Anda di halaman 1dari 12

Kata pengantar

Puji syukur kepada Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Unsur Kebudayaan ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dosen pada
Ilmu Budaya Dasar. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Unsur
Kebudayaan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Yoh.Fisher Meo, S.Fil.,M.Pd yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………………………………………………..

Daftar Isi …………………………………………………………………………………………………………………..

BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………..

A. Latar Belakang………………………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………….

BAB II : PEMBAHASAN …………………………………………………………………………………………

1. Bahasa: Bahasa Lisan Maupun Bahasa Tulisan ………………………………..


2. Sistem Pengetahuan Tentang Manusia …………………………………………..
3. Organisasi Sosial: asosiasi (senat kelompok, perkumpulan) ……………
4. Teknologi : transportasi, produksi,hp ……………………………………………..
5. Sistem mata pencaharian/ekonomi: berburu, bercocoktaman, perikanan, perternakan
6. System religi: semua hal tentang system nilai(pandangan hidup), misalnya system
kepercayaan (benda,binatang, upacara keagamaan, upacara adat
7. Kesenian: seni patung, kesusatraan ……………………………………………….

BAB III : PENUTUP ………………………………………………………………………………………………..

C. Kesimpulan ……………………………………………………………………………………
D. Saran …………………………………………………………………………………………….
PENDAHULUHAN

A. Latar Belakang
Tuhan menciptakan bumi berserta isinya dari berbagai Negara,dan dari berbagai suku
bangsa. Disetiap suku mengandung sebuah kebudayaan atau tradisi yang masih ditekuni
sampai saat ini karena dianggap penting bagi kehidupan bersama dalam suatu daerah.
Berbicara tentang suku, suku sendiri adalah suatu golongan atau kelompok manusia yang
angota-angotanya mengidetifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan
garis keturunan yang dianggap sama. Suku juga mengandung berbagai aturan yang telah
disepakati bersama dalam suatu kelompok atau angota-angotanya dan dalam aturan itu
juga mengadung bebrapa sangsi dan bagi yang melanggar peraturan yang sudah
diterapakan akan dikenai sangsi. Sangsi yang diberikan misalnya di ende lio biasanya diminta
memberikan hewan peliharaan atau sejumlah uang. Suku sangat berhubungan erat dengan
para leluhur karena tradisi-tradisi yang diterapakan dipercayakan sangat bermanfaat bagi
kehidupan para generasi selajutnya, bermanfaat bagi kehidupan maksudnya apa yang di
kerjakan dan usaha-usahanya dapat berhasil dengan baik. Menurut kepercayaan suku adat
ende lio menghormati dan menjaga nama baik para leluhur akan mendapatkan keberhasilan
dalam karya dan usahanya. Dalam hal ini bukan berarti kita melupakan Tuhan dan berpaling
dari-Nya Allah sendiri adalah leluhur kita yang kita percayai sampai saat ini dan kita
mengenal Allah juga diajarkan oleh leluhur kita atau nenek moyang kita. Maka dari itu
membudayakan budaya kita sangat penting bagi kehidupan kita.
Dalam makalah ini akan dijelaskan beberapa hal tentang suku atau adat yang berada di
Ende lio secara terperinci dengan ini kita ingin menjelaskan cara atau hal apa seja yang di
lakukan dalam upacara adat ende lio.
B. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan pembaca memahami isi makalah penulis mencoba mempersempit
