Anda di halaman 1dari 35

PENGARUH GREEN MARKETING BAGI PURCHASE INTENTION

MELALUI BRAND IMAGE PADA KONSUMEN SAYUR ORGANIK


(Studi Kasus CSA Seni Tani di Kecamatan Arcamanik Kota Bandung)

TESIS

Karya tulis sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Magister dari
Institut Teknologi Bandung

Oleh:

GHULAM FATHIR AUTHAR INSANIY


NIM: 21319304
(Program Studi Magister Biomanajemen)

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


2023
DAFTAR ISI

Cover …………………………………………………………………………………………. I
Daftar Isi ……………………………………………………………………………………... II
Daftar Gambar ……………………………………………………………………………… IV
Daftar Tabel …………………………………………………………………………………. V
Bab I Pendahuluan ………………………………………………………………………….... 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………….... 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………………... 6
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………………………………. 6
1.4 Hipotesis Penelitian ………………………………………………………………………. 7
Bab III Metodologi …………………………………………………………………………… 8
3.1 Waktu dan Tempat ………………………………………………………………………. 8
3.2 Metode Pengambilan Data ……………………………………………………………….. 8
3.3 Metode Pengambilan Sampel …………………………………………………………….. 8
3.4 Kerangka Penelitian …………………………………………………………………….... 9
3.5 Definisi Operasional …………………………………………………………………….. 10
3.6 Analisis Data ……………………………………………………………………………. 11
3.6.1 Measurement Model (Outer Model) …………………………………………………... 11
3.6.1.1 Convergent Validity ………………………………………………………………… 11
3.6.1.1.1 Factor Loading ……………………………………………………………………. 12
3.6.1.1.2 Average Variance Extracted (AVE) ………………………………………………. 12
3.6.1.2 Discriminant Validity ……………………………………………………………….. 12
3.6.1.2.1 Fornell-Larcker Criterion …………………………………………………………. 13
3.6.1.2.2 Cross Loading …………………………………………………………………….. 13
3.6.1.3 Composite Reliability ……………………………………………………………….. 14
3.6.1.4 Cronbach’s Alpha …………………………………………………………………… 14
3.6.2 Structural Model (Inner Model) ………………………………………………………. 16
3.6.2.1 R-Square …………………………………………………………………………….. 16
3.6.2.2 Path Coeficients ……………………………………………………………………... 17
3.6.2.3 T-Statistic …………………………………………………………………………… 17
3.6.2.4 Q2 Predictive Relevances …………………………………………………………… 17
3.6.2.5 Model Fit ……………………………………………………………………………. 18
3.7 Analisis Strategi ………………………………………………………………………… 20
3.7.1 Internal Factor Evaluation (IFE) ………………………………………………………. 20
3.7.2 External Factor Evaluation (EFE) …………………………………………………….. 21
3.7.3 Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) …………………………………….. 22
3.7.4 Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) ……………………………………... 24
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………. 24
Lampiran Penelitian ………………………………………………………………………… 26
1. Kuisioner Penelitian ……………………………………………………………………… 26
a. Identitas Responden …………………………………………………………………… 26
b. Pertanyaan Kuisioner ………………………………………………………………….. 27
2. Kebutuhan Data …………………………………………………………………………... 30
a. Divisi Pemasaran CSA (Community-Supported Agricluture) Seni Tani …………….... 30
b. Perwakilan Konsumen atau Pelanggan CSA Seni Tani ……………………………….. 31
c. Akademisi dari Institut Teknologi Bandung …………………………………………… 32
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pertanian Organik sebagai Kepedulian Lingkungan ……………………………. 2


Gambar 1.2 Community-Supported Agriculture (CSA) Seni Tani …………………………... 4
Gambar 1.3 Pertanian Berkelanjutan secara Ramah Lingkungan ……………………………. 4
Gambar 1.4 Penerapan Urban Farming pada Wilayah Perkotaan …………………………… 5
Gambar 1.5 Sayur Organik dari Hasil Panen Rutin CSA Seni Tani ………………………… 5
Gambar 1.6 Pengujian Hipotesis Penelitian pada Setiap Variabel …………………………… 7
Gambar 3.1 Kerangka Bagan Alir dalam Pelaksanaan Penelitian …………………………… 9
Gambar 3.2 Diagram Cartesisus Penentuan Strategi pada SWOT ………………………….. 23
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perkembangan Penduduk Beberapa Provinsi di Indonesia ………………………... 1


Tabel 1.2 Dampak Paparan Residu Pestisida pada Kesahatan Petani ……………………….. 1
Tabel 3.1 Definisi Operasional berdasarkan Setiap Variabel Penelitian …………………… 10
Tabel 3.2 Rule of Thumb yang berlaku dalam Measurement Model ……………………….. 15
Tabel 3.3 Rule of Thumb yang berlaku dalam Structural Model …………………………… 19
Tabel 3.4 Perhitungan Nilai dengan Metode Internal Factor Evaluation …………………… 20
Tabel 3.5 Perhitungan Nilai dengan Metode External Factor Evaluation …………………... 21
Tabel 3.6 Pencocokkan Strategi dengan Perpotongan Matriks SWOT ……………………... 22
Tabel 3.7 Perumusan Strategi Prioritas dengan Penggunaan QSPM ………………………... 24
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat di berbagai wilayah secara langsung
menyebabkan peningkatan permintaan produk pangan untuk kebutuhan makanan sehari-hari.
Dalam rangka memenuhi permintaan tersebut, pada saat ini petani pada berbagai sektor mulai
menerapkan teknologi pertanian modern untuk mengakomodasi intensitas produksi pertanian,
yang dilakukan dengan memanfaatkan aplikasi pupuk sintetis dan pestisida kimia diantaranya
secara berturut-turut untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman pertanian
agar tanaman dipanen sesuai jadwal yang ditentukan untuk kemudian didistribusikan ke pasar.
Namun, penerapan teknologi pertanian modern selain dapat memberikan banyak keunggulan,
tentu dapat menimbulkan banyak kerugian jika dilakukan terus menerus dalam jangka panjang
seperti kerusakan lingkungan yang tercemar akibat residu bahan kimia dari kegiatan pertanian,
dan penurunan kesehatan manusia karena konsumsi produk yang tidak sehat (Las et al., 2006).
Tabel 1.1 Perkembangan Penduduk Beberapa Provinsi di Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)


Menurut penelitian Amilia et al (2016), mengenai Dampak Negatif Paparan Residu dari
Pestisida Tanaman Holtikultura pada Ancaman Pencemaran Lingkungan dan Kesehatan Petani
di Desa Cihanjuang Rahayu, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat,
diketahui bahwa sebanyak 75 dari 100 (75%) responden petani mengalami gangguan kesehatan
diantaranya yaitu gangguan mual-mual diderita oleh 25 petani, muntah diderita oleh 5 petani,
infeksi saluran pernapasan diderita 75 petani, dan gatal-gatal pada kulit diderita oleh 20 petani.
Sehingga sebagian besar petani menderita gangguan kesehatan akibat paparan residu pestisida.
Tabel 1.2 Dampak Paparan Residu Pestisida pada Kesehatan Petani

Sumber: Amilia et al (2016)


Pada penelitian Darwadi et al (2017), mengenai Hubungan Kontak Pupuk Urea dengan
Dermatitis Kulit Petani di Desa Sekaran, Kecamatan Jatirogo, Kabupaten Tuban, Jawa Timur,
diketahui bahwa sebanyak 51 dari 59 (86%) petani menggalami gangguan dermatitis meliputi
dermatitis derajat 1 diderita 23 orang petani dan dermatitis derajat 2 diderita 28 orang petani.
Semakin sering kontak petani dengan pupuk urea maka semakin tinggi dermatitis yang diderita
dengan perincian yaitu pada kontak ringan (<6), sebanyak 7 petani tidak mengalami dermatitis.
Kemudian intensitas kontak sedang (6-12), sebanyak 1 petani tidak mengalami dermatitis kulit,
16 petani mengalami dermatitis derajat 1, lalu disusul 2 petani mengalami dermatitis derajat 2.
Pada kontak berat (12-18), 6 petani dermatitis derajat 1 berikut 18 petani dermatitis derajat 2.
Pada kontak sangat berat (>18), 1 petani dermatitis derajat 1 dan 8 petani dermatitis derajat 2.
Tabel 1.3 Hubungan Kontak Pupuk Urea dengan Dermatitis Petani

Sumber: Darwadi et al (2017)


Pertanian organik merupakan jawaban atas revolusi hijau yang digalakkan tahun 1960
yang menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah dan kerusakan lingkungan diakibatkan oleh
penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang dilakukan secara berturut-turut melampaui batas.
Pertanian organik modern didefinisikan sebagai sistem budidaya pertanian yang mengandalkan
bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis yang pengelolaannya didasarkan
pada prinsip-prinsip yang harus dipenuhi yaitu kesehatan, ekologi, keadilan, dan perlindungan.
Pertanian organik adalah sistem pertanian yang secara holistik berupaya untuk mendukung dan
mempercepat pola biodiversitas, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah (Mayrowani, 2012).
Tujuan utama dari pertanian organik yaitu untuk mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas
dari komunitas interdependen yang meliputi kehidupan tanah, tumbuhan, hewan, dan manusia.

