Anda di halaman 1dari 9

PENINGKATAN KUALITAS LIMBAH DETERJEN DENGAN FITOREMEDIASI

MENGGUNAKAN DIVERSITAS HIDROMAKROFITA INDONESIA

Oleh:
Dyah Ayu Fajarianingtyas, Catur Retnaningdyah, Endang Arisoesilaningsih.
Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya Malang, 2006.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menentukan (1) Efektivitas hidromakrofita polikultur dalam
media tanah dibandingkan tanpa tanah pada fitoremediasi, (2) Perubahan pH, suhu,
konduktivitas dan kadar deterjen pada variasi proses remediasi tersebut. Hidromakrofita
yang digunakan yaitu polikultur (Alternanthera sessilis, Commelina nudiflora, C.
brevifolius, Eclipta prostrata, Ipomoea aquatica, Ludwigia alternifolia, L. ascendens dan
Marsilea crenata). Penelitian menggunakan RAL dengan lima kali ulangan. Kualitas
limbah deterjen yang diamati adalah pH, suhu, konduktivitas dan kadar deterjen. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hidromakrofita polikultur yang tumbuh dalam media tanah,
sedikit lebih efektif menurunkan limbah deterjen (96,05%) dari kadar deterjen awal 22,88
mg/L selama 15 hari dalam fitoremediasi dibandingkan dalam media hidroponik (92,72%).
Hidromakrofita polikultur hidup di tanah tergenang limbah deterjen mampu menurunkan
nilai konduktivitas dari 2,35 mS/cm menjadi 1,16 mS/cm selama 15 hari. Akan tetapi
konduktivitas pada media hidroponik berfluktuasi. Pada fitoremediasi selama tujuh hari,
pH meningkat dan suhu berfluktuasi tanpa terpengaruh oleh media tanam atau kehadiran
hidromakrofita.

Kata kunci: Fitoremediasi, limbah deterjen, hidromakrofita Indonesia

I. PENDAHULUAN melalui iklan dan takaran penggunaan


Perkembangan industrialisasi yang deterjen yang kurang tepat (Anonimus,
tidak berwawasan lingkungan mendorong 2004). Menurut Sudifanto (1993)
lajunya tingkat pencemaran baik di air, penggantian campuran soda kaustik dari
tanah, maupun udara sehingga merugikan minyak nabati atau minyak hewani pada
bagi banyak kehidupan. Sesuai dengan sabun dengan senyawa kimiawi dari
Abel (1989) sumber utama pencemaran minyak bumi pada deterjen menyebabkan
bahan organik adalah sampah domestik deterjen bersifat rekalsitran yakni sangat
dan sisa olahan industri. Pengaliran busa sulit diuraikan oleh mikroorganisme.
deterjen ke Laut Jawa akan Dengan demikian, dampak negatif dari
membahayakan kehidupan ikan sampai ke deterjen semakin terasa karena dapat
Laut Banda (Sastrawijaya, 2000). mencemari lingkungan.
Menurut Anonimus (2004) deterjen Menurut Sastrawijaya (2000),
merupakan salah satu limbah domestik banyaknya bahan pencemaran dalam
yang merupakan penyebab utama perairan akan mengurangi spesies yang
pencemaran air. Air selokan dan badan air ada dan pada umumnya akan
yang tercemar dan melimpas ke daratan meningkatkan populasi jenis yang tahan
menyebabkan pencemaran yang terjadi di terhadap kondisi perairan tersebut.
perairan juga berdampak pada Sedangkan menurut Pine (1978), deterjen
pencemaran di daratan. Penggunaan dalam perairan sangat berbahaya bagi
deterjen secara intensif akan berdampak organisme perairan meskipun
pada pencemaran lingkungan perairan. konsentrasinya kecil. Respon biota
Hal ini didukung dari banyaknya pilihan terhadap deterjen di antaranya adalah
produk deterjen yang diinformasikan kematian, bioakumulasi, perubahan

