Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Ginjal


1. Anatomi Ginjal
Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam
mengatur keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan
keseimbangan asam basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan
meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh.
Ginjal terletak di belakang peritoneum sehingga disebut organ retroperitoneal
(Snell, 2006). Ginjal berwarna coklat kemerahan dan berada di sisi kanan dan
kiri kolumna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal
dexter terletak sedikit lebih rendah daripada sinistra karena adanya lobus
hepatis yang besar. Masing-masing ginjal memiliki fasies anterior, fasies
inferior, margo lateralis, margo medialis, ekstremitas superior dan ekstremitas
inferior (Moore, 2002). Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa, capsula
adiposa, fasia renalis dan corpus adiposum pararenal. Masing masing ginjal
memiliki bagian yang berwarna coklat gelap di bagian luar yang disebut
korteks dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang.
Medulla renalis terdiri dari kira-kira 12 piramis renalis yang masing-masing
memiliki papilla renalis di bagian apeksnya. Di antara piramis renalis terdapat
kolumna renalis yang memisahkan setiap piramis renalis (Snell, 2006).

Gambar 1. Letak Anatomi Ginjal (Sumber: Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh,
2009)

3
Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang
membawa darah dengan kandungan tinggi CO 2 masuk ke ginjal melalui hilum
renalis. Secara khas, di dekat hilum renalis masing-masing arteri menjadi lima
cabang arteri segmentalis yang melintas ke segmenta renalis. Beberapa vena
menyatukan darah dari ren dan bersatu membentuk pola yang berbeda-beda,
untuk membentuk vena renalis. Vena renalis terletak ventral terhadap arteri
renalis, dan vena renalis sinistra lebih panjang, melintas ventral terhadap aorta.
Masing-masing vena renalis bermuara ke vena cava inferior (Moore, 2002).
Arteri lobaris merupakan arteri yang berasal dari arteri segmentalis di mana
masing-masing arteri lobaris berada pada setiap piramis renalis. Selanjutnya,
arteri ini bercabang menjadi 2 atau 3 arteri interlobaris yang berjalan menuju
korteks di antara piramis renalis. Pada perbatasan korteks dan medula renalis,
arteri interlobaris bercabang menjadi arteri arkuata yang kemudian menyusuri
lengkungan piramis renalis. Arteri arkuata mempercabangkan arteri
interlobularis yang kemudian menjadi arteriol aferen (Snell, 2006).

2. Fisiologi Ginjal
Masing-masing ginjal manusia terdiri dari sekitar satu juta nefron yang
masingmasing dari nefron tersebut memiliki tugas untuk membentuk urin.
Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh sebab itu, pada trauma,
penyakit ginjal, atau penuaan ginjal normal akan terjadi penurunan jumlah
nefron secara bertahap. Setelah usia 40 tahun, jumlah nefron biasanya menurun
setiap 10 tahun. Berkurangnya fungsi ini seharusnya tidak mengancam jiwa
karena adanya proses adaptif tubuh terhadap penurunan fungsi faal ginjal
(Sherwood, 2001).
Setiap nefron memiliki 2 komponen utama yaitu glomerulus dan tubulus.
Glomerulus (kapiler glomerulus) dilalui sejumlah cairan yang difiltrasi dari
darah sedangkan tubulus merupakan saluran panjang yang mengubah cairan
yang telah difiltrasi menjadi urin dan dialirkan menuju keluar ginjal.
Glomerulus tersusun dari jaringan kapiler glomerulus bercabang dan
beranastomosis yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira
60mmHg), dibandingkan dengan jaringan kapiler lain.

