Anda di halaman 1dari 20

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

PROVINSI SULAWESI SELATAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR


NOMOR TAHUN 2022

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR


NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN TERNAK MENJADI
PERATURAN DAERAH TENTANG PEMELIHARAAN DAN PENERTIBAN TERNAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR,

Menimbang : a. bahwa pemeliharaan ternak yang dapat memberikan nilai


ekonomi serta mendukung pemenuhan kebutuhan gizi dan
ketahanan pangan perlu dilakukan pembinaan secara intensif
agar dapat berdaya guna dan berhasil guna sehingga mampu
memberikan kemanfaatan yang lebih besar bagi kesejahteraan
masyarakat;
b. bahwa untuk mencegah penularan kejadian penyakit dan
terciptanya ketentraman, ketertiban umum serta keindahan
lingkungan dari gangguan ternak yang berkeliaran secara
bebas maka perlu dilakukan penertiban ternak;
c. bahwa Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2009 tentang
Pemeliharaan Ternak dipandang tidak sesuai lagi dan perlu
disempurnakan untuk dijadikan landasan hukum bagi
penyelenggaraan pemeliharaan ternak dan penertiban ternak;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk dan
menetapkan Peraturan Daerah tentang Perubahan atas
Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pemeliharaan
Ternak menjadi Peraturan Daerah tentang Pemeliharaan dan
Penertiban Ternak.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan


Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara republik
Indonesia Nomor 5015) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 338, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5619);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6573);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang
Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan
Penyakit Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3101);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha
Peternakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3101);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2008 tentang
Perubahan Nama Kabupaten Selayar Menjadi Kabupaten
Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 124,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4889);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2011 tentang Sumber
Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 123, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5260);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintergrasi secara Elektronik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Bidang Pertanian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 36, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6638);
14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2020 tentang
Pendaftaran dan Perizinan Usaha Peternakan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 387);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar Nomor 21
Tahun 2006 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Selayar (Lembaran
Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2006 Nomor 21);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 2 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintah yang Menjadi Kewenangan
Pemerintah Daerah Kabupaten Selayar (Lembaran Daerah
Kabupaten Selayar Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Selayar Nomor 2);
17. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar Nomor 8
Tahun 2015 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum
(Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2015
Nomor 49);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar Nomor 4
tahun 2020 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi
Perangkat Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar (Lembaran
Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2020 Nomor 98,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar
Nomor 47).
Dengan Persetujuan bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR


dan
BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERUBAHAN PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2020