uraian-uraian dalam makalah ini akan menjadi beberapa garis besar yang pada intinya
membahas:
1. Bahasa : bahasa lisan maupun bahasa tulisan
2. Sistem pengetahuan: tentang manusia
3. Oraganisasi sosial : asosiasi (senat kelompok, perkumpulan )
4. Teknologi : transportasi, produksi, hp
5. Sistem mata pencaharian / ekonomi:berburu, bercocoktanam,
perikanan,perternakan
6. Sistem religi:semua hal tentang sistem nilai (pandangan hidup),misalnya sistem
kepercayaan (benda, binatang) upacara keagamaan, upacara adat
7. Kesenian : seni patung, kesustraan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Bahasa : Bahasa Lisan Maupun Bahasa Tulisan
Sebagai suku yang paling dominan, tentu orang lio (ata lio)juga
mempunyai bahasa untuk percakapan sehari-hari yaitu sara lio(bahasa lio)
selain bahasa Indonesia. Sara lio terdiri dari beberapa macam dialek yang
sangat unik. Selain dialek, orang lio cenderung mengucapkan sara lio dengan
intonasi yang beragam pula. Bahasa lio, atau lebih suka menyebut sebagai
bahasa ibu. Bahasa yang ibu kita ajarkan ketika masih belia bahasa sehari-
hari sebagai sarana interaksi kita kepada orang di sekitar tempat tinggal kita.
Dalam sara lio, kita mengenal istilah “basa waga”. Ya basa waga yang kalau
didefenisikan kedalam bahasa Indonesia artinya (peribahasa ) makna kiasan .
basa waga biasanya terdiri dari satu kalimat atau lebih, dan tergolong kalimat
yang unik untuk orang lio, karena selain sulit dipahami maknanya pun sangat
beragam. Basa waga juga mengandung petuah, wasiat atau ungkapan
kegembiraan atau mengambarkan filosofi seseorang dan lain sebagainya.
Oleh karena itu basa waga, biasanya dipergunakan pada saat seremonial
adat dilaksana pada momen-momen tertentu saja. Bahasa basa waga ini
juga kerap digunakan oleh para penyair (ata sodha) dalam bentuk nyanyian
(kidung agung) atau syair pengiring (oro)dalam ritual ada gawi seperti yang
terdapat dalam kitab- kitab taurat. Makanya tidak lah heran ada beberapa
kalangan menilai adat istiadat dan budaya lio adalah agama asli orang lio itu
sendiri. Ada beberapa petikan pelepata atau basa waga; 1)” bhoti kale ana
kalo, fai walu raka mbale”. Yang berarti; yatim piatu dan para janda harus
dilindungi dan dijamin hak hidupnya oleh adat (pemerintah) supaya
mendapatkan kehidupan yang layak. 2) “dari nia pase la’e” yang berarti; laki-
laki harus berdiri di grada terdepan mengantikan generasi terdahulu (ayah/
leluhur )dengan maksud untuk melindungi keluarga besar. 3)” ndeto peto, au
ila. Ndeto peto pate ndeto, au Ila poka au”. Kalimat ini menujukan kebesaran
dan kemenangan. Secara harafia diterjemahkan sebagai berikut; “ndeto peto
au Ila” adalah nama sebuah senapan (senjata api warisan leluhur yang
diyakini mempunyai daya magis ) di sisi lain, kata ndeto dan au juga
mengambarkan sosok seseorang. Padahal kata” ndeto” adalah nama sejenis
tumbuhan yang bisa menimbulkan alergi kulit dan” Au” itu adalah nama
sejenis bambu Aur. Jadi jika didefenisikan berarti; Ndeto peto Pati Nedto=
Ndeto peto/ senjata (mengambarkan seseorang sebagi subyek) tersebut akan
memotong /menembak “Ndeto”(seseorang sebagai obyek ). Au Ila poka Au=
