Dunia Orang Mati Menurut Kepercayaan Mas
Dunia Orang Mati Menurut Kepercayaan Mas
Dunia Orang Mati Menurut Kepercayaan Mas
Tuhoni Telaumbanua
ARTICLE INFO A B S T R A C T
The titel of this article is "The World of the Dead according to the
Niassan Primal Religion. This paper will discuss the struggle of Ono
Submitted: November 13, 2019
Niha, which is one of the oldest tribes who inhabit the Nias islands,
Review: Click or tap to enter a date
is about "the world of the dead". On one hand, Ono Niha has a high
Accepted: Click or tap to enter a date culture, and a belief system that has been lived for thousands of years
Published: Click or tap to enter a date from generation to generation. But on the other hand, since 1865,
through the mission by the RMG and NLG, Ono Niha has gradually
KEYWORDS become a follower of Christ. However, even though it has been more
than 150 years of Christianity on Nias, Ono Niha continues to
Kematian, Dunia Orang Mati, Roh, struggle about the Christian faith. One of the struggles of faith is a
Tubuh, Injil. relationship with "the world of the dead". What is death? Do spirits
enter the world community of the dead? In reality, Ono Niha who is
CORRESPONDENCE still faithful in carrying out his customs or culture, there are still
many who believe that the spirits of ancestors are the givers of
Phone: +62 12345678901 blessing or can be angry and bring a curse if their offspring do not
meet the demands of the ancestors when they lived. Another issue is
E-mail: first_author@affiliation.xx.xx the possession or possession experienced by members of the
congregation, both parents and students. Ono Niha is struggle,
because the church understands that all elements of the primal
religion are elements of heathen and are classified as occultism. But
on the other hand, Ono Niha still trusts and lives it. To find out Ono
Niha's belief system about the world of the dead, then in this paper
will be presented an understanding of the human self or personality
according to Ono Niha, as well as Ono Niha's belief system about
death and the world of the dead. Finally, it illustrates the interaction
and impact of the Ono Niha cultural and religious encounter with
Christianity. This paper is very important as an entry point for
developing Contextual theology in Nias.
A B S T R A K
Artikel ini membahas tentang “Dunia Orang Mati menurut Kepercayaan Masyarakat Nias. Tulisan ini akan
membahas tentang pergumulan Ono Niha, yang adalah salah satu suku tertua yang mendiami kepulauan
Nias, tentang “dunia orang mati”. Pada satu sisi Ono Niha telah memiliki kebudayaan yang tinggi, serta
system kepercayaan yang telah dihidupi ribuan tahun dari generasi ke generasi. Tetapi pada sisi lain, sejak
tahun 1865, melalui Pekabaran Injil oleh RMG dan NLG, maka secara bertahap Ono Niha menjadi pengikut
Kristus. Akan tetapi, walaupun sudah lebih 150 Tahun kekristenan di Nias, namun Ono Niha masih terus
bergumul tentang iman kekristenan. Salah satu pergumulan iman warga jemaat adalah sekaitan dengan
“dunia orang mati”. Apakah kematian itu? Benarkan roh-roh memasuki komunitas dunia orang mati? Pada
realita, Ono Niha yang masih setia dalam melaksanakan adat-istiadatnya, masih banyak yang percaya
tidak mati. Bagaimana pemahaman Ono Niha menghembusi. Eheha mengacu pada kekuatan
tentang manusia (diri)? yang menggairahkan, yang diturunkan ayah
Untuk mengenal pemahaman Ono Niha kepada anak lelakinya (tertutama di kalangan
dahulu, Swellengrebel2 mengutip catatan kaum bangsawan). Sehingga ada ritual fangai
misionaris RMG, Sundermann yang eheha zatua, terutama oleh anak sulung, dan
menyatakan bahwa diri manusia terdiri dari ketika seseorang meninggal maka keluarga
enam unsur, yakni boto, noso, eheha, tôdô, menjaga agar eheha-nya tidak dicuri oleh orang
môkômôkô atau alôlôa dôdô, dan bekhu zimate. Apa lain.