TENTANG PEMELIHARAAN TERNAK MENJADI PERATURAN
DAERAH TENTANG PEMELIHARAAN DAN PENERTIBAN
TERNAK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Selayar.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Bupati adalah Bupati Kepulauan Selayar.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar.
5. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat OPD adalah
Instansi terkait yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan,
dan/atau membidangi fungsi perizinan usaha, dan/atau membidangi fungsi
ketentraman dan ketertiban umum, dan/atau membidangi fungsi
pengawasan di Kabupaten Kepulauan Selayar.
6. Desa/Kelurahan adalah Desa/Kelurahan dalam wilayah Kabupaten
Kepulauan Selayar.
7. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumberdaya fisik,
benih, bibit dan/ atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budidaya
ternak, panen, pasca panen, pengolahan pemasaran dan pengusahaannya.
8. Kesehatan hewan adalah segala urusan yang berkaitan dengan perawatan
hewan, pengobatan hewan, pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan
penanggulangan penyakit hewan, medik reproduksi, medik konservasi, obat
hewan dan peralatan kesehatan hewan serta keamanan pakan.
9. Kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan
keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang
perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan
setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.
10. Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus
hidupnya berada di darat, air, dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun
yang di habitatnya.
11. Hewan peliharaan adalah hewan yang kehidupannya untuk sebagian atau
seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu.
12. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai
penghasil pangan, bahan baku industri, jasa dan/atau ikutannya yang
terkait dengan pertanian.
13. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia atau kelompok yang
melakukan usaha peternakan.
14. Pemilik ternak adalah perseorangan atau kelompok yang melakukan suatu
kegiatan atas peruntukan kepemilikan hewan ternak.
15. Pemelihara ternak adalah orang pribadi atau kelompok yang melakukan
suatu kegiatan penguasaan pemeliharaan hewan ternak berdasarkan
perjanjian tertentu.
16. Pelaku usaha di bidang peternakan adalah perseorangan atau korporasi
yang melakukan kegiatan untuk menghasilkan produk dan jasa yang
menunjang usaha budi daya ternak.
17. Perusahaan peternakan adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang
berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum, yang didirikan
dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
mengelola usaha peternakan dengan kriteria dan skala tertentu.
18. Registrasi ternak adalah pendataan ternak yang mencakup identitas ternak,
jenis ternak, jumlah ternak dan identitas kepemilikan ternak baik
perseorangan maupun badan hukum dan berlaku sepanjang ternak masih
hidup, kecuali telah beralih kepada pihak lain karena proses yang sah
menurut hukum.
19. Identitas ternak adalah suatu tanda yang dilekatkan pada tubuh ternak
dalam bentuk apapun sebagai tanda pengenal.
20. Kartu Kepemilikan Ternak adalah kartu yang berisi data registrasi ternak
dan keterangan ternak lainnya yang berlaku dalam daerah.
21. Tanda Bukti Pendataan yang selanjutnya disingkat TBP adalah tanda bukti
identifikasi dan pendataan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kepada
peternak yang melakukan budidaya skala usaha mikro.
22. Surat Tanda Daftar yang selanjutnya disingkat STD adalah keterangan
tertulis yang diberikan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama Bupati
kepada peternak yang melakukan budidaya skala usaha kecil.
23. Pemeliharaan ternak adalah kegiatan yang dilaksanakan secara intensif
untuk meningkatkan produksi berdasarkan manajemen usaha ternak yang
baik.
24. Lahan pemeliharaan adalah lahan negara atau yang disediakan pemerintah
atau milik perseorangan untuk digunakan dalam budi daya ternak skala
mikro.
25. Mini ranch adalah kawasan penggembalaan yang ditentukan oleh Bupati
atau Pejabat yang ditunjuk untuk digunakan secara khusus dalam budi
daya ternak skala kecil yang dilakukan oleh kelompok yang didalamnya
terdapat sumber pakan ternak.
26. Kandang adalah suatu bangunan yang terbuat dari kayu, tembok atau besi
dan material lainnya yang cukup kuat sebagai naungan ternak yang berada
dalam lahan pemeliharaan dan/atau mini ranch.
27. Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin
bahwa tugas/pekerjaan telah dilakukan sesuai rencana yang telah
ditetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan.
28. Penertiban ternak adalah upaya yang dilakukan untuk mengawasi dan
mengendalikan hewan ternak yang berkeliaran secara intensif agar tercipta
keamanan, ketentraman dan ketertiban sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
29. Perlindungan masyarakat adalah upaya melindungi kepentingan masyarakat
dari segala gangguan dan ancaman ketenteraman yang menimbulkan
kerugian baik fisik maupun psikis.
30. Tim penertiban ternak adalah Tim yang ditunjuk oleh Bupati untuk
melakukan pembinaan di bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan serta
Penertiban Ternak liar.
31. Petugas penangkap ternak adalah aparat desa/ kelurahan dan/atau orang
yang khusus diangkat dan ditunjuk oleh Lurah/ Kepala Desa dimaksud
untuk melakukan penangkapan ternak liar.
32. Penyidik adalah pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkup pemerintah
Kabupaten Kepulauan Selayar yang diserahi tugas dan wewenang untuk
melakukan penyidikan terhadap pelanggaran peraturan daerah Kabupaten
Kepulauan Selayar.
33. Tim lelang adalah Tim Penertiban yang ditunjuk oleh Kepala Desa/Lurah
untuk melakukan proses lelang terhadap hewan ternak.
34. Kas Daerah adalah Kas Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Selayar.

