Jak lexprivatum,+14.+Sumiati+Usman MENTAH
Jak lexprivatum,+14.+Sumiati+Usman MENTAH
4/Oktober/2013
136
Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013
sama dengan istrinya atau jika dilakukannya biaya pendidikan dan sebagainya beralih
setelah perkawinannya dibubarkan oleh dia tanggung jawabnya dari orang tua asal
sendiri anak yang boleh diangkat hanyalah kepada orang tua angkatnya berdasarkan
orang-orang Tionghoa laki-laki yang tidak putusan pengadilan.” Definisi anak angkat
beristri dan tidak beranak, serta yang tidak dalam Kompilasi Hukum Islam tersebut, jika
telah diangkat oleh orang lain orang yang diperbandingkan dengan definisi anak
diangkat harus berumur paling sedikit 18 angkat dalam Undang-Undang No. 23
tahun lebih muda daripada suami dan Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
paling sedikitnya pula 15 tahun lebih muda memiliki kesamaan substansi. Pasal 1 angka
daripada si istri atau si janda yang 9 dinyatakan bahwa “Anak Angkat adalah
mengangkatnya. Apabila yang diangkat itu anak yang haknya dialihkan dari lingkungan
seorang keluarga sedarah, baik yang sah kekuasaan keluarga orang tua, wali yang
maupun yang keluarga luar kawin, maka sah, atau orang lain yang bertanggung
keluarga tadi karena angkatannya terhadap jawab atas perawatan, pendidikan, dan
moyang kedua belah pihak bersama, harus membesarkan anak tersebut, ke dalam
memperoleh derajat keturunan yang sama lingkungan keluarga orang tua angkatnya
pula dengan derajat keturunannya, berdasarkan putusan atau penetapan
sebelum ia diangkat pengangkatan pengadilan.”
terhadap anak-anak perempuan dan peng- Hal penting yang perlu digarisbawahi
angkatan dengan cara lain daripada cara bahwa pengangkatan anak harus dilakukan
membuat akta autentik adalah batal karena dengan proses hukum dengan produk
hukum. Ketentuan ini sebenarnya penetapan pengadilan. Jika hukum
berangkat dari satu kepercayaan adat berfungsi sebagai penjaga ketertiban dan
Tionghoa, bahwa anak laki-laki itu dianggap sebagai rekayasa sosial, maka pengang-
sebagai penerus keturunan keluarga di katan anak yang harus dilakukan melalui
kemudian hari. Di samping itu, anak laki-laki penetapan pengadilan tersebut merupakan
diyakini oleh kepercayaan mereka sebagai kemajuan ke arah penertiban praktik
yang dapat memelihara abu leluhur orang hukum pengangkatan anak yang hidup di
tuanya. tengah-tengah masyarakat, agar peristiwa
Kebanyakan dari masyarakat Tionghoa pengangkatan anak itu di kemudian hari
tidak mau anak laki-lakinya diangkat orang memiliki kepastian hukum baik bagi anak
lain. Kecuali apabila keluarga merasa tidak angkat maupun bagi orang tua angkat.
mampu lagi memberikan nafkah untuk Praktik pengangkatan anak yang dilakukan
kebutuhan anak-anaknya. Secara faktual melalui pengadilan tersebut, telah
diakui bahwa pengangkatan anak telah berkembang baik di lingkungan Pengadilan
menjadi bagian dari adat kebiasaan Negeri maupun dalam lingkungan
masyarakat muslim di Indonesia dan telah Pengadilan Agama bagi mereka yang
merambah dalam praktik melalui lembaga beragama Islam.
