, (4) penyiapan
787Kajian Proporsi Sekolak Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
tenaga kerja, (5) pengembangan
pendidikan menengah, (6) kebijakan
pendidikan , dan (7) proporsi SMA-
SMK di masa mendatang.
Berkaitan dengan kesiapan
menghadapi tantangan global,
khususnya penyiapan
pendidikan menengah yang me-
menuhi tuntutan kompetensi yang
diharapkan dalam persaingan global,
memang perlu dilakukan reposisi dan
reorientasi pendidikan khususnya
pada pendidikan menengah kejuruan,
antara lain melahui re engineering dan
penataan program studi atau bidang
keahlian sesuai tuntutan global. Re
engineering metupakan proses
penataan konsep, perencanaan dan
inplementasi Pendidikan Menengah
Kejuruan melalui analisis potensi
lulusan
wilayah untuk melakukan penye-
suaian peran, bidang dan program
keahlian. Sedangkan Penataan
program studi merupakan upaya
penyesuaian bidang dan program
keahlian yang ada di seluruh SMK
Negeri dan Swasta dengan melibatkan
unsur wilayah yang terkait, melalui
pengkajian potensi wilayah untuk
memperolleh — bidang/program
keahlian sesuai dengan kebutuhan
wilayah.
Pertumbuhan industri setelah
era krisis (1997-1998) menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan
788
(1999- 2000), dan pertumbuhan sejak
2001-2003 stabil.Hal ini memberi arti
positif dalam reposisi ataupun
penataan kembali SMA-SMK.
Penyerapan tenaga kerja menurut
tingkat pendidikan dimana Tingkat
pendidikan: SD (37%), SMTP dan
SMTA (34%), hal ini menjadi masalah
struktural di bidang ketenagakerjaan
sektor industri karena berpengaruh
terhadap daya produktivitas. Penye-
rapan lapangan kerja pada tahun
2004- 2010 diproyeksikan untuk
japangan usaha pertanian menurun
dari 43 % menurun menjadi 39 %,
untuk pertambangan masih stabil
yakni 1%, untuk manufaktur ada
kenaikan dari 13 % menjadi 14 %,
bangunan tetap sekitar 5 %,
perdagangan naik dari 19 % ke 20%,
pengangkutan naik dari 6% ke 7 %,
keuangan dari 1 % naik menjadi 2%,
dan jasa- jasa naik dari 12 % menjadi
13 %, akan mempengaruhi pengem-
bangan pendidikan menengah.
Fakta empirik menunjukkan
bahwa peserta didik SMK pada
umumnya berasal dari kalangan
menengah ke bawah. Di samping itu,
SMK masih menjadi “pelarian”
manakala tamatan SMP tidak diterima
di SMA favorit, sehingga meng-
akibatkan cittra SMK menjadi kurang
peminat. Kesan masyarakat industri
selama ini telah terbentuk bahwa
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
sikap, disiplin, kemampuan intelek-
tual, dan keterampilan tamatan SMK
setba tanggung, Namun trend
perkembangan SMK sepuluh tehun
terakhir menunjukkan adanya upaya
nyata Depdiknas menambah jumlah
SMK dan diikuti dengan penam-
bahan jumlah program keterampilan
pada sekolah umum (SMA) yang ada.
Rata-rata setiap tahun jumlah SMK
bertambah, Babkan pada tahun 2004
Depdiknas telah mendirikan 240
SMK. Hal ini menunjukkan upaya
Pemerintah untuk membenahi
pendidikan menengah.
Pada tahun 2006, jumlah ang-
katan kerja diperkirakan akan Di-
perkirakan struktur angkatan kerja
pada tahun 2006 akan betbeda
dibandingkan dengan struktur ang-
katan kerja 2005. jumlah angkatan
kerja berpendidikan SD diperkirakan
akan menurun Sedangkan jumlah
angkatan kerja berpendidikan lainnya
akan diperkirakan masih akan
bertambah. Hal ini akan mempe-
ngaruhi perencanaan dan pengem-
bangan SMA-SMK dimasa yang
akan datang.