Au Ila/ senjata(mengambarkan seseorang sebagai subyek )tersebut akan
memotong/ menembak “Au” (seseorang sebagai obyek ). Kalimat ini dalam
bahasa lio dapat disebut juga “Bhea “.4. Tedo Tembu Wesa Wela, Gaga Bo’o
Kewi Ae. Secara harafia diterjemahkan sebagai berikut; “Tedo Tembu,wesa
wela”=ditanam akan tumbuh,ditabur akan berbenih.Gaga Bo’o Kewi Ae =
penghasilan yang melimpah dan mengalir seperti air jadi artinya;pekerjaan,
menanam dan menabur akan menuai hasil yang melimpah seperti air yang
mengalir. 5.”Lake Lika Rapa Pi’a, Lai Tangi Rapa Sai”. Jika diterjemahkan
secara harafia sebagi berikut;”Lake Lika”=mengangkat tungku.”Rapa Pi’a”=
Berkelahi dan “Lai Tangi”= menggeser /mengambil tangga. “Rapa
Sai”,=bersentuhan badan (berkelahi). Yang menarik kata tungku dan tangga
disini sebenarnya berkaitan erat dengan pranata yang ada dalam rumah adat.
Sehingga kalimat ini akan bermakna bahwa sesungguhnya kita saling
menghormati satu sama lain(atau menyangkut batas-batas wilayah
kekuasaan)dan harus memahami historia sejarah yang sebenarnya. 6. “Hungu
Dubu, Lima Bita”. Secara harafia artinya;Hungu Dubu =kuku jari yang
tumpul.Lima Bita = tangan yang berlumpur. Jadi kedua kata ini digabung akan
berarti tangan kita dituntut harus giat dalam bekerja.7.”Tura Jaji”. Kalimat ini
berasal dari “Tebo Tura Lo Jaji”,yang arti secara harafianya ;”Tebo Tura”=
tubuh/badan yang termuat (terbebani). Sedangkan “Lo jaji” =pundak yang
memikul perjanjian. Jika digabungkan akan berarti; “setiap kita harus
menjunjung tinggi perjanjian. Perjanjian disini yang maksudnya perjanjian
yang telah dibuat dan disepakati oleh para leluhur. 8. “jawa Dupa Ria,Pare
Wole Bewa”. Artinya; penghasilan yang melimpah rua. 9. “Moke Gera Pibi,
Uma langi Duri”. Secara harafia kalimat ini menjelaskan; “Moke Gera
Pebi”=beberapa tiang dari bambu yang sengaja ditanam untuk menyadap Air
Nira.” Uma Langi Duri”.= kebun atau ladang yang berdampingan. Jadi kalimat
ini mengajak kita untuk hidup saling berdampingan, saling menyapa dan
tanpa ada rasa curiga antra satu dengan yang lain meskipun kita mempunyai
kebiasaan yang berbeda. 10. “To’o Lei Po’o Mbana Lei Mbeja, Buka Ngere ki
Bere Ngere Ae”. Artinya; semua didalam keluarga harus: beranjak, sejalan
seperti serumpun bambu, sependeritaan dan mengalir laksana Air.
Maksdunya: didalam keluarga harus dibinah kekompakan dan harus
meleburkan diri menjadi satu. Dari semua penjelasan tadi diatas, penulis
menyimpulkan bahwa Adat lio adalah sendi hidup,Nilai luhur adalah menjadi
penjaganya. Kalau tidak bersendi, runtuhlah hidup dan kalau tidak
berpenjaga ,binasalah hayat. Sebagai orang lio, kita akan merasa terhormat
karena “sendi hidup” melarang kita untuk berbuat jahat dan nilai luhur telah
menjadi penjaga kita . kata bijak dalam sara lio, “ Ma’e Sewo Bebo, Nitu
Ngadho No’o Babo Mamo Eo Teti Tei Ra Kita. Ebe Langga Do leka Fila Bewa,
Nuka Leka Keli Soke Ele Nesi Susa, Jaga Paga Do No’o Jala-Jala Medu Tei Nia
Ana Mamo Muri Bheri.(janganlah melupakan para leluhur yang sudah
meneteskan darah kepada kita. Mereka telah melapaui kelamnya jurang dan
tingginya gunung meskipun kesulitan menghadang, mereka telah melindungi
kita untuk dapat melihat para cucu, cicit, dan buyutnya hidup baik adanya).

