Anda di halaman 1dari 8

294 | JURNAL ILMU BUDAYA

Volume 8, Nomor 2, Tahun 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

MENJAGA KEARIFAN LOKAL DENGAN MEMBUDAYAKAN


TRADISI BASUNTING BAGI MARAPULAI DALAM ADAT
PERKAWINAN DI KANAGARIAN INDERAPURA KECAMATAN
PANCUNG SOAL KABUPATEN PESISIR SELATAN
Febrina Khairunnisa1, Refisa Ananda2

Program Studi Perpustakaan dan Ilmu Informasi, Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Padang

Febrinakhairunnisa24@gmail.com
refisaananda@fbs.unp.ac.id

Abstract
This research is motivated by the unique tradition of a wedding or baralek party in Kanagarian
Inderapura, Pancung Soal Subdistrict, Pesisir Selatan District, in Kanagarian Inderapura, the
bridegroom or bridegroom starts to use suntiang as a bride in Minangkabau. This article was written
to describe the tradition of basuntiang for marapulai in customary marriages in Kanagarian
Inderapura, Pancung Soal Subdistrict, Pesisir Selatan District. The benefits of writing this article are
expected to be able to provide more knowledge of the marital traditions that exist in the South Coastal
District. The research method used is descriptive qualitative research subjects are citizens of
Kanagarian Inderapura, Savings of Pancung Problem in the South Coastal District of Pesisir. Data
collection techniques through interviews. The result of this research is to preserve local wisdom by
cultivating the tradition of basuntiang for marapulai in customary marriages in Kanagarian
Inderapura, Pancung Soal Subdistrict, Pesisir Selatan District which is different from other regions in
Minangkabau. In other areas marapakai mamakai saluak, but in the Nagari area Inderapura started
using suntiang as a head covering when holding a wedding party. The use of suntiang the groom
(marapulai) is a custom that has been passed down through generations and inherited from ancestors.
Keywords:basuntiang, marriage, local wisdom

PENDAHULAN perkawinan. Meskipun terdapat perbedaan


dalam pelaksanaan upacara perkawinan,
Indonesia merupakan negara tetapi mereka memiliki tujuan dan maksud
kepulauan, tentunya banyak suku bangsa yang sama, yaitu mempersatukan seorang
dan bermacam budaya salah satunya laki-laki dengan seorang perempuan untuk
Minangkabau terkenal dengan berbagai membina sebuah keluarga yang baru.
macam adat dan tradisi yang Kabupaten Pesisir Selatan terletak
beranekaragam, seperti kata pepatah Lain di pinggir pantai, dengan garis pantai
Lubuak, Lain ikannyo, lain padang, lain sepanjang 218 kilometer topografinya
pulo hilalangnyo. seperti adat perkawinan terdiri dari dataran, gunung dan perbukitan
yang memiliki tata cara yang unik dan yang merupakan perpanjangan
menarik. Selain itu, pelaksanaannya di gugusan Bukit Barisan. Berdasarkan
masing-masing daerah juga berbeda-beda, penggunaan lahan, 45,29 persen wilayah
karena setiap daerah memiliki cara dan terdiri dari hutan, termasuk
prosedur tersendiri yang sesuai dengan kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat,
adat-istiadat yang dianut oleh masyarakat Cagar Alam Koto XI Tarusan, dan rawa
tersebut dalam melaksanakan upacara gambut Nama Pesisir Selatan berasal dari
295 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, Tahun 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

