Humoral DR - Zinatul
Humoral DR - Zinatul
Sistem imun tersusun dari berbagai komponen; baik seluler, molekuler dan
humoral, yang bertugas mengatur keadaan keseimbangan tubuh dengan menggunakan
komponennya yang beredar seluruh tubuh agar mencapai sasaran yang jauh dari
pusatnya.
Fungsi sistem imun adalah membedakan “diri sendiri” dari “asing” Setiap
individu /organisme harus mampu melindungi diri dari ancaman baik dari luar (virus
dan bakteri yang terhirup dan tertelan) dan dari dalam (neoplasma, tumor). Untuk
melindungi diri tubuh manusia mengembangkan reaksi pertahanan seluler yang disebut
respon imun. Dalam definisi Imun yang pertama menentukan ada tidaknya tindakan
oleh tubuh disebut respons imun; yaitu kemampuan pengenalan apakah bahan itu asing
ataukah tidak1.
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang
kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut.
1
Artinya, walaupun bahan itu berasal dari tubuhnya sendiri, namun apabila dikenal asing maka tubuh
akan mengambil tindakan, tetapi sebaliknya walaupun bahan tersebut berasal dari luar dapat dikenal
sebagai hal yang tidak asing.
Respons imun ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel
makrofag, sel limfosit, komplemen, dan sitokin yang saling berinteraksi secara
kompleks.
Untuk melindungi dirinya, tubuh memerlukan mekanisme yang dapat membedakan sel-
sel itu sendiri (Self) dari agen-agen penginvasi (nonself). Pertahanan imun terdiri atas
sistim imun alamiah atau nonspesifik (natural/innate) dan didapat atau spesifik
(adaptive/acquired). Respon tubuh terhadap bahan asing, tidak selalu bersifat
melindungi / menguntungkan karena adakalanya merugikan.
2
Perannya dalam pertahanan adalah menghasilkan resistensi terhadap agen penginvasi seperti
mikroorganisme.
3
Perannya dalam surveilans adalah mengindentifikasi dan menghancurkan sel-sel tubuh sendiri yang
bermutasi dan berpotensi menjadi neoplasma.
4
Perannya dalam homeostasis adalah membersihkan sisa-sisa sel dan zat-zat buangan sehingga tipe-tipe
sel tetap seragam dan tidak berubah.
1. Sistem Imun Non Spesifik
Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi
serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan respons langsung.
Disebut sistem non spesifik karena tidak ditujukan terhadap satu mikroorganisme
tertentu, telah ada pada tubuh kita dan siap berfungsi sejak lahir. Dilihat dari caranya
diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga respons imun alamiah.
Imunitas non spesifik dibedakan menjadi 3 yaitu fisik, larut, dan seluler. Sedang
imunitas non spesifik larut terdiri dari biokimia dan Humoral.
a) Pertahanan Fisik
Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik, kulit, selaput lendir, silia saluran napas,
batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi. Permukaan
tubuh merupakan pertahanan pertama terhadap penetrasi mikroorganisme. Bila
penetrasi mikroorganisme terjadi juga, maka mikroorganisme yang masuk akan
berjumpa dengan berbagai elemen lain dari sistem imunitas alamiah. Produk kelenjar
menghambat penetrasi mikroorganisme, demikian pula silia pada mukosa.
b) Pertahanan Biokimia
Pertahanan biokimia terdiri dari lisozim (keringat), sekresi sebaseus, asam lambung,
laktoferin, dan asam neuraminik. Enzim seperti lisozim dapat merusak dinding sel
mikroorganisme.
c) Pertahanan Humoral
1) Komplemen, memiliki 3 fungsi, antara lain dalam proses lisis, kemotaktik dan
opsonisasi bakteri. Jalur alternatif komplemen dapat diaktivasi oleh berbagai
macam bakteri secara langsung sehingga eliminasi terjadi melalui proses lisis atau
fagositosis oleh makrofag atau leukosit yang distimulasi oleh opsonin dan zat
kemotaktik, karena sel-sel ini mempunyai reseptor untuk komponen komplemen
(C3b) dan reseptor kemotaktik. Zat kemotaktik akan memanggil sel monosit dan
polimorfonuklear ke tempat mikroorganisme dan memfagositnya.
2) Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel
tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus.
Interferon dapat menginduksi sel-sel di sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi
resisten terhadap virus. Di samping itu, interferon juga dapat mengaktifkan Natural
Killer Cell (sel NK).
3) Protein Fase Akut adalah protein plasma yang dibentuk tubuh akibat adanya
kerusakan jaringan. C-Reactive Protein (CRP) merupakan salah satu contoh dari
Protein Fase Akut. Hati merupakan tempat utama sintesis protein fase akut.
Dinamakan CRP oleh karena pertama kali protein khas ini dikenal karena sifatnya
yang dapat mengikat protein C dari pneumokok. Interaksi CRP ini juga akan
mengaktivasi komplemen jalur alternatif yang akan melisis antigen
d) Pertahanan Seluler
Fagosit, makrofag, sel NK berperan dalam sistem imun non spesifik seluler. Meskipun
berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang berperan
dalam dalam pertahana non spesifik adalah sel mononukliear (monosit dan makrofag)
serta sel polimorfonuklier atau granulosit. Morfologi sel NK merupakan limfosit dengan
granula besar.
Imunitas Humoral
Terdapat beberapa cara antibodi menghancurkan patogen atau antigen, yaitu netralisasi,
penggumpalan, pengendapan, dan pengaktifan sistem komplemen (protein komplemen).
SEL LlMFOSIT B
Sel pro-limfosit B ini berkembang menjadi sel limfosit B imatur. Pada tahap ini
sel limfosit B imatur telah dapat membentuk rantai ringan L imunoglobulin sehingga
mempunyai petanda imunoglobulin pada permukaan membran sel yang berfungsi
sebagai reseptor antigen. Bila sel limfosit B sudah memperlihatkan petanda rantai berat
H dan rantai ringan L yang lengkap, maka sel ini tidak akan dapat memproduksi rantai
berat H dan rantai ringan L lain yang mengandung bagian variabel (bagian yang
berikatan dengan antigen) yang berbeda. Jadi setiap sel limfosit B hanya memproduksi
satu macam bagian variabel dari imunoglobulin. lni berarti imunoglobulin yang
dibentuk hanya ditujukan terhadap satu determinan antigenik saja. Sel B imatur
mempunyai sifat yang unik. Jika sel ini terpajan dengan ligannya (pasangan kontra
imunoglobulin yang ada pada permukaan membran sel), sel ini tidak akan terstimulasi,
bahkan mengalami proses yang dinamakan apoptosis sehingga sel menjadi mati
(programmed cell death). Jika ligannya itu adalah antigen diri (self antigen), maka sel
yang bereaksi terhadap antigen diri akan mengalami apoptosis sehingga tubuh menjadi
toleran terhadap antigen diri. Hal ini terjadi pada masa perkembangan di sumsum
tulang. Oleh karena itu, sel limfosit B yang keluar dari sumsum tulang merupakan sel
limfosit B yang hanya bereaksi terhadap antigen asing. Kemudian sel limfosit B imatur
yang telah memperlihatkan imunoglobulin lengkap pada permukaannya akan keluar dari
sumsum tulang dan masuk ke dalam sirkulasi perifer serta bermigrasi ke jaringan
limfoid untuk terus berkembang menjadi sel matur (lihat Gambar 9-1). Sel B ini
memperlihatkan petanda imunoglobulin IgM dan IgD dengan bagian variabel yang
sama pada permukaan membran sel dan dinamakan sel B matur.