19
tingkah laku, perubahan daya tahan, yang menemukan bahwa Eichorhia
tingkat reproduksi dan distribusi (Jeffries crassipes, Hydrilla verticillata dan
dan Mills, 1990; Connel dan Miller, Ludwigia ascendens dalam waktu 12 hari
1995). Hal ini terbukti dari hasil dengan penutupan 20-30% mampu
penelitian Huda (2001) bahwa surfaktan menurunkan kadar deterjen dari 0,66-2,83
deterjen (LAS dan ABS) menyebabkan mg/l menjadi 0,02-0,1 mg/l. Beberapa
terjadi penambahan ruang antar sel pada hidromakrofita Indonesia adalah
subepidermis kulit Planaria (Dugesia tumbuhan yang toleran terhadap limbah
trigina) mulai dari konsentrasi 0,25 mg/l deterjen yang dihasilkan dari “binatu”
LAS dan ABS. Selain itu, penelitian dengan urutan toleransi sebagai berikut
Indrianah (2001) menjelaskan bahwa Cyperus brevifolius, Ludwigia
adanya perlakuan surfaktan ABS alternifolia, Marsilea crenata, Ipomoea
konsentrasi 1,4 mg/l dan LAS konsentrasi aquatica, Eclipta prostrata, L. ascendens,
0,9 mg/l dapat menghambat mobilitas Commelina nudiflora dan Alternanthera
Melanoides granifera. Dengan demikian, sessilis (Hartati dan Arisoesilaningsih,
pengaruh limbah deterjen pada biota 2005). Tumbuhan tersebut diduga
perairan dapat tercermin dari perubahan berpotensi sebagai agen fitoremediator
struktur komunitas makroinvertebrata limbah deterjen. Tumbuhan tersebut tidak
bentos. Sedangkan menurut Perlman mengalami nekrosis, kelayuan dan
(1974) molekul surfaktan deterjen telah kematian setelah ditumbuhkan pada media
diketahui bersifat toksik pada jaringan deterjen.
insang yaitu berupa kerusakan epitel yang Berdasarkan hal tersebut maka
disebabkan oleh penurunan tegangan perlu dilakukan penelitian tentang
permukaan oleh surfaktan deterjen. bagaimana efektivitas diversitas
Apabila tingkat pencemaran masih hidromakrofita Indonesia sebagai agen
ringan, maka semua komponen ekositem fitoremediasi terhadap kualitas limbah
tersebut masih mampu untuk melakukan deterjen walaupun masih dalam taraf
swa purifikasi secara alami. Akan tetapi skala laboratorium. Salah satu teknik yang
apabila tingkat pencemaran melebihi dapat dipakai adalah fitoremediasi
kapasitas swa purifikasinya, maka kualitas menggunakan diversitas hidromakrofita
ekosistem tersebut akan mengalami Indonesia yaitu tumbuhan yang tumbuh
penurunan. Hal ini akan memperburuk lokal maupun hasil naturalisasi di wilayah
kualitas air tersebut. Ekosistem yang Indonesia. Mengingat pada penelitian
sudah tidak seimbang tersebut dapat sebelumnya menggunakan tanaman
diperbaharui dengan cara memberdayakan monokultur, eksotik serta pemanfaatan
organisme-organisme pendegradasi bahan diversitas tanaman dalam jumlah yang
pencemar dan menciptakan kondisi relatif sedikit, maka fitoremediasi dengan
lingkungan yang mendukung kinerjanya. sistem polikultur perlu dilakukan.
Beberapa penelitian telah dilakukan Tujuan penelitian yaitu
mengenai peran hidromakrofita dalam menentukan efektivitas fitoremediasi
mengurangi bahan pencemar di perairan limbah deterjen dengan menggunakan
karena hidromakrofita adalah salah satu hidromakrofita polikultur yang tumbuh
produsen di perairan yang berpotensi dalam media tanah dibandingkan dengan
untuk menghasilkan oksigen. Selama ini media tanpa tanah serta menentukan
beragam hidromakrofita Indonesia perubahan pH, suhu, konduktivitas, dan
ataupun eksotik tersebut telah diketahui kadar deterjen pada beberapa variasi
mampu bertahan hidup dalam kondisi di proses fitoremediasi.
perairan sawah yang sudah banyak Manfaat penelitian ini adalah
tecemar oleh pestisida. Hal ini terbukti menambah informasi mengenai potensi
dari penelitian Suharjono dkk. (2000) hidromakrofita sebagai agen

