Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA PADA


PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
Rosmawaty Simatupang1, Elvis Napitupulu2, Asmin2

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui: (1) tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa setelah pembelajaran problem-based learning, (2) kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal
pemecahan masalah matematis setelah pembelajaran problem-based learning, (3) self-efficacay siswa pada
pembelajaran problem-based learning. Adapun hasil penelitian sebagai berikut: (1) Kategori penilaian siswa
berdasarkan tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis dari tertinggi ke terendah secara berurutan:
kemampuan tinggi 8 orang, sedang 20 orang, dan rendah 10 orang. (2) Kesalahan yang dilakukan siswa dalam
menyelesaikan soal pemecahan masalah adalah siswa berkemampuan tinggi 1 orang melakukan kesalahan pada tahap
melaksanakan rencana dan 3 orang salah pada tahap memeriksa kembali. Siswa berkemampuan sedang melakukan
kesalahan pada tahap membuat rencana sebesar 7 orang, pada tahap melaksanakan rencana 11 orang dan tahap
memeriksa kembali sebesar 20 orang. Siswa berkemampuan rendah melakukan kesalahan pada tahap membuat rencana
sebesar 10 orang, pada tahap melaksanakan rencana 10 orang dan tahap memeriksa kembali sebesar 10 orang. (3) Self-
efficacy siswa berdasarkan dimensi Magnitude dengan tingkat self-efficacy sangat tinggi sebanyak 1 orang, tingkat
tinggi sebanyak 2 orang, tingkat sedang sebanyak 5 orang dan tingkat rendah seanyak 5 orang. Dimensi Streanght
dengan tingkat self-efficacy tinggi sebanyak 3 orang, tingkat sedang sebanyak 8 orang, dan tingkat rendah sebanyak 6
orang. Dimensi Generality dengan tingkat self-efficacy sangat tinggi sebanyak 2 orang, tingkat tinggi sebanyak 2 orang,
tingkat sedang sebanyak 3orang, dan tingkat rendah sebanyak 1 orang.

Kata Kunci: analisis, kemampuan pemecahan masalah matematis, self-efficacy, problem- based learning

PENDAHULUAN dibandingkan pelajaran lain.


Matematika merupakan ilmu universal yang Tujuan pembelajaran matematika menurut
mendasari perkembangan modern dan mempunyai Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013) adalah (1)
peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya
daya pikir manusia. Hal ini diperkuat Depdiknas kemampuan tingkat tinggi siswa, (2) membentuk
(2006) bahwa matematika merupakan salah satu kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah
disiplin ilmu yang mendasari perkembangan teknologi secara sistematik, (3) memperoleh hasil belajar yang
modern, karena matematika mempunyai peranan tinggi, (4) melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-
penting dalam berbagai disiplin ilmu lain dan ide, khususnya dalam menulis karya ilmiah, dan (5)
mempunyai pengaruh besar dalam memajukan daya mengembangkan karakter siswa. National Council of
pikir manusia. Perkembangan teknologi modern tidak Teacher of Mathematics (NCTM, 2000), menyatakan
terlepas dari landasan perkembangan matematika di bahwa standar matematika sekolah meliputi standar isi
bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang (mathematical content) dan standar proses
dan matematika diskrit. Matematika merupakan salah (mathematical processes). Menurut NCTM, standar isi
satu mata pelajaran yang mempunyai peran penting yaitu : (1) bilangan dan operasinya; (2) aljabar; (3)
dalam dunia pendidikan. Hal ini sesuai dengan geometri; (4) pengukuran; (5) analisis data dan
Undang-undang No.20 Tahun 2003 pasal 37 secara probabilitas. Adapun standar proses menurut NCTM
spesifik menekankan matematika menjadi mata meliputi: (1) pemecahan masalah matematika
pelajaran wajib di setiap jenjang pendidikan dari (mathematical problem solving); (2) penalaran dan
tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pada pembuktian matematika (mathematical reasoning and
proses pembelajaran di sekolah, matematika proof); (3) komunikasi matematika (mathematical
merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki communication); (4) koneksi matematika
waktu jam pembelajaran yang lebih banyak (mathematical connection); (5) representasi
matematika (mathematical representation). Dimana
————————————————
1CorrespondingAuthor: Rosmawaty Simatupang standar proses tersebut merupakan keterampilan dan
Program Magister Pendidikan Matematika, Universitas Negeri pemahaman dasar yang dibutuhkan siswa pada abad
Medan, Medan, 20221, Indonesia ke-21.
E-mail: rosmawaty06@gmail.com Belle (1981) berpendapat bahwa matematika dapat
2
Co-Author: Elvis Napitupulu & Asmin digunakan untuk menyusun pemikiran yang jelas, teliti,
Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Medan, tepat dan taat asas (konsisten) melalui latihan
Medan, 20221, Indonesia menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Sel-Efficacy Siswa Pada Pembelajaran Problem-Based Learning
Page 29
PARADIKMA JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
Vol. 13, No.1, Juni 2020

pedagogik. Masalah terjadi karena adanya kesenjangan rencana/memecahkan masalah (carry out a plan/ solve
antara apa yang diharapkan dengan kenyataan, antara the problem); dan (4) Memeriksa kembali (look back) .
apa yang dimiliki dengan apa yang dibutuhkan, atau Siswa yang dapat menerapkan keempat tahap-tahap
antara apa yang telah diketahui dengan apa yang ingin tersebut akan mencapai proses belajar yang baik
diketahui. Dalam pembelajaran matematika, masalah sehingga memberikan hasil belajar yang baik.
adalah suatu persoalan atau pertanyaan yang bersifat Berdasarkan hasil studi PISA tahun 2012 (OECD,
menantang yang tidak dapat diselesaikan dengan 2013) Indonesia menempati peringkat 64 dari 65
prosedur rutin yang sudah biasa dilakukan atau sudah negara peserta, atau dengan kata lain menempati
diketahui. Hal tersebut sesuai dengan pendapat peringkat kedua terbawah dari seluruh negara peserta
Muhardhikawati, Mardiyana, dan Setiawan (2017) PISA yang disurvey dengan skor rata-rata kemampuan
yang menyatakan suatu soal disebut masalah bagi matematika siswa Indonesia yaitu 375, skor tersebut di
seorang siswa, jika: (1) pertanyaan yang dihadapkan bawah rata-rata skor internasional yaitu 494. Faktor
dapat dimengerti oleh siswa, namun pertanyaan itu yang menjadi penyebab dari rendahnya prestasi siswa
harus merupakan tantangan baginya untuk menjawab, Indonesia dalam PISA yaitu lemahnya kemampuan
dan (2) pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan pemecahan masalah soal non-routine atau level tinggi.
prosedur rutin yang telah diketahui oleh siswa. Soal yang diujikan dalam PISA terdiri atas 6 level
Berdasarkan hal di atas, salah satu kemampuan (level 1 terendah dan level 6 tertinggi) dan soal-soal
matematika yang harus dimiliki oleh siswa dalam yang diujikan merupakan soal kontekstual,
pembelajaran adalah kemampuan pemecahan masalah. permasalahannya diambil dari dunia nyata. Siswa di
Hal ini sesuai dengan teori belajar yang dikemukakan Indonesia hanya terbiasa dengan soal-soal rutin pada
Gagne (1970) bahwa keterampilan intelektual tingkat level 1 dan level 2. Dapat disimpulkan bahwa
tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
masalah. Pemecahan masalah merupakan tipe belajar Indonesia rendah.
paling tinggi dari delapan tipe yang dikemukakan Berdasarkan hasil observasi awal peneliti di SMP
Gagne, yaitu: signal learning, stimulus-response Tunas Baru Jin Seung Kota Batam, kemampuan
learning, chaining, verbal association, discrimination pemecahan masalah matematis siswa masih rendah.
learning, concept learning, rule learning, dan problem Terlihat bahwa 18% siswa mampu memahami masalah,
solving. 33,3% siswa mampu membuat rencana, 33,3% siswa
Muhardhikawati, Mardiyana, dan Setiawan (2017) mampu melaksanakan rencana, dan tidak ada siswa
juga berpendapat kemampuan pemecahan masalah yang mamapu tahap memeriksa kembali.
matematis penting dimiliki oleh siswa, karena: (1) Selain kemampuan pemecahan masalah matematis,
Kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu aspek afektif juga berperan terhadap keberhasilan
hasil dari pembelajaran matematika yang harus dimiliki seseorang dalam memperoleh pengetahuan dalam
oleh siswa, sehingga diharapkan siswa menjadi belajar. Salah satu aspek afektif tersebut adalah self-
individu yang mampu menyelesaikan masalah yang efficacy, dimana kemampuan pemecahan masalah
dihadapinya sendiri. (2) Kemampuan pemecahan matematis erat kaitannya dengan keyakinan siswa
masalah sebagai salah satu komponen proses yang dalam menyelesaikan soal. Keyakinan siswa dalam
melibatkan siswa dalam memahamkan matematika. (3) memecahkan masalah akan mempengaruhi siswa
Keterampilan dan pengetahuan pemecahan masalah dalam setiap langkah-langka penyelesaian masalah
nantinya akan digunakan dan diaplikasikan didalam yang dilakukan. Pernyataan tersebut sesuai dengan
kehidupan nyata dalam menghadapi masalah apapun. pendapat Bandura (2009), self-efficacy merupakan
Berdasarkan pendapat ahli dan hasil penelitian di atas keyakinan seseorang mengenai kemampuan untuk
dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan menyusun dan bertindak dalam mengatur situasi yang
masalah matematis perlu dimiliki siswa dan dilatih, akan datang. Keyakinan tersebut mempengaruhi
sehingga apabila siswa terbiasa memecahkan masalah bagaimana seseorang untuk berpikir, bertindak, dan
matematika maka akan mampu mengambil keputusan memotivasi dirinya dalam bertindak serta
secara tepat dengan penuh pertimbangan. memperhitungkan berbagai resiko yang akan terjadi.
Kemampuan pemecahan masalah matematis Self-efficacy merupakan suatu penilaian seseorang
menurut Hasratuddin (2018) adalah kemampuan untuk terhadap kemampuan dirinya dalam memutuskan
mengatasi kesulitan bermatematika dengan tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai performa
menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang diinginkan. Penilaian tersebut bersifat subjektif
matematika yang telah diperoleh sebelumnya untuk karena menekankan pada keyakinan individu sebagai
mencapai tujuan yang diinginkan. Pemecahan masalah hasil persepsinya tentang kemampuan yang dirinya
yang baik adalah pemecahan masalah yang bukan miliki.
sekedar melihat hasil akhir, tetapi lebih mengutamakan Menurut Sunaryo (2017) self-efficacy matematika
proses atau tahap-tahap yang digunakan dalam memiliki kontribusi positif serta peranan yang sangat
menyelesaikan sebuah permasalahan. Menurut Polya penting terhadap prestasi belajar matematika yang
(1973), tahap-tahap kemampuan pemecahan masalah dapat dicapai oleh siswa. Self-efficacy membantu
matematis meliputi: (1) Memahami masalah/membaca seseorang dalam menentukan pilihan, usaha mereka
masalah (understand the problem/ read the problem); untuk maju, kegigihan dan ketekunan yang mereka
(2) Menyusun rencana/memilih strategi (devise a tunjukkan dalam menghadapi kesulitan, dan derajat
plan/select a strategy); (3) Melaksanakan kecemasan atau ketenangan yang mereka alami saat
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Sel-Efficacy Siswa Pada Pembelajaran Problem-Based Learning
Page 30
PARADIKMA JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
Vol. 13, No.1, Juni 2020

