Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH KDK II“KONSEP DIRI”

BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengenalan diri adalah salah cara untuk membentuk konsep diri. Konsep diri (Grinder,
1978) merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri, baik secara fisik, psikis,
social, maupun moral. Persepsi tersebut meliputi sesuatu yang dicita-citakan maupun
keadaan yang sesungguhnya. Aspek fisik yang dipersepsi meliputi penilaian terhadap
tubuh, pakaian, benda miliknya, dsb. Aspek social meliputi bagaimana peranan social
dalam masyarakat. Sementara aspek moral meliputi nilai dan prinsip yang member arti
dan arah dalam kehidupan seseorang.
Konsep diri positif pada akhirnya akan membentuk harga diri yang kuat. Harga diri
merupakan penilaian tentang keberartian diri dan nilai seseorang yang didasarkan atas
proses pembuatan konsep dan pengumpulan informasi tentang diri beserta
pengalamannya (Johnson, 1991). Oleh sebab itu, individu dengan konsep diri positif akan
lebih tepat memberikan nilai keberartian dirinya. Sedangkan, individu dengan harga diri
rendah menyebabkan kurang percaya diri, sehingga tidak efektif dalam pergaulan social.
Untuk mencapai suatu tahap kesadaran diri, orang membutuhkan pengalaman dan
interaksi social. Seseorang dapat mengemukakan fikiran, perasaan, ide, atau kekesalan
pada orang lain dengan harapan orang lain akan memberikan perhatian atau umpan balik
pada dirinya.B. Tujuan
Makalah ini membahas tentang konsep diri dengan tujuan sebagai berikut:
1. Agar dapat memberikan wawasan dasar mengenai konsep diri.
2. Mengetahui pengertian, jenis, dimensi dari konsep diri.
3. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya (Hurlock,
1993). Sedangkan menurut Brook (Rahmat, 1985) mengatakan bahwa konsep diri
merupakan persepsi mengenai diri sendiri, baik yang bersifat fisik, social maupun
psikologis, yang diperoleh melalui pengalaman individu dalam interaksinya dengan orang
lain. Dari kedua defenisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan
gambaran seseorang tentang diri sendiri, baik yang bersifat fisik, social maupun
psikologis, yang diperoleh melalui interaksinya dengan orang lain.
A.1. Komponen Konsep DiriHurlock (1974) mengatakan bahwa konsep diri memiliki tiga
komponen utama, yaitu:
1. Komponen perseptual, yaitu image seseorang mengenai penampilan fisiknya dan kesan
yang ditampilkan pada orang lain. Komponen ini sering disebut sebagai physical self
consept.
2. Komponen konseptual, konsepsi seseorang mengenai karakteristik khusus yang
dimiliki, baik kemampuan dan ketidakmampuannya, latar belakang serta masa depannya.
Komponen ini sering disebut sebagai psychological self concept, yang tersusun dari
beberapa kualitas penyusaian diri, kejujuran, percaya diri, kemandirian, pendirian yang
teguh dan kebalikan dari sifat-sifat tersebut.
3. Komponen sikap, yaitu perasaan seseorang tentang diri sendiri, sikap terhadap
statusnya sekarang dan prospeknya di masa depan, sikap terhadap harga diri dan
pandangan diri yang dimilikinya.

A.2. Jenis Konsep Diri Menurut Hurlock, konsep diri ada dua macam yaitu :
1. Konsep diri yang sebenarnya, ialah konsep seseorang dari siapa dan apa dirinya.
Konsep diri ini merupakan bayangan cermin, yang ditentukan sebagian oleh peran dan
hubungannya dengan orang lain, dan apa yang menjadi reaksi orang lain terhadap
dirinya.
2. Aku ideal, ialah gambaran seseorang mengenai penampilan dan kpribadian yang
didambakannya.
Setiap macam konsep diri ini mencakup citra fisik maupun psikologis. Citra fisik diri
biasanya terbentuk pertama dan berkaitan dengan penampilan fisik anak, daya tariknya
dan kesesuaian dengan jenis kelaminnya dan pentingnya berbagai bagian tubuh perilaku
dan harga diri anak dimata orang lain. Sedangkan citra diri psikologis terbentuk
didasarkan atas pikiran, perasaan dan emosi. Citra psikologis ini terdiri atas kualitas dan
kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan , seperti sifat keberanian,
kejujuran, kemandirian, kepercayaan diri serta berbagai jenis aspirasi dan
kemampuannya.
Untuk mengkoordinasikannya citra fisik dan psikologis ini seringkali sulit bagi anak-anak.