nama daerah ini pada masa kesamaan antara satu kecamatan atau
penjajahan Belanda, afdeling zuid beneden nagari dengan nagari lainnya terutama
landen (dataran rendah bagian selatan). dalam simbol-simbol adat ataupun maksud
(Dhakide, 2003 122-125) yang terkandung dalam setiap bagian adat
Sebelum Abad ke-16, wilayah istiadat dan tata cara perkawinan.
Pesisir Selatan merupakan daerah Namun demikian ada juga yang
sepanjang pesisir pantai Sumatra Barat berbeda khususnya nagari di Inderapura
yang terdiri dari rawa-rawa dataran rendah Kabupaten Pancung Soal Pesisir Selatan
dan bebukitan yang sudah berpenghuni. Sumatera Barat adat-istiadat
Penghuninya waktu itu masih sangat perkawinannya berbeda dari kanagarian
sedikit. Mereka berasal dari berbagai lainnya. Salah satu simbol atau bagian adat
negeri asal. Mereka tinggal di sepanjang yang berbeda terletak pada pakaian adat/
pesisir pantai sebagai nelayan. Sebagian tata rias pengantin pria (marapulai). Di
mereka datang dari pedalaman Sumatra nagari Inderapura dalam adat-istiadat
atau hulu sungai Batang Hari. Sebagian perkawinan pengantin pria juga memakai
lagi penyebaran dari daerah Indojati atau suntiang layaknya pengantin wanita.
Air Pura. Dan sebagian dari mereka adalah pemakaian suntiang pada
orang-orang yang dikenal sebagai Orang pengantin pria (marapulai) merupakan
Rupit pelarian dari daerah Sungai adat istiadat turun temurun dan nenek
Pagu Muara Labuh dan sekitarnya yang moyang terdahulu. Asal usul suntiang
kemudian menyeberang ke Pulau marapulai berawal dari sejarah
Pagai(Dhakide, 2003 122-125). Adityawarman yang ingin menguasai
Tiga wilayah utama yang ada di kerajaan Indojati (Inderapura Silaut) yang
Kabupaten Pesisir Selatan, Tarusan berada di Darek. Saat Adityawarman
(Bayang, Salido Painan) Bandar Sepuluh utusan raja Jawa Majapahit sampai di
(Batangkapas, Surantih, Kambang, Darek pada tahun 1350. Adityawarman
Palangai, Air Haji), Renah disambut secara permai, meriah, secara
Indojati (Inderapura, Tapan, Lunang adat dengan tari-tarian. Adityawarman
Silaut). didandani secara adat dan dipakaikan
Pancung Soal adalah sebuah suntiang. Dalam penyambutan kedatangan
Kecamatan di Kabupaten Pesisir Selatan, Adityawarman itulah awal mula marapulai
Sumatera Barat, Indonesia. Secara memakai suntiang, dimana pada waktu itu
administratif wilayahnya adalah sebagian suntiang merupakan mahkota dan
wilayah Nagari Inderapura yang aksesoris yang indah. Karena disambut
merupakan pusat kerajaan inderapura. secara baik dan juga ditawarkan
Sebagian besar wilayah Inderapura adityawarman tidak jadi ingin menguasai
termasuk dalam kecamatan Airpura, yaitu kerajaan indojati. Adityawarman
kecamatan pemekaran yang sebelumnya menyukain seorang gadis dan
merupakan bagian dari Kecamatan adityawarman menikahi gadis tersebut,
Pancung Soal. namun setekah Setelah beberapa bulan
Setiap kecamatan ataupun mereka menikah, Datuk Parpatih
kenagarian di Pesisir Selatan mempunyai mengeluarkan peraturan adat yang berlaku
kebudayaan dan tradisi yang menarik, di Darek yaitu Adityawarman selaku
turun temurun dari masa lalu sampai sumando turun setangkik tanggo dan
sekarang misalnya adat-istiadat dalam Datuk Parpatih selaku basumando naik
perkawinan. Adat istiadat perkawinan setangkik tanggo. Maka menurut adat yang
secara umum mempunyai banyak berlaku di Darek Adityawarman tidak bisa
296 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, Tahun 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

