Anda di halaman 1dari 11

Hubungan antara Metakognisi dan Konstruktivisme

Konstruktivisme tertarik pada bagaimana seseorang membangun pengetahuannya dari


pengalaman, keyakinan, dan struktur mentalnya yang digunakan untuk menafsirkan objek dan
peristiwa. Menurut pandangan konstruktivis tidak ada realitas tunggal dan dunia kita diciptakan
oleh pikiran kita dengan menafsirkan peristiwa, objek, dan perspektif tentang dunia nyata. Dan
interpretasi kami bersifat pribadi. Jadi kita memahami dunia luar berdasarkan pengalaman
individu kita.

Konstruktivisme dianggap sebagai bagian dari revolusi kognitif, sebuah gerakan intelektual yang
dimulai pada 1950-an sebagai tanggapan terhadap teori perilaku tradisional. Sementara teori
behavioris melihat belajar sebagai proses pasif, teori kognitif percaya bahwa peserta didik
memainkan peran aktif dalam membangun pengetahuan mereka sendiri. Dengan kata lain,
peserta didik harus secara aktif terlibat dalam pengalaman belajar untuk mempertahankan
informasi dan membangun pengetahuan.

Semua yang Anda perlukan untuk studi Anda di satu tempat untuk Konstruktivisme

Aplikasi web dan seluler StudySmarter GRATIS

Mulai sekarang

teori konstruktivis

Revolusi kognitif dipelopori oleh Jean Piaget (1896-1980), yang secara luas dianggap sebagai
bapak konstruktivisme. Konstruktivisme berbagi banyak prinsip yang sama dengan teori
kognitif; Namun, ada beberapa perbedaan utama. Perbedaan utama adalah peran konteks sosial.
Sementara teori kognitif memandang belajar sebagai proses internal dan mental murni,
konstruktivisme memandang belajar sebagai kombinasi dari perkembangan kognitif dan interaksi
manusia.

Karya-karya Lev Vygotsky (1896-1934) juga berperan penting dalam perkembangan


konstruktivisme. Vygotsky menyatakan bahwa belajar bukanlah proses internal murni, juga
bukan pembentukan perilaku pasif. Dia percaya bahwa pengaturan sosial, budaya, lingkungan,
dan konteks memainkan peran penting dalam membangun pengetahuan. Sementara pendekatan
behavioris tradisional bertujuan untuk melihat pembelajaran sebagai sesuatu yang benar-benar
independen dari konteks, Vygotsky memandang konteks di mana pembelajaran berlangsung
sebagai pusat pembelajaran itu sendiri.

Konstruktivis juga percaya bahwa bahasa memainkan peran penting dalam pembelajaran karena
berbagi pengetahuan terjadi melalui komunikasi.

Arti konstruktivisme

Teori konstruktivis, atau dikenal sebagai konstruktivisme, adalah teori belajar yang menyatakan
bahwa peserta didik membangun makna dan pemahaman baru dengan mengintegrasikan
informasi baru (belajar dari pengalaman baru) dengan pengetahuan sebelumnya (diperoleh dari
pengalaman masa lalu).

Buat catatan Konstruktivisme lebih cepat dari sebelumnya

Aplikasi web dan seluler StudySmarter GRATIS

Mulai sekarang

Informasi luwih akeh bab teks sumber ikiTeks sumber dibutuhake kanggo informasi terjemahan
tambahan

Kirim umpan balik Teori pembelajaran konstruktivis menjelaskan bahwa kita belajar dengan
‘membangun’ pengetahuan di dalam pikiran kita. Konstruktivisme berpendapat bahwa peserta
didik memiliki peran aktif dalam memikirkan sesuatu, merenungkannya, dan sampai pada
kesimpulan berdasarkan logika dan pemikiran kritis. Kami juga membangun berdasarkan
pengetahuan kami sebelumnya, seperti seorang pembangun yang membangun (dan terkadang
mendekonstruksi) gedung pencakar langitnya.

