Guideline Pneumonia 2014
Guideline Pneumonia 2014
I(ONfUNITAS
PEDOMAN DIAGNOSIS
&
PENATALAKSANAAN
DI INDONESIA
TIM PENYUSUN
KONTRIBUTOR:
Edisi 2,2014
rsBN 978-602-97308-3-8
Pemberian antibiotik yang tidak rasional pada penyakit infeksi paru menyebabkan
kuman resisten sehingga dibutuhkan antibiotik baru yang berspektrum luas.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
Kami berharap buku pedoman ini dapat dijadikan pegangan bagi Sejawat untuk
memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien pneumoni komunitas di Indoensia.
Pedoman ini juga dapat digunakan oleh institusi kesehatan khususnya rumah sakit
untuk meny:usun Clinical Pathway, Standar Pelayanan Operasional (SPO) untuk
terwuj udnya ke s elam atan p asien (patient s afety).
Kami menyadari bahwa buku ini belum sempuma, oleh karena itu kami mohon
masukan dan saran dari teman sejawat untuk penyempumaan buku pedoman ini
pada masa mendatang.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berparlisipasi
pada penyusunan Pedoman Diagnosis dan Pendtalaksanaan Pneumonia Komunitas
Edisi ll Tahun 2014 ini.
Terima kasih.
ETIOLOG1................. s
DIAGNOSIS............... 8
PENATALAKSANAAN................ 22
PENATALAKSANAAN LAINNYA YANG PERLU
DIPERTIMBANGKAN 29
EVALUASI PASIEN PNEUMONIA YANG TIDAK
RESPONS 30
PROGNOSrS............... 35
PENCEGAHAN......... 37
DAFTAR PUSTAKA ..........39-41
LAMPIRAN-LAMPIRAN 42-51
Pedoman ini merupakan revisi dari pedoman sebelumtya yang diterbitkan tahun
2003, dengan beberapa penambahan atau perubahan sesuai dengan perkembangan
yang terjadi selama kurun wakfu tersebut. Perubahan dalam pola kuman perlu
disesuaikan dengan data terakhir dari beberapa pusat pelayanan di dalam negeri.
Beberapa hasil penelitian maupun sureilens tentang infeksi paru ditambahkan
dalam edisi ini.
Pneumonia komunitas adalah peradangan akut pada parenkim paru yang didapat di
masyarakat. Pneumonia komunitas merupakan penyakit yang sering terjadi dan
bersifat serius, berhubungan dengan angka kesakitan dan angka kematian, khususnya
umur lanjut dan pasien dengan komorbid.' Pneumonia komunitas merupakan salah
satu penyakit infeksi yang banyak terjadi dan juga penyebab kematian dan kesakitan
terbanyak di dunia. Infeksi saluran napas bawah termasuk pneumonia komunitas
menduduki urutan ke-3 dari 30 penyebab kematian di dunia. Angka kematian
pneumonia komunitas pada rawat jalan2o/o, rawat inap 5-20oh,lebih meningkat pada
pasien di ruang intensif yaitu lebih dari 50%. Risiko kematian lebih meningkat pada
6'7
pasien umur > 65 tahun, laki-laki dan ada komorbid
Di Amerika, rerata insidens tahunan 6/1000 pada kelompok umur 18-39 tahun dan
meningkat menjadi 3411000 pada kelornpok umur diatas 75 tahun. Sekitar 20-40%
pasien pneumonia komunitas memerlukan perawatan rumah sakit dan sekitar 5-
oh
107o memerlukan perawatan intensif. Angka kematian pada pasien rawat jalan 1
dan pada pasien rawat inap meningkat menjadi sekitar 25o/o sehingga diperlukan
8
tatalaksana adekuat dan optimal untuk mencegah peningkatan angka kematian Di
Jepang pneumonia komunitas merupakan penyqbab kematian urutan ke- 4.e
Rawat inap
Nama rumah sakit Jumlah pasien
Jumlah total o/
pneumonla /o
paslen paru
komunitas
RS Adam Malik 355 1 256 1)
RS DR M Jamil 565 94 16,6
RSUP Persahabatan 25 10 ttl 4,J
RSUD Moewardi t9t] 225 I1,1
RSUD Saiful Anwar 2119 514 4,t
RSUD Dr Soetomo r 870 4'7'7 ?5 s
Sumber data (1 I )
Data dari beberapa rumah sakit di Indonesia tahm 2012 menunjukkan bahwa
penyebab terbanyak pneumonia komunitas di ruang rau,at inap dari bahan sputum
adalah kuman gram negatif seperli Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter
baumqnii, Pseudomortas aeruginosa sedangkan gram positif seperli Streptococcus
pneumoniae, Streptococcus viridnns, Staphylococcu,s aureus diternukan dalam
jumlah sedikit (lihat lampiran 3).I2 Hal ini menunjukkan bahwa dalam 10 tahun
terakhir terjadi perubahan pola kuman pada pneumonia komunitas di Indonesia
sehingga perlu penelitian lebih lanjut.
