Anda di halaman 1dari 23

DETASEMEN KESEHAT AN WILAYAH 02.04.

02
RUMAH SAKIT Tk. III 02.06.01 dr. BRATANATA
Jl. Raden mattaher 33 jambi telp. (0741) 23164, 34566
Email :rsdr bratanata@yahoo.co.

SURAT KEPUTUSAN
NOMOR : Kep/0169/I/2022
TENTANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS ANESTESI DAN SEDASI
Menimbang :
1. Bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit Tk III dr. Bratanata perlu disusun Panduan Praktik Klinis bagi dokter di
Rumah Sakit Tk III dr. Bratanata
2. Bahwa dalam Panduan Praktik Klinis bagi dokter di Rumah Sakit Tk III dr.
Bratanata bertujuan untuk memberikan acuan bagi dokter dalam memberikan
pelayanan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan sekaligus
menurunkan angka rujukan
3. Bahwa buku panduan praktik klinis tersebut digunakan sebagai bahan acuan
kegiatan pelayanan medis
4. Bahwa untuk kepentingan tersebut diatas perlu ditetapkan dalam surat
keputusan

Mengingat :
1. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
2. Surat keputusan Menkes No. 436 / Menkes / SK / VI / 1993 tentang penetapan
standar pelayanan Rumah Sakit
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2009 tentang Praktik
Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2013
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755 /Menkes/PER/IV/2011 tentang
Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran;
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menker/SK II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu : Memberlakukan Panduan Praktik Klinis Anestesi dan Sedasi di
Rumah Sakit Tk III dr.Bratanata jambi.
Kedua : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan
diperbaiki sebagai mana mestinya bila terdapat kekeliruan dalam
surat keputusan ini.

Ditetapkan di : Jambi
Pada Tanggal : 14 Januari 2022
Kepala Rumah Sakit TK III Dr. Bratanata

dr. Fauzi Mustakman SpB.,MARS


Mayor Ckm NRP 11040000290974
DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 02.04.02
RUMAH SAKIT TK. III 02.06.01 dr. BRATANATA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Pelayanan anestesiologi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari
pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan
ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang anestesia. Peningkatan kebutuhan
pelayanan anestesi ini tidak diimbangi dengan jumlah dan distribusi dokter spesialis
anestesiologi secara merata. Keadaan tersebut menyebabkantindakan anestesi di
rumah sakit dilakukan oleh perawat anestesi sehingga tanggung jawab terhadap
pelayanan ini menjadi tidak jelaskhususnya untuk rumah sakit yang tidak memiliki
dokter spesialis anestesiologi.
Pelayanan anestesi di rumah sakit, antara lain meliputi pelayanan
anestesia/analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanan kedokteran
perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi jantung paru dan otak,
pelayanan kegawatdaruratan dan terapi intensif.Oleh sebab itu, dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan anestesia di Rumah Sakit, disusunlah Panduan
Pelayanan Anestesi di Rumah Sakit.

B. Tujuan
Memberikan pelayanan anestesi, analgesia dan sedasi yang efektif,
berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien yang menjalani pembedahan,
prosedur medis atau trauma yang menyebabkan rasa nyeri, aman kecemasan dan
stres psikis lain.
1. Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan napas, pernapasan,peredaran darah
dan kesadaran pasien yang mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena
menjalani pembedahan, prosedur medis,trauma atau penyakit lain.
2. Melakukan terapi intensif dan resusitasi jantung, paru, otak (bantuan hidup dasar,
lanjutan dan jangka panjang) pada kegawatan mengancam nyawa dimanapun pasien
berada (ruang gawat darurat,kamar bedah, ruang pulih, ruang terapi intensif/HCU).
3. Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa dan metabolisme tubuh
pasien yang mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena menjalani
pembedahan, prosedur medis, trauma atau penyakit lain.
4. Menanggulangi masalah nyeri akut di rumah sakit (nyeri akibat pembedahan,
trauma, maupun nyeri persalinan).
5. Menanggulangi masalah nyeri kronik dan nyeri membandel (nyeri dan penyakit
kronis).
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup pelayanan anestesi di rumah sakit mencakup pelayanan:
1. Pelayanan anestesi mencakup tindakan anestesi (pra anestesi, intra anestesi dan
paska anestesi)
2. Penanggulangan nyeri
3. Resusitasi jantung paru
4. Pelayanan Anestesi Rawat Jalan
5. Pelayanan Pasien Kritis
6. Pelayanan Paska – Anestesi
B. Landasan Hukum
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi DanTerapi Intensif Di Rumah Sakit
C. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Pelayanan anestesi dan terapi intensif di rumah sakit dilaksanakan dengan
pendekatan tim yang terdiri dari dokter spesialis anestesiologi dibantu oleh perawat
anestesia/perawat.Staf Medis Fungsional (SMF) anestesiologi dan terapi intensif
dipimpin oleh dokter spesialis anestesiologi. Jumlah kebutuhan tenaga anestesiologi
dan terapi intensif disesuaikan dengan beban kerja dan klasifikasi pelayanan
anestesiologi dan terapi intensif yang diselenggarakan.
Tabel ketenagaan
KLASIFIKASI RUMAH SAKIT
NO
JENISTENAGA Kelas C