2. Sistem Pengetahuan: Tentang Manusia


Sistem kepercayaan dari leluhur masyarakat lio mengenal kekuasaan tertinggi yang
menciptakan alam dan manusia, bernama Du’a Ngga’e. Du’a Ngga’e ini berarti “ yang paling tua
atau yang berumur, yang berbudi luhur dan murah hati”. Nama ini sebenarnya punya sebutan
yang panjang: Du’a Gheta Lulu Wula,Ngga’e Ghale Wena Tana, yang berarti : “yang tua, yang
tinggal jauh di atas, di balik bulan, berbudi luhur, yang tinggal jauh di bawah di dalam bumi”.
Kekuasaan tertinggi adalah sesuatu yang tidak kelihatan dan sukar dipahami, namun dapat
dialami dalam berbagai peristiwa, seperti kelahiran, kematian, panen yang melimpah, bencana
kelaparan, dll
Selain kekuasaan tertinggi tadi, mereka juga percaya kepada adanya roh-roh (Nitu). Roh itu ada
yang bersifat baik dan melindungi, misalnya Nitu Dai sebagai roh pelindung rumah; Nitu Nua
sebagai roh pelindung kampung ; Nitu Ae adalah roh pelindung air dan sungai;Nitu Ngebo
adalah roh pelindung hutan. Di samping itu ada roh yang jahat dan merusak, misalnya Nitu Re’e
roh yang berkeliaran di sekitar perkampungan yang merusak kebun; Nitu Longgo Mbenga roh
yang suka mencelakakan anak-anak ; ulu re;e adalah roh yang mengoda pria dan wanita agar
berbuat Zina. Berbagai sistem kempercayaan ini mereka melaksanakan berbagai upacara.
Sebelum melakukan upacra besar “ Gawi “ mereka malakukan beberapa kegiatan yaitu;
“Keti Uta” artinya: memanen sayur, “Rago Manu “ artinya: berburu ayam Rago Manu ini
dilakukan sampai tiga kali , yang pertama saat ‘ keti uta’ yang kedua’ keti pare’, keti uta artinya;
“ kema tei dhawe mbale peni gae wesi suwa wesa wela” yang artinya yang kita kerjakan dapat
hasil yang baik atau hasil bayak, yang di bilang “ wesa wela “ menabur benih dan hasilnya
melimpah. Hasil yang kita tabur akan di panen dan di nikmati bersama ini wajib dilakukan untuk
menujukan kepada para leluhur bahwa dengan doa mereka kita dapat menghasilakan hasil
yang melimpah, dan terakhir saat ‘Nggua’ (Gawi) atau upacara adat berburu dilakuakn di
sekitar perkampungan dan yang di buruh adalah seekor ayam jantan, “keti Pare” artinya:
memanen padi , dan “Nai Keu” artinya; memanjat Pinang atau memanen pinang hal ini di
percaya oleh masyarkat setmpat bawah ketika di berikan pinang yang akan di makan
dipercayakan akan mendapatkan rejeki dan hasil pinang yang di dapatkan akan di bagikan
untuk masyrakat setempat.
Hasil penen yang didapatkan akan dibawah ke “Sa’o Ria” atau rumah besar atau rumah utama
hasil yang di dapatkan di olah diberikan kepada para leluhur ini yang disebut “Pa’a Loka” atau
sesajian. Setelah selesai melakukan sesajian, semua orang berkumpul dan menyatap apa yang
di hasil kan oleh meraka.
3. Organisasi Sosial: asosiasi (senat kelompok, perkumpulan)
Dalam sebuah perkumpulan masyarakat wajib berpartisipasi dalam
beberapa perkumpulan misalnya: dalam acara “nai keu” atau memanjat pinang
atau memanen pinang. Biasanya acara nai keu dilakukan oleh para lelaki dan
wajib, karena yang bisa memanjat pinang hanya lah seorang lelaki setiap lelaki
yang mengikuti ini harus lah yang pandai memanjat karena nai keu tidak
dilakukan degan seenaknya saja, kenapa dipercayakan kepada lelaki karena di
saat memanjat yang di petik sesuai yang di minta dan ketika memetik tidak satu
pun yang terjatuh begitu juga saat menuruni pohon pinang tidak boleh ada yang
terjatuh karena dipercayakan bahwa melakukan kesalahan akan berakibat fatal
bagi kehidupan mereka, maka dari itu acara ini dilakukan secara hati-hati dan
penuh tanggung jawab. Setelah memanen pinang, hasilnya dibawah ke rumah
adat dan dibagikan kepada masyarakat setampat. Masyarakat percaya bawah
pinang yang diterima akan membawa rejeki.
Ada juga perkumpulan-perkumpulan lainnya seperti “ keti uta, keti pare,
rago manu, kema sa’o, sampai hari dimana melakukan acara gawi dan wanda
pa’u”. keti uta dan keti pare ini dilakukan secara bersama yang ikut acara ini
sering di ikuti oleh anak-anak dan para orang tua, mengikuti kepala suku
untuk mandapatkan “ are nggua “ adalah makanan yang di masak dari hasil
yang mereka dapat. Rago manu atau berburu ayam biasanya dipercayakan
kepada anak laki- laki atau para pemuda lelaki, yang diburu adalah seekor
ayam jantan. “ kema sa’o “ ini dilakukan disaat rumah yang ditempati di
sekitar “ tubuh kanga” jika ada kerusakan maka akan ada perbaikan hal ini
dilakukan dengan memberi sesajian kepada nenek moyang agar diberi izin
untuk memperbaiki rumah yang ditempati setiap masyarakat wajib ikut
berpartisipasi, para laki-laki ditugaskan untuk memperbaiki rumah sedangkan
para perempuan memasak, masyarakat selalu berkerja sama dengan baik
sampai pada waktu saat upacara adat dilaksanakan.