maksudnya? Sundermann menjelaskannya, Mökömökö (berkaitan dengan kata mökö
sebagai berikut.3 “bergerak”). Ono Niha memahamai bahwa
Boto (badan/sosok/pribadi). Boto dapat mökömökö sebagai bagian dari tödö yang masih
berarti perawakan, tempat bagi noso terus hidup setelah seseorang meninggal. Nama
(napas/jiwa), tempat bagi tôdô (jantung), dan lain dari mökömökö adalah alölöa dödö adalah
daging manusia (ôsi). Boto itu sendiri tidak intisari dari manusia. Bila seseorang mati,
berhayat, tetapi menjadi makhluk hidup karena intisari ini tidak mati, setelah mayat dikubur,
noso. Ketika noso ini terputus, maka badanpun mökömökö keluar dari kuburan. Mökömökö
hancur. Pusat badan adalah tôdô yang menjelma sebagai laba-laba, dan inilah yang
merupakan pusat fungsi-fungsi dan perasaan disimpan dalam adu zatua. Kalau adu zatua
jiwa. Bila ada seseorang yang tidak arif, maka rusak, mökömökö dapat keluar dan lari, maka adu
ada ungkapan “ebua mboto, ba lö sa bakha tödö.” harus dibuat dari kayu yang bagus dan
Istilah lain dari badan adalah ösi yang dipelihara dengan baik.
diterjemahkan dengan tubuh atau dalam bahasa Bekhu zimate (bayangan orang mati), yang
Yunani sarx (daging). kadang-kadang akan tampak beberapa saat
Noso (napas/jiwa) adalah asas kehidupan sebelum seseorang meninggal, sebagai
manusia dan binatang. Ada pemahaman Ono bayangan yang mirip dengannya. Dipahami
Niha, bahwa noso diberikan oleh Baliu, anak bahwa bekhu zimate adalah roh yang tak
dewa Lowalangi (dewa dunia atas) sejak manusia berperawakan, yang dimiliki manusia, baik
dalam kandungan. Jika seseorang banyak semasih hidup maupun setelah mati. Ketika
mendapat noso, maka ia hidup lama dan seseorang mati, bekhu zimate-nya berada dekat
sejahtera, dan demikian sebaliknya. Sesudah mayat, dan menginginkan barang-barang dari
kematian, noso kembali ke ‚jiwa kolektif‘atau almarhum, bahkan menginginkan makanan
kembali kepada sumber noso. seperti layaknya almarhum sewaktu hidup.
Sebelum bekhu zimate mendapat tempat di dunia
Tödö adalah hati/jantung sebagai bagian bawah, maka ia tinggal beberapa waktu di dekat
dari badan dan merupakan pusat perasaan serta kuburan.
akal-budi. Tödö juga memiliki arti hati nurani
(bnd. ungkapan itegudo tödögu). Istilah tödö Orang yang berbuat jahat, bekhu zimate-nya
muncul dalam berbagai ungkapan perasaan, kembali ke kuburan dan tidak masuk ke dunia
misalnya: ebua dödö (hati besar – kasih sayang), bawah. Orang yang tidak mempunyai
abu dödö (hati berambut – menyatakan perasaan keturunan, bekhu zimate-nya menjadi löhölöhö
duka cita), tobali dödö (hati terbalik – (kupu-kupu besar), sedangkan manusia yang
menyatakan perasaan kaget), afönu dödö (hati bunuh diri bekhu zimate-nya tidak berkumpul
penuh – untuk kemarahan), dan tobini dödö (hati bersama bekhu zimate yang lain, melainkan
tersembunyi – untuk menyatakan sikap mempunyai tempat khusus. Apabila bumi ini
munafik). lenyap dan terbentuk dunia baru maka dunia
baru itu akan didiami oleh bekhubekhu orang
Eha-eha/Eheha (roh), berkaitan dengan baik, sejauh mereka mempunyai keturunan laki-
tarikan nafas. Dalam kata kerja dapat berarti laki.
2
J. L. Swellengrebel et al., Mengikuti Jejak Informasi lain yang diperoleh tentang diri
Leijdecker : Satu Setengah Abad Penerjemahan Alkitab Dan manusia selain catatan Sundermann, antara lain:
Penelitian Bahasa Dalam Bahasa-Bahasa Nusantara (Jakarta:
Dananjaya, memahami diri manusia terdiri dari
Lembaga Alkitab Indonesia, 2006).
3
Heinrich Sundermann, “Die Psychologie Des
dua unsur besar, yakni badan kasar (boto) dan
Niassen,” in Allgemeine Mission Zeitschrft, ed. Johannes
Gustav Warneck, 14th ed. (Gütersloh: Bertelsmann,
1887), 289–302.