mereka mempertahankan tugas-tugas yang mencakup contoh soal untuk diselesaikan, mereka terkadang
kehidupan mereka. Fitriani (2017) menyatakan bahwa bingung dan kurang yakin dengan diri mereka untuk
self-efficacy merupakan kemampuan seseorang dalam menyelesaikannya dan kebanyakan berakhir dengan
melakukan tugas dan tindakan untuk menggapai apa menyerah untuk tidak mengerjakan. Artinya, ketika
yang menjadi tujuannya. Self-efficacy yang dimaksud dihadapkan pada soal yang susah kebanyakan siswa
bukanlah yang berkaitan dengan kepribadian, ciri fisik langsung menyerah tanpa mencoba terlebih dahulu
atau karakteristik seseorang, bukan juga tentang menyelesaikannya atau terkadang mereka mencoba
kecakapan yang dimiliki, tetapi yang berkaitan dengan melewatkan soal yang dianggap susah dan melanjutkan
bagaimana seseorang mampu meyakini dirinya untuk menyelesaikan soal yang dianggap mudah terlebih
bisa melakukan sesuatu untuk mencapai tujuannya atau dahulu. Rendahnya self-efficacy siswa juga ditandai
memotivasi diri agar berpikir jika ia bisa. oleh perilaku siswa yang malu mengungkapkan
Menurut Bandura (1997), yang menjadi indikator pendapat/jawaban dan juga tidak aktif dalam mengikuti
dalam self-efficacy yaitu: dimensi magnitude, strength pelajaran matematika.
dan generality. Magnitude mengacu pada pengurutan Salah satu usaha guru untuk memperbaiki proses
tugas-tugas menurut tingkat kesulitannya. Strength pembelajaran adalah dengan memilih model
mengacu pada kepercayaan yang ada dalam diri pembelajaran yang tepat dan inovatif dalam
seseorang yang dapat diwujudkan untuk meraih pembelajaran matematika. Namun kenyataan di
performa tertentu. Generality mengacu pada lapangan berdasarkan hasil wawancara dengan guru
keleluasaan dari self-efficacy yang dimiliki seseorang matematika di SMP Tunas Baru Jin Seung Batam, guru
dapat diterapkan dalam situasi lain. Masing-masing masih menggunakan model pembelajaran konvensional
dimensi memberikan implikasi penting bagi performen saat mengajar yang membuat pembelajaran kurang
seseorang. bermakna. Artinya, dalam proses pembelajaran siswa
Guru sebagai salah satu komponen dalam sistem tidak mengalami sendiri bagaimana proses matematika
pembelajaran harus mampu mengembangkan self- ditemukan dan siswa terbiasa menghafal konsep-
efficacy matematis siswa. Guru tidak hanya konsep atau fakta-fakta matematika. Guru masih
mengembangkan kemampuan pada ranah kognitif dan menganut paradigma transfer of knowledge dalam
ranah psikomotor yang ditandai dengan penguasaan pembelajaran, dimana guru sekedar mentransfer
materi pelajaran dan ketrampilan, tetapi juga harus ilmunya dan tidak memberi kesempatan siswa untuk
mengembangkan kemampuan ranah kepribadian siswa. mengeksplorasi kemampuan matematika yang mereka
Pada ranah ini, siswa harus ditumbuhkan rasa percaya miliki sehingga siswa terkadang tidak diberikan
dirinya (self-efficacy) sehingga menjadi manusia yang kesempatan untuk mengembangkan kemampuan yang
mampu mengenal dirinya sendiri yakni manusia yang mereka miliki. Proses pembelajaran yang demikian
berkepribadian yang mantap dan mandiri, manusia utuh membuat siswa kurang aktif selama proses
yang memiliki kemantapan emosional dan intelektual, pembelajaran, hal ini dikarenakan siswa hanya
yang mengenal dirinya, mengendalikan dirinya dengan menerima ilmu yang diberikan oleh guru tanpa
konsisten, dan memiliki rasa empati serta memiliki mengalami proses.
kepekaan terhadap permasalahan yang dihadapi baik Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang
dalam dirinya maupun dengan orang lain (Moma, mengembangkan cara siswa belajar aktif dalam
2014). prosesnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat
Self-efficacy siswa dalam matematika merupakan Chrissanti dan Widjajanti (2015) yang menyatakan
salah satu yang menjadi perhatian TIMSS untuk bahwa siswa harus mampu berinisiatif dan melibatkan
diteliti. Hasil evaluasi TIMSS 2011 dari 63 negara dirinya secara aktif dalam mempelajari matematika.
dengan mengajukan 9 pernyataan dengan masing- Dengan demikian akan timbul suatu interaksi yang baik
masing empat alternatif jawaban diperoleh 34% siswa antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran,
yang confident, 46% siswa somewhat confident, dan sehingga siswa bukan lagi menjadi objek pembelajaran
21% siswa not confident. Hasil evaluasi untuk tetapi pusat dari kegiatan pembelajaran.
Indonesia, self-efficacy siswa kelas VIII terhadap Salah satu model pembelajaran yang dapat
matematika hanya memiliki 3% siswa yang confident, digunakan oleh guru untuk melibatkan peserta didik
52% siswa somewhat confident, dan 45% siswa not secara aktif dalam meningkatkan kemampuan
confident. pemecahan masalah matematis siswa adalah model
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu Problem-Based Learning (PBL). Hal ini sesuai dengan
guru matamatika di SMP Tunas Baru Jin seung Batam, pernyataan Bern dan Erickson (2001) menyatakan
dalam proses pembelajaran guru jarang memberikan bahwa PBL merupakan strategi pembelajaran yang
perhatian yang proporsional dalam meningkatkan self- melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan
efficacy matematis siswa. Hal ini dikarenakan guru mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan
lebih berfokus pada kemampuan kognitif siswa, tanpa dari berbagai disiplin ilmu. Strategi tersebut terdiri dari
memperhatikan kemampuan afektif terutama mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan
kemampuan self-efficacy matematis siswa. Dalam mempersentasikan penemuan. Hasil penelitian
proses pembelajaran siswa sering tidak yakin dengan Napitupulu (2011) menunjukkan bahwa kemampuan
kemampuan yang dimilikinya dan cenderung pemecahan masalah matematis siswa di kelas PBM
menghindar dari soal tersebut. Contohnya: ketika guru lebih baik daripada kemampuan yang sama di kelas
memberikan soal yang bentuknya berbeda dengan biasa, dimana kemampuan pemecahan masalah
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Sel-Efficacy Siswa Pada Pembelajaran Problem-Based Learning
Page 31
PARADIKMA JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
Vol. 13, No.1, Juni 2020

