6132-Article Text-17641-1-10-20130112
6132-Article Text-17641-1-10-20130112
Tin Herawati1*, Basita Ginting S2, Pang S. Asngari2, Djoko Susanto2, dan Herien Puspitawati1
1
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor
16680
2
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
* Alamat korespondensi : Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor, Bogor 16680. Email: gmsk_29@yahoo.com
ABSTRACT
The research objectives were to analyzed the family food security and its factors of
the participants in the community empowerment program at rural area. The research design
was crossectional study and the data collection technique used a survey method toward 300
families, and their specification were 140 families from the National Program of Community
Empowerment (PNPM), 107 families from The Keluarga Harapan Program (PKH), 31 families
from the Raksa Desa Program and 22 families from The Business Development Program of
Rural Agribusiness (PUAP). The highest percentage (52.0%) of the family categorized into food
vulnerable and as many as 37.3 percent was insecure category. It was found 10.7 percent
families categorized into secure category. Base on the program, more than a half families of
PKH group (50.5%) and PUAP (63.6%) are insecure category. Food vulnerable category is in
PNPM group (60.0%) and Raksa Desa group (61.3%). The highest percentage (15.0%) thar
categorized into secure category is in PNPM group. The factors which influence significantly
toward the family food security are the income per capita, the family size and the asset.
Key words: food security, community empowerment program, rural area
208
Journal of Nutrition and Food, 2011, 6(3): 208-216 Jurnal Gizi dan Pangan, 2011, 6(3): 208-216
gizi yang baik sangat ditentukan oleh jumlah selama delapan bulan, terhitung mulai bulan
asupan pangan yang bermutu. Rendahnya pen- Februari-Oktober 2010.
dapatan menyebabkan rendahnya daya beli
keluarga terhadap kebutuhan pangan sehari- Cara Pemilihan Sampel
hari, sehingga terbatasnya kualitas dan kuan-
Populasi penelitian adalah seluruh kelu-
titas pangan yang dikonsumsi (Cahyadi 2009).
arga peserta pemberdayaan masyarakat di tiga
Adanya keterkaitan yang erat antara status gizi
kecamatan. Sampel penelitian adalah keluarga
dan situasi pangan, maka memunculkan suatu
peserta program pemberdayaan masyarakat
pertanyaan bagaimana kondisi ketahanan pa-
dan telah menjadi peserta program minimal
ngan keluarga, terutama keluarga di pedesaan
satu tahun. Teknik pengambilan sampel adalah
yang menjadi potret kemiskinan.
stratified propotional random sampling. Jum-
Pemberdayaan masyarakat merupakan lah sampel yang diambil yaitu 300 keluarga,
program penanggulangan masalah kemiskinan dengan rincian 140 keluarga dari program
dan menjadi salah satu program prioritas Program Nasional Pembedayaan Masyarakat
pembangunan. Program pemberdayaan masya- (PNPM), 107 ke-luarga dari Program Keluarga
rakat banyak dibentuk sebagai upaya peme- Harapan (PKH), 31 keluarga dari Program
rintah mengatasi masalah krisis ekonomi yang Raksa Desa dan 22 dari program Pengembang-
dimulai tahun 1997. Adanya pemberdayaan an Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).
masyarakat miskin di perdesaan, diharapkan
dapat memenuhi kesejahteraan hidup keluar- Jenis dan Cara Pengumpulan Data
ga, khususnya balita, baik itu berupa pangan,
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari
kesehatan, dan pendidikan. Dengan terpe-
data primer dan sekunder. Data primer dikum-
nuhinya kesejahteraan hidup, maka kehilangan
pulkan melalui wawancara menggunakan kue-
generasi penerus bangsa (loss generation)
sioner, terdiri dari (1) karakteristik keluarga;
dapat dihindari.
dan (2) ketahanan pangan keluarga. Indikator
Tujuan umum penelitian adalah meng- dan skala data dari masing-masing peubah
analisis ketahanan pangan keluarga peserta dapat dilihat pada Tabel 1. Data sekunder
program pemberdayaan masyarakat di perde- diperoleh dari kantor kelurahan setempat,
saan. Tujuan khusus (1) mengetahui karakter- Badan Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan
istik keluarga; (2) menganalisis ketahanan pa- (BPMD) Kabupaten Bogor dan sekretariat prog-
ngan keluarga; (3) menganalisis faktor-faktor ram pemberdayaan di masing-masing kecamat-
yang mempengaruhi ketahanan pangan an. Data sekunder yang diambil dalam pene-
keluarga. litian tingkat kemiskinan dan jumlah penerima
manfaat program pemberdayaan.
