Anda di halaman 1dari 15

Meningkatkan Minat Orang Muda Katolik (OMK) Hidup Menggereja

Oleh: Bartholomeus Arosi, Penyuluh PNS Prov. Kalimantan Barat

1. Pengantar

Masyarakat sekarang ini berhadapan dengan berbagai jenis permasalahan hidup. Hal ini tidak terlepas
dari pengaruh kemajuan ilmu teknologi, yang secara langsung maupun tidak langsung membawa
dampak tersendiri bagi Orang Muda Katolik. Di satu pihak, perkembangan ilmu teknologi menawarkan
suatu nilai positif yang menggembirakan, yang salah satunya dapat berfungsi sebagai sarana pewartaan
Injil dan komunikasi antar-Orang Muda Katolik. Akan tetapi di lain pihak, perkembangan ilmu teknologi
membawa akibat negatif yang seringkali menghilangkan kreativitas dan bahkan menurunkan nilai-nilai
moral yang bisa menghancurkan iman kekristenan kita, terutama dapat menghambat keaktifan Orang
Muda Katolik hidup menggereja.

Selain itu, dewasa ini muncul sebuah trend yang semakin menggejala, dimana Orang Muda Katolik tidak
lagi tertarik pada agama aslinya (agama yang dianutnya saat ini). Ketidakpastian hidup yang diakibatkan
oleh berbagai krisis yang melanda kehidupan sosial mereka, membuat mereka frustrasi, tidak tahu harus
berbuat apa. Hal ini kerapkali membuat mereka mengambil jalan pintas dengan mengambil sebuah
keputusan negatif, yang akhirnya membuat mereka melupakan Tuhan. Buah-buah dari keputusan itu
salah satunya melahirkan sebuah keyakinan hidup berupa: “Agama Baru” atau “Religiositas Baru”.
Gejala ini tampak dengan munculnya salah satu sekte, seperti: “gereja setan”. Banyak kaum muda
terjerumus ke dalam ketergantungan pada obat-obat terlarang, perjudian, pelacuran, minuman keras
dan banyak gaya hidup lain yang membuat mereka berpaling dari Allah. Segalanya itu mereka “sembah”
dan “puja” sebagai “allah” mereka.

Di dalam Gereja Katolik terdapat pelbagai bentuk perkumpulan doa, yang termasuk ke dalam lingkungan
“Religiositas Baru” ini, misalnya seperti karismatik, persekutuan doa dan kelompok penyembuhan.
Disebut “Religiositas Baru” karena kadang-kadang para pengikut kelompok ini merasa diri tidak perlu
berdoa ke gereja, sebab dalam kelompok doa mereka sendiri, mereka bisa “menemukan” Tuhan.

Realitas di atas merupakan salah satu sisi buram dari Wajah Gereja saat ini, yang tidak menutup
kemungkinan bisa melanda Orang Muda Katolik. Kecenderungan-kecenderungan ini tampak jelas di
kota-kota besar dan bahkan akan bisa menyebar ke pelosok daerah. Muncul semacam kebosanan Orang
Muda Katolik terhadap kegiatan-kegiatan keagamaan. Banyak mereka merasa bosan ke gereja, karena
ritusnya yang monoton, kotbah yang tidak menarik atau sekurang-kurangnya kalah jauh dengan segala
macam acara sinetron di televisi dan acara-acara profan lainnya. Hal ini tentu juga menjadi tantangan
besar bagi Gereja. Kebanyakan Orang Muda Katolik sekarang lebih menyukai acara televisi dan berbagai
acara profan (yang bersifat duniawi) daripada harus berkumpul di gereja, untuk berdoa dan melakukan
kegiatan-kegiatan rohani lainnya. Kesenangan duniawi membuat mereka tidak tertarik kepada kegiatan-
kegiatan menggereja. Muncul pertanyaan, apakah Gereja mampu “bersaing” dengan “Agama Baru”
ini[1]?

Nah, bagaimana Gereja dapat menawarkan sebuah kehidupan yang mendukung iman umat, terutama
Orang Muda Katolik, melalui bentuk-bentuk hidup menggereja dengan harapan dan penghayatan yang
efektif? Kalau pertanyaan ini tidak dapat kita jawab, maka tidak menutup kemungkinan bahwa kita akan
mengalami apa yang menggejala di Eropa, dimana orang semakin sedikit ke gereja, kecuali pada
upacara pembaptisan, komuni pertama, perkawinan dan kematian[2].

Berbagai kenyataan di atas apabila tidak disikapi secara bijak oleh Gereja, maka akan berdampak buruk
terhadap proses pewartaan iman dan keaktifan Orang Muda Katolik hidup menggereja.

Pemikiran-pemikiran di atas, menjadi salah satu motivasi yang membangkitkan kesadaran penulis untuk
menyajikan tulisan ini, dengan tujuan agar Orang Muda Katolik semakin bergiat dan berperan aktif
dalam hidup menggereja.

2. Siapa Orang Muda Katolik?

Orang Muda Katolik dapat diartikan sebagai kaum muda katolik, baik pria maupun wanita, terutama
mereka yang belum menikah, yang berada di stasi-stasi maupun paroki-paroki. Orang Muda Katolik
memiliki sebuah organisasi kegerejaan yang bertujuan membantu kaum muda katolik agar lebih
beriman. Melalui kegiatan-kegiatan kerohanian, mereka diharapkan mampu memelihara iman dan
menjaga moral demi terciptanya manusia yang berkualitas.

3. Bentuk-bentuk Peningkatan Keaktifan Orang Muda Katolik dalam Menggereja

3.1 Pembinaan Rohani-Spiritual

Pada tahun 2009, Gereja mencanangkan sebagai tahun pemuda. Tema yang diambil adalah: “ORANG
MUDA KATOLIK MENGGUGAH DUNIA”. Gereja berharap kita kembali memperhatikan Orang Muda
Katolik. Bagaimanapun juga yang tua-tua suatu saat harus mundur dan akan diganti oleh kaum muda.
Maka mempersiapkan mereka secara baik untuk melanjutkan proses kepengurusan gereja dan negara
tentu menjadi tugas kita bersama.