1 3
Dokter spesialis anestesiologi

2 Dokter PPDS -

3 Dokter Umum -

Perawat anestesi / perawat


4 5
RR
Pelayanan anestesi dilakukan oleh tim Anesthesi dari luar Rumah Sakit Tk. III dr.
Bratanata ( dokter tamu ) yang terdiri dari dokter spesialis anestesiologi dan dibantu
oleh perawat Anesthesi. Dokter spesialis Anestesiologi, yaitu dokter yang telah
menyelesaikan pendidikan program studi dokter spesialis anestesiologi di pusat
pendidikan yang diakui atau lulusan luar negeri yang telah mendapatkan Surat Tanda
Registrasi
a. Dokter Spesialis anestesi Konsultan, yaitu doter spesialis anestesiologi
yang telah mendalami salah satu cabang ilmu anestesiologi yang telah
diakui
b. Dokter umum yaitu dokter yang selama pendidikan kedokteran
mendapatkan kompetensi melakukan tindakan anestesi atau dokter umum
yang telah bekerja di pelayanan anestesiologi dan reanimasi sekurang -
kurangnya 6 ( enam ) bulan.
c. Perawat Anesthesi, yaitu perawat yang telah menyelesaikan pendidikan
anestesiologi di pusat pendidikan yang diakui dan telah mendapatkan Surat
Tanda Registrasi

D. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga dokter anestesi di rumah sakit terlampir.
Standart fasilitas untuk pelayanan anestesi,yang tersedia di rumah sakit adalah :
NO JENIS PERALATAN JUMLAH
1 Mesin anesthesi yang mempunyai anti hipoksi device dengan 2
circle syatem dengan O2 dan udara tekan ( air ) dengan
vaporizer untuk volatine agent,sirkuit bisa untuk anak - anak
dan dewasa
2 Set anestesi pediatrik 1
3 Ventilator yang digerakkan dengan O2 tekan atau udara 1
tekan, ventilator ini harus dapat dihubungkan dengan mesin
anestesi
4 Nasopharingeal airway ukuran dewasa (semua ukuran), 2
Oropharingeal airway,Resusitasi set, Defribilator unit,
sarana krikotirotomi
5 Laringoskop dewasa dengan daun lengkang ukuran 1-4, 2
bougie dan LMA
6 Laringoskop bayi -
7 Konektor dari pipa oro dan nasotrakeal dengan mesin 2
anestesi
8 Pipa trakea oral/nasal dengan cuff (plain endotraeheal tube) 2
no. 2 ½, 3, 3 ½, 4,5
9 Pipa trakea spiral no. 5, 5 ½, 6, 6 ½,7, 7 ½, 8 2
10 Pipa orotrakea dengan cuff (cuff orotracheal tube) no. 5 ½, 2
6, 6 ½, 7, 7½, 8,
11 Pipa nasotrakea dengan cuff no. 5 ½,6, 6 ½, 7, 7 ½, 8 2
12 Magill forceps ukuran dewasa 2
13 Magill forceps ukuran anak -
14 Stetoskop 3
15 Tensimeter non invansif 2
16 Timbangan berat badan 1
17 Termometer 2
18 Infusion standard 5
19 Perlengkapan anastesia regional 5
20 Suction pump 2
21 Medicine troley + 2
22 Defibrilator with monitor -
23 CVP Set -
24 Monitor EKG 2
25 Tabung N2O -
26 Sistem pemberian oksigen portable -
27 Sungkup muka 6
28 Alat memonitoring gas anestesi, O2 dang gas medik 1
29 Anestesi peridural -
30 LMA -
31 Alat pemanas infuse -
BAB III
STANDAR PELAYANAN

Pelayanan anestesi, sedasi ringan, moderat dan dalam (termasuk layanan yang
diperlukan untuk kegawatdaruratan) tersedia 24 jam 7 (tujuh) hari. Jenis pelayanan
anestesi yang diselenggarakan dirumah sakit meliputi pelayanan :