berkuasa di Darek. Jadi yang berkuasa di (yang asli) tidak ada lagi yang menyimpan,
Darek adalah Datuk Parpatih nan Sabatang sehingga bentuk dari suntiang yang baru
(Sutan Balun). Untuk mengenang sudah tidak menyerupai yang lama lagi,
peristiwa bersejarah inilah suntiang akan tetapi bukan berarti makna dari
marapulai menjadi ketetapan adat-istiadat pemakaian suntiang ini berubah.
Inderapura. Siapa pun yang ingin menjadi Berdasarkan uraian di atas penulis
sumando (ipar) di Inderapura harus tertarik untuk lebih mendalami tentang
memakai suntiang (Yodinda f. , 2017: 2-4) “Menjaga kearifan lokal dengan
Suntiang secara umum sudah membudayakan Tradisi Basunting Bagi
dikenal sebagai aksesoris utama bagi Marapulai Dalam Adat Perkawinan di
seorang pengantin wanita Minang saat Kanagarian Inderapura Kecamatan
menjalankan prosesi adat perkawinan. Pancung Soal Kabupaten Pesisir Selatan”
Suntiang biasa dipakai di kepala pengantin
wanita (anak daro). Suntiang adalah METODE
perhiasan kepala untuk mempercantik
penampilan dan biasanya perhiasan di Penelitian ini merupakan jenis
kepala ini hanya dipakai oleh pengantin penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
perempuan (Nursyirwan, 2009: 3) adalah penelitian yang menghasilkan data
Pada zaman dahulu berat suntiang deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
mencapai beberapa kilogram karena lisan dari orang-orang dan perilaku yang
terbuat dari besi-besi, ada yang terbuat dari dapat diamati (Lexy J, 2009:248).
emas, berbentuk hiasan bunga-bunga dan Sesuai dengan judul yang diangkat
harus ditancapkan satu persatu pada oleh peneliti yaitu menjaga kearifan lokal
rambut mempelai wanita. Dahulu suntiang dengan membudayakan tradisi basuntiang
beratnya bisa mencapai berkilo kilo dan bagi marapulai dalam adat perkawinan di
harus dipakai di atas kepala selama pesta Kanagarian Inderapura Kecamatan
berlangsung, membuat calon pengantin Pancung Soal Kabupaten Pesisir Selatan,
perempuan yang disebut ‘anak daro’ maka penelitian berlokasi di Kanagarian
banyak yang tidak sanggup Inderapura Kecamatan Pancung Soal
menjalankannya. Namun semakin Kabupaten Pesisir Selatan. Jenis penelitian
modernnya fashion, suntiang pun sudah yang dilakukan adalah penelitian lapangan,
dimodifikasi sedemikian bentuk. Sekarang yaitu penelitian langsung ke kanagarian
suntiang lebih ringan dan hampir seperti inderapura untuk mengetahui secara jelas
menggunakan bando biasa, sehingga anak bagaimana tradisi basuntiang bagi
daro lebih santai dan bergerak leluasa marapulai ini dilaksanakan dalam acara
tanpa keluhan sakit kepala. perkawinan di Kanagarian Inderapura ini.
Di Kanagarian Inderapura suntiang Teknik mengumpulkan data yaitu
yang dipakai pengantin pria (marapulai) melalui observasi dan pengamatan.
dan pengantin wanita (anak daro) Observasi adalah kemampuan seseorang
bentuknya sedikit berbeda, perbedaan untuk menggunakan pengamatanya
antara suntiang anak daro dengan melalui hasil kerja panca indra dibantu
marapulai yaitu Corak suntiang dan tinggi dengan pancaindra lainnya, seperti
suntiang yang berbeda, tetapi suntiang telingga, penciuman , mulut dan kulit
yang dipakai merupakan suntiang gadang (Bungin, 2009:115).
yang sudah dimodifikasi tetapi banyak Pada penelitian ini peneliti melakukan
meninggalkan unsur adat-istiadat setempat. observasi terhadap warga yang ada di
dikarenakan suntiang marapulai yang lama kanagarian inderapura kecamatan pesisir
297 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, Tahun 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