Berbagai model pendampingan bisa dilakukan untuk mendampingi mereka. Pendampingan ini terkait
erat dengan fase pertumbuhan manusia.

Setiap fase pertumbuhan manusia memiliki sifat kekhasan tersendiri, sehingga metode pembinaan atau
pendampingannyapun juga menyesuaikan perkembangan dan dinamikanya. Pada fase usia Pendidikan
Iman Anak dan Pendidikan Iman Remaja mungkin agak sedikit mudah diarahkan dan disamakan dalam
pendampinganya, mengingat pada usia-usia itu pola pikir mereka relatif sama; karena perbedaan
usianya pun tidak terlampau jauh berbeda. Akan tetapi memasuki usia fase Orang Muda Katolik tentu
jauh sangat berbeda. Jarak usia antara 13 tahun sampai dengan 35 tahun jelas memiliki perbedaan yang
sangat beragam. Sangatlah tidak mudah menyatukan mereka antara anak usia 13-17 tahun dengan anak
usia 20-25 tahun dan apalagi usia 27-35. Baik dari pola pikir, aktifitas maupun kebiasaannyapun sangat
berbeda.

3.1.1 Doa Lingkungan

Doa lingkungan adalah doa yang dilakukan oleh umat Katolik yang berada di sebuah lingkungan Katolik,
yang biasanya dilaksanakan di rumah-rumah secara bergiliran. Doa lingkungan dapat berupa ibadat
sabda, sharing Kitab Suci dan devosi-devosi kepada orang kudus, terutama devosi kepada Bunda Maria
dalam doa rosario. Doa lingkungan juga dapat bermanfaat sebagai wadah pertemuan antarumat, untuk
membentuk suatu persaudaraan kasih. Persaudaraan ini mesti berlandaskan pada ajaran Yesus Kristus
yang tampak jelas dalam Injil.

Orang Muda Katolik, sebagai anggota Gereja, diharapkan terlibat aktif dalam doa lingkungan ini. Melalui
doa lingkungan, mereka dapat merasakan suasana hidup persaudaraan Gereja, yang mengikat mereka
dalam cinta. Dengan demikian, Orang Muda Katolik merasa bahwa mereka juga memiliki tugas dan
panggilan yang sama dengan anggota Gereja yang lain. Mereka merasa diterima dan dihargai oleh
Gereja dan dengan demikian mereka terpanggil untuk secara aktif terlibat dalam berbagai kegiatan
Gereja.

3.1.2 Retret dan Rekoleksi

3.1.2.1 Retret

Tujuan retret adalah untuk mencapai “kesehatan” rohani Orang Muda Katolik, sehingga mampu
menghayati hidup dan panggilannnya sesuai dengan potensi rohani secara optimal, mengenal diri
secara lebih utuh dan berani serta mengadakan pertobatan. Berdasarkan pengalamannya, Romo Paul
Suparno, SJ menyebut empat tujuan yang kebanyakan ingin dicapai dalam retret (terutama remaja),
antara lain: Pertama, merasakan dan menyadari kasih Tuhan dalam hidup sehari-hari, kedua, mengenal
diri sendiri secara lebih mendalam, ketiga, merasakan kasih persaudaraan bersama dengan saudara-
saudari se-iman dan keempat, memperoleh kebahagiaan hidup yang lebih optimis sehingga berani
mengasihi orang lain[3]. Retret juga bertujuan mengisi kehidupan dengan hal-hal rohani agar lebih
dibatinkan dan agar panggilan kita sebagai anak-anak Allah lebih kentara dalam kehidupan nyata[4].

Berdasarkan pokok pemikiran atas tujuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan retret adalah
untuk mengembangkan kecakapan, kesalehan dan kemampuan rohani pribadi, agar lebih lebih
mengenal diri dan panggilannya, supaya lebih mengenal Allah beserta cinta, karya dan panggilanNya,
serta untuk mengembangkan kepekaan dan kemampuan menanggapi sapaan atau panggilan Tuhan
dalam hidup sehari-hari, sehingga mempunyai arah yang jelas, penuh semangat dan keteguhan serta
kegembiraan dalam menjalankan berbagai kegiatan hidup sehari-hari[5].
3.1.2.2 Rekoleksi

Rekoleksi juga bertujuan melatih kemampuan Orang Muda Katolik untuk mengenal, menyadari kasih,
karya dan panggilan serta sikap dan tanggapan pribadi mereka, sehingga iman mereka semakin matang,
serta dapat menghayati tugas panggilan mereka secara penuh tanggung jawab, semangat, gembira dan
tangguh[6]. Melalui rekoleksi, Orang Muda Katolik dibawa ke alam refleksi perihal kehidupan pribadi.
Mereka diharapkan mampu mengolah diri, dengan mengumpulkan berbagai pengalaman harian, baik
yang menggembirakan maupun yang menyedihkan; dan akhirnya menyerahkan berbagai “beban” dan
kebahagiaan serta harapan kepada Allah. Mereka mesti memandang hidup ini sebagai anugerah Tuhan
yang harus disyukuri. Oleh karena itu, sikap doa, kontemplasi dan refleksi atas Sabda Allah mesti
menjadi tindakan wajib bagi Orang Muda Katolik.

3.1.3 Kemah Rohani

Melalui kemah rohani, Orang Muda Katolik dapat merasakan kasih Tuhan lewat alam ciptaan. Mereka
menyadari bahwa cinta Tuhan tidak terbatas pada satu lingkungan hidup saja, melainkan dalam
berbagai dimensi hidup manusia, yakni alam semesta.