20
fitoremediator limbah deterjen, Pengamatan Variasi Media
mengembangkan tanaman sebagai agen Hidromakrofita Polikultur pada Proses
remediasi limbah dan meningkatkan Fitoremediasi Limbah Deterjen
bioprospecting hidromakrofita sebagai Akuarium berukuran TxLxH cm3. Dua
agen biologis yang sekaligus juga dapat akuarium T1 diisi tanah setinggi ±3,0 cm
mengkonservasi plasma nutfah, sedangkan dua akuarium T0 tanpa diisi
memperoleh informasi potensi limbah tanah. Akuarium H0 tidak ditumbuhi
deterjen sebagai media tumbuh bagi hidromakrofita sedangkan akuarium H1
beragam tanaman air untuk selanjutnya ditumbuhi hidromakrofita polikultur.
hasil penelitian ini diharapkan juga dapat Selanjutnya empat kombinasi perlakuan
digunakan pemerintah sebagai dasar tersebut diisi air kran setinggi ±5,0 cm
pertimbangan untuk pengelolaan terhadap dan diaklimatisasi selama dua minggu
ekosistem perairan yang tercemar deterjen dengan masing-masing pengulangan
dengan teknik ramah lingkungan. sebanyak lima kali. Setelah proses
aklimatisasi berakhir maka air kran
II. METODE PENELITIAN diganti dengan limbah deterjen komposit
Waktu, Tempat dan Bahan Penelitian dari tiga binatu sehingga di dapatkan
Penelitian ini dilaksanakan pada variasi komposisi hidromakrofita sebagai
bulan Maret 2005 sampai Januari 2006. berikut:
Hidromakrofita diperoleh dari area T0L1H0 : Akuarium diisi limbah deterjen
persawahan kecamatan Lowokwaru Kota setinggi ±5,0 cm, tanpa tanah
Malang. Aklimatisasi dan perlakuan dan tanpa ditumbuhi
tanaman dilakukan di rumah kaca hidromakrofita.
Laboratorium Ekologi dan Diversitas T0L1H1 : Akuarium diisi limbah deterjen
Hewan sedangkan analisis deterjen setinggi ±5,0 cm, tanpa tanah
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan ditumbuhi hidromarofita.
dan Laboratorium Fisiologi Tumbuhan T1L1H0 : Akuarium diisi limbah deterjen
Kultur Jaringan dan Mikroteknik setinggi ±5,0 cm, menggunakan
Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas tanah dan tanpa ditumbuhi
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, hidromarofita.
Universitas Brawijaya. T1L1H1 : Akuarium diisi limbah deterjen
Hidromakrofita yang digunakan setinggi ±5,0 cm, menggunakan
dalam penelitian ini adalah Alternanthera tanah dan ditumbuhi
sessilis, Commelina nudiflora, Cyperus hidromarofita.
brevifolius, Eclipta prostrata, Ipomoea Pemantauan Kualitas Air Limbah
aquatica, Ludwigia alternifolia, L. Deterjen
ascendens dan Marsilea crenata yang Karakter limbah deterjen komposit
diambil dari area persawahan di diketahui melalui pengukuran pH,
Kecamatan Ketawang Gede, Kota konduktivitas, suhu,dan kadar deterjen.
Malang. Pemilihan sembilan spesies Parameter yang diamati secara periodik
untuk penelitian ini adalah berdasarkan setiap dua hari sekali adalah pH, suhu,
hasil penelitian sebelumnya (Suharjono dan konduktivitas. Kadar deterjen diukur
dkk., 2000; Hartati dan Arisoesilaningsih, di awal, tengah dan akhir percobaan.
2005). Limbah deterjen komposit diambil Pengukuran pH air dilakukan
dari tiga tempat binatu yaitu di daerah dengan menggunakan pH-meter portabel.
Sumber Sari, Sawojajar dan Ketawang Setelah dilakukan proses kalibrasi,
Gede Kota Malang. Penentuan tempat pengukuran pH dilakukan dengan
pengambilan deterjen berdasarkan hasil memasukkan probe ke dalam akuarium.
penelitian sebelumnya (Hartati dan Suhu (oC) diukur dengan menggunakan
Arisoesilaningsih, 2005). termometer digital. Konduktivitas

