Tampilan Reproduksi Kambing Betina Lokal
Tampilan Reproduksi Kambing Betina Lokal
1 : 30-35
ISSN : 1411 - 8327
1
Laboratorium Reproduksi, 2Laboratorium Farmakologi, 3Laboratorium Klinik,
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Jalan Syech Abdul Rauf No. 4 Darussalam, Banda Aceh, 23111.
e-mail: tongku_ns@yahoo.com
ABSTRACT
The aim of this study is to determine the reproduction performance of local does in which their
estrous was induced by short synchronization system. In this study 10 healthy female, unpregnant and
have relatively homogenous body weights were used. All does were devided into 2 experiment groups.
Group 1 consisted of 4 does as control and group II consisted of 6 does as treatment. Group I, were injected
with 125 µg cloprostenol intramuscular, twice in 11 days interval. Group II, was treated with short
synchronization using 125 µg cloprostenol intramuscular, and then followed by injection of 300 IU hCG
and 0.5 mg estradiol benzoate after 12 hours later. The does were inseminated 10 hours after onset of
estrous and repeated 12 hours later. Parameters measured were oestrous percentage, pregnancy, and
litter size. Results showed that all does (100%) from both groups showed estrous. Percentage of pregnant
does group I and II were 75.00% and 83.33% respectively, and the averages litter size were 2.0 ± 1.0 and 1.4
± 0.3, respetively. Treatment with short synchronization can increase pregnancy and delivered percentage
although litter size not affected.
mekanisme counter current (Gustari et al., melahirkan, dan mempunyai bobot badan yang
1996). relatif sama. Seluruh kambing dibagi dalam 2
Untuk mempercepat pelaksanaan sinkro- kelompok perlakuan, masing-masing terdiri dari
nisasi telah dikembangkan sistem sinkronisasi 4 ekor sebagai kelompok kontrol dan 6 ekor
singkat (Lopez-Gatius, 2000a). Sistem sebagai kelompok perlakuan. Bahan yang
sinkronisasi singkat pada sapi dilakukan digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan penyuntikan prostaglandin F2α diikuti cloprostenol (Estroplan Inter-Ag, Hamilton, NZ),
dengan human chorionic gonadotrophine (hCG) hCG (Chorulon, Intervet, Holland), dan estradiol
dan estradiol benzoate (EB). Perlakuan dengan benzoat (Ovalumon, PT. Wonderindo,
hCG akan dapat menghasilkan ovulasi pada Pharmatama). Alat yang dipergunakan dalam
keseluruhan siklus berahi, sedang estrogen penelitian ini adalah spuit insulin dan kit IB.
dapat menginduksi LH surge dan ovulasi.
Hormon hCG dan EB efektif pada fase folikuler, Prosedur Penelitian
sedang pada ternak yang berada pada fase luteal, Kelompok I (KI), mendapat perlakuan
hCG akan menurunkan ovulation rate dan protokol 125 µg cloprostenol/ekor secara
estradiol akan bertindak sebagai faktor luteolitik intramuskular 2 kali dengan interval 11 hari.
dan meningkatkan aktivitas folikulogenesis Kelompok II (KII), mendapat perlakuan 125 µg
(Lopez-Gatius, 2000b). cloprostenol/ekor secara intramuskular, diikuti
Peranan hCG pada ternak antara lain dengan injeksi 300 IU hCG/ekor dan 0,5 mg
adalah memperpanjang masa hidup korpus estradiol benzoate/ekor 12 jam kemudian.
luteum, peningkatan sintesis progesteron oleh
korpus luteum, induksi ovulasi pada Deteksi Berahi dan Inseminasi Buatan
keseluruhan siklus berahi, dan membantu Pengamatan berahi dilakukan 3 kali
pembentukan korpus luteum asesoris ketika sehari, mulai hari pertama setelah penyuntikan
diberikan pada awal fase luteal (Rajamahendra dengan lama pengamatan 1 jam. Pengamatan
dan Sianangama, 1992). Hormon hCG dapat dilakukan pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00
dipakai untuk mengobati kesuburan pada hewan WIB. Kambing-kambing yang memperlihatkan
piaraan, mengobati gejala sistik ovaria, gejala berahi diinseminasi 10 jam setelah awal
menimbulkan berahi, menghilangkan berahi dan diulang 12 jam kemudian. Awal
nimpomania dan untuk merangsang ovulasi berahi dihitung saat kambing mau dinaiki oleh
(Kaltenbach dan Dunn, 1993). Aktivitas LH yang pejantan pertama kali.
dikandungnya menyebabkan hCG bersifat
luteotropik dan memperpanjang fungsi corpus Parameter Penelitian
luteum beberapa hari, sehingga dapat 1. Persentase berahi yaitu jumlah kambing
meningkatkan angka kebuntingan (Rajama- berahi dibagi dengan jumlah kambing
hendra dan Sianangama, 1992). perlakuan dan dinyatakan dalam persen.
Tampilan berahi kambing lokal setelah 2. Persentase kebuntingan yaitu jumlah
induksi dengan sistem sinkronisasi singkat kambing yang berhasil menjadi bunting
telah dilaporkan (Hamdan dan Siregar, 2004). dibagi dengan jumlah kambing yang
Oleh karena itu maka perlu diketahui pengaruh dikawinkan dan dinyatakan dalam persen.
penerapan sistem sinkronisasi singkat terhadap 3. Persentase kelahiran yaitu jumlah kambing
tampilan reproduksi kambing lokal. Penelitian yang berhasil melahirkan dibagi dengan
ini bertujuan mengetahui tampilan reproduksi jumlah kambing yang dikawinkan dan
kambing yang mengalami sistem sinkronisasi dinyatakan dalam persen.
singkat. Data hasil penelitian ini diharapkan 4. Jumlah anak per kelahiran yaitu jumlah
dapat menjadi acuan keberhasilan pelaksanaan anak kambing lahir dari tiap ekor kambing
sistem sinkronisasi singkat pada kambing.
Analisis Data
Data persentase berahi, kebuntingan dan
MATERI DAN METODE kelahiran dilaporkan secara deskriptif
sedangkan jumlah anak per kelahiran dianalisis
Pada penelitian ini digunakan 10 ekor menggunakan uji-t (Sudjana, 2005).
kambing betina lokal dengan kriteria umur 2,5-
3,5 tahun, sehat, tidak bunting, pernah
31
Jurnal Veteriner Maret 2010 Vol. 11 No. 1 : 30-35
n = Jumlah sampel
32
Siregar etal Jurnal Veteriner
33
Jurnal Veteriner Maret 2010 Vol. 11 No. 1 : 30-35
34
Siregar etal Jurnal Veteriner
Subandriyo, Setiadi PS. 1986. Produktivas Suyadi. 2003. Potensi reproduksi ternak
ternak kambing pada stasiun percobaan kambing dan domba. Makalah disampaikan
Cilebut, Bogor. Ilmu Peternakan 3 (1):5-8. pada Seminar Regional “Prospek
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung. Pengembangan Ternak Kambing/Domba di
Tarsito Indonesia” di Fakultas Peternakan
Sumoprastowo M. 1980. Beternak Kambing yang Universitas Brawijaya, Malang, 25 Oktober
Berhasil. Jakarta. Bharatara Karya Aksara. 2003.
Toelihere MR. 1981. Fisiologi Reproduksi pada
Ternak. Bandung. Angkasa.
35