Kesadaran bahwa manusia adalah “gambar Allah” atau “citra Allah”, hendaknya juga menjadi kesadaran
bagi Orang Muda Katolik dalam upaya mereka untuk mencintai alam sekitar. Kesadaran ekologis ini
membantu Orang Muda Katolik agar memiliki rasa tanggung jawab terhadap kehidupan bersama dan
kehidupan alam semesta. Dengan demikian, mereka menjadi pelayan dalam keterarahannya kepada
Allah, pencipta dan sumber segala yang ada di dunia[7].

3.1.4 Latihan Koor atau Latihan Lagu-lagu Rohani Gereja

Orang Muda Katolik perlu juga diperkenalkan oleh para katekis dengan lagu-lagu rohani Gereja, agar
mereka semakin menaruh perhatian kepada hal-hal yang spiritual; dan dengan demikian, mereka
merasakan kedekatan yang akrab dengan Tuhan dan Gereja. Dewasa ini, ada gejala bahwa Orang Muda
Katolik lebih menyukai lagu-lagu profan (duniawi) ketimbang lagu-lagu rohani. Hal ini tidak terlepas dari
pengaruh teknologi, terutama kemajuan dalam bidang seni suara, yang lebih menomorsatukan lagu-lagu
profan yang mampu menggugah perasaan kaum muda, daripada lagu-lagu yang bernada spiritual, yang
bisa menghantar manusia kepada Allah.

Kecintaan terhadap lagu-lagu rohani Gereja merupakan sebuah pertanda bahwa Orang Muda Katolik
memiliki kesadaran spiritual, berupa kemauan untuk senantiasa mencari kehendak Allah. Di samping itu,
latihan koor atau latihan lagu-lagu rohani Gereja juga bertujuan untuk mengajarkan Orang Muda Katolik
perihal bagaimana membaca not secara lebih baik dan tepat. Kiranya melalui latihan ini, mereka tidak
merasa asing terhadap lagu-lagu rohani Gereja dan not-not yang terdapat dalam lagu.

3.1.5 Legio Maria


Melalui kegiatan Legio Maria, Orang Muda Katolik diberi tugas untuk menjadi bentara atau “pasukan”
Maria, yang dengan rela hati dan penuh keberanian menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan,
melalui ketaatan mereka kepada Maria. Sebagai legiun (bahasa Latin: pasukan) Maria, Orang Muda
Katolik semakin menyadari perlunya menaruh perhatian kepada Gereja, melalui pelayanan-pelayanan
sosial karitatif terhadap mereka yang sakit dan membutuhkan bantuan. Sikap ini mereka laksanakan
tanpa henti dan rasa takut, bagaikan seorang tentara yang rela menyerahkan seluruh hidup, bahkan
nyawanya bagi orang lain.

Maria yang terberkati dan tetap perawan, yang setelah Kristus, ia menduduki tempat tertinggi dalam
Gereja. Maria dikandung tanpa cela dan dengan mulia terangkat ke surga. Ia diangkat sebagai Bunda
Allah dan Bunda Gereja. Fakta bahwa orang-orang Kristiani menimba insprirasi dari teladan
kepahlawanan Maria dan para kudus, bersekutu dengan mereka dan memohon pengantara mereka di
hadapan Allah, menjadi bentuk pewartaan yang tepat bagi Orang Muda Katolik untuk hidup
menggereja[8].

Melalui Legio Maria, Orang muda Katolik diajak supaya “ingin tahu” lebih banyak tentang iman katolik,
memperkaya kehidupan doa mereka dan mengembangkan persahabatan Katolik yang erat, serta ingin
lebih dekat dengan Yesus dan ibu-Nya. Melalui kegiatan Legio Maria, Orang Muda Katolik diangkat
menjadi alat Roh Kudus dalam suatu keseimbangan antara doa dan karya pelayanan, berupa kegiatan
evangelisasi dari rumah ke rumah, mengunjungi anggota gereja, orang-orang di penjara, orang sakit atau
lanjut usia, hubungan dengan masyarakat, pendidikan keagamaan, mengunjungi para baptisan baru,
ziarah patung Bunda Maria secara bergiliran, dan mengunjungi umat yang membutuhkan bantuan
kerohanian. Para Legioner berada dalam bimbingan seorang pemimpin rohani yang ditunjuk oleh Pastor.
Legio, pada intinya, merupakan perpanjangan tangan dan semangat dari Pastor.

3.1.6 Misa Orang Muda Katolik

Bentuk pembinaan lain yang paling penting terhadap Orang Muda Katolik dalam upaya meningkatkan
keaktifan mereka hidup menggereja adalah mengadakan perayaan ekaristi. Melalui perayaan ekaristi,
Orang Muda Katolik dapat semakin memahami misteri ekaristi dan panggian Allah bagi mereka. Ekaristi
menceritakan kemauan Allah yang kuat bagi keselamatan manusia. Hal ini ditandai dengan kerelaanNya
menyerahkan Putera satu-satuNya, yang dikasihiNya untuk mendamaikan manusia dengan Allah. Selain
itu, ekaristi juga merupakan puncak dari kesetiaan dan kerendahan hati Yesus Kristus untuk meminum
piala kehendak Bapa (Mat 26:39). Ekaristi adalah rahmat cuma-cuma yang menampakkan kasih Allah
kepada dunia. Melalui ekaristi, Yesus mempersembahkan diri secara sukarela demi keselamatan umat
manusia.

Perayaan ekaristi juga bertujuan membangkitkan kesadaran Orang Muda Katolik, bahwa mereka
diselamatkan oleh kasih Kristus. Oleh karena itu, mereka dimampukan untuk meneladani kesetiaan
Kristus dalam hidup mereka. Dengan demikian, mereka diajak supaya semakin beriman dan membuka
hati untuk menerima rahmatNya seraya dengan penuh syukur turut serta pada proyek keselamatan
Allah. Ekaristi adalah pusat, sumber dan inti hidup Kristiani. Ekaristi adalah sebuah anamnesis kurban
Kristus di salib. Dalam Ekaristi terjadi sebuah transubstansiasi dan prensentia realis Kristus yang hadir
dalam Sakramen Mahakudus.