Perkembangan dari sel asal (stem cell) sampai menjadi sel B matur tidak
memerlukan stimulasi antigen, tetapi terjadi di bawah pengaruh lingkungan mikro dan
genetik. Tahap perkembangan ini dinamakan tahapan generasi keragaman klon (clone
diversity), yaitu klon yang mempunyai imunoglobulin permukaan dengan daya ikat
terhadap determinan antigen tertentu.
Sel B memproduksi antibodi yang bersirkulasi dalam saluran darah dan limfe
dan antibodi tersebut akan menempel pada antigen asing yang memberi tanda
(mengkodenya) supaya dapat dihancurkan oleh sel imun. Sel B adalah bagian dari jenis
sel yang disebut “antibody-mediated” atau imunitas humoral, disebut demikian karena
antibodi tersebut bersirkulasi dalam darah dan limfe.
Sel B merupakan asal dari sel plasma yang membentuk imunoglobulin (Ig) yang
terdiri atas IgG,IgM,IgA,IgE dan IgD. IgD berfungsi sebagai opsonin, dapat
mengaglutinasikan kuman/virus, menetralisir toksin dan virus, mengaktifkan
komplemen (jalur klasik) dan berperanan pada Antibody Dependent Cellular
Cytotoxicity (ADCC). ADCC tidak hanya merusak sel tunggal tetapi juga
mikroorganisme multiselular seperti telur skistosoma, kanker, penolakan transplan,
sedang ADCC melalui neutrofil dan eosinofil berperan pada imunitas parasit. IgM
dibentuk terdahulu pada respons imun primer sehingga kadar IgM yang tinggi
menunjukkan adanya infeksi dini. IgM merupakan aglutinator antigen serta aktivator
komplemen (jalur klasik) yang poten. IgA ditemukan sedikit dalam sekresi saluran
napas, cerna dan kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu ibu dalam bentuk IgA
sekretori (sIgA). IgA dan sIgA dapat menetralisir toksin, virus, mengagglutinasikan
kuman dan mengaktifkan komplemen (jalur alternatif). IgE berperanan pada alergi,
infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis. Peranan IgD belum banyak
diketahui dan diduga mempunyai efek antibodi pada alergi makanan dan autoantigen.
Gambar. sel B yang memproduksi antibodi yang akan bersirkulasi dalam darah dan
limfe
Aktivasi Sel B Untuk Memproduksi Antibodi
Sel B digunakan sebagai salah satu reseptor untuk mengikat antigen dengan
jalan memfagositosis dan memprosesnya. Kemudian sel B meperlihatkan fragmen
antigen tersebut yang terikat oleh protein klas II MHC pada permukaannya. Bentuk
ikatan tersebut kemudian mengikat sel T helper yang aktif. Proses pengikatan tersebut
menstimuli terjadinya transformasi dari sel B menjadi sel plasma yang akan
mengekskresi antibodi.
Bila sel limfosit B matur distimulasi antigen ligannya, maka sel B akan
berdiferensiasi menjadi aktif dan berproliferasi. Ikatan antara antigen dan
imunoglobulin pada permukaan sel B, akan mengakibatkan terjadinya ikatan silang
antara imunoglobulin permukaan sel B. Ikatan silang ini mengakibatkan aktivasi enzim
kinase dan peningkatan ion Ca++ dalam sitoplasma. Terjadilah fosforilase protein yang
meregulasi transkripsi gen antara lain protoonkogen (proto oncogene) yang produknya
meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel. Aktivasi mitosis ini dapat terjadi dengan
atau tanpa bantuan sel T, tergantung pada sifat antigen yang merangsangnya. Proliferasi
akan mengakibatkan ekspansi klon diferensiasi dan selanjutnya sekresi antibodi. Fungsi
fisiologis antibodi adalah untuk menetralkan dan mengeliminasi antigen yang
menginduksi pembentukannya.
Dikenal 2 macam antigen yang dapat menstimulasi sel B, yaitu antigen yang
tidak tergantung pada sel T (TI = T cell independent) dan antigen yang tergantung pada
sel T (TD = T cell dependent). Antigen TI dapat merangsang sel B untuk berproliferasi
dan mensekresi imunoglobulin tanpa bantuan sel T penolong (Th = T helper).