Konsep Kunci Dalam Teori Konstruktivis

1. Belajar Adalah Proses Kognitif

Siswa belajar melalui memikirkan hal-hal melalui dan trial-and-error, bukan hanya dengan
mengulangi fakta.
Sebelum munculnya Konstruktivisme, guru akan mengajar menggunakan pendekatan behavioris:
kami akan memasukkan ide ke dalam kepala siswa dengan membuat mereka mengulangi
jawaban berulang kali. Siswa akan duduk di ruang kelas dan mengulangi apa yang dikatakan
guru. Kita sering menyebut pendekatan lama ini sebagai model pendidikan perbankan.

Kemudian konstruktivisme muncul dan berpendapat bahwa anak-anak menggunakan kognisi –


atau proses mental – untuk sampai pada kesimpulan logis. Siswa perlu memikirkan hal-hal
melalui untuk benar-benar memahami mereka.

Memikirkan sesuatu berarti merenungkannya, melihat apakah itu benar-benar masuk akal,
membandingkan dan mengkontraskannya dengan apa yang sudah mereka ketahui, dan sampai
pada kesimpulan Anda sendiri … tidak hanya mengulangi apa yang dikatakan guru Anda.

Fakta Menarik: Meskipun teori konstruktivis dikembangkan pada akhir 1800-an dan awal 1900-
an, baru pada akhir 1960-an konstruktivisme dianggap serius di sekolah.

2. Kita Belajar Melalui Pengalaman (Piaget)

Piaget muncul dengan beberapa konsep konstruktivis fundamental. Dia berteori bahwa peserta
didik mendapatkan lebih banyak pengetahuan dengan memikirkan pengalaman baru dan
membandingkannya dengan pengalaman lama.

Piaget adalah ahli teori konstruktivis paling terkenal. Dia datang dengan banyak ide fundamental
dalam konstruktivisme.

Menurut Piaget, ada enam komponen kunci bagaimana kita belajar:

• Belajar melalui pengalaman: Setiap kali kita menemukan pengalaman baru, kita memprosesnya
dalam pikiran kita. Kami akan menggunakan pengalaman itu untuk memahami dunia kami.
Piaget menyebut pelajar 'ilmuwan tunggal' yang pergi ke dunia dan menyelidiki untuk belajar.

• Pengetahuan sebelumnya: Setiap pengalaman baru dibandingkan dengan pengalaman


sebelumnya yang kita miliki. Kami akan melihat pengalaman baru kami dan menggunakannya
untuk memahami apa yang kami lihat.

• Skema Kognitif: Piaget menyatakan bahwa skema kognitif adalah paket pengetahuan yang kita
miliki dalam pikiran kita. Kita dapat menambah skema kognitif (asimilasi) atau mengubahnya
(akomodasi).

• Asimilasi: Piaget menggunakan istilah ini untuk menjelaskan 'menambah pengetahuan baru' ke
bank pengetahuan kita (skema kognitif). Jika saya menemukan pengetahuan baru yang dapat
saya tambahkan ke bank pengetahuan saya, saya akan menempatkannya ke dalam skema
kognitif. Misalnya, jika saya melihat jenis anjing baru, saya akan mengenalinya sebagai anjing,
jadi saya akan menambahkan jenis anjing baru ini ke dalam skema kognitif 'anjing' di benak
saya.

• Ketidakseimbangan kognitif: Saat kita menemukan pengalaman baru, hal itu mungkin
bertentangan dengan pengetahuan kita sebelumnya. Seorang pembelajar akan bingung dan tidak
mengerti apa yang mereka lihat. Pada titik ini, pembelajar berada dalam keadaan
ketidakseimbangan kognitif. Kami selalu ingin berada dalam keadaan keseimbangan kognitif di
mana semuanya masuk akal.

• Akomodasi: Untuk mengatasi ketidakseimbangan kognitif (kebingungan), kita perlu


'memperbaiki' pengetahuan sebelumnya yang lama atau rusak. Kita perlu mengingat skema
kognitif dan memperbaikinya. Misalnya, jika saya melihat seekor kuda untuk pertama kalinya,
saya mungkin mengira itu adalah seekor anjing karena ia memiliki empat kaki. Kemudian,
seseorang akan memberi tahu saya bahwa itu adalah hewan lain yang disebut 'kuda'. Sekarang
saya perlu memperbaiki skema 'anjing' saya dengan memecahnya sehingga saya tidak
memasukkan semua kuda ke dalam skema anjing. Saya mungkin membuat dua skemata baru:
satu untuk anjing dan satu untuk kuda. Saya akan mencoba mengingat ciri-ciri utama kuda
(tingginya, bentuk tubuhnya) sehingga di masa mendatang saya dapat membedakan antara kuda
dan anjing. Saya belajar melalui pengalaman!