selatan yang sedang melaksanakan acara perkawinan. Namun dalam hal ini berbeda
baralek atau yang lebih dikenal dengan khususnya nagari di Inderapura kabupaten
pesta pernikahan, acara pernikahan antara pancung soal Pesisir Selatan Sumatera
mailid fransiska dengan pasangan Barat adat-istiadat perkawinannya berbeda
mempelai laki-lakinya zul luqman. dari kanagarian lainnya. Salah satu simbol
Teknik pengumpulan data yang atau bagian adat yang berbeda terletak
selanjut nya yaitu dengan wawancara. pada pakaian adat/ tata rias pengantin pria
Wawancara digunakan sebagai teknik (marapulai). Di nagari Inderapura dalam
pengumpulan data apabila peneliti ingin adat-istiadat perkawinan pengantin pria
melakukan studi pendahuluan untuk juga memakai suntiang layaknya pengantin
menemukan masalah yang harus diteliti wanita.
dan apabila peneliti ingin mengetahui hal- Tradisi perkawianan atau yang
hal dari responden yang lebih mendalam biasa disebut dengan baralek di nagari
dan jumlah respondennya sedikit/ kecil. Inderapura Kecamatan Pancung Soal
Wawancara dapat dilakukan secara Kabupaten Pesisir Selatan berbeda dengan
terstruktur (peneliti telah mengetahui daerah lain yang ada di Minangkabau. Di
dengan pasti tentang informasi apa yang daerah lain marapulai memakai saluak,
akan diperoleh) maupun tidak terstruktur tetapi di daerah Nagari Inderapura
(peneliti tidak menggunakan pedoman Kecamatan Pancung Soal Kabupaten
wawancara yang telah tersusun secara Pesisir Selatan ini marapulai nya memakai
sistematis dan lengkap sebagai pengumpul suntiang sebagai penutup kepala ketika
datanya) dan dapat dilakukan secara mengadakan pesta perkawinan. Suntiang
langsung (tatap muka) maupun secara dikenal sebagai aksesoris utama bagi
tidak langsung (melalui media seperti seorang pengantin wanita Minang saat
telepon) (Sugiyono, 2012:8). menjalankan prosesi adat perkawinan.
Wawancara dilakukan dengan warga Suntiang biasa dipakai di kepala pengantin
yang hadir dalam acara baralek tersebut, wanita (anak daro), namun di kanagarian
dengan informan yang bernama bapak inderapura ini tidak hanya pengantin
masri. Peneliti menanyakan kepada wanita (anak daro) saja yang memakai
informan bagaimana tradisi basunting di suntiang, akan tetapi pengantin laki-laki
kenagarian inderapura kecamatan pancung (marapulai) juga memakai suntiang.
soal kabupaten pesisir selatan. Pemakaian suntiang pengantin pria
(marapulai) merupakan adat istiadat nenek
HASIL DAN PEMBAHASAN moyang terdahulu. Asal usul suntiang
marapulai berawal dari sejarah
Setiap kecamatan ataupun Adityawarman yang ingin menguasai
Kenagarian di Pesisir Selatan mempunyai kerajaan Indojati (Inderapura Silaut) yang
kebudayaan dan tradisi yang menarik, berada di Darek. Saat Adityawarman
tradisi yang turun temurun dari masa lalu utusan raja Jawa Majapahit sampai di
sampai sekarang misalnya adat-istiadat Darek pada tahun 1350. Adityawarman
dalam pelaksanaan perkawinan. Adat disambut secara permai, meriah, secara
istiadat perkawinan secara umum adat dengan tari-tarian. Adityawarman
mempunyai banyak kesamaan antara satu didandani secara adat dan dipakaikan
kecamatan atau nagari dengan nagari suntiang. Dalam penyambutan kedatangan
lainnya terutama dalam simbol-simbol adat Adityawarman itulah awal mula marapulai
ataupun maksud yang terkandung dalam memakai suntiang, dimana pada waktu itu
setiap bagian adat istiadat dan tata cara suntiang merupakan mahkota dan
298 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, Tahun 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