3.1.7 Pertemuan antar-Orang Muda Katolik

Salah satu ciri khas orang muda adalah memiliki keinginan untuk selalu berkumpul dan bertemu dengan
teman-teman sebaya. Melalui pertemuan, baik pribadi maupun kelompok, mereka dapat
mengungkapkan berbagai bakat dan kemampuan yang mereka miliki. Orang Muda Katolik, sebagai
organisasi orang muda Gereja, juga memiliki keinginan untuk senantiasa bertemu dengan teman-teman
sebaya mereka. Pertemuan ini merupakan saat yang tepat bagi Gereja (para katekis) untuk
menanamkan nilai-nilai spiritual kepada Orang Muda Katolik. Upaya ini dilakukan melalui berbagai
kegiatan rohani, seperti: Seminar perihal kehidupan iman Orang Muda Katolik, moralitas Orang Muda
Katolik, perlunya bacaan-bacaan rohani serta pentingnya kesadaran Orang Muda Katolik untuk hidup
menggereja dalam dunia dewasa ini.

3.2 Pembinaan Fisik-Mental

3.2.1 Penyuluhan tentang Bahaya HIV/AIDS, Narkoba dan Obat-obat Terlarang

3.2.1.1 HIV/AIDS[9]

Permasalahan HIV/AIDS sejak lama telah menjadi isu bersama yang terus menyedot perhatian berbagai
kalangan, terutama sektor kesehatan. Namun sesungguhnya masih banyak informasi dan pemahaman
tentang permasalahan kesehatan ini yang masih belum diketahui lebih jauh oleh masyarakat, terutama
Orang Muda Katolik.

Beberapa tahun belakangan, angka kasus endemi HIV/AIDS meningkat tajam di seluruh Indonesia.
Wabah ini terutama dipicu oleh para penyalahguna narkoba suntik dan para pekerja seks komersil.
Akibatnya, resiko tertular anak muda pun semakin tinggi. Sementara itu penularan HIV/AIDS di kalangan
ibu hamil berada di bawah 3 persen. Sayangnya data untuk penduduk secara umum masih kurang.
Kendala utamanya adalah cap negatif, diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS dan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS.

Pada tahun 2003, satu pertiga remaja putri dan satu perlima remaja putra usia antara 15-20 tahun
ternyata belum pernah mendengar tentang HIV/AIDS. Situasi semakin parah karena obat anti bodi untuk
menangkal bahaya ini sangat minim. Kecenderungan menunjukkan bahwa Indonesia dalam waktu dekat
akan beresiko mengalami epidemi yang lebih besar. Peningkatan penularan HIV/AIDS di kalangan
kelompok beresiko di beberapa daerah di Indonesia menjadi salah satu indikator potensi kenaikan yang
cukup mengkhawatirkan.

Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran Orang Muda Katolik mengenai penyakit menular ini melalui
pendidikan, pengetahuan Agama (iman) dan penyadaran akan nilai-nilai moral menjadi hal yang utama.
Tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran epidemi ini lebih luas lagi. Kalau tidak, maka
pemahaman negatif, diskriminasi dan ketidaktahuan akan bahaya HIV/AIDS tetap menjadi kendala bagi
upaya penanggulangan lebih jauh. Program HIV/AIDS bertujuan memberi pendidikan dan pencegahan
bagi kaum muda dan masyarakat umum melalui berbagai cara, misalnya melalui sekolah-sekolah,
lembaga-lembaga keagamaan, kelompok-kelompok LSM yang peduli HIV/AIDS dan kelompok
kepemudaan. Target utama pencegahan adalah perempuan dan pasangan mereka.

Di tingkat internasional juga digalakkan program pencegahan penyakit ini. Salah satu badan PBB yang
menangani hal ini adalah UNICEF. Tujuan utama program UNICEF adalah untuk mengurangi pemikiran
negatif dan diskriminasi terhadap penderita lewat penyuluhan melalui dialog kebijakan, mobilisasi
sumber daya pengembangan material, jaminan mutu, pengawasan dan evaluasi. Selain itu, pemerintah
juga sudah mengambil langkah untuk mengurangi penularan HIV di kalangan kaum muda, ibu hamil dan
anak-anak yang rentan terhadap penularan. Pemerintah juga mengadakan program pencegahan
penularan ibu ke anak yang menargetkan perempuan usia produktif dan pasangan mereka.

3.2.1.2 Narkoba[10]

Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah, mengingat hampir seluruh penduduk
dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa di sekolah-sekolah, diskotik, tempat
pelacuran dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua,
organisasi masyarakat dan pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu merajalela.
Upaya pemberantasan narkoba pun sudah sering dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk
menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun
banyak yang terjerumus ke dalamnya. Hingga saat ini upaya yang paling efektif untuk mencegah
penyalahgunaan narkoba pada anak-anak yaitu dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat
mengawasi dan mendidik anaknya untuk selalu menjauhi narkoba.

Narkoba, apabila dikonsumsikan secara berlebihan bisa mengakibatkan seseorang menjadi


berhalusinasi, yaitu melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada atau tidak nyata seolah-olah
nyata (halusinogen). Efek lain dari narkoba adalah stimulant (organ tubuh seperti jantung dan otak
bekerja lebih cepat dari kerja biasanya), sehingga mengakibatkan seseorang lebih bertenaga, senang,
enerjik dan bersemangat untuk sementara waktu.

Narkoba juga bisa mengakibatkan deperesen yaitu terjadinya ketegangan sistem syaraf pusat yang
berdampak pada berkurangnya aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa
membuat pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Seseorang yang sudah mengkonsumsi narkoba biasanya
akan ingin dan ingin lagi. Zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat
pasif, karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak. Jika terlalu lama dan
sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah
melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya menyebabkan kematian.
Narkoba adalah isu yang kritis dan rumit yang tidak bisa diselesaikan oleh hanya satu pihak saja, karena
narkoba bukan hanya masalah individu tetapi masalah semua orang. Mencari solusi yang tepat
merupakan sebuah pekerjaan besar yang melibatkan semua pihak, baik pemerintah, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) maupun komunitas lokal.