Dalam rangka penyiapan tenaga
kerja khususnya lulusan tingkat
pendidikan menegah, adalah penyi-
apan tenaga kerja/ lulusan pendidikan
menengah yang memeliki kompetensi
yang dipersyaratkan dalam per-
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No, 073, Tahun Ke-14, Juli 2008
saingan global yakni tenaga kerja
yang produktif dan efisien, yang
memiliki sertifikat kompetensi (certifi-
cate of competency) dan sertifikat
profesional (certificate of profes-
sional ) , maka perencanaan dan
pengembangan SMA-SMK haruslah
mernperhatikan hal tersebut,
Pengembangan pendidikan
menengah harus sejalan dengan
amanat UU Sisdiknas, dimana Pen-
didikan umum memupakan pendidikan
dasar dan menengah yang meng-
utamakan perluasan pengetahuan
yang diperlukan oleh peserta didik
untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi, dan
pendidikan kejuruan merupakan
pendidikan menengah yang mem-
persiapkan peserta didik terutama
untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Terkait dengan mewujudkan
proporsi SMA-SMKdimasa yang
akan datang . Salah satu upaya untuk
memperbaiki keberadaan SMK, dapat
dilakukan dengan mereposisi SMK
menjelang 2020, melalui penambahan
jumlah SMK, pengembangan alter-
natif bentuk- bentuk SMA-SMK serta
upaya lainnya.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Era globalisasi menuntut kesesuaian
antara kompetensi Julusan siswa
789Kajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
pendidikan menengah, khususnya
pendidikan kejuruan dengan kom-
petensi yang dipersyaratkan untuk
masing- masing lapangan usaha atau
sektor /jenis industri. Oleh sebab itu
arah kebijakan pengembangan
pendidikan menengah, termasuk
kebijakan proporsi jumlah siswa dan
jumlah sekolah/ madrasah SMA-
SMK perlu memperhatikan pertum-
buhan dan proyeksi perkembangan
industri maupun lapangan usaha serta
kondisi dan proyeksi ketenaga-
kerjaan. Pengembangan pendidikan,
pengembangan industri dan pengem-
bangan ketenaga kerjaan merupakan
3 ( tiga) pilar yang tidak terpisahkan
dalam mewujudkan INSAN INDO-
NESIA CERDAS DAN KOMPE-
TITIF(Insan Kamil / Insan Paripurna).
Dalam hal ini, pengembangan
pendidikan menengah melalui
kebijakan proporsi SMA-SMK, yang
telah mulai dari berbagai tahapan
sejak tahun 1990-an hingga saat ini
sudah searah dengan tantangan
global.
Berbagai upaya dalam mewu-
judkan proporsi SMA-SMK telah
dilakukan dengan cara penambahan
jumlah SMK, pengembangan alter-
natif bentuk- bentuk SMA-SMK serta
upaya lainnya telah dilakukan
Pemerintah.Hal ini kiranya akan lebih
mempercepat terwujudnya harapan
790
membangun INSAN INDONESIA
CERDAS DAN KOMPETITIF (Insan
Kamil/Insan Paripurna). Sejalan
dengan UU Sisdiknas yang menya-
takan bahwa pendidikan umum
merupakan pendidikan dasar dan
menengah yang mengutamakan
perluasan pengetahuan yang di-
perlukan oleh peserta didik untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi dan pendidikan
kejuruan merupakan pendidikan
menengah yang mempersiapkan
peserta didik terutama untuk bekerja
dalam bidang tertentu, maka se-
benarnya terutama lulusan pen-
didikan kejuruan (dalam hal ini SMK/
MAK, atau bentuk lain yang sejenis)
yang lebih tepat untuk memenuhi
kebutuhan lapangan kerja karena
lulusan pendidikan umum (dalam hal
ini SMA/ MA, atau bentuk lain yang
sejenis) lebih diarahkan untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan
lebih tinggi yaitu ke perguruan tinggi.
Pengembangan pendidikan
menengah, khususnya pendidikan
kejuruan (SMK) harus tetap mem-
perhatikan pertumbuhan industri atau
lapangan usaha; Disisi lain per-
tumbuhan industri harus diikuti
dengan pengembangan ketenaga-
kerjaan, dan pengembangan kete-
nagakerjaan harus didukug oleh
pengembangan pendidikan yang
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
sesuai. Oleh karena itu, untuk
mensinergikan berbagai upaya
mewujudkan kebijakan proporsi
SMA-SMK kiranya kerjasam antar
Depdiknas denganm instansi/
lembaga yang berkaitan dengan
perencanaan dan pengembangan
industri, ketenaga kerjaan, serta data
statistik perfa dijalin dalam rangka
pengembangan SDM Indonesia
secara utuh.
Saran
Dalam upaya mewujudkan INSAN
INDONESIA CERDAS DAN KOM-
PETITIF (insan Kamil/Insan Pari-
purna) melalui pengembangan
pendidikan menengah dengan
konsep dan kebijakan “ proporsi
SMA-SMK” pexlu mempertimbang-
kan beberapa hal, antara lain: (1) trend
global terkait dengan tuntutan
Kompetensi, (2) jumlah dan jenis
pertumbuhan industri serta proyeksi
perkembangannya (memperhatikan
RPJM Perindustrian), (3) jumlah dan
jenis kompetensi tenaga kerja yang
dibutuhkan sektor industri/ lapangan
usaha serta proyeksi perkembang-
annya (memperhatikan RPJM Kete-
nagakerjaan), dan (4) kondisi dan
proyeksi pendidikan menengah baik
pendidikan umum ( SMA/ MA)
maupun pendidikan kejuruan (SMK/
MAR).