A. Pra-Anestesi
Periode Pra Anestesi

1. Kunjungan pra anestesi


Pada periode ini spesialis anestesi melakukan pemeriksaan fisik umum,
pendekatan fisiologis dan pemeriksaan penunjang sesuai status fisik pasien kalau
perlu dikonsulkan kespesialis lain hingga ditegakkan diagnose anestesi dan rencana
anestesi

2. Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesiologi harus dilakukan


sebelum tindakan anestesi untuk memastikan bahwa pasien berada dalam kondisi
yang layak untuk prosedur anestesi.
3. Dokter spesialis anestesiologi bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan
status medis pasien pra-anestesia berdasarkan prosedur sebagai berikut :
Anamnesis dan pemeriksaan pasien.
a. Meminta dan/atau mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi yang
diperlukan untuk melakukan anestesi.
b. Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan anestesi yang akan dilakukan.
c. Memastikan bahwa pasien telah mengerti dan menandatangani persetujuan
tindakan.
d. Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesi dan obat-obat yang
akan dipergunakan.
e. Pemeriksaan penunjang pra-anestesi dilakukanan sesuai Standart Profesi dan
Standart Prosedur Operasional
4. Tersedianya oksigen yang memenuhi syarat dan aman. Pelayanan pra -
anestesi ini dilakukan pada semua pasien yang akan menjalankan tindakan
anestesi. Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya pada kondisi gawat darurat
langkah- langkah pelayanan pra anestesi dapat diabaikan dan alasannya harus di
dokumentasikan didalam rekam medik pasien.

B. Pelayanan Intra Anestesi

1. Dokter spesialis anestesi dan tim pengelola harus tetap berada di kamar operasi
selama tindakan anestesi umum dan regional serta prosedur yang memerlukan
tindakan sedasi. Dokter anestesi memastikan area-area di dalam rumah sakit
tempat sedasi moderat dan dalam dapat dilakukan.
2. Pemberian pre oksigenasi dengan oksigen 100% (minimal 6-8 l/mnt) dengan
sungkup muka selama 3-4 menit.
3. Induksi anestesi dilakukan dengan pemberian sedatif, relaksan, analgesic sesuai
dengan keadaan fisik pasien.
4. Untuk pasien balita induksi dengan anestesi inhalasi selanjutnya diberikan
relaksan dan analgetik.
5. Pemberian pelumpuh otot untuk pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal
sebaiknya digunakan Atrakium 0,5 mg/kg BB, IV pelan
6. Untuk pasien dengan status hemodinamik tidak stabil, pasien dengan strumektomi,
operasi vaskuler sebaiknya menggunakan Vecuronium bromide (Norcuron) 0,1
mg/kg BB.
7. Intubasi dengan pipa endotrakeal, sesuai dengan ukuran dan kebutuhan,
sebaiknya didahului dengan pemberian lidokain 1mg/kg BB atau spray 1 menit
sebelum intubasi.
8. Pemeliharaan anestesi dan monitoring didokumentasikan dalam form LEMBAR
PEMANTAUAN ANESTESI dan ditandatangani oleh dokter anestesi dan perawat
anastesi
9. Selama pemberian anestesi harus dilakukan pemantauan dan evaluasi secara
kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan, serta
didokumentasikan pada catatan anestesi.
10. Pengakhiran anestesi harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu
dan perfusi jaringan dalam keadaan stabil.
C. Pelayanan Pasca-Anestesi

1. Setiap pasien paska tindakan anestesi harus dipindahkan ke ruang


pulih Sadar kecuali atas perintah khusus dokter spesialis anestesi atau
dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut, pasien juga
dapat dipindahkan langsung ke unit perawatan kritis (HCU).
2. Fasilitas, sarana dan peralatan ruang pulih harus memenuhi
persyaratan yang berlaku.
3. Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih, tetapi
beberapa di antaranya memerlukan perawatan di unit perawatan kritis
(HCU).
4. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh dokter
spesialis anestesiologi atau anggota tim pengelola anestesi.Selama
pemindahan, pasien harus dipantau/dinilai secara kontinual dan
diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien.
5. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada
perawat ruang pulih sadar dan disertai laporan kondisi pasien.
6. Kondisi pasien di ruang pulih harus dinilai secara kontinual dengan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
7. Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien
dari ruang pulih.