peradilan agama, maka sebelum Berdasarkan uraian di atas, terlihat
terbentuknya undang-undang yang bahwa praktik pengangkatan anak telah
mengatur secara khusus, pemerintah telah dikenal luas oleh kalangan masyarakat
mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Indonesia, baik penduduk asli melalui
Tahun 1991 tentang Penyebarluasan hukum adatnya, penduduk keturunan
Kompilasi Hukum Islam. Pada Pasal 171 Tionghoa melalui Staatsblad Nomor 129
huruf h, secara definitif disebutkan bahwa Tahun 1917, dan orang-orang yang
“Anak Angkat adalah anak yang dalam hal beragama Islam dengan menggunakan
pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, ketentuan Hukum Islam. Pangangkatan
137
Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013
anak terdapat beberapa aspek yang pengertian baru tentang fakta yang
terlibat, yaitu pihak dari orang tua diketahui maupun mengenai suatu
kandung, pihak dari orang tua yang gagasan atau ide. Bahan hukum primer
mengangkatnya, pihak dari anak angkat ini mencakup peraturan perundang-
dan ketentuan-ketentuan hukum yang undangan : Staatsblad No. 129 Tahun
mengaturnya. Pihak dari orang tua 1917, SEMA No. 6 Tahun 1983, Undang-
kandung adalah pihak yang menyediakan Undang No. 23 Tahun 2002 serta
anaknya untuk diangkat, pihak dari orang Kompilasi Hukum Islam (KHI).
tua angkatnya adalah pihak dari orang tua b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan
yang akan mengangkat anak tersebut, pustaka yang berisikan informasi
pihak anak angkat adalah pihak yang akan tentang bahan primer, terdiri atas :
menjadikan objek untuk dijadikan anak literatur-literatur tentang Hukum Islam
angkat, sedangkan hukum yang mengatur dan Hukum Perdata khususnya yang
adalah hukum yang mengatur tentang tata berhubungan dengan Hukum Waris dan
cara pengangkatan anak yang berlaku di pengangkatan anak.
suatu negara, tempat anak dan orang tua c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan
kandungnya bertempat tinggal, dan juga hukum penunjang yang memberikan
dapat berarti peraturan-peraturan yang petunjuk terhadap bahan hukum primer
menjadi kebiasaan bagi masyarakat dan sekunder atau dikenal pula dengan
setempat (hukum kebiasaan). nama bahan acuan atau rujukan bidang
hukum, terdiri atas : Kamus Hukum.
B. Rumusan Masalah 3. Teknik Analisis Data
1. Bagaimana kedudukan hukum anak Teknik analisis digunakan dengan
angkat terhadap hak waris dalam pendekatan kualitatif. Dalam pendekatan
Staatsblad No. 129 Tahun 1917? secara kualitatif tidak digunakan parameter
2. Bagaimana kedudukan hukum anak statistik.
angkat terhadap hak waris dalam hukum
Islam ? PEMBAHASAN
A. Kedudukan Hukum Anak Angkat
C. Metode Penelitian Terhadap Hak Waris Dalam Staatsblad
1. Sifat Penelitian No. 129 Tahun 1917.
Penelitian ini sifatnya yuridis normatif 1. Anak Angkat Dalam Staatsblad No. 129
dengan jenis penelitian hukum yang Tahun 1917.
mengambil data kepustakaan. Penelitian Tata cara pengangkatan anak ini diatur
yuridis normatif, yang merupakan oleh Pasal 8 sampai 10 Staatsblad 1917
penelitian utama dalam penelitian ini, nomor 129 Pada pasal 8 menyebutkan
adalah penelitian hukum kepustakaan. empat syarat mengangkat anak yaitu:
Dalam penelitian ini bahan pustaka a. Persetujuan orang yang mengangkat
merupakan data dasar penelitian yang anak :
digolongkan sebagai data sekunder. 1. Jika anak yang diangkat itu adalah
2. Jenis Data anak yang sah dari orang tuanya,
Penelitian ini bersifat yuridis normatif, maka diperlukan izin orang tua itu jika
oleh karenanya menggunakan data bapaknya sudah wafat dan ibunya
sekunder yang terdiri atas : sudah kawin lagi, maka harus ada
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan persetujuan dari walinya dan balai
pustaka yang berisikan pengetahuan harta peninggalan selaku penguasa
ilmiah yang baru atau mutakhir ataupun wali.