DIAGNOSIS
Diagnosis pneumonia didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisis, foto toraks dan
laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto
toraks terd.ap-at infiltrat I air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di
bawah'ni'4'ls'16'17
o Batuk
o Perubahan karakteristik sputum/purulen
. Suhu tubuh > 3B0C (aksila)l riwayatdemam
. Nyeri dada
. Sesak
o Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkial dan ronki
o Leukosit > 10.000 atau < 4500
Pemeriksaan biakan diperlukan untuk menentukan kuman penyebab menggunakan
bahan sputum, darah, atau aspirat endotrakeal, aspirat jaringan paru dan bilasan
bronkus. Pemeriksaan invasif hanya dilakukan pada pneumonia berat dan
pneumonia yang tidak respons dengan pemberian antibiotik. Penyebab pneumonia
sulit ditemukan dan rnemerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya
sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati,
maka pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotik secara empiris. Di Amerika
dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50oh.t8
Kelemahan utama dari pemeriksan uji diagnostik lebih lanjut pada pasien
pneumonia komunitas adalah biaya, rendahnya kualitas sebagian besar sampel
mikrobiologi sputum dan hasil kepositifan biakan yang rendah. Indikasi klinis
untuk pemeriksaan diagnostik lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 4.
Pemeriksaan apusan sputum Gram, biakan darah dan sputum dapat dilakukan
sesuai indikasi yang dapat dilihat pada tabel 4 di atas. Pemeriksaan apusan Gram
dan biakan sputum hanya dapat. dilakukan jika hasil sputum yang dikeluarkan
kualitasnya baik termasuk cara pengumpulan, transporlasi dan proses pemeriksaan
di laboratorium. Pasien dengan pneumonia berat harus diperiksa minimal biakan
darah dan pemeriksaaan uji antigen urin tntuk Legionella pneumophilla dan S.
pneumoniae. Hasil kultur darah positif pada pneumonia yang dirawathanya 5-14%
sehingga pemeriksaan kultur darah harus dilakukan secara selektif sesuai dengan
tabel 4
Pneumonia atipik
Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula
dijumpai bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah Mycoplasma
pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp. Penyebab lain Chlamydia
psittasi, Coxiella burnetti, virus Influenzatipe A & B, Adenovirus dan Respiratory
svnctfial ytru,s. 15.16.21
u. C"iulunya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu demam, batuk nonproduktif
dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia. Gejala klinis pada tabel 5
di bawah ini dapat membantu menegakkan diagnosis pneumonia atipik
b. Pada pemeriksaan hsis terdapat ronki basah tersebar
c. Gambaran radiologis berupa infiltrat interstitial, jarang terjadi konsolidasi
d. Laboratorium menunjukkan leukositosis ringan, sedian apusan Gram, biakan
sputum atau darah tidak ditemukan bakteri.