Sumber: www.1000kebun.org (2022)


Gambar 1.1 Pertanian Organik sebagai Kepedulian Lingkungan
Kondisi pertanian organik di Indonesia menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun,
jika dilansir menurut data luas lahan pertanian organik dari Aliansi Organis Indonesia (2019),
sejak tahun 2007 hingga 2016 luas lahan pertanian organik di Indonesia mengalami perubahan
fluktuatif baik peningkatan atau penurunan, namun secara keseluruhan tetap stabil meningkat.
Pada tahun 2017 lahan pertanian organik mengalami peningkatan sebesar 60% dari tahun 2016,
dan tahun 2018 lahan pertanian organik mengalami peningkatan sebesar 99% dari tahun 2016.
Tabel 1.4 Perkembangan Luas Lahan Pertanian Organik di Indonesia

Sumber: Aliansi Organis Indonesia (2019)


Lahan pertanian organik yang berkembang semakin luas menunjukkan kesinambungan
pada rata-rata jumlah konsumsi produk organik yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (2016).
Komoditi sayur bayam, kangkung, tomat, daun ketela pohon, terong, tauge, sayur sop (capcay),
sayur asem (lodeh), bawang merah, dan bawang putih terdapat peningkatan rata-rata konsumsi.
Untuk komoditi sawi hijau, buncis, dan kacang panjang rata-rata jumlah konsumsi tetap sama.
Sementara itu, hanya komoditi nangka muda yang mengalami penurunan rata-rata konsumsi.
Tabel 1.5 Rata-rata Jumlah Konsumsi Sayuran Organik di Indonesia

Sumber: Utami et al (2019)


CSA (Community-Supported Agriculture) Seni Tani adalah bisnis berbasis masyarakat
yang mengusung urban farming dengan penerapan pertanian organik secara ramah lingkungan.
CSA Seni Tani mengusung 3 misi yang terbagi menjadi aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Pada aspek lingkungan, CSA Seni Tani memanfaatkan lahan tidur yang sudah tidak digunakan
untuk melakukan kegiatan pertanian perkotaan (urban farming) dengan memanfaatkan potensi
sumberdaya sekitar menjadi kebun pangan melalui penerapan pertanian organik berkelanjutan.
Pada aspek sosial, CSA Seni Tani menjembatani interaksi antara petani muda dan masyarakat
melalui berbagai kegiatan diantaranya seperti pelatihan pertanian perkotaan (urban farming),
penanaman metode regeneratif, pengolahan pupuk kompos, hingga pemanenan hasil pertanian.
Pada aspek ekonomi, CSA Seni Tani memberdayakan peran pemuda dan masyarakat sebagai
tenaga kerja sehingga terjadi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan (Haniyah et al., 2022).

Sumber: www.1000kebun.org (2021)


Gambar 1.2 Community-Supported Agriculture (CSA) Seni Tani
Sebagai bisnis yang mengupayakan konsep berkelanjutan dalam kegiatan operasional,
CSA Seni Tani memastikan prosedur ramah lingkungan dalam setiap kegiatan yang dilakukan.
Pada tahap budidaya tanaman, CSA Seni Tani memberikan nutrisi alami dari pupuk kompos
dengan memanfaatkan material organik di sekitar kebun yaitu rumput liar, ilalang, jerami padi,
hingga ampas kopi yang terlebih dulu disediakan melalui beberapa kedai kopi mitra setempat.
Di sisi lain, CSA Seni Tani menerapkan pertanian organik regeneratif pada kegiatan produksi
yang lebih ramah lingkungan seperti tidak menambahkan bahan kimia sintetis untuk tanaman,
meminimalisir dampak negatif untuk lingkungan dengan melestarikan ekosistem alami kebun,
penggunaan mulsa (material penutup pada tanaman budidaya) yang terbuat dari bahan organik,
melakukan rotasi lahan, dan meningkatkan kualitas struktur alami tanah (Haniyah et al., 2022).

Sumber: www.1000kebun.org (2021)


Gambar 1.3 Pertanian Berkelanjutan secara Ramah Lingkungan
CSA Seni Tani termasuk urban farming karena melakukan kegiatan produksi sayuran
organik di kebun terbuka (outdoor) dengan lahan berbasis tanah yang terletak di dalam wilayah
perumahan masyarakat padat penduduk perkotaan di Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung.
Pertanian perkotaan (urban farming) CSA Seni Tani turut berperan dalam menjaga lingkungan
perkotaan secara berkelanjutan yang dapat berkontribusi untuk mengurangi pemanasan global
melalui sumber makanan yang sangat dekat dengan keterjangkauan dan aksesibilitas konsumen
sehingga tercipta rantai distribusi yang pendek yang mengurangi jejak karbon dalam distribusi.
Pertanian perkotaan juga dapat menambah luas daerah resapan air sehingga dapat menurunkan
resiko bencana alam yang terjadi karena ketersediaan daerah resapan air yang terus berkurang.
Selain itu, Seni Tani juga berkontribusi pada pengolahan limbah halaman masyarakat sekitar
menjadi kompos bermanfaat daripada dibakar atau dibuang ke sungai (Haniyah et al., 2022).

Sumber: www.greennetwork.id (2022)


Gambar 1.4 Penerapan Urban Farming pada Wilayah Perkotaan
Faktor harga menjadi salah satu penyebab belum meratanya penyebaran produk karena
produk sayur organik memiliki harga yang relatif tinggi jika dibandingkan sayur non organik.
Meskipun saat ini semakin banyak konsumen mencari produk yang sehat dan berkualitas baik,
produk organik pada kenyataannya masih menghadapi kendala terkait harga yang masih tinggi,
kurangnya saluran distribusi, dan ketersediaan produk yang sangat terbatas (Gil et al., 2000).
Persepsi dari harga sayur organik yang dipersepsikan tinggi merupakan masalah bagi produsen
oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui kemauan membeli (Willingness to Pay)
dan mengetahui tingkat kepedulian dan kesadaran konsumen tentang pertanian berkelanjutan.
Adapun peneliti juga akan menganalisis kemauan konsumen membeli produk organik melalui
metode pembayaran awal (berlangganan) sebagai modal awal dari operasional CSA Seni Tani.

Sumber: www.1000kebun.org (2022)


Gambar 1.5 Sayur Organik dari Hasil Panen Rutin CSA Seni Tani
1.2 Rumusan Masalah
Pada penelitian ini, sebelumnya diketahui bahwa sejauh ini komunitas CSA Seni Tani
telah menerapkan pertanian organik secara urban farming yang mengusung 3 nilai diantaranya
yaitu (1) pemberdayaan (empowerment); (2) berkelanjutan (sustainability); dan 3 lokal (local).
CSA Seni Tani juga telah melakukan edukasi dan sosialisasi tentang kadaulatan pangan lokal
melalui teknik pertanian regeneratif yang ramah lingkungan untuk melestarikan kondisi tanah
dikemas dengan sistem CSA (Community-Supported Agriculture) sehingga akan terealisasikan
kemudahan pembiayaan operasional pertanian melalui pembayaran konsumen dari tahap awal,
lalu konsumen juga dapat mengamati proses budidaya dan mendapatkan paket sayuran organik.
Oleh karena itu, peneliti bermaksud menggali dan mengetahui efektivitas informasi mengenai
pengaruh Green Marketing terhadap Purchase Intention melalui Brand Image bagi Konsumen
Produk Sayur Organik di CSA Seni Tani, Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung, Jawa Barat.
Berdasarkan uraian di atas dirumuskan beberapa masalah yang akan dianalisis, sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh langsung dari variabel X (green marketing) terhadap variabel Z
(purchase intention) bagi konsumen atau pelanggan produk sayur organik CSA Seni Tani?
2. Apakah terdapat pengaruh langsung dari variabel X (green marketing) terhadap variabel Y
(brand image) bagi konsumen atau pelanggan produk sayur organik CSA Seni Tani?

3. Apakah terdapat pengaruh langsung dari variabel Y (brand image) terhadap variabel Z
(purchase intention) bagi konsumen atau pelanggan produk sayur organik CSA Seni Tani?
4. Apakah terdapat pengaruh tidak langsung variabel X (green marketing) terhadap variabel Z
(purchase intention) bagi konsumen atau pelanggan produk sayur organik CSA Seni Tani?

5. Apakah strategi yang digunakan dalam mengatasi … (menyesuakan hasil hipotesis)

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Green Marketing terhadap
Purchase Intention bagi konsumen atau pelanggan produk sayur organik dari CSA Seni Tani.
Oleh karena itu, untuk menjawab tujuan tersebut, dirinci melalui tujuan khusus sebagai berikut:
1. Melakukan analisis tentang pengaruh langsung dari variabel X (green marketing) terhadap
variabel Z (purchase intention) dari konsumen atau pelanggan sayur organik CSA Seni Tani.
2. Melakukan analisis tentang pengaruh langsung dari variabel X (green marketing) terhadap
variabel Y (brand image) dari konsumen atau pelanggan sayur organic CSA Seni Tani.
3. Melakukan analisis tentang pengaruh langsung menurut variabel Y (brand image) terhadap
variabel Z (purchase intention) dari konsumen atau pelanggan sayur organic CSA Seni Tani.