21
(mS/cm) diukur dengan menggunakan dalam sistem fitoremediasi digambarkan
konduktivimeter digital. melalui persamaan regresi antara
Pengukuran kadar deterjen penurunan kadar deterjen dan
dilakukan dengan menggunakan metode konduktivitas limbah deterjen sejalan
MBAS (Methylene Blue Active Substance) dengan waktu inkubasi.
(Clescery et al., 1989). Kandungan kadar Pengaruh pemberian
deterjen yang diukur berasal dari sampel hidromakrofita, dan waktu pendedahan
tanah, air dan tanaman. terhadap berbagai parameter kualitas air
Langkah awal yang dilakukan diketahui dengan melakukan analisis
untuk sampel tanah adalah sampel 5 gram ragam. Apabila H0 ditolak pada tingkat
ditambah air sebanyak 40 ml tersebut signifikansi 0,05 maka analisis
disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur
selama 10 menit, kemudian diambil (BNJ) dengan tingkat kepercayaan 95%.
bagian supernatan sebanyak 2,5 mL dan Analisis data untuk uji Anova dan BNJ
diencerkan dengan akuades hingga dilakukan dengan SPSS for Windows
mencapai 25 mL. Sedangkan untuk Release 12,0. Potensi hidromakrofita
sampel tanaman adalah sampel tersebut sebagai agen fitoremediasi dapat dilihat
dihaluskan dengan menggunakan mortar, dari persentase penurunan kadar deterjen
ditimbang lalu diperas dengan selama waktu pendedahan nyata lebih
ditambahkan akuades sebanyak 40 mL. tinggi daripada kontrol.
Hasil perasan tersebut disentrifugasi
diambil supernatan hingga mencapai 25 III. HASIL DAN PEMBAHASAN
mL. Pada sampel dari air limbah deterjen Efektivitas Fitoremediasi Limbah
diambil sebanyak 25 mL. Deterjen Menggunakan Variasi Kultur
Selanjutnya untuk 25 ml Hidromakrofita dan Pengenceran
supernatan sampel tersebut ditambahkan Selama 15 hari pada proses
tiga tetes indikator phenolpthalin. Warna fitoremediasi hidromakrofita polikultur
merah dihilangkan dengan penambahan yang tumbuh dalam media tanah
satu tetes H2SO4 1N. Selanjutnya sampel (T1L1H1) lebih besar menurunkan kadar
ditambah dengan 5 mL CHCl3 deterjen sebesar 96,05% dibandingkan
(kloroform) dan 10 mL methylene blue. dalam media tanpa tanah (T0L1H1)
Larutan dikocok dengan shaker pada sebesar 92,72% (Tabel 1). Hal ini juga
kecepatan 150 rpm selama dua menit dan didukung bahwa kadar deterjen yang
dipisahkan dalam labu pisah 100 mL. terkandung dalam tanah sebesar 10,19
Hasil ekstraksi dicampur pada botol dan mg/gram pada H0 (remediasi) dan 10,14
ditambah 25 mL larutan pencuci (wash mg/gram pada H1 (fitoremediasi) dengan
solution). Campuran tersebut kemudian kadar deterjen limbah awal sebesar 22,88
dikocok dengan menggunakan shaker mg/L.
dengan kecepatan 150 rpm selama dua Penurunan kadar deterjen pada
menit dan dilakukan penyaringan dengan remediasi tanpa hidromakrofita dalam
glass wool. Ekstrak diencerkan dengan media hidroponik (93,77%) maupun
CHCl3 hingga 25 mL, ditentukan nilai dengan tanah (93,20%) tidak terpaut jauh.
absorbansi menggunakan Fenomena ini mengindikasikan bahwa
spektrofotometer UV-VIS pada panjang mikroba di limbah deterjen berperan besar
gelombang 652 nm. Konsentrasi surfaktan dalam proses fitoremediasi. Selain itu juga
diketahui pada kurva standar. dapat ditunjukkan bahwa tanpa kehadiran
Analisis Data hidromakrofita atau tanah, pada dasarnya
Data numerik hasil percobaan ekosistem perairan mempunyai
ditabulasi dan digambarkan dalam bentuk mekanisme homeostasis untuk menjaga
grafik. Pola degradasi limbah deterjen keseimbangannya (Alam, 1996). Hal ini