4
Gambar 2. Ginjal dan nefron (Sumber: Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh,
2009)
Kapiler-kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh
glomerulus dilingkupi dengan kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari
kapiler glomerulus masuk ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke
tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal
kemudian dilanjutkan dengan ansa Henle (Loop of Henle). Pada ansa Henle
terdapat bagian yang desenden dan asenden. Pada ujung cabang asenden tebal
terdapat makula densa. Makula densa juga memiliki kemampuan kosong untuk
mengatur fungsi nefron. Setelah itu dari tubulus distal, urin menuju tubulus
rektus dan tubulus koligentes modular hingga urin mengalir melalui ujung
papilla renalis dan kemudian bergabung membentuk struktur pelvis renalis
(Berawi, 2009).
Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin yaitu
filtrasi glomerulus reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi dimulai
pada saat darah mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi filtrasi plasma
bebas-protein menembus kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Proses ini
dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan langkah pertama dalam
pembentukan urin. Setiap hari terbentuk ratarata 180 liter filtrat glomerulus.
Dengan menganggap bahwa volume plasma rata-rata pada orang dewasa
adalah 2,75 liter, hal ini berarti seluruh volume plasma tersebut difiltrasi

5
sekitar enam puluh lima kali oleh ginjal setiap harinya. Apabila semua yang
difiltrasi menjadi urin, volume plasma total akan habis melalui urin dalam
waktu setengah jam. Namun, hal itu tidak terjadi karena adanya tubulus-
tubulus ginjal yang dapat mereabsorpsi kembali zat-zat yang masih dapat
dipergunakan oleh tubuh. Perpindahan zat-zat dari bagian dalam tubulus ke
dalam plasma kapiler peritubulus ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-
zat yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh
kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali
diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5 liter diserap
kembali, dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir melalui pelvis renalis dan
keluar sebagai urin. Secara umum, zat-zat yang masih diperlukan tubuh akan
direabsorpsi kembali sedangkan yang sudah tidak diperlukan akan tetap
bersama urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Proses ketiga adalah sekresi
tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler
peritubulus ke lumen tubulus. Sekresi tubulus merupakan rute kedua bagi zat-
zat dalam darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama adalah
dengan filtrasi glomerulus dimana hanya 20% dari plasma yang mengalir
melewati kapsula Bowman, sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke
dalam kapiler peritubulus. Beberapa zat, mungkin secara diskriminatif
dipindahkan dari plasma ke lumen tubulus melalui mekanisme sekresi tubulus.
Melalui 3 proses dasar ginjal tersebut, terkumpullah urin yang siap untuk
diekskresi (Sherwood, 2001).
Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya
dengan menyaring darah dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga
dengan menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit dalam tubuh, mengontrol
tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah. Ginjal
mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh, konsentrasi
dari elektrolit-elektrolit seperti sodium dan potassium, dan keseimbangan
asam-basa dari tubuh. Ginjal menyaring produk-produk sisa dari metabolisme
tubuh, seperti urea dari metabolisme protein dan asam urat dari uraian DNA.
Dua produk sisa dalam darah yang dapat diukur adalah Blood Urea Nitrogen
(BUN) dan kreatinin (Cr). Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor-sensor
dalam ginjal memutuskan berapa banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama

6
dengan konsentrasi apa dari elektrolit-elektrolit. Contohnya, jika seseorang
mengalami dehidrasi dari latihan olahraga atau dari suatu penyakit, ginjal akan
menahan sebanyak mungkin air dan urin menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika
kecukupan air dalam tubuh, urin adalah jauh lebih encer, dan urin menjadi
bening. Sistem ini dikontrol oleh renin, suatu hormon yang diproduksi dalam
ginjal yang merupakan sebagian daripada sistem regulasi cairan dan tekanan
darah tubuh (Ganong, 2009).