4. Melakukan analisis tentang pengaruh tidak langsung variabel X (green marketing) terhadap
variabel Y (purchase intention) dari variabel Y (brand image) sayur organik CSA Seni Tani.
5. Merumuskan strategi yang digunakan dalam mengatasi … (menyesuaikan hasil hipotesis)
1.4 Hipotesis Penelitian

Brand Image (Y)

H4 H4

H2 H3

Green Marketing (X) Purchase Intention (Z)


H1
Keterangan:
adalah Pengaruh Langsung

adalah Pengaruh Tidak Langsung


adalah Variabel Laten
Gambar 1.6 Pengujian Hipotesis Penelitian pada Setiap Variabel

Adapun pada penelitian ini menggunakan ketentuan pengujian hipotesis seperti di bawah ini:
1. Hubungan variabel X (green marketing) dan variabel Z (purchase intention) secara langsung
H01: Tidak terdapat hubungan pengaruh secara langsung dari variabel X (green marketing)
terhadap variabel Z (purchase intention)
Ha1: Terdapat hubungan pengaruh secara langsung antara variable X (green marketing)
terhadap variabel Z (purchase intention)
2. Hubungan variabel X (green marketing) dan variabel Y (brand image) secara langsung
H02: Tidak terdapat hubungan pengaruh secara langsung dari variabel X (green marketing)
terhadap variabel Y (brand image)
Ha2: Terdapat hubungan pengaruh secara langsung antara variabel X (green marketing)
terhadap variabel Y (brand image)
3. Hubungan variabel Y (brand image) dan variabel Z (purchase intention) secara langsung
H03: Tidak terdapat hubungan pengaruh secara langsung dari variabel Y (brand image)
terhadap variabel Z (purchase intention)
Ha3: Terdapat hubungan pengaruh secara langsung antara variabel Y (brand image)
terhadap variabel Z (purchase intention)
4. Hubungan antara variabel X (green marketing) dan variabel Z (purchase intention) secara
tidak langsung melalui bantuan perantara atau penghubung yaitu variabel Y (brand image)
H04: Tidak terdapat pengaruh secara tidak langsung variabel X (green marketing) terhadap
variabel Z (purchase intention) melalui bantuan perantara variabel Y (brand image)
Ha4: Terdapat pengaruh secara tidak langsung dari variabel X (green marketing) terhadap
variabel Z (purchase intention) melalui bantuan perantara variabel Y (brand image)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian dilakukan September-Oktober 2023 di Kebun Produksi dan Kebun Komunal
CSA Seni Tani di Jl. Ski Air, Kelurahan Sukamiskin, Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung.
Sebelum dimulai pelaksanaan penelitian, dilakukan permohonan perizinan secara administratif
berikut kegiatan pengambilan data baik data primer atau sekunder sebagai studi pendahuluan.

3.2 Metode Pengambilan Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari kegiatan observasi, wawancara, dan kuisioner pada objek penelitian.
Sedangkan data sekunder diperoleh menurut studi literatur baik berupa buku atau jurnal ilmiah.
Untuk menentukan prioritas strategi terdapat beberapa responden yang dilibatkan antara lain
(1) Divisi Pemasaran CSA (Community-Supported Agriculture) dari Seni Tani Kota Bandung,
(2) Perwakilan Pelanggan CSA Seni Tani, dan (3) Akademisi dari Institut Teknologi Bandung.

3.3 Metode Pengambilan Sampel


Adapun jumlah responden yang menjadi sampel atau representasi konsumen produk
sayuran organik CSA Seni Tani penelitian ini ditentukan dengan rumus Slovin, sebagai berikut:
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁𝑒²
Keterangan:
n adalah ukuran sampel yaitu jumlah konsumen yang menjadi responden penelitian

N adalah ukuran populasi yaitu jumlah konsumen yang berlangganan sayur organik
e adalah besar kesalahan (margin error) dari ukuran populasi (dalam penelitian ini 10%)
Sebelum pengisian kusioner responden diberikan instruksi mengisi kolom identitas diri
diantaranya seperti nama lengkap, jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan pendapatan. Proses
pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik kuisioner cetak dan digital (online)
berisi pertanyaan dan pernyataan mengenai masalah lingkungan, pembangunan berkelanjutan,
produk ramah lingkungan, citra merk produk komunitas, dan keputusan pembelian konsumen.
Setiap pertanyaan yang diajukan pada kuisioner menggunakan pendekatan metode skala likert
untuk mengonversikan data kualitatif pendapat responden menjadi data kuantitatif berupa nilai.
Skala likert berisi 5 parameter yang menggambarkan prioritas jawaban responden diantarannya
opsi 1 (Sangat Tidak Setuju), 2 (Tidak Setuju), 3 (Ragu-ragu), 4 (Setuju), dan 5 (Sangat Setuju).
3.4 Kerangka Penelitian

Identifikasi rumusan masalah

Penentuan tujuan peneltian

Membangun Pengambilan data lapangan


Model

Evaluasi Model Pengukuran Evaluasi Model Struktural

Uji Validitas Konvergen R-Square

Factor Loading Path Coeficients

Average Variance T-Statistic


Extracted (AVE)

Pengujian Hipotesis Q-Predictive Relevance


Uji Validitas Diskriminan Penelitian
Model Fit
Fornell-Larcker
Hasil Akhir Hipotesis
Cross Loading Penelitian

Uji Reliabilitas Komposit Analisis Perumusan Strategi dengan menggunakan


pendekatan kuantitatif IFE, EFE, SWOT, dan QSPM
Composite Reliability
IFE
Cronbach’s Alpha
EFE

Prioritas Alternatif Strategi SWOT

Kesimpulan dan Saran QSPM

Gambar 3.1 Kerangka Bagan Alir dalam Pelaksanaan Penelitian


3.5 Definisi Operasional
Adapun seluruh variabel baik Green Marketing, Brand Image, atau Purchase Intention
dijabarkan dalam beberapa definisi operasional yang digunakan seperti pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 3.1 Definisi Operasional berdasarkan setiap Variabel Penelitian

Variabel Dimensi Indikator


1. Menggunakan bahan material organik
Green Product
2. Memanfaatkan limbah wilayah sekitar
1. Harga mencakup investasi lingkungan
Green Price
Green Marketing 2. Harga relevan terhadap kualitas produk
(Kirgiz, 2016) 1. Produk menawarkan kemudahan akses
Green Place
2. Produk tersedia secara lengkap di pasar
1. Iklan mengandung prioritas lingkungan
Green Promotion
2. Iklan menghindari sampah media cetak
1. Pengetahuan merek terhadap konsumen
Introduction of Brand
2. Informasi yang ditinjau oleh konsumen
1. Kelebihan daripada merek konvensional
Brand Image Strengthness of Brand
2. Layanan yang diberikan pada konsumen
(Kotler dan Keller,
1. Keunikan daripada merek konvensional
2016) Uniqueness of Brand
2. Karakter khas yang menjadi citra merek
1. Komponen merek yang mudah dikenali
Favorable of Brand
2. Karakter yang familiar untuk konsumen
1. Alasan konsumen memerlukan produk
Product Selection
2. Kesesuaian produk dengan konsumen
1. Alasan konsumen memilih suatu merek
Brand Selection
Purchase Intention 2. Kesesuaian merek dari minat konsumen
(Kotler, 2016) 1. Frekuensi pembelian setiap konsumen
Purchase Period
2. Riwayat pembelian menurut konsumen
1. Pilihan mekanisme pembelian produk
Purchase Method
2. Alternatif metode pembayaran produk
3.6 Analisis Data
Pada penggunaan teknik regresi dari penelitian, model penelitian dibangun berdasarkan
satu variabel dependen (eksogen) dan beberapa variabel independen (endogen) yang berkaitan.
Ketika model penelitian menggunakan lebih dari satu variabel dependen, maka dibutuhkan alat
atau metode analisis lain yang bisa menuntaskan permasalahan tanpa harus membuat beberapa
persamaan regresi karena menganalisis secara terpisah merupakan prosedur yang kurang tepat.
Salah satu metode yang familiar digunakan dalam menganalisis model persamaan jalur
adalah Structural Equation Modelling (SEM), yang menurut paparan Ghozali dan Latan (2015)
SEM memiliki keunggulan untuk melakukan analisis jalur (path analysis) pada variabel laten.
Adapun Wright dalam Jorgiyanto (2011), mengemukakan bahwa SEM merupakan salah satu
teknik analisis yang digunakan untuk melakukan pengujian dan estimasi pada hubungan kausal
dengan mengintegrasikan analisis jalur (path analysis) dengan analisis faktor (factor analysis).
Menurut Fornell dan Bookstein dalam Ghozali dan Latan (2015), terdapat 2 jenis SEM
yaitu Covariance-Based Structural Equation Modelling atau biasa disebut sebagai CB-SEM
dan Partial Least Squares Structural Equation Modelling atau biasa disebut sebagai PLS-SEM.
CB-SEM menuntut basis teori yang kuat, memenuhi berbagai asumsi yang bersifat parametrik,
dan memenuhi uji kelayakan model yang diperkirakan menggunakan analisis Goodness of Fit.
Oleh sebab itu, analisis CB-SEM sangat tepat digunakan untuk melakukan pengujian teori dan
mendapatkan justifikasi atas pengujian tersebut dengan serangkaian analisis yang kompleks.
Sementara itu, PLS-SEM bertujuan untuk menguji hubungan prediktif antakonstruksi dengan
melihat dan meninjau apakah terdapat suatu hubungan atau pengaruh antarkonstruksi tersebut.

Selanjutnya, ditinjau menurut jumlah sampel dan skala pengukuran yang dibutuhkan.
CB-SEM mensyaratkan jumlah sampel relatif besar untuk estimasi akurat dan menggunakan
skala pengukuran continuous dan interval, sementara itu dalam PLS-SEM tidak mensyaratkan
jumlah sampel besar serta menggunakan skala pengukuran nominal, ordinal, dan continuous.
Iterasi yang dilakukan dengan berbasis varian, pada penggunaan PLS-SEM tidak mensyaratkan
data terdistribusi normal, mengabaikan efek multikolinearitas antar-indikator, variabel laten,
serta estimasi parameter dapat langsung dilakukan tanpa persyaratan kriteria Goodness of Fit.
Sementara itu, iterasi yang dilakukan dengan berbasis kovarian, pada penggunaan CB-SEM,
mensyaratkan data terdistribusi secara normal dan harus memenuhi kriteria Goodness of Fit.

3.6.1 Measurement Model (Outer Model)


Evaluasi Model Pengukuran (Measurement Model) atau outer model difungsikan untuk
melakukan penilaian terhadap besaran komponen validitas dan reliabilitas dalam suatu model.
Outer Model pada masing-masing indikator refleksif dapat dievaluasi menggunakan pengujian
Convergent Validity dan Discriminant Validity pada setiap indikator pembentuk konstruk laten,
berikut pengujian Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha pada setiap blok indikatornya.