D. Penanggulangan Nyeri Akut


Pelayanan nyeri adalah pelayanan penangulangan nyeri (rasa tidak nyaman yang
berlangsung dalam periode tertentu) baik akut maupun kronis. Pada nyeri akut, rasa
nyeri timbul secara tiba-tiba yang terjadi akibat pembedahan, trauma, persalinan dan
umumnya dapat diobati.Pada nyeri kronis, nyeri berlangsung menetap dalam waktu
tertentu dan seringkali tidak responsif terhadap pengobatan.
Kelompok pasien di bawah ini merupakan pasien dengan kebutuhan khusus yang
memerlukan perhatian:
1. anak-anak.
2. pasien obstetrik.
3. pasien lanjut usia.
4. pasien dengan gangguan kognitif atau sensorik.
5. pasien yang sebelumnya sudah ada nyeri atau nyeri kronis.
6. pasien yang mempunyai risiko menderita nyeri kronis.
7. pasien dengan kanker.
8. pasien dengan ketergantungan pada opioid atau obat/bahan lainnya.
Penanggulangan efektif nyeri akut dan kronis dilakukan berdasarkan standar prosedur
operasional penanggulangan nyeri akut dan kronis yang disusun mengacu pada
standar pelayanan kedokteran

E. Resusitasi Jantung Paru


1. Pelayanan tindakan resusitasi meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka
panjang.
2. Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi memainkan
peranan penting sebagai tim resusitasi dan dalam melatih dokter, perawat serta
tenaga non medis di rumah sakit.
3. Standar Internasional serta pedoman praktis untuk resusitasi jantung paru
mengikuti AHA ( American Heart Association ) Th. 2010.
4. Semua upaya resusitasi harus dimasukkan ke dalam audit yang berkelanjutan.

F. Pelayanan Anestesi Rawat Jalan


1. Pelayanan anestesi rawat jalan diberikan pada pasien yang menjalani tindakan
pembedahan sehari untuk prosedur singkat dan pembedahan minimal serta
tidak menjalani rawat inap.
2. Pasien dengan status fisik ASA 1 dan 2 serta ASA 3 yang terkendali sesuai
penilaian dokter spesialis anestesi dan disiapkan dari rumah.
3. Penentuan lokasi unit pembedahan sehari harus mempertimbangkan
unit/fasilitas pelayanan lain yang terkait dengan pembedahan sehari dan akses
layanan perioperasi

G. Pelayanan Pasien Kritis


1. Pelayanan pasien kondisi kritis diperlukan pada pasien dengan kegagalan
organ yang terjadi akibat komplikasi akut penyakitnya atau akibat sekuele dari
regimen terapi yang diberikan.
2. Pelayanan pasien kondisi kritis dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi
atau dokter lain yang memiliki kompetensi.
3. Seorang dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi harus senantiasa siap untuk mengatasi setiap perubahan yang
timbul sampai pasien tidak dalam kondisi kritis lagi.
4. Penyakit kritis sangat kompleks atau pasien dengan komorbiditi perlu koordinasi
yang baik dalam penanganannya.
5. Seorang dokter anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi diperlukan
untuk menjadi koordinator yang bertanggung jawab secara keseluruhan
mengenai semua aspek penanganan pasien, komunikasi dengan pasien,
keluarga dan dokter lain.
6. Pada keadaan tertentu ketika segala upaya maksimal telah dilakukan tetapi
prognosis pasien sangat buruk, maka dokter spesialis anestesi atau dokter lain
yang memiliki kompetensi harus melakukan pembicaraan kasus dengan dokter
lain yang terkait untuk membuat keputusan penghentian upaya terapi dengan
mempertimbangkan manfaat bagi pasien, faktor emosional keluarga pasien dan
menjelaskannya kepada keluarga pasien tentang sikap dan pilihan yang
diambil.
7. Semua kegiatan dan tindakan harus dicatat dalam catatan medis.
8. Karena tanggung jawabnya dan pelayanan kepada pasien dan keluarga yang
memerlukan energi pikiran dan waktu yang cukup banyak maka dokter spesialis
anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi berhak mendapat imbalan
yang seimbang dengan energy dan waktu yang diberikannya.
9. Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi berperan
dalam masalah etika untuk melakukan komunikasi dengan pasien dan
keluarganya dalam pertimbangan dan pengambilan keputusan tentang
pengobatan dan hak pasien untuk menentukan nasibnya terutama pada kondisi
akhir kehidupan.
10. Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi
mempunyai peran penting dalam manajemen unit terapi intensif, membuat
kebijakan administratif, kriteria pasien masuk dan keluar, menentukan standar
prosedur.