Akibatnya, mereka cenderung berpikir tentang diri mereka memiliki dua kepribadian
dengan penampilan tersendiri dan kepribadian tersendiri pula. Dengan bertambahnya
usia, konsep fisik dan psikologis diri ini secara berangsur menyatu dan mereka
menganggap diri mereka sebagai individu tunggal.
B. Dimensi Konsep Diri
Menurut Caulhoun (1990) konsep diri memiliki tiga dimensi, yaitu : pengetahuan tentang
diri sendiri, harapan terhadap diri sendiri dan evaluasi diri.
B.1. Pengetahuan Tentang Diri SendiriDimensi pertama dari konsep adalah apa yang kita
ketahui tentang diri kita. Biasanya hal ini menyangkut hal-hal yang bersifat dasar seperti;
usia, jenis kelamin, kebangsaan, latar belakang etnis, profesi dan sebagainya. Jadi konsep
diri seseorang dapat didasarkan pada faktor dasar, misalnya sebagai berikut : usia 15
tahun, wanita, warga negara Indonesia, suku Jawa, siswa.
Faktor dasar ini akan menentukan seseorang dalam kelompok sosial tertentu. Selain itu
setiap orang juga akan mengidentifikasikan dengan kelompok sosial lain yang dapat
menambah julukan dirinya dan memberikan sejumlah informasi lain yang akan masuk
dalam potret mental orang tersebut. Sebagai contoh, tentang agama, kelompok menengah
ke atas, anggota cendekiawan dan sebagainya. Melalui perbandingan dengan orang lain
ini, seseorang memberikan penilaian kualitas dirinya. Seperti orang yang pandai atau yang
bodoh, baik hati atau egois, spontan atau hati-hati. Kualitas diri ini tidak permanen tetapi
bisa berubah, bila seseorang mengubah tingkah lakunya atau dapat mengubah kelompok
pembandingnya.
B.2. Harapan Terhadap Diri SendiriKetika seseorang berpikir tentang siapakah
dirinya, pada yang sama ia akan berpikir akan menjadi apa dirinya di masa yang akan
datang. Prinsipnya, setiap orang memiliki harapan terhadap dirinya sendiri. Harapan
akan diri sendiri ini merupakan diri ideal.
Diri ideal sangat berbeda untuk setiap individu. Seseorang mungkin melihat masa depan
dirinya akan sangat bagus bila ia menjadi seorang dokter, sedangkan orang lain merasa
masa depan mereka bagus bila ia menjadi peneliti. Apapun harapan dan tujuan seseorang
akan membangkitkan kekuatan yang mendorongnya menuju masa depan dan memandu
kegiatannya dalam seumur hidupnya.
B.3. Evaluasi Diri SendiriSetiap hari seseorang berkedudukan sebagai penilai
dirinya sendiri, mengukur apakah ia bertentangan dengan (1) “saya dapat menjadi apa “
yaitu pengharapan seseorang terhadap dirinya dan (2) “saya seharusnya menjadi apa”
tentang siapakah dirinya, yaitu standar seseorang bagi dirinya sendiri.
Evaluasi terhadap diri sendiri ini disebut harga diri (self esteem), yang akan menentukan
seberapa jauh seseorang akan menyukai dirinya. Semakin jauh perbedaan antara
gambaran tentang siapa dirinya dengan gambara seseorang tentang seharusnya ia
menjadi, maka akan menyebabkan harga dirinya rendah. Sebaliknya, apabila seseorang
berada dalam keadaan standart dan harapan yang ditentukan bagi dirinya, yang
menyukai siapa dirinya, apa yang dikerjakan dan tujuannya maka ia akan memiliki harga
diri yang tinggi.
Dalam hal ini, tidak menjadi soal apakah itu masuk akal atau pengharapan itu realistis.
Misalnya, jika standart seorang mahasiswa nilainya A semua, maka nilai rata-rata B+
(untuk mahasiswa lain mungkin menjadi sumber dari rasa harga diri yang tinggi) akan
menyebabkan rasa harga diri yang rendah. Jelaslah bahwa evaluasi tentang diri sendiri
merupakan konsep diri yang kuat.
C. Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri bukan merupakan factor yang dibawa sejak lahir, melainkan factor yang
dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman individu dalam berhubungan dengan orang
lain. Dalam berinteraksi setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang
diterima tersebut akan dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang
dirinya sendiri, terutama didasarkan tanggapan orang penting dalam hidup anak, yaitu
orang tua, guru dan teman sebaya mereka. Jadi, konsep diri terbentuk karena suatu
proses umpan balik dari individu lain. Bila anak yakin bahwa orang-orang yang penting
baginya menyenangi mereka, maka mereka akan berpikir positif tentang diri mereka dan
sebaliknya.