B. Chronic Kidney Disease (CKD)


1. Definisi CKD
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap
akhir. CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea
dan sampah nitrogenlain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2001).
CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat pulih,
dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai sebagai
nama keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang kita sadari
bahwa gejala CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea dalam darah
(Sibuea, Panggabean, dan Gultom, 2005).
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia. Uremia adalah
suatu keadaan dimana urea dan limbah nitrogen lainnya beredar dalam darah
yang merupakan komplikasi akibat tidak dilakukannya dialisis atau
transplantasi ginjal (Nursalam,2006).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah
penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total
seperti sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap akhir yang dapat
disebabkan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang
menyebabkan uremia.
2. Klasifikasi CKD

7
Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi menjadi 3 stadium
(Price dan Wilson, 2006), yaitu:
a. Stadium I: Penurunan cadangan ginjal
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan penderita
asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes
pemekatan urin dan tes LFG yang teliti.
b. Stadium II: Insufisiensi ginjal
Pada stadium ini dimana lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah
rusak. LFG besarnya 25 % dari normal. Kadar BUN dan kreatinin serum
mulai meningkat dari normal. Gejala-gejala nokturia atau sering berkemih
di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan
urin) mulai timbul.
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
Sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar
200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari keadaan
normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat dengan mencolok.
Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu oliguri karena
kegagalan glomerulus, sindrom uremik.
Berdasarkan dasar derajat penyakitnya, gagal ginjal kronis dapat
diklasifikasikan menurut LFG dari pasien CKD.
Tabel 1. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
GFR
Stadium Diskripsi
(mL/menit/1.73 m2)
Fungsi ginjal normal, tetapi temuan
urin, abnormalitas struktur atau ciri
1 ≥90
genetic menunjukkan adanya penyakit
ginjal
Penurunan ringan fungsi ginjal, dan
2 temuan lain (seperti pada stadium 1) 60-89
menunjukkan adanya penyakit ginjal
3a Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59
3b Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29
5 Gagal ginjal <15
Sumber: (The Renal Association, 2013)

8
3. Etiologi
Menurut Price, dan Wilson (2006) beberapa penyebab CKD diantaranya
adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif,
gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari
golongan penyakit tersebut adalah:
a. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks
nefropati.
b. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, dan stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan
asidosis tubulus ginjal.
f. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme,
serta amiloidosis.
g. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
h. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari
batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah
yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher
vesika urinaria dan uretra.
Tabel 2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik di Amerika Serikat tahun 1995 – 1999
Etiologi Insidensi
Diabetes melitus 44%
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis interstitialis 4%
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik (misalnya SLE) 2%
Neoplasma 2%

9
Idiopatik 4%
Penyakit lain 4%
Sumber: (Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2009)
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat
dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi
uremia yang mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan
gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkan
penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunya
filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin.
Sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen urea
darah (NUD) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator
paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan
oleh tubuh. NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi
juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti
steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi
cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan
ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Natrium dan
cairan sering tertahan dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya
oedema, gagal jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan
diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.

10
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam
organik lain juga terjadi.
Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi eritropoetin
menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletian.
Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah,
defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena
setatus pasien, terutama dari saluran gastrointestinal sehingga terjadi anemia
berat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal yang diproduksi
oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah
merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare
(2001) adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun.
Penurunan LFG menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya
penurunan kadar serum menyebabkan penurunan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di tulang
menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan menyebabkan penyakit
tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang
secara normal dibuat didalam ginjal menurun, seiring dengan berkembangnya
CKD terjadi penyakit tulang uremik dan sering disebut Osteodistrofienal.
Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga berkaitan
dengan gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya
hipertensi. Pasien yang mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau
mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari
pada mereka yang tidak mengalimi kondisi ini.

5. Manifestasi Klinis

11
Manifestasi yang terjadi pada CKD antara lain terjadi pada sistem kardio
vaskuler, dermatologi, gastro intestinal, neurologis, pulmoner, muskuloskletal
dan psiko-sosial menurut Smeltzer, dan Bare (2001) diantaranya adalah:
a. Kardiovaskuler:
1) Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron.
2) Gagal jantung kongestif.
3) Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
b. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
c. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual
sampai dengan terjadinya muntah.
d. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
e. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan dangkal,
kusmaul, sampai terjadinya edema pulmonal.
f. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan
pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi
feron.
g. Psikososial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri sampai
pada harga diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan kematian.