22
juga dibuktikan pada bahwa kadar spesies tanaman (Waluyo dkk., 2005).
deterjen yang terkandung dalam tanaman Pengurangan kadar deterjen di lingkungan
hanya sebesar 0,61 mg/gram dengan kadar perairan disebabkan terutama oleh adanya
deterjen awal sebesar 22,88 mg/L. degradasi mikoorganisme (golongan
Kehadiran limbah deterjen justru bakteri). Oleh karena itu, perlu dilakukan
meningkatkan produktivitas pucuk dan penelitian lanjutan untuk menemukan
akar Ipomoea aquatica (kangkung) spesies hidromakrofita yang lebih
dibandingkan kontrol, akan tetapi rasio produktif dan efektif dalam fitoremediasi
keduanya akan meningkat atau menurun limbah deterjen.
tergantung media fitoremediasi dan

Tabel 1. Penurunan kadar deterjen dalam fitoremediasi polikultur dengan


media tanah dan tanpa tanah
Perlakuan Kadar deterjen (mg/L) pada hari Penurunan deterjen (%)
ke-
3 6 15 3 6 15
T0L1H0 14, 95 4, 36 1, 43 34, 65 80, 96 93, 77
T0L1H1 10, 26 6, 00 1, 67 55, 18 73, 77 92, 72
T1L1H0 10, 06 6, 56 1, 56 56, 05 71, 32 93, 20
T1L1H1 7, 88 3, 61 0, 90 65, 53 84, 21 96, 05
Keterangan: Kadar deterjen awal sebesar 22, 88 mg/L; T0=tanpa tanah;
T1=dengan tanah;H0=tanpa hidromakrofita; H1=hidromakrofita polikultur;
L1=limbah deterjen komposit

Pada Gambar 1 ditunjukkan baik bakteri untuk menghasilkan energi dan


dengan media tanah maupun media tanpa meningkatkan pertumbuhan, suhu yang
tanah terjadi kecenderungan penurunan berperan dalam meningkatkan aktivitas
kadar deterjen dari semua perlakuan. Pola bakteri, dan pH yang berperan dalam
penurunan kadar deterjen mengikuti mempertahankan kestabilan metabolisme
persamaan regresi polinomial dengan dan keberadaan enzim agar tidak
tingkat signifikansi 95%. Menurut Atlas terganggu. Proses degradasi secara aerob
dan Bartha (1981) faktor yang akan mempengaruhi jumlah oksigen yang
mempengaruhi degradasi surfaktan antara terlarut di dalam air.
lain kebutuhan nutrisi yang tersedia bagi

25
T0L1H0
T0L1H1
20
T1L1H0
Kadar Deterjen (mg/L)

T1L1H1

15 Expon. (T0L1H0)
Expon. (T0L1H1)
Expon. (T1L1H0)
10
Expon. (T1L1H1)

0
0 3 6 9 12 15
Waktu de dah (hari)

Gambar 1. Model penurunan kadar deterjen dalam proses bioremediasi


Keterangan: T0=tanpa tanah; T1=dengan tanah; H0=tanpa hidromakrofita;
H1=hidromakrofita polikultur; L1=limbah deterjen komposit

23
Peningkatan kualitas limbah deterjen penelitian Waluyo dkk. (2005)
Tanaman mampu menurunkan menunjukkan bahwa produktivitas pucuk
konduktivitas karena hidromakrofita dan akar hidromakrofita lebih tinggi jika
menyerap mineral yang ada di media (di ditanam secara polikultur dalam media
tanah dan kolom air) melalui akar dan berisi tanah tergenang limbah deterjen
akar adventif. Hasil degradasi deterjen dibandingkan dengan sistem hidroponik.
tidak terakumulasi namun dimanfaatkan
untuk pertumbuhan tanaman. Hasil

Waktu dedah (hari)


2,40 1
Nilai konduktivitas (mS/cm)

2,20 3
2,00 5
1,80 7
9
1,60
11
1,40
13
1,20
15
1,00
T0L1H0 T0L1H1 T1L1H0 T1L1H1
Perlakuan

Gambar 2. Perubahan konduktivitas (mS/cm) pada fitoremediasi limbah deterjen


selama 15 hari
Keterangan: T0=tanpa tanah; T1=dengan tanah; H0=Tanpa Hidromakrofita;
H1=Hidromakrofita polikultur; L1=limbah deterjen komposit.