Contohnya adalah antigen dengan susunan molekul karbohidrat, atau antigen yang
mengekspresikan determinan antigen (epitop) identik yang multipel, sehingga dapat
mengadakan ikatan silang antara imunoglobulin yang ada pada permukaan sel B. Ikatan
silang ini mengakibatkan terjadinya aktivasi sel B, proliferasi, dan diferensiasi.
Polisakarida pneumokok, polimer D-asam amino dan polivinil pirolidin mempunyai
epitop identik yang multipel, sehingga dapat mengaktifkan sel B tanpa bantuan sel T.
Demikian pula lipopolisakarida (LPS), yaitu komponen dinding sel beberapa bakteri
Gram negatif dapat pula mengaktifkan sel B. Tetapi LPS pada konsentrasi tinggi dapat
merupakan aktivator sel B yang bersifat poliklonal. Hal ini diperkirakan karena LPS
tidak mengaktifkan sel B melalui reseptor antigen, tetapi melalui reseptor mitogen.
Terdapat dua macam respons antibodi, yaitu respons antibodi primer dan
sekunder. Respons antibodi primer adalah respons sel B terhadap pajanan antigen
ligannya yang pertama kali, sedangkan respons antibodi sekunder adalah respons sel B
pada pajanan berikutnya, jadi merupakan respons sel B memori. Kedua macam respons
antibodi ini berbeda baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Perbedaan tersebut
adalah pada respons antibodi sekunder terbentuknya antibodi lebih cepat dan jumlahnya
pun lebih banyak.
Respons sel B memori adalah khusus oleh stimulasi antigen TD, sedangkan
stimulasi oleh antigen TI pada umumnya tidak memperlihatkan respons sel B memori
dan imunoglobulin yang dibentuk umumnya adalah IgM. Hal ini menandakan bahwa
respons antibodi sekunder memerlukan pengaruh sel Th atau limfokin yang
disekresikannya.
IMUNOGLOBULIN DAN IMUNITAS HUMORAL
Antibodi yang diproduksi pertama kali oleh sel B adalah IgM, sekali diproduksi
konsentrasi IgM meningkat dengan cepat dalam serum darah. Beberapa jam setelah IgM
diproduksi, sel B mulai memproduksi IgG, yang kemudian konsentrasi IgG meningkat
cepat melebihi konsentrasi IgM. Antibodi IgG ini lebih kuat untuk melawan kuman
patogen karena ukurannya yang kecil, sehingga ia dapat berpenetrasi kedalam jaringan
pada tempat yang penting. Sedangkan aktifitas IgM terbatas pada saluran darah, tetapi
IgM merupakan respon antibodi pertama (antibodi primer) dalam mempertahankan
tubuh terhadap antigen sampai cukup terbentuknya IgG (antibodi sekunder).
Kedua bentuk antibodi tersebut secara terus menerus diproduksi selama ada
antigen dalam tubuh. Antibodi yang diproduksi oleh sel B tersebut akan melekat pada
antigen dan dikeluarkan dari tubuh, dimana antibodi lainnya yang tidak digunakan di
katabolisme dan hancur sendiri. Setiap antibodi mempunyai kemampuan hidup yang
berbeda yaitu: Waktu paroh biologi (biological half life) dari antibodi: IgG1, IgG2 dan
IgG4 adalah 20 hari, IgM selama 10 hari, IgA 6 hari dan IgD, IgE selama 2 hari.