Kuman atipik yang sering menjadi penyebab cAP adalah Mycoplasma pneumoniae,
chlamidya pneumoniae dan Legionella pneumophilla. Mycoplasmq pneumoniae
sering bersamaan dengan infeksi streptococcus piogenes dan Neisseria
Pneumonia virus
Virus yang sering menyebabkan pneumonia adalah:
. Virus Influcnza (H5Nl, HlNl, H7N9, H3N2 dan lain lain)
o Virus Para Influenza
c Respiratory Synctitial Viru,s (RSV)
o Virus corona:
Middle Ea,st Respit ctton Syndrome Corona Virus (MEP.S CoV), Severe Acute
Resp iratory Sy ndrome (SARS)
Pasien dengan gejala Influenza Like lllness (lLI) yang terpajan dengan
daerah petemakan unggas yang terinfeksi H5Nl harus di uji untuk infeksi
H5N1 -+ Level II
Virus yang jarang ditemukan pada manusia tetapi dapat menyebabkan pneumonia
berat yaitu virus corona (SARS, MERS CoV). Virus c:orona diketahui dapat
menimbulkan kesakitan pada manusia mulai dari yang ringan sampai berat untuk
itu kenali manifestasi Severe Acute Respiratory Infection (SARD. Salah satu strain
ter-bam dari virus corona adalah MERS CoV yang banyak ditemukan pada orang
yang tinggal atau berkunjung ke daerah Timur Tengah.23
Skor CURB-65 adalah penilaian terhadap setiap faktor risiko yang diukur. Sistem
skor pada CURB-65 lebih ideal digunakan untuk mengidentifikasikan pasien
dengan tingkat angka kematian tinggi. Setiap nilai faktor risiko dinilai satu. Faktor-
faktor risiko tersebut adalah:25
. c: Coryfusion yaitu tingkat kesadaran ditentukan berdasarkan uji mental
o U: Urea
o R: Respiratory rate atau frekuensi napas
o B: Blood pressure atau tekanan darah
o 65: Umur > 65 tahun
Setelah didapatkan skor untuk confusion maka'kemudian dinilai skor lainnya yaitu
urea, frekuensi napas, tekanan darah dan umur. Mengingat keterbatasan
pemeriksaan BLN (B/ood Urea Nitrogen) maka digunakan pemeriksaan ureum
tetapi dengan mengkonversikan nilai ureum dengan membagi 2,14. Blla nilai urea
yang dihitung> lg.mgldL maka diberi skor I dan nilai urea < 19 mg/dl diberi
Dikutip dari ('u)
skor 0. Total skor yang didapat digunakan untuk menentukan apakah
pasien dapat berob at jalan ata:u rawat inap, dirawat di ruangan biasa atau ruangan
perawatan intensif.
Confusion
. Uji mental < nilai 8 -+ skor I
. Uji mental > nilai 8 -+ skor 0
Urea
. Urea > 19 mgldl skor 1
Rawat inap
Menurut IDSA/ATS 2001 kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu
atau lebih' kriteria di bawah ini.
Kriteria minor:u
o b-
Frekuensi napas" ? 30 kali/menit
o PaOzlFiOr'.250 mmHg
o Foto toraks menunjukkan infiltrat multilobus
. Kesadaran menurun/disorientasi
. Uremia @LfN > 20 mgldl)
o Leukopenia" (leukosit < 4000 se1/mm3)
o Trombositopenia (trombosit < 100.000 sel/mm3)
o Hipotermia (suhu < 36oC)
o Hipotensi yang memerlukan resusitasi cairan agresif
Kriteria mayor adalah sebagai berikut:
o Membutuhkan ventilasi mekanis
. Syok septik yang membutuhkan vasopresor
Catatart
u Kriteria lain untuk dipertimbangkan adalah hipoglikemia (pada pasien bukan diabetes)
alkoholisme akut atau gejala putus alkohol, hiponatremia, asidosis metabolik dengan
penyebab tidakjelas atau peningkatan kadar laktat, sirosis dan pengangkatan limpa.
b Membutuhkan Noninvasive Ventilalion (NIV) dapat digantikan untuk pasien dengan RR
> 30x /menit atau PaO2/FiO 2 < 250
" Sebagai hasil dari infeksi saja
Pada gambar 2 dapat dilihat alur diagnosis dan tatalaksana pasien pneumonia
komunitas.