Pengukuran ketahanan pangan keluarga
METODE
pada penelitian ini mengacu FAO (1996) dan
Purwantini et al. (2001). Indikator ketahanan
Desain dan Lokasi
pangan yang digunakan adalah ketersediaan
Desain penelitian adalah crossectional pangan pokok, stabilitas ketersediaan pangan,
study dan teknik pengumpulan data dilakukan kualitas pangan dan tingkat konsumsi energi
dengan metode survei. Lokasi penelitian di keluarga.
Kecamatan Dramaga, Leuwisadeng, dan Pami-
jahan, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dila- Ketersediaan Pangan Pokok
kukan secara purposive, dengan pertimbangan
Menurut Pusat Penelitian Kependudukan
(1) Kabupaten Bogor masih menempati jumlah
(PPK) LIPI (2004) ketersediaan pangan di ru-
penduduk miskin tertinggi di Jawa Barat sela-
mah tangga mengacu pada pangan yang cukup
ma priode 2006-2009; (2) Tingkat kemiskinan
dan tersedia dalam jumlah yang dapat me-
di Kabupaten Bogor yang terus meningkat sela-
menuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga.
ma periode 2007-2009; dan (3) Kabupaten
Hasil penelitian Varendra (2007) menunjukkan
Bogor terdapat beberapa program pemberda-
bahwa pembelian pangan pokok bersifat harian
yaan yang dilaksanakan oleh berbagai pihak
sangat rentan dengan perubahan harga. Meng-
yaitu pemerintah, swasta dan perguruan ting-
acu pada pendapatan tersebut maka pem-
gi. Pemilihan kecamatan dilakukan secara pur-
belian pangan pokok bersifat harian tidak
posif dengan kriteria tingkat kemiskinan yang
menjamin ketersediaannya, terutama pada
cukup tinggi (lebih dari 40 persen) dan terda-
keluarga miskin, dibandingkan mingguan dan
pat lebih dari satu program kegiatan pem-
bulanan. Oleh karena itu pengukuran keter-
berdayaan. Waktu penelitian dilaksanakan
209
Jurnal Gizi dan Pangan, 2011, 6(3): 208-216 Journal of Nutrition and Food, 2011, 6(3): 208-216
sediaan pangan pokok keluarga didekati de- Tingkat Konsumsi Gizi Keluarga
ngan kebiasaan membeli pangan pokok (hari- Pada penelitian ini indikator yang digu-
an, mingguan atau bulanan). nakan untuk mengukur tingkat konsumsi gizi
keluarga dihitung berdasarkan asupan energi
Tabel 1. Peubah, Indikator dan Skala Data perkapita dibandingkan dengan angka kecu-
yang Digunakan dalam Penelitian kupan energi (AKE). Selanjutnya tingkat kon-
Peubah Indikator Skala Data sumsi energi dikategorikan menjadi tiga ke-
Karakteristik Pendidikan suami dan Rasio lompok yaitu baik/cukup ≥( 100% AKE), kurang
Keluarga istri (thn) (70-99% AKE), dan sangat kurang (<70% AKE).