H. Pelayanan Pasca – Anestesi


1. Selama pemindahan, pasien harus dipantau/dinilai secara kontinual dan
diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien.
2. Setiap pasien pasca tindakan anestesi harus dipindahkan ke ruang pulih sadar
kecuali atas perintah khusus dokter spesialis anestesi atau dokter yang
bertanggung jawab terhadap pasien tersebut, pasien juga dapat dipindahkan
langsung ke unit perawatan kritis (HCU).
3. Fasilitas, sarana dan peralatan ruang pulih harus memenuhi persyaratan yang
berlaku.
4. Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih, tetapi beberapa di
antaranya memerlukan perawatan di unit perawatan kritis (HCU).
5. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh dokter spesialis
anestesi atau anggota tim pengelola anestesi.
6. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat ruang
pulih dan disertai laporan kondisi pasien.
7. Kondisi pasien di ruang pulih harus dinilai secara kontinual.
8. Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari ruang
pulih.
Selain itu pelayanan tindakan anestesi juga memberikan pelayanan anestesia
regional yang mencakup :
a. Pelayanan anestesi regional adalah tindakan pemberian anestetik untuk
memblok saraf sehingga tercapai anestesia dilokasi operasi sesuai dengan
yang diharapkan.
b. Analgesi regional dilakukan oleh dokter spesialis anestesi yang kompeten
ditempat yang tersedia sarana dan perlengkapan untuk tindakan anestesia
umum sehingga bila diperlukan dapat dilanjutkan atau digabung dengan
anestesi umum.
c. Pada tindakan analgesi regional harus tersedia alat pengisap tersendiri yang
terpisah dari alat penghisap untuk operasi.
d. Sumber gas oksigen tersedia dalam jumlah yang cukup untuk operasi yang
lama atau bila dilanjutkan dengan anestesi umum.
e. Analgesi regional dimulai oleh dokter spesialis anestesi dan dapat dirumat oleh
dokter atau perawat anestesi/perawat yang mendapat pelatihan anestesi
dibawah supervisi dokter spesialis anestesi.
f. Pemantauan fungsi vital selama tindakan analgesi regional dilakukan sesuai
standar pemantauan anestesi.
g. Analgesi regional dapat dilanjutkan untuk penanggulangan nyeri pasca bedah
atau nyeri kronik.
h. Pemantauan di luar tindakan pembedahan/di luar kamar bedah dapat
dilakukan oleh dokter atau perawat anestesi/perawat yang mendapat pelatihan
anestesi dibawah supervisi dokter spesialis anestesi.
i. Layanan anestesi regional juga diberikan pada pasien obsterik, yang
mencakup :
1) Anestesi regional hendaknya dimulai dan dirumat hanya di tempat
tempatdengan perlengkapan resusitasi serta obat-obatan yang tepat dan dapat
segera tersedia untuk menangani kendala yang berkaitan dengan prosedur.
2) Anestesi regional diberikan oleh dokter spesialis anestesi setelah pasien
diperiksa dan diminta oleh seorang dokter spesialis kebidanan dan kandungan
atau dokter yang merawat.
3) Anestesi regional dimulai oleh dokter spesialis anestesi dan dapat dirumat oleh
dokter spesialis anestesi atau dokter/perawat anestesi/perawat di bawah supervisi
dokter spesialis anetesiologi.
4) Selama pemulihan dari anestesi regional, setelah bedah sesar dan atau blok
regional ekstensif diterapkan standar pengelolaan pasca anestesi.
5) Pada pengelolaan pasca persalinan, tanggung jawab utama dokter spesial
anestesi adalah untuk mengelola ibu, sedangkan tanggung jawab pengelolaan
bayi baru lahir berada pada dokter spesialis lain. Jika dokter spesialis anestesi
tersebut juga diminta untuk memberikan bantuan singkat dalam perawatan bayi
baru lahir, maka manfaat bantuan bagi bayi tersebut harus dibandingkan dengan
risiko terhadap ibu.