Hurlock (1993) mengatakan bahwa perkembangan konsep diri sifatnya hirarkis, yang
paling dasar terbentuk adalah konsep diri primer. Konsep diri primer ini didasarkan
pengalaman anak dirumah dan dibentuk dari berbagai konsep terpisah, yang masing-
masing merupakan hasil dari pengalamannya dengan anggota keluarga yang lain.
Konsep diri primer mencakup citra fisik dan psikologis diri, yang pertama biasanya
berkembang lebih awal dibandingkan dengan yang kedua. Citra psikologis diri yang
terbentuk didasarkan atas hubungan anak dengan saudara kandungnya dan perbandingan
dirinya dengan saudara kandung. Begitu pula konsep awal mengenai perannya dalam
hidup, aspirasi dan tanggungjawabnya terhadap orang lain didasarkan atas ajaran dan
tekanan orang tua. Dengan meningkatnya pergaulan dengan orang diluar rumah (bukan
keluarga) anak memperoleh konsep yang lain tentang diri mereka. Hal ini akan
membentuk konsep diri sekunder. Konsep diri sekunder berhubungan dengan bagaimana
anak melihat dirinya melalui kacamata orang lain. Konsep diri primer seringkali
menentukan dimana konsep diri sekunder akan dibentuk. Sebagai contoh, seorang anak
yang mengembangkan konsep diri primer sebagai anak jagoan, maka ia akan memilih
teman-teman yang takut padanya atau menganggap dirinya jagoan pula.
Konsep diri sekunder seperti halnya konsep diri primer, mencakup citra fisik dan
psikologis diri. Anak-anak berpikir tentang strukutr fisik mereka sebagaimana orang lain
di luar rumah menanggapi mereka. Selanjutnya mereka menilai citra psikologis mereka
dengan membandingkan citra diri mereka yang dibentuk di rumah dengan apa yang
mereka pikirkan tentang pikiran orang lain, seperti guru dan teman sebayanya mengenai
diri mereka.
Umumnya, walaupun tidak terlalu demikian halnya, konsep diri primer lebih bagus dari
konsep diri sekunder. Bila terjadi ketidaksesuaian, agar mereka bahagia dan memiliki
penyusaian diri mereka yang baik, anak harus menutup kesenjangan tersebut. Mereka
dapat melakukannya dengan berusaha menekan orang lain untuk merubah mereka yang
kurang baik, sehingga serupa dengan konsep yang baik seperti dalam benak mereka.
Karena hal ini jarang berhasil, maka anak-anak harus meninjau kembali konsep diri
mereka yang tidak realistis, sehingga konsep dirinya akan lebih mendekati kenyataan.
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri
Mead (Pudjigjoyanti, 1988) menyebutkan bahwa konseep diri merupakan produk social,
yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organsasi pengalaman pengalaman-
pengalaman psikologis. Pengalaman-pengalaman psikologis ini merupakan hasil eksplorasi
inividu terhadap lingkungan fisik dan rekfleksi dari dirinya yang diterima dari orang-
orang penting disekitarnya. Oleh karena itu, banyak factor yang mempengaruhi konsep
diri seseorang.
D. 1. Peran Orang TuaKetika masih kecil, orang penting masih bagi seorang anak
adalah orang tua dan saudara-saudaranya yang tinggal serumah. Merekalah yang pertama
menanggapi perilaku anak, sehingga secara perlahan-lahan terbentuklah konsep diri anak.
Segala sanjungan, senyuman pujian dan penghargaan akan menyebabkan penilaian positif
terhadap diri seseorang. Sedangkan ejekan atau cemohan akan menyebabkan penilaian
yang negative terhadap dirinya. Dalam hal ini Sullivan (Pudjijogyanto, 1988) menjelaskan
bahwa jika seseorang diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan
dirinya, maka ia akan bersikap menghormati dan menerima dirinya. Sebaliknya, bila
orang lain selalu meremehkan, menyalahkan dan menolak, maka ia tidak akan
menyenangi dirinya sendiri.