4. Teknologi : transportasi, produksi, hp


Dengan perkembangan jaman yang sekarang ini, tidak mempengaruhi
tradisi yang selalu ditekuni saat ini. Setiap upacara yang dilakukan masih
mengikuti cara para leluhur, misalnya saat: wangga kaju, nai keu, keti uta dan
keti pare, kegiatan ini dilakukan tampa mengunakan alat transportasi yang
saat ini yang lagi tren seperti : sepeda motor. Sejauh apapun jalan yang
ditempuh tidak boleh mengunakan kendaraan, sama seperti yang dilakukan
oleh para leluhur dulu. Oleh karena itu jika kita mengikuti apa yang menjadi
tradisi kita maka kita juga akan mengikuti cara-cara nya. Saat nai keu atau
panjat pinang harus bejalan kaki sejauh apapun itu ketika pulang juga harus
berjalan kaki dengan membawah pinang di pundak begitu juga alat untuk
mengambil pinang masing mengunakan parang . Begitu juga dengan “wangga
kaju” artinya memikul kayu untuk membuat rumah adat hal ini dilakukan
dengan berjalan kaki. Yang uniknya saat upacara “wangga Kaju” adalah disaat
memotong kayu yang akan dipotong disertakan dengan “oro” atau nyanyian,
“oro” atau nyanyian ini dilakukan untuk meminta izin pada penghuni pohon
tersebut atau yang bisa disebut dengan “Nitu” atau roh. Acra ini biasanya
diikuti oleh para lelaki dewasa dan perempuan anak-anak terutama anak
gadis tidak boleh melihat atau menyaksikan langsung upacara ini biasanya
para lelaki seblum melakukan acara ini mereka menyembunyikan istri dan
anak mereka dalam rumahnya masing-masing. Dipercayakan bawah ketika
upacara ini dilakukan dan di saat “oro” itu dinyanyikan maka semua Nitu atau
roh itu datang baik Nitu yang baik atau pun yang tidak baik, maka dari itu istri
anak disembunyikan tampa mengeluarkan suara agar disaat para Nitu itu
datang tidak menegur atau menyapa istri dan anak mereka atau orang lio
menyebutnya “Nitu Mega”karena ketika mereka menegur atau melihat kita
maka akan jatuh sakit bahkan akan membawa kita kedalam dunia lain atau
gaib hal ini dipercayakan oleh para leluhur sampai saat ini. Alat yang
digunakan untuk memotong kayu sekarang dengan berkembangnya zaman
sudang mengunakan alat pemotong kayu, para leluhur dulu masing
mengunakan parang atau perkakas sederhana lainnya.ketika pulang para
lelaki dewasa membawa kayu yang sudaah di potong dengan berjalan kaki
dengan melakukan “oro” atau nyanyian sampai pada tempat tujuannya
nyanyian ini untuk mengajak paraNitu atau roh itu mengikuti mereka karena
itulah para anak dan wanita dilarang untuk keluar rumah.