I. Mutu dan keselamatan pasien dalam pelayanan anestesi

1 Dokter spesialis anestesiologi bertanggung jawab untuk menetapkan pengukuran


mutu dan keselamatan pasien selama pra anestesi, tindakan anestesi baik
anestesi umum maupun regional serta pasca anestesi termasuk prosedur yang
memerlukan tindakan sedasi , berdasarkan prosedur sebagai berikut :
a. Mempelajari faktor faktor yang berkaitan dengan pengukuran mutu dan
keselamatan pasien dalam pelayanan yang diperlukan dalam melakukan
anestesi.
b. Mendiskusikan dan menjelaskan pada pengelola pelayanan anestesi tentang
pengukuran mutu dan keselamatan pasien dalam tindakan anestesi yang akan
dilakukan.
c. Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan faktor yang berkaitan dengan
pengukuran mutu dan keselamatan pasien dalam pelayanan anestesi,
2. Dokter spesialis anestesi dan tim pengelola melakukan monitoring dalam
pengukuran mutu dan keselamatan pasien selama pra anestesi, tindakan
anestesi baik anestesi umum maupun regional serta pasca anestesi termasuk
prosedur yang memerlukan tindakan sedasi.
3. Setelh dilakukan monitoring dalam pengukuran mutu dan keselamatan pasien
selama pra anestesi, tindakan anestesi serta pasca anestesi maka akan
dilakukan pelaporan dalam bentuk pemantauan pelayanan anestresi, meliputi :
a. Pelaksanaan asesmen pra anestesi dan sedasi
b. Monitoring dan evaluasi status fisiologis selama anestesi dan sedasi
c. Monitoring dan evaluasi proses pemulihan pasca anestesi dan sedasi
d. Monitoring dan evaluasi konversi tindakan dari lokal/regional ke general
4. Pelaksanaan program mutu dan keselamatan pasien dalam anestesi, sedasi
moderat dan dalam dan diintegrasikan dgn program mutu RS.
BAB IV
PELAYANAN SEDASI

Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan / kontinua, sehingga tidak dapat
di predikasi bagaimana respon pasien yang mendapatkan sedasi. Oleh karena itu
petugas anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan penanganan
segera terhadap pasien yang efek sedasinya lebih dalam / berat daripada efek yang
seharusnya terjadi.
Layanan sedasi di rumah sakit dilaksanakan tidak hanya di kamar operasi tetapi
juga di laksanakan pada unit lain seperti pada IGD, Endoscopy. Untuk layanan sedasi
yang di kerjakan di unit lain adalah layanan sedasi ringan. Berikut ini kategori atau
tingkatan sedasi :
A. Sedasi Ringan
Adalah Obat yang digunakan pada tingkat ini, yang mana pasien masih
menunjukkan respon yang normal pada perintah suara. Meskipun fungsi dan
koordinasinya terganggu / berkurang. Fungsi ventilasi dan kardiovaskuler mungkin
kurang efektif.Contoh sedasi minimal adalah : anestesi local atau topical,pemberian
1 jenis obat sedative / analgesic oral dengan dosis yang sesuai untuk penanganan
insomnia, ansietas atau nyeri.
B. Sedasi Moderate
Adalah Obat yang digunakan pada tingkat ini, menyebabkan depresi yang
mana pada tahap ini pasien masih mudah merespon terhadap perintah suara
maupun stimulasi tactil. Tidak diperlukan intervensi untuk management airway,
ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler biasanya terpelihara
C. Sedasi Dalam
Adalah obat yang menginduksi untuk mendepresi kesadaran dan pasien
tidak dapat dibangunkan, tetapi dapat merespon apabila di bangunkan secara
berulang dan nyeri. Kemampuan untuk bernafas mungkin akan turun. Pasien
mungkin membutuhkan bantuan untuk menjaga jalan nafas dan bernafas secara
secara spontan.Fungsi kardio vaskuler biasanya terjagadengan baik.Ada 3 langkah
utama dalam sedasi, yaitu :
1. Pra sedasi
Dalam pra sedasi ada bebarapa hal yang perlu diperhatikain,hal ini untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien. Sering kali rasa cemas pasien dapat
dikurangi dengan memberika penjelasan dan pendidikan kesehatan bagi pasien dan
keluarga pasien.
Hal – hal yang perlu dilaksanakan pada pre sedasi antara lain :
a. Persetujuan tindakan
Pasien dan keluarga pasien harus mendapatkan informasi tentang komponen
rencana tindakan sedasi yang mencakup : risiko, keuntungan dan alternative dari
tindakan sedasi. Point penting pada pemberian informasi kepada pasien dan
keluarganya mencakup :
1. Durasi / lamanya dari tindakan sedasi
2. Respon terhadap reaksi sedasi yang bervariasi
3. Kemungkinan terjadinya kegagalan pada saat dilakukan tindakan
sedasi
4. Kemungkinan timbulnya efek samping dari tindakan sedasi
5. Alternative lain apabila pasien tidak bisa / kegagalan saat dilakukan
tindakan sedasi
6. Kemungkinan observasi ketat yang akan dilakukan oleh perawat
setelah tindakan sedasi
7. Adanya penilaian/kreteria apabila pasien pulang
Pemberian persetujuan tindakan sedasi ini harus dilengkapi dan didokumentasikan
pada medical record pasien.
b. Status ASA
Status ASA pasien di nilai sebelum dilakukan tindakan sedasi.
c. Riwayat pemberian obat sedasi yang pernah di dapatkan pasien, termasuk reaksi
yang ada ( termasuk reaksi alergi )
d. Status puasa
Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan sedasi harus di puasakan sesui dengan
panduan dari Directorate of Anaesthesia, Panduan puasa sebelum pasien menjalani
prosedur sedasi menurut :
AMERICASOCIETY OF ANESTHESIOLOGIST
JENIS MAKANAN PERIODE PUASA MINIMAL
Cairan bening / jernih 2 jam
Air susu Ibu ( ASI ) 4 jam
Susu formula untuk bayi 6 jam
Susu sapi 6 jam
Makanan ringan 6 jam