Dengan memperhatikan hal
tersebut diatas, maka sebaiknya
dalam perencanaan program pen-
didikan khususnya terkait dengan
kebijakan pembangunan pendidikan
menengah, dalam menetapkan pro-
porsi SMA-SMK perlu melakukan: (1)
studi dan kajian mendalam pelacakan
lulusan SMA/SMK, (2) studi dan
kajian komprehensih kaitan antara
pendidikan, pertumbuhan industri
dan ketenagakerjaan, dan (3)
kerjasama dan koordinasi antar-
instansi terkait dengan perencanaan
dan pengembangan industri, tenaga
kerja, dan perencanaan dan pem-
bangunan nasional serta pengelolaan
data dan statistik, seperti Departemen
Pendidikan Nasional dan Departemen
Agama (yang menangani urusan
pendidikan), Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (yang
menangani unisan ketenaga kerjaan),
Departemen Perindustrian (yang
menangani urusan perindustrian/
lapangan usaha), Badan Pusat
Statistik, dan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (yang
menangani urusan perencanaan
pembangunan).
Di samping itu, pengembangan
proporsi SMA-SMK hendaknya
mempertimbangkan hal-hal berikut:
(a) reorientasi pengembangan SDM
dengan mengacu pada kebutuhan
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008 791Kajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
dunia industri, (b) peningkatan
kualitas pendidikan kejuruan sampai
dengan . perguruan tinggi khususnya
pendidikan vokasi dan pendidikan
profesi yang menghasilkan tenaga
ahli madya, (c) perluasan infrasteuktur
diklat untuk mengembangkan
keahlian tenaga kerja di bidang teknik
dan manajerial, (d) peningkatan
keterkaitan lembaga litbang, industri
serta perguruan tinggi untuk
Pustaka Acuan
mengembangkan teknologi, modul &
metode yang tepat dalam pelatihan.
tenaga kerja untuk industri, (e)
pengembangan kompetensi SDM
yang menguasai teknik pengujian &
standardisasi melalui program diklat
& magang, dan (f) pengembangan
program diklat untuk keahlian khusus
misalnya di bidang teknologi proses
& produk, teknik disain & manajemen
dan sebagainya.
Ace Suryadi, 2001. Kompas, 4 April 2001
Agung Purwadi. 1994. Three Years after Their Graduation Day : A Tracer
Study of Senior Secondary School Graduates
, 2001, Diservisikasi SMK, Pusat Penelitian, Balitang, Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2003. Sakernas 2002 & 2003.
2004. Sakernas 2003 & 2004.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Keterampilan Menjelang
2020 Untuk Era Global: Laporan Satuan Tugas Tentang Pengembangan
Pendidikan dan Pelatihann Kejuruandi Indonesia, Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan, Ditjen Dikdasmen, Jakarta,
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Rencana Sirategis 2005-2009
Depdiknas
. 2005. Renstra Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan tahun
2005-2006, Depdiknas.
. 2007. Statistik Pendidikan, www.depdiknas.go.id
Departemen Perindustrian. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Perindustrian, Jakarta.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2006. Rencana Tenaga Kerja
Nasional 2006, Jakarta.
E.Than. 1997.” Future Study”, Innotech-Seameo, Quezon City.
http://www.sob.ac.id smbtdirektur.htm:2002. Kualitas SDM Kunci Sukses
Persaingan Era Global.
792
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 973, Tahun Ke-14, Juli 2008Siswo Wiratno
Imam Taufik. 2003. Penguatan Sistem Inovasi untuk meningkatkan Daya
Saing Nasional, BPPT, Jakarta.
Gunadi Sindhuwinata. 2004. Membangun Pendidikan (Kejuruan) Yang
Berkompetensi, Malang, “Workshop Seamless Education”
Ki Supriyoko. 2000. Pembaharuan Sekolah Menengah Kejuruan/SMK dalam
hal Pelaksanaannya”.
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2005-2009.
Siswo Wiratno. 2002. Model Pendidikan Kejuruan Sistem Keluar- Masuk,
Pusinov-Balitbang.
Suara Pembaharuan. 2001. Kompetisi Global Tantangan bagi Lulusan SMK,
Jakarta, 3 April.
Yahya A. Muhaimin, Seminar “Reformasi Pendidikan”, Yogyakarta, 17 Maret
2001.
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Peratusan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Menengah.
WW W.depdiknas.go.id.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun Ke-14, Juli 2008 793