STRUKTUR IMUNOGLOBULIN
Respon imun humoral bersifat tdk lgs dan dilaksanakan oleh imunoglobulin
spesifik (antibodi) yang dihasilkan sel B aktif (sel plasma) & dibantu o/sistem
komplemen
o IgG (gama) plg banyak di tubuh, mampu menembus plasenta melindungi
tbh dr bakteri
o IgM plg besar bertanggung jawab dalam respon imun primer
o IgA tdpt dlm sekresi tbh; kolostrum, air mata, air liur, sekresi sal nafas,
GIT, sal kemih. Fgs utama mempertahankan permukaan mukosa thd virus
dan bakteri
o IgE melekat ke sel mast dan basofil, terlibat dalam reaksi hipersensitifitas
tipe I
o IgD tdpt dlm jml kcl di serum, kemungkinan mempengaruhi defisiensi
limfosit B kendati peranannya blm jelas
Imunoglobulin G
IgG mempunyai struktur dasar imunoglobulin yang terdiri dari 2 rantai berat H
dan 2 rantai ringan L. IgG manusia mempunyai koefisien sedimentasi 7 S dengan berat
molekul sekitar 150.000. Pada orang normal IgG merupakan 75% dari seluruh jumlah
imunoglobulin.
Sel makrofag mempunyai reseptor untuk IgG1 dan IgG3 pada fragmen Fc.
Ikatan antibodi dan makrofag secara pasif akan memungkinkan makrofag memfagosit
antigen yang telah dibungkus antibodi (opsonisasi). Ikatan ini terjadi pada subkelas
IgG1 dan IgG3 pada lokasi domain CH3.
Imunoglobulin M
IgM terdiri dari pentamer unit monomerik dengan rantai μ dan CH. Molekul
monomer dihubungkan satu dengan lainnya dengan ikatan disulfida pada domain CH4
menyerupai gelang dan tiap monomer dihubungkan satu dengan lain pada ujung
permulaan dan akhirnya oleh protein J yang berfungsi sebagai kunci.
Imunoglobulin A
IgA terdiri dari 2 jenis, yakni IgA dalam serum dan IgA mukosa. IgA dalam
serum terdapat sebanyak 20% dari total imunoglobulin, yang 80% terdiri dari molekul
monomer dengan berat molekul 160.000, dan sisanya 20% berupa polimer dapat berupa
dua, tiga, empat atau lima monomer yang dihubungkan satu dengan lainnya oleh
jembatan disulfida dan rantai tunggal J (lihat Gambar 9-6). Polimer tersebut mempunyai
koefisien sedimentasi 10,13,15 S.
SIgA terdiri dari 4 komponen yaitu dimer yang terdiri dari 2 molekul monomer,
dan sebuah komponen sekretori serta sebuah rantai J. Komponen sekretori diproduksi
oleh sel epitel dan dihubungkan pada bagian Fc imunoglobulin A oleh rantai J dimer
yang memungkinkan melewati sel epitel mukosa (lihat Gambar 4-6). SIgA merupakan
pertahanan pertama pada daerah mukosa dengan cara menghambat perkembangan
antigen lokal, dan telah dibuktikan dapat menghambat virus menembus mukosa.
Imunoglobulin D
Konsentrasi IgD dalam serum sangat sedikit (0,03 mg/ml), sangat labil terhadap
pemanasan dan sensitif terhadap proteolisis. Berat molekulnya adalah 180.000. Rantai δ
mempunyai berat molekul 60.000 – 70.000 dan l2% terdiri dari karbohidrat. Fungsi
utama IgD belum diketahui tetapi merupakan imunoglobulin permukaan sel limfosit B
bersama IgM dan diduga berperan dalam diferensiasi sel ini.
DAFTAR PUSTAKA
Roitt IM. The basic of immunology. Specific acquired immunity. Dalam: Roitt IM,
penyunting. Essential immunology; edisi ke-6. London: Blackwell. 1988; 15-30.
htpp://www.childrenallergyclinic.wordpress.com/
Baratawidjaja, Karnen Garna. 2000. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universit as Indonesia
Yahya, Harun. 2002. Sistem Kekebalan Tubuh dan Keajaiban didalamnya. Bandung:
PT. Syaamil Cipta Media.