BAB II
ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2
Pemeliharaan dan penertiban ternak berasaskan kemanfaatan, keberlanjutan,
kesehatan, keamanan dan ketentraman serta ketertiban umum.
Pasal 3
Pemeliharaan dan penertiban ternak mempunyai maksud melakukan pengaturan
pemeliharaan hewan ternak dan penertiban hewan ternak yang berkeliaran di
wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar.
Pasal 4
Penyelenggaraan pemeliharaan dan penertiban ternak bertujuan untuk:
a. Mendorong partisipasi masyarakat dalam mengembangkan usaha
peternakan dengan memanfatkan sumberdaya genetik hewan dan
kelestarian lingkungan serta profesionalitas peternak;
b. Meningkatkan populasi ternak dan kesejahteraan masyarakat serta tetap
menjaga terciptanya ketentraman dan ketertiban umum akibat gangguan
ternak yang berkeliaran secara bebas; dan
c. Menguatkan peran pengawasan, perlindungan masyarakat dan lingkungan
serta pencegahan terjadinya penularan penyakit hewan di Kabupaten
Kepulauan Selayar.

BAB III
RUANG LINGKUP

Pasal 5
Pemeliharaan dan penertiban ternak mencakup:
a. Usaha Peternakan;
b. Pemeliharaan dan Kesehatan Ternak;
c. Penertiban Ternak Liar;
d. Kewajiban dan Larangan Pemilik Ternak;
e. Kewajiban dan Larangan Petugas; dan
f. Keberatan dan Ganti Rugi.

BAB IV
USAHA PETERNAKAN

Bagian Kesatu
Jenis Usaha Peternakan

Pasal 6
(1) Jenis usaha peternakan terdiri atas:
a. Usaha budi daya; dan
b. Usaha pembibitan.
(2) Usaha budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya dapat
dilakukan oleh:
a. Peternak;
b. Perusahaan peternakan; dan
c. Pihak tertentu.
(3) Usaha pembibitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
oleh:
a. Peternak;
b. Perusahaan peternakan; dan
c. Pemerintah Daerah.
Pasal 7
(1) Usaha budi daya dan Usaha Pembibitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf a dan huruf b meliputi:
a. Ternak ruminansia; dan
b. Ternak nonruminansia.
(2) Usaha budi daya dan usaha pembibitan ternak ruminansia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi sapi potong, kerbau, kambing,
domba dan ternak ruminansia lainnya.
(3) Usaha budi daya dan usaha pembibitan ternak nonruminansia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi kuda, ayam ras petelur, ayam ras
pedaging, ayam buras, dan ternak nonruminansia lainnya .

Bagian Kedua
Skala Usaha Peternakan

Pasal 8
(1) Jenis usaha peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
dilakukan berdasarkan skala usaha peternakan terdiri atas:
a. Jenis dan jumlah ternak di bawah skala usaha tertentu; dan
b. Jenis dan jumlah ternak di atas skala usaha tertentu.
(2) Jenis dan jumlah ternak di bawah skala usaha tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dibagi menjadi:
a. Skala usaha mikro; dan
b. Skala usaha kecil.
(3) Jenis dan jumlah ternak di atas skala usaha tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dibagi menjadi:
a. Skala usaha menengah; dan
b. Skala usaha besar.
(4) Skala usaha mikro dan skala usaha kecil sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tercantum dalam Penjelasan yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
(5) Skala usaha menengah dan skala usaha besar sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tercantum dalam Penjelasan yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Izin Usaha Peternakan

Pasal 9
(1) Peternak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a yang
melakukan budi daya:
a. Skala usaha mikro, harus memiliki Tanda Bukti Pendataan/ TBP; atau
b. Skala usaha kecil, harus memiliki Surat Tanda Daftar/STD.
(2) Perusahaan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf
b yang melakukan Budi Daya:
a. Skala usaha menengah; atau
b. Skala usaha besar,
wajib memiliki Izin Usaha Peternakan.
(3) Pihak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c, hanya
dapat melakukan Budi Daya untuk kepentingan khusus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Peternak dan perusahaan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (3) huruf a dan huruf b yang melakukan pembibitan skala usaha mikro,
kecil, menengah, dan besar wajib memiliki izin usaha peternakan.
(5) Peternak, Perusahaan Peternakan, dan Pihak Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) wajib mengikuti tata cara
Budi Daya Ternak yang baik dengan tidak mengganggu ketertiban umum
sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.
(6) Adapun ketentuan pendaftaran dan perizinan usaha peternakan diatur lebih
lanjut melalui Peraturan Bupati Kepulauan Selayar.