aksesoris yang indah. Karena disambut besar dan lebih tinggi ini dimaknai dengan
secara baik dan juga ditawarkan besarnya tanggung jawab yang akan
mengawini Gadih Jamilan yang berusia 17 dipikul oleh anak daro baik itu tanggung
tahun, sehingga Adityawarman yang jawab dalam rumah tangga nya, keluarga
awalnya ingin menguasai kerajaan Indojati maupun lingkungannya. Didalam rumah
akhirnya berubah pikiran dan tangga seorang istri berperan sebagia
menghentikan niat untuk menguasai seorang istri bagi suaminya dan ibu bagi
kerajaan Indojati. Setelah beberapa bulan anak-anaknya yang harus menjaga
mereka kawin, Datuk Parpatih keutuhan rumah tangga nya, yang
mengeluarkan peraturan adat yang berlaku bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat.
di Darek yaitu Adityawarman selaku Dan di dalam masyarakat, perempuan yang
sumando (ipar) turun setangkik tanggo dan sudah menikah akan diberi julukan bundo
Datuk Parpatih selaku basumando naik kanduang, bundo kanduang adalah seorang
setangkik tanggo. Maka menurut adat yang perempuan yang memiliki sifat arif dan
berlaku di Darek Adityawarman tidak bisa bijaksana yang menjadi tauladan bagi
berkuasa di Darek. Jadi yang berkuasa di anaknya.
Darek adalah Datuk Parpatih nan Sabatang Tradisi Marapulai memakaian
(Sutan Balun). Untuk mengenang suntiang di Kanagarian Inderapura
peristiwa bersejarah inilah suntiang Kecamatan Pancung Soal Kabupaten
marapulai menjadi ketetapan adat-istiadat Pesisir Selatan ini untuk mengahargai
Inderapura. Siapa pun yang ingin menjadi arwah ninik mamak dan datuak yang
sumando (ipar) di Inderapura harus terdahulu, karena marapulai di Kanagarian
memakai suntiang (Yodinda f. , 2017: 2-4) Inderapura ini tidak memakai saluak pada
Suntiang yang dipakai mempelai saat resepsi pernikahan dilaksanakan .
laki-laki (Marapulai) coraknya berbeda Sebab, suntiang adalah bentuk kemegahan
dengan suntiang yang dipakai mempelai dan identitas diri sebagai urang sumando
perempuan (Anak Daro). Suntiang yang bagi mamak rumah. pengantin laki-laki
dipakai Marapulai tinggi lonjongnya lebih (Marapulai) memakai Suntiang atau rias
rendah dibandingkan dengan suntiang yang dikenakan saat arak-arakan turun dari
Anak Daro. Kemudian, lebarnya pun lebih rumah bako atau disebut juga dengan turun
kecil ketimbang suntiang Anak bako. Turun bako ini mempelai dibawa
Daro. Corak pernak pernik suntiang kerumah bako (etek dari Saudari
marapulai lebih besar motifnya Perempuan ayah bagi mempelai) untuk di
dibandingkan dengan suntiang yang rias mengenakan pakaian pengantin. Arak-
dipakai anak daro, corak yang lebih besar arakan kedua mempelai tersebut diiringi
ini memiliki arti atau makna bahwasanya dengan Badiki (berzikir) atau berzanji
seseorang laki-laki yang telah menikah dengan menambuh rebana yang
memiliki tanggung jawab yang besar atas merupakan musik tradisi yang turun
keluarganya besok, dan hal ini juga termurun sejak agama Islam masuk ke
menunjukkan bahwa sosok laki-laki yang Inderapura.
memiliki prinsip dan tegas dalam membina Tradisi basuntiang bagi marapulai
rumah tangganya. ini memiliki makna tersendiri oleh
Sedangkan suntiang Anak Daro masyarakat Inderapura, yaitu dengan
lebih tinggi dan lebih lebar dibandingkan menggunakan suntiang yang berat pada
suntiang marapulai, dan motif suntiang marapulai itu menandakan akan mulai nya
anak daro lebih halus dibandingkan babak baru dalam kehidupan mereka,
suntiang marapulai, suntiang yang lebih suntiang yang besar dan lumayan berat
299 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, Tahun 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