Rawat jalan
Terapi empiris
Pemeriksaan
mikrobiologi
Terapi empiris
Tabel 10. Petunjuk terapi empiris untuk pneumonia komunitas menurut pDpI
r Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat pemakaian antibiotik 3
bulat sebelumnya
-Golongan B laktam atau p laktarn ditambah anti B laktarnase
ATAU
- Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
. Pasicn dengan konolbid atar.l mempunyai riwayat pen-rakaian antibitotik 3
br-Llan sebelumnya.
- Fluorokuinolon rcspirasi (lcvofloksasin 7-50 mg, moksifloksasin)
ATAU
- Golongan p lal<tam ditambah anti B laktamasc
ATAI]
- laktam ditambah makrolid
B
Rawat Fluorokuinolon respirasi levofloksasin 750 nrg, moksifl oksasin)
ICU ATAU
o 0 laktarr ditambah makrolid
Ruang rawat Tta;k l'aktor risiko inlcksi p.rcrrtlurrrtrnas:
Intensil' r 'lcla
p laktam (sefotaksinr, seftriakson atau ampisilin sulbaktam) ditambah
makrolid baru atau fluorokuinolon respilasi intravena (lV
Pertimbangan Bila ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
kh usus . Antipncumokokal, antipseudomonas p laktam (piperacilin-tazobal<tam,
sefepime, imipenem atau mcropenem) ditambah levofloksasin 750 mg
ATAU
p laktam seperti tersebut diatas clitambah aminoglikosida dan azitromisin
ATAU
o p laktam scpcrli tersebr,rt diatas ditar-nbah anrinoglikosida dan
antipncumokokal fluorokuinolon (untuk pasien yang alergi penisilin, [-]
laktam diganti dengan aztreonam)
Bila curiga discltai infcksi MRSA
o Tambahkan vankomisin atau linezolid
Catatan:
o Pola kuman setempat menjadi dasar pemilihan antibiotik
o Bila dengan pengobatan secara ernpilis tidak ada perbaikan/memburuk maka pcngobatan
disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji scnsitivitas
r Bila pengobatan secara empiris mcmberikan respons yang baik walaupun hasil uji sensIIr!lLrs
tidak sesui . mal<a terapi antibiotik ditanjutkan dengan evaluasi klinis
Fluorokuinolon
Siprofloksasin Siprofloksasin 70-80 Fluorokuinolon G2 >88
Levofloksasin Levofloksasin 99 Fluorokuinolon G3 >88
Sefiksim 40 60
Seftriakson Sefuroksim 31 -52 Sefodoksim 50
Sefotaksim Seftibutin t0 90
Makrolid
Eritromisin Eritromisin variabel Klaritromisin -50
Azitromisin Azitromisin -31 Fluorokuinolon G3 >88
Doksisiklin 60-90
Tetrasiklin
Doksisiklin Doksisiklin 60 90 Makrolid Variabel
Fluorokuinolon G3 >88
Linkomisin
Klindamisin Klindamisin 90 Metronidazol + pJaktam Variabel
Pluorokuinolon G4 >88
Sulfonamid
TMP/SMZ TMP/SMZ 70 100 p-laktam Variabel
fluorokuinolon G2 >88
Dikutip dari (30)
Lama pemberian antibiotik (ivloral) minimal 5 hari dan tidak demam 48-72 jam.