Pekerjaan suami dan Nominal
istri
Umur suami (thn) Rasio
Pengolahan dan Analisis Data
Jumlah Anggota Rasio
Data penelitian diolah secara statistik
keluarga (orang)
Pendapatan (Rp) Rasio deskriptif dan statistik inferensia. Data diana-
lisis secara deskriptif untuk menggambarkan
Ketahanan Ketersediaan Ordinal karakteristik keluarga, dan ketahanan pangan
Pangan kecukupan pangan
keluarga. Analisis regresi linier berganda di-
Stabilitas ketersediaan Ordinal
pangan gunakan untuk melihat faktor-faktor yang
Kualitas pangan Ordinal berpengaruh terhadap ketahanan pangan
Tingkat konsumsi energi Rasio keluarga.
keluarga
210
Journal of Nutrition and Food, 2011, 6(3): 208-216 Jurnal Gizi dan Pangan, 2011, 6(3): 208-216
211
Jurnal Gizi dan Pangan, 2011, 6(3): 208-216 Journal of Nutrition and Food, 2011, 6(3): 208-216
Walaupun demikian ditemukan juga yang kan pada kelompok PKH dan PUAP, masing-
membeli pangan pokok secara mingguan dan masing sebanyak 63.6 persen. Sedangkan kebi-
paling banyak ditemukan pada kelompok PNPM asaan makan tiga kali per hari lebih banyak
(37.1%), sedangkan secara bulanan paling ditemukan pada kelompok PNPM (46.4%) dan
banyak ditemukan di kelompok Raksa Desa Raksa Desa (41.9%). Kondisi tersebut menun-
(25.8%). jukkan bahwa ketersediaan pangan yang ku-
rang stabil lebih banyak ditemukan pada ke-
Stabilitas Ketersediaan Pangan lompok PKH dan Raksa Desa, sedangkan ke-
Frekuensi makan sebenarnya dapat tersediaan yang stabil lebih banyak ditemukan
menggambarkan keberlanjutan ketersediaan di kelompok PNPM dan Raksa Desa. Hal ini di-
pangan dalam rumah tangga. Dalam satu sebabkan karena secara ekonomi kelompok
rumah tangga, salah satu cara untuk memper- PNPM dan Raksa Desa lebih tinggi dibandingkan
tahankan ketersediaan pangan dalam jangka dengan PKH dan PUAP. Menurut Tabor et al.
waktu tertentu adalah dengan mengurangi fre- (2000) determinan dari ketahanan pangan ru-
kuensi makan. Penelitian yang dilakukan LIPI mah tangga adalah daya beli atau pendapatan
di beberapa daerah di Jawa Barat juga me- untuk memenuhi biaya hidup. Semakin tinggi
nemukan bahwa mengurangi frekuensi makan daya beli atau pendapatan suatu rumah tangga
merupakan salah satu strategi rumah tangga maka ketahanan pangannya semakin baik.
untuk memperpanjang ketahanan pangan me-
reka. Penelitian tersebut juga menemukan Kualitas Pangan
bahwa rumah tangga yang memiliki persediaan Persentase tertinggi (48.6%) keluarga
makanan pokok pada umumnya makan seba- mengonsumsi kualitas pangan yang baik (Tabel
nyak 3 kali per hari. Jika mayoritas rumah 5). Hal ini berarti keragaman dan jenis pangan
tangga di satu desa, misalnya, hanya makan yang dikonsumsi oleh keluarga relatif baik.
dua kali per hari, kondisi ini semata-mata Walaupun demikian masih ditemukan keluarga
merupakan suatu strategi rumah tangga agar yang mengkonsumsi pangan yang kurang baik
persediaan makanan pokok mereka tidak se- (25.4%) dan tidak baik (26.0%) yang menyebar
gera habis, karena dengan frekuensi makan di seluruh kelompok pemberdayaan.
tiga kali sehari, kebanyakan rumah tangga ti-
Jika dilihat berdasarkan kelompok pem-
dak bisa bertahan untuk tetap memiliki per-
berdayaan maka kelompok PNPM dan Raksa
sediaan makanan pokok hingga panen beri-
Desa memiliki kualitas pangan yang dikonsumsi
kutnya (PPK-LIPI 2004).