untuk menjadi bangsawan. Dengan demikian, atau bekhu zauri atau bekhu zimate, merupakan
kemungkinan menjadi bangsawan itu pula diri kedua manusia (bnd. Dananjaya, Filemon,
menjadi kemungkinan untuk memiliki aspek Sundermann), dalam eksistensi rohaniah, yang
rohaniah. Aspek rohaniah itu dapat diasah oleh ada baik sewaktu masih hidup maupun setelah
harta dan upacara-upacara adat, yang dapat mati. Bila seseorang mati, lumӧlumӧ-nya tidak
meningkatkan status sosial seseorang hingga mati, tetapi berubah nama menjadi bekhu.15
mencapai derajat bangsawan yang tertinggi, Lumӧlumӧ atau bekhu itu memiliki aspek
yakni balugu atau si’ulu, atau salaŵa. Aspek ini rohaniah, yang disebut eheha, atau eheha
akan kembali ke tempat berasalnya noso, yakni wa’asalaŵa atau lakhӧmi atau mӧkӧmӧkӧ atau
Teteholi Ana’a. (bnd. Sundermann, Dananjaya) luluӧ atau alӧlӧa dӧdӧ atau tӧdӧ. Aspek ini dapat
dengan menyeberangi bawa gawuwukha (mulut diwariskan kepada anak-anak dan ditempatkan
samudra). pada adu zatua. Bekhu (minus aspek rohaniah)
Selain aspek rohaniah, noso manusia selanjutnya menetap di kuburan, dan kadang-
memiliki aspek ‘setaniah’ (mengandung setan). kadang mengganggu dan menakutkan.
Aspek ini merupakan kekuatan, yang dalam Dua konsep di atas dapat berkembang
keadaan-keadaan tertentu, dapat mengganggu menjadi konsep baru, bila hal-hal yang
ketentraman manusia, dan menakutkan. merupakan aspek dianggap sebagai unsur. Bila
Keadaan-keadaan dimaksud antara lain bila gagasan itu dikembangkan, maka konsep dua
kematian seseorang tidak diupacarai, bila unsur maunpun tiga unsur dapat pula
patung orangtua sudah rusak, bila seseorang dipandang sebagai konsep empat unsur, dimana
mati bunuh diri, atau dibunuh, bila seseorang aspek rohaniah dan aspek setaniah dianggap
telah berbuat jahat, bila mati di saat melahirkan sebagai unsur-unsur yang terdapat dalam
(noso-nya menjadi roh jahat, yang disebut eksistensi noso (konsep dua unsur), atau aspek
matiana), bila mati di sungai, dll. Kekuatan itu, rohaniah menjadi salah satu unsur dalam
bila seseorang meninggal, menetap di kuburan eksistensi lumôlumô (konsep tiga unsur). Jadi,
(bnd. Filemon) atau menuju tempat tertentu, konsep empat unsur memberi dua versi
dan tidak dapat bergabung dengan kekuatan kemungkinan. Versi pertama, manusia terdiri
aspek rohaniah. dari boto, noso, unsur rohaniah (lumӧlumӧ, atau
Versi lain dapat dikemukakan terhadap bekhu zauri, atau bekhu zimate, atau eheha, atau
konsep dua unsur ini. Noso, pada waktu eheha wa’asalaŵa, atau lakhӧmi, atau tӧdӧ, atau
seseorang meninggal tidak mati, melainkan mӧkӧmӧkӧ, atau alӧlӧa dӧdӧ, atau luluӧ), dan
menuju tempat yang layak baginya. Orang baik, unsur setaniah (bekhu). Sedangkan versi kedua,
yang mempunyai keturunan, yang telah manusia terdiri dari boto, noso, lumӧlӧmӧ, dan
melakukan owasa, dan kematiannya diupacarai, unsur rohaniah (eheha, atau eheha wa’asalaŵa atau
noso-nya menuju Teteholi Ana’a. Tetapi lakhӧmi atau mӧkӧmӧkӧ atau luluӧ atau alӧlӧa
sebaliknya, mereka yang jahat dan belum dӧdӧ atau tӧdӧ).
melakukan owasa, nosonya menuju dunia bawah. Dari berbagai kemungkinan di atas (dua
Namun, orang baik masih dibutuhkan oleh unsur, tiga unsur atau empat unsur), tampak
keluarga. Oleh karena itu, sebagai simbol bahwa masyarakat Nias memahami adanya
kehadiran dan keterhubungan almarhum kekekalan manusia. Semua sumber yang penulis
dengan keluarganya, dibuatkan patung, yang gunakan mengisyaratkan bahwa unsur rohaniah
diisi dengan noso orangtua, dengan sebutan manusia (seperti noso, atau lumӧlumӧ, dll)
eheha atau eheha wa’asalaŵa atau mӧkӧmӧkӧ, atau bersifat kekal.16
luluô atau alӧlӧa dӧdӧ atau tӧdӧ, atau lakhӧmi,
dan kemudian dinamai patung orangtua (adu 15
Danandjaja, Ono Niha: Penduduk Pulau Nias, 108.
zatua). Semua ini dilakukan melalui acara ritual 16
Dalam artikel lain Sundermann menulis
dengan menjalani sejumlah ritus dan pesta. penolakannya terhadap pemahaman akan kekekalan.