matematis siswa berkategori KAM tinggi di kelas PBM 2. Merencanakan Pemecahan Masalah
lebih baik dari pada kemampuan siswa berkategori 3. Melaksanakan Rencana
sama di kelas biasa. Namun untuk kategori KAM 4. Melihat Kembali
sedang dan kurang, tidak ditemukan adanya perbedaan
kemampuan tersebut. 2. Self-Efficacy Siswa
Menurut Arends (2012), PBL atau yang sering Bandura (1998) berpendapat bahwa perceived self-
disebut Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) efficacy refers to beliefs in one’s capabilities to
merupakan suatu pembelajaran di mana peserta didik
organize and execue the course of action required to
mengerjakan permasalahan yang otentik dengan
produce given attainments. Artinya self-efficacy
maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengatur
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir
dan menyelesaikan tindakan yang diperlukan utuk
tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan mencapai tujuan tertentu. Keyakinan individu dapat
percaya diri. PBM tidak dirancang untuk membantu memberikan efek terhadap tindakan dan mempengaruhi
guru menyampaikan informasi dalam jumlah besar
pilihan mereka, aspirasi mereka, ketekunan, dan tingkat
kepada siswa seperti pada pembelajaran langsung dan
setres atau depresi.
ceramah, tetapi dirancang untuk membantu siswa
Bandura (1998) mengungkapkan bahwa self-
mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan
efficacy terdiri dari tiga dimensi, yaitu:
menyelesaikan masalah dan keterampilan 1. Level
intelektualnya, melalui pengorganisasian pelajaran di 2. Strenght
seputar situasi-situasi kehidupan nyata.
3. Magnitude
KAJIAN TEORITIS 3. Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Menurut Arends (2012) pembelajaran berdasarkan
Seseorang dikatakan menghadapi masalah apabila masalah (PBM) merupakan suatu pembelajaran di
ingin mencapai suatu tujuan tetapi tidak segera dapat mana peserta didik mengerjakan permasalahan yang
mencapai atau tidak tersedia langkah-langkah yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan
jelas untuk mencapai tujuan itu. Dalam pembelajaran mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan
matematika, masalah adalah suatu persoalan atau keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi,
pertanyaan yang bersifat menantang yang tidak dapat mengembangkan kemandirian, dan percaya diri.
diselesaikan dengan prosedur rutin yang sudah biasa Melalui PBM siswa diharapkan akan berfokus pada
dilakukan atau sudah diketahui. Hal tersebut sesuai kegiatan memecahkan masalah. Dalam kegiatan
dengan pendapat Muhardhikawati, Mardiyana, dan memecahkan masalah tersebut siswa memiliki
Setiawan (2017) yang menyatakan suatu soal disebut kesempatan yang luas untuk dapat bertukar ide atau
masalah bagi seorang siswa, jika: (1) Pertanyaan yang pendapat dengan siswa lainnya sehingga memperoleh
dihadapkan dapat dimengerti oleh siswa, namun pemahaman baru tentang matematika yang disisipkan
pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya dalam masalah tersebut.
untuk menjawab; (2) Pertanyaan tersebut tidak dapat Arends (2012) berpendapat bahwa karakteristik
dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui pembelajaran masalah menurut berbagai pengembang
oleh siswa. pengajaran berbasis masalah yaitu:
Menurut Polya (1973), pemecahan masalah adalah 1. Pengajuan masalah yang menantang;
usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, 2. Fokus Interdisipliner;
mencapai tujuan yang tidak dengan mudah dapat 3. Investigasi autentik;
dicapai. Polya mengelompokkan masalah dalam 4. Menghasilkan produk dan memamerkannya; dan
matematika menjadi dua kelompok yaitu : 5. Kolaborasi.
1. Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau Adapun langka-langkah model PBM menurut
praktis, abstrak atau konkret, termasuk teka-teki. Arends (2012), yaitu :
Bagian utama dari suatu masalah adalah apa yang 1. Mengorientasi peserta didik kepada masalah;
dicari, bagaimana data yang diketahui, dan 2. Mengorganisasi peserta didik untuk belajar;
bagaimana syaratnya. Ketiga bagian utama tersebut 3. Membimbing penyelidikan individual maupun
merupakan landasan untuk dapat menyelesaikan kelompok;
masalah jenis ini. 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya;
2. Masalah untuk membuktikan adalah menunjukkan Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
bahwa suatu pernyataan itu benar, salah, atau tidak masalah.
kedua-duanya. Bagian utama dari masalah ini
adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema
METODE PENELITIAN
yang harus dibuktikan kebenarannya. Kedua bagian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
utama tersebut sebagai landasan utama untuk dapat
ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam
menyelesaikan masalah jenis ini.
penelitian ini adalah melibatkan siswa kelas VII SMP
Polya (1973) berpendapat bahwa ada empat tahap Tunas Baru Jin Seung Kota Batam yaitu siswa kelas
dalam menyelesaikan masalah, yaitu: VII-A yang berjumlah 38 orang.
1. Memahami Masalah

Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Sel-Efficacy Siswa Pada Pembelajaran Problem-Based Learning
Page 32
PARADIKMA JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
Vol. 13, No.1, Juni 2020