Sebelum terapi dihentikan pasien dalam keadaan sebagai berikut:s
o Tidak memerlukan suplemen oksigen (kecuali untuk penyakit dasarnya)
o Tidak lebih dari satu tanda-tanda ketidakstabilan klinis seperti:
o Frekuensi nadi > 100 x/menit
o Frekuensi napas > 24 xlmenit
o Tekanan darah sistolik: 90 mmHg
Lama pengobatan pada umumnya 7-10 hari pada pasien yang menunjukkan
respons dalam 72 jam perlama. Lama pemberian antibiotik dapat diperpanjang
bila:s
. Terapi awal tidak efektif tgrhadap kuman penyebab
o Terdapat infeksi ekstraparu (meningitis atau endokarditis)
o Kuman penyebab adalah P. aeruginosa, .s. aureus, Legioneila spp atau
disebabkan kuman yang tidak umum seperti Burkholderia pseudomallei, jamtr
o Necrotizing pneumonia, empiema atau abses
Pasien yang tidak respons dengan pengobatan empiris yang telah diberikan
Gagal jantung
Emboli
Keganasan
Sarkoidosis
Faktor pasien Faktor patogen
Reaksi obat
Perdarahan
Kelainan lokal Salah memilih Kuman-resisten
(sumbatan oleh obat terhadap obat
benda asing) Salah dosis/ Bakteri patogen
Respons cara pemberian yang lain
paslenyang obat Mikobakteria
tidak adekuat a Komplikasi atau nokardia
Komplikasi o Reaksi obat Nonbakterial
-super infeksi fiamur atau
paru virus)
-emprema
1. Salah diagnosis (bukan infeksi atau tidak ada komponen infeksi pada penyakit
dasarnya) misalnya gagal jantung, emboli, keganasan, sarkoidosis, pneumonitis
radiasi reaksi obat pada paru, vaskulitis, ARDS , perdarahan pulmonal, penyakit
paru inflamasi
2. Diagnosis sudah benar, tetapi pasien tidak respons pada pengobatan, hal ini
dapat disebabkan:
. Faktor pasien
Lesi lokal misal obstruksi lokal akibat benda asing atau keganasan. Empiema
jarang terjadi tetapi sangat penting sebagai penyebab tidak responsnya
pengobatan. Penyebab lainnya yaitu pemberian cairan yang berlebihan,
superinfeksi pulmonal atau sepsis akibat pemakaian alat-alat intravena atau
komplikasi medis pasien akibat perawatan.
. Faktor obat
Jika penyebab yang tepat sudah ditemukan tetapi pasien tidak respons
terhadap pengobatan, maka klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan
kesalahan pada faktor obat; ketidaktepatan regimen, dosis, malabsorbsi,
interaksi obat yang akan menurunkan level antibiotik atau faktor-faktor yang
memungkinkan perubahan transpor antibiotik ke tempat infeksi. Demam
akibat obat atau efek samping lain yang mungkin akan mengaburkan
respons kesuksesan terapi.
o Faktor patogen
Kuman penyebab mungkin dapat diidentifikasi dengan tepat tetapi terdapat
kemungkinan resisten terhadap antibiotika yang diberikan. Contohnya
pneumokokus resisten penisilin, MRSA, Gram negatif multiresisten. Banyaknya
variasi dari kuman patogen (M. Tb, jamur, virus dan lain-lain) mungkin tidak
dapat diidentifikasi dan tidak memberikan respons terhadap penggunaan
paduan antibiotik empirik yang direkomendasikan. Pada beberapa kasus
patogen ini atau kuman lain mungkin merupakan patogen penyerla.
Beberapa hal yang harus dilakukan pada pasien yang tidak respons:o
o Pindahkan pasien ke pelayanan rujukan yang lebih tinggi
o Lakukan pemeriksaan ulang untuk diagnosis, bila perlu dilakukan prosedur
invasif
o Berikan eskalasi antibiotik
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor pasien, bakteri
penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik
dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada pasien yang dirawat.
Angka kematian pasien pneumonia komunitas kurang dari 5o/o pada pasien rawat
jalan dan 20o/o pada pasien rawat inap. Penentuan progonosis menurut IDSA dan
British Thoracic Society (BTS) dapat dilihat pada tabel 14.25
CURB - 65 PSI
RS DR M Jamil 94 6 6,2
RAWAT.IALAN
NON ICU
ICU
Pola kuman dari dahak pasien pneumonia komunitas yang dirawat di beberapa
rumah sakit di Indonesia
CCT>30:3X1.5-3gr
26, Amplsilin sulbaktam 1;.5 gr, 3 gr
CCT 15-29: 2X1,5-3 sr
::lllll:1..'..:.,...........C T::.,5 :l:4: rlr,l'r1;5,i3..,
fl uorokuinolon respirasiu
Pneumoniae
Legionella species Fluorokuinolon, azitrorrisin Doksisiklin
C hlctmydop hi lo ps ittac i Tetrasilin Makrolid