Cara orang tua memenuhi kebutuhan fisik anak, misalnya kebutuhan fisiologis anak
(makan, minum, pakaian dan tempat tinggal ) serta kebutuhan psikologis anak seperti rasa
aman, kasih sayang, dan penerimaan, merupakan factor yang sangat berpengaruh
terhadap kepribadian anak. Kajian yang dilakukan oleh Coopersmit (Pudjijogyanti, 1988)
tentang peranan kondisi keluarga dibandingkan dengan kondisi social yang lain terhadap
pembentukan konsep diri, membuktikan bahwa kondisi keluarga yang buruk dapat
menyebabkan konsep diri rendah pada anak. Yang dimaksud kondisi keluarga yang buruk
tidak adanya pengertian antara orang tua dan anak, tidak adanya keserasian antara ayah
dan ibu, orang tua yang menikah lagi, sikap ibu yang tidak puas dengan hubungan ayah
dan anak dan kurangnya sikap menerima dari orang tua terhadap anak mereka. Di
samping itu, konsep diri yang rendah pada anak dapat disebabkan pula oleh tuntutan
orang tua terhadap perilaku anak. Pada umumnya orang tua menuntut anal un tuk
bersikap manis, patuh, bisa menyesuaikan diri dengan orang lain, berpakaian rapid an
bergaul dengan baik.
Konsep diri yang tinggi pada anak dapat tercipta apabila kondisi keluarga ditandai
dengan adanya integritas dan tenggang rasa yang tinggi antar anggota keluarga. Hal ini
akan menyebabkan anak memandang orang tua sebagai figure yang berhasil atau orang
tua yang dapat dipercaya. Kondisu keluarga yang demikian dapat membuat anak menjadi
lebih percaya dalam membentuk segala aspek didalam dirinya, karena ia mempunyai
model yang dapat dipercaya. Anak juga merasa bahwa dirinya mendapat dukungan kedua
orang tua dalam memecahkan masalah, tingkat kecemasan mereka menjadi berkurang
dan menjadi lebih bersikap positif serta realistis dalam memandang lingkungan dan
dirinya.
D.2. Peranan Faktor Sosial
Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang-orang disekitarnya.
Apa yang dipersepsikan orang tentang dirinya, tidak terlepas dari struktur, peran dan
status social yang disandang orang tersebut. Struktur, peran dan status social merupakan
gejala yang dihasilkan dari adanya interaksi antara individu yang satu dengan individu
yang lain, antara individu dengan kelompok, atau kelompok dengak kelompok.
Adanya struktur, peran dan status social yang menyertai seluruh perilaku individu
dipengaruhi oleh faktor sosial. Adanya pengaruh faktor sosial terhadap perkembangan
konsep diri individu dibukitkan oleh Rosenberg (Pudjijogyanti, 1988). Dijelaskan bahwa
perkembangan konsep diri tidak terlepas dari pengaruh status sosial, agama dan ras.
Dijelaskan bahwa individu yang berstatus sosial yang tinggi akan mempunyai konsep diri
yang lebih positif dibandingkan individu yang berstatus sosial rendah.
D.3. BelajarKonsep diri merupakan produk belajar. Proses belajarr ini terjadi
setiap hari dan umumnya tidak disadari oleh individu. Belajar disini bisa diartikan sebagai
perubahan psikologis yang relatif permanen yang terjadi sebagai konsekuensi dari
pengalaman (Hilgard dan Bower dalam Calhoun, 1990). Misalnya, seorang anak yang
pendek, melalui pengalamannya dipanggil “udang” oleh teman-temannya, akan tahu
bahwa pendek bukanlah sifat yang dihargai (paling tidak bagi anak laki-laki) dan oleh
karena itu ia meragukan harga dirinya.
E. Konsep Diri Positif Dan Negatif
E.1. Konsep Diri NegatifMenurut Coulhoun (1990) ada dua jenis konsep diri negatif.
Pertama, pandangan individu tentang dirinya benar-benar tidak teratur. Ia tidak memilki
kestabilan dan keutuhan diri. Ia benar-benar tidak tahu siapa dirinya, apa kekuatan dan
kelemahannya atau apa yang dihargai dalam hidupnya. Kondisi ini umumnya dialami oleh
para remaja. Konsep diri mereka seringklali menjadi tidak teratur untuk sementara
waktu dan hal ini terjadi pada masa transisi dari peran anak ke peran orang dewasa.
Tetapi pada orang dewasa hal ini merupakan suatu tanda ketidakmampuan menyesuaikan
diri.
Tipe kedua dari konsep diri negatif hampir merupakan kebalikan dari yang pertama. Di
sini konsep diri terlalu stabil dan terlalu teratur, dengan kata lain, kaku. Mungkin karena
didikan orang tua yang terlalu keras, individu tersebut menciptakan citra diri yang tidak
mengijinkan adanya penyimpangan dari aturan-aturan yang menurutnya merupakan cara
hidup yang tepat.
Dalam kaitannya dengan evaluasi diri, konsep diri negatif merupakan penilaian negatif
terhadap diri sendiri. Apapun yang baik diketahui tentang dirinya, ia tidak pernah merasa
cukup baik. Apapun yang diperolehnya tampaknya tidak berharga dibanding dengan apa
yang diperoleh orang lain. Hal ini dapat menuntun individu kea rah kelemahan emosional.