Bagian Keempat
Bukti Kepemilikan Ternak

Pasal 10
(1) Setiap ternak sebagaimana yang dimaksud pada pasal 7 ayat (2) dan ayat (3)
wajib dilakukan pendataan atau registrasi ternak.
(2) Setiap peternak, pemilik ternak, dan/atau pemelihara ternak sebagaimana
yang dimaksud pada pada pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) harus memiliki Kartu
Kepemilikan Ternak.
(3) Pendataan atau registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat:
a. Jenis ternak;
b. Bangsa ternak;
c. Jenis kelamin;
d. Umur;
e. Warna bulu;
f. Nomor registrasi; dan
g. Tanda indentifikasi lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Kartu Kepemilikan Ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat:
a. Nomor Induk Kependudukan;
b. alamat domisili Peternak;
c. jenis dan jumlah Ternak;
d. status penguasaan Ternak; dan
e. lokasi Kawasan penggembalaan.
(5) Terhadap ternak telah dilakukan pendataan yang sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf g, Desa atau Kelurahan harus memberikan identitas
khusus sesuai dengan tanda atau ketentuan dari tiap-tiap Desa atau
Kelurahan dan dicatat dalam buku khusus pada Desa atau Kelurahan yang
bersangkutan.
(6) Pemberian identitas khusus dan pencatatan yang dilakukan dimaksudkan
untuk mempermudah mengetahui pemilik ternak tersebut.
(7) Terhadap ternak dan peternak yang telah dilakukan pendataan dan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), OPD yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan hewan menerbitkan TBP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a sesuai dengan ketentuan yang
berlaku selama peternak melakukan budi daya skala usaha mikro.
(8) Peternak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang memindahtangankan
TBP kepada pihak lain.
(9) Dalam hal peternak yang telah memiliki TBP melakukan usaha budi daya
melebihi jenis dan jumlah ternak skala usaha mikro sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (4), harus memiliki STD.

Bagian Kelima
Pemasukan dan Pengeluaran Ternak

Pasal 11
(1) Setiap upaya pemasukan ternak kedalam suatu wilayah yang dimaksudkan
untuk penambahan populasi harus dilaporkan kepada Desa atau Kelurahan
setempat untuk diberikan identitas khusus dan diterbitkan TBP oleh OPD
yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan.
(2) Setiap upaya pengeluaran ternak keluar suatu wilayah yang dimaksudkan
untuk pengurangan populasi harus diakukan penghapusan identitas ternak
oleh Desa atau Kelurahan setempat untuk dilaporkan kepada OPD yang
membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan.
(3) Adapun ketentuan perizinan pengeluaran ternak keluar wilayah Kabupaten
Kepulauan Selayar diatur lebih lanjut melalui Peraturan Bupati perundang-
undangan yang berlaku.

BAB V
PEMELIHARAAN DAN KESEHATAN TERNAK

Bagian Kesatu
Pemeliharaan Ternak

Pasal 12
(1) Ternak yang dipelihara secara individu oleh perseorangan baik peternak,
pemilik ternak ataupun pemelihara ternak dipelihara pada lahan
pemeliharaan dengan disediakan pakan dan minum yang sesuai dengan
kebutuhan ternak.
(2) Ternak yang dipelihara secara kelompok oleh kelompok ternak dipelihara
pada Kawasan mini ranch dengan disediakan pakan dan minum yang sesuai
dengan kebutuhan ternak.
(3) Lokasi lahan penggembalaan atau Kawasan mini ranch sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus jauh dari:
a. Jalan umum;
b. Perumahan/ kawasan pemukiman penduduk;
c. Sarana fasilitas ibadah;
d. Sarana fasilitas pelayanan kesehatan;
e. Sarana fasilitas perkantoran;
f. Sarana fasilitas Pendidikan;
g. Sarana fasilitas olah raga;
h. Sarana fasilitas perniagaan;
i. Taman kota dan ruang terbuka hijau;
j. Tempat wisata; dan
k. Tempat lainnya yang dianggap sebagai fasilitas umum dan fasilitas
sosial.
(4) Setiap ternak yang digembalakan diluar lahan pemeliharaan atau kawasan
mini ranch wajib dijaga oleh pemilik atau pengembalanya.
(5) Bahwa sangat tidak dibenarkan adanya pemeliharaan ternak di dalam
wilayah ibu kota Kabupaten.
(6) Ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berkeliaran secara bebas tanpa
dijaga oleh pemilik/ penggembala ataupun berada di wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) disebut sebagai ternak liar.