Kriteria pengambilan subjek adalah dengan Berdasarkan Tabel 2 di atas terlihat persentase
menggunakan dua kriteria yaitu berdasarkan tingkat siswa kelas VII-A dalam menyelesaikan soal
kemampuan pemecahan masalah matematis dan pemecahan masalah matematis berdasarkan tahapan
berdasarkan self-efficacy siswa. Melalui kacamata Polya. Urutan persetase tahap pemecahan masalah
lembar jawaban, siswa dikelompokkan berdasarkan matematis siswa dari tertinggi ke rendah yaitu tahap
tiga kategori jawaban yaitu: (1) siswa dengan lembar memahami masalah, diikuti tahap membuat rencana,
jawaban berkemampuan tinggi; (2) siswa dengan tahap melaksanakan rencana dan terakhir tahap
lembar jawaban berkemampuan sedang; dan (3) siswa memeriksa kembali.
dengan lembar jawaban berkemampuan rendah. 2. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah
Melalui kacamata self-efficacy, siswa yang telah Matematis Siswa Berkemampuan Tinggi
dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuan Lembar jawaban siswa berkemampuan tinggi
pemecahan masalah matematis akan dianalisis dianalisis berdasarkan tahapan-tahapan Polya. Secara
berdasarkan dimensi self-efficacy yaitu tingkat (level), kuantitatif, klasifikasi kemampuan pemecahan masalah
keluasan (generality), dan kekuatan (strength). matematis siswa berkemampuan tinggi berdasarkan
Objek dalam penelitian ini adalah kemampuan tahapan Polya dapat dilihat pada Tabel 3.
pemecahan masalah matematis dan self-efficacy siswa
yang diberi perlakukan model PBL. Objek dalam Tabel 3 Klasifikasi Hasil Tes Kemampuan Pemecahan
penelitian ini dapat dilihat melalui hasil tes Masalah Siswa Berkemampuan Tinggi
kemampuan pemecahan masalah matematis dari Tahap-tahap Banyak Siswa (Persentase)
lembar jawaban siswa, dan hasil wawancara berupa Pemecahan
Jawaban Jawaban Tidak
transkip, kemudian self-efficacy dapat dilihat dari skala Masalah
Benar Salah Menjawab
self-efficacy siswa. Matematis
HASIL PENELITIAN Memahami 8 Orang
- -
1. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Masalah (100%)
Matematis Siswa Setelah Pembelajaran PBL Membuat 8 Orang
- -
Deskripsi kemampuan pemecahan masalah Rencana (100%)
matematis siswa diperoleh berdasarkan skor setiap Melaksanakan 7 Orang 1 Orang
masing-masing siswa berdasarkan hasil tes kemampuan -
Rencana (87,5%) (13%)
pemecahan masalah matematis dan wawancara. Secara Memeriksa 5 Orang 2 Orang 1 Orang
kuantitaif, tingkat kemampuan pemecahan masalah Kembali (62,5%) (25%) (12,5%)
matematis siswa dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 3 di atas terlihat klasifikasi
kemampuan pemecahan masalah matematis
Tabel 1 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah berdasarkan tahap Polya pada siswa berkemampuan
Matematis Siswa tinggi, dimana pada tahap melaksanakkan rencana
Jumlah Persent Kategori terdapat jawaban salah dan tahap memeriksa kembali
Tingkat SPMM
Siswa ase Penilaian terdapat jawaban salah serta tidak menjawab.
0≤ < 65 10 26 % Rendah 3. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah
65 ≤ Matematis Siswa Berkemampuan Sedang
20 53 % Sedang
< 80 Lembar jawaban siswa berkemampuan sedang
80 ≤ < 100 8 21 % Tinggi dianalisis berdasarkan tahapan-tahapan Polya. Secara
Ket: SPMM = Skor Pemecahan Masalah Matematis kuantitatif, klasifikasi kemampuan pemecahan masalah
Berdasarkan Tabel 1 di atas terlihat bahwa persentase matematis siswa berkemampuan sedang berdasarkan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa tahapan Polya dapat dilihat pada Tabel 4.
berkemampuan tinggi lebih rendah dibandingkan Tabel 4 Klasifikasi Hasil Tes Kemampuan Pemecahan
kemampuan sedang dan kemampuan rendah. Masalah Siswa Berkemampuan Sedang
Persentase siswa berkemampuan rendah dua kali lipat Tahap-tahap Banyak Siswa (Persentase)
dari persentase siswa berkemampuan sedang. Pemecahan
Jawaban Jawaban Tidak
Lembar jawaban siswa dianalisis berdasarkan Masalah
Benar Salah Menjawab
tahapan-tahapan Polya. Secara kuantitatif, persentase Matematis
tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis Memahami 20 Orang
- -
siswa berdasarkan tahapan Polya dapat dilihat pada Masalah (100%)
Tabel 2. Membuat 13 Orang 7 Orang
-
Rencana (65%) (35%)
Tabel 2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Melaksanakan 9 Orang 11 Orang
-
Siswa Berdasarkan Tahapan Polya Rencana (45%) (55%)
Tahapan Pemecahan Jumlah 14
Persentase Memeriksa 6 Orang
Masalah Matematis Siswa - Orang
Kembali (30%)
Memahami Masalah 38 orang 100% (70%)
Membuat Rencana 21 orang 55% Berdasarkan Tabel 4 di atas terlihat klasifikasi
Melaksanakan Rencana 16 orang 42% kemampuan pemecahan masalah matematis
Memeriksa Kembali 5 orang 13% berdasarkan tahap Polya pada siswa berkemampuan

Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Sel-Efficacy Siswa Pada Pembelajaran Problem-Based Learning
Page 33
PARADIKMA JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
Vol. 13, No.1, Juni 2020

sedang, dimana seluruh siswa kemapuan sedang hanya Kembali (13%) (50%) (37%)
mampu menjawab dengan benar tahap memahami Berdasarkan Tabel 6 di atas, terlihat kesalahan yang
masalah. Terdapat kesalahan jawaban yang dilakukan dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan
bebesarapa siswa pada tahap membuat rencan, dan pemecahan masalah matematis ada dua yaitu kesalahan
tahap melaksanakn rencana. Pada tahap memeriksa jawaban dan tidak menjawab. Kesalahan yang paling
kembali, seluruh siswa berkemampuan sedang salah banyak dilakuan yaitu pada tahap memeriksa kembali,
menjawab bahkan ada yang tidak menjawab. diikuti tahap melaksanakan rencana dan selanjutnya
4. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah tahap membuat rencana.
Matematis Siswa Berkemampuan Rendah 6. Deskripsi Self-Efficacy Siswa Setelah
Lembar jawaban siswa berkemampuan rendah Pembelajaran PBL
dianalisis berdasarkan tahapan-tahapan Polya. Secara Deskripsi self-efficacy siswa diperoleh berdasarkan
kuantitatif, klasifikasi kemampuan pemecahan masalah skor setiap masing-masing siswa berdasarkan pengisian
matematis siswa berkemampuan tinggi berdasarkan pada skala self-efficacy. Seluruh lembar jawaban siswa
tahapan Polya dapat dilihat pada Tabel 5 dari hasil self-efficacy dikumpulkan untuk diperiksa
Tabel 5 Klasifikasi Hasil Tes Kemampuan Pemecahan dan diberi skor. Skala self-efficacy terdiri dari 32 butir
Masalah Siswa Berkemampuan Rendah item dengan tiga dimensi self-efficacy yaitu level yang
Tahap-tahap Banyak Siswa (Persentase) berhubungan dengan taraf kesulitan tugas, strenght
Pemecahan yang berkaitan dengan kekuatan penilaian kecakapan
Jawaban Jawaban Tidak
Masalah individu dan generality merupakan suatu konsep bahwa
Benar Salah Menjawab
Matematis efikasi diri seseorang tidak terbatas pada situasi yang
Memahami 10 Orang spesifik saja.
- -
Masalah (100%) Secara kuantitaif, tingkat self-efficacy siswa dapat
Membuat 5 Orang 5 Orang dilihat pada Tabel 7
-
Rencana (20%) (80%) Tabel 7 Hasil Penggolongan Tingkat Self-Efficacy
Melaksanakan 4 Orang 6 Orang Siswa
-
Rencana (40%) (60%) Jumlah Persentas
Memeriksa 3 Orang 7 Orang Rentang Skor Kategori
- Siswa e
Kembali (30%) (70%) Sangat
Berdasarkan Tabel 5 di atas terlihat klasifikasi ≥ 17,2 0 0%
Rendah
kemampuan pemecahan masalah matematis 17,2 ≤
berdasarkan tahap Polya pada siswa berkemampuan 12 31,58 % Rendah
< 34,4
tinggi, dimana pada tahap melaksanakkan rencana 34,4 ≤
terdapat jawaban salah dan tahap memeriksa kembali 18 47,37 % Sedang
< 51,6
terdapat jawaban salah serta tidak menjawab.
51,6 ≤
5. Deskripsi Kesalahan yang dilakukan Siswa 6 15,79 % Tinggi
< 68,8
Dalam Menyelesaikan Soal Kemampuan
Sangat
Pemecahan Masalah Setelah Pembelajaran < 68,8 2 5,26 %
Tinggi
PBL
Untuk mengetahui kesalahan yang dilakukan siswa Berdasarkan Tabel 7 di atas terlihat klasifikasi self-
dalam menyelesaian soal pemecahan masalah efficacy siswa, urutan self-efficacy siswa dari yang
matematis dilakukan analisis lebih mendalam paling banyak yaitu pada kategori sedang, diikuti
mengenai hasil tes. Lembar jawaban siswa kategori rendah, kategori tinggi dan terakkhir kategori
berkemampuan tinggi dianalisis berdasarkan tahap- sangat tinggi.
tahap Polya. Secara kuantitatif, klasifikasi kemampuan Terdapat tiga dimensi self-efficacy menurut
pemecahan masalah matematis siswa berkemampuan Bandura, yaitu magnitude, strenght dan generality.
tinggi berdasarkan tahap Polya dapat dilihat pada Tabel Secara kuantitaif, pengelompokan self-efficacy siswa
6. berdasarkan dimensi Bandura dapat dilihat pada Tabel
Tabel 6 Persentase Kesalahan yang dilakukan Siswa 8.
dalam Menyelesaika Soal Pemecahan Masalah Tabel 8 Pengelompokan Siswa Berdasaran Dimensi
Matematis Bandura
Tahap-Tahap Banyak Siswa (Persentase) Jumlah
No Dimensi Tingkat Persentase
Pemecahan Siswa
Jawaban Jawaban Tidak Sangat
Masalah 1 7,69%
Benar Salah Menjawab Tinggi
Matematis
Memahami 38 Orang 1 Magnitude Tinggi 2 15,38%
- - Sedang 6 46,15%
Masalah (100%)
Membuat 21 Orang 12 Orang 5 Orang Rendah 4 30,77%
Rencana (55%) (32%) (13%) Sangat
0 0%
Melaksanakan 16 Orang 16 Orang 6 Orang Tinggi
2 Strenght
Rencana (42%) (42%) (16%) Tinggi 2 11,76%
Memeriksa 5 Orang 19 Orang 14 Orang Sedang 8 47,06%

Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Sel-Efficacy Siswa Pada Pembelajaran Problem-Based Learning
Page 34
PARADIKMA JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
Vol. 13, No.1, Juni 2020

Rendah 7 41,18% plan) siswa mampu memahami keterkaitan antara


Sangat diketahui dan ditanyakan, dapat membuat perencanaan
1 12,50% atau strategi dalam menyelesaikan masalah, serta dapat
Tinggi
3 Generality Tinggi 2 25% menentukan operasi matematika yang digunakan dalam
Sedang 4 50% menyelesaikan masalah. Pada tahap melaksanakan
Rendah 1 12,50% rencana (carry out a plan) siswa mampu melaksanakan
Berdasarkan tabel 8 terlihat self-efficacy siswa lebih rencana penyelesaian yang telah dibuat dengan
dominan berada pada dimensi strenght berjumlah 17 perhitungan yang benar. Pada tahap memeriksa
orang, diikuti magnitude berjumlah 13 orang dan kembali (look back), siswa mampu menafsirkan hasil
terakhir generality berjumlah 8 orang. akhir yang diperoleh dari jawaban sebelumnya kedalam
PEMBAHASAN konteks masalah serta memberikan argumennya.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Saparwadi
Pada bagian ini dilakuan penarikan kesimpulan dan Cahyowatin (2018) yang menyatakan siswa
terhadap data temuan penelitian dari kemampuan berkemampuan tinggi mampu memahami masalah
pemecahan masalah matematis, dan self-efficacy siswa. dengan memahami kosa kata soal, mengidentifikasi
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis semua fakta berupa data informasi yang ada dalam soal
akan diketahui apakah rumusan masalah dan tes, menghubungkan antar semua informasi dari hasil
pertanyaan penelitian yang diajukan telah terjawab atau identifikasi, dan diakhiri dengan mengidentifikasi
belum. pertanyaan dari soal pada instrument tes pemecahan
Analisis Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah masalah sebagai tujuan yang ingin dicapai. Mampu
Matematis Pada Pembelajaran PBL menyususn rencana pemecahan dengan pemilihan
Pemecahan masalah matematis sering dilihat operasi berdasarkan hasil identifikasi semua data
sebagai salah satu dari sejumlah keterampilan yang informasi dalam masalah. Mampu lekasanakan rencana
diajarkan dalam kurikulum sekolah. Schoenfeld (2016) dan mampu memeriksa kembali hasil yang diperoleh
menempatkan pemecahan masalah matematis dalam yaitu dengan cara mensubtitusikan hasil yang telah
hierarki keterampilan yang akan diperoleh oleh siswa diperoleh ke persamaan awal. Kesesuaian hasil
mengarah ke konsekuensi tertentu untuk peran subtitusi tersebut ke persamaan awal menunnjukkan
pemecahan masalah matematis dalam kurikulum. bahwa hasil yang diperoleh siswa adalah benar dan
Kemampuan pemecahan masalah melalui sudah tercapainya tujuan berdasarkan solusi dari
pembelajaran PBL dapat dideskripsikan dan dibahas masalah yang dihadapi siswa.
sesuai dengan data penelitian untuk tiap tingkat Siswa dengan kemampuan sedang pada tahap
kemampuan dan tingkat tahap pemecahan masalah memahami masalah (understand the problem) mampu
matematis. Berdasarkan hasil tertulis yang telah menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan pada
dilakukan dapat disimpulkan bahwa persentase soal, mampu menjelaskan masalah tersebut dengan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa menggunakan kalimat sendiri pada saat wawancara,
berkemampuan tinggi lebih rendah dibandingkan mampu mencari subtujuan, serta mampu mengurutkan
kemampuan sedang dan kemampuan rendah. informasi yang ada pada soal. Pada tahap menyusun
Persentase siswa berkemampuan rendah dua kali lipat rencana (devise a plan) siswa mampu memahami
dari persentase siswa berkemampuan sedang. keterkaitan antara diketahui dan ditanyakan, serta dapat
Siswa dikatakan mampu memecahkan masalah jika membuat perencanaan atau strategi dalam
dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah menyelesaikan masalah. Pada tahap melaksanakan
melakukan 4 tahapan, yaitu: (1) Memahami masalah rencana (carry out a plan) siswa mampu melaksanakan
(understand the problem); (2) Menyusun rencana rencana penyelesaian yang telah dibuat dengan
(devise a plan); (3) Melaksanakan rencana (carry out a perhitungan yang benar. Pada tahap memeriksa
plan); dan (4) Memeriksa kembali (look back) (Polya, kembali (look back) siswa belum mampu menafsirkan
1973). Dalam penelitian ini telah digunakan 4 butir hasil akhir yang diperoleh kedalam konteks masalah
soal untuk mengungkapkan kinerja siswa terhadap dan memberikan argumen. siswa hanya mampu
pemecahan masalah matematis siswa dimana masing- membuat kesimpulan dari penyelesaian yang dia buat.
masing butir soal mencakup tahapan pemecahan Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rianti (2018)
masalah matematis. yang menyatakan bahwa siswa berkemampuan sedang
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran mampu memahami masalah dengan menuliskan apa
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diketahui dan ditanyakan pada soal, kurang
berdasarkan tahapan Polya: Siswa dengan kemampuan mampu membuat rencana penyelesain yaitu
tinggi mampu memahami masalah (understand the menuliskan rumus yang dapat digunakan untuk
problem). Hal ini ditandai dengan mampu menuliskan menyelesaikan persoalan walaupun belum lengkap.
apa yang diketahui dan ditanyakan pada soal, mampu Siswa kurang mampu melaksanakan rencana dan
menjelaskan masalah tersebut dengan menggunakan sangat kurang dalam memeriksa kembali hasil.
kalimat sendiri pada saat wawancara, mampu Siswa dengan kemampuan rendah pada tahap
menyederhanakan masalah dan mampu mencari sub memahami masalah (understand the problem) mampu
tujuan serta mampu mengurutkan informasi yang ada menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan pada
pada soal. Pada tahap menyusun rencana (devise a soal, namun tidak mampu menjelaskan kembali
masalah dengan kalimat sendiri pada saat wawancara.
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Sel-Efficacy Siswa Pada Pembelajaran Problem-Based Learning
Page 35
PARADIKMA JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
Vol. 13, No.1, Juni 2020