Penurunan konduktivitas diduga nilai konduktivitas maka semakin banyak


karena kondisi perairan yang kurang jumlah ion dalam air.
mengandung elektrolit-elektrolit kuat Dalam proses fitoremediasi hingga
ataupun konsentrasi garam (salinitas). Hal tujuh hari, nilai pH meningkat secara
lain kemungkinan ditunjang dengan nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Dari
keberadaan jenis mikroba yang dapat Gambar 3 terlihat bahwa nilai pH awal
mengubah senyawa organik (hidrokarbon, sebesar 7,72 mengalami peningkatan
etanol, kloroform) maupun anorganik mulai dari 7,73 sampai 9,38 selama tujuh
(ammonia, sianida, hidrogen, sulfida, dll) hari tanpa terpengaruh oleh media tanam
pencemar. Hasil penelitian Harijati dkk. dan kehadiran hidromakrofita. Menurut
(1994) isolat bakteri Staphylococcus Sastrawijaya (2000) di dalam air, kadar
aureus, S. epidermidis, dan Enterobacter deterjen dapat menaikkan pH hingga
gergoviae mampu melakukan aktivitas mencapai 10,5 sampai 11. Kadar C02 yang
biodegradasi terhadap limbah deterjen rendah dan tingginya kadar oksigen
jenis Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) terlarut (02) dalam perairan dapat
(36,12%) dan Linier Alkyl Sulfonat (LAS) berakibat peningkatan pH. Hal ini juga
(43,08%). Bahan organik yang terdapat dibuktikan dari hasil penelitian Yusuf
dalam perairan didekomposisi oleh (1999) pada perlakuan Hydrilla
mikroorganisme menjadi senyawa- verticillata, nilai pH cenderung meningkat
senyawa anorganik. Senyawa anorganik sejalan dengan waktu hingga hari
merupakan konduktor kuat dibandingkan kedelapan mencapai nilai pH=9.
dengan senyawa organik (Ginting, 1992). Secara alamiah pH perairan
Menurut Brower dan Van Ende (1990) dipengaruhi oleh konsentrasi C02 dan
perairan yang tercemar mempunyai nilai senyawa bersifat asam. Nilai pH perairan
konduktivitas yang tinggi, semakin tinggi akan meningkat karena berkurangnya C02,

24
proses respirasi yang menghasilkan C02 kimia dan proses biokimiawi perairan,
menyebabkan pH perairan akan menjadi misalnya proses nitrifikasi akan berakhir
menurun. Nilai pH berperan dalam jika nilai pH rendah (Effendi, 2003).
mempengaruhi toksisitas suatu senyawa

Waktu dedah (hari)


10,0
9,0
1
8,0
Nilai pH

3
7,0
5
6,0
7
5,0
4,0
T0L1H0 T0L1H1 T1L1H0 T1L1H1
Nama Perlakuan

Gambar 3. Perubahan pH pada fitoremediasi limbah deterjen selama tujuh hari


Keterangan: T0=Tanpa tanah; T1=Dengan tanah; H0=Tanpa Hidromakrofita;
H1=Hidromakrofita polikultur;L1=limbah deterjen komposit.