Ada Empat Tahapan Pembelajaran (Piaget)

Banyak konstruktivis juga percaya bahwa perkembangan biologis adalah pusat pembelajaran.
Kita cenderung mempelajari hal-hal tertentu pada tahap-tahap kunci di masa kecil kita. Ini
karena otak kita harus siap secara perkembangan untuk belajar.

Beberapa ahli teori konstruktivis percaya pada tahapan pembelajaran. Tahapan Piaget adalah
yang paling terkenal, tetapi ada yang lain. Berikut beberapa di antaranya:

• Montessori: Maria Montessori adalah seorang konstruktivis. Dia percaya pada empat bidang
perkembangan.

• Froebel: Friedrich Froebel percaya bahwa kita melewati beberapa tahap, dan pada setiap tahap
kita harus memberikan anak mainan khusus yang membantu mereka mengatasi tantangan di
setiap tahap.

• Kolberg: Tahapan Kolberg didasarkan pada perkembangan moral. Ketika otak kita menjadi
lebih maju secara kognitif, kita dapat mengeksplorasi masalah moral yang semakin kompleks.

• Piaget: 4 tahap Piaget terutama mengeksplorasi keterampilan ilmiah dan matematika yang
muncul pada berbagai tahap dalam hidup kita.

Empat tahapan terkenal Piaget adalah:


• Tahap sensorimotor (0 – 2 tahun): Bayi mengembangkan keterampilan kognitif seperti
keabadian objek, tindakan yang diarahkan pada tujuan, dan peniruan yang ditangguhkan (lihat
gambar di bawah).

• Tahap praoperasional (2 – 7 tahun): Anak kecil mengembangkan keterampilan kognitif seperti


pemikiran simbolik (seperti penggunaan bahasa dan permainan simbolik) namun tetap egosentris
(artinya mereka tidak dapat melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain).

• Tahap konkret (7 – 12 tahun): Siswa mengembangkan keterampilan berpikir logis yang lebih
kompleks dan menguasai keterampilan konservasi (lihat gambar di bawah).

• Tahap operasi formal (12 – 18 tahun): Remaja mulai mengembangkan penalaran deduktif,
keterampilan metakognitif, pemikiran abstrak, dan penalaran moral yang kompleks.

Informasi luwih akeh bab teks sumber ikiTeks sumber dibutuhake kanggo informasi terjemahan
tambahan

ita Belajar Melalui Interaksi Sosial (Vygotsky)

Vygotsky muncul dengan 'Konstruktivisme Sosial'. Teori ini menyoroti peran penting interaksi
sosial dalam membangun ide-ide baru dalam pikiran kita.

Vygotsky dan Piaget sama-sama percaya bahwa pengalaman itu penting untuk pembelajaran
kita. Tapi sementara Piaget menganggap pembelajar sebagai 'ilmuwan tunggal', Vygotsky
menganggap pembelajar sebagai makhluk sosial.

Dengan berbicara dengan orang lain, kita dapat memikirkan ide-ide. Kami akan mendengar
perspektif lain dan bagaimana orang yang berbeda menggambarkan sesuatu. Pengalaman sosial
ini penting untuk membantu kita sampai pada kesimpulan logis yang kuat.

Ketika kita mendiskusikan ide, kita juga 'membangun' pengetahuan secara sosial. Ini berarti kita
menyatukan semua pemikiran kita dan mencapai kesepakatan bersama tentang apa sebenarnya
fakta itu.

Vygotsky dan Piaget sepakat dalam banyak hal (mereka berdua konstruktivis), tetapi mereka
juga tidak setuju dalam banyak hal.

Vygotsky tidak percaya bahwa kita belajar secara bertahap. Dia pikir kita semua belajar secara
berbeda tergantung pada interaksi sosial kita. Di beberapa masyarakat non-Barat, misalnya,
seorang anak mungkin mempelajari keterampilan yang sangat sulit yang diperlukan untuk
berburu yang tidak akan dipelajari oleh anak Barat sampai mereka jauh lebih tua. Pengamatan ini
meruntuhkan ide Piaget bahwa kita semua belajar pada umumnya dengan cara berbasis tahapan
biologis yang sama.
Peran Guru Dan Peserta Didik

Guru seharusnya tidak menguliahi siswa tetapi membimbing mereka saat mereka belajar
melalui pengalaman langsung.

Konstruktivisme percaya belajar melibatkan trial-and-error dan penemuan.

Oleh karena itu, guru tidak boleh hanya menceramahi siswa sementara siswa mendengarkan
(kami menyebutnya pembelajaran pasif).

Sebaliknya, guru perlu memaparkan anak-anak pada banyak pengalaman aktif dan langsung.
Guru akan mengamati pembelajaran siswa mereka dan memberi mereka bimbingan dan
dorongan lembut. Namun, jika sebuah kelas dirancang dan disusun dengan baik untuk tingkat
perkembangan yang tepat, para siswa akan dapat belajar hanya melalui pengalaman mereka
sendiri.

Berikut adalah perbandingan cepat dari peran guru tradisional vs. peran fasilitator:

Guru Adat Guru sebagai Fasilitator

Monolog (percakapan guru) Dialog (guru dan siswa berdiskusi)

Menceritakan jawabannya Mengajukan pertanyaan dan panduan

Mengharapkan satu jawaban yang 'benar' Biarkan siswa menemukan jawaban mereka sendiri

Percaya mereka tahu segalanya Melihat diri mereka sebagai rekan pembelajar

Kelas yang berpusat pada guru Kelas yang berpusat pada siswa

Mengajarkan teori Menghubungkan teori dengan pengalaman praktis

Satu ukuran cocok untuk semua pelajaran Pelajaran yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan
kognitif siswa

Metode Pengajaran Konstruktivis

1. Zona Perkembangan Proksimal

Zona perkembangan proksimal membantu guru untuk mengidentifikasi target tingkat kesulitan
pelajaran mereka.

Zona pengembangan Proksimal Vygotsky menjelaskan cara membuat pelajaran yang berada
pada tingkat kesulitan yang sempurna.
Informasi luwih akeh bab teks sumber ikiTeks sumber dibutuhake kanggo informasi terjemahan
tambahan

Kami juga terkadang menyebutnya prinsip Goldilocks:

• Pelajaran yang terlalu mudah tidak akan membantu kemajuan siswa;

• Pelajaran yang terlalu sulit tidak akan merangsang belajar;

• Pelajaran yang menantang tetapi dapat dicapai dengan bantuan akan membantu kemajuan
siswa.

Tingkat keterampilan yang menantang tetapi dapat dicapai disebut 'zona perkembangan
proksimal'.

Pendekatan ini melibatkan seorang guru untuk menilai pengetahuan sebelumnya. Kemudian,
guru membuat pelajaran yang hanya selangkah lebih sulit dari kemampuan siswa saat ini.

Guru perlu memberikan dukungan saat siswa bergerak ke 'zona perkembangan proksimal'. Di
situlah perancah datang

Perancah

Scaffolding melibatkan pemberian dukungan yang dipandu kepada siswa. Bimbingan dihapus
ketika kemampuan siswa meningkat.

Scaffolding adalah pendekatan yang dikembangkan oleh Jerome Bruner.

Itu mendapatkan namanya dari penyangga yang ditempatkan di sekitar bangunan saat sedang
dibangun. Setelah bangunan selesai, perancah dilepas dan bangunan dapat berdiri sendiri.

Hal yang sama berlaku untuk pelajar: seorang guru harus memberikan dukungan kepada siswa
saat mereka mempelajari suatu konsep. Kemudian, ketika siswa sudah mampu dengan konsep
tersebut, dukungan tersebut dihilangkan sehingga siswa dapat belajar sendiri.