Adalah sangat penting kerjasama antar-elemen masyarakat dan Gereja dalam rangka melindungi Orang
Muda Katolik dari bahaya narkoba dan konsekuensi negatif yang akan mereka terima dengan
memberikan alternatif aktivitas yang bermanfaat kepada mereka. Orang Muda Katolik membutuhkan
informasi, strategi dan kemampuan untuk mencegah atau mengurangi dampak bahaya narkoba dari
lingkungan mereka. Salah satu upaya dalam penanggulangan bahaya narkoba adalah dengan melakukan
program anti narkoba. Program ini terutama dititikberatkan kepada anak-anak usia sekolah (school-
going age oriented).

Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh Gereja ketika melakukan program penyuluhan anti narkoba
kepada Orang Muda Katolik, antara lain:

Pertama adalah dengan mengikutsertakan keluarga. Banyak penelitian menunjukkan bahwa sikap
orangtua memegang peranan penting dalam membentuk keyakinan akan penggunaan narkoba pada
anak-anak mereka. Strategi untuk mengubah sikap keluarga terhadap penggunaan narkoba termasuk
memperbaiki pola asuh orangtua dalam rangka menciptakan komunikasi dan lingkungan yang lebih baik
di rumah, menjadi prioritas utama yang mesti diperhatikan oleh setiap orang tua terhadap anak-anak
mereka. Kelompok dukungan dari orangtua, dalam hal ini adalah dari pihak Gereja, merupakan model
intervensi yang mesti juga digunakan oleh para aktivis pencegah narkoba.

Kedua, Gereja menekankan secara jelas kepada Orang Muda Katolik sebuah kebijakan untuk berkata:
“tidak” terhadap narkoba. Upaya ini membutuhkan konsistensi Gereja untuk menjelaskan bahwa
narkoba itu salah; karena itu Gereja harus melakukan kegiatan-kegiatan yang mendorong sebuah
gerakan anti narkoba di lingkungan Orang Muda Katolik. Kepada mereka, Gereja harus memberikan
penjelasan terus-menerus bahwa narkoba tidak hanya membahayakan kesehatan fisik dan emosi namun
juga kesempatan untuk bisa terus belajar, mengoptimalkan potensi akademik dan kehidupan yang layak.

Terakhir, Gereja mesti meningkatkan kepercayaan iman dan penanaman nilai-nilai moral yang kuat
kepada Orang Muda Katolik. Pendekatan ini mempromosikan kesempatan yang lebih besar bagi
interaksi personal antara Orang Muda Katolik dengan Gereja, dengan demikian mendorong mereka
menjadi model yang lebih berpengaruh di lingkungan Gereja.

3.2.1.3 Obat-obat Terlarang[11]

Salah satu obat terlarang adalah heroin. Heroin adalah salah satu bagian dari morfin (karena itulah
namanya disebut diasetilmorfin). Ia berbentuk kristal putih, umumnya adalah garam hidroklorida,
diamorfin hidroklorida. Heroin dapat menyebabkan kecanduan. Selain itu ada juga obat terlarang yang
dinamakan Ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica). Ganja adalah tumbuhan budidaya penghasil
serat. Ganja lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC, tetra-
hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang
berkepanjangan tanpa sebab). Ganja menjadi simbol budaya hippies yang pernah populer di Amerika
Serikat. Hal ini biasanya dilambangkan dengan daun ganja yang berbentuk khas. Selain itu ganja dan
opium juga didengungkan sebagai simbol perlawanan terhadap arus globalisme yang dipaksakan negara
kapitalis terhadap negara berkembang.

Di India, sebagian Sadhu yang menyembah dewa Shiva menggunakan ganja untuk melakukan ritual
penyembahan dengan cara menghisap Hashish melalui pipa Chilam/Chillum, dan dengan meminum
bhang (bong). Di beberapa negara, tumbuhan ini tergolong narkotika, walau tidak terbukti bahwa
pemakainya menjadi kecanduan, berbeda dengan obat-obatan terlarang yang berdasarkan bahan
kimiawi dan merusak sel-sel otak, yang sudah sangat jelas bahayanya bagi umat manusia.

Di antara pengguna ganja, beragam efek yang dihasilkan, terutama euforia yang berlebihan, serta
hilangnya konsentrasi untuk berpikir di antara para pengguna tertentu. Efek negatif secara umum
adalah bila sudah menghisap maka pengguna akan menjadi malas dan otak akan lamban dalam berpikir.
Namun, hal ini masih menjadi kontroversi, karena tidak sepenuhnya disepakati oleh beberapa kelompok
tertentu yang mendukung medical marijuana (obat yang berguna bagi kesehatan). Selain itu, medical
marijuana bisa dipakai untuk pereda rasa sakit dan pengobatan untuk penyakit tertentu (termasuk
kanker). Banyak juga pihak yang menyatakan bahwa medical marijuana dapat menyebabkan lonjakan
kreatifitas dalam berfikir serta dalam berkarya (terutama pada para seniman dan musisi).

Berdasarkan penelitian terakhir, salah satu jenis ganja yang dianggap membantu kreatifitas adalah hasil
silangan modern "Cannabis indica" yang berasal dari India dengan "Cannabis sativa" dari Barat. Jenis
Marijuana silangan inilah yang merupakan tipe yang tumbuh di Indonesia. Efek yang dihasilkan juga
beragam terhadap setiap individu, di mana dalam golongan tertentu ada yang merasakan efek yang
membuat mereka menjadi malas, sementara ada kelompok yang menjadi aktif, terutama dalam berfikir
kreatif (bukan aktif secara fisik seperti efek yang dihasilkan methamphetamin.