3.6.1.1 Convergent Validity


Convergent Validity mempunyai prinsip bahwa pengukur-pengukur (manifest variable)
dari suatu konstruk seharusnya menunjukkan hubungan keterkaitan atau korelasi yang tinggi.
Adapun Convergent Validity dari Measurement Model dengan indikator refleksif dapat dilihat
dari korelasi antara score item atau indikator terhadap score pada setiap variabel konstruknya.
Adapun penentuan indikator individu dinyatakan valid jika memiliki nilai korelasi di atas 0.70.
Namun demikian, pada riset pengembangan skala, loading 0.50 atau 0.60 masih dapat diterima.

Dilansir dari buku Hamid dan Anwar (2019), validitas konvergen berhubungan dengan
prinsip bahwa pengukur-pengukur suatu konstruk harus berkorelasi tinggi (Jorgiyanto, 2011).
Prosedur pengujian validitas indikator reflektif dengan menggunakan program SmartPLS dapat
dilakukan dari nilai loading factor untuk setiap indikator konstruk (Ghozali dan Latan, 2015).
Rule of Thumb untuk menilai validitas konvergen yaitu nilai loading factor harus lebih dari 0,7
untuk penelitian bersifat confirmatory dan antara 0,6-0,7 untuk penelitian bersifat exploratory,
serta nilai Average Variance Extracted (AVE) harus lebih dari 0,5 (Ghozali dan Latan, 2015).

3.6.1.1.1 Factor Loading (> 0.5)


Convergent Validity reflektif dilihat dari nilai loading factor setiap indikator konstruk.
Rule of Thumb yang biasanya digunakan untuk menilai Convergent Validity yaitu nilai pada
loading factor harus menunjukkan lebih besar dari 0.7 untuk penelitian bersifat confirmatory
dan nilai loading factor yang berada di kisaran 0.6 – 0.7 untuk penelitian bersifat exploratory.

3.6.1.1.2 Average Varieance Extracted (AVE)


Convergent Validity reflektif dapat dilihat dari nilai AVE (Average Variance Extracted)
yaitu nilai indeks setiap variabel yang merepresentasikan kesesuaian pengukuran suatu model.
Rule of Thumb yang biasanya digunakan untuk menilai Convergent Validity yaitu nilai indeks
pada AVE (Average Variance Extracted) harus menunjukkan jumlah yang lebih besar dari 0.5
baik pengujuan pada penelitian yang bersifat confirmatory research atau exploratory research.

Rumus yang digunakan pada perhitungan Average Variance Extracted (AVE), sebagai berikut:
(Ʃ 𝜆𝑖 2 ) 𝑣𝑎𝑟 𝐹
𝐴𝑉𝐸 =
(Ʃ 𝜆𝑖 2 )𝑣𝑎𝑟 𝐹 + Ʃ𝛩𝑖𝑖
Keterangan:

𝜆i adalah factor loading


F adalah factor variance

Θii adalah error variance


(Ghozali dan Latan, 2015)

3.6.1.2 Discriminant Validity


Untuk mendapatkan nilai indeks Discriminant Validity pada PLS Algorithm Report
dapat menggunakan menu Discriminant Validity dilanjutkan pada Fornell Larcker Criterion.
Selain itu, nilai indeks Discriminant Validity setiap indikator dapat dilihat pada Cross Loading
yaitu pasangan nilai antara indikator dengan konstruknya dengan menu PLS Algorithm Report
kemudian dilanjutkan dengan menu Discriminant Validity dan pengoperasian Cross Loading.
Dilansir menurut Hamid dan Anwar (2019), validitas diskriminan berhubungan dengan
prinsip jika pengukur-pengukur konstruk berbeda tidak berkorelasi tinggi (Jorgiyanto, 2011).
Cara menguji validitas diskriminan dengan indikator reflektif adalah dalam nilai cross loading.
Nilai cross loading untuk setiap variabel harus lebih besar dari 0,7 (Ghozali dan Latan, 2015).
Menurut Chin, Gopal, dan Salisbury (2011), model memiliki validitas diskriminan yang cukup
jika akar AVE setiap konstruk lebih besar daripada korelasi konstruk dengan konstruk lainnya.

3.6.1.2.1 Fornell Lacker Criterion


Pengujian pertama Discriminant Validity adalah membandingkan korelasi akar kuadrat
AVE (Average Variance Extracted) suatu konstruk dengan konstuk lain di dalam suatu model.
Model pengujian dinyatakan mempunyai Discriminant Validity yang memenuhi jika akar AVE
dari setiap konstruk sejenis lebih besar dibandingkan korelasi konstruk dengan konstruk lain.
Adapun untuk mempermudah prosedur pengujian pada setiap metode Fornell Larcker Criterion
dapat digunakan sistem diagonal yang merepresentasikan seluruh nilai indeks konstruk sejenis.

3.6.1.2.2 Cross Loading


Pengujian kedua Discriminant Validity adalah dengan membandingkan korelasi antara
pasangan variabel konstruk dengan masing-masing indikator di dalam suatu model pengujian.
Model pengujian dinyatakan mempunyai Discriminant Validity yang memenuhi jika korelasi
antara variabel dan konstruk sejenis lebih besar dibandingkan variabel dan konstruk berbeda.
Untuk mengetahui nilai indeks untuk setiap korelasi, maka dapat ditinjau pada masing-masing
pasangan variabel dan korelasi sejenis kemudian pada pasangan variabel dan korelasi berbeda.
3.6.1.3 Composite Reliability
Selain uji validitas, pengukuran model dilakukan dengan menguji reliabilitas konstruk.
Uji reliabilitas dilakukan untuk dapat membuktikan tingkat akurasi, konsistensi, dan ketepatan
instrumen dalam mengukur suatu konstruk sehingga indikator pengukuran dikatakan konsisten.
Dalam PLS-SEM dengan menggunakan program Smart-PLS 3.0, untuk mengukur reliabilitas
suatu konstruk dengan indikator refleksif dapat dilakukan dengan dua cara diantaranya dengan
Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability atau juga bisa disebut sebagai Dillon-Goldstein’s.
Namun demikian, penggunaan metode Cronbach’s Alpha untuk menguji reliabilitas konstruk
sering memberikan nilai yang lebih rendah (under estimate) sehingga lebih disarankan untuk
menggunakan metode Composite Reliability dalam menguji kondisi realibilitas suatu konstruk.

Rule of Thumb yang biasanya digunakan untuk menilai realibilitas konstruk yaitu nilai
Composite Reliability harus lebih besar dari (0,7) untuk penelitian yang bersifat confirmatory,
dan berikutnya nilai (0,6 – 0,7) masih dapat diterima untuk penelitian yang bersifat exploratory.
Composite Reliability disebut juga Dillon-Goldstein’s dapat dihitung dengan menggunakan
rumus Werts, Linn, dan Joreskog (1974) untuk mengukur internal consistency sebagai berikut:
(Ʃ 𝜆𝑖 )² 𝑣𝑎𝑟 𝐹
𝜌𝑐 =
(Ʃ𝜆𝑖 )² 𝑣𝑎𝑟 𝐹 + Ʃ𝛩𝑖𝑖

𝜆i adalah factor loading


F adalah factor variance

Θii adalah error variance


(Ghozali dan Latan, 2015)

3.6.1.4 Cronbach’s Alpha


Sedangkan untuk menghitung metode Cronbach’s Alpha dilakukan dengan rumus berikut ini:

Ʃ𝑝 ≠ 𝑝ⁱ 𝑐𝑜𝑟(𝑋 𝑝𝑞. 𝑋 𝑝ⁱ𝑞)


𝛼=
𝑃𝑞 + Ʃ𝑝 ≠ 𝑝ⁱ 𝑐𝑜𝑟(𝑋 𝑝𝑞. 𝑋 𝑝ⁱ𝑞)
Pq adalah jumlah indikator dan manifest variabel

q adalah blok indikator


Dibandingkan dengan pengujian Cronbach’s Alpha, ukuran ini tidak mengasumsikan
ekuivalen antara metode pengukuran dengan asumsi semua indikator diberi bobot yang sama.
Oleh karena itu, Cronbach’s Alpha cenderung under estimate untuk mengukur nilai reliabilitas,
sedangkan metode Composite Reliability termasuk closer approximation dengan asumsi pada
estimasi parameter yang cenderung mempunyai nilai yang semakin akurat (Chin 1998, 2010b).
Perlu diketahui jika pengujian metode AVE dan Composite Reliability sebagai ukuran internal
konsistensi hanya dapat digunakan untuk konstruk dengan indikator yang refleksif (Mode A).

(Ghozali dan Latan, 2015)


Adapun ringkasan untuk ketentuan masing-masing rule of thumb uji validitas konstruk
dengan indikator refleksif dapat diketahui seperti yang tercantum pada tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 3.2 Rule of Thumb yang berlaku dalam Measurement Model

No. Pengujian Parameter Rule of Thumb


1 Convergent Validity Factor Loading  Nilai indeks > 0.70 untuk
Confirmatory Research
 Nilai indeks > 0.60 untuk
Exploratory Research
2 Average Variance  Nilai indeks > 0.50 untuk
Extracted (AVE) Confirmatory Research dan
Exploratory Research
3 Discriminant Validity Fornel Larcker Criterion  Nilai indeks > 0.70 untuk
setiap pasangan Variabel
 Nilai indeks pada hubungan
variabel sejenis lebih besar
jika dibandingkan dengan
hubungan Variabel berbeda
4 Cross Loading  Nilai indeks > 0.70 untuk
setiap Variabel dan Indikator
 Nilai indeks pada hubungan
variabel dan indikator dengan
kelompok sama lebih besar
dibandingkan hubungan
variabel dan indikator dari
kelompok yang berbeda
5 Composite Reliability Composite Reliability  Nilai indeks > 0.70 untuk
Confirmatory Research
 Nilai indeks antara 0.60 – 0.70
masih dapat diterima untuk
Exploratory Research
6 Cronbach’s Alpha  Nilai indeks > 0.70 untuk
Confirmatory Research
 Nilai indeks antara 0.60 – 0.70
masih dapat diterima untuk
Exploratory Research
Sumber: (Chin, 1998); (Chin, 2010); (Hair et al., 2011); (Hair et al., 2012)
3.6.2 Structural Model (Inner Model)
Evaluasi model struktural (structural model) atau disebut inner model ditujukan untuk
memprediksi hubungan antara variabel laten meliputi variabel endogen dan variabel eksogen.
Inner model dievaluasi dengan meninjau besarnya presentase variance yang dijelaskan yaitu
dengan melihat nilai R-Square pada konstruk laten dari variabel endogen (variabel dependen)
berdasarkan pada metode perhitungan Stone-Geisser Test (Geisser, 1975; Stone 1974) untuk
menguji Predictive Relevance dan Average Variance Extracted (Fornell dan Larcker, 1981)
untuk komponen predictiveness dengan menggunakan beberapa prosedur resampling seperti
jackknifing dan bootstrapping untuk memperoleh stabilitas dari estimasi model yang ditinjau.