Menurutnya masyarakat Nias tidak mempunyai
Selain pemahaman dua unsur di atas, keinginan untuk berhubungan dengan kuasa adikrodati,
manusia dapat dipandang terdiri dari tiga serta tidak memikirkan hal-hal sesudah kematian di
unsur, yakni boto, noso, dan lumôlumô. Boto bumi ini. Kegiatan kultus melulu untuk kepentingan
merupakan tubuh jasmaniah, tempat bagi noso hidup sekarang, yakni untuk memperoleh kesembuhan
dari penyakit, untuk menangkal serangan-serangan
dan lumӧlumӧ. Noso adalah prinsip yang
penyakit, untuk mengusir makhluk-makhluk halus, dan
menghidupi tubuh, yang akan kembali ke untuk menghindari kutukan orang lain. Tapi tampaknya
asalnya bila seseorang meninggal. Lumôlumô kesimpulan Sundermann di atas tidak sinkron dengan
bahwa seseorang yang mati, menyadari mereka tinggal di kuburan atau tempat khusus,
kepergiannya meninggalkan bumi ini. yang mana menurut Harefa (1939), kuburan
Kesadaran itu terjadi pada hari keempat setelah (sinela) merupakan kampungnya setan; tapi
dikubur. Kesadaran almarhum itu ternyata dapat dikatakan, bahwa tempat bagi mereka
mengandung makna bagi keluarga, dan oleh yang tidak beruntung itu adalah di tempat
karena itu sesuatu hal dilakukan, yakni Lature Danӧ, di dunia bawah.40
pembuatan patung orangtua (adu zatua) dan Pernyataan di atas tampaknya mengulang
pemisahan arwah dari keluarga (fanibo tufo atau kisah kemenangan Lowalangi dan kegagalan
fobale lewatö). Lature Danö. Manusia analog dengan dewa-
Hal ini menunjukkan, bahwa masyarakat dewa itu. Manusia yang berhasil melaksanakan
Nias merasa wajib untuk terus memelihara adat turut mewarisi Teteholi Ana’a, tetapi yang
hubungan dengan almarhum (melalui adu gagal masuk ke dunia bawah. Kenyataan ini
zatua), sekalipun mereka menyadari, bahwa juga sebenarnya sesuai dengan pepatah Nias,
dunia dan hakikat di antara mereka berbeda. yang sampai sekarang masih sering
Melalui fanibo tufo keluarga hendak menyatakan dikemukakan: zilatao manu, mangawuli ba halama
kepada orang mati bahwa hakikat dan zoyo bu (yang berambut merah kembali ke
tempatnya kini berbeda. Kematian memisahkan tempat yang tidak beradat).41 Hal itu sekaligus
tempat dan hakikat antara orang mati dengan menyatakan, bahwa hidup manusia adalah
orang hidup, tetapi hubungan di antara kesempatan untuk memperoleh kualitas hidup
keduanya berjalan seperti biasa. Orangtua yang seperti kualitas hidup Lowalangi.
meninggal tetap orangtua bagi anak-anaknya, Persoalan lain yang lebih rumit adalah
yang selalu dikenang dan dihormati dalam mengenai saat di mana seseorang dinyatakan
seluruh aktivitas hidupnya, terutama ketika si kembali ke Teteholi Ana’a atau ke dunia bawah.
anak menyelenggarakan adat-istiadat. Dengan Tidak ada satu pernyataan pun yang penulis
demikian, kembali ke asal, tetap tidak temukan dari sumber-sumber yang digunakan.
memutuskan hubungan dengan keluarga yang Namun, dari berbagai pendapat yang ada,42
masih hidup. yang dapat dikatakan ialah bahwa setelah mati,
Di mana asal yang mau dicapai itu? Istilah seseorang berada di kuburan hingga saat
yang muncul sehubungan dengan itu cukup 40
E.E.W.G. Schröder, Nias: Ethnographische (N. v.
bervariasi.39 Tapi dari semuanya dapat bockhandel en drukkerij voorheen E. J. Brill, 1917), 476.
dipastikan, bahwa yang dimaksud adalah Lature Danô merupakan penguasa kematian dan dewa
‘dunia atas’ di mana dewa Lowalangi berada. bagi orang-orang mati
Kembali ke asal itu berarti kembali ke dunia 41
Zilatao manu, dari kata silatao manu, artinya
Teteholi Ana’a. Dunia ini dianggap kekal. Dunia ayam jantan, dan ini merupakan simbol dari Lowalangi
itu bahkan menjadi pengganti dari bumi ini, atau dunia atas; sedangkan zoyo, dari kata soyo, artinya
merah, dan warna ini merupakan lambang dari dunia
yang akan ‘tenggelam’ bila akhirat tiba. Namun,
bawah.
sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa 42
Masyarakat Nias, menurut Fetero dalam dalam
yang dapat memasukinya kembali hanyalah Realienboek... (1923:149) meyakini adanya penghakiman
mereka-mereka yang telah memelihara dan setelah kematian. Penghakiman itu berkenaan dengan
melaksanakan di bumi sistem hidup Teteholi ‘perbuatan’ mereka sewaktu di bumi, dan hakimnya
Ana’a, maka orang-orang yang tidak adalah tanah atau bumi. Tentu saja hal ini tidak hanya
mempunyai kesempatan untuk itu menuju menyangkut hal-hal etika moral, tetapi pelaksanaan
adat-istiadat menyeluruh. Penghakiman itu tampaknya
tempat lain. Istilah untuk tempat ini juga cukup
terjadi bersamaan dengan datangnya akhirat. Pada
variatif. Sundermann (1887) mengatakan akhirat orang-orang baik (tidak termasuk orang berdosa
dan yang tidak diupacarakan kematiannya) menuju
39
Sundermann, “Die Psychologie Des Niassen,” tingkat teratas dari dunia atas dengan menyeberangi
301–302. Sundermann mengatakan bahwa orang baik samudra (baŵa gawuwukha), melalui jembatan bawa gari
masuk ke dalam dunia orang mati, yang sangat indah. (mata pedang). Ibu-ibu juga dapat masuk ke sana, dan
Koentjaraningrat (1990) menyebutkan adanya dapat membawa anak-anaknya dengan cara
perbedaan antara bumi dengan tempat ‘tujuan ideal’ menggendong. Suzuki (1959) berpendapat, bahwa
tersebut. Dia mencatat bahwa di sana berlangsung serba ketika seseorang mati, jiwanya ke dunia bawah. Setelah
kebalikan. Bila di bumi siang, maka di tempat ‘tujuan mengalami beberapa kali kematian di sana, barulah
ideal’ itu siang. Bahasanya juga serba terbalik. terjadi pemisahan antara bangsawan dengan orang
Dananjaya (1976) dan Gulӧ (2004) menyebutnya Teteholi biasa. Bangsawan menuju Teteholi Ana’a dan orang biasa
Ana’a. Denninger mengatakan bahwa tempat itu tetap berada di dunia bawah. Bnd. Dananjaya (1976:108),
merupakan tempat Lowalangi dan para leluhur. Sundermann (1887:301-2).
berfungsi melaksanakan ritus-ritus memberi sebanyak umurnya, dan paling tidak sembilan
persembahan melalui Adu sebagai media. Pada kali. Di kota kematian bekhu-bekhu hidup sama
sisi lain, upaya menyenangkan hati dewa dan seperti di dunia. Hal tersebut didasarkan pada
roh-roh tersebut diwujudkan dalam ketaatan mimpi, dimana kalau mimpi terlihat orang-
terhadap adat-istiadat. Untuk mendalami bagian orang yang telah meninggal, ada banua, ada
tersebut, berikut ini akan diuraikan tentang Adu barang-barang, dan sebagainya. Status bekhu di
(ritus keagamaan) dan tertib sosial melalui dunia bawah sama seperti statusnya ketika ia
hukum adat-istiadat. hidup di dunia ini. Orang yang melakukan
Bila kelahiran dianggap sebagai datangnya kejahatan pada waktu hidupnya, bekhunya
kehidupan baru, perkawinan dipahami sebagai akan kembali ke dalam kuburan, ditimpa tanah,
upaya mencari sumber kehidupan, maka sehingga bekhu ini sering mengutuk dengan
kematian dianggap sebagai muara kehidupan. ungkapan “biarlah engkau ditimbun oleh
Istilah lain yang sering digunakan adalah tanah” (yamulangögö ia tanö).