Marijuana, hingga detik ini, tidak pernah terbukti sebagai penyebab kematian maupun kecanduan.
Bahkan, di masa lalu dianggap sebagai tanaman luar biasa, karena hampir semua unsur yang ada pada
marijuana dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Hal ini sangat bertolak belakang dan berbeda
dengan efek yang dihasilkan oleh obat-obatan terlarang dan alkohol, yang menyebabkan penggunanya
menjadi kecanduan hingga tersiksa secara fisik dan bahkan berbuat kekerasan maupun penipuan (aksi
kriminal) untuk mendapatkan obat-obatan kimia buatan manusia itu.

Berbagai realitas yang memilukan di atas, sebagai akibat negatif dari obat-obat terlarang mesti menguak
kesadaran Gereja, untuk memberikan pemahaman yang tepat kepada Orang Muda Katolik akan bahaya-
bahaya yang ditimbulkan oleh obat-obat terlarang tersebut.

3.2.2 Latihan Kepemimpinan

Latihan kepemimpinan sangat penting dilakukan terhadap Orang Muda Katolik. Melalui kegiatan ini,
Orang Muda Katolik dilatih supaya memiliki mental yang kuat serta mempunyai kemampuan untuk
menjadi pemimpin, baik dalam kelompok sebagai Organisasi maupun dalam masyarakat di mana
mereka berada. Dengan demikian, Orang Muda Katolik bukan lagi sebuah organisasi formal yang hanya
didirikan sebagai jawaban atas kebutuhan pastoral Gereja semata, melainkan sebagai organisasi Gereja
yang berdiri atas mental yang kuat, sehingga tidak tergoyahkan oleh berbagai arus negatif dari
globalisasi masa kini. Dengan kata lain, mental yang kuat dan terorganisir merupakan dasar yang kuat
untuk menghadapi berbagai gejolak masa kini.

3.2.3 Bakti Sosial

Bakti sosial berguna bagi Orang Muda Katolik dalam upaya mengungkapkan rasa cinta dan
kesetiakawanan atau solidaritas kepada sesama dan masyarakat yang membutuhkan. Orang Muda
Katolik tidak boleh bersikap acuh-tak acuh terhadap dunia dan masyarakat. Mereka dipanggil oleh Allah
untuk ikut berusaha membaharui dunia ini dalam Kristus. Contoh konkret dari pemikiran ini adalah
membersihkan gedung Gereja, membangun jalan, mengunjungi orang sakit atau orang yang mengalami
kemalangan dan lain sebagainya. Keterlibatan diri dalam realitas hidup orang lain yang membutuhkan
pertolongan, merupakan salah satu upaya Orang Muda Katolik untuk merasakan penderitaan mereka
yang malang. Orang Muda Katolik senantiasa ditantang untuk mengambil sikap yang solider, sebagai
wujud keterlibatan mereka dalam masyarakat, khususnya masyarakat kecil, sehingga Orang Muda
Katolik mampu menjadi wadah bagi tumpahan keluhan dan penderitaan orang-orang kecil dan
menderita. Inilah konsekuensi logis dari iman akan Kristus. Beriman kepada Kristus berarti mengabdi
Kristus dan melayani Dia dalam diri sesama.

Iman akan Kristus mesti disampaikan melalui kesaksian hidup dan kata-kata; sebab melalui sikap inilah
Orang Muda Katolik diberi pengertian dan kesadaran untuk hidup menggereja secara konkret dan
pengenalan nilai-nilai Kristiani secara kontekstual. Orang Muda Katolik bukanlah sebuah organisasi yang
tertutup terhadap dunia. Orang Muda Katolik bukanlah sebuah benteng, dengan tembok-tembok yang
tinggi dan kuat, yang memisahkan diri dari masyarakat luar. Orang Muda Katolik adalah Umat Allah di
antara Gereja dan dunia masyarakat, yang laksana ragi dan garam diharapkan aktif melibatkan diri
dalam usaha membaharui segala-galanya dalam Kristus[12].

4. Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

Realitas kehidupan sosial masyarakat akhir-akhir ini menghadapi suatu permasalahan yang komplek. Hal
ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kemajuan ilmu teknologi yang secara disadari maupun tidak disadari
membawa implikasi tersendiri bagi kaum muda, terutama Orang Muda Katolik. Di satu pihak,
perkembangan ilmu teknologi menawarkan suatu nilai positif yang menggembirakan, yang salah satunya
dapat berfungsi sebagai sarana pewartaan iman dan komunikasi antarmanusia, serta dapat membantu
proses hidup menggereja. Akan tetapi di lain pihak, perkembangan ilmu teknologi membawa dampak
negatif yang kerap mengerdilkan kreativitas dan bahkan mereduksi nilai-nilai moral yang pada gilirannya
akan merusak iman kekristenan kita, bahkan dapat mengancam keaktifan Orang Muda Katolik dalam
hidup menggereja. Dampak yang paling nyata dari permasalahan ini adalah adanya kecenderungan
mereka untuk pindah agama, hidup dalam pergaulan bebas, minum-minuman keras dan keengganan
untuk mengikuti berbagai kegiatan sosial dan kerohanian Gereja.

Gereja hakikatnya bersifat missioner dan karya evangelisasinya harus dipandang sebagai tugas dasar
dari semua Umat Allah, maka hendaknya semua orang beriman kristiani, yang sadar akan tanggung
jawabnya, mengambil bagian dalam karya misi itu. Gereja dipanggil oleh Allah agar secara khusus
memberikan diri sepenuhnya bagi pelayanan pastoral Gereja. Akan tetapi agar proses pelayanan itu
dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan Gereja, terutama bagi Orang Muda Katolik,
maka Gereja perlu dibekali dengan pembinaan moral kristiani dan pendidikan agama yang memadai.

Pewartaan iman dalam tata dunia ini mendapat wujud konkret dalam berbagai kegiatan Orang Muda
Katolik. Berbagai kegiatan itu adalah suatu gerakan sosial kemanusiaan, yang dibangun atas dasar
kehidupan bersama dan kepedulian manusiawi bersama umat dan Orang Muda Katolik dari berbagai
stasi dan paroki, untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial, demi mencapai hidup yang lebih adil dan
harmonis.