3.6.2.1 R-Square
Dalam menilai model struktural dengan pendekatan PLS, dapat dimulai dengan melihat
nilai R-Squares untuk setiap variabel laten endogen sebagai kekuatan prediksi model struktural.
Interpretasi yang umumnya digunakan sama dengan interpretasi pada pendekatan OLS regresi.
Perubahan nilai R-Squares akan digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel laten eksogen
terhadap variabel laten endogen apakah mempunyai hubungan pengaruh substantive atau tidak.
Nilai R-Squares 0.75, 0.50, dan 0.25 dapat dinyatakan bahwa model kuat, moderat, dan lemah.
Hasil dari PLS R-Squares merepresentasikan jumlah variance konstruk yang dijelaskan model.
Adapun pengaruh besarnya ƒ2 dapat diketahui dengan rumus perhitungan seperti di bawah ini:

𝑅2 𝑖𝑛𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒𝑑 − 𝑅2 𝑒𝑥𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒𝑑
𝑓2 =
1 − 𝑅2 𝑖𝑛𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒𝑑
Indikator R2included dan R2excluded merupakan R-Squares dari variabel laten endogen
ketika prediktor dari variabel laten digunakan atau dikeluarkan di dalam persamaan struktural.
Nilai indikator 𝑓² 0.02, 0.15, dan 0.35 sama dengan yang direkomendasikan oleh Cohen (1998)
untuk definisi operasional regresi berganda yang diinterpretasikan jika predictor variabel laten
memiliki pengaruh kecil, menengah, dan besar pada level struktural (Chin, 1998, Chin 2010).

Di samping itu, jika ingin mengetahui prediksi dari konstruk endogen dapat digunakan
metode baseline model yang dimaksudkan untuk membandingkan antara 2 atau lebih tambahan
variabel laten yang dilakukan dengan metode uji F dengan perhitungan rumus sebagai berikut:

𝑅22 − 𝑅12
𝐹 𝑘2 − 𝑘1
1 − 𝑅22
𝑁 − 𝑘2 − 1
k2 – k1, N – k2 – 1 adalah degrees of freedom

𝑹𝟐𝟏 adalah baseline model

𝑹𝟐𝟐 adalah superset model sebagai tambahan dari variabel laten


k1 adalah jumlah predictor untuk baseline model
k2 adalah jumlah predictor untuk superset model
3.6.2.2 Path Coeficients
Pengujian pada Path Coeficients ditujukan untuk mengetahui nilai positif atau negatif
yang merepresentasikan sifat hubungan pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen,
variabel eksogen terhadap variabel mediasi, dan variabel mediasi terhadap variabel endogen.
Adapun Rule of Thumb yang digunakan dalam pengujian Path Coeficients diantaranya seperti
nilai indeks antara 0 dan -1 termasuk negatif dan nilai indeks antara 0 dan 1 termasuk positif.

3.6.2.3 T-Statistic
Evaluasi pada Structural Model kemudian dilanjutkan dengan melihat nilai signifikansi
untuk mengetahui pengaruh diantara variabel melalui prosedur jacknifing atau bootstrapping.
Pendekatan bootstrap merepresentasikan non-parametric untuk precision dalam estimasi PLS.
Adapun penggunaan metode bootstrap dikembangkan oleh Efron pada sekitar tahun 1970-an.
Prosedur bootstrap menggunakan seluruh sampel asli untuk melakukan resampling kembali.
Hair et al (2011) dan Hanseler et al (2009) memberi rekomendasi number of bootstrap samples
yaitu sebesar 5.000 dengan catatan jika jumlah tersebut harus lebih besar dari original sampel.
Namun demikian, beberapa literatur seperti Chin (2003) dan Chin (2010) menyarankan bahwa
number of bootstrap samples 200-1000 cukup untuk mengoreksi standar error estimate PLS.
Selain metode bootstrap, terdapat juga metode alternatif resampling lain yang dikenal
sebagai metode jackknifing yang telah dikembangkan oleh Jackknife sekitar tahun 1940-an.
Metode ini menggunakan sub sampel dari sampel asli untuk melakukan resampling kembali.
Namun perlu diketahui bahwa penggunaan metode jackknifing tergolong kurang begitu efisien
dibandingkan metode bootstrap karena mengabaikan confidence intervals (Efron et al., 2004).
Sehingga metode jackknifing kurang digunakan dalam SEM dibandingkan metode bootstrap.
Adapun program Smart-PLS hanya akan menyediakan metode resampling berupa bootstrap.
Nilai signifikansi yang digunakan (two-tailed) t-value 1.65 dengan significance level = 10%,
t-value 1.96 dengan significance level = 5%), dan t-value 2.58 dengan significance level = 1%.

3.6.2.4 Q2 Predictive Relevances


Di samping melihat besarnya nilai R-Squares, pengujian model struktural dalam PLS
juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode Q2 Predictive Relevance atau biasa disebut
pengujian Predictive Sample Reuse yang dikembangkan oleh Stone (1974) dan Geisser (1975).
Adapun teknik Q2 Predictive Relevances ini dapat merepresentasikan sintesis baik berdasarkan
pada cross validation atau fungsi fitting dengan prediksi dan estimasi dari parameter konstruk.
Pendekatan ini diadaptasi PLS dengan penggunaan prosedur blindfolding seperti di bawah ini:
Ʃᴅ 𝐸ᴅ
𝑄2 = 1 −
Ʃᴅ 𝑂ᴅ
D adalah omission distance
E adalah the sum of squares prediction error

O adalah the sum of squares errors using the mean for prediction
Nilai Q2 > 0 menunjukkan bahwa perhitungan model mempunyai predictive relevance,
sedangkan nilai Q2 < 0 menujukkan sebaliknya model tidak mempunyai predictive relevance.
Adapun dalam keterkaitannya dengan 𝑓², perubahan Q² memberikan dampak relatif terhadap
model struktural yang dapat diketahui dengan menggunakan rumus perhitungan di bawah ini:

2
𝑄2 𝑖𝑛𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒𝑑 − 𝑄2 𝑒𝑥𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒𝑑
𝑞 =
1 − 𝑄2 𝑖𝑛𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒𝑑
Nilai Q2 Predictive Relevances yang terdapat dalam rentang nilai 0.02, 0.15, dan 0.35
secara berturut-turut menunjukkan bahwa model dapat diasumsikan lemah, moderat, dan kuat.

3.6.2.5 Model Fit


Aplikasi PLS Path Modelling juga dapat mengidentifikasi kriteria global optimization
untuk mengetahui Godness of Fit Model seperti yang terdapat dalam Covariance Based-SEM.
Seperti diketahui PLS (Partial Least Square) sangat kuat dalam melakukan orientasi prediksi,
sehingga validasi pada model lebih difokuskan untuk model yang ditujukan sebagai prediksi.
Berdasarkan struktur PLS-SEM, setiap bagian model membutuhkan setiap prosedur pengujian
yang terstruktur sebagai validasi model pengukuran, model struktural, dan keseluruhan model.

Pada pengujian keseluruhan model (overall fit index) dapat menggunakan kriteria dari
Godness of Fit Index yang dikembangka Tenenhaus et al (2004) dengan sebutan GoF Index.
Indeks ini dikembangkan untuk dapat mengevaluasi model pengukuran dan model structural
di samping menyediakan pengukuran sederhana untuk keseluruhan dari suatu prediksi model.
GoF dihitung dari akar kuadrat average communality dan average R-Squares, sebagai berikut:

𝐺𝑜𝐹 √√𝐶𝑜𝑚 × 𝑅²

Dimana:

Com adalah mean of communalities


R2 adalah mean of R2
Karena nilai communality yang direkomendasikan = 0.50 (Fornell dan Larcker, 1981),
dan nilai R-Square Small = 0.02, Medium = 0.13, dan Large = 0.26 (Cohen, 1998), sehingga:

GoF Small = √0.5 × 0.02 = 0.10

GoF Medium = √0.5 × 0.13 = 0.25

GoF Large = √0.5 × 0.26 = 0.36


Adapun ringkasan pada ketentuan masing-masing rule of thumb uji reliabilitas konstruk
dengan indikator refleksif dapat diketahui seperti yang tercantum pada tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 3.3 Rule of Thumb yang berlaku dalam Structural Model

No. Pengujian Prosedur Rule of Thumb


1 R-Squares - Kategori penilaian R-Squares

 Nilai indeks dengan hasil


0.67, 0.33 dan 0.19 dikatakan
kuat, moderat, dan lemah
(Chin, 1998)
 Nilai indeks dengan hasil
0.75, 0.15, dan 0.25 dikatakan
kuat, moderat, dan lemah
(Hair et al., 2011)
2 Path Coeficients - Kategori Path Coeficient