Instruksi tentang puasa di berikan pada pasien sebagai persiapan sebelum


tindakan sedasi dan harus di lakukan pengecekan dengan memberikan pertanyaan
pada pasien mencakup jam berapa pasien terakhir kali makan dan minum. Dan data
ini harus didokumentasikan.
e. Berat badan dan tanda vital
f. Pemeriksaan fisik yang lengkap
g. Untuk pasien yang poliklinik / rawat jalan, harus ada orang dewasa / keluarg
yang mendampingi dan berpertanggungjawab saat tindakan dan saat pasien pulang
dan harus didampingi sepanjang malam saat di rumah
h. Pengaturan saat pasien pulang

2. Intra sedasi
Selama proses sedasi dilakukan penilaian dan pencatatan yang meliputi ;
a. Pengecekan kembali identitas pasien pasien yang disesuaikan dengan gelang
pasien
b. Semua pasien yang akan mendapatkan sedasi melalui injeksi intravenous
harus sudah terpasang akses intravenous catheter
c. Pada setiap tahapan sedasi dilakukan manajemen yang tepat meliputi :
1. Tepat obat yang dipakai, tepat dosis, tepat rentang waktu pemberian obat
2. Penggunaan obat antagonis dan reserval
3. Managemen / pengelolaan pasien apabila terjadi kegagalan dalam tindakan
pemberian sedasi
4. Tepat pemberian resep untuk obat sedasi
d. Pasien yang dilakukan tindakan sedasi harus mempunyai data monitoring,
termasuk monitoring sebelum dilakukan tindakan pemberian sedasi. Monitoring ini
harus dilakukan secara kontinua, yang meliputi :
1. Tingkat kesadaran pasien
2. SpO2
3. Tekanan darah pasien setiap 5 menit selama 30 menit pertama
4. Jumlah pernafasan dalam 1 menit( paling tidak dilakukan setiap 5 menit )
5. ECG monitor (terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung )
e. Untuk prosedur tindakan yang lama, perhatikan :
1. Posisi pasien
2. Cairan ( Pemasangan infus wajib dilakukan )
3. Kontrol suhu tubuh pasien
4. Gunakan pelindung untuk melindungi bgian tubuh yang tertekan
3. Post sedasi
Penilaian setelah pemberian sedasi :
a. Pasien di observasi di ruang pemulihan selama 30 menit, atau sampai dengan
efek sedasi menghilang
b. Biasanya tidak ada efek lanjutan / ikutan setelah pemberian sedasi. Akan tetapi
terdapat kemungkinan terjadinya gengguan, reflek / reaksi dan ingatan jangka
pendek selama 24 jam pasca-sedasi.
c. Pasien tidak diperbolehkan untuk mengemudi sehingga diperlukan orang
dewasa lainnya untuk mendampingi pasien pulang ke rumah.
d. Pasien juga disarankan untuk tidak mengoperasikan peralatan yang berbahaya,
membuat keputusan penting atau menandatangani dokumen resmi apapun
dalam 24 jam pasca- sedasi.
Karena pemberian obat sedasi dapat menimbulkan efek yang lebih dari yang
diharapkan, dari yang ringan sampai dengan berat, tergantung dari respon
pasiennya, maka pemberian obat – obatan sedasi seharusnya bisa menolong
pasien bila terjadi kejadian yang tidak diharapkan,penolong yang dimaksud
harus bisa membebaskan airway, memberi nafas buatan untuk mencegah
terjadinya hipoksi maupun hipoventilasi, bisa mengatasi gangguan
cardiovascular misalnya hipotensi dan mengembalikan keadaan pasien ke level
sedasi yang dikehendaki.
Respon pada pasien sedasi
RESPON SEDASI
SEDASI SEDANG SEDASI BERAT
PASIEN RINGAN
Respon Normal Merespon terhadap Merespon setelah
terhadap stimulus sentuhan diberikan stimulus
stimulus verbal berulang / stimulus
nyeri
Jalan Nafas Tidak Tidak perlu Mungkin perlu
berpengaruh intervensi intervensi
Ventilasi Tidak Adekwat Dapat tidak adekwat
spontan terpengaruh
Fungsi Tidak Biasanya dapat Biasanya dapat
Kardiovaskuler terpengaruh dipertahankan dipertahankan dengan
dengan baik baik
Dalam proses pemberian tindakan sedasi maka kita harus menyiapakan peralatan
yang diperlukan. Prosedur peralatan yang disiapkan antara lain :
1) Alat resusitasi dasar maupun lanjutan
2) Oksigen
3) Suction high pressure, suction kateter
4) Trolley obat obat emergency
5) Pulse oxymetri, ECG, Tensimeter automatic
6) IV canul
7) Cairan infuse
8) Obat obat sedasi, antidontum dan obat obat lain seperti anti emetic,anti
anaphilatic
9) Alat alat penghangat
10) Catatan rekam medik