pada dahulunya ini menandakan sebagai KESIMPULAN


bahwasanya sebagai laki-laki yang sudah
memiliki keluarga akan memiliki tanggung Tradisi perkawianan atau yang biasa
jawab yang besar. Tanggung jawab disebut dengan baralek di nagari
seorang suami tidak hanya memberian Inderapura Kecamatan Pancung Soal
nafkah kepada istri ataupun keluarganya Kabupaten Pesisir Selatan berbeda dengan
saja, akan tetapi juga bertanggung jawab daerah lain yang ada di Minangkabau. Di
atas mendidik, membimbing, dan menjadi daerah lain marapulai memakai saluak,
suri tauladan bagi anak dan tetapi di daerah nagari Inderapura
kemenakannya. Kecamatan Pancung Soal Kabupaten
Tradisi basunting bagi marapulai Pesisir Selatan ini marapulai nya memakai
di kanagarian inderapura kecamatan suntiang sebagai penutup kepala ketika
pancung soal kabupaten Pesisir Selatan ini mengadakan pesta perkawinan. Suntiang
harus dijaga dengan baik, tradisi ini harus dikenal sebagai aksesoris utama bagi
terus berjalan dan dibudayakan terus seorang pengantin wanita Minang saat
menerus, agar tradisi ini tidak hilang maka menjalankan prosesi adat perkawinan.
sangat butuh peran anak- anak muda atau Pemakaian suntiang pengantin pria
anak milenial sebagai penerus generasi (marapulai) merupakan adat turun
bangsa yang harus menjaga budaya dan menurun dari nenek moyang terdahulu.
tradisi ini. Kita sebagai anak milenial Tradisi basuntiang bagi marapulai ini
harus memiliki rasa bangga akan semua memiliki makna tersendiri oleh masyarakat
tradisi-tradisi yang ada di indonesia ini, Inderapura, yaitu dengan menggunakan
kalau bukan kita sebagai anak-anak muda suntiang yang berat pada marapulai itu
ini yang mejaga sebuah tradisi lalu siapa menandakan akan mulai nya babak baru
lagi yang akan menjaganya. Kita tidak bisa dalam kehidupan mereka, suntiang yang
bergantung pada orang tua terdahulu, besar dan lumayan berat pada dahulunya
karna tidak dapat dipungkiri bahwasanya ini menandakan sebagai bahwasanya
orang tua pastinya akan meninggal kan sebagai laki-laki yang sudah memiliki
kita, dan jangan sampai tradisi ini hilang keluarga akan memiliki tanggung jawab
bersama orang tua terdahulu kita. yang besar. Tanggung jawab seorang
Dengan menjaga tradisi ini kita suami tidak hanya memberian nafkah
sebagai anak bangsa harus selalu menjaga kepada istri ataupun keluarganya saja,
kearifan lokal yang ada di negara kita, akan tetapi juga bertanggung jawab atas
salah satunya dengan menjaga tradisi- mendidik, membimbing, dan menjadi suri
tradisi yang ada disetiap wilayah pada tauladan bagi anak dan kemenakannya.
semua penjuru Indonesia ini. Dengan
menjaga kerifan lokal ini tentunya kita
akan bisa memberikan warisan kepada
anak cucu kita kelak, agar mereka juga
dapat merasakan apa yang kita rasakan
dahulunya, merasakan bagaimana
indahnya kearifan lokal kita, budaya yang
begitu banyak yang ada dinegara kita, dan
semua itu harus dimulai dengan kita
menjaga nya dimulai dari sekarang.
300 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, Tahun 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