138
Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013
2. Jika anak yang diangkat itu adalah 3. Mengenai perhitungan biaya perkara di
lahir diluar perkawinan, maka muka hakim dan penyanderaan
diperlukan izin dari orang tuanya yang 4. Mengenai pembuktian dengan seorang
mengakui sebagai anak, maka harus saksi
ada persetujuan dari walinya serta 5. Mengenai bertindak sebagai saksi
dari balai harta peninggalan. Hubungan dengan masalah pembatalan
3. Jika anak yang akan diangkat itu suatu adopsi hanya ada satu pasal yang
sudah berusia 19 tahun, maka mengatur, yaitu pasal 15 Staatsblad 1917
diperlukan persetujuan dari anak itu nomor 129 yang menentukan bahwa suatu
sendiri. pengangkatan anak tidak dapat di batalkan
4. Manakala yang akan mengangkat oleh yang bersangkutan sendiri. Kemudian
anak itu seorang janda, maka harus pengangkatan anak perempuan atau
ada persetujuan dari saudara laki-laki pengangkatan anak secara lain dari pada
dan ayah dari almarhuma suaminya, akte notaris, adalah batal dengan
atau tidak ada saudara laki-laki ayah sendirinya. Kemudian pula di tentukan
yang masih hidup, atau jika mereka bahwa pengangkatan anak dapat di
tidak menetap di Indonesia, maka batalkan, apabila bertentangan dengan
harus ada persetujuan dari anggota pasal 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 ayat 2 dan 3
laki-laki, dari keluarga almarhuma Staatsblad 1917 nomor 129. 3
suaminya dalam garis laki-laki sampai Pasal 15 sub 2 Staatsblad No. 129 tahun
derajat keempat. 1917 dengan tegas menyatakan, bahwa
Pasal 10 pengangkatan anak angkat ini adopsi anak perempuan adalah tidak sah
harus dilakukan dengan akta notaris. dan batal demi hukum, tetapi di lain pihak,
Sedangkan yang menyangkut dengan sekarang ini di dalam masyarakat ada
masalah akibat hukum dari pengangkatan kebutuhan akan adopsi anak, termasuk
anak diatur dalam Pasal 11, 12, 13, dan 14. anak perempuan, sekalipun dengan tujuan
Pasal 11 mengenai nama keluarga orang lain dari maksud diadakannya lembaga
yang mengangkat anak, nama-nama juga adopsi oleh Staatsblad No. 129 tahun 1917.
menjadi nama dari anak yang diangkat. Pembuatan peraturan perundangan baru
Pasal 12 menyamakan seorang anak akan terlalu lamban dan memakan waktu
dengan anak yang sah dari perkawinan lama, sehingga para sarjana hukum memilih
orang yang mengangkat. jalan yang cepat, yaitu melalui pengakuan
Pasal 13 mewajibkan balai harta pengadilan dan ada beberapa di antara
peninggalan apabila ada seorang janda sarjana hukum yang beranggapan bahwa,
yang mengangkat anak, mengambil lembaga adopsi dalam Staatsblad No. 129
tindakan-tindakan yang perlu guna tahun 1917 sehubungan dengan perubahan
mengurus dan menyelamatkan barang- jaman dan kebutuhan bisa dipakai sebagai
barang kekayaan dari anak itu. sarana untuk memenuhi kebutuhan praktek
Pasal 14 suatu pengangkatan anak adopsi anak perempuan. Hanya saja untuk
berakibat putusnya hubungan hukum itu diperlukan adanya pengakuan dari pihak
antara anak yang diangkat dengan orang Pengadilan. Pengakuan seperti itu ternyata
tuanya sendiri, kecuali: pernah diberikan oleh Pengadilan dalam
1. Mengenai larangan kawin yang suatu ketetapan atas permohonan
berdasarkan atas suatu tali keluarga pengangkatan anak perempuan, yang
2. Mengenai peraturan hukum pidana yang dituangkan dalam Keputusan Pengadilan
berdasarkan tali keluarga
3
Muderis Zaini, Adopsi; suatu tinjauan dari tiga
sistrm hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007). Hal. 45
139
Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013
140
Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013
bukan merupakan lembaga yang asing. sah mempunyai bagian mutlak dalam
Lembaga itu dikenal luas hampir di seluruh warisan dan sesuai dengan bunyi Pasal 913
Indonesia yang dilakukan dengan cara dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
motif yang bervariasi. Misalnya di Jawa, sebagai berikut, bagian mutlak atau
anak angkat biasanya diambil dari anak legitime portie adalah suatu bagian dari
keponakannya sendiri, laki-laki atau harta peninggalan yang harus diberikan
perempuan. kepada para waris dalam garis lurus
Akibat hukum pengangkatan anak menurut undang-undang, terhadap bagian
dalam hukum adat sangat bervariasi. mana si yang meninggal tak diperbolehkan
Misalnya di Jawa, pengangkatan anak tidak menetapkan sesuatu, baik selaku
memutuskan pertalian keluarga antara pemberian antar yang masih hidup maupun
anak angkat dan orang tua kandungnya. selaku wasiat.