Pada tahap menyusun rencana (devise a plan) siwa Belajar merupakan kegiatan yang kompleks hal ini
dapat memahami keterkaitan antara diketahui dan sesuai dengan teori Gagne (Dimyati, 2002). Artinya,
ditanyakan namun tidak dapat membuat perencanaan setelah belajar orang memiliki keterampilan,
atau strategi dalam menyelesaikan masalah, serta tidak pengetahuan, sikap, dan nilai. Dengan demikian belajar
mampu mengurutkan informasi yang ada pada soal. adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah
Pada tahap melaksanakan rencana (carry out a plan) sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan
siswa tidak mampu membuat tahap penyelesaian. Pada informasi, menjadi kapabilitas baru. Menurut Gagne,
tahap memeriksa kembali (look back), siswa tidak objek belajar matematika terdiri dari objek langsung
mampu menafsirkan hasil akhir yang diperoleh dan tak langsung. Objek langsung belajar matematika
kedalam konteks masalah dan memberikan argumen. adalah fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip. Objek
Siswa hanya mampu menarik kesimpulan tanpa tidak langsung adalah transfer belajar, kemampuan
dikaitkan kembali dengan permasalahan. menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah,
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, persentase disiplin pribadi, dan apresiasi pada struktur
kemampuan siswa untuk tahap memahami masalah matematika.
sebesar 100%, tahap merencanakan masalah sebesar Pemecahan masalah matematis melibatan lima
55%, tahap melaksanakan rencana sebesar 42%, dan tahap menurut Gagne (Purwoko, 2017) yaitu:
tahap memeriksa kembali sebesar 13%. Hasil Menyatakan masalah dalam bentuk umum;
penelitian tersebut relevan dengan penelitian Lubis, Menyatakan kembali masalah dalam suatu defenisi
Panjaitan, Surya dan Syahputra (2017) menunjukkan operasional; Merumuskan hipotesis alternatif dan
persentase kemampuan siswa untuk memahami prosedur yang mungkin tepat untuk memecahkan
masalah mencapai 87,10% dan dalam kategori sangat masalah; Menguji hipotesis dan melaksanakan
baik, persentase kemampuan pemecahan masalah siswa prosedur untuk memperoleh solusi; danMenentukan
untuk merencanakan 40,32% pada kategori tidak solusi yang tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Polya
menguntungkan, persentase kemampuan siswa untuk (1973), siswa dikatakan mampu memecahkan masalah
menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana 21.19% jika dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah
diklasifikasikan dalam sangat kurang, persentase melakukan 4 tahapan, yaitu: (1) Memahami masalah
kemampuan siswa untuk memeriksa kembali hasil (understand the problem); (2) Menyusun rencana
yang diperoleh 48.39% dalam kategori yang tidak (devise a plan); (3) Melaksanakan rencana (carry out a
menguntungkan. plan); dan (4) Memeriksa kembali (look back).
Penelitian Paranginangin dan Surya (2017) juga Sehingga kesalahan yang dilakukan siswa dalam
menunjukkan bahwa persentase kemampuan menyelesaikan soal pemecahan masalah matematis
pemecahan masalah siswa pada tahap pertama dianalisis berdasarkan tahap pemecahan maslah
pemecahan masalah understanding the problem adalah matematis Polya. Kesalahan dalam konteks belajar
75,08%, tahap kedua devising a plan to solve the mengajar berarti kekeliruan dalam persepsi mata
problem adalah 66,12%, tahap ketiga implementing the pelajaran/memproduksi kembali memori belajar,
plan adalah 29,03%, dan tahap keempat reflection on seseorang melakukan kesalahan akibat salah dalam
the problem adalah 24,19 %. mempersepsikan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pendapat di atas, Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran
dapat disimpulkan bahwa siswa berkemampuan tinggi kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan
mampu melaksanakan tahapan pemecahan masalah masalah matematis: Kesalahan siswa berkemampuan
dengan baik dan tepat, sedangkan siswa yang tinggi yaitu pada tahap melaksanakan rencana (carry
berkemampuan sedang mampu memahami masalah, out a plan), terdapat 1 orang tidak mampu
membuat rencana dan melaksanakan rencana dengan melaksanakan rencana penyelesaian dengan benar yaitu
baik. Siswa yang berkemampuan rendah mampu melakukan kesalahan perhitungan. Pada tahap
memahami masalah namun kurang mampu dalam memeriksa kembali (look back), terdapat 2 orang salah
membuat rencana, melaksanakan rencana, dan dalam menafsirkan hasil akhir yang diperoleh dan tidak
memeriksa kembali. memberikan argumennya. Terdapat 1 orang tidak
Analisis Kesalahan yang dilakukan Siswa dalam melaksanakan tahap memeriksa kembali. Disimpulkan
Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah bahwa kesalahan siswa berkemampuan tinggi dalam
Matematis menyelesaikan soal pemecahan masalah matematis
Berdasarkan hasil temuan penelitian, wawancara berada pada tahap melaksanakan rencana dan
yang dilakukan terhadap subjek, dan triangulasi data memeriksa kembali.
maka ditemukan beberapa kesalahan siswa dalam Kesalahan siswa berkemampuan sedang yaitu pada
menyelesaikan soal-soal berbasis masalah pada materi tahap membuat rencana, 7 orang salah dalam membuat
Bilangan sesuai dengan langkah-langkah pemecahan rencana. Kesalah yang dilakuan siswa yaitu membuat
masalah. Mayoritas kesalahan yang dilakukan siswa rencana pemecahan masalah yang tidak dapat
dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah dilaksanakan, sehingga rencana itu tidak mungkin
matematis berada pada tahap memeriksa kembali yaitu dapat dilaksanakan. Pada tahap melaksanakan rencana
sebanyak 19 orang salah jawab dan 14 orang tidak (carry out a plan), terdapat 11 orang tidak mampu
menjawab. Tahap ini jelas menunjukkan melaksanakan rencana penyelesaian dengan benar yaitu
ketidaklancaran siswa dalam menafsir hasil yang melakukan kesalahan perhitungan. Pada tahap
diperoleh dan memberikan argumennya. memeriksa kembali (look back), terdapat 14 orang
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Sel-Efficacy Siswa Pada Pembelajaran Problem-Based Learning
Page 36
PARADIKMA JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
Vol. 13, No.1, Juni 2020