Peranan Gereja dalam peningkatan minat Orang Muda Katolik dalam kehidupan menggereja merupakan
kegiatan pastoral yang sangat penting dan berdimensi luas. Gereja diharapkan mampu berperan sebagai
pewarta Sabda Allah dan penyampai pesan kristiani secara jelas kepada Orang Muda Katolik, demi
mencapai sebuah kedewasaan iman dan perasaan menggereja yang lebih mendalam. Oleh karena itu,
manakala berbicara tentang kehidupan menggereja kepada Orang Muda Katolik, Gereja mesti mampu
menempatkan diri pada posisi yang tepat, yakni sebagai pewarta “Kabar Baik”.

Berkat baptisan, kita diangkat menjadi anggota Tubuh Kristus dan melalui cara hidup kita (sebagai kaum
muda awam), kita ikut mengemban tugas pewartaan itu. Peranan Gereja sangat dibutuhkan dalam
pengembangan iman Orang Muda Katolik dalam hidup menggereja. Peranan ini mesti berciri khas
Kristiani, dalam arti berjalan atas dasar terang iman dan Kitab Suci Kristiani, serta teladan Yesus Kristus.
Kegiatan rohani ini hendaknya dilaksanakan secara berkala, untuk mendengarkan firman Allah, sharing
pengalaman sehari-hari dan mencari pemecahannya dalam terang Kitab Suci (Kis 2:1-47).

4.2 Saran

Gereja (dan termasuk juga kaum tertahbis) hendaknya bekerjasama dan saling melengkapi untuk
membangun Tubuh Kristus lewat evangelisasi, perayaan liturgi dan pelayanan kasih, keadilan dan
belaskasihan terhadap Orang Muda Katolik. Artinya, semua anggota Gereja mesti turut ambil bagian
dalam karya perutusan Yesus ini.

Jadi, kaum beriman kristiani, berkat baptisan diangkat oleh Allah menjadi anggota Tubuh Kristus,
terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri mesti ikut secara aktif mengembankan
tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus dan dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka
masing-masing melaksanakan perutusan kepada segenap umat kristiani dalam Gereja dan dunia.
Demi terwujudnya keinginan hidup menggereja di kalangan Orang Muda Katolik, maka berbagai usaha,
baik spiritual maupun fisik, mesti mendapat perhatian yang serius dari Gereja (terutama hirarkhi) dan
usaha-usaha ini hendaknya dilakukan secara terus-menerus, tanpa henti; sebab apabila Gereja tidak
melaksanakan tugas ini, maka Gereja sebenarnya secara tidak langsung menunjang struktur-struktur
yang salah yang terjadi dalam masyarakat.

Orang Muda Katolik sebagai warga negara sekaligus murid-murid Yesus Kristus perlu berpartisipasi aktif
dalam membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di segala bidang. Partisipasi
Orang Muda Katolik dalam bidang sosial kemasyarakatan tersebut bertujuan untuk menyumbangkan
peran bagi pencapaian tujuan “kemerdekaan sejati” demi kesejahteraan umum (bonum communae).
Namun, kesadaran tentang pentingnya partisipasi politik Orang Muda Katolik tersebut masih
berhadapan dengan masalah belum optimalnya kemampuan mereka dalam melibatkan diri dalam
kehidupan sosial masyarakat, dengan memanfaatkan kesempatan/peluang yang tersedia.

Untuk memaksimalkan partisipasi Orang Muda Katolik hidup menggereja, Komisi Keuskupan dengan
dukungan Komisi Kerasulan Awam hendaknya merintis suatu proses pendidikan perihal hidup
menggereja yang strategis, periodik dan berkelanjutan. Dalam pengelolaannya, hendaknya Komisi
Keuskupan bekerja sama dengan Komisi Keuskupan se-Indonesia. Melalui karya Komisi Keuskupan-
Keuskupan itulah program pendidikan hidup menggereja diharapkan mampu menggerakkan partisipasi
Orang Muda Katolik di komunitas-komunitas basis lingkungan, paroki, dan kelompok-kelompok
kategorial dan di keuskupan masing-masing.

Lebih lanjut, setiap Komisi Keuskupan mesti membentuk sebuah tim relawan yang terdiri dari sejumlah
orang (muda) yang mempersiapkan, memfasilitasi pelaksanaan dan menindaklanjuti proses pendidikan
hidup menggereja Orang Muda Katolik di keuskupan masing-masing. Untuk memulai proses tersebut,
setiap Komisi Keuskupan menyelenggarakan Temu Relawan Pendidikan Hidup Menggereja Orang Muda
Katolik, dengan mengundang keterlibatan para relawan pendidikan hidup menggereja yang sudah
disiapkan oleh setiap Komisi Keuskupan. Melalui berbagai bentuk kegiatan ini, Orang Muda Katolik
merasa semakin menemukan dirinya sebagai orang beriman makhluk ciptaan Allah yang dipanggil oleh
Allah untuk menjadikan dunia ini semakin tampak indah dan bermakna di hadapan sesama, terlebih-
lebih di hadapan Allah.

Basis pendampingan Orang Muda Katolik yang paling efektif adalah keluarga. Bicara soal pendampingan
di keluarga, dalam hal ini, orang tua tentu mempunyai tugas yang dominan. Bimbingan iman dari orang
tua sangat menentukan perkembangan mereka, baik jasmani maupun rohani. Bimbingan dalam wujud
praktek sehari-hari sangatlah efektif dalam menanamkan nilai-nilai Kristiani dan kehidupan menggereja.
Karena sangatlah tidak mungkin, orang tua menyuruh anak-anaknya pergi ke gereja, sementara mereka
enak-enak tidur di rumah. Upaya yang paling tepat dari orang tua adalah mengajak anak-anak mereka
bersama-sama pergi ke gereja. Mendorong mereka untuk berkumpul dengan teman-teman mereka baik
ketika usia anak-anak maupun ketika usia remaja. Orang tua mesti mendorong setiap anak-anak mereka
untuk mengikuti kegiatan Orang Muda Katolik, dengan harapan mereka dapat berjumpa dengan teman--
teman yang seiman. Berkumpul dengan teman-teman yang seiman tentu akan terbentuk sebuah
komunitas, sehingga ada jalinan relasi di antara mereka secara baik. Keteladanan dari orang tua juga
merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan jiwa Orang Muda Katolik, dengan aktif dan
mengajak mengikuti kegiatan rohani seperti sembahyangan lingkungan maupun mengikuti koor dan lain
sebagainya tentu juga merupakan cara yang tepat untuk mendampingi dan mengarahkan mereka.