5. Sistem mata pencaharian /ekonomi: berburu, bercocotanam,perikanan,


peternakan.

Sebagian besar suku lio beridentitas sebagai seeorang petani,oleh karena


itu mata pencaharian mereka hanyalah bertani dengan menghasilkan
tanaman seperti: kopi,padi, sayur dan buah-buahan. Sebab itulah mereka
sangat berpegang teguh pada kebudayaan, karena mereka percaya bawah
degan menghormati para leluhur akan diberikan rejeki yang baik dan apa
yang dikerjakan dapat berhasil. Inilah mengapa budaya sangat penting bagi
suku lio.

6. Sistem Religi : Semua Hal Tentang Sistem Nilai ( pandangan hidup ),Misalnya
Sistem Kepercayaan (benda, binatang) upacara keagamaan, upacara adat.

Suku lio sangat berpegang teguh pada keyakinan dan kepercayaan


mereka terhadap wujud tertinggi yang disebut “Du’a Ngga’e”(Tuhan Allah)
dalam melaksanakan tradisi masyarakat percaya bawah tradisi yang
dilakukan di dampingi oleh Tuhan Allah itu sendiri dan apa yang dikerjakan
juga atas persetujuanNya mereka juga berangapan bawah Allah sendiri
adalah leluhur mereka, dan setiap tradisi yang dilakukan juga menjadi rasa
syukur atas apa yang diberikan. Selain itu mayarakat juga percaya akan
adanya Roh halus yang paling ditakuti dan dihormati Yang disebut sebagai
“Nitupa’i “,” Atamata atau “Babo Mamo/Nenek moyang/ para leluhur” yang
wajib dihormati karena degan adanya “Babo Mamo” kita bisa ada sampai
saat ini, karena mereka juga kita bisa mengenal Allah. Allah adalah leluhur
bagi mereka maka akan menjadi leluhur juga bagi kita, karena itulah tradisi
selalu di libatkan degan Agama kita ada karena Allah kita mengenal Allah dari
para Nenek Moyang kita.
Dalam konteks ini, Du’a Ngga’e ( Tuhan Allah) berada pada titik puncak yang
wajib disujud. Sementara Nitupa’I (Roh Halus) dan Atamata (leluhur) wajib
dihormati. Masyarakat suku lio percaya adanya kekuatan Adikodrati serta
percaya bahwa Roh-Roh para leluhur dan Roh-Roh alam sangat berpengaruh
dalam kehidupan mereka. Masyarakat lio juga percaya pada sebuah benda
berupa Batu. Batu yang dipercayakan untuk tempat hadirnya para leluhur
dan Nitupa’i dan sebagai tempat sesajian batu tersebut ditemukan oleh para
leluhur dan menjadi peningalan para luluhur, batu tersebut biasanya terletak
pada satu lingkaran yang di sebut “ Tubu Kangga” tubu kangga adalah tempat
dimana masyarakat melukan gawi yang berbentuk lingkaran dan ditengahnya
terdapat sebuah batu yang disusun atau yang berdiri dengan satu batu saja.
Batu itulah yang akan menjadi tempat kehadiran para leluhur dan Nitupa’i
ada juga batu yang diletakan dalam rumah adat dan setiap rumah ada batu
yang untuk dijadikan tempat sesajian.