salah dalam menafsirkan hasil akhir yang diperoleh dan harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah
tidak memberikan argumennya. Terdapat 6 orang tidak sehingga melakukan kesalahan operasi matematika
melaksanakan tahap memeriksa kembali. Disimpulkan dalam menyusun langkah-langkah penyelesaian. Hal
bahwa kesalahan siswa berkemampuan sedang dalam ini dikarenakan siswa tidak memahami masalah dengan
menyelesaikan soal pemecahan masalah matematis benar sehingga tidak dapat menyususn rencana
berada pada tahap membuat rencana, melaksanakan pemecahan. Ketidak sukaan siswa membaca masalah
rencana dan memeriksa kembali. yang panjang dan bersifat non rutin juga menjadi salah
Kesalahan siswa berkemampuan rendah yaitu pada satu alasan siswa salah dalam membuat rencana. Hasil
tahap membuat rencana, 5 orang salah dalam membuat ini memperkuat temuan Cruz dan Lapinid (2014) yang
rencana dan 5 orang lagi tidak dapat membuat rencana. mengungkapkan bahwa kecerobohan, kurangnya
Kesalah yang dilakuan siswa yaitu membuat rencana pemahaman, perubahan nilai, dan kata-kata asing
pemecahan masalah yang tidak dapat dilaksanakan, adalah beberapa kesulitan umum dihadapi oleh
sehingga rencana itu tidak mungkin dapat responden dalam menerjemahkan masalah soal cerita.
dilaksanakan. Pada tahap melaksanakan rencana (carry Tahap melaksanakan rencana penyelesaian yang
out a plan), terdapat 4 orang tidak mampu dilakukan adalah menjalankan strategi yang telah
melaksanakan rencana penyelesaian dengan benar yaitu dibuat dengan ketekunan dan ketelitian untuk
melakukan kesalahan perhitungan. Terdapat 6 orang mendapatkan penyelesaian. Kesalahan siswa dalam
tidak dapat melakuakan tahap melaksanakan rencana. menyelesaikan soal pemecahan masalah matematis
Pada tahap memeriksa kembali (look back), terdapat 3 pada tahap memahami masalah sebesar 60,5%. Pada
orang salah dalam menafsirkan hasil akhir yang tahap melaksanakan rencana penyelesaian, siswa
diperoleh dan tidak memberikan argumennya. Terdapat melakukan kesalahan operasi pada perhitungan.
7 orang tidak melaksanakan tahap memeriksa kembali. Tahap memeriksa kembali yang dilakukan adalah
Disimpulkan bahwa kesalahan siswa berkemampuan menafsirkan hasil yang diperoleh kedalam konteks
sedang dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah masalah. Kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal
matematis berada pada tahap membuat rencana, pemecahan masalah matematis pada tahap memeriksa
melaksanakan rencana dan memeriksa kembali. kembali sebesar 86,8%. Kesalahan yang dilakukan
Tahap memahami masalah adalah tahap dimana siswa adalah ketidakmampuan siswa dalam
harus mampu memahami bahasa atau istilah yang menafsirkan hasil yang diperoleh ke dalam konteks
digunakan dalam masalah tersebut, merumuskan apa masalah dan memberikan argumennya. Hal ini
yang diketahui, apa yang ditanyakan, apakah informasi dikarenakan siswa terbiasa membuat kesimpulan dan
yang diperoleh cukup, kondisi/syarat apa saja yang tidak terbiasa melakuakan tahap memeriksa kembali.
harus terpenuhi, menuliskan masalah dalam bentuk Penelitian diatas relevan dengan penelitian Tasyah
yang lebih operasional sehingga mempermudah untuk et al (2015) menyatakan bahwa kesalahan siswa dalam
dipecahkan. Hung, Chang, and Lin (2012) menyatakan menyelesaikan masalah meliputi kesalahan membaca
bahwa dalam memahami masalah, harus mengerti arti dan memahami soal (reading error and reading
dari sebuah kalimat, mengidentifikasi yang diketahui, comprehension difficultaty), kesalahan transformasi
tidak diketahui dan hubungan antar informasi, dan (transform error), kesalahan keterampilan proses
mengetahui konsep yang telah dipelajari sebelumnya (weakness in process skill), kesalahan dalam
yang diperlukan untuk memecahkan masalah. menggunakan notasi (encoding error). Hal tersebut
Kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan juga sesuai dengan penelitian Phonapichat,
masalah matematis pada tahap memahami masalah Wongwanich, and Sujiva (2013) bahwa siswa memiliki
sebesar 0%, artinya tidak terdapat kesalahan siswa pada kesulitan dalam memahami masalah matematika yang
tahap memahami masalah. Siswa mampu menuliskan mempengaruhi proses penyelesaian masalah. Kesulitan
apa yang diketahui dan ditanya dari soal, namun tidak siswa dalam pemecahan masalah yaitu 1) Siswa
mengerti arti dari sebuah kalimat. Hal ini dibuktikan mengalami kesulitan dalam memahami kata kunci yang
dengan ketidak mampuan siswa menyebutkan kembali muncul, dengan demikian tidak dapat menafsirkannya
apa yang diketahui dan ditanya tanpa melihat teks dalam kalimat matematika. 2) Siswa tidak dapat
sehingga membuat siswa tidak mengerti hubungan menentukan apa yang harus dilakukan dan informasi
antar informasi. Ketidak mampuan menghubungkan apa dari masalah yang diperlukan untuk
informasi mengakibatkan siswa tidak mengetahui menyelesaikannya, 3) Siswa tidak memahami
konsep matematika yang akan digunakan untuk masalahnya, mereka cenderung menebak jawabannya
memecahkan masalah. tanpa proses berpikir, 4) Siswa tidak sabar dan tidak
Tahap membuat rencana penyelesaian adalah tahap suka membaca masalah matematika, dan 5) Siswa tidak
dimana mencari kemungkinan-kemungkinan yang suka membaca masalah yang panjang.
dapat terjadi kemudian menyusun prosedur
penyelesaiannya. Ersoy dan Guner (2015) berpendapat Analisis Self-Efficacy Siswa Pada Pembelajaran
penggunaan strategi masalah yang sesuai sangat sangat PBL
penting dalam keberhasilan pemecahan masalah. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa
Kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan 38 siswa kelas VII-A, 2 siswa termasuk kategori yang
masalah matematis pada tahap memahami masalah memiliki self-efficacy sangat tinggi, 6 siswa termasuk
sebesar 57,9%. Pada tahap membuat rencana kategori yang memiliki self-efficacy tinggi, 18 siswa
penyelesaian, siswa tidak dapat menentukan apa yang termasuk kategori yang memiliki self-efficacy sedang,
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Sel-Efficacy Siswa Pada Pembelajaran Problem-Based Learning
Page 37
PARADIKMA JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
Vol. 13, No.1, Juni 2020

dan 12 siswa termasuk kategori yang memiliki self- Siswa dengan self-efficacy dimensi magnitude
efficacy rendah. Persentase keberadaan self-efficacy dihadapkan pada tugas yang disusun menurut tingkat
siswa berturut-turut adalah sangat tinggi 5,26%, tinggi kesulitan tertentu maka kemampuan self-efficacy akan
15,79%, sedang 47,37%, dan rendah 31,58%. Ini menuntunnya untuk mengerjakan tugas-tugas yang
berarti keberadaan self-efficacy kategori sedang paling mudah, sedang, dan sulit sesuai dengan batas
banyak dibandingkan kategori sangat tinggi, tinggi dan kemampuan yang dimilikinya untuk mencapai tujuan
rendah. Hal ini juga sesuai dengan hasil evaluasi masing-masing tingkat tersebut. Indikator magnitude
TIMSS 2011 dengan mengajukan 9 pernyataan dengan memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku
masing-masing empat alternatif jawaban diperoleh mana yang harus dicoba atau mana yang akan
34% siswa yang confident, 46% siswa somewhat dihindari. Siswa akan mencoba tingkah laku yang
confident, dan 21% siswa not confident. dirasa mampu dilakukan dan akan menghindari tingkah
Self-efficacy merupakan penentu yang laku yang dirasa berada di luar batas kemampuannya.
mempengaruhi pilihan seseorang dalam upaya Siswa dengan self-efficacy dimensi strenght yang kuat
menghadapi kesulitan dan pola pikir serta reaksi maka akan pantang menyerah dan ulet dalam
emosional yang mereka alami (Sahendra, Budiarto, meningkatkan usahanya walaupun menghadapi
Fuad, 2018). Ketika seseorang rutin dengan tuntutan rintangan. Sebaliknya, bila self-efficacy seseorang
tugas atau kegiatan, mereka cenderung untuk lemah maka akan cenderung mudah terguncang oleh
memunculkan self-efficacy yang telah dikembangkan hambatan kecil dalam menyelesaikan tugasnya. Siswa
sebagai hasil dari pengalaman sebelumnya dengan dengan self-efficacy dimensi generality ketika
tugas serupa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat menyelesaikan masalah atau tugasnya, ada sebagian
Engko (2008), pengalaman memiliki keberhasilan yang memiliki keyakinan yang terbatas pada suatu
merupakan sumber self-efficacy terbesar karena aktivitas dan situasi tertentu, sebagiannya lagi
didasarkan pada pengalaman pribadi yang telah dialami menyebar pada serangkaian aktivitas dan situasi yang
seseorang. bervariasi.
Bandura (2009) menyatakan bahwa kemampuan
self-efficacy dapat memengaruhi pilihan aktivitas, KESIMPULAN
usaha, dan ketekunan seseorang ketika memecahkan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam
masalah. Hal di atas senada dengan pendapat Schunk penelitian ini, dikemukakan beberapa simpulan sebagai
dan Pajares (2002) menyatakan bahwa dengan self- berikut:
efficacy yang tinggi, maka pada umumnya seorang 1. Siswa berkemampuan tinggi mampu melaksanakan
siswa akan lebih mudah dan berhasil melampaui tahapan Polya yaitu memahami masalah, membuat
latihan-latihan yang diberikan padanya, sehingga hasil rencana penyelesaian, melaksanakan prosedur atau
akhir dari pembelajaran tersebut yang tercermin dalam rencana dan memeriksa kembali. Siswa
prestasi akademiknya juga cenderung akan lebih tinggi berkemampuan sedang mampu memahami
dibandingkan siswa yang memiliki self-efficacy lebih masalah, membuat rencana penyelesaian, dan
rendah. melaksanakan prosedur atau rencana yang telah
Menurut Bandura (1997) yang menjadi dimensi dibuat. Siswa berkemampuan rendah hanya mampu
dalam self-efficacy yaitu: dimensi magnitude, strength memahami masalah pada tahapan Polya.
dan generality. Masing-masing dimensi memberikan 2. Kesalahan yang dilakukan siswa dalam
implikasi penting bagi performen seseorang. menyelesaikan soal pemecahan masalah adalah
Magnitude mengacu pada besarnya tingkat kesulitan tidak terdapat kesalahan pada tahap memahami
tugas yang diyakini oleh seseorang untuk dapat masalah. Pada tahap membuat rencana
diselesaikan. Strength mengacu pada kepercayaan yang penyelesaian, kesalahan terjadi dikarenakan
ada dalam diri seseorang yang dapat diwujudkan untuk ketidakmampuan mengkaitkan informasi satu
meraih performa tertentu. Generality mengacu pada dengan yang lainnya. Pada tahap melaksanakan
keleluasaan dari self-efficacy yang dimiliki seseorang rencana penyelesaian, kesalahan terjadi
dapat diterapkan dalam situasi lain. dikarenakan ketidak mampuan siswa untuk
Berdasarkan hasil penelitian, pengelompokan siswa membuat rencana sehingga tidak mengerti cara
berdasarkan dimensi self-efficacy Bandura diperoleh menyelesaikan masalah dan terjadi kesalahan
bahwa: 1) Untuk dimensi Magnitude dengan tingkat perhitungan pada proses penyelesaian. Pada tahap
self-efficacy sangat tinggi sebanyak 1 siswa, tingkat memeriksa kembali, kesalahan terjadi dikarenakan
self-efficacy tinggi sebanyak 2 siswa, tingkat self- siswa tidak mampu menafsirkan hasil yang
efficacy sedang sebanyak 6 siswa dan tingkat self- diperolehnya.
efficacy rendah sebanyak 4 siswa. 2) Untuk dimensi 3. Siswa dengan self-efficacay dimensi magnitude
Streanght dengan tingkat self-efficacy tinggi sebanyak berpandangan optimis dalam mengerjakan pelajaran
2 siswa, tingkat self-efficacy sedang sebanyak 8 siswa, dan tugas, membuat rencana dalam menyelesaikan
dan tingkat self-efficacy rendah sebanyak 7 siswa. 3) tugas, memiliki jadwal belajar dan merasa yakin
Untuk dimensi Generality dengan tingkat self-efficacy dalam menyelesaikan tugas. Siswa dengan self-
sangat tinggi sebanyak 1 siswa, tingkat self-efficacy efficacay dimensi strenght memiliki tujuan yang
tinggi sebanyak 2 siswa, tingkat self-efficacy sedang positif dalam melakukan berbagai hal, memiliki
sebanyak 4 siswa, dan tingkat self-efficacy rendah motivasi yang baik terhadap dirinya sendiri untuk
sebanyak 1 siswa. pengembangan dirinya, gigih dalam menyelesaikan
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Sel-Efficacy Siswa Pada Pembelajaran Problem-Based Learning
Page 38
PARADIKMA JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
Vol. 13, No.1, Juni 2020