“putus nyawa” (aetu noso). Tubuh menjadi debu Dipercayai juga bahwa bila orang mati, ada
dan noso kembali kepada pemberi, yakni penghakiman. Mereka harus menjawab apa
Lowalangi. Pada mite lain disebut pemilik dan yang pernah mereka buat ketika di dunia. Yang
pemberi noso adalah Baliu, anak Lowalangi. menghakimi atau menuntut mereka adalah
Panjang pendeknya umur seseorang tergantung tanah atau bumi itu sendiri. Yang meninggal
berat dan ringannya noso yang diperoleh dunia tanpa keturunan mereka dijadikan
semasih dalam kandungan. Bila manusia löhölöhö. Bila löhölöhö dibunuh, maka akan
meninggal dunia, ia tak boleh menyesal, karena menjadi lawere. Sedangkan yang bunuh diri dan
itu sudah permintaannya sejak dalam yang membunuh tak bisa bersama bekhu lain,
kandungan. Hal tersebut terlihat dari ungkapan: tetapi punya tempat khusus.48
“telah mencapai batas permohonannya” (No Ono Niha juga memahami soal “akhirat”
irugi fangandrönia).46 (atua danö), yakni bumi ini tenggelam dalam
Selain noso (nyawa) yang kembali ke Baliu, laut. Lalu ada bumi yang baru yakni tingkat
Ono Niha juga mengenal yang disebut dengan kesembilan (teratas) akan turun. Di sini roh
Bekhu zimate (roh atau makhluk halus).47 kucing akan bantu bekhu zimate dari manusia
Semasih manusia hidup, bekhu zimate ini yang menyeberangi jembatan yang disebut
berbentuk bayangan (lumölumö) khusus. Bila “mulut samudra” (bawa gawuwukha). Jembatan
mati, bekhu zimate masih dekat mayat. Ia tak itu seperti pedang yang tajam. Bila di dunia
mau pisah karena banyak barang-barang yang kucing dibunuh tanpa alasan, maka bekhu
ia sukai. Itulah sebabnya Ono Niha membawa orang tersebut akan dijatuhkan ke bawah oleh
barang-barang yang bersangkutan di kuburan. Mao. Itulah sebabnya Ono Niha takut mendekati
Bahkan masih memberi makan empat hari lagi kucing. Hanya orang baik dan dari kaum
setelah mati agar bekhunya makan. Bila ayam bangsawan yang masuk dunia orang mati,
berkotek, maka Ono Niha menyatakan bahwa sedangkan yang jahat masuk kuburan. Yang
ayam-ayam tersebut melihat bekhu zimate. punya keturunan laki-laki yang bisa
Setelah empat hari, bekhu zimate turun ke “banua menyeberangi bawa gawuwukha, bila tidak maka
niha tou,” tak tahu dimana. Tetapi diidentikan akan menjadi kupukupu (löhölöhö). Bekhu anak-
dengan kuburan. Ini kota kematian. Di sini anak dapat ikut bila digendong oleh ibunya.49
bekhu mati sekali lagi, bahkan kematiannya
leluhur tetap kuat, sebab mereka tetap Tuhan dan Penyelamatnya. Dia telah menolak
melakukan upacara-upacara adat. Seperti yang kekafiran. Karena itu, tradisi adat kafir tidak
dikatakan oleh Lothar Schreiner, keteguhan dan bisa dilakukan terhadapnya. Segala sesuatu
kekuatan tradisi sebagai satu agama nampak yang berhubungan dengan adu harus
jelas dalam pemujaan terhadap leluhur. Dalam ditiadakan. Satu-satunya hal yang diijinkan oleh
relasi antara orang Kristen dan mereka yang Sundermann adalah memenuhi permintaan
sudah meninggal dan para leluhurnya, keluarganya untuk meletakkan foto Ama
kepercayaan terhadap mereka merupakan asal Mandranga di dinding rumahnya.58
usul dan motivasi dari satu tradisi. 56 Ini adalah Sundermann menyetujui hal ini, karena tidak
dilema yang dihadapi dalam perjumpaan Injil bertentangan dengan tradisi Eropa dan
dan adat dalam masa zending. Larangan Kekristenan. Ama Mandranga dimakamkan
terhadap tradisi adat akan mempengaruhi oleh Sundermann yang menggunakan liturgi
ketertarikan suku terhadap Kekristenan. Namun yang biasa digunakan dalam gereja-gereja di
mengijinkannya, berarti membuka kesempatan Jerman, yang diterjemahkannya sendiri. Contoh
bagi kepercayaan lama untuk tetap kuat. Hal lain adalah ketika Fadoli, Salawa Iraono Huna
inilah yang menyebabkan para motivasi meninggal. Dia telah menjadi seorang Kristen
memilih sikat tidak bersahabat dengan adat. dan telah memusnahkan semua adu nya. Ketika
Sesudah zending menjadi lebih berhasil, dia meninggal, tidak dilakukan upacara adat
para misionaris menjadi kurang toleran yang semestinya dibuat untuk seorang salawa.
terhadap adat di sekitar kematian. Hal ini Dia dimakamkan dengan satu liturgi Kristen.