7. Kesenian: Seni Patung, kesusatran


Kesenian yang terdapat suku lio adalah menari yang disebut dengan “Gawi
dan Wanda Pa’u “ gawi dilakuakn disaat acra adat begitu juga degan wanda
pa’u. tarian gawi,gerakan tarian ini dilakukan dengan saling berpegangan
tanga, gerakan lebih didominasi gerakan kaki maju, mundur, ke kiri dank e
kanan secara bersamaan. Sedangakan gerakan tangan hanya diayun-ayunkan
para penari membentuk formasi melingkar dengan menglilingi “Tubu
Kangga”. Dalam formasi tersebut para penari laki-laki berada didepan atau
bagian dalam, sedangkan perempuan dibelakang atau bagian luar. Dan dalam
tarian gawi juga diapit degan penari” wanda pa’u” namun dalam acara gawi
hanya beberapa orang saja yang menari wanda pa’u. Tari gawi biasanya tidak
mengunakan music pengiring, tetapi hanya diiringi oleh sayir yang dibawakan
oleh “Ata Sodha” (orang yang menyanyi).
Setelah satu hari acara gawi dilakukan keesokan harinya akan dilakukan
acra “wanda pa’u. Tarian wanda pa’u merupakan tarian massa yang
penampilanya secara perorangan atau individual dalam suatu acara, dimana
para penari menari dengan selendang dengan diiringi musik “Nggo lamba”
ataupun dengan music feko genda. Arti tarian wanda pa’u : sesuai nama dan
asal bahasanya tarian wanda pa’u dapat diartikan sebagai tarian mengover
selendang. Wanda dalam ungkapan masyarakat ende lio dapat diartikan
dengan tarian, sedangkan Pa’u dapat diartikan: dengan over, tukar, ataupun
buang. Namun dalam konteks seni tarian ini dapat diartikan sebagai tarian
mengover kain selendang. Tarian ini biasanya dilakukan bila seorang penari
wanita atau pria selesai menari, si penari tersebut akan memberikan
selendang kepada wanita atau pria lainnya untuk manari. Kemudian hal
tersebuta akan terus berulang atau di over pada setiap wanita atau pria yang
menjadi sasaran yang akan di over atau diberikan selendang tersebut.

C. KESIMPULAN
Kebudayaan sangatlah penting bagi kehidupan manusia dan sangat berpengaruh dalam
kehidupan sehari-hari. Dari kebudayaan kita mengenal kebiasaan lama atau kegiatan-
kegiatan yang di lakukan oleh para leluhur, untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Kita patut bersyukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena segala kebaikannya kita masih
ada sampai saat ini, kita juga harus menghormati para leluhur karena adanya mereka kita
juga bisa ada saat ini dari mereka juga kita mengenal Allah secara baik dan selalu bersyukur
atas apa yang diberikan-Nya. Maka dari itu begitu penting kebudayaan bagi kita, dari
kebudayaan kita bisa mengetahui kehidupan yang baik dan benar. Kebudayan merupakan
seni hidup yang luar biasa selain tradisi-tradisi yang di terapkan, ada juga berbagai seni salah
satunya acara Gawi dipandang dari seni berbusana dan tarian yang dibawakan bahkan
nyanyian (oro) yang dinyanyikan dengan syair yang di pandang dalam kehidupan mereka
sehari-hari.

D. SARAN
Kita sebagai generasi mudah harus mencintai budaya kita karena dari kebudayaan kita,
kita bisa mengetahui asal usul kita. Kebudayaan sangat bermanfaat bagi kita generasi muda
seharusnya dengan kebudayaan kita, kita beranga karena Indonesia sendiri terkenal akan
kebudayaannya bahkan kita juga patutnya mengikutsertakan diri untuk mengebangkan
kebudayaan kita, selain bermanfaat bagi kehidupan kita kebudyaan juga dapat
mempengaruhi Negara lain untuk cara hidup sesuai kebudayaan kita. Maka dari itu
seharusnya kita bangga dengan kebudayaan yang kita miliki.
UJIAN ILMU BUDAYA DASAR

Anda mungkin juga menyukai