Dalam proses fitoremediasi hingga Akan tetapi pada hari ke tujuh, suhu
tujuh hari, suhu berluktuasi secara nyata pada semua perlakuan cenderung
pada tingkat kepercayaan 95%. Dari menurun. Hal ini dipengaruhi adanya
Gambar 4 terlihat bahwa nilai suhu cuaca mendung pada saat pengamatan
berfluktuasi mulai dari 230C sampai 260C sehingga intensitas cahaya matahari yang
selama tujuh hari tanpa terpengaruh oleh diterima oleh perairan sedikit. Suhu
media tanam dan kehadiran perairan banyak dipengaruhi oleh iklim
hidromakrofita. Fluktuasi suhu masih dan kondisi angin, morfologi dasar
dalam kisaran normal. Menurut Ewusie perairan, topografi dan vegetasi di sekitar
(1990) suhu air di pemukaan tropika perairan serta komponen kimia air.
biasanya sekitar 25-280C. Adanya Penurunan suhu disebabkan oleh
fluktuasi tersebut kemungkinan intensitas cahaya yang diterima oleh air
dipengaruhi oleh suhu udara. Suhu sangat menyebabkan perairan memberikan
berpengaruh terhadap proses kimiawi dan kemampuan menyimpan energi yang
biologi di perairan. Kaidah umum besar dan menghasilkan nilai pemanasan
menunjukkan bahwa reaksi kimia dan yang lebih lambat dan merata untuk
biologi meningkat dua kali lipat untuk seluruh perairan (Welch dan Lindell,
setiap kenaikan suhu sebesar 10 0C. Hal 1980). Ketinggian tempat, hujan,
ini dapat diartikan bahwa jasad perairan keterbukaan, sumber air, dan suhu sekitar
akan menggunakan oksigen terlarut dua merupakan faktor utama yang
kali lebih banyak pada suhu 300C mempengaruhi suhu air. Suhu air di
dibandingkan 20 0C (Boyd dan malam hari lebih tinggi daripada suhu
Lichoppler, 1986). udara karena adanya kapasitas thermal air
yang lebih besar (Whitten et al., 1987).

25
28,0
Waktu dedah (hari)
27,0

Nilai Suhu (0C)


1
26,0
3
25,0
5
24,0
7
23,0
22,0
T0L1H0 T0L1H1 T1L1H0 T1L1H1
Nama Perlakuan

Gambar 4. Perubahan suhu (0C) pada fitoremediasi limbah deterjen selama tujuh hari
Keterangan: T0=tanpa tanah; T1=dengan tanah; H0=tanpa hidromakrofita;
H1=hidromakrofita polikultur; L1=limbah deterjen komposit

IV. PENUTUP DAFTAR PUSTAKA


Kesimpulan Abel, P.D. 1989. Water Pollution Biology.
Hidromakrofita polikultur yang Ellis Horwood Limited Publishers.
tumbuh dalam media tanah, sedikit lebih Chichester.
efektif menurunkan limbah deterjen Alam, R., 1996. Pencemaran dan
(96,05%) selama 15 hari dalam Pemanfaatan Air di DKI Jakarta,
fitoremediasi dibandingkan dalam media BACA, II: 18-20.
hidroponik (92,72%). Hidromakrofita
polikultur hidup di tanah tergenang Anonimus. 2004. Pencemaran Air. Diakses
limbah deterjen mampu menurunkan nilai dari http:/ www. terranet. or.
konduktivitas dari 2,35 mS/cm menjadi id/tulisan detil. php? Id =1566 pada
1,16 mS/cm selama 15 hari. Akan tetapi tanggal 18 November 2004.
konduktivitas air limbah pada media Atlas, R.M. and R. Bartha. 1981.
hidroponik berfluktuasi. Pada Microbial Ecology Fundamentals
fitoremediasi selama tujuh hari, pH and Application. Mc Graw Hill
meningkat dan suhu berfluktuasi tanpa Book Company, Inc. New York.
terpengaruh oleh media tanam atau
kehadiran hidromakrofita. Boyd, C. E. dan F. Lichoppler. 1986.
Pengelolaan Kualitas Air Kolam
Saran Ikan. Penerjemah Fuad Cholik.
Penanaman hidromakrofita secara Pusat Penelitian dan
polikultur dalam media berisi tanah Pengembangan Perikanan. Jakarta.
tergenang limbah deterjen menghasilkan Connel, D. W dan G.J. Miller. 1995.
produktivitas tanaman lebih tinggi Kimia dan Ekotoksikologi
dibandingkan dengan sistem hidroponik. Pencemaran. Diterjemahkan dari
Pada akhir percobaan, kadar deterjen Chemistry and Ecotoxicology of
mencapai 0,90 mg/L, akan tetapi kadar Pollution, Oleh: Y. Koestoer.
deterjen belum memenuhi nilai baku mutu Penerbit Universitas Indonesia.
kadar deterjen golongan C (0,5 mg/L) Jakarta.
maka penelitian perlu dilanjutkan dengan
menekankan sistem fitoremediasi yang Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air.
lebih efektif dan efisien. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi
Tropika. Terjemahan U,