Untuk pasien rawat jalan atau one day surgery maka diperlukan suatu kriteria
pemulangan pasien agar pasien aman. Kriteria pasien pulang mencakup :
1) Pasien harus sadar dan memiliki orientasi yang baik. Bayi dan pasien dengan
gangguan status mental harus kembali ke status semula / awal ( sebelum
menjalani prosedur tindakan ). Dokter dan pasien anak – anak yang memiliki
risiko obstruksi jalan nafas harus duduk dengan posisi kepala menunduk ke
depan.
2) Tanda vital harus stabil
3) Penggunaan system scoring dapat membantu pencatatan kriteria pemulangan
pasien
4) Telah melewati waktu yang cukup ( hingga 2 jam ) setelah pemberian terakhir
dosis antagonis ( nalokson , flumazenil ), untuk memastikan bahwa pasien tidak
masuk ke fase sedasi kembali, setelah efek obat antagonis menghilang
5) Pasien rawat jalan boleh dipulangkan dengan didampingi oleh orang dewasa
yang dapat mengantarkan pasien sampai ke rumah dan melaporkan jika terjadi
komplikasi paska – prosedur
6) Pasien rawat jalan dan pendampingnya harus di berikan instruksi tertulis
mengenai diet paska – prosedur, obat – obatan, aktivitas, dan nomor telepon
yang dapat dihubungi jika terjadi keadaan emergensi.

Beberapa scoring system yang digunakan adalah :

1) Bromage score
SCORE DISKRIPSI
0 Gerakan Penuh Dari Tungkai
1 Tak Mampu Ekstensi Tungkai
2 Tak Mampu Fleksi Lutut
3 Tak Mampu Fleksi pergelangan Kaki

2) Steward Score
SCORE PERNAFASAN KESADARAN AKTIVITAS
2 Batuk, menangis Menangis Gerak bertujuan
1 Pertahankan jalan Menangis dengan Gerak tidak
nafas rangsangan bertujuan
0 Perlu bantuan Tidak ada respon Tidak ada aktivitas
3) Aldrette Score
AKTIVITAS RESPIRASI SIRKULASI KESADARAN SATURASI
SCORE
O2
2 Gerak Dapat TD±20 Sadar penuh ≥ 92%
bertujuan bernafas mmHg dari dengan
dalam dan penilaian uadar
batuk sebelumnya kamar
1 Gerak tak Dyspnoea TD±20 - Bangun bila ≥ 90%
bertujuan bernafas 50mmHg dipanggil dengan
dangkal dan dari oksigen
terbatas penilaian
sebelumnya
0 Diam Apnoe TD±20 Tidak ada ≥ 90%
mmHg dari respon
penilaian
sebelumnya
BAB V
DOKUMENTASI

Pendokumentasian dari semua asesmen anestesi yang diberikan kepada pasien


adalah suatu tindakan yang penting. Semua informasi yang penting harus
didokumentasikan, termasuk catatan klinis yang mencakup :
1. Penilaina pre – prosedur harus lengkap
2. Proses pemberian informasi dan persetujuan tindakan anetesi harus
lengkap
3. Catat semua pemberian obat – obatan
4. Catat semua hasil observasi, pre, intra, dan post prosedur
5. Catat semua kejadian yang merugikan selama prosedur atau hasil dari
pemberian sedasi
6. Catatan dari proses pelaksanan dan fakta bahwa pasien telah memenuhi
kreteria pelaksanan dalam tindakan sedasi

Anda mungkin juga menyukai