6. Komplikasi
Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra
(2006) antara lain adalah:
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
b. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.

12
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium, salah satunya adalah pemeriksaan GFR / LFG
yang dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault

Nilai normal:
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
b. Pemeriksaan Diagnostik, seperti rontgen, USG, Nefrotogram, Mictuating
Cysto Urography (MCU).

8. Penatalaksanaan
a. Terapi Konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).

13
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuahn jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk CKD harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif

nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.


3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung
dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi Simptomatik
1) Asidosis metabolic
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik
dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bikarbonat) harus
segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20
mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Packed Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak
(hipervolemik).
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada CKD. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
complaint) dari CKD. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi
mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan
yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

14
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuscular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
regular yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi sesuai dengan keadaan pasien.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
c. Terapi Pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada CKD stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan BUN > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg
%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, dan astenia (kehilangan energi) berat (Sukandar,
2006).
2) Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami

15
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, pasien dengan stroke, pasien
gagal ginjal terminal (GGT) dengan residual urin masih cukup, dan
pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
nonmedik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2006).
3) Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh


(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi (Suwitra, 2009)

C. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
a. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD
dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai
peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja
dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa /zat logam
dan pola makan yang tidak sehat.
b. Keluhan utama : Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-
abuan, kadang-kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.

16
c. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
d. Pengkajian pola fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang
sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari
dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat
bingung kenapa kondisinya seperti ini meski segala hal yang telah
dilarang telah dihindari.
2) Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
3) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
4) Aktifitas dan latian.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta
pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas
dibantu.
5) Pola istirahat dan tidur.
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung
mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
6) Pola persepsi dan koknitif.
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah penurunan
kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi
dengan jelas.
7) Pola hubungan dengan orang lain.

17
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri
sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih
menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
8) Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan
kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan
saat berhubungan, penurunan kualitas hubungan.
9) Pola persepsi diri.
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi
edema, citra diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik,
perubahan peran, dan percaya diri.
10) Pola mekanisme koping.
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil
keputusan dengan tepat, mudah terpancing emosi.
11) Pola kepercayaan.
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah
meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak dapat melakukan
kegiatan agama seperti biasanya.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital. Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi
dispnea, nadi meningkat dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
4) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.

18
6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
7) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
8) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
9) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refil lebih dari 1 detik.
10) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium:
a) Urin
 Volume: Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau urine
tidak ada (anuria).
 Warna: Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
 Berat Jenis: Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
 Osmolalitas: Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine /ureum sering 1:1.
b) Kliren kreatinin mungkin agak menurun.
c) Natrium: Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.

19
d) Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+), secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sel darah merah (SDM) dan fregmen juga
ada.
e) Darah
 Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
 Hitung darah lengkap: Hematokrit menurun pada adanya anemia. Hb
biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
 SDM (Sel Darah Merah): Waktu hidup menurun pada defisiensi
eritropoetin seperti pada azotemia.
 GDA (Gas Darah Analisa): pH, penurunan asidosis metabolik
(kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk
mengeksekresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme
protein. Bikarbonat menurun PCO2 menurun.
 Natrium serum: Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan natrium atau
normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).
 Kalium: Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis), atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM). Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi
sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar. Magnesium terjadi
peningkatan fosfat, kalsium menurun. Protein (khususnya albumin),
kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau
penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial. Osmolalitas
serum lebih besar dari 285 mosm/kg, sering sama dengan urine.
2) Pemeriksaan Diagnostik
a) Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya masa, kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
b) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
c) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.

20
e) KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter /
kandung kemih dan adanya obtruksi (batu).
f) Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan
megidentifikasi ekstravaskuler, massa.
g) Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.

21

Anda mungkin juga menyukai