 Nilai indeks antara (-1 dan 0)


dianggap berpengaruh negatif
 Nilai indeks antara (0 dan 1)
dianggap berpengaruh positif
3 T-Statistic Bootstrapping Kategori penilaian T-Statistic

 Nilai indeks > 1.65 untuk


tingkat signifikansi 0,10
 Nilai indeks > 1.96 untuk
tingkat signifikansi 0,05
 Nilai indeks > 2,58 untuk
tingkat signifikansi 0,01
4 Q-Predictive Blindfolding Kategori Q-Predictive Relevance
Relevances
 Nilai indeks 0.02 (Lemah)
 Nilai indeks 0.15 (Moderat
 Nilai indeks 0.35 (Kuat)
5 Model Fit Godness of Fit (GoF) Kategori Godness of Fit Index

 Nilai indeks 0.10 (Small)


 Nilai indeks 0.25 (Medium)
 Nilai indeks 0.36 (Large)
Sumber: (Chin, 1998); (Chin, 2010); (Hair et al., 2011); (Hair et al., 2012)
3.7 Analisis Strategi
3.7.1 Internal Factor Evaluation (IFE)
Evaluasi Faktor Internal (EFI) merupakan identifikasi dan penilaian yang digunakan
untuk mengetahui dan menperkirakan faktor-faktor pada suatu bisnis, instansi, atau perusahaan
yang bersifat dapat atau mampu dikendalikan sehingga termasuk dalam kuasa atau kewenangan
karena faktor-faktor tersebut merupakan komponen yang muncul dari aspek dalam lingkungan.
Evaluasi Faktor Internal pada penelitian ini dikategorikan menjadi 2 faktor yang berlawanan
antara lain faktor positif dan negatif, keunggulan dan kelemahan, atau kekuatan dan kelemahan.
Faktor-faktor internal yang ditinjau adalah Strength (Kekuatan) dan Weakness (Kelemahan).
Menurut Ma’ruf (2022), identifikasi faktor-faktor dari Evaluasi Faktor Internal (EFI)
dapat menggunakan beberapa metode atau pendekatan berbeda sesuai kebutuhan diantaranya
yaitu Analisis Fungsional (Functional Analysis), Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis),
Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation), Kelebihan atau Keunggulan Kompetitif
(Competitive Advantage), dan Elemen Daya Tarik Industri (Industrial Attractiveness Element).
Tabel 3.4 Perhitungan Nilai pada Metode Internal Factor Evaluation

No. Faktor Nilai Bobot Rating Skor


1 Faktor Kekuatan 1
2 Faktor Kekuatan 2
3 Faktor Kekuatan 3
4 Faktor Kekuatan 4
5 Faktor Kekuatan 5
6 Faktor Kelemahan 1
7 Faktor Kelemahan 2
8 Faktor Kelemahan 3
9 Faktor Kelemahan 4
10 Faktor Kelemahan 5
Total 1.00
Sumber: (Ma’ruf, 2022)
Pada Evaluasi Faktor Internal (EFI), nilai diperoleh dari keputusan narasumber dengan
melibatkan 5 pihak yang dianggap mempunyai pemahaman permasalahan yang dikaji seperti
(1) Divisi Pemasaran dari CSA (Community-Supported Agriculture) Seni Tani Kota Bandung,
(2) Perwakilan Pelanggan CSA Seni Tani, dan (3) Akademisi dari Institut Teknologi Bandung.
Adapun prosedur penilaian pada Evaluasi Faktor Internal dengan menggunakan ketentuan pada
rentang 1 – 5 dimana nilai berarti 1 sangat tidak berpengaruh, nilai 2 berarti tidak berpengaruh,
nilai 3 berarti rata-rata, nilai 4 berarti berpengaruh, berikut nilai 5 berarti sangat berpengaruh.
Bobot merupakan rasio hasil pembagian nilai suatu faktor terhadap jumlah nilai seluruh faktor.
Rating merupakan penentuan tingkat urgensitas suatu faktor yang ditentukan oleh narasumber,
jika narasumber lebih dari 1 maka perhitungan rating dilakukan dengan menghitung rata-rata.
Sementara itu, skor merupakan jumlah perkalian bobot dengan rating sebagai nilai akhir EFI.
3.7.2 External Factor Evaluation (EFE)
Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) merupakan identifikasi dan penilaian yang digunakan
untuk mengetahui dan menperkirakan faktor-faktor pada suatu bisnis, instansi, atau perusahaan
yang bersifat tidak dapat dikendalikan sehingga tidak termasuk dhalam kuasa atau kewenangan
karena faktor-faktor tersebut adalah komponen yang muncul dari lingkungan luar lembaga.
Sama halnya seperti IFE, Evaluasi Faktor Eksternal menggunakan 2 faktor yang berlawanan
antara lain faktor positif dan negatif, keunggulan dan kelemahan, atau kekuatan dan kelemahan.
Adapun faktor eksternal yang ditinjau adalah Opportunity (Peluang) dan Threat (Ancaman).

Menurut Ma’ruf (2022), identifikasi faktor-faktor dari Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)
dapat menggunakan beberapa metode atau pendekatan berbeda sesuai kebutuhan diantaranya
Analisis PESTEL (Politic, Economy, Social, Technology, Environment, and Legal Analysis),
Porter 5 Forces (5 Kekuatan Porter), Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation),
Kekuatan Industri (Industrial Strength), dan Stabilitas Lingkungan (Environmental Stability).

Tabel 3.5 Perhitungan Nilai pada Metode External Factor Evaluation

No. Faktor Nilai Bobot Rating Skor


1 Faktor Peluang 1
2 Faktor Peluang 2
3 Faktor Peluang 3
4 Faktor Peluang 4
5 Faktor Peluang 5
6 Faktor Ancaman 1
7 Faktor Ancaman 2
8 Faktor Ancaman 3
9 Faktor Ancaman 4
10 Faktor Ancaman 5
Total 1.00
Sumber: (Ma’ruf, 2022)
Pada Evaluasi Faktor Eksternal (EFE), nilai didapat dari keputusan narasumber dengan
melibatkan 5 pihak yang dianggap mempunyai pemahaman permasalahan yang dikaji seperti
(1) Divisi Pemasaran dari CSA (Community-Supported Agriculture) Seni Tani Kota Bandung,
(2) Perwakilan Pelanggan CSA Seni Tani, dan (3) Akademisi Institut dari Teknologi Bandung.
Adapun prosedur penilaian pada Evaluasi Faktor Internal dengan menggunakan ketentuan pada
rentang 1 – 5 dimana nilai berarti 1 sangat tidak berpengaruh, nilai 2 berarti tidak berpengaruh,
nilai 3 berarti rata-rata, nilai 4 berarti berpengaruh, berikut nilai 5 berarti sangat berpengaruh.
Bobot merupakan rasio hasil pembagian nilai suatu faktor terhadap jumlah nilai seluruh faktor.
Rating merupakan penentuan tingkat urgensitas suatu faktor yang ditentukan oleh narasumber,
jika narasumber lebih dari 1 maka perhitungan rating dilakukan dengan menghitung rata-rata.
Sementara itu, skor merupakan jumlah perkalian bobot dengan rating sebagai nilai akhir EFE.
3.7.3 Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT)
Istilah SWOT merupakan singkatan dari Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat
yang jika ditelusuri maksudnya maka menjadi Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman.
SWOT termasuk sebuah alat analisis yang sangat popular untuk digunakan dalam menemukan
langkah strategis berdasarkan pengenalan pada diri sendiri baik secara internal atau eksternal.
Pengenalan pada diri sendiri merupakan modal utama dalam mengambil langkah yang cermat.
Semua faktor yang terevaluasi setelah proses inventarisasi baik internal atau eksternal
dipilah menjadi 2 kategori yaitu kelompok bernuansa positif dan kelompok bernuansa negatif.
Faktor internal positif disebut Kekuatan (Strength) dan negatif disebut Kelemahan (Weakness),
Faktor eksternal positif disebut Peluang (Opportunity) dan negatif disebut Ancaman (Threat).
Keempat kelompok faktor tersebut disusun membentuk matriks dengan formasi pasangan 2-2
yang pada bagian tengahnya dipisahkan oleh tanda sumbu X dan sumbu Y (Diagram Cartesius)
sehingga berpotongan pada bagian tengah pada titik 0 dimana sumbu x (horizontal) mewakili
faktor-faktor internal dengan S pada bagian kanan (positif) dan W pada bagian kiri (negatif).
Demikian pula dengan penentuan faktor pada kondisi sebaliknya, sumbu y (vertikal) mewakili
faktor-faktor eksternal dengan O pada bagian atas (positif) dan T pada bagian bawah (negatif).

Daerah kanan atas (positif dan positif) kuadran I pertemuan Strength-Opportunity (SO),
daerah kanan bawah (positif dan negatif) disebut kuadran II pertemuan Strength-Threat (ST),
daerah kiri atas (negatif dan positif) yaitu kuadran III pertemuan Weakness-Opportunity (WO),
berikut daerah kiri bawah (negatif dan negatif) kuadran IV pertemuan Weakness-Threat (WT).