tugas, percaya diri terhadap kelebihan yang Hasratuddin. 2018. Mengapa Harus Belajar
dimilikinya. Siswa dengan self-efficacay dimensi Matematika?. Medan: Perc EDIRA.
generality yang tinggi menjadikan pengalaman Hung, Y. H., Chang, R. I., Lin, C. F. 2016. Hybrid
yang lalu sebagai jalan untuk mencapai kesuksesan, learning style identification and developing
dapat menyikapi situasi yang berbeda dengan adaptive problem-solving learning activities.
berpikiran positif, mampu mengatasi segala situasi Computers in Human Behavior.55: 552-561.
dengan efektif, dan mau mencoba tantangan baru. Litbang Kemendikbud. 2015. Survei Internasional
REFERENSI TIMSS. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id
Arends, R. I. 2012. Learning to Teach (Ninth Edition). Lubis, J. N., Panjaitan, A., Surya, E., Syahputra E.,
New York: McGraw-Hill. 2017. Analysis Mathematical Problem Solving
Bandura, A. 1977. Self-Efficacy: Toward a Uniflying Skills of Student of the Grade VIII-2 Junior High
Theory of Behavioral Change. Psychological School Bilah Hulu Labuhan Batu. International
Review. 84(2): 191-215. Journal of Novel Research in Education and
________.1998. Self Efficacy. In H. Friedman (Ed) Learning (Novelty Journals). 4(2): 131-137.
Encyclopedia of Mental Health. San Diego: Moma, L. 2014. Peningkatan Self-Efficacy Matematis
Academis Press. Siswa SMP Melalui Pembelajaran Generatif.
________. 2009. Self-Efficacy in Changig Societies. Cakrawala Pendidikan. 33(3): 434-444.
Cambrige, UK: Cambridge University Press. Napitupulu, E. E. 2011. Pengaruh Pembelajaran
Bell, T. 1981. Promting Thinking Through Physical Berbasis Masalah atas Kemampuan Penalaran dan
Education, Learning and Teaching in Action. 1: 35- Pemecahan Masalah Matematis Siswa Serta Sikap
40. terhadap Matematika Siswa Sekolah Menengah
Bern, R.G., Erickson, P. M. 2001. Contextual teaching Atas, Disertasi. SPs. UPI. Tidak dipublikasikan.
and learning: preparing students for the new NCTM. 2000. Principles and standards for school
economy. Journal of Research no 5. Tersedia: mathematics. Reston, VA: NCTM.
http://www.cord.rg OECD. 2013. PISA 2012 Results in Focus What 15-
Chrissanti, M. I., Widjajanti, D. B. 2015. Keefektifan year-olds know and what they can do with what
Pendekatan Metakognitif Ditinjau dari Prestasi they know. Tersedia: http://www.oecd.org
Bealajar, Kemampuan Berpikir Kritis, dan Minat Phonapichat, P., Wongwanich, S., Sujiva, S. 2013. An
Belajar Matematika. Jurnal Riset Pendidikan analysis of elementary school students’ difficulties
Matematika, 2(1): 51-62. in mathematical problem solving. World
Cruz, J. K. B. Dela, & Lapinid, M. R. C. 2014. Conference on Education Science (WCES 2013
Students’ difficulties in translating worded Procedia Social and Behavior Science. 8116 (2014)
problems into mathematical symbols. DLSU 3169-3174.
Research Congress 2014. Manila: De La Salle Polya, G. 1973. How to Solve It. Second Edition.
University. Tersedia: http://www.dlsu.edu.ph Princeton University Press.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Rianti, R. 2018. Profil Kemampuan Pemecahan
Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Masalah Matematis Siswa SMP Pada Materi
Depdiknas. Bangun Ruang Sisis Datar. Jurnal Pendidikan
________. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tembusai. 2(4): 802-812.
Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Sahendra, A., Budiarto, M.T., & Fuad, Y. 2018.
Jakarta: Depdiknas. Students’ Representation in Mathematical Word
Ersoy, E., & Guner, P. (2015). The Place of Problem Problem-Solving: Exploring Students’ Self-
Solving and Mathematical Thinking in The efficacy. Journal of Physics: Conference Series,
Mathematical Teaching. The Online Journal of New Ser. 947 012059.
Horizons in Education-January, 5(1). Saparwadi, L., Cahyowatin. (2018). Proses Pemecahan
Engko, C. 2008. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Masalah Matematika Siswa Berkemampuan Tinggi
Kinerja Individual dengan Self Esteem dan Self Berdasarkan Langkah Polya. UNION: Jurnal
Efficacy sebagai Variabel Intervening. Jurnal Pendidikan Matematika. 6(1): 99-110.
Bisnis dan Akuntansi, 10(1), 1-12. Schoenfeld, A.H. (2016). 100 Years of curriculum
Fitriani. 2012. Efektivitas Pembelajaran Matematika history, theory, and research. Educational
Dengan Menerapkan Problem-Based Learning Researcher, 45(2), 105-111.
Pada Siswa SMPN 4 Palopo. Jurnal Dinamika. Schunk, D.H., & Pajares, F. (2002). The Development
3(1): 32-39. of Academic Self-Efficacy. San Diego: Academic
Fitriani, W. 2017. Analisis Self-Efficacy dan Hasil Press.
Belajar Matematika Siswa di MAN 2 Batusangkar Sunaryo, Y. 2017. Pengukuran Self-Efficacy Dalam
Berdasarkan Gender. AGENDA. 1(1): 141-158. Pembelajaran Matematika di MTs N 2 Ciamis.
Kemendikbud. 2013. Kerangka Dasar dan Struktur Jurnal Teori dan Riset Matematika (TEOREMA).
Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud. 1(2): 39-44.
Gagne, R. M. 1970. Learning Theory, Educational TIMSS. 2011. TIMSS 2011 International Result In
Media, and Individualized Instruction. ERIC. Mathematics. Chestnut Hill: TIMSS dan PIRLS
Tersedia: https://eric.ed.gov International Study Center. Tersedia:
http://timssandpirls.bc.edu
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Sel-Efficacy Siswa Pada Pembelajaran Problem-Based Learning
Page 39

Anda mungkin juga menyukai