mencapai puncaknya ketika mereka melarang Sebuah salib diletakkan di atas makamnya, dan
unsur-unsur tertentu dari adat yang dianggap dibuat sebuah pesta sederhana.59 Juga Afore,
bertentangan dengan Kekristenan. Sikap toleran seorang salawa dari Hili Hondrö, telah menjadi
Kramer terhadap adat seperti yang dijelaskan Kristen dan telah memusnahkan semua adu.
dalam contoh mengenai kematian Jawaduha, Ketika dia jatuh sakit, dan akan meninggal, dia
berobah di tahun-tahun sesudahnya ketika tidak berbalik kepada adu. Misionaris
Kekristenan menjadi lebih kuat. Dia memasuki Hippenstiel datang mengunjunginya dan
rumah-rumah keluarga dan membuang adu menanyakan apakah dia masih memiliki materi
mereka. Dia juga melarang semua adat yang kafir dalam rumahnya. Afore menjawab, tidak,
menurutnya mempunyai hubungan dengan semua sudah dimusnahkan ketika dia masih
agama asli. Dia mulai menetapkan aturan- mengikuti pelajaran katekisasi. Afore meninggal
aturan dengan tujuan menggantikan adat lama di bulan Oktober 1905. Ketika dia mau
dengan kebiasaan Kristen yang baik. Bila meninggal, dia meminta Guru Jemaat Filemo
seseorang meninggal, hanya seekor babi dapat untuk tinggal bersamanya. Dia berdoa dan
disembelih, padahal di waktu lampau ketika dia sudah terlalu lemah, Filemo
setidaknya tiga atau empat ekor. Di waktu melanjutkannya hingga Afore meninggal.
lampau, bila seseorang meninggal ada ratapan Misionaris sangatlah gembira, karena ketika dia
dan perkabungan yang luar biasa, kini sesudah tiba di rumah Afore, tidak ada suara tangisan,
menjadi Kristen, orang harus bersikap sebagai walaupun Afore baru saja meninggal. Inilah
orang Kristen yang baik. Mereka harus tenang yang dia maksudkan dengan tradisi Kristen.
dan maksimal dapat meneteskan air mata secara Afore meninggalkan pesan: ‘Dalam keadaan
diam-diam.57 Menurut Kramer, sikap ini sesuai krisis, jangan meminta nasehat dari saudaramu
dengan Kekristenan. yang masih kafir, mintalah nasehat dari guru
jemaat atau misionaris’.60 Peristiwa yang sama
Sikap yang tidak toleran terhadap adat terjadi juga di Sogae’adu. Seorang mantan ere
pemakaman dapat juga dilihat pada misionaris adalah orang pertama yang dibaptiskan di
lain. Misalnya, ketika Ama Mandranga dari pos kampungnya. Misionaris Momeyer
Dahana meninggal pada hari pertama menghancurkan semua adunya dan ketika dia
Pantekosta di tahun 1895, Sundermann meninggal, dia dimakamkan dengan ibadah
mengumumkan bahwa Ama Mandranga adalah pemakaman Kristen.61
seorang yang percaya kepada Yesus Kristus,
58
56
Lothar Schreiner, Adat Dan Injil: Perjumpaan BRM, 1899, hal. 104.
59
Adat Dengan Iman Kristen Di Tanah Batak (Jakarta: BPK Anonim, Niassische Häuptlinge II, 1912, 15-16.
60
Gunung Mulia, 2003), 167. Ibid., 28.
57 61
BRM, 1879, hal. 68-69. BRM, 1900, 327-328.