Brooks dalam Rakhmat (2004:105), mengindentifikasi konsep diri manusia menjadi positif
dan negatif. Adapun ciri orang yang memiliki konsep diri negatif :
1. Peka pada kritik
2. Sangat responsif terhadap pujian
3. Sikap hiperkritis, sikap berlebihan dalam melakukan penilaian terhadap orang lain. ia
selalu mencela, mengeluh, meremehkan, dan tak pandai dan tak sanggup mengungkapkan
penghargaan atau pengakuan terhadap kelebihan orang lain.
4. Merasa tidak disenangi orang lain, merasa tidak diperhatikan, hingga ia bereaksi
pada orang lain sebagai musuh, sehingga tak dapat merasakan kehangatan persahabatan.
5. Pesimis untuk bersaing dalam sebuah kompetisi.
E.2. Konsep Diri Positif
Dasar dari konsep diri yang positif adalah adanya penerimaan diri. Hal ini disebabkan
orang yang memiliki konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik. Tidak seperti
halnya dengan konsep diri negatif, konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi.
Konsep diri ini meliputi baik informasi yang positif maupun negatif maupun yang negatif
tentang dirinya. Jadi orang yang memiliki konsep diri positif dapat menerima dan
memahami kenyataan yang berbagai macam tentang dirinya sendiri. Sebagai contoh, saya
pintar matematika tetapi saya kurang bisa dalam pejaran bahasa inggris.
Karena konsep diri yang positif dapat menampung seluruh pengalaman dirinya, maka
hasil evaluasi dirinya pun positif. Ia dapat menerima dirinya secara apa adanya. Hal ini
tidak berarti ia tidak pernah kecewa terhadap dirinya sendiri atau bahwa ia gagal
mengenali kesalahannya sebagai suatu kesalahan. Tetapi ia tidak perlu merasa bersalah
secara terus-menerus atas keberadaannya. Dengan menerima diri sendiri ia dapat
menerima orang lain. Seperti kata Erich Fromm (Coulhoun, 1990) bahwa cinta pada diri
sendiri adalah prasyarat untuk dapat mencintai orang lain.
Orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal antara lain :
1. Yakin pada kemampuannya mengatasi masalah
2. Merasa setara dengan orang lain
3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu
4. Ia sadar, bahwa setiap orang mempunyai berbagai macam perasaan, keinginan dan
perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
5. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek
kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
F. Peranan Konsep Diri Dalam Perilaku
Sebagai inti kepribadian, konsep diri akan menentukan keberhasilan seseorang dalam
menghadapi permasalahan yang timbul dalam kehidupannya. Hal ini disebabkan konsep
diri merupakan internal frame of reference, yaitu merupakan kerangka acuan bagi
tingkah laku individu (Meichati, 1975).
Menurut Pudjigjogyanti (1988), ada tiga yang dapat menjelaskan peranan konsep diri
dalam menentukan perilaku seseorang, yaitu :
1. Konsep diri mempunyai peranan penting dalam mempertahankan keselarasan batin (inne
consistency).
Hal ini disebabkan bahwa pada dasarnya setiap individu selalu berusaha
mempertahankan keselarasan batinnya. Apabila timbul perasaan atau persepsi yang tidak
seimbang atau saling bertentangan, maka akan terjadi psikologis yang tidak
menyenangkan.
2. Seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi individu
dalam menafsirkan pengalamannya.
Sebuah kejadian dapat ditafsirkan secara berbeda-beda oleh beberapa individu, karena
masing-masing mempunyai sikap dan pandangan yang berbeda terhadap diri sendiri.
Menurut Lynch (1979), menyatakan bahwa ada hubungan antara pengalaman dengan
konsep diri. Seseorang memiliki konsep diri dipengaruhi oleh pengalaman, sebaliknya
konsep diri juga akan mempengaruhi cara seseorang menggunakan pengalamannya.
Selanjutnya, dikatakan bahwa seseorang dengan konsep diri positif akan lebih banyak
memiliki pengalaman yang menyenangkan daripada mereka yang memilki konsep diri
negatif. Orang dengan konsep diri positif cenderung memandang pengalaman negatif
dapat membentu ke arah perkembangan yang positif.
3. Konsep diri menentukan pengharapan individu.
Mc. Candless (Pudjigjogyanti, 1988), mengatakan bahwa konsep diri merupakan
seperangkat harapan serta penilaian perilaku yang kepada harapan-harapan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai