Anda di halaman 1dari 12

Nomos: Law Review (2023) 1:1, 1-15

ISSN 1111-1111 | DOI: 10.11111/nomos.xxxxxxx


Diterbitkan oleh RISET HUKUM
Tersedia online Pada Bulan Mei 2023.
____________________________________________________________________________________

Analisis Hak Buruh Terhadap Undang Undang Cipta


Kerja

Wieke Mutiara; Celine D. A. Sihotang; Gracia J. Sumadi; Jasmine Eirene;


Michael K. Kusuma.
Universitas Pradita
Email correspondence: michael.krisjanto@student.pradita.ac.id

ABSTRACT: The Article of Job Creation is an attempt to provide convenience, protection,


and empowerment for credit union and micro, small, and medium enterprise to increase
the number of investors from outside the country. One of the factors that push the creation
of The article of Job Creation is the downfall of the economy in Indonesia. The previous
regulations for workers were regulated in The Act Number 13 Year 2013, however the
regulations were changed into The Act Number 11 Year 2020 about The Job Creation.
The legitimation of The article of Job Creation was expected to raise the economic
condition in Indonesia that has fallen. However, in reality, that legitimation has created
a lot of opposition from workers that leads to demonstration act to remove The article of
Job Creation. That act of opposition has caused a lot of investors to doubt about doing
investments in Indonesia. The purpose of this research is to know the effects of the
legitimation of The article of Job Creation to workers’ rights, which is about the change
of granting leave rights, working hours, regulations about foreign workforce, severance
pay, and salary. During the preparation of this journal, writers analyzed the data using
qualitative method with literature study approach. The result of this analysis shows that
the purpose of the legitimation of The Job Creation Act is to increase employment.
However, The Job Creation Act resulted in workers’ rights not being fulfilled. That result
has made a lot of workers to do a demonstration to remove or change The Job Creation
Act. Even with workers’ demonstration, there is no change in Act Number 11 Year 2020.
However, workers still work as usual. That condition conclude that workers are still able
to accept the legitimation of The Job Creation Act despite having objections.
KEYWORDS: The article of Job Creation, Labors Right, Transformation

ABSTRAK: “Undang-Undang Cipta Kerja” merupakan upaya untuk memberi


kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan kepada koperasi dan usaha mikro, kecil,
dan menengah untuk meningkatkan investor dari luar untuk berinvestasi di dalam negeri.
Salah satu pemicu terciptanya Undang-Undang Cipta Kerja adalah penurunan
perekonomian Indonesia. Peraturan tenaga kerja yang sebelumnya diatur oleh “Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003” diubah menjadi “Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja”. Dengan disahkannya “Undang-Undang Cipta Kerja” ini
diharapkan dapat menaikkan perekonomian di Indonesia yang sempat mengalami
penurunan, tetapi pada kenyataannya pengesahan tersebut menimbulkan banyak
penolakan dari para buruh hingga terjadi banyak aksi demonstrasi di berbagai tempat
untuk menghapuskan “Undang-Undang Cipta Kerja” tersebut. Akan tetapi karena
2 | Analisis Hak Buruh Terhadap Undang Undang Cipta Kerja

banyaknya penolakan tersebut membuat investor menjadi ragu untuk melakukan investasi
di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak terhadap hak buruh dari
dikeluarkannya “Undang-Undang Cipta Kerja”, yaitu perubahan dalam pemberian hak
cuti, peraturan jam kerja, kebijakan TKA (Tenaga Kerja Asing), pemberian pesangon,
dan pemberian upah kerja. Dalam pembuatan jurnal ini dilakukan analisis menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan studi perpustakaan. Hasil dari analisis ini
menunjukkan bahwa tujuan dikeluarkan “Undang-Undang Cipta Kerja” adalah untuk
meningkatkan ketersediaan lapangan kerja, tetapi di sisi lain Undang-Undang ini juga
mengakibatkan banyak dari hak buruh yang tidak terpenuhi. Akibat tersebut membuat
para buruh berdemonstrasi agar “Undang-Undang Cipta Kerja” tersebut dihapuskan atau
digantikan. Meskipun setelah adanya demonstrasi yang dilakukan para buruh, “Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020” tidak mengalami perubahan, namun para buruh masih
bekerja seperti biasanya. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya buruh di Indonesia masih
bisa menerima “Undang-Undang Cipta Kerja” meskipun merasa keberatan.
KATA KUNCI: UU Cipta Kerja, Hak Buruh, Transformasi
3 | Nomos: Law Review

I. PENDAHULUAN
Dikeluarkan “Undang-Undang Cipta Kerja” pada tanggal 5 Oktober 2020
menimbulkan banyak persepsi berasal dari masyarakat Indonesia. Disahkannya “Undang-
Undang Cipta Kerja” menimbulkan ketidaksetujuan bagi sebagian mahasiswa Indonesia.
Hal ini menyebabkan banyak mahasiswa turun kejalan untuk melakukan aksi
demonstrasi. Dilansir dari CNBC Indonesia, diperkirakan sebanyak 5.000 mahasiswa dari
seluruh Indonesia ikut berpartisipasi dalam demo tersebut (Iqbal, 2020).
Aksi yang dilakukan mahasiswa membuat masyarakat mengetahui adanya
ketidakadilan bagi buruh dan dianggap mengesampingkan HAM. Mengetahui adanya
ketidakadilan, masyarakat menolak Undang-Undang tersebut untuk diterapkan.
Penolakan ini menimbulkan banyak asumsi negatif terhadap pemerintah yang dipicu oleh
tidak adanya transparansi yang dilakukan pemerintah dalam menyusun Undang-Undang
Cipta Kerja (Kartikasari & Fauzi, 2021).
Setelah pengesahan “Undang-Undang Cipta Kerja” tersebut terjadi aksi
demonstrasi oleh masyarakat, terutama mahasiswa dan buruh. Demonstrasi tersebut
dipicu oleh beberapa hal, diantaranya perubahan peraturan dalam pemberian hak cuti, jam
kerja, kebijakan Tenaga Kerja Asing (TKA), pesangon, dan upah tenaga kerja (Perdana,
2020). Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang diperbaharui dan tidak adanya
penjelasan yang lebih mudah dipahami menimbulkan persepsi dari masyarakat umum.
Masyarakat Indonesia cenderung menerima informasi tanpa memahami terlebih
dahulu. Pemahaman yang kurang akan isi dari “UU Cipta Kerja” membuat sebagian
masyarakat merasa dirugikan dengan disahkannya UU tersebut. Pada kenyataannya “UU
Cipta Kerja” membantu buruh dengan memperluas lapangan pekerjaan di Indonesia
(Suntoro, 2021). Kesalahpahaman ini menimbulkan terjadinya demonstrasi Omnibus law
yang diawali oleh mahasiswa dan didukung oleh masyarakat.
Pasca terjadinya demonstrasi, masyarakat mulai menyadari bahwa UU yang
dikeluarkan pemerintah ditujukan untuk membantu perkembangan ekonomi di Indonesia
melalui investor. Namun, aksi demonstrasi yang dilakukan oleh buruh, membuat rencana
investor untuk menanamkan modal di Indonesia menjadi batal. Kondisi yang terjadi pada
saat itu menyebabkan ketidakpastian, sehingga membuat para investor khawatir terhadap
investasi tersebut. (Makki, 2020)
Hari Buruh pada tahun 2023, para buruh masih melakukan demonstrasi terkait
dengan UU Cipta Kerja. Mereka menyuarakan untuk menghapus beberapa poin dari “UU
Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja”. Poin-poin tersebut adalah pengupahan, jam
kerja, hubungan kerja, alih daya, dan cuti.
Jurnal dengan judul “Dampak Sosial Omnibus Law Cipta Kerja Perspektif
Sosiologi Hukum” karya Hanifah Az Zhara, membahas tentang bagaimana efek sosial
yang muncul setelah diresmikannya omnibus law cipta kerja dari perspektif sosiologi
hukum. Perspektif sosiologi hukum menganggap bahwa penolakan tersebut pasti akan
4 | Analisis Hak Buruh Terhadap Undang Undang Cipta Kerja

terjadi, namun untuk mengatasi penolakan tersebut harus mempertimbangkan setiap


tindakan dari sisi keunggulan maupun kelemahannya. Bagi pemerintah sebelum
menetapkan setiap keputusan paling tidak harus memikirkan secara matang akibat yang
ditimbulkan atas pemberlakuan suatu aturan perundang-undangan, terutama dalam
mensejahterakan kehidupan rakyat (Zahra, 2021).
Jurnal yang dibuat oleh Krista Yitawati dan kawan-kawan berjudul “Problematika
Dan Implikasi Omnibus Law Cipta Kerja Pada Perseroan Terbatas”, membahas tentang
implikasi Omnibus Law terhadap Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Konsep
Perseroan Terbatas. Ketentuan tersebut menyebabkan terjadinya entitas usaha perseroan
perseorangan dalam bentuk usaha mikro kecil. Hal itu bertentangan dengan doktrin umum
yang menyatakan perseroan harus didirikan oleh 2 orang atau lebih. Selain itu,
dihapuskannya peraturan modal minimal bagi perseroan terbatas. Hal tersebut dapat
mengakibatkan resiko terjadinya gagal bayar lebih tinggi karena perseroan menjadi tidak
bisa memberikan jaminan kemampuan pembayaran pada pihak ketiga (Yitawati et al.,
2022).
Jurnal referensi yang kami dapat dengan judul “Peranan dan Tanggungjawab
Pemerintah dalam Pelayanan Kesehatan Pasca Berlakunya UU Cipta Kerja” karya Weppy
Susetiyo dan Anik Iftitah, membahas tentang “UU Cipta Kerja” yang berpengaruh dalam
sektor kesehatan. “UU Cipta Kerja” mengubah peraturan di sektor kesehatan, terutama di
Rumah Sakit. “UU Cipta Kerja” dibuat untuk lebih mengurangi kesempatan untuk
merugikan tenaga kerja bidang kesehatan yang bekerja serta memastikan masyarakat
mendapatkan pelayanan maksimal. Pemerintah berpartisipasi dalam mensejahterakan
masyarakat dalam pemberian layanan kesehatan dengan menyediakan tenaga kerja
kesehatan, rumah sakit, puskesmas, dan lainnya (Susetiyo & Iftitah, 2021).
Berdasarkan referensi jurnal yang kami dapatkan tentang “UU Cipta Kerja”,
belum ditemukan jurnal yang membahas bagaimana hak buruh mengalami perubahan.
Perubahan tersebut bisa membaik ataupun memburuk. Maka dari itu kelompok kami
membahas analisis hak buruh terhadap “UU Cipta Kerja”.
Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hak buruh terhadap “UU Cipta Kerja Tahun 2020”.
5 | Nomos: Law Review

II. METODE
Jurnal ini dibuat dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
sosiologis. Metode kualitatif yang digunakan bersifat deskriptif analisis historis. Jenis
penelitian ini adalah studi perpustakaan.
6 | Analisis Hak Buruh Terhadap Undang Undang Cipta Kerja

III. HASIL & PEMBAHASAN


Pemerintah menerbitkan “Undang-Undang Cipta Kerja” dengan tujuan
membangun perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan. Dalam hal ini
pemerintah membangkitkan perekonomian Indonesia dengan mengeluarkan Undang-
Undang yang mempermudah para pengusaha mendapatkan izin untuk membangun usaha,
serta mempermudah investor masuk dan berinvestasi di Negara Indonesia (Fitri &
Hidayah, 2021). Tujuan dari “UU Cipta Kerja” dinilai sudah baik, akan tetapi terdapat
beberapa perubahan dari “UU Cipta Kerja” tersebut yang dinilai merugikan pihak buruh.
Perubahan tersebut antara lain pemberian hak cuti, jam kerja, kebijakan Tenaga Kerja
Asing (TKA), pesangon, dan upah tenaga kerja.

A. Hak Cuti
Dalam melakukan pekerjaan sangat diperlukan waktu istirahat, untuk
menghindari adanya kejenuhan dalam bekerja. Adanya kejenuhan dalam bekerja dapat
menurunkan produktivitas. Oleh karena itu para pekerja memerlukan waktu untuk
beristirahat, bentuk dari istirahat bisa seperti istirahat di rumah ataupun rekreasi.
Pemberian cuti kerja dapat menciptakan waktu luang bagi pekerja, sehingga produktivitas
pekerja dapat meningkat (Devita & Nugroho, 2021).
Perubahan pemberian cuti yang dirasa sangat merugikan para pekerja,
terkhususnya dirasakan oleh pekerja perempuan. Pemberian hak cuti haid, hak cuti
melahirkan, hak cuti keguguran bagi pekerja perempuan tercantum dalam “Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang disebutkan dalam pasal 81,
pasal 82, dan pasal 83, tetapi di dalam UU Cipta Kerja para pekerja perempuan tidak
diberikan kesempatan untuk cuti haid, cuti melahirkan, dan cuti keguguran” (Fitri &
Hidayah, 2021).
Pemberian hak cuti kerja sebelumnya dicantumkan dalam “Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003” berubah dibandingkan saat diatur berdasarkan “Undang-Undang
Cipta Kerja”. Di saat perusahaan menggunakan “UU Cipta Kerja” sebagai pedoman
pemberian kerja, hak cuti kerja hanya diberikan yang tercantum di dalam perjanjian
kontrak kerja.

B. Jam Kerja
“Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 Pasal 79 ayat 2a tentang Ketenagakerjaan
mewajibkan perusahaan untuk memberikan pembatasan jam kerja”. Pembatasan jam
kerja yang dimaksud adalah pemberian waktu istirahat bagi buruh dan pekerja.
Pembatasan jam kerja yang telah diatur sebelumnya tetap disebutkan dalam “Undang
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja Pasal 79 ayat 2a”. Kedua undang-
7 | Nomos: Law Review

undang tersebut menyebutkan bahwa pemberian waktu istirahat diberikan antara jam
kerja, minimal setengah jam (30 menit) setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus
menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. Pembatasan jam kerja
juga diatur dalam “Undang Undang Ketenagakerjaan pasal 79 ayat 2b yang menyebutkan
bahwa istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu
atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu” diubah dalam “Undang
Undang Cipta Kerja tahun 2020 Pasal 79 ayat 2b” hanya menjadi 1 (satu) hari untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Perubahan lain pada Undang Undang Ketenagakerjaan Tahun 2003 adalah
“Undang-Undang Cipta Kerja Tahun 2020 pasal 77 ayat 4 menyebutkan bahwa
Pelaksanaan jam kerja pekerja/buruh di perusahaan diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama”, dimana pasal tersebut tidak
disebutkan dalam “Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003”. Aturan mengenai jam
kerja diberikan kepada buruh sebagai penyeimbangan antara waktu kerja dengan waktu
istirahat. Penyeimbangan waktu kerja ini dilakukan untuk melindungi buruh dan pekerja
dari jam kerja yang berlebihan sehingga buruh dan pekerja dapat bekerja dengan lebih
efisien (Pambudi & Najicha, 2022).

C. Kebijakan TKA
Masalah ketenagakerjaan sering menjadi permasalahan sulit untuk dihadapi di
Indonesia. Seiring berjalannya waktu, orang yang berusia angkatan kerja semakin
bertambah, tetapi masih banyak yang belum memiliki pekerjaan karena terbatasnya
lapangan kerja yang tersedia. Kemudahan TKA (Tenaga Kerja Asing) masuk ke
Indonesia membuat tenaga kerja di Indonesia harus mampu untuk menyeimbangi
kemampuan yang dimiliki oleh para TKA. Namun, tingkat pendidikan dan keahlian di
Indonesia tergolong masih rendah, dan keadaan tersebut dapat menjadi penyebab semakin
banyaknya pengangguran di Indonesia (Randang, 2011).
Setelah pengesahan “Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020” tentang Cipta
Kerja terjadi beberapa perubahan pasal yang ada pada “Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan”. Hal tersebut membuat banyak dari masyarakat
kurang bisa untuk menerima perubahan tersebut. Sebelumnya di Pasal 42 setiap TKA
membutuhkan izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. Setelah adanya
perubahan tersebut TKA hanya memerlukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing
(RPTKA) dan tidak lagi memerlukan izin tertulis. Selain itu, penghapusan “aturan dalam
Pasal 43” yang membahas tentang kewajiban bagi TKA yang diharuskan memiliki
RPTKA yang berupa Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) membuat aturan-
aturan lain yang terkait dengan RPTKA juga dihapuskan.
“Pasal 44” yang membahas tentang jabatan dan standar kompetensi juga
dihapuskan. Batasan bagi TKA untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu yang diatur
dalam “Pasal 46” juga dihapuskan. Perubahan tersebut membuat TKA menjadi lebih
8 | Analisis Hak Buruh Terhadap Undang Undang Cipta Kerja

mudah untuk bekerja di Indonesia, karena para TKA hanya perlu menggunakan RPTKA
dan tidak perlu memiliki IMTA. Semakin mudah peluang TKA masuk Indonesia, dapat
mengakibatkan lapangan kerja yang tersedia semakin berkurang. Jika terus terjadi maka
akan semakin sulit untuk mengatasi tingkat pengangguran yang ada di Indonesia
(Shalihah, 2021).

D. Pesangon
Menurut Djumialdi, pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi hal yang sulit bagi
para pengusaha maupun buruh. Pengusaha menganggap bahwa pemutusan hubungan
kerja (PHK) merupakan hal yang wajar bagi para kegiatan usaha, tetapi untuk para buruh
merupakan hal yang sangat berdampak karena buruh akan kehilangan sumber pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, demikian juga bagi perusahaan karena
perusahaan akan mengeluarkan sejumlah dana untuk pensiun atau pesangon atau dana
lainnya yang berkaitan dengan pemberhentian kerja, dan perusahaan akan
memprogramkan kembali penarikan kerja sehingga mengeluarkan dana lagi untuk
pengembangan pekerja (Djumialdi, 2006).
Dalam “Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 151 tentang
ketenagakerjaan menjelaskan bahwa Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat
buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi
pemutusan hubungan kerja”. Dalam pengertian tersebut dijelaskan bahwa perusahaan
tidak bisa semena-mena dalam melakukan pemutusan hubungan kerja, sehingga
perusahaan harus memberikan kompensasi atau pesangon kepada buruh. Dalam
“Undang-Undang cipta kerja tahun 2020” upah pesangon yang diterima oleh buruh
mengalami penurunan yang sebelumnya mendapat 32,2 kali upah menjadi 25 kali yang
terdiri dari 19 kali upah dan 6 kali dari jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) (Pernando,
2020).
Perubahan dalam pemberian upah ini terjadi perbedaan karena dalam “Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 166 bahwa berakhirnya hubungan kerja diakibatkan
karena pekerja/buruh meninggal maka diberikan sejumlah uang sebesar 2 (dua) kali uang
pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4)”, sedangkan dalam “Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020
Pasal 166” seluruhnya dihapus, tetapi diganti menjadi jaminan kehilangan pekerjaan
kepada pekerja/buruh.

E. Upah Tenaga Kerja


Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah dasar dari kebutuhan seorang
pekerja/buruh untuk bisa hidup yang dengan layak secara fisik. KHL diatur dalam
“Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016” yang telah diubah menjadi
9 | Nomos: Law Review

“Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020”. KHL dipakai untuk dasar
penetapan upah minimum dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi, sehingga pemerintahan mengubah ketentuan pengupahan dalam “Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja” yang sebelumnya tercantum pada
“Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003”. Perubahan itu diantaranya penghapusan upah
minimum wilayah kabupaten/kota atau provinsi dan upah minimum berdasarkan sektor
pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota (upah minimum sektoral) dengan syarat
tertentu yaitu pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dengan begitu “Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020” diubah dengan mewajibkan penetapan upah minimum provinsi (UMP)
dan upah minimum kabupaten/kota (UMK), bukan lagi berdasarkan sektor pada
wilayahnya (Korida & Hushin, 2021, 8). Dalam hal ini, jumlah UMK harus lebih tinggi
dibandingkan UMP. Perusahaan yang telah menentukan pemberian upah lebih tinggi dari
upah minimum yang ditetapkan sebelum “Undang-Undang Cipta Kerja” tidak
diperbolehkan untuk mengurangi/menurunkan upah pekerja yang awalnya sudah diupah
lebih tinggi dari upah minimum (Purnama & Amelia, 2021).

F. Demonstrasi Buruh terhadap UU Cipta Kerja pada Hari Buruh


Pada Hari Buruh yang jatuh pada tanggal 1 Mei 2023, terjadi demonstrasi di depan
Tugu Monas oleh para buruh. Terdapat beberapa tuntutan di antaranya, mengesahkan
RUU DPR, menolak “RUU Kesehatan dan UU Cipta Kerja”. Para buruh melakukan
demonstrasi UU Cipta Kerja terkait dengan pengupahan, jam kerja, hubungan kerja, alih
daya, dan cuti (Rizky, 2023). UU Cipta Kerja sudah direncanakan sejak tahun 2020 dan
telah disahkan tahun 2022, meskipun begitu para buruh masih melakukan demonstrasi
terkait UU Cipta Kerja sampai saat ini. Demonstrasi ini terjadi karena para buruh merasa
tidak ada perubahan dalam UU Cipta Kerja, walaupun sudah beberapa kali menyuarakan
penolakan tersebut.
10 | Analisis Hak Buruh Terhadap Undang Undang Cipta Kerja

IV. PENUTUP
Perubahan kebijakan tenaga kerja yang terjadi pada tahun 2020 mengubah
“Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjadi Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja”, mengakibatkan kebijakan bagi
tenaga kerja berubah. Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sudah cukup baik untuk
meningkatkan perekonomian negara, yang pada saat itu perekonomian di Indonesia
sedang mengalami penurunan. Namun, terdapat beberapa pasal dalam “UU tentang Cipta
Kerja” yang dinilai merugikan pihak buruh. Kebijakan seperti dalam “UU tentang Cipta
Kerja pasal 77 mengenai jam kerja”, dirasa merugikan buruh karena jam kerja tersebut
ditambah. tetapi sisi lain buruh mendapatkan keuntungan dari perubahan peraturan
mengenai upah.
Dalam kebijakan tersebut dapat dilihat adanya perubahan positif dan negatif dari
sisi buruh maupun sisi investor. Dalam suatu negara tidak ada peraturan atau kebijakan
yang dapat menguntungkan semua pihak. Adanya perubahan tersebut tidak seharusnya
membuat buruh memaksakan dengan berdemonstrasi berlebihan kepada pemerintah
untuk menghapus/merevisi “UU Cipta Kerja Tahun 2020”.
11 | Nomos: Law Review

DAFTAR REFERENSI
Devita, N., & Nugroho, A. A. (2021). PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK
CUTI TAHUNAN PEKERJA WAKTU TERTENTU YANG TIDAK TERPENUHI.
JUSTITIA Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, 8(3), 405. http://jurnal.um-
tapsel.ac.id/index.php/Justitia/article/view/3543/pdf
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (2020, October 2). Perbedaan UU
Ketenagakerjaan dengan RUU Omnibus Law Cipta Kerja - Dinas Tenaga Kerja &
Transmigrasi Provinsi Nusa Tenggara Barat. Disnakertrans NTB.
https://disnakertrans.ntbprov.go.id/perbedaan-uu-ketenagakerjaan-dengan-ruu-omnibus-
law-cipta-kerja/
Djumialdi, F. X. (2006). Perjanjian Kerja. Sinar Grafika.
https://openlibrary.org/works/OL22648138W/Perjanjian_kerja?edition=key%3A/books/
OL30666906M
Fitri, W., & Hidayah, L. (2021, 8). Probelmatika Terkait Undang-Undang Cipta
Kerja Di Indonesia: Suatu Kajian Perspektif Pembentukan Perundang-Undangan. e-
Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Ilmu
Hukum, 4(2), 726. https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jatayu/article/view/38719
Iqbal, M. (2020, October 20). Hari ini, Massa Mahasiswa Hingga Buruh Demo
Tolak Omnibus Law. CNBC Indonesia.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20201019212835-4-195531/hari-ini-massa-
mahasiswa-hingga-buruh-demo-tolak-omnibus-law
Kartikasari, H., & Fauzi, A. M. (2021, 4 1). Journal of Law. Penolakan
Masyarakat Terhadap PengesahanOmnibus LawCiptaKerja dalam Perspektif Sosiologi
Hukum, 4, 42. https://ojs.uma.ac.id/index.php/doktrina/article/view/4482/pdf
Korida, N. U. Y., & Hushin, M. (2021, 12 31). Penetapan Upah dan Struktur Skala
Upah Dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Analisis Kritis PerspektifIbn Khaldun, 1, 8.
https://ejournal.iainponorogo.ac.id/index.php/antologihukum/article/view/333
Makki, S. (2020, October 8). Pengusaha Nilai Demo Omnibus Law Buruk untuk
Investasi. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201008153526-
92-556041/pengusaha-nilai-demo-omnibus-law-buruk-untuk-investasi
Pambudi, G. Y., & Najicha, F. U. (2022, 08). Tinjauan Yuridis Hak Cuti Bagi
Pekerja Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Jurnal Gema Keadilan, 9(1), 6.
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/gk/article/view/16153
Perdana, H. A. (2020, 10 6). Dampak Buruk Omnibus Law Cipta Kerja Bagi Iklim
Uaaha dan Investasi. IDN Times. https://www.idntimes.com/business/economy/hana-
adi-perdana-1/dampak-buruk-omnibus-law-cipta-kerja-bagi-iklim-usaha-dan-
investasi?page=all
12 | Analisis Hak Buruh Terhadap Undang Undang Cipta Kerja

Pernando, A. (2020, November 6). EKONOMI. UU Cipta Kerja Ditetapkan


Jokowi, Pesangon Pensiun 19 Kali Gaji Langsung Berlaku? Retrieved April 18, 2023,
from https://ekonomi.bisnis.com/read/20201106/12/1314367/uu-cipta-kerja-ditetapkan-
jokowi-pesangon-pensiun-19-kali-gaji-langsung-berlaku
Purnama, N. S., & Amelia, H. (2021, April). Efektivitas Pengaturan Upah Tenaga
Kerja Berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Jurnal
Pemuliaan Hukum, 4(1), 70.
http://ojs.uninus.ac.id/index.php/Pemuliaan/article/view/1449
Ragiliawan, Z., & Gunawan, B. T. (2021, Januari-Juni). Jurnal Ketenagarkerjaan.
Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) Dalam Perspektif Belanja Negara, 15, 53.
Randang, F. B. (2011, Januari). Kesiapan Tenaga Kerja Indonesia Dalam
Menghadapi Persaingan Dengan Tenaga Kerja Asing. Jurnal Ilmiah Hukum, 5, 69-71.
http://repo.unsrat.ac.id/207/
Rizky, M. (2023, May 2). Ternyata, Ini Sebab Buruh Gerah & Tuntut Cabut UU
Cipta Kerja. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20230502180828-
4-433837/ternyata-ini-sebab-buruh-gerah-tuntut-cabut-uu-cipta-kerja
Shalihah, F. (2021, November 30). Perubahan Pengaturan Penggunaan Tenaga
Kerja AsingdalamHukum Ketenagakerjaan Indonesia. Indonesia Law Reform Journal, 1,
421-424. https://ejournal.umm.ac.id/index.php/ilrej/article/view/18339/10086
Suntoro, A. (2021, April 01). Jurnal HAM. Implementasi Pencapaian Secara
Progresif Dalam Omnibus Law Cipta Kerja, 12, 4.
Susetiyo, W., & Iftitah, A. (2021). Peranan dan Tanggung Jawab Pemerintah
Dalam Pelayanan Kesehatan Pasca Berlakunya UU Cipta Kerja. Jurnal Ilmiah Ilmu
Hukum, 11, 92. https://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/supremasi/article/view/1648
Yitawati, K., Haryani, A. T., Subadi, & Krusita, A. N. (2022, September 02).
Jurnal Ilmiah Hukum. Problematika Dan Implikasi Omnibus Law Cipta Kerja Pada
Perseroan Terbatas, 8, 109.
http://yustisia.unmermadiun.ac.id/index.php/yustisia/article/download/187/108
Zahra, H. A. (2021, march 31). Dampak Sosial Omnibus Law Cipta Kerja
Perspektif Sosisologi Hukum. Jurnal Hukum dan Kemanusiaan, 15, 91.
https://scholar.archive.org/work/rzdesnt7y5e2vnresfz34bolxm/access/wayback/https://jo
urnal.uinsgd.ac.id/index.php/adliya/article/download/10294/pdf

Anda mungkin juga menyukai