Kuadran III Kuadran I

W S

Kuadran IV Kuadaran II

T
Gambar 3.1 Diagram Cartesius Penentuan Strategi pada SWOT
Sumber: (Ma’ruf, 2022)
Keseluruhan faktor hasil evaluasi diinventarisasi berdasarkan pembagian kelompoknya
dengan digunakan 5 faktor yang dianggap paling mempunyai pengaruh untuk setiap kelompok.
Seluruh faktor yang telah dipilih kemudian diukur bobotnya dan dikalkulasi sedemikian rupa
sehingga mendapatkan akan 2 angka tertentu baik untuk faktor internal atau faktor eksternal.
Kemudian, 2 angka yang telah diperoleh dari pengurangan faktor positif dengan faktor negatif
dijadikan sebagai titik koordinat pada Diagram Cartesius seperti yang ditunjukkan Gambar 3.1.
Selanjutnya ditentukan strategi yang sesuai berdasarkan perpotongan kuadran yang diperoleh
apakah dengan menerapkan strategi (S-O), strategi (S-T), strategi (W-O), atau strategi (W-T).
Tabel 3.6 Pencocokkan Strategi dengan Perpotongan Matriks SWOT

Weakness (Kelemahan) Strength (Kekuatan)


1. 1.
2. 2.
Matriks SWOT 3. 3.
4. 4.
5. 5.
Opportunity (Peluang) Kuadran III (Strategi W-O) Kuadran I (Strategi S-O)
1.
2.
3.
4.
5.
Threat (Ancaman) Kuadran IV (Strategi W-T) Kuadran II (Strategi S-T)
1.
2.
3.
4.
5.
Sumber: (Ma’ruf, 2022)

Fungsi pembagian daerah menjadi 4 kuadran yang terdiri atas kuadran I, II, III, dan IV
adalah untuk mempermudah prosedur perumusan alternatif strategis yang hendak digunakan.
Terdapat beberapa rekomendasi yang perlu diterapkan jika hasil analisis SWOT memposisikan
tujuan pada kuadran tertentu berdasarkan perpaduan faktor pada penyusunnya, sebagai berikut:
a. Kuadaran I pertemuan Kekuatan (Strength) dan Peluang (Opportunity), disebut sebagai
strategi (S-O) memanfaatkan Kekuatan yang dimiliki untuk menggapai Peluang yang ada.
b. Kuadran II pertemuan Kekuatan (Strength) dan Ancaman (Threat), disebut sebagai strategi
(S-T) memanfaatkan Kekuatan yang dimiliki untuk mengendalikan Ancaman yang ada.
c. Kuadran III pertemuan Kelemahan (Weakness) dan Peluang (Opportunity), disebut sebagai
strategi (W-O) mengurangi Kelemahan yang dimiliki untuk menggapai Peluang yang ada.
d. Kuadran IV pertemuan Kelemahan (Weakness) dan Ancaman (Threat), disebut sebagai
strategi (W-T) memperkecil Kelemahan yang dimiliki untuk mengatasi Ancaman yang ada.
3.7.4 Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)
Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) adalah teknik yang digunakan untuk
menetapkan kebijakan strategi terbaik diantara beberapa opsi atau alternatif kebijakan strategi
yang telah didapatkan sebelumnya dengan melakukan pengukuran pada IFE, EFE, dan SWOT
berdasarkan keadaan terkini yang terjadi di sekitar suatu unit instansi, bisnis, atau perusahaan.
Dengan demikian, Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) merupakan tahap terakhir
dari proses pencarian dan penentuan strategi yang digunakan untuk mengatasi suatu masalah
yang dihadapi oleh suatu unit instansi, bisnis, atau perusahaan baik pada internal atau eksternal.
Prosedur analisis strategi dengan penggunaan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)
baik diterapkan untuk faktor internal atau eksternal dapat dilihat seperti tersaji pada tabel 3.7.

Pada intinya, Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) melakukan komparasi


diantara beberapa opsi atau alternatif yang telah direkomendasikan melalui tahap pencocokan.
Semua faktor yang dianalisis sebelumnya digunakan beserta bobot masing-masing kemudian
diberikan Nilai Daya Tarik atau Attractiveness Score (AS) untuk masing-masing opsi strategi.
Berikutnya, pada perhitungan akhir yang digunakan adalah Total Attractiveness Score (TAS)
masing-masing faktor pada setiap opsi strategi yang merupakan perkalian AS dan bobot faktor.
Strategi dengan jumlah nilai TAS tertinggi merupakan strategi terbaik yang dapat digunakan.
Pada prsedur penilaian tingkat daya tarik (Attractiveness Score), kolom-kolom sebelah
kanan dari kolom faktor beserta bobotnya disediakan untuk opsi-opsi strategi yang akan dinilai.
Untuk setiap strategi disiapkan 2 kolom yaitu kolom penilaian daya tarik (Attractiveness Score)
dan kolom hasil perkalian bobot faktor dengan nilai daya tariknya (Total Attractiveness Score).
Penilaian daya tarik dari strategi atau Attractiveness Score (AS) merupakan penilaian terhadap
daya tarik faktor tertentu yang ditetapkan pada beberapa strategi yang disiapkan sebelumnya.
Adapun nilai Attractiveness Score (AS) menggunakan skala dari angka 1 untuk daya tarik yang
sangat lemah kemudian berturut-turut hingga pada angka 4 untuk daya tarik yang sangat kuat.
Jika penilaian daya tarik diperoleh dari beberapa narasumber maka cukup dicari rata-ratanya.
Tabel 3.7 Perumusan Strategi dengan Metode QSPM

Alternatif Strategi 1 Alternatif Strategi 2


No. Faktor Bobot
AS TAS AS TAS
1 Faktor EFI 1
2 Faktor EFI 2
3 Faktor EFI 3
4 Faktor EFI 4
5 Faktor EFI 5
6 Faktor EFI 6
7 Faktor EFI 7
8 Faktor EFI 8
9 Faktor EFI 9
10 Faktor EFI 10
Total 1.00
Sumber: (Ma’ruf, 2022)
DAFTAR PUSTAKA

Aliansi Organis Indonesia (AOI). 2020. Statistik Pertanian Organik Indonesia 2019. Bogor.
Penerbit Aliansi Organis Indonesia (AOI).
Amalia, E., Joy, B., Sunardi. 2016. Residu Pestisida pada Tanaman Holtikultura (Studi Kasus
pada Desa Cihanjuang Rahayu, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat).
Jurnal Agrikultura Vol. 1 No. 23-39.
Badan Pusat Statistik. 2015. Jumlah Penduduk Kota Bogor. Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2016. Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura. Jakarta.
Chin, W.W. 1998. The Partial Least Squares Approach for Structural Equation Modelling in
Marcoulides, G.A (Eds.). Modern Methods for Business Research (pp. 295-236).
London: Lawrence Erlbaum Associates.
Chin, W.W. 2010. How to Write Up and Report PLS Analyses. In Vinzi, V.E., Chin, J.,
Hanseler, J. Wang, H (Eds.), Handobook of Partial Least Squares: Concepts, Methods,
and Applications in Marketing and Related Fields (pp. 655-690). Berlin. Springer.
Cohen, J. 1998. Statistical Power Analysis for the Behavioral Sciences. Hillsdale, New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates.
Darwadi., Susmiati., Luthfi, E.I. 2017. Hubungan antara Kontak Pupuk Urea dengan Gejala
Dermatitis Petani Desa Sekaran, Kecamatan Jatirogo, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Jurnal NSJ Vol. 1 No. 1.
Efron, B., Rogosa, D., Tibshirani, R. 2004. Resampling Methods of Estimation. In Smelser,
N.J., Baltes, P.B. (Eds.) International Encyclopedia of the Social and Behavioral
Sciences (pp. 13216-13220). New York, NY: Elsevier.
Fornell, C., Larcker, D.F. 1981. “Evaluating Strucutral Equation Models with Unobservable
Variables and Measurement Error”. Journal of Marekting Research (18:1), pp. 39-50.
Ghozali, I., Latan, H. 2015. Partial Leasr Squares: Konsep, Teknik, dan Aplikasi Menggunakan
Program Smart PLS 3.0 untuk Penelitian Empiris (Edisi 2). Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Gil, J.M., Gracia, A., Sanchez, M. 2000. Market Segmentation and Willingness to Pay for
Organic Products in Spain. The International Food and Agribusiness Management
Review, Vol. 3 No. 2.
Hair, J.F., Ringle, C.M., Sarstedt, M. 2011. “PLS-SEM: Indeed, A Silver Bullet”. Journal of
Marketing Theory and Practice (19:2), pp. 139-150.

Hair, J.F., Sarstedt, M., Ringle, C.M., Mena, J.A. 2011. “An Assessment of the Use of Partial
Least Squares Structural Equation Modelling in Marketing Research”. Journal of the
Academy of Marketing Science (40:1), pp. 414-433.
Hamid, R.S., Anwar, S.M. 2019. Structural Equation Modelling (SEM) yang Berbasis Varian:
Konsep Dasar dan Aplikasi Program SmartPLS 3.2.8 dalam Keperluan Riset Bisnis.
Jakarta: Penerbit Inkubator Penulis Indonesia.
Haniyah, D.N., Djuwendah, E., Judawinata, A.G., Sadeli, A.H. 2022. Usaha Pertanian
Organik berbasis CSA (Community-Supported Agriculture) Studi Kasus CSA Seni Tani,
Kota Bandung, Indonesia. Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis
Vol. 8 No. 2.
Hanseler, J., Ringle, C.M., Sinkovics, R.R. 2009. “The Use of Partial Last Squares Path
Modelling in International Marketing”. Advances in International Marketing (20), pp.
227-319.
Kirgiz, A.C. 2016. Green Marketing: A Case Study of the Sub-Industry in Turkey. London.
Palgarve Pivot.
Kotler, P.T. Amstrong, G. 2016. Principles of Marketing: 16th of Global Edition. New Jersey.
Pearson Education Limited.
Kotler, P.T., Keller, K.L. 2016. Marketing Management: 15th of Global Edition. New Jersey.
Pearson Education Limited.
Las, I., Subagyono, K., Setiyanto, A.P. 2006. Isu dan Pengelolaan Lingkungan dalam Upaya
Revitalisasi Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian. 25(3), 106-114.
Ma’ruf, A. 2022. Analisis Strategi: Panduan Praktis SWOT, GE – McKinsey, SPACE, FFA,
QSPM, dan AHP Menggunakan Microsoft Excel. Yogyakarta; Penerbit Andi.
Mayrowani, H. 2012. Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia. Jurnal Forum Penelitian
Agro Ekonomi Vol. 30 No. 2
Tenenhaus, M., Amato, S. EspositoVinzi, V. 2004. “A Global Godenss-of-Fit Index for PLS
Structural Ecuation Modelling”. Proceedings of the XLII SIS Scientific Meeting, Vol.
Contributed Papers, CLEUP. Padova, pp. 739-742.
Utami, K., Rauf, A., Salmiah. 2019. Analisis Perilaku pada Konsumen dalam Pengambilan
Keputusan Pembelian Sayur Organik di Kota Medan. Jurnal Agroteknologi dan Ilmu
Pertanian Vol. 3 No. 2.
Zulkifli, A. 2020. Green Marketing: Redefinisi Green Product, Green Price, Green Place, dan
Green Promotion. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
www.1000kebun.org. 2021. Seni Tani – Lahan Tidur Menjadi Kebun.
https://1000kebun.org/2021/12/02/seni-tani-lahan-tidur-menjadi-kebun/. (Diakses
pada 5 September 2023)
www.1000kebun.org. 2022. Teman Bertumbuh. https://1000kebun.org/category/seni-tani/.
(Diakses pada 5 September 2023)
www.greennetwork.id. 2022. Seni Tani Menyediakan Akses Pangan Sehat Dekat Perkotaan.
https://greennetwork.id/wawancara/seni-tani-menyediakan-akses-pangan-sehat-dan-
dekat-di-perkotaan/. (Diakses pada 5 September 2023).
LAMPIRAN PENELITIAN