lebih baik dibandingkan PKH dan PUAP. Kuali-
Mengacu pada penelitian tersebut maka tas konsumsi pangan keluarga yang tidak baik
stabilitas ketersediaan pangan pada penelitian lebih banyak ditemukan pada kelompok PKH
ini diukur berdasarkan frekuensi makan keluar- (33.6%) dan PUAP (31.8%). Menurut Ariani dan
ga per hari. Secara keseluruhan persentase Purawantini (2005) walaupun secara kuantitas
tertinggi (58.0%) keluarga memiliki kebiasaan terpenuhi namun pangan yang dikonsumsi ku-
makan dalam keluarganya dua kali per hari rang beraneka ragam dapat berdampak negatif
(Tabel 4). Pola yang sama juga ditemukan di terhadap pertumbuhan fisik dan kecerdasan
semua kelompok pemberdayaan. Kebiasaan manusia. Hal yang sama juga disampaikan oleh
makan dua kali per hari lebih banyak ditemu- Soekirman (2000) bahwa kekurangan terhadap
214
212
Journal of Nutrition and Food, 2011, 6(3): 208-216 Jurnal Gizi dan Pangan, 2011, 6(3): 208-216
satu atau beberapa jenis pangan akan meng- ganya murah, seperti pangan sumber energi,
akibatkan kekurangan zat-zat gizi tertentu, kemudian dengan semakin meningkatnya pen-
sedangkan konsumsi pangan yang berimbang dapatan akan terjadi perubahan konsumsi ya-
akan menghindari kekurangan atau kelebihan itu dari pangan yang harga murah beralih ke
gizi serta penyakit yang menyertainya. harga pangan mahal, yaitu sumber protein.
Mengacu pada hasil penelitian Ariani dan
Tingkat Konsumsi Energi Keluarga Purawanti (2005) maka lebih banyaknya ting-
Menurut Dewan Ketahanan Pangan kat konsumsi energi yang cukup pada kelom-
(2006) jika rumah tangga mengkonsumsi ku- pok PKH disebabkan sebagian besar (83.2%)
rang dari 70 persen dari angka kecukupan keluarga kelompok PKH tergolong keluarga
energi dikategorikan sangat rawan pangan. miskin dan tentunya memprioritaskan pangan
Berdasarkan hal tersebut maka kategori ting- yang murah yaitu sumber energi seperti beras.
kat konsumsi energi dikategorikan menjadi Berdasarkan indikator ketahanan pangan
tiga kelompok yaitu baik/cukup≥100%
( dari secara keseluruhan maka persentase tertinggi
AKE), kurang (70-99% dari AKE) dan sangat (52.0%) ketahanan pangan keluarga termasuk
kurang (<70% dari AKE). kategori rentan dan ditemukan sebanyak 37.3
Persentase tertinggi (42.0%) keluarga persen kategori kurang pangan (Tabel 7). Ke-
memiliki tingkat konsumsi energi perkapita an- tahanan pangan keluarga dengan kategori ta-
tara 70-99 persen dari angka kecukupan energi han hanya dicapai oleh 10.7 persen keluarga.
yang dianjurkan, yang berarti tergolong ting- Berdasarkan kelompok pemberdayaan maka
kat konsumsi energi per kapita masih kurang lebih dari setengah keluarga pada kelompok
(Tabel 6). Selain itu juga masih ditemukan se- PKH (50.5%) dan PUAP (63.6%) memiliki keta-
banyak 28.7 persen yang termasuk sangat ku- hanan pangan keluarga kategori kurang pa-
rang dan 29.3 persen memiliki tingkat kon- ngan. Jumlah tersebut jauh lebih banyak di-
sumsi energi yang cukup (Tabel 6). bandingkan kelompok PNPM (25.0%) dan Raksa
Desa (29.0%). Rentan pangan lebih banyak di
Hampir di seluruh kelompok pemberda- temukan pada kelompok PNPM (60.0%) dan
yaan, tingkat konsumsi energi perkapitanya Raksa Desa (61.3%). Persentase tertinggi kelu-
termasuk kurang. Hal yang berbeda dengan arga yang memiliki kategori tahan pangan di-
kelompok Raksa Desa, persentase tertinggi temukan pada kelompok PNPM (15.0%).