3. Pembelajaran Berbasis Masalah dan Inkuiri

Guru dan siswa datang dengan masalah yang perlu ditangani melalui proses inkuiri.
Pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan di mana guru menghadirkan masalah kepada
siswa. Siswa kemudian perlu mengatasi masalah dengan membicarakan berbagai hal, melakukan
eksperimen, dan melalui proses penemuan.

Pembelajaran berbasis inkuiri berfokus pada penggunaan metode sistematis dan ilmiah untuk
mengumpulkan data dan menghasilkan jawaban atas masalah.

Kedua pendekatan tersebut (yang digunakan bersamaan) membantu siswa untuk belajar melalui
penemuan yang dipimpin siswa dan inisiatif siswa. Siswa menggunakan keterampilan kognitif
mereka dan trial-and-error untuk mencapai kesimpulan mereka sendiri dan membangun
pengetahuan baru dalam pikiran mereka.

Anda dapat membaca lebih lanjut tentang pembelajaran berbasis inkuiri di sini.

4. Praktek Terpandu

Praktek terbimbing melibatkan pendidik secara bertahap melepaskan tanggung jawab kepada
siswa dalam proses empat langkah. Ini dimulai dengan instruksi eksplisit dan diakhiri dengan
pekerjaan mandiri.

Model praktik terbimbing juga dikenal sebagai metode 'pelepasan tanggung jawab secara
bertahap' atau 'Saya Lakukan, Kami Lakukan, Anda Lakukan'.

Dalam pendekatan ini, guru memulai dengan pengajaran eksplisit. Guru mungkin mencontohkan
sesuatu di depan siswa sementara mereka mengamati ('I Do'). Selanjutnya, guru dan siswa
mengerjakan tugas secara bersama-sama (‘We Do’). Langkah tambahan 'Kami Lakukan'
mungkin membuat siswa melakukan tugas bersama dalam kelompok. Terakhir, siswa dapat
melakukan tugas secara mandiri ('Anda Lakukan').

Anda dapat membaca lebih lanjut tentang pendekatan Saya Lakukan, Kami Lakukan, Anda
Lakukan di sini.

5. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif melibatkan siswa bekerja sama untuk menemukan solusi untuk
masalah.

Pendekatan pembelajaran kooperatif akan melibatkan guru yang mengajak siswa bekerja dalam
kelompok untuk menyelesaikan suatu tugas.

Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan mengajak siswa bekerja dalam kelompok
(tips: biarkan mereka memberi nama kelompok mereka) berdasarkan tingkat kemampuan atau
gaya belajar.
Pendekatan lain mungkin untuk mendapatkan setiap siswa untuk mengembangkan keahlian
dalam satu bidang tertentu dari suatu topik. Kemudian, para siswa berkumpul untuk berbagi apa
yang mereka pelajari. Dalam model ini, setiap siswa dalam kelompok adalah ahli dalam satu
aspek tugas. Kami menyebutnya pendekatan 'jigsaw ahli' untuk pembelajaran kooperatif.

Untuk lebih lanjut tentang peran interaksi sosial dalam pembelajaran, lihat postingan saya
tentang teori pembelajaran sosiokultural.

6. Pembelajaran Berbasis Bermain

Pendekatan pembelajaran berbasis bermain melibatkan membuat siswa menemukan hal-hal baru
melalui permainan. Meskipun sering diperuntukkan bagi anak usia dini, pembelajaran berbasis
bermain benar-benar bagus untuk segala usia!

Konstruktivisme adalah tentang belajar melalui eksplorasi, interaksi, penemuan, dan memikirkan
berbagai hal.

Itulah tepatnya yang kami lakukan saat bermain. Kami membuat kesalahan, mempelajari cara
baru untuk melakukan sesuatu, berpikir kreatif, dan mendapatkan pengalaman baru.

Maria Montessori, seorang konstruktivis terkenal, berpendapat bahwa pendidik harus


menyiapkan lingkungan berbasis permainan yang lengkap. Froebel, konstruktivis lain,
berpendapat bahwa bermain adalah "bentuk pembelajaran tertinggi". Sekolah hutan dan
perspektif pembelajaran kontemporer lainnya juga menerapkan pendekatan berbasis permainan.