Bagian Kedua
Kesehatan Ternak

Pasal 13
(1) Setiap peternak diharuskan menjaga kondisi kesehatan ternak dari
gangguan penyakit.
(2) Untuk menjamin kesehatan ternak, peternak diharuskan memberikan pakan
yang berkualitas, menyediakan air minum secara terus menerus selama
masa hidupnya dan menjaga kebersihan kandang atau lahan pemeliharaan
secara rutin serta melakukan tindakan untuk mencegah timbulnya gejala
penyakit.
Pasal 14
(1) Jika terdapat gejala penyakit pada ternak atau hewan peliharaan, maka
peternak harus melaporkan kepada petugas atau OPD yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan hewan.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka petugas
terkait wajib memberikan jasa pelayanan medik veteriner dengan melakukan
tindakan pemeriksaan, pengobatan dan pengamanan secara intensif.
(3) Segala biaya yang timbul dalam tindakan pemberian jasa pelayanan medik
veteriner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditanggung oleh peternak.
(4) Adapun ketentuan terkait jasa pelayanan medik veteriner diatur lebih lanjut
melalui Peraturan Bupati Kepulauan Selayar.
Pasal 15
(1) Apabila ditemukan indikasi penyakit hewan ternak atau hewan peliharaan
tersebut dapat menular, petugas atau OPD yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan diharuskan melakukan Tindakan isolasi
pada suatu tempat khusus untuk dilakukan observasi.
(2) Berdasarkan hasil observasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka:
a. Hewan ternak dan hewan peliharaan dapat diambil kembali oleh
pemiliknya setelah hewan ternak atau hewan peliharaan tersebut
sembuh dari penyakitnya;
b. Apabila ternak atau hewan peliharaan tersebut mati, pemilik ternak atau
hewan peliharaan tidak diberikan ganti rugi; dan
c. Apabila ternak atau hewan peliharaan tersebut harus terpaksa dibunuh
atau dipotong paksa, pemilik ternak atau hewan peliharaan tidak
diberikan ganti rugi.
(3) Segala biaya yang timbul dalam pelaksanaan isolasi dan observasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada Pemerintah
Daerah.
Pasal 16
Setiap pemberian jasa pelayanan medik veteriner yang dilakukan oleh petugas,
diwajibkan untuk membuat laporan pelayanan dan menerbitkan surat
keterangan kesehatan.

BAB VI
PENERTIBAN TERNAK LIAR

Bagian Kesatu
Penertiban Ternak

Pasal 17
(1) Ternak liar sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 12 ayat (6) adalah
ternak yang berkeliaran secara bebas, dan/atau mengganggu keamanan,
ketentraman, dan ketertiban umum, dan/atau mengganggu keindahan dan
kebersihan kota, dan/atau merusak lingkungan pertanian harus ditertibkan
dan ditangkap.
(2) Penertiban ternak dilakukan oleh tim penertiban ternak pada OPD yang
membidangi fungsi ketentraman dan ketertiban umum dengan melibatkan
peran serta masyarakat.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memberikan
informasi kepada petugas terkait dengan keberadaan ternak liar dan
menangkapnya lalu melaporkan kepada tim penertiban ternak.
(4) Sebelum dilaksanakan penertiban, diadakan sosialisasi atau pemberitahuan
kepada masyarakat oleh tim penertiban ternak.
(5) Pengawasan penertiban pemeliharaan ternak dilakukan oleh Camat di
wilayah kerjanya.
(6) Pemerintah Daerah berkewajiban menyiapkan kandang karantina atau
tempat penampungan khusus untuk mengamankan ternak liar hasil
penangkapan.
(7) Apabila ……………………….

Bagian Kedua
Penangkapan Ternak

Pasal 18
(1) Penangkapan ternak liar hanya dilakukan oleh petugas penangkap ternak
liar ataupun masyarakat sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 17 ayat
(3).
(2) Untuk kelancaran tugasnya, penangkapan ternak liar dapat melibatkan
dukungan dari unsur TNI dan/atau Polri.
(3) Metode penangkapan ternak liar dengan menggunakan tali gembala atau
dengan cara lain sesuai peraturan yang berlaku.
(4) Tatacara penangkapan ternak liar harus tetap memperhatikan kaidah
kesejahteraan hewan.
(5) Terhadap ternak liar yang ditangkap, tim penertiban ternak liar harus
mengumumkan kepada masyarakat dan menyampaikan pemberitahuan
penangkapan secara tertulis kepada pemilik ternak.
(6) Terhadap ternak liar yang telah ditangkap harus diberi pakan dan dirawat di
kandang karantina atau tempat penampungan khusus.
(7) Selama masa perawatan, ternak hasil tangkapan dipantau kesehatannya
oleh petugas pada OPD yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan.

Bagian Ketiga
Tebusan dan Penggantian Kerugian

Pasal 19
(1) Pemilik ternak dapat mengambil kembali ternaknya setelah membayar
tebusan kepada tim penertiban ternak.
(2) Tebusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tebusan penangkapan
dan tebusan pemeliharaan ternak besar yaitu Sapi, Kerbau dan Kuda serta
tebusan penangkapan dan tebusan pemeliharaan ternak kecil yaitu Kambing
dan Domba.
(3) Besarnya tebusan penangkapan ternak besar adalah Rp.200.000.- (dua ratus
ribu rupiah) dan ternak kecil adalah Rp.100.000.- (seratus ribu rupiah).
(4) Besarnya tebusan pemeliharaan ternak besar adalah Rp.550.000.- (lima
ratus lima puluh ribu rupiah) per ekor/ hari dengan rincian sebagai berikut:
a. Biaya pakan : Rp. 350.000.- ekor/hari;
b. Biaya perawatan : Rp. 200.000.- ekor/hari; dan
besarnya tebusan pemeliharaan ternak kecil adalah Rp.300.000.- (tiga ratus
ribu rupiah) per ekor/ hari dengan rincian sebagai berikut:
a. Biaya pakan : Rp. 200.000.- ekor/hari;
b. Biaya perawatan : Rp. 100.000.- ekor/hari.

Pasal 20
(1) Biaya tebusan sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (3) dialokasikan
untuk operasional petugas penangkap ternak liar.
(2) Biaya tebusan sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (4) dialokasikan
untuk:
a. Operasional pemeliharaan sebesar 75 %; dan
b. Setoran Kas Daerah melalui bendahara pemasukan pada OPD yang
membidangi fungsi ketentramanan dan ketertiban umum sebesar 25 %.
(3) Pembayaran setoran ke kas daerah dilakukan secara tunai dan harus
disertai tanda bukti setoran yang sah.
(4) Tim penertiban ternak wajib membuat pembukuan biaya penangkapan,
biaya pemeliharaan dan biaya penyetoran.
Pasal 21
(1) Terhadap ternak liar yang ditangkap dan secara nyata terbukti telah
merusak lahan pertanian dan menimbulkan kerugian secara materi, kepada
pemiliknya akan dikenakan penggantian kerugian kepada pemilik lahan
pertanian tersebut.
(2) Besarnya penggantian kerugian yang ditimbulkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah tim penaksir
kerugian dan ditetapkan dalam Peraturan Desa/Kelurahan.
(3) Jika hasil musyawarah tidak mencapai mufakat, maka penyelesaian dapat
dilanjutkan……………………