Kuisioner Penelitian (Waktu Mengisi ±8 Menit)


Perkenalkan nama saya Ghulam Fathir Authar Insaniy, mahasiswa S2 Biomanajemen,
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), Institut Teknologi Bandung (ITB), saat ini sedang
melakukan pengerjaan dan penyusunan laporan Tesis (Tugas Akhir) dengan mengangkat judul
“Pengaruh Green Marketing bagi Purchase Intention pada Produk Pertanian Sayuran Organik
(Studi Kasus Komunitas CSA Seni Tani, Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung, Jawa Barat)”
yang ditujukan untuk mendapat gelar Magister Sains (M. Si) dari Institut Teknologi Bandung.
Saya memerlukan teman-teman responden agar berpartisipasi pada pengisian kuisioner
dengan menjawab setiap pertanyaan secara jujur sesuai dengan keadaan terkini yang dirasakan
karena pada pengisian kuisioner ini tidak diterapkan sistem penilaian jawaban benar atau salah.
Setiap jawaban yang diberikan oleh responden tidak akan disebarluaskan pada khalayak umum
dan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti karena hanya digunakan untuk keperluan penelitian.

1.1 Identitas Responden


a. Nama:
b. Jenis Kelamin:
- Laki-laki
- Perempuan
c. Usia:
d. Pekerjaan:
- Mahasiswa (Pelajar)
- Wirauswasta
- Pegawai Swasta
- Pegawai Negeri
- Lainnya ….
e. Alamat:
- Kelurahan :
- Kecamatan :
- Kota atau Kabupaten :
1.2.1 Green Marketing

No. Pertanyaan 1 2 3 4 5

Green Product

Sayur-sayuran dari CSA Seni Tani dibudidayakan dengan


1.
penggunaan pupuk alami yang terbuat dari bahan organik
Sayur-sayuran dari CSA Seni Tani dibudidayakan dengan
2. pemberian pestisida alami yang terbuat dari bahan organik
Sayur-sayuran dari CSA Seni Tani dibudidayakan dengan
3. pemanfaatan bahan limbah organik dari wilayah setempat
Sayur-sayuran dari CSA Seni Tani dibudidayakan dengan
4. penerapan teknik pertanian regeneratif ramah lingkungan

Green Price

Harga sayur-sayuran dari CSA Seni Tani termasuk sesuai


5.
karena mengupayakan investasi keberlanjutan lingkungan
Harga sayur-sayuran dari CSA Seni Tani termasuk sesuai
6.
karena mengupayakan keamanan dan kesehatan makanan
Harga sayur-sayuran dari CSA Seni Tani cukup bersaing
7.
karena mengupayakan mata rantai distribusi yang pendek
Harga sayur-sayuran dari CSA Seni Tani cukup bersaing
8.
karena sistem transparansi bagi konsumen atau pelanggan

Green Place

CSA Seni Tani melakukan operasional ramah lingkungan


9
dengan pemanfaatan air secara efisien menurut kebutuhan
CSA Seni Tani mengupayakan pengurangan jejak karbon
10.
dengan pengiriman yang dekat konsumen atau pelanggan
CSA Seni Tani menggunakan kemasan ramah lingkungan
11.
yang bebas dari bahan plastik untuk mengedarkan produk
CSA Seni Tani memungkinkan konsumen atau pelanggan
12.
melihat secara langsung budidaya yang ramah lingkungan

Green Promotion

Sayur-sayuran CSA Seni Tani dipasarkan dengan promosi


13.
yang mengandung pesan prioritas kepedulian lingkungan
Sayur-sayuran CSA Seni Tani dipasarkan dengan promosi
14.
dengan meminimalisir penggunaan media berbahan cetak
Sayur-sayuran CSA Seni Tani dipasarkan dengan promosi
15.
edukasi dan sosialisasi sistem pertanian organik perkotaan
Sayur-sayuran CSA Seni Tani dipasarkan dengan promosi
16.
resep makanan bergizi diantara konsumen atau pelanggan
1.2.2 Brand Image

Strengthness of Brand
CSA Seni Tani menyediakan variasi jenis sayuran organik
1. secara lengkap baik daun, buah, umbi, bumbu, dan kacang
CSA Seni Tani bermakna pemberdayaan (empowerment)
2. melalui penyediaan lapangan kerja bagi para petani muda
CSA Seni Tani bermakna berkelanjutan (sustainability)
3. melalui kegiatan pertanian regeneratif ramah lingkungan
CSA Seni Tani bermakna lokal (local) melalui pelibatan
4. petani muda dan masyarakat pada ketahanan pangan lokal

Favorable of Brand
CSA Seni Tani termasuk merek produk pertanian organik
5. yang aktif dalam berkolaborasi dengan masyarakat sekitar
CSA Seni Tani termasuk merek produk pertanian organik
6. yang aktif pada kegiatan lokal, nasional, dan internasional
CSA Seni Tani termasuk merek produk pertanian organik
7. yang memiliki reputasi baik untuk kepedulian lingkungan
CSA Seni Tani termasuk merek produk pertanian organik
8. yang menyampaikan laporan keberlanjutan secara berkala

Uniqueness of Brand
CSA Seni Tani memiliki keunikan pada penerapan sistem
9. Community-Supported Agriculture yang jarang dijumpai
CSA Seni Tani memiliki keunikan pada penerapan sistem
10. berlangganan pada awal sebagai modal operasional petani
CSA Seni Tani memiliki keunikan pada penerapan sistem
11. transparansi untuk mengamati pertanian organik di kebun
CSA Seni Tani memiliki keunikan pada penerapan sistem
12. pemanfaatan ampas kopi kedai mitra untuk pupuk kompos

Appearance of Brand
CSA Seni Tani memiliki logo sebagai identitas dari merek
13. yang ringan dan mudah diterima konsumen dan pelanggan
CSA Seni Tani memiliki maskot bernama Sani dan Sina
14. yang atraktif dan mudah diingat konsumen dan pelanggan
CSA Seni Tani menampilkan berbagai informasi melalui
15. penggunaan desain atau tampilan infografis yang menarik
CSA Seni Tani menampilkan berbagai informasi melalui
16. penggunaan huruf, warna, dan gambar yang proporsional
1.2.3 Purchase Intention

Product Selection
Konsumen melakukan pembelian produk sayuran organik
1. karena dapat berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan
Konsumen melakukan pembelian produk sayuran organik
2. karena dapat menjaga kestabilan dari ekosistem pertanian
Konsumen melakukan pembelian produk sayuran organik
3. karena lebih menjamin keamanan dan kesehatan makanan
Konsumen melakukan pembelian produk sayuran organik
4. karena nutrisi dan gizi dalam makanan tetap terjaga stabil

Brand Selection
Konsumen memilih sayuran organik pada CSA Seni Tani
5. karena visi yang sama untuk pertanian yang berkelanjutan
Konsumen memilih sayuran organik pada CSA Seni Tani
6. karena praktis karena dekat keterjangkauan tempat tinggal
Konsumen memilih sayuran organik pada CSA Seni Tani
7. karena meringankan beban petani dalam permodalan awal
Konsumen memilih sayuran organik pada CSA Seni Tani
8. karena aksesibilitas mengamati budidaya secara langsung

Purchase Period
Konsumen memiliki riwayat atau pengalaman terdahulu
9. dalam kegiatan pembelian produk sayuran CSA Seni Tani
Konsumen membeli lagi produk sayuran CSA Seni Tani
10. jika stok sayuran CSA Seni Tani sebelumnya sudah habis
Konsumen melakukan pembelian produk sayuran organik
11. CSA Seni Tani untuk rentang jangka panjang (long term)
Konsumen mendaftar sebagai pelanggan produk sayuran
12. CSA Seni Tani sehingga dapat mempermudah pembelian

Purchase Method
CSA Seni Tani menyediakan alternatif pembayaran yang
13. mempermudah proses transaksi konsumen atau pelanggan
CSA Seni Tani menyediakan promo diskon harga menarik
14. dari pembelian sayuran organik konsumen atau pelanggan
CSA Seni Tani menyediakan pilihan paket berlangganan
15. yang menyesuaikan kebutuhan konsumen atau pelanggan
CSA Seni Tani menyediakan pergantian pengiriman sayur
16. jika konsumen atau pelanggan absen dalam jadwal semula

Anda mungkin juga menyukai