keluarga memiliki tingkat konsumsi energi per
kapita yang sangat kurang. Tingkat konsumsi Hasil penelitian Purwantini et al. (2001)
energi perkapita yang termasuk kategori cukup yang termasuk kelompok rentan pangan adalah
paling banyak ditemukan pada kelompok PKH kelompok yang secara ekonomi kurang sejah-
yaitu 34.3 persen dan terendah di kelompok tera, namun dari sisi konsumsi energi meme-
PUAP (9.1%). Hasil penelitian Ariani dan nuhi kecukupan. Kelompok tersebut memiliki
Purawantini (2005) menunjukkan bahwa di pe- kebiasaan makan sumber karbohidrat yang
desaan dengan tingkat pendapatan lebih ren- relatif lebih tinggi dibandingkan kelompok
dah dibandingkan perkotaan memiliki tingkat lainnya. Sedangkan kelompok kurang pangan
konsumsi energi lebih tinggi dibandingkan per- adalah kelompok yang secara ekonomi mampu
kotaan. Fenomena ini menunjukkan bahwa mengkonsumsi pangan, tapi dari sisi konsumsi
pada pendapatan yang lebih rendah, keluarga energi kurang memenuhi kecukupan.
akan memprioritaskan pada pangan yang har-
39
213
Jurnal Gizi dan Pangan, 2011, 6(3): 208-216 Journal of Nutrition and Food, 2011, 6(3): 208-216
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahan- patan merupakan salah satu kunci utama bagi
an Pangan Keluarga rumah tangga untuk mengakses pangan.
Hasil analisis regresi berganda menun- Jumlah anggota keluarga berpengaruh
jukkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata negatif dan nyata terhadap ketahanan pangan
terhadap ketahanan pangan keluarga adalah keluarga (α<0.01). Setiap kenaikan satu poin
pendapatan perkapita, jumlah anggota kelu- jumlah anggota keluarga maka akan menu-
arga dan jumlah aset yang dimiliki (Tabel 8), runkan ketahanan keluarga sebanyak 0.120
dengan nilai adjusted R square 0.108. Hal ini poin. Menurut Suhardjo (1989) pada keluarga
berarti 10.8 persen peubah-peubah bebas ter- miskin, jumlah anggota keluarga yang terlalu
sebut mempengaruhi ketahanan keluarga, dan besar seringkali mempunyai masalah dalam hal
sisanya (89.2%) dipengaruhi faktor lain yang pemenuhan kebutuhan pokok keluarga, sehing-
tidak diteliti dalam penelitian ini. ga kondisi ini akan memperbesar tingkat stres
keluarga. Hasil penelitian Purwantini et al.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pen-
(2001) menemukan bahwa rumah tangga rawan
dapatan perkapita berpengaruh positif dan sa-
pangan dicirikan oleh pendidikan suami dan
ngat nyata terhadap ketahanan pangan kelu-
istri yang rendah, dan jumlah anggota keluarga
arga (α<0.01). Setiap kenaikan satu poin ting-
yang tinggi. Menurut Rose (1999) ukuran rumah
kat pendapatan maka akan menaikkan keta-
tangga merupakan salah satu faktor yang me-
hanan pangan 0.453 poin (Tabel 8). Hal ini se-
nentukan tingkat ketahanan pangan. Ukuran
suai dengan pendapat Boius dan Hunt (1999)
rumah tangga yang lebih besar memerlukan
bahwa resiko tidak memiliki akses terhadap
konsumsi pangan lebih banyak, oleh karena itu
pangan berkaitan dengan pandapatan rumah
diperlukan kebutuhan pangan yang lebih besar.