Bagian Kelima
Penjualan Ternak Tangkapan

Pasal 22
(1) Ternak yang ditangkap harus ditebus pemilik ternak paling lama 7 (tujuh)
hari setelah adanya pemberitahuan tertulis.
(2) Pemilik ternak dapat menyampaikan permohonan perpanjangan penebusan
kepada tim penertiban ternak paling lama 14 (empat belas) hari setelah
adanya pemberitahuan secara tertulis disertai alasan yang diketahui oleh
Camat.
(3) Tim penertiban ternak berhak memberikan peringatan kepada pemilik ternak
secara tertulis terkait dengan batas waktu penebusan.
(4) Apabila dalam waktu paling lama 14 hari sejak pemberitahuan disampaikan
tidak ditebus, maka pemerintah daerah dapat menjualnya kepada umum
melalui lelang.
(5) Sebelum lelang dilaksanakan, tim penertiban ternak wajib menyampaikan
kepada pemilik ternak.
(6) Pelaksanaan lelang dilakukan oleh tim penertiban ternak dan atau tim
penangkap yang ditetapkan oleh Pemerintah Desa/Kelurahan atau OPD yang
membidangi Ketentraman dan Ketertiban Umum.

Pasal 23
(1) Hasil penjualan ternak melalui lelang wajib diketahui oleh pemilik ternak
secara tertulis.
(2) Hasil penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dikembalikan
kepada pemilik ternak setelah diperhitungkan semua kewajibannya
sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ditambah biaya administrasi
pelaksanaan lelang.
(3) Besarnya biaya administrasi pelaksanaan lelang beserta perinciannya harus
disampaikan kepada pemilik ternak secara tertulis.

BAB VII
KEWAJIBAN DAN LARANGAN PEMILIK TERNAK

Bagian Kesatu
Kewajiban

Pasal 24
Setiap perseorangan, kelompok, pelaku usaha dan/atau badan hukum yang
memiliki, memelihara atau mengusahakan ternak berkewajiban:
a. Memelihara dan menertibkan ternak pada lahan pemeliharaan dan/atau
mini ranch serta tidak melepaskan ternaknya secara bebas berkeliaran tanpa
pengawasan;
b. Menyediakan pakan ternak dan tempat pengandangan ternak yang
memenuhi syarat kesehatan sesuai petunjuk OPD yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan;
c. Mengikat ternaknya apabila dekat dengan pemukiman penduduk dan wajib
mendapat persetujuan dari tetangga serta diketahui Kepala Desa/Lurah
setempat; dan
d. Membayar biaya tebusan penangkapan dan pemeliharaan serta ganti rugi
terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh hewan ternak yang dilepas
liarkan.

Bagian Kedua
Larangan
Pasal 25
Setiap perseorangan, kelompok, pelaku usaha dan/atau badan hukum yang
memiliki, memelihara atau mengusahakan ternak dilarang:
a. Memelihara ternak di dalam wilayah ibu kota kabupaten;
b. Dengan sengaja atau kelalaiannya melepasliarkan ternak disepanjang jalan
raya atau jalan umum yang dapat mengganggu keselamatan dan kelancaran
pengguna jalan;
c. Melepasliarkan ternak disekitar kompleks perkantoran, pekarangan rumah,
sarana pendidikan, sarana ibadah, sarana kesehatan, kawasan wisata,
kawasan perniagaan, sarana olah raga, tempat pembuangan akhir dan
fasilitas umum/fasilitas sosial lainnya yang dapat mengganggu kesehatan,
ketentraman dan ketertiban umum; dan
d. Melepasliarkan ternak di kawasan taman kota, kawasan hutan kota,
kawasan penghijauan, kawasan budi daya tanaman, dan kawasan pertanian
lain yang dapat menimbulkan kerusakan, mengurangi keindahan dan
kebersihan serta yang dapat menimbulkan kerugian fisik dan psikis.

BAB VIII
KEWAJIBAN DAN LARANGAN PETUGAS

Bagian Kesatu
Kewajiban

Pasal 26
Petugas penangkapan dan tim penertiban ternak wajib:
a. Menjaga keamanan dan keselamatan ternak sejak saat penangkapan sampai
ditebus atau dijual;
b. Menyampaikan pengumuman penangkapan kepada masyarakat dan
pemberitahuan kepada pemilik ternak liar yang ditangkap paling lambat 2
(dua) hari kerja; dan
c. Melanjutkan proses penangkapan dan penertiban ternak liar kepada
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Daerah untuk ditindaklanjuti
berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Bagian Kedua
Larangan

Pasal 27
(1) Petugas dalam melakukan penangkapan dilarang bertindak diskriminatif
terhadap pemilik ternak.
(2) Petugas dilarang melakukan penjualan tanpa pemberitahuan kepada pemilik
ternak.