26
Tanawijaya. Penerbit Institut Sastrawijaya, A.T. 2000. Pencemaran
Teknologi Bandung. Bandung. Lingkungan. Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta.
Ginting, P., 1992. Mencegah dan
Mengendalikan Pencemaran Sudifanto, A. 1993. Uji Tingkat
Industri. Pustaka Sinar Harapan. Biodegradability Deterjen Study
Jakarta. Pengaruh Waktu Detensi dan
Umur Lumpur terhadap
Harijati, N., Suharjono; T. Handayani.
Pengolahan Air Buangan Yang
1994. Potensi Komunitas Bakteri
Mengandung Deterjen dengan
Pemecah Deterjen Jenis ABS dan
Activated Sludge. Skripsi.
LAS. Jurnal Brawijaya; 100-108.
Fakultas Teknik Sipil dan
Universitas Brawijaya. Malang.
Perencanaan. Institut Teknologi
Hartati, S. dan E. Arisoesilaningsih. 2005. Sepuluh Nopember. Surabaya.
Toleransi Diversitas
Suharjono, B. Mitakda, M. Yusuf, C.
Hidromakrofita terhadap Limbah
Retnaningdyah, S. Samino dan
Deterjen. Makalah disampaikan
Prayitno. 2000. Potensi Makrofita
dalam Seminar Nasional Basic
Akuatik dalam Meningkatkan
Science II tanggal 26 Februari
Kualitas Air Kali Mas Surabaya.
2005 diselenggarakan oleh
Makalah disampaikan dalam
Fakultas Matematika dan Ilmu
Seminar Nasional Biologi XVI
Pengetahuan Alam. Universitas
tanggal 25-27 Juli 2000
Brawijaya. Malang.
diselenggarakan oleh Perhimpunan
Huda, K. 2001. Efek Toksik Surfaktan Biologi Indonesia di ITB.
Deterjen Terhadap Kerusakan Bandung.
Histologis Kulit dan Pharynx
Waluyo, G., E. Arisoesilaningsih dan C.
Planaria (Dugesia trigina).
Retnaningdyah. 2005.
Skripsi. Fakultas Matematika dan
Produktivitas Hidromakrofita
Ilmu Pengetahuan Alam.
Indonesia Yang Tumbuh pada
Universitas Brawijaya. Malang.
Media Fitoremediasi Limbah
Indrianah, Y. 2001. Pengaruh Surfaktan Deterjen. Makalah disampaikan
Deterjen (LAS dan ABS) dalam Seminar Nasional tanggal
Terhadap Mobilitas Gastropoda 03 Desember 2005
(Melanoides granifera) dan diselenggarakan oleh Fakultas
(Melanoides tuberculata) yang Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Ditemukan di Kali Mas Surabaya Alam. Universitas Negeri Malang.
dan Kali Lekso Wlingi. Skripsi. Malang.
Fakultas Matematika dan Ilmu
Welch, E.B. dan T. Lindell. 1980.
Pengetahuan Alam. Universitas
Ecological Effects of Wastewater.
Brawijaya. Malang.
Chapman and Hall. London.
Jeffries, M. dan D. Mills. 1990.
Whitten, A.J., M. Mustofa dan G.S.
Freshwater Ecology, Principles
Herder, 1987, Ecology of
and Applications. Belhaven Press.
Sulawesi. Gadjah Mada Press.
London.
Yogyakarta.
Perlman, D. 1974. Advance in Applied Yusuf, M. 1999. Potensi Makrofita dari
Microbiology. Volume 17. KaliMas Surabaya Untuk
Academic Press. London. Peningkatan Kualitas air. Skripsi.
Pine, S.H. 1978. Organic Chemistry. Mc FMIPA. Universitas Brawijaya.
Graw Hill Company. New York. Malang.

27

Anda mungkin juga menyukai