DAFTAR PUSTAKA Intan, Tania. 2018. Narator Sebagai


Penyampai Kritik Sosial Dalam
Arafah, Burhanuddin, Hasyim, Novel Moha Le Fou Moha Le Sage
Muhammad. 2019. Linguistic Karya Tahar Ben Jelloun. Jurnal
functions of emoji in social media Ilmu Budaya. 6 (2), 207-220
communication. Opción, Vol. 35, Kaharuddin, Hasyim, Muhammad. 2020.
No. 24, 558-574 The Speech Act of Complaint:
Ariesta, F.W. 2019. Nilai Moral dalam Socio-Cultural Competence Used
Lirik Dolanan Cublak-Cublak by Native Speakers of English and
Suweng. Jurnal Ilmu Budaya. Vol. Indonesian. International Journal
7, No. 2, 188-192 of Psychosocial Rehabilitation, 24
Berita.pesisirselatankab. (n.d.). Retrieved (06), 14016-14028
Desember jumat, 2019, from Kuswarini, Prasuri, Muhammad Hasyim,
berita.pesisirselatankab: M., Chotimah, Irma N.H. 2020.
https://berita.pesisirselatankab.go.i Othering The Self as A Form of
d/page/detail/kecamatan--nagari Mimicry in The English
Diakses Pada 21 Desember 2019 Translation of Hirata’s Laskar
Bungin, H. B. (2009:115). Penelitian Pelangi. Journa Of Critical
kualitatif. Jakarta: Cet.lll; Jakarta: Reviews. Vol 7, Issue 19, 1286-
Kencana Prenada Media Group. 1295
Dhakide, D. (2003). Profil Daerah: Lexy J, M. (2009:248). Metodologi
kabupaten dan Kota Jilid 2. Penelitian Kualitatif. Bandung:
Penerbit Kompas. PT. Remaja Rosdakarya.
Hasyim, Muhammad. 2014. Konstruksi Maknun, T., Hasjim, M., Muslimat, M.,
Mitos dan Ideologi dalam Teks and Hasyim, M. 2019. The form of
Iklan Komersial Televisi: Suatu the traditional bamboo house in the
Analisis Semiologi. Disertasi. Makassar culture: A cultural
Makassar: Program Pascarajana semiotic study. Semiotica. In press.
Universitas Hasanuddin. https://doi.org/10.1515/sem-2017-
Hasyim, Muhammad Dr., Akhmar, A.M., 0162
Kuswarini, P., Wahyuddin. 2019. Nofitasari, D.V., Rosyadi,I., Muslimin,
Foreign Tourists' Perceptions of M., Hendrawan, R., Yudistio,K.,
Toraja as a Cultural Site in South Sa’adah, Z., Dharmawan, A.S.
Sulawesi, Indonesia. African 2020. Harmonisasi Masyarakat
Journal of Hospitality, Tourism Tengger dalam Upacara Yadnya
and Leisure. Volume 8 (3) Karo. Jurnal Ilmu Budaya. Vol. 8.,
Hasyim, Muhammad. 2017. The Metaphor No. 1, 140-145.
of Consumerism. Journal of Nursyirwan, E. (2009: 3). Eksistensi
Language Teaching and Research, Pakaian Bundo Kanduang
Vol. 8, No. 3, pp. 523-530 Dalam Upacara Adat di Kota
Hasyim, M., Prasuri Kuswarini, P., Payakumbuh. Padang:
Kaharuddin. 2020. Semiotic Model Bpsnt Padang Press.
for Equivalence and Non- Saputra, W.I., Hasyim, Muhammad.,
Equivalence in Translation. Junus, Fierenziana G. 2020.
Humanities & Social Sciences Perspektif Media Prancis dalam
Reviews. 8 (3), 381-391. Pemberitaan Pencemaran Air di
301 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, Tahun 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

Indonesia. Al-Munzir, Vol. 13.


No. 1, 19-34.
Shintya Putri Setiowati. 2020.
Pembentukan Karakter Anak Pada
Lagu Tokecang, Jawa Barat. Jurnal
Ilmu Budaya. 8 (1), 172-177
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Yodinda, f. (2017). Bentuk, Fungsi Dan
Makna Ornamen Suntiang
Marapulai Di Inderapura
Pesisir Selatan.Bentuk,
Fungsi Dan Makna Ornamen
Suntiang Marapulai Di
Inderapura Pesisir Selatan.
Universitas Negeri Padang.

Anda mungkin juga menyukai