Kebangkitan tubuh: yang dimaksudkan Reaksi Ono Niha atas Pelarangan dari
dengan kebangkitan tubuh adalah Misionaris
kebangkitan tubuh yang baru, tubuh yang
sempurna, yang tidak cacat. Tubuh yang Walaupun tanpa adu and ere, Ono Niha
baru tidak akan mati (1 Kor 15:42, 49; Luk tetap melakukan upacara adat di sekitar
20:35), tubuh itu memiliki kekuatan dan kematian, seperti misalnya fangotome’ö (memberi
kehormatan, itu adalah tubuh roh, sama makan seseorang yang akan meninggal),
seperti Yesus Kristus ketika Dia fange’esi (menangisi orang yang meninggal),
memperliharkan diriNya kepada para murid fangasi (pengadaan pesta sesudah pemakaman),
sesudah kebangkitanNya. Orang-orang yang dan fanibo tufo (meletakkan kasur dan pakaian
tidak percaya, juga akan dibangkitkan, tapi di atas makam). Satu-satunya hal yang
mereka akan menerima tubuh yang tidak ditinggalkan ialah fangai mökömökö yang
memiliki kekuatan dan kehormatan (Dan berhubungan dengan pembuatan adu. Ritus-
12:2). Kelakuan seseorang selama hidupnya ritus lain masih tetap dilakukan. Seperti yang
akan terlihat pada saat kebangkitan.68 dikatakan sebelumnya, peran dari ere dan adu
Zaman akhir. Mereka menerangkan bahwa diambil alih oleh pelayan gereja yang
Yesus berjanji akan kembali lagi. (Yoh 3:3), memimpin doa dan ibadah. Walaupun sudah
tapi tak seorangpun tahu kapan waktunya ada larangan yang diputuskan oleh konferensi
(Mk 13:32). Alkitab memuat tulisan tentang para satua Niha Keriso, sangatlah sulit bagi Ono
tanda-tanda kedatangan Kristus seperti Niha untuk meninggalkan ritus adat mereka di
misalnya dalam Mat. 24:29-31, Luk 21:9, 2 sekitar kematian, khususnya fangasi. Inilah
Thes. 2:3, dan Wahyu 20-22. Akhirnya dua alasan mengapa para misionaris, didukung oleh
orang guru jemaat itu menulis: ‘Karena itu para guru jemaat dan pendeta pribumi
saudara-saudaku, tetaplah teguh, tidak menetapkan seperangkat disiplin gereja
goyah, senantiasa bersukacita dalam (amakhoita). Dalam amakhoita pertama tahun
pekerjaan Tuhan, karena ketahuilah, di 1923, ada dua aturan mengenai upacara adat di
dalam Tuhan, upayamu tidak sia-sia’ (1 Kor sekitar kematian yaitu: pertama, bila seseorang
15:58). Tulisan tentang kebangkitan ini meninggal, harus dilaporkan kepada pelayan
adalah hasil ajaran para misionaris di gereja. Bila tidak, mereka yang melalaikan hal
seminari, yang telah menjadi penghiburan ini harus menerima bimbingan khusus selama
yang besar bagi anggota-anggota jemaat. tiga bulan. Kedua, Fangasi dan fangai mökömökö
dilarang. Mereka yang tidak menaatinya akan
dikucilkan dari gereja:69 Sikap ini dilanjutkan
oleh gereja ketika menjadi satu lembaga di
Mahakuasa ‘karena Dia berfirman, dan semua itu jadi’ tahun 1936.
(Maz 33:9). Tuhan akan menciptakan tubuh dan
Di dalam amakhoita70 secara tegas dikatakan
memberikan kehidupan kepada manusia. Dalam dunia
ini, manusia tidak mengerti hal-hal yang kekal, tapi bahwa Orang Kristen tidak diijinkan
nanti (berhadapan dengan Allah) mereka akan mengerti menyembah roh para leluhur; fangasi dan fanibo
(Yoh 13:7). tufo dilarang. Orang Kristen juga dilarang
68
Filemo dan Talini menerangkan bahwa ada menghadiri upacara adat dari orang-orang yang
ajaran para penatua di Nias, bahwa di kemudian hari, di bukan Kristen. Mereka yang melanggar
saat pengadilan Terakhir, ada satu jalan yang disebut amakhoita akan dihukum dalam bentuk tidak
‘bawa gawuwukha mböröwa’ dengan jembatan yang diijinkan menerima sakramen, dan
terbuat dari besi yang berwarna merah dan tajam dan kemungkinan dikeluarkan dari gereja.
hanya selebar sehelai rambut. Orang jahat tak akan
berhasil melewati jembatan kecil itu. Misalnya seorang Di Pulau-pulau Batu sikap para misionaris
pencuri, tidak akan berhasil, karena tubuhnya akan NLG tidak berbeda dengan sikap para
dibebani oleh barang yang dicurinya: babi, ayam, beras, misionaris RMG di Nias. Mereka dengan tegas
kelapa, dan semua lain yang bukan miliknya. Semua itu melarang pembuatan adu dan penyembahan
akan bergelantungan keluar dari tubuhnya, bahunya, roh-roh leluhur. Menangis dengan suara
kepala, belakang dll. Ceritera ini mungkin saja pengaruh
69
dari Islam, tapi sejalan dengan apa yang ditulis dalam Bnd. Amakhoita Sogoena ba Mbanoea Niha
Alkitab, bahwa ‘… semua akan menjadi nyata – mereka Keriso ba Dano Nias, 1923, 6-8.
70
yang berbuat baik, akan bangkit kepada kehidupan, dan Bnd. Amakhoita ba mbanoea Niha Keriso si
mereka yang berbuat jahat, kepada kutukan’ (Yoh. Faoedoe ba Daroma Li Lowalangi, Nihonogöi mbanua
5:29). Niha Keriso Protestan ba Danö Nias (Ibr. 9:1), 1939.
REFERENSI