BAB IX
KEBERATAN DAN GANTI RUGI
Bagian Kesatu
Keberatan

Pasal 28
(1) Pemilik ternak dapat mengajukan keberatan karena pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 dan 27 kepada camat secara tertulis.
(2) Keputusan atas keberatan yang diajukan disampaikan kepada kedua belah
pihak paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak keberatan diterima.
(3) Dalam hal keberatan diterima maka pemilik ternak dibebaskan dari semua
biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d.

Bagian Kedua
Ganti Rugi

Pasal 29
(1) Pemilik ternak wajib membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita
kerugian dalam hal:
a. Ternak miliknya merusak tanaman milik orang lain;
b. Ternak miliknya menyebabkan kecelakaan di jalan raya; dan
c. Ternak miliknya merusak sarana dan prasarana umum/publik.
(2) Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
berdasarkan hasil musyawarah tim penaksir kerugian, disesuaikan dengan
nilai kerugian yang layak dan/atau sesuai kesepakatan.
Pasal 30
(1) Pemilik ternak dapat menutut ganti rugi kepada Pemerintahan Daerah dalam
hal:
a. Petugas dengan sengaja menyebabkan matinya ternak yang ditangkap
atau yang ada pada tempat penampungan;
b. Petugas dengan sengaja menyebabkan hilangnya ternak yang ada pada
tempat penampungan; dan
c. Petugas dengan sengaja menyebabkan ternak yang ditangkap dijual
tanpa melalui lelang umum.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada
Pengadilan Negeri Setempat.
(3) Prosedur dan syarat- syarat untuk mengajukan tuntutan ganti rugi tunduk
pada Acara Hukum Perdata.

Pasal 31
(1) Pemilik ternak kehilangan haknya untuk menuntut untuk ganti rugi apabila:
a. Pemilik ternak dengan sengaja tidak melaksanakan kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini;
b. Ternak yang mati atau hilang tidak terdaftar dalam registrasi ternak; dan
c. Pemilik ternak karena lalai dalam mengambil ternaknya walaupun sudah
diberitahukan secara resmi oleh petugas.

BAB X
PENGAWASAN

Pasal 32
(1) Pengawasan pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Camat.
(2) Camat dalam melaksanakan pengawasan dibantu oleh Satuan Polisi Pamong
Praja.

BAB XI
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 33
(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri (PPNS) tertentu dilingkungan Pemerintah
Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang
Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan dan meneliti kerterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan tindak
pidana yang dilakukan;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan terajdinya tindak pidana;
d. Memanggil orang untuk didengar keterngannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
e. Menghentikan penyidikan; dan/ atau
f. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana sesuai dengan ketentuan yang peraturan perundang- undangan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 34
(1) Setiap orang atau badan usaha yang melakukan pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada pasal 9 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) akan dikenakan
sanksi administratif.
(2) Adapun sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Penyitaan; dan/atau
d. Pencabutan sementara izin usaha.

BAB XIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 35
(1) Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal ……….. ini dikenakan sanksi
Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.
10.000.000.- (sepuluh juta rupiah).
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 36
(1) Setiap …………
(2) Setelah berlakunya Peraturan Daerah ini, dalam tenggang waktu 6 (enam)
bulan petugas akan melakukan sosialisasi untuk merubah kebiasaan
masyarakat dalam memelihara ternak.
(3) Tenggang waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dimanfaatkan untuk:
a. Tujuh bulan untuk registrasi ternak dan penataan ternak;
b. Tiga bulan untuk penyesuaian ternak dengan kendang; dan
c. Satu bulan untuk pengawasan dan teguran.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37
Hal-hal yang perlu diatur dalam Peraturan Daerah ini, yang berkaitan dengan
pemeliharaan dan penertiban ternak dan teknis pelaksanaannya akan diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 38
Peraturan Daerah ini berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah.

Ditetapkan di Benteng
Pada tanggal, 2022

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR,

H. MUH. BASLI ALI


Diundangkan di Benteng
pada tanggal, 2022
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR,

MESDIYONO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR TAHUN NOMOR

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI


SULAWESI SELATAN:

Anda mungkin juga menyukai