Anak angkat masuk dalam kehidupan Ordonantie Staatsblad 1917 No. 129
rumah tangga orang tua angkat sebagai dalam pasal 12 ayat (2) yaitu Jika suami
anggota keluarga, tetapi tidak setelah perkawinanannya bubar
berkedudukan sebagai anak kandung untuk mengadopsi seorang anak laki-laki, maka
meneruskan keturunan bapak angkatnya. anak dianggap telah dilahirkan dari
Sedangkan di Bali, pengangkatan anak perkawinan yang telah dibubar karena
adalah perbuatan hukum yang melepaskan kematian. Pada pasal ini pembuat undang-
anak dari pertalian keluarga orang tua undang ada membedakan antara kata-kata
kandungnya dan memasukkan anak itu ke Uit een dan uit het. Walaupun memang
dalam keluarga bapak angkat, sehingga perkawinannya itu pecah karena kematian
anak tersebut berkedudukan menjadi anak istrinya. Jadi anak yang diadopsi itu
kandung untuk meneruskan keturunan dianggap sebagai anak sah dari si laki-laki
bapak angkatnya. itu tapi bukan anak dari bekas istrinya yang
telah cerai atau meninggal dunia. Dalam
2. Kewarisan Anak Angkat dalam pasal ini juga tidak disebutkan door
Staatsblad No. 129 Tahun 1917 echscheiding onbonthden (pecah
Staatsblad 1917 No. 129 mengenai perceraian) karena dengan demikian maka
warisan bagi anak angkat, dalam Pasal 12 akan diciptakan hubungan antara bekas
ayat(1) dari staatsblad ini berbunyi, jika istri dengan anak.
suami istri mengadopsi seorang anak laki- Dengan demikian menurut Staatsblad
laki, maka anak itu dianggap telah 1917 No. 129 bahwa anak angkat akan
dilahirkan dari perkawinan mereka. Jadi putus nasabnya kepada orangtua
dalam Pasal 12 ayat(1) itu, dianggap kandungnya, dan terjadi hubungan nasab
sebagai anak sah dalam ikatan hukumnya dengan orang tua angkatnya, sehingga anak
adalah sah akan tetapi ikatan biologisnya angkat tersebut juga menjadi ahli waris
sudah tentu tidak mungkin sama (sedarah). orang tua angkatnya. Namun Staatsblad ini
Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum memberikan pembatasan lain Dari hak
Perdata menyatakan, tiap-tiap anak mewarisi anak angkat (adopsi) adalah
dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang bahwa anak angkat tersebut hanya menjadi
perkawinan memperoleh suami sebagai ahli waris dari bagian yang tidak
bapaknya. Pasal ini lebih dititik beratkan diwasiatkan.