tangga. Rose (1999) menyatakan bahwa penda-
patan rumah tangga merupakan determinan Jumlah aset yang dimiliki keluarga ber-
penting terhadap ketidaktahanan pangan ru- pengaruh positif dan nyata terhadap keta-
mah tangga. Hal yang sama diungkapkan oleh hanan keluarga (α<0.01). Setiap kenaikan satu
Braun et al. (1992); Lorenza dan Sanjur (1999) poin jumlah aset yang dimiliki maka akan
bahwa akses terhadap pangan pada tingkat menaikkan ketahanan keluarga sebanyak 0.294
rumah tangga ditentukan oleh tingkat penda- poin. Menurut Bryant (1990), keluarga yang
patan rumah tangga, di mana pendapatan ru- memiliki aset banyak cenderung lebih sejah-
mah tangga ini merupakan proxy untuk daya tera dibandingkan dengan keluarga yang me-
beli rumah tangga. Menurut Smith (2002), FAO miliki aset terbatas. Rothwel (2011) menya-
(1996) bahwa ketidak-tahanan pangan banyak takan bahwa aset merupakan hal yang penting
terjadi pada negara-negara sedang berkem- karena aset dapat membantu seseorang men-
bang, dan pada umumnya disebabkan oleh jadi lebih maju dan sebaliknya keterbatasan
kemiskinan, yang menyebabkan ketidakmam- aset yang dimiliki akan berdampak pada ke-
puan penduduk untuk meningkatkan akses ter- sulitan ekonomi. Berdasarkan pernyataan-
hadap pangan. Oleh karena itu, Suhardjo pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa
(1996) menyatakan bahwa pendapatan rumah keluarga yang memiliki jumlah aset cenderung
tangga dapat dijadikan indikator bagi keta- tidak mengalami kesulitan ekonomi dan lebih
hanan pangan rumah tangga, karena penda- sejahtera, dengan demikian ketahanan pangan
menjadi lebih terjamin.
216
214
Jurnal
JournalGizi dan Pangan,
of Nutrition and2011,
Food,6(3):
2011,208-216
6(3): 208-216 Journal Jurnal
of Nutrition and
Gizi dan Food, 2011,
Pangan, 2011, 6(3):
6(3): 208-216
208-216
216 215
Journal of Nutrition
Jurnal Gizi and2011,
dan Pangan, Food,6(3):
2011,208-216
6(3): 208-216 Jurnal
Journal Gizi danand
of Nutrition Pangan,
Food,2011,
2011,6(3):
6(3):208-216
208-216
Rose D. 1999. Economic Determinants and Suhardjo. 1989. Berbagai Cara Pendidikan Gizi.
Dietary Consequences of Food Insecurity Petunjuk Laboratorium. Pusat Antar
in The United States. Community and Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.
International Nutrition American Society
for Nutritional Sceineces. . 1996. Pengertian dan Kerangka Pikir
Ketahanan Pangan Rumah Tangga.
Rothwel D. 2011. Exploring Asset and Family Dalam Makalah Lokakarya Ketahanan
Stress. Centre for Research Children and Pangan Rumah Tangga. Yogyakarta.
Family. McGill School of Social Work.
Supari SF. 2008. Selamatkan Ibu dan Anak
Smith LC. 2002. The Use of Household Indonesia. Dalam Rakerkesnas. Depkes
Expenditure Surveys for The Assesment RI, Jakarta.
of Food Security. Dalam International
Secientific Symposium on Measurement Suryana A. 2004. Ketahanan Pangan di
and Assesment of Food Deprivation and Indonesia. Dalam Makalah pada
Under Nutrition. FAO, Rome. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
VIII, Jakarta.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Tabor S, Sukirman, & Martianto D. 2000.
Departemen Pendidikan Nasional, Keterkaitan Antara Krisis Ekonomi,
Jakarta. Ketahanan Pangan dan Perbaikan Gizi.
Dalam Prosiding Widyakarya Nasional
Sudiman H. 2008. Tantangan Litbang Lintas Pangan dan Gizi. LIPI, Jakarta.
Disiplin dalam Penanggulangan Masalah
Kemiskinan, Kelaparan dan Gizi Kurang Varendra MD. 2007. Dampak krisis ekonomi
di Indonesia. Dalam Orasi Pengukuhan terhadap ketahanan pangan. www.umm.
Profesor Riset Bidang Gizi Masyarakat. ac.id [6 Jun 2011].
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
216 217