Beberapa versi permainan antara lain:

Pro Dan Kontra Konstruktivisme

Pro kontra

1. Siswa dipandang sebagai pembelajar 'agent' yang mampu 1. Memakan Waktu

2. Berpusat pada Siswa 2. Tidak Sesuai dengan Tes Standar

3. Panduan untuk Tingkat Perkembangan Anak yang Diharapkan 3. Membutuhkan diferensiasi,


yang intensif sumber daya

4. Ini adalah pendekatan pembelajaran yang menyenangkan

1. Pro (Kelebihan)

Pendekatan konstruktivis untuk pendidikan melihat siswa sebagai aktif, kuat, mampu dan
kompeten. Itu cenderung mendorong siswa untuk belajar melalui 'melakukan', yang membantu
keterlibatan, pemikiran kritis, dan retensi memori.
Manfaat teori konstruktivis antara lain:

• Siswa diperlakukan sebagai pembelajar yang cakap dan didorong untuk melatih pemikiran
kreatif, kritis dan mandiri.

• Pendidik menyadari bahwa siswa memerlukan pelajaran yang terarah dan berbeda yang sesuai
dengan kebutuhan kognitif mereka.

• Dengan menggunakan tahapan Piaget, pendidik baru dan pendidik pengganti dapat dengan
cepat memperkirakan tingkat kemampuan anak berdasarkan usia mereka.

• Siswa sering menemukan pendekatan konstruktivis lebih menyenangkan karena mereka belajar
dengan melakukan daripada duduk dan menghafal.

2. Kontra (Kekurangan)

Konstruktivisme dapat memakan waktu dan tidak mempersiapkan siswa dengan baik untuk tes
standar.

Kelemahan teori konstruktivis antara lain:

• Belajar melalui trial-and-error adalah proses yang memakan waktu. Di era kurikulum yang
padat, guru seringkali tidak memiliki waktu untuk menyelenggarakan pembelajaran
pembelajaran berbasis masalah yang berkelanjutan.

• Rezim pengujian internasional yang mendorong kurikulum standar mendorong kesesuaian dan
hafalan atas pemikiran kritis berbasis inkuiri.

• Konstruktivisme membutuhkan diferensiasi agar siswa belajar pada tingkat kognitif yang
optimal. Diferensiasi untuk setiap anak sangat sulit dan seringkali tidak praktis bagi para
pendidik.

Pendekatan Alternatif

Ada banyak teori belajar yang berbeda. Sementara konstruktivisme adalah teori yang dominan
saat ini, teori pembelajaran lainnya menawarkan wawasan penting dan tidak boleh diabaikan.

Alternatif teori pembelajaran meliputi:

• Behaviorisme: Konstruktivisme sering disandingkan dengan behaviorisme. Pendekatan


behavioris tidak peduli dengan apa yang terjadi dalam pikiran kita. Itu hanya peduli pada
kemampuan kita untuk menghafal dan mengulang informasi. Baca lebih lanjut tentang
behaviorisme di sini.
• Humanisme: Kaum humanis percaya bahwa konstruktivisme tidak cukup memperhatikan peran
emosi siswa dan kesejahteraan holistik dalam pembelajaran. Baca lebih lanjut tentang
humanisme di sini.

Baca Lebih Lanjut: 31 Teori Pembelajaran Terkemuka

Pikiran Akhir

Konstruktivisme dalam pendidikan adalah teori pendidikan yang dominan di abad ke-21. Ini
membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan abad ke-21 seperti kolaborasi, kerja sama,
dan kreativitas.

Inti dari teori ini adalah gagasan bahwa kita belajar dengan 'merenungkan' gagasan baru di
kepala kita dan sampai pada kesimpulan kita sendiri melalui logika dan penalaran. Untuk
mencapai pembelajaran semacam ini, siswa perlu terlibat dalam pembelajaran aktif, belajar
dengan melakukan, dan pengalaman pribadi.

Hal ini disandingkan dengan teori lain seperti behaviorisme yang menggunakan metode
pengajaran yang lebih berpusat pada guru dan gagal memenuhi kebutuhan kognitif siswa.

Untuk lebih lanjut, jelajahi ide-ide teori konstruktivis utama:

• Jean Piaget

• John Dewey (lihat: Pendidikan Pragmatis)

• Maria Montessori

Anda mungkin juga menyukai