kepada ikatan keturunan hubungan darah
antara anak dengan orang tua yang B. Kedudukan Hukum Anak Angkat
dilahirkannya atau dibuahkan sepanjang Terhadap Hak Waris Dalam Hukum Islam
perkawinan. Perlu kita ketahui bahwa anak 1. Anak Angkat Dalam Hukum Islam
141
Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013
142
Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013
143
Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013
angkat memiliki hak waris sama dengan hak dan kutukan Allah S.W.T,9 sebagaimana
waris anak kandung, orang tua angkat dinyatakan oleh Rasulullah SAW dalam
menjadi wali mutlak terhadap anak angkat. Hadis Riwayat Bukhari :
Hukum Islam hanya mengakui “Barangsiapa yang memanggil
pengangkatan anak dalam pengertian (mendakwakan) dirinya sebagai anak
beralihnya kewajiban untuk memberikan dari seseorang yang bukan ayahnya,
nafkah sehari-hari, mendidik, memelihara, maka kepadanya ditimpakan laknat
dan lain-lain, dalam konteks beribadah Allah, para malaikat dan manusia
kepada Allah S.W.T. seluruhnya. Kelak pada hari kiamat Allah
Hukum Islam menggariskan bahwa tidak menerima darinya amalan-
hubungan hukum antara orang tua angkat amalannya dan kesaksiannya.” (HR
dengan anak angkat terbatas sebagai Muslim).10
hubungan antara orang tua asuh dengan Menurut hukum Islam pengangkatan
anak asuh yang diperluas,7 dan sama sekali anak hanya dapat dibenarkan apabila
tidak menciptakan hubungan nasab. Akibat memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai
yuridis dari pengangkatan anak dalam Islam berikut:
hanyalah terciptanya hubungan kasih dan 1. tidak memutuskan hubungan darah
sayang dan hubungan tanggung jawab antara anak yang diangkat dengan
sebagai sesama manusia. Karena tidak ada orang tua biologis dan keluarga.
hubungan nasab, maka konsekwensi yuridis 2. anak angkat tidak berkedudukan
lainnya adalah antara orang tua angkat sebagai pewaris dari orang tua angkat,
dengan anak angkat harus menjaga melainkan tetap sebagai pewaris dari
mahram, dan karena tidak ada hubungan orang tua kandungnya, demikian juga
nasab, maka keduanya dapat melang- orang tua angkat tidak berkedudukan
sungkan perkawinan. Rasulullah sebagai pewaris dari anak angkatnya.
Muhammad SAW. diperintahkan untuk 3. anak angkat tidak boleh
mengawini janda Zaid Bin Haritsah anak mempergunakan nama orang tua
angkatnya, hal ini menunjukkan bahwa angkatnya secara langsung kecuali
antara Nabi Muhammad dan Zaid Bin sekadar sebagai tanda pengenal alamat.
Haritsah tidak ada hubungan nasab, kecuali 4. orang tua angkat tidak dapat bertindak
hanya hubungan kasih sayang sebagai sebagai wali dalam perkawinan
orang tua angkat dengan anak angkatnya.8 terhadap anak angkatnya.
Syariat Islam telah mengharamkan Ketentuan tersebut di atas dapat
tabanni yang menisbatkan seorang anak diketahui bahwa prinsip pengangkatan
angkat kepada yang bukan bapaknya, dan anak menurut hukum Islam adalah bersifat
hal itu termasuk dosa besar yang pengasuhan anak dengan tujuan agar
mewajibkan pelakunya mendapat murka seorang anak tidak sampai terlantar atau
menderita dalam pertumbuhan dan
perkembangannya,
7
Pengangkatan anak dalam Islam konteksnya lebih
tepat disebut anak asuh yang diperluas. Rifyal 2. Kewarisan Anak Angkat Dalam
Ka'bah menyebutnya dengan istilah Hahlanah yang Kompilasi Hukum Islam (KHI)
diperluas. Anak asuh yang diperluas, karena dalam Kompilasi Hukum Islam adalah hasil
pengangkatan anak- anak, harus melalui proses penalaran dari 38 buah kitab fikih yang
penetapan Pengadilan Agama, sedangkan
pengasuhan anak tidak memerlukan suatu proses
9
penetapan pengadilan. Muhammad Ali Al-Shabuni, Rawa'il Bayan ft Tafsir
8
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, (Jakarta: Kalam al-Ahkam, (Kairo: Maktabah Al-Iman, tt.), hlm. 263.
10
Mulia, 2003), hlm. 87. Lihat dalam Sahih Muslim hadis nomor 2433.