Selain di keluarga, lingkungan sekolah juga turut ambil bagian dalam keaktifan Orang Muda Katolik
hidup menggereja. Lingkungan sekolah yang kondusif tentu mempunyai pengaruh dalam pembinaan
iman Orang Muda Katolik. Misalnya bagi mereka yang masih bersekolah, hendaknya mereka di
sekolahkan di yayasan-yayasan Katolik. Atau di sekolah-sekolah yang lingkungannya dapat mendorong
bertumbuh kembangnya iman mereka.

Selain dukungan keluarga dan lingkungan tempat mereka belajar, Dewan Paroki tentu juga harus
mendukung pembinaan iman Orang Muda Katolik dengan memberikan kesempatan mereka untuk
terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan, yaitu dengan membuat program-program yang melibatkan
mereka. Orang Muda Katolik bisa berkembang juga karena ada kesempatan yang diberikan kepada
mereka untuk terlibat. Misalnya ketika tugas lingkungan di gereja, dengan memberi kesempatan untuk
tugas menjadi lektor, pemazmur, koor dll.

Sering terlontar sebuah ungkapan bahwa selama ini tugas Orang Muda Katolik hanya menjaga sepeda
motor atau tukang parkir pada saat perayaan ekaristi berlangsung. Barangkali anggapan ini bisa benar
kalau kita tidak memberi kesempatan kepada mereka. Pemberian kesempatan inipun sifatnya harus
dikomunikasikan kepada mereka. Dengan adanya komunikasi tentu tugas-tugas akan bisa dilaksanakan
dengan baik, bukan sebaliknya, karena kurangnya komunikasi terkadang tugas-tugas yang kita berikan
kepada Orang Muda Katolik akan dianggap sebagai sebuah beban. Ada kecenderungan di beberapa
paroki, beberapa pekerjaan diserahkan kepada Orang Muda Katolik. Apabila hal itu terjadi, maka jelas ini
sebuah kesalahan komunikasi yang merugikan perkembangan Orang Muda Katolik. Miskomunikasi akan
melahirkan sebuah hasil yang kontra produktif, sehingga mereka malah merasa terbebani dan
diperdaya. Beberapa kegiatan seperti menjadi panitia pada perayaan-perayaan besar liturgi Gereja,
seperti Natal dan Paskah, serta misa Orang Muda Katolik merupakan salah satu model perhatian Gereja
yang tepat terhadap Orang Muda Katolik. Dengan kesinambungan perhatian tersebut diharapkan Gereja
bisa mencapai tujuan bersama yaitu membawa Orang Muda Katolik menjadi orang yang “militan” dalam
hal iman dan memiliki tujuan hidup yang jelas.

®®®®®®®®®®®

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawirya, S.J, Jakarta: Obor, 1993.

Gilarso, T. SJ, Kamulah Garam Dunia: Tugas Umat Allah dalam


Masyarakat, (Bagian III) Yogyakarta: Kanisius, 2003.

Internet: Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

Karyadi FX, Katekese Remaja, (Modul Kuliah Jarak Jauh), Malang: Institut

Pastoral Indonesia Malang, 2002.

Katekese Komkat KWI, Pedoman untuk Katekis: Dokumen mengenai Arah

Panggilan, Pembinaan dan Promosi Katekis di Wilayah-wilayah yang

Berada di bawah Wewenang CEP, Yogyakarta: Kanisius, 1997.

Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici, 1983), direvisi oleh Panitia

Hukum Gereja KWI, Jakarta: Sekretariat KWI-Obor, 1991.

Katekismus Gereja Katolik, Ende: Arnoldus, 1998.

Konferensi Wali Gereja Indonesia, Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi, Jakarta: Obor, 1996.

Suseno, Magnis-Franz, Menjadi Saksi-saksi Kristus di Tengah Masyarakat majemuk, Jakarta: Obor, 2004.

Telaumbanua, Marinus, Dr. OFM Cap, Ilmu Kateketik: Hakikat, Metode dan Peserta Katekese Gerejawi
(Jakarta: Obor, 1999), hlm. 188.

Catatan kaki:

[1] Bdk. Franz Magnis Suseno, Menjadi Saksi Kristus di Tengah Masyarakat Majemuk (Jakarta: Obor,
2008), hlm. 98.

[2] Bdk. ibid, hlm. 97.

[3] Drs. Karyadi FX, Katekese Remaja (Modul Kuliah Jarak Jauh), Malang:Institut Pastoral Indonesia,
2002, hlm. 66-67.

[4] Dr. Marinus Telaumbanua, OFM Cap, op.cit, hlm. 163.

[5] Drs. Karyadi FX, op. cit, hlm. 67-68.

[6]Ibid, hlm. 68.


[7] Bdk. Konferensi Waligereja Indonesia, op.cit, hlm. 151.

[8] Katekismus Gereja Katolik, no. 492 (Ende: Arnoldus, 1998), hlm. 128.

[9]Dari internet op.cit, hlm.50-52.

[10]Ibid, hlm.53-55.

[11]Ibid, hlm.57-60.

[12] T. Gilarso, SJ, Kamulah Garam Dunia: Tugas Umat Allah dalam Masyarakat, Bagian III (Yogyakarta:
Kanisius, 2003), hlm. 9.

Anda mungkin juga menyukai