144
Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013
selama ini berada dan dikaji oleh kalangan tua angkatnya. Karena secara timbal balik
ulama dan pendidikan Islam, akan tetapi antara dirinya dan keluarga orang tua
ada juga yang menentang kehadirannya di angkatnya tidak berhak menjadi wali
Indonesia, memang ada kemungkinan nikahnya, kecuali diwakilkan kepadanya
mereka keberatan tercampurnya mazhab oleh ayah kandungnya. Hukum ditetapkan
dan aliran seakan-akan pemilihan yang ulama fikih berdasarkan mafhum
ringan-ringan saja yang dimuat dalam mukhalafah. Sesudah itu turun juga wahyu
Kompilasi Hukum Islam. Kehadiran wasiat yang menetapkan tentang ketentuan
wajibah dalam masyarakat muslim pembagian harta warisan, yang telah
Indonesia sekarang adalah perasaan digariskan bahwa hanya kepada orang-
keadilan hukum masyarakat. Sangatlah orang yang ada pertalian darah, keturunan,
kecewa anak angkat atau sebaliknya yang dan perkawinan yang dapat masuk dalam
telah bertahun-tahun bersama orang tua kelompok ahli waris.
angkat merawat dan menjaganya, akan Sebagai gantinya Kompilasi Hukum Islam
tetapi ketika orang tua angkat atau memberikan wasiat wajibah terhadap anak
sebaliknya meninggal dunia, anak angkat angkat sebagimana tertuang dalam pasal
harus angkat kaki dari runah yang selama 209 ayat (2) yaitu terhadap anak angkat
ini ditempati bersama. Anak angkat harus yang tidak menerima wasiat diberi wasiat
meninggalkan rumah, karena harta ini akan wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
diserahkan untuk ahli warisnya atau Baitul warisan orang tua angkatnya. Anak angkat
mal. Perasaan kecewa ini juga akan dialami dalam Kompilasi Hukum Islam adalah tidak
oleh orang tua angkat yang telah melepas nasab seperti dalam pengertian
meninggal, karena tidak sempat membalas hukum perdata. Pengertian anak angkat
jasa-jasa anak angkatnya. tersebut hanya sebatas pengambil alihan
Keberadaan wasiat wajibah dalam tanggung jawab kesejahteraan anak
masyarakat muslim Indonesia sekarang tersebut. Dalam hal ini tidak termasuk
adalah suatu yang aneh. Hal ini disebabkan pemutusan nasab. Nasab anak tersebut
adanya suatu kepastian wasiat, walaupun si tetap pada orang tua kandungnya. Anak
mati tidak berwasiat. Dalam hal ini angkat tidak mewaris dari orang tua
tentunya tidak dikehendaki oleh ahli waris. angkatnya dan sebaliknya. Anak angkat
Sebagimana dapat dilihat pada mendapatkan wasiat wajibah dari orang tua
yurisprudensi Mahkamah Agung Republik angkatnya dan sebaliknya sesuai dengan
Indonesia tanggal 8 Januari 1962 No. Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam. Wasiat
291/K/SIP/1962, menetapkan menurut adat wajibah didapatkan berdasarkan putusan
pemberian yang merugikan ahli waris yang Pengadilan Agama. Besar bagian dari wasiat
bersangkutan. Disamping itu juga tidak ada wajibah adalah tidak boleh lebih dari 1/3
sebab antara anak angkat dengan orang tua bagian. Sedangkan wasiat biasa harus ada 2
angkat atau sebaliknya. Di dalam Islam orang saksi laki-laki yang telah memenuhi
diatur siapa saja dilarang kawin satu sama syarat untuk jadi saksi. Atau dalam bentuk
lain. Larangan kawin dalam ayat berlaku tertulis yang disimpan oleh Notaris sebagai
bagi hubungan darah atau satu keluarga pejabat yang berwenang untuk itu dan
dari garis lurus ke atas dan kebawah serta harus dibacakan kepada ahli waris jika
garis menyamping, termasuk mertua pewaris telah meninggal dunia. Waris ini
menantu, dan anak tiri yang ibunya telah dianggap tidak ada jika tidak ada saksi atau
diagauli oleh ayah tirinya. Anak angkat tidak tertulis. Pengangkatan anak menurut
tidak dalam salah satu laragan di atas, Kompilasi Hukum Islam ini adalah
sebab ia berada di luar kekerabatan orang kewenangan absolut Pengadilan Agama,
145
Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013
karena berkaitan dengan Kaidah Hukum perselisihan di belakang hari, dan juga
Islam. kepada Pengadilan agar dalam diktum
keputusannya bahwa anak angkat itu
PENUTUP diminta kepada catatan Sipil untuk
A. Kesimpulan didaftarkan telah diangkat.
1. Staatsblad 1917 No. 129, adanya 2. Disarankan kepada Pemerintah harus
pengangkatan anak mengakibatkan segera mewujudkan Undang-Undang
perpindahannya keluarga dari orang tua Pengangkatan Anak yang lengkap dan
kandungnya kepada orang tua yang sejalan dengan kepentingan masyarakat
mengangkatnya. Status anak tersebut Indonesia dalam kaitan dengan
seolah-olah dilahirkan dari perkawinan kewarisan bagi anak angkat. Hal ini
orang tua angkat. Jadi status anak dimaksudkan untuk memberikan
angkat itu sama dengan anak sah dan di perlindungan terhadap anak, sehingga
dalam hukum waris ia disebut juga hak-hak anak akan terlindungi dan
sebagai ahli waris terhadap kedua orang kesejahteraan anak akan terjamin.
tua angkatnya tersebut dengan
pembatasan anak angkat tersebut hanya DAFTAR PUSTAKA
menjadi ahli waris dari bagian yang tidak Arif Gosita, Masalah Perlindangan Anak,
diwasiatkan. Hak Waris, menurut Akademika Pressindo, Jakarta 1989.
Staatsblad, anak angkat memiliki hak Departemen Agama RI, AI-Qur'an dan
waris sebagimana hak waris yang dimilki Terjemahnya, Ymunu, Jakarta, 1965.
oleh anak kandung. Fauzan, Pengangkatan Anak Bagi Keluarga
2. Kompilasi Hukum Islam anak angkat Muslim Wewenang Absolute Peradilan
tidak menjadi ahli waris dari orang tua Agama, Majalah Mimbar Hukum, Edisi
angkatnya, hanya memperoleh wasiat. Desember 1999, No.X.
Dalam hal kewarisan anak angkat dalam Hadikusuma, Hilman., Perkawinan Adat,
Kompilasi Hukum Islam adalah tidak Alumni Bandang, 1987..
melepas nasab (kerabat) dari orang tua Kamil, Ahmad., Hukum Perlindungan dan
kandungnya, maka anak angkat tidak Pengangkatan Anak di Indonesia, Raja
mewaris dari orang tua angkatnya dan Grafindo Persada, Jakarta, 2008.
sebaliknya, tetapi anak angkat Kusumaatmaja, Mochtar., Pembinaan
mendapatkan wasiat wajibah yaitu Hukum Dalam Rangka Pembangunan
wasiat yang pelaksanaannya tidak Nasional, Bina Cipta, Bandung,, 1975.
dipengaruhi atau tidak bergantung Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, Kalam Mulia,
kepada kemauan atau kehendak si yang Jakarta, 2003.
meninggal dunia. Besarnya tidak boleh Mulyadi, Hukum Waris Tanpa Wasiat,
lebih dari 1/3 bagian dari harta warisan Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
orang tua angkatnya sesuai dengan Pasal Semarang, 2008.
209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam Nasution, Amin Husein., Hukum Kewarisan,
(KHI). Suatu Analisis Komparatif Pemikiran
Mujtahid dan Kompilasi Hukum Islam,
B. Saran PT. RajaGrafino Persada, Jakarta, 2012.
1. Disarankan kepada masyarakat agar Perangin, Effendi., Hukum Waris,
dalam pengangkatan anak dapat Rajagrafindo Persada, Jakarta, Cetakan
dilakukan secara tercatat dengan ke-1, 1997.
putusan Pengadilan. Dengan Rahman, Fatchu., Ilmu Waris, Al - Maarif,
dilakukannya hal ini akan menghindari